Laporan Kasus Kian Ahmad R
Laporan Kasus Kian Ahmad R
Laporan Kasus Kian Ahmad R
Disusun oleh :
AHMAD RIYATNO
1820206034
Disusun oleh :
AHMAD RIYATNO
1820206034
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN TERHADAP
ORANG LAIN DI WISMA DRUPADI RS JIWA GRHASIA
YOGYAKARTA
Disusun oleh:
AHMAD RIYATNO
1820206034
Pada tanggal:
Januari 2020
Dewan Penguji :
Penguji I : Dr. Ibrahim Rahmat, M.Kes …………….
Penguji II : Ns. Prastiwi P. R., M.Kep., Sp.Kep.J. …………….
Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘AisyiyahYogyakarta,
Moh. Ali Imron, S.Sos, M.Fis.
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam laporan karya ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk karya ilmiah lain atau untuk memperolah gelar
kesarjanaan pada perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan peneliti juga
tidak terdapat karya orang lain atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Ahmad Riyatno
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini
dengan judul “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan pada Pasien Skizofrenia Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain Di Wisma Drupadi Rs Jiwa Grhasia
Yogyakarta”.
Karya ilmiah akhir ners ini dapat tersusun atas bimbingan dan bantuan dari
semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini jauh
dari sempurna mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman, serta waktu,
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak untuk lebih menyempurnakan karya ilmiah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN DEPAN ii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
INTISARI xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
D. Manfaat 3
E. Ruang Lingkup 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 6
B. Pathway 30
C. Tinjauan Islam........................................................................................... 31
D. Metodologi Penelitian 32
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian................................................................................................. 35
B. Hasil Observasi Pemeriksaan Fisik........................................................... 38
C. Hasil Laboratorium.................................................................................... 42
D. Farmakologi............................................................................................... 44
E. Analisa Data.............................................................................................. 45
F. Prioritas Diagnosa .................................................................................... 47
G. Intervensi Keperawatan............................................................................. 48
H. Implemetasi dan Evaluasi.......................................................................... 51
BAB IV PEMBAHASAN
A. Simpulan.................................................................................................... 86
B. Saran.......................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA 88
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sebuah keadaan dimana sehat yang meliputi secara
fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan. Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya
dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial. Fisik sehat,
maka (jiwa) dan sosial pun sehat, jika mentalnya terganggu atau sakit, maka
fisik dan sosialnya akan sakit. Seseorang yang tidak memenuhi karakteristik
sehat, maka bisa dikatakan gangguan jiwa (Stuart, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan jiwa merupakan
suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan
memiliki sikap positif untuk menggambarkan tentang kedewasaan serta
kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2012 angka penderita gangguan
jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yang menderita
gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di
negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
gangguan jiwa berat skizofrenia/psikosis di Indonesia yaitu sebanyak 1,7 per
1000 penduduk. Sedangkan di DIY angka rumah tangga yang memiliki anggota
keluarga gangguan jiwa berat yaitu 2,7 per mil. Tahun 2013, DIY dan Aceh
menjadi yang tertinggi untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013). Menurut
Riskesdas 2018 gangguan jiwa berat skizofrenia/psikosis di Indonesia yaitu
sebanyak 7 per 1000 penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan Riskesdas tahun 2013 yaitu 1,7 per 1000 penduduk. Di DIY angka
rumah tangga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa berat
skizofrenia/psikosis yaitu 10 per mil. Tahun 2018, DIY menjadi urutan kedua
setelah Bali untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2018).
Penderita gangguan jiwa belum dapat disembuhkan 100%, tetapi para
penderita gangguan jiwa memiliki hak untuk sembuh dan diperlakukan secara
manusiawi. UU RI No. 18 Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa
telah dijelaskan bahwa upaya kesehatan jiwa bertujuan menjamin setiap orang
dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang
sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatatan jiwa (Kemenkes, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2012), gangguan
jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak
hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan
jiwa psikotik/skizofrenia saja tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan
Narkoba Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA) juga menjadi masalah
gangguan jiwa.
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah.
Gejala skizofrenia secara umum dibagi menjadi dua yaitu gejala positif dan
negatif. gejala negatif mengacu pada hilangnya minat dan semangat yang
sebelumnya dimiliki oleh penderita skizofrenia. Gejala positif mengacu pada
perilaku yang tidak tampak pada orang sehat seperti halusinasi, delusi atau
waham, kacau dalam berpikir dan berbicara, dan perilaku yang kacau. Perilaku
yang kacau pada pasien skizofrenia sangat sulit untuk diprediksi, dengan tiba-
tiba pasien dapat berteriak dan marah tanpa alasan dengan dirinya sendiri
ataupun orang lain (Stuart, 2016).
Tanda dan gejala skizofrenia terdapat dua yaitu gejala positif dan negatif.
Gejala positif juga disebut sebagai gejala akut merupakan pikiran dan indera
yang tidak biasa, bersifat surreal yang mengarah ke perilaku pasien yang tidak
normal. Sedangkan gejala negatif yang disebut juga gejala kronis lebih sulit
untuk dikenali daripada gejala positif dan biasanya menjadi lebih jelas setelah
berkembang menjadi gejala positif. Jika kondisinya memburuk, kemampuan
kerja dan perawatan diri pasien akan terpengaruh. Gejala positif yang sering
muncul pada pasien skizofrenia yaitu perilaku kekerasan (Maramis, 2010).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah
atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2011).
Risiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan yang mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan amarah secara konstruktif (Dermawan, 2013).
Klien dengan perilaku kekerasan yang di rawat di rumah sakit jiwa sangat
membutuhkan dukungan dari tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. Peran
perawat jiwa sekarang mencakup parameter kompetensi klinik, advokasi pasien,
tanggung jawab fiskal (keuangan), kolaborasi profesional, akuntabilitas
(tanggung gugat) sosial serta kewajiban etik dan legal. Maka dari itu dalam
pemberian asuhan keperawatan jiwa perawat harus melakukan aktivitas pada
tiga area yaitu aktivitas langsung, aktivitas komunikasi, dan aktivitas
pengelolaan manajemen keperawatan. Sedangkan klien dengan perilaku
kekerasan yang dirawat di rumah sangat membutuhkan dukungan keluarga
dalam perawatannya. Keluarga merupakan orang terdekat dengan klien dimana
perlu mengetahui proses munculnya perilaku kekerasan yang di alami anggota
keluarganya, dan perlu memonitor klien yang menunjukkan tanda-tanda marah,
amuk, gaduh, gelisah, dan agresif (Yusuf, Fitryasari&Nihayati, 2015).
Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa Grhasia khususnya Wisma
Drupadi pada tanggal 22 Juli sampai dengan 27 Juli 2019 ada sebanyak 17
pasien dengan komplikasi beberapa diagnosa. Sebanyak 14 pasien (88%)
diantara dengan diagnosa risiko perilaku kekerasan, 9 pasien (52,9%) dengan
GPS: halusinasi, 4 pasien (23,5%) dengan waham, 7 pasien (41%) dengan
isolasi sosial, 8 pasien (47%) dengan defisit perawatan diri. Data di atas
menunjukkan bahwa mayoritas pasien di wisma Drupadi dengan diagnosa risiko
perilaku kekerasan cukup besar sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang
risiko perilaku kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan di
bahas dalam laporan kasus ini adalah “Bagaimana gambaran asuhan
keperawatan dengan masalah risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia
di wisma Drupadi RSJ Grhasia?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dan melaporkan kasus risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian risiko perilaku kekerasan di Wisma
Drupadi RSJ Grhasia.
b. Mampu melakukan analisis masalah keperawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
c. Mampu merumuskan diagnosa masalah keperawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
d. Mampu merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
e. Mampu memberikan implementasikan asuhan keperawatan pada pasien
risiko perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
f. Mampu melakukan evaluasi pada pasien risiko perilaku kekerasan di
Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
g. Mampu melakukan pendokumentasian pada pasien risiko perilaku
kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia
D. Manfaat
1. Teoritis
Laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan
keilmuan keperawatan khususnya dalam ilmu keperawatan jiwa yang
berkaitan dengan risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.
2. Praktis
a. Pasien Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
Manfaat praktis penulisan karya ilmiah bagi pasien yaitu agar pasien
dapat mengetahui gambaran umum tentang penanganan masalah risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.
b. Perawat Wisma Drupadi
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
penanganan pada kasus risiko perilaku kekerasan pada pasien
skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
c. RSJ Grhasia
Sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan rumah
sakit.
d. Program Studi Profesi Ners Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Sebagai pembelajaran dan untuk peningkatan kualitas lulusan profesi
ners.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Pasien
Pasien dalam laporan kasus ini adalah pasien yang mengalami risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
2. Ruang Lingkup Tempat
Dengan melakukan pengkajian observasi data objektif dan subjektif di
Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
3. Ruang Lingkup Materi
Materi dalam laporan kasus ini adalah laporan kasus pasien dengan risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia,
laporan kasus ini meliputi materi keperwatan jwa yang berkaitan dengan
risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.
4. Ruang Lingkup Waktu
Karya ilmiah akhir ners ini akan dilakukan mulai pada bulan Juli 2019
sampai September 2019 mulai dari penyusunan sampai laporan hasil karya
tulis ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Skizofrenia
a. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan
utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek
atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan
terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga
muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor
menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis,
2009). Skizofrenia adalah istilah untuk menandakan adanya perpecahan
(schism) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada seseorang. Gejala
fundamental spesifik untuk skizofrenia termasuk suatu gangguan
pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya
kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan
afektif, autism dan ambivalensi (Kaplan dkk, 2010). Dapat disimpulkan
bahwa skizofrenia adalah gangguan proses pikir, emosi dan perilaku
seseorang yang biasa ditandai dengan adanya halusinasi, waham atau
gangguan emosional lainnya.
b. Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain:
1) Faktor genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.
Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9-1,8%; bagi
saudara kandung 7–15%; bagi anak dengan salah satu orangtua
yang menderita skizofrenia 7–16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40–68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%
dan bagi kembar satu telur (monozigot) 61–86% (Durand, 2007).
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah
fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang
paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen
yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh
kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi
tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini
(dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami
skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah
anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow,
2007).
2) Faktor biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan
kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak
yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagianbagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamin. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamin
yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
3) Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter
yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat
kejiwaan, adanya hubungan orang tuaanak yang patogenik, serta
interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja &
Sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi
dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai
contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan
untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin,
dominan, dan penolak yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).
4) Faktor Sosialkultural
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi
dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai
contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan
untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin,
dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).
c. Tipe–tipe Skizofrenia
Sistem klasifikasi pada ICD (International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems) dan DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) menggunakan
sistem kategori. ICD menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis),
yang mencoba menstandarkan diagnosis menggunakan definisi
deskriptif dari berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan
untuk diagnosis banding. Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan
sistem multiaksis, yang menggambarkan berbagai gejala yang harus ada
agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona, 2012). Multiaksis meliputi hal
sebagai berikut:
a. Aksis 1: sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi
fokus perhatian klinis
b. Aksis 2: gangguan kepribadian dan retardasi mental
c. Aksis 3: kondisi medis secara umum
d. Aksis 4: masalah lingkungan dan psikososial
e. Aksis 5: penilaian fungsi secara global
Kraeplin (dalam Maramis, 2009) membagi skizofrenia menjadi
beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis
menurut gejala utama yang terdapat padanya. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan gejala utama yang muncul. Pembagiannya adalah sebagai
berikut:
1) Skizofrenia paranoid (F.20.0)
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.
Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.
Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan
schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.
2) Skizofrenia hebefrenik (F.20.1)
Permulaanya perlahan–lahan atau subakut dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang mencolok
adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan
sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik, waham dan
halusinasinya banyak sekali.
3) Skizofrenia katatonik (F.20.2)
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. Gejala yang
penting adalah gejala psikomotor seperti:
a) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup, muka tanpa
mimik, seperti topeng, stupor penderita tidak bergerak sama
sekali untuk waktu yang sangat lama, beberapa hari, bahkan
kadang-kadang beberapa bulan.
b) Bila diganti posisinya penderita menentang. Makanan ditolak,
air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan
meleleh keluar, air seni dan feses ditahan. Terdapat grimas dan
katalepsi.
4) Skizofrenia tak terinci (F.20.3)
Penegakan diagnosa ini yaitu jika memenuhi kriteria umum
untuk diagnosis skizofrenia, tidak memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofrenia paranoid, hebrefenik dan katatonik, dan tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
trauma. Gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol yaitu
kebingungan dan inkoheren. Pada diagnosa ini terdapat halusinasi
dan waham.
5) Depresi pasca skizofrenia (F.20.4)
Diagnosa ini terdapat gejala depresi yang menonjol dan
mengganggu, memenuhi kriteria untuk suatu episode depresi dan
berlangsung minimal 2 minggu. Gejala skizofrenia tetap ada dan
sudah berlangsung 1 tahun.
6) Skizofrenia residual (F.20.5)
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan
riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala
berkembang kearah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala
negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,
penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan
pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya
perawatan diri dan fungsi sosial.
7) Skizofrenia simplex (F.20.6)
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan.
Waham dan halusinasi jarang sekali ditemukan.
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala skizofrenia terdapat dua yaitu gejala positif dan
negatif. Gejala positif juga disebut sebagai gejala akut merupakan
pikiran dan indera yang tidak biasa, bersifat surreal yang mengarah ke
perilaku pasien yang tidak normal. Gejala-gejala ini bisa kambuh, yaitu:
a) Delusi: memiliki keyakinan yang kuat terhadap sesuatu hal tanpa
dasar yang jelas, tetap teguh walaupun bukti menyatakan sebaliknya
dan tidak bisa dikoreksi dengan logika dan akal sehat, misalnya
berpikir bahwa dirinya dianiaya atau berpikir bahwa seseorang
sedang membicarakannya.
b) Halusinasi: pasien merasakan sesuatu yang sangat nyata yang
sebenarnya tidak ada, misalnya melihat beberapa gambar yang tidak
bisa dilihat oleh orang lain, mendengar suara atau sentuhan yanng
tidak ada.
c) Gangguan pikiran: pikiran tidak jelas, kurangnya kontinuitas dan
logika, bicara dengan tidak teratur, berbicara dengan dirinya sendiri
atau berhenti berbicara tiba-tiba.
d) Perilaku aneh: berbicara dengan dirinya sendiri, menangis atau
tertawa secara tidak terduga, berpakaian dengan cara yang aneh atau
bahkan marah dan emosi secara tiba-tiba.
Sedangkan gejala negatif yang disebut juga gejala kronis lebih
sulit untuk dikenali daripada gejala positif dan biasanya menjadi lebih
jelas setelah berkembang menjadi gejala positif. Jika kondisinya
memburuk, kemampuan kerja dan perawatan diri pasien akan
terpengaruh. Gejala-gejalanya antara lain:
1) Penarikan sosial: menjadi tertutup, dingin, egois, terasing dari orang
lain, dll.
2) Kurangnya motivasi: hilangnya minat terhadap hal-hal disekitarnya,
bahkan kebersihan pribadi dan perawatan diri.
3) Berpikir dan bergerak secara lambat
4) Ekspresi wajah yang datar (Maramis, 2010).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis
dan terapi psikososial.
1) Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian
yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi
elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan
penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine
(thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat
tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine
(serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang
utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan,
tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis
yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun).
Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya
tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).
2) Terapi psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik
mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara
historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada
pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa
gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia
karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi
psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi
humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling
berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai
pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan
feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta
dalam kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari
terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah
keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.
Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapanungkapan emosi
yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali.
f. Rentang respon skizofrenia
Adaptif Maladaptif
e. Intervensi Keperawatan
Menurut Keliat (2009) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku
kekerasan.
1) Tujuan
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya.
e) Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasannya.
f) Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka. Klien dapat
membina hubungan saling percaya.
2) Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya, tindakan :
1) Beri salam/panggil nama
2) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5) Beri rasa aman dan sikap empati
6) Lakukan kontak singkat tetapi sering
b) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
tindakan :
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu pasien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang
c) Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan, tindakan:
1) Anjurkan pasien mengungkapkan apa yang dialami saat
jengkel/marah.
2) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel/kesal
yang dialami klien.
d) Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, tindakan:
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan (verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).
2) Bantu pasien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
3) Bicarakan dengan pasien apakah dengan cara yang
dilakukan masalahnya selesai.
e) Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
tindakan:
1) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama pasien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
3) Tanyakan kepada pasien “apakah ingin mempelajari cara
baru yang sehat.”
f) Pasien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan, tindakan
1) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan pasien.
2) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan pasien.
3) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah. Perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam
dan pukul kasur atau bantal.
4) Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
pasien.
5) Beri contoh kepada pasien tentang cara tarik napas dalam.
6) Minta pasien untuk mengikuti contoh yang diberikan
sebanyak 5 (lima) kali.
7) Beri pujian positif atas kemampuan pasien
mendemonstrasikan cara menarik napas dalam.
8) Tanyakan perasaan pasien setelah selesai
9) Anjurkan pasien untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat marah atau jengkel.
g) Pasien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah
perilaku kekerasan, tindakan :
1) Diskusikan cara bicara yang baik dengan pasien.
2) Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik,
menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan
baik).
3) Minta pasien mengulang sendiri.
4) Beri pujian atas keberhasilan pasien
5) Diskusikan dengan pasien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilatih di ruangan misalnya meminta obat,
baju dan lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak
pada waktunya, menceritakan kekesalan kepada perawat.
6) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7) Pasien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang
baik dengan mengisi jadwal kegiatan.
8) Validasi kemampuan pasien dalam melaksanakan latihan.
9) Beri pujian atas keberhasilan pasien.
h) Pasien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah
perikau kekerasan, tindakan:
1) Diskusikan dengan pasien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan.
2) Bantu pasien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan
di ruang rawat.
3) Bantu pasien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.
4) Minta pasien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
dipilih.
5) Beri pujian atas keberhasilan pasien.
6) Diskusikan dengan pasien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
7) Pasien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
8) Beri pujian atas keberhasilan pasien.
9) Diskusikan dengan pasien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
10) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
11) Pasien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation).
i) Pasien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan, tindakan:
1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat minum obat
secara teratur.
2) Diskusikan tentang proses minum obat.
3) Pasien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
j) Pasien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan
perikau kekerasan, tindakan :
1) Anjurkan pasien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi
pencegahan perilaku kekerasan.
2) Diskusikan dengan pasien tentang jadwal TAK.
3) Pasien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi
jadwal kegiatan harian.
k) Pasien mendapatkan dukungan keluarga dalam
melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan, tindakan:
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat pasien
sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
pasien selama ini.
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat
klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat pasien.
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat pasien
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
6) Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada pasien selama
di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke
rumah.
f. Implementasi
Menurut Effendi (dalam Nurjanah, 2014) implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
Sebelumnya perawat terlebih dahulu membekali dengan penyusunan
strategi komunikasi. Strategi komunikasi antara perawat dan klien
kearah pemecahan masalah klien untuk mencapai tujuan keperawatan
yang telah direncanakan sebelumnya. Menurut Yosep (2008), perawat
dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk mencegah dan
mengelola perilaku agresif melalui rentang intervensi keperawatan.
Strategi Preventif Strategi Antisipatif Strategi Pengurungan
C. Tinjauan Islami
Larangan kekerasan dalam Islam dijelaskan dalam Al-qur’an Surat Al-Ahzab
58:
Artinya :
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Allah SWT memperingatkan dan mengancam orang yang menyakiti
Allah dengan menentang perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-
larangan-Nya serta tiada henti-hentinya melakukan hal tersebut, juga menyakiti
Rasul-Nya dengan mencelanya atau merendahkan martabatnya. Yakni
merupakan suatu kedustaan yang besar bila mempergunjingkan orang-orang
mukmin dan mukminat dengan sesuatu hal yang tidak pernah mereka lakukan,
yang tujuannya ialah mencela dan mendiskreditkan mereka. Orang-orang yang
paling banyak terkena ancaman ini adalah orang-orang yang kafir kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian kaum Rafidah.
Kaum Rafidah adalah orang-orang yang mendiskreditkan para sahabat
dan mencela mereka, padahal Allah Swt. sendiri telah membersihkan mereka
dari hal tersebut. Orang-orang tersebut telah menyifati para sahabat dengan hal-
hal yang bertentangan dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. tentang
mereka. Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia telah rida kepada kaum
Muhajirin dan kaum Ansar serta memuji sikap mereka. Akan tetapi, sebaliknya
orang-orang yang jahil lagi bodoh itu mencela para sahabat, mendiskreditkan
mereka, serta mempergunjingkan mereka dengan hal-hal yang para sahabat
tidak pernah melakukannya salama-lamanya. Pada hakikatnya mereka
sendirilah yang terbalik akal sehatnya karena mencela orang yang terpuji dan
memuji orang yang tercela.
D. Metodologi
1. Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi kasus observasional dengan
desain pendekatan cross sectional.
2. Objek penelitian
Objek penelitian pada studi kasus ini adalah 2 pasien di Wisma
Drupadi RSJ Grhasia dengan risiko perilaku kekerasan terhadap orang
lain.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan
untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010).
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah pasien. Bila pasien dalam keadaan tidak
sadar, mengalami gangguan bicara, atau pendengaran, pasien masih
bayi, atau karena beberapa sebab pasien tidak dapat memberikan data
subjektif secara langsung, perawat dapat menggunakan data objektif
untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Bila diperlukan klarifikasi
data subjektif, hendaknya perawat melakukan pengkajian pada
keluarga (Rohmah dan Walid, 2016).
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendapatkan keterangan secara lisan dari responden atau bercakap-
cakap dan berhadapan langsung dengan responden, jadi data yang
diperoleh secara langsung dari responden melalui pertemuan atau
percakapan (Notoatmodjo, 2010).
Observasi adalah proses pengambilan data meliputi kegiatan
memperhatikan dengan seksama, termasuk mendengar, mencatat, dan
mempertimbangkan hubungan antaraspek pada fenomena yang sedang
diamati (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan untuk mengetahui
keadaan fisik pasien secara sistematis (Nursalam, 2009), yang
meliputi inspeksi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh selain pasien, yaitu
keluarga, orang terdekat, teman, dan orang lain yang tahu tentang
status kesehatan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan yang lain seperti
dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi, laboratorium, radiologi, juga
termasuk sumber data sekunder (Rohmah dan Walid, 2016). Data
sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi dokumentasi pada
semua bentuk informasi yang berhubungan dengan dokumen
(Notoatmodjo, 2010).
4. Analisa Data
Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi (Sugiyono, 2010). Tahapan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti meliputi:
a. Pengumpulan data
b. Reduksi data
c. Penyajian data
d. Penarikan kesimpulan
BAB III
LAPORAN KASUS
Diagnosa Keperawatan:
- Perilaku kekerasan
Arimbi Tanda dan gejala Tanda dan gejala:
- Komunikasi kurang - Riwayat perilaku kekerasan
- Cukup kooperatif - Gelisah dan bingung
- tanda-tanda perilaku kekerasan minimal - Berbicara ketus
- ADL bisa diarahka
- Bicara sendiri Obat yang diberikan:
- Trihexyphenidyl 2 mg
Obat yang diberikan: - Clozapine 25 mg
- Risperidone 2 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Clozapine 25 mg - Fluoxetne 20 mg
- Haloperidol 1,5 mg - Diazepam 10 mg k/p
- Diazepam amp 10 mg k/p - Lodomer 5 mg k/p
Diagnosa Keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Diagnosa Keperawatan:
pendengaran Perilaku kekerasan
Wisma Rawat Inap Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
(Wisma Drupadi) - ADL bisa diarahkan - Riwayat perilaku kekerasan
- Klien terlihat bingung - Tampak masih bingung
- Bilang ketus - Mondar mandir
- Sering melamun dan curiga.
Obat yang diberikan:
Obat yang diberikan: - Trihexyphenidyl 2 mg
- Risperidone 2 mg - Clozapine 25 mg
- Clozapine 25 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Haloperidol 1,5 mg
Diagnosa Keperawatan: Diagnosa keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Risiko Perilaku kekerasan
pendengaran
Saat Pengkajian Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
- Klien mengatakan dirumah marah-marah - Memilliki riwayat marah-marah dan
- Riwayat perilaku kekerasan memukul merusak barang-barang
orang lain - Riwayat perilaku kekerasan memukul
- Klien cukup kooperatif suami
- Klien terkadang menjawab dengan ketus - Berbicara ketus
- Klien mengatakan dibawa ke RSJ oleh - Klien mengatakan dirumah jarang
anaknya sempat marah-marah tapi bersosialisasi
akhirnya nurut saja - Klien lebih suka diam dan tidur di kamar
- Klien mengatakan mendengar suara si - Kuku kotor
mbahnya yang sudah meninggal - Gigi kurang bersih
memerintah untuk shalat. - Pasien mengatakan tadi pagi tidak gosok
- Klien sering mondar mandir dan triak-triak gigi
di tengah malam
- Klien tampak gelisah Obat yang diberikan:
- Klien mengatakan ingin segera pulang ke - Trihexyphenidyl 2 mg
rumah - Clozapine 25 mg
- Klien tampak kurang bersih, rambut klien - Haloperidol 1,5 mg
tampak kusam Diagnosa Keperawatan:
- Klien mengatakan jarang sikat gigi dan Risiko perilaku kekerasan terhadap orang
mandi malas bersampo lain, Isolasi sosial, Defisit perawatan diri
Psikologi: Psikologi:
Klien merasa sedih, merasa tidak diperhatikan Merasa sedih
karena anaknya pindah tempat kerja dan Sosial budaya:
tempat tinggal yang semakin jauh dari asrama Kaka kandung mengalami gangguan jiwa
klien.
Sosial budaya:
Suami meninggal
Origin Biologis: Internal Biologis: Internal
Psikologis: Internal Psikologis: Internal
Sosial budaya: Eksternal Sosial budaya: Eksternal
Timing Biologis: 5 tahun Biologis: 2 bulan
Psikologi: 4 bulan Psikologi: 6 bulan
Sosial budaya: 15 tahun Sosial budaya: 7 tahun
- Stresor Biologis: Biologis:
Putus obat Putus obat
Psikologi: Psikologi:
Masalah dengan keluarga Merasa sedih
- Riwayat kesehatan
sebelumnya
Pernahkah mengalami Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama
gangguan jiwa dimasa kali tahun 2004 kali tahun 2016
lalu?
Riwayat pengobatan Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2013 Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2017
sebelumnya dan dengan pengobatan dikatakan berhasil karena dengan pengobatan dikatakan kurang
keberhasilannya? pasien mampu beradaptasi dengan keluarga berhasil karena pasien mampu beradaptasi
dan masyarakat. di masyarakat tetapi masih ada gejala-gejala
gangguan jiwa.
- Riwayat kesehatan Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga Klien mengatakan kaka kandungnya
keluarga yang mengalami gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa
- Genogram
Mekanisme koping
Jenis Mekanisme Represi/Supresi, pasien hanya diam saja Displacement, pasien membanting alat-alat
Koping ketika ada masalah dan jarang sekali mau rumah tangga jika marah
bercerita dengan orang lain atau keluarga
tentang masalahnya
Sumber Mekanisme Keluarga dan dirinya sendiri Keluarga dan dirinya sendiri
Koping
b. Pengkajian Fisik
Data pengkajian Kasus 1 Kasus 2
fisik
1. Keadaan Umum Baik Baik
2. Tingkat Kesadaran Composmentis Composmentis
3. Tanda-Tanda Vital TD: 108/74 mmHg TD: 125/73 mmHg
N: 79x/menit N: 80x/menit
S: 36,3 ˚C S: 36,2 ˚C
RR: 20x/menit RR: 19x/memit
4. Tinggi Badan/Berat 147 cm/ 47 kg 157 cm/ 56 kg
Badan
5. Keluhan Fisik Tidak ada Tidak ada
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit Warna sawo matang, tidak ada luka, tidak Warna sawo matang, tidak ada luka, tidak
ada memar, cukup bersih, teraba hangat ada memar, cukup bersih, teraba hangat
b. Rambut Berwarna hitam, sedikit ikal, agak kusam, Berwarna hitam, lurus, kurang rapi, kusam
kulit kepala kurang bersih.
c. Wajah Tidak ada luka, tidak oedema, tampak cukup Tidak ada luka, tidak oedema, cukup bersih,
bersih, bentuk simetris bentuk simetris
d. Mata Simetris, tidak anemis, konjungtiva merah Simetris, tidak anemis, konjungtiva merah
muda muda
e. Hidung Simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada Simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada
polip. polip.
f. Mulut dan Bibir Kurang bersih, tidak ada somatis, ada karies, Bau mulut, gigi kotor, tidak ada stomatis
gigi gerigi tidak lengkap, bibir lembab dan
simetris
g. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada luka, tidak ada nyeri ada luka, tidak ada nyeri
h. Dada Tidak ada jejas, tidak ada oedema, tidak ada Tidak ada jejas, tidak ada oedema, tidak ada
nyeri. nyeri.
i. Abdomen Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan.
j. Ekstremitas Ekstremitas atas : Tidak ada nyeri, tidak Atas : Tidak ada nyeri, tidak ada oedema,
ada oedema, tidak ada luka, tidak ada tidak ada luka, tidak ada kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak gerak
Ekstremitas bawah : Tidak ada nyeri, tidak Bawah : Tidak ada nyeri, tidak ada oedema,
ada oedema, tidak ada luka, tidak ada tidak ada luka, tidak ada kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak gerak
k. Riwayat Pengobatan Tidak ada Tidak ada
Fisik
7. Pemeriksaan
psikososial
a. Konsep diri
1) Gambaran diri Klien mengatakan menyukai dengan bentuk Klien mengatakan menyukai semua bagian
tubuhnya anggota tubuhnya
2) Identitas diri Klien mengatakan dirinya sebagai seorang ibu Klien mengatakan dirinya sebagai seorang
dan mempunyai dua orang anak, yang ibu rumah tangga yang mempunyai tiga
keduanya sudah bereluarga. orang anak
3) Ideal diri Klien mengatakan ingin cepat sehat dan dapat Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan
beraktifitas seperti biasanya setelah keluar dari setelah keluar dari RSJ
RS
4) Harga diri Klien mengatakan merasa sedih karena tidak Klien mengatakan merasa sedih karena
bekerja, klien merasa kurang di perhatikan kangen sama anak-anaknya yang dirumah
anak-anaknya yang tinggal jauh dari klien.
5) Peran diri Klien mengatakan ia sebagai seorang ibu, Klien mengatakan ia sebagai seorang ibu,
pernah bekerja sebagai karyawan rumah yang keseharaianya merawat anak dan
makan mengurus pekerjaan rumah
b. Hubungan sosial
1) Dirumah Sebelum sakit klien tinggal sendirian di Klien mengatakan hubungan dengan
asrama sebagai karyawan rumah makan. Klien keluarga dan tetangganya baik
berperan sebagai asisten masak dan cuci
piring. Tinggal sendiri di asrama dan jarang
ketemu keluaga
2) Dirumah sakit Klien cukup kooperatif dengan petugas Klien cukup kooperatif dengan petugas
kesehatan, klien mengenal teman-temannya, kesehatan, klien kurang mengenal teman-
kadang-kadang ngobrol tetapi lebih sering temannya, lebih sering diam di kamar
diam
3) Hubungan Hubungan dengan keluarga baik sempat Hubungan dengan keluarga baik sempat
dengan dijenguk di RS dijenguk suaminya di RS
keluarga
c. Spiritual/keagamaan
1) Nilai dan Beragama Islam Beragama Islam
keyakinan
2) Kegiatan Klien mengatakan menjalankan shalat 5 waktu Klien mengatakan jarang menjalankan shalat
ibadah 5 waktu
8. Pengkajian status
mental
a. Penampilan fisik Klien memakai baju seragam dari RSJ dan Klien memakai seragam dari RSJ dan sesuai
sesuai warnanya. Kuku bersih tidak panjang, warnanya tetapi sering mengangkat lengan
rambut agak kusam, kulit bersih, mulut dan baju nya sebelah kanan, kuku kotor, rambut
gigi gerigi kurang bersih kurang rapi dan pendek, kulit bersih, gigi
terlihat kurang bersih
b. Pembicaraan Koheren, pasien dapat menjawab semua Koheren pasien mampu menjawab
pertanyaan dengan sesuai tetapi hanya pertanyaan sesuai dengan yang dimaksudkan
berbicara saat diberikan pertanyaan saja
c. Aktifitas motorik Klien agitasi berjalan mondar mandir Klien tampak gelisah saat diajak berdiskusi
tentang rumah dan alasan masuk RSJ
d. Alam perasaan Saat pengkajian tampak biasa alam Saat pengkajian tampak khawatir dengan
perasaannya tidak emosi, sedih atau senang privasinya dan menghindar saat ditanya
alasan masuk RSJ
e. Afek Sesuai dengan yang ditanyakan jika penanya Klien sedih dan menundukkan kepala saat
tersenyum pasien ikut senyum ditanya tentang perasaannya setelah jauh dari
anaknya.
f. Interaksi selama Klien cukup kooperatif saat wawancara, Pasien cukup kooperatif selama wawancara
wawancara kontak mata mudah beralih dan masih tampak mau diajak diskusi dan menjawab semua
curiga. Klien mau menjawab semua pertanyaan
pertanyaan hingga kontrak waktu yang sudah
dilakukan berakhir
g. Persepsi sensori 1) Jenis : Klien mengatakan mendengar Klien mengatakan tidak ada melihat
suara-suara yang mengajaknya bayangan-bayangan, tidak ada mendengar
mengobrol, mengejek. Klien mengatakan suara-suara, atau merasa mengecap, mencium,
setiap malam mendengar suara si atau meraba yang aneh
mbahnya yang sudah meninggal
memerintahkan untuk shalat
2) Isi: Klien mengatakan isinya yaitu
mengajak mengobrol saja
3) Waktu: Klien mengatakan munculnya
pada malam hari saat sendirian
4) Frekuensi: Klien mengatakan
halusinasinya hanya kadang-kadang saja
munculnya
5) Stressor: Klien mengatakan
halusinasinya muncul jika sendirian dan
melamun
6) Tindakan yang telah dilakukan: Klien
mengatakan membaca do’a jika ada
suara-suara yang mengganggu.
Keberhasilan tindakan: tidak ada
h. Proses pikir Klien tidak mengalami gangguan proses pikir, Klien tidak mengalami gangguan proses
Klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik pikir, selama interaksi pembicaraan pasien
dan sesuai sesuai dengan topik pembahasan
i. Isi pikir Klien tidak mengalami gangguan isi pikir Klien tidak mengalami gangguan isi pikir
j. Tingkat Composmentis dan tidak disorientasi waktu, Composmentis dan tidak disorientasi waktu,
kesadaran tempat dan orang tempat dan orang
k. Memori Klien tidak mengalami gangguan memori Klien tidak mengalami gangguan memori
jangka panjang dan pendek pasien mampu jangka panjang dan pendek pasien mampu
mengingat dibawa ke RSJ oleh siapa dan mengingat dibawa ke RSJ oleh siapa dan
pertama kali masuk RSJ tahun 2004 mengingat kelahiran anaknya yang terakhir
tahun 2010
l. Tingkat Klien mampu berkonsentrasi selama diajak Klien mampu berkonsentrasi selama diajak
konsentrasi dan berdiskusi 15 menit dan mampu berhitung berdiskusi, bisa membaca dan mampu
berhitung berhitung
m. Kemampuan Klien mampu memberikan penilaian diantara Klien mampu memilih untuk mandi dulu
penilaian dua pilihan, mana yang lebih baik dilakukan setelah itu baru makan
terlebih dahulu setelah bangun pagi makan
atau mandi dulu? Klien menjawab mandi dulu
n. Daya tilik tinggi Klien mengatakan menyadari penyakitnya dan Pasien menyadari kondisi kesehatannya
ingin segera sembuh dan pulang ke rumah sekarang dan pasrah serta berusaha agar bisa
sembuh
9. Penilaian skor
kategori pasien
a. Skrining awal: Tidak Tidak
Apakah Ny. T
dan Ny. S punya
keinginan/ide
bunuh diri/ide
pulang paksa?
b. Variabel
1) Mencederai 16 16
diri/orang lain
2) Komunikasi 14 14
3) Interaksi 5 10
sosial
4) ADL (Activity
daily living)
a) Makan 3 3
b) Mandi 3 3
c) Berpakaian 0 0
5) Tidur/istirahat 3 3
6) Pengobatan 3 3
oral/injeksi
7) Aktifitas
terjadwal
a) Makan 3 3
b) Mandi 3 3
c) Berpakaian 0 0
8) Hasil skor 53 58
pasien
c. Kategori
1) Tahap Maintenance Maintenance
penanganan
2) Tujuan Pemulihan Pemulihan
perawatan
3) Fokus Status fungsi Status fungsi
pengkajian
4) Prinsip Reinforcement, dukungan Reinforcement, dukungan
intervensi
5) Hasil yang Perbaikan fungsi Perbaikan fungsi
diharapkan
6) Jika pasien
masuk dalam
tahap krisis
- Nilai resiko Skore: 4 ( Risiko sedang) Skore: 3 (Risiko sedang)
perilaku
kekerasan
- Nilai resiko Tidak ada Tidak ada
bunuh diri
3. Discharge Planning
a. Kebutuhan persiapan pulang
Perencanaan Pulang
Kategori Kasus 1 Kasus 2
Caregiver utama Keluarga Keluarga
Perencanaan pulang (rumah, Saat di rumah klien tinggal bersama Saat di rumah klien tinggal bersama
faskes di komunitas) dengan anak pertama klien dengan keluarga (suami, dan anak-
anaknya)
Kebutuhan pulang (financial, Dari financial klien mengatakan agak Dari financial klien berkecukupan, dari
psikososial, dll): keberatan, klien mengeluh harus psikososial keluarga dapat menerima
membayar 300 ribu perbulannya untuk pasien dengan baik
membeli obat, dari psikososial keluarga
dapat menerima pasien dengan baik.
Penkes yang diberikan Klien diberikan kesempatan untuk Diskusikan bersama klien agar bisa
mempraktikan apa yang sudah diajarkan menerapkan terapi yang sudah di
oleh petugas kesehatan selama ajarkan oleh petugas kesehatan selama
perawatan. penkes minum obat, keluarga di RSJ Grhasia, berikan penkes minum
juga untuk selalu mendampingi pasien obat, keluarga juga untuk selalu
dalam minum obat. Selain itu untuk mendampingi pasien dalam minum obat
mengawasi perilaku dan mengatasi terutama suaminya. Selain itu untuk
emosi rasa marah di sarankan untuk mengawasi perilaku dan mengatasi
selalu menggunakan terapi yang sudah emosi rasa marah di sarankan untuk
diajarkan selalu menggunakan terapi yang sudah
diajarkan.
Perencanaan pulang - Anjurkan pada keluarga untuk - Anjurkan pada keluarga untuk
monitor perilaku klien. monitor perilaku pasien.
- Anjurkan klien untuk melakukan - Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas terjadwal. aktivitas terjadwal.
- Monitor kepatuhan minum obat klien. - Monitor kepatuhan minum obat
- Hadirkan realita klien. klien.
- Anjurkan kapan kembali kontrol - Hadirkan realita klien.
sesuai anjuran dokter. - Anjurkan kapan kembali kontrol
- Evaluasi kegiatan klien sehari-hari. sesuai anjuran dokter.
- Anjurkan klien menerapkan cara-cara - Evaluasi kegiatan klien sehari-hari.
yang sudah diajarkan perawat. - Anjurkan klien menerapkan cara-cara
yang sudah diajarkan perawat.
Pengetahuan kurang tentang Klien kurang mengetahui tentang obat- klien kurang mengetahui tentang obat-
obatan, obatan yang di minum, obatan yang diminum, pencegahan
pencegahan kekambuhan, dan kesehatan kekambuhan, dan kesehatan jiwa
jiwa
5. Farmakoterapi
Farmakoterapi
Farmakoterapi Fungsi/Kegunaan
Kasus 1
Risperidone 2 mg 1-0-1-0 Untuk menangani gangguan mental dengan gejala psikosis, seperti skizofrenia atau
gangguan bipolar.
Haloperidol 1,5 mg 1-0-1-0 Antipsikotik yang digunakan untuk mengurangi gejala halusinasi pada pasien.
Clozapine 25 mg 1/2-0-1-0 Antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis yang ditandai dengan delusi dan
halusinasi. Clozapine diberikan kepada penderita skizofrenia dan Parkinson yang bekerja
dengan cara menyeimbangkan dan menekan efek dari reaksi kimia yang terjadi di dalam
otak sehingga membantu mengutangi gejala psikosis.
Kasus 2
Trihexphenidyl 2 mg 1/2-0-1/2-0 Untuk mengobati gejala penyakit Parkinson atau gerakan lainnya yang tidak bisa
dikendalikan, yang disebabkan oleh efek samping dari obat psikiatri tertentu (antipsikotik
seperti chlorpromazine/haloperidol).
Haloperidol 1,5 mg 1-0-1-0 Antipsikotik yang digunakan untuk mengurangi gejala halusinasi pada pasien.
Clozapine 25 mg 0-0-1/2-0 Antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis yang ditandai dengan delusi dan
halusinasi. Clozapine diberikan kepada penderita skizofrenia dan Parkinson yang bekerja
dengan cara menyeimbangkan dan menekan efek dari reaksi kimia yang terjadi di dalam
otak sehingga membantu mengutangi gejala psikosis.
6. Analisa Data
Analisa Data kasus 1
No Hari/tanggal Data Etiologi Problem
.
Kasus 1
1. Senin, 22/07/2019 DS: Risiko perilaku
- Klien mengatakan pernah mengamuk saat kekerasan terhadap
dirumah orang lain
- Klien mengatakan merusak barang-barang
yang ada dirumah
DS:
- Kontak mata mudah beralih
- Kurang kooperatif
- Bicara kadang ketus
- Terlihat sering mondar mandir
- Terlihat curiga
2. Senin, 22/07/2019 DS: Deprivasi sensori Konfusi akut
- Klien mengatakan sering mendengar suara
kakeknya di tengah malam, memerintahkan
untuk shalat
- Klien terkadang mendengar bisikan-bisikan
yang mengejek klien
- Bisikan-bisikan muncul sehari 2-4 kali
- Bisikan-bisikan sering muncul di waktu sore
dan tengah malam
DO:
- Klien tampak bingung
- Klien di isolasikan di ruangan tersendiri,
karena sering gaduh di tengah malam
- Klien tampa berbicara sendiri
3. Senin, 22/07/2019 DS: Fungsi kognitif Defisit perawatan
- Klien mengatakan tadi pagi sudah mandi tapi diri: mandi
tidak keramas
- Klien mengatakan jarang sikat gigi
DO:
- Rambut klien terlihat kusam, tidak rapi
- Klien mandi masih di ingatkan perawat
- Gigi gerigi klen kurang bersih, ada karies gigi
Kasus 2
1. Selasa, 23/07/2019 DS: Risiko perilaku
- Klien mengatakan pernah memukul suaminya kekerasan terhadap
- Klien mengatakan pernah merusak barang- orang lain
barang yang ada dirumah
DS:
- Kontak mata mudah beralih
- Kurang kooperatif
- Klien lebih sering diam
- Bicara kadang ketus
2. Selasa, 23/07/2019 DS: Isolasi sosial
- Klien mengatakan ingin segera pulang
- Klien mengatakan males ngobrol denga orang
lain
DO:
- Klien lebih sering terlihat diam dan tiduran di
kamar
- Saat bicara kontak mata mudah beralih, dan
sering nunduk
3. Selasa, 23/07/2019 DS: Defisit perawatan
- Klien mengatakan sudah mandi diri: mandi
- Klien mengatakan males sikat gigi
DO:
- Gigi gerigi kurang bersih
- Mulut/nafas bau
9. Implementasi
Implementasi Kasus 1
Diagnosa keperawatan Implementasi
Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
Risiko perilaku Pukul 09.50 WIB Pukul 09.40 WIB Pukul 09.50 WIB Pukul 09.30 WIB
kekerasan terhadap
orang lain 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan
saling percaya saling percaya saling percaya saling percaya
2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan
dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu
3. Memberikan umpan 3. Mengeksplor 3. Mengevaluasi 3. Mengevaluasi
balik tentang perasaan klien saat kemapuan klien kemapuan klien
perilaku untuk perilaku marah mengontrol dalam menerapkan
membantu pasien muncul marahnya dengan teknik rileksasi
mengidentifikasi 4. Mengajarkan klien cara fisik yang yang sudah
marah menjalankan strategi sudah diajarkan diajarkan (nafas
4. Mengidentifikasi mengontrol marah (nafas dalam, dalam, memukul
konsekuensi dari dengan cara fisik ke memukul bantal/kasur dan
ekspresi marah yang dua: pukul bantal bantal/kasur) cara asertif)
tidak tepat 5. Memberikan 4. Menentukan 4. Mengajarkan klien
5. Menetapkan harapan reinforcement perilalku yang tepat menjalankan
bahwa klien dapat positif dalam strategi mengontrol
mengontrol tingkah mengekspresikan marah dengan cara
lakunya Pukul 10.30 WIB marah dengan cara spiritual
6. Mengajarkan klien asertif
menjalankan strategi 6. Monitoring dan Pukul 11.00 WIB
mengontrol marah bantu pemenuhan Pukul 11.00 WIB
dengan cara fisik kebutuhan klien 5. Monitoring kondisi
pertama: tarik napas 5. Monitoring kondisi klien dan bantu
dalam Perawat klien dan bantu pemenuhan
pemenuhan kebutuhan klien
Pukul 10.30 WIB Ahmad Riyatno kebutuhan klien
6. Tetapkan harapan Perawat
7. Monitoring keadaan bahwa klien dapat
umum dan perilaku mengontrol Ahmad Riyatno
klien perilakunya
Perawat Perawat
Implementasi Kasus 2
Diagnosa Implementasi
Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
keperawatan
Risiko perilaku Pukul 09.30 WIB Pukul 09.30 WIB Pukul 10.00 WIB Pukul 10.20 WIB
kekerasan terhadap
orang lain 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan
saling percaya saling percaya saling percaya saling percaya
2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan
dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu
3. Memerikan umpan 3. Mengeksplor 3. Mengevaluasi 3. Mengevaluasi
balik tentang perasaan klien saat kemapuan klien kemapuan klien
perilaku untuk perilaku marah mengontrol dalam menerapkan
membantu pasien muncul marahnya dengan teknik rileksasi yang
mengidentifikasi 4. Mengajarkan klien cara fisik yang sudah diajarkan
marah menjalankan strategi sudah diajarkan (nafas dalam,
4. Mengidentifikasi mengontrol marah (nafas dalam, memukul
konsekuensi dari dengan cara tarik memukul bantal/kasur dan
ekspresi marah napas dalam dan bantal/kasur) cara asertif)
yang tidak tepat pukul bantal 4. Menentukan 4. Mengajarkan klien
5. Menetapkan 5. Memberikan perilalku yang tepat menjalankan strategi
harapan bahwa reinforcement positif dalam mengontrol marah
klien dapat mengekspresikan dengan cara spiritual
mengontrol tingkah Pukul 11.30 WIB marah dengan cara
lakunya asertif
6. Mengajarkan klien 6. Monitoring dan Pukul 11.00 WIB
menjalankan bantu pemenuhan
strategi mengontrol kebutuhan klien Pukul 11.00 WIB 5. Monitoring kondisi
marah dengan cara klien dan bantu
fisik pertama: tarik 5. Monitoring kondisi pemenuhan
napas dalam Perawat klien dan bantu kebutuhan klien
pemenuhan
Pukul 10.00 WIB Ahmad Riyatno kebutuhan klien Perawat
6. Tetapkan harapan
7. Monitoring keadaan bahwa klien dapat Ahmad Riyatno
umum dan perilaku mengontrol
klien perilakunya
Perawat Perawat
Ahmad Riyatno
Defisit perawatan diri Pukul 08.30 WIB Pukul 08.30 WIB Pukul 08.00 WIB Pukul 08.00 WIB
mandi
1. Membantu klien 1. Mengevaluasi jadwal 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
mengidentifikasi harian perawatan diri jadwal harian jadwal harian
masalah perawatan klien perawatan diri klien perawatan diri klien
diri mandi 2. Memotivasi klien 2. Mendemonstrasikan 2. Memberikan
2. Memfasilitasi dan untuk menjaga cara gosok gigi yang bantuan sampai
motivasi klien kebersihan diri benar klien benar -benar
dengan menjelaskan dengan 3. Memberikan mampu merawat
pentingnya mengikutsertakan reinforcement diri secara mandiri
kebersihan diri klien kedalam positif 3. Memberikan
mandi dengan kegiatan TAK reinforcement
keramas dengan tema Perawat positif
3. Memfasilitasi dan perawatan diri:.
motivasi klien - Cara mandi dan Ahmad Riyatno
dengan menjelaskan keramas Perawat
pentingnya gosok - Cara berdandan
gigi dengan benar - Cara eliminasi Ahmad Riyatno
4. Melatih cara (BAK/BAB) yang
keramas yang benar benar
5. Memasukan ke
dalam jadwal harian Perawat
Perawat
Ahmad Riyatno
Ahmad Riyatno
10. Evaluasi
Evaluasi Kasus 1
Diagnosa Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
Keperawatan
Risiko perilaku Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
kekerasan terhadap Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB
orang lain S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
rasanya lebih tenang bisa melakukan jika marah tidak sering membaca
setelah melakukan teknik relaksasi nafas boleh dipendam tapi istighfar jika ada rasa
teknik relaksasi dalam yang sudah bisa disampaikan marah
nafas dalam diajarkan dan masih dengan baik - Pasien mengatakan
- Pasien mengatakan ingat - Pasien mengatakan putus minum obat
pernah - Pasien mencontohkan mencegah perilaku karena lupa
mempraktekkan dengan mengatakan kekerasan bisa
teknik relaksasi “tolong ambilkan dengan teknik O:
nafas dalam gelas itu” dan relaksasi nafas - Pasien dapat
menolak dengan dalam, bermain membaca istighfar
O: “maaf saya belum badminton dan dan mencontohkan
- Pasien dapat shalat saya mau meminta serta gerakan wudhu
melakukan teknik shalat dulu” menolak dengan - Pasien dapat
relaksasi nafas dalam baik menyebutkan warna
setelah diajarkan O: obat, waktu minum
- Pasien cukup O: obat, nama obat dan
A: kooperatif - Pasien dapat dosis obat
- Risiko perilaku - Pasien dapat mencontohkan
kekerasan terhadap mengulangi teknik gerakan wudhu A:
orang lain teratasi relaksasi nafas dalam - Pasien dapat - Risiko perilaku
sebagian, dengan - Pasien dapat mencontohkan kekerasan terhadap
indikator hasil yang mencontohkan meminta dan orang lain teratasi
tercapai yaitu meminta dan menolak dengan dengan semua
menggunakan menolak dengan baik baik imdikator hasil
aktivitas fisik untuk sudah tercapai
mengurangi rasa A: A:
marah yang tertahan - Risiko perilaku - Risiko perilaku P:
Dengan teknik kekerasan terhadap kekerasan terhadap - Hentikan intervensi
relaksasi nafas dalam orang lain teratasi orang lain teratasi
sebagian dengan sebagian dengan Perawat
P: indikator yang indikator hasil yang
- Mendukung pasien tercapai yaitu tercapai yaitu Ahmad Riyatno
untuk membagi perasaan menggunakan
mengimplementasika marah dengan orang strategi untuk
n strategi mengontrol lain mengendalikan
kemarahan dengan amarah
cara fisik ke dua: P:
memukul - Mendukung pasien P:
bantalmenggunakan untuk - Mengevaluasi cara
ekspresi kemarahan mengimplementasika meminta dan
yang tepat n strategi mengontrol menolak dengan
(sosial/verbal) kemarahan dengan baik
cara fisik: tarik - Membantu pasien
Perawat napas dalam dan terkait dengan
memukul bantal strategi perencanaan
Ahmad Riyatno - Menggunakan untuk mencegah
ekspresi kemarahan ekspresi kemarahan
yang asertif yang tidak tepat
(sosial/verbal) dengan spiritual:
berdzikir, berwudhu,
Perawat shalat.
Ahmad Riyatno
Konfusi akut Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB
S: S: S: S:
- Klien - Klen masih - Klien mengatakan - Klen mengatakan
mendengarkan sudah tidak mendengarkan
bisikan yang tidak mempraktikkan bisikan
mengatakan jelas cara menghardik - Klien mengatakan
mendengar suara - Klien mengatakan halusinasi akan melakukan
tidak jelas asalnya mendengar suara si - Klien mengatakan cara menangani
- Klien mengatakan mbahnya yang senang bercakap- halusinasi yang
jika mendengar sudah meninggal cakap dengan telah di ajarkan
kurang lebih 2 kali membangunkan perawat. (menghardik,
sehari shalat ditengah - Klien mengatakan bercakap-cakap
malam akan menangani dengan teman,
- Klien mengatakan halusinasi dengan melakukan kegiatan
O: akan melakukan bercakap-cakap harian yang sudah
- Klien tampak cara menangani sama teman yang terjadwal)
gelisah dan halusinasi dengan lain O:
kooperatif menghardik. O: - Klien tampak tenang
- Klien tampak O: - Klien tampak dan kooperatif
mengerti penjelasan - Klien tampak tenang kooperatif - Klien mampu
tentang halusinasi dan kooperatif - Kontak mata mudah mengikuti kegiatan
- Mulut klien tampak - Klien mampu beralih yang di ajarkan
seperti berbicara mengikuti kegiatan - Klien mampu A:
sendiri yang di ajarkan mengulangi - Masalah konfusi
A: - Klien terlihat sering penjelasan yang di akut teratasi
- Masalah konfusi mondar mandir ajarkan perawat sebagian, klien
akut belum teratasi A: A: mampu melakukan
- P: - Masalah konfusi - Masalah konfusi cara menghardik
- Tingkatkan akut teratasi akut teratasi halusinasi dan
komunikasi yang sebagian, klien sebagian, klien bercakap-cakap
jelas dan terbuka mampu melakukan mampu melakukan dengan orang lain,
- Ajarkan cara cara menghardik cara menghardik melakukan
menangani halusinasi halusinasi dan kegiatan harian
halusinasi dengan P: bercakap-cakap P:
menghardik. - Evaluasi dengan orang lain - Evaluasi
kemampuan klien P: keberhasilan cara
Perawat menangani - Evaluasi menangani
halusinasi dengan keberhasilan cara halusinasi dengan
Ahmad Riyatno cara menghardik. menangani menghardik,
- Dorong klien halusinasi dengan bercakap-cakap
mengekspresikan menghardik, dengan temannya
perasaan secara bercakap-cakap yang lain.
tepat. dengan temannya - Ajarkan cara
- Ajarkan cara yang lain. menangani
menangani - Ajarkan cara halusinasi dengan
halusinasi dengan menangani melakukan
bercakap-cakap halusinasi dengan kesibukan dengan
dengan orang lain. melakukan menyapu, bersih-
kesibukan dengan bersih tempat
menyapu, bersih- tidur)
Perawat bersih tempat - Lanjutkan
tidur) pemberian obat
Ahmad Riyatno - Lanjutkan yang sudah
pemberian obat diprogram
yang sudah
Perawat
Perawat
Ahmad Riyatno
Ahmad Riyatno
Defisit perawatan diri: Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
mandi Pukul 08.45 WIB Pukul 08.50 WIB Pukul 09.45 WIB Pukul 08.40 WIB
S: S: S: S:
- Klien menjawab - Klien mengatakan - Klien mengatakan - Klien mengatakan
‘‘jika klien bersih, tadi pagi sudah pagi tadi sudah pagi tadi sudah
badanya tidak bau’’ mandi dan keramas mandi dan gosok mandi keramas dan
saat deberikan - Klien mengatakan gigi gosok gigi
penjelasan tentang senang mendapatkan - Klien mengatakan O:
kebersihan diri sikat gigi baru senang ikut kegiatan - Klien kooperatif
- Klien menyebutkan - Klien mengatakan terapi aktivitas - Klien tampak lebih
alat-alat untuk akan keramas 2-3 kelompok (TAK) bersih
mandi: cibuk, ember, hari sekali dan sikat O: - Jadwal harian klien
sabun, sampo, sikat sikat gigi di waktu - Klien kooperatif terisi melakukan
gigi, odol pagi dan malam - Klien mampu mandi dan gosok
- Klien mengatakan O: melakukan kegiatan gigi secara mandiri
minta dibelikan sikat - Klien kooperatif yang di latih dalam -
gigi yang baru - Klien mampu TAK: cara keramas A:
O: melakukan kegiatan saat mandi, gosok - Defisit perawatan
- Klien kooperatif yang di latih: cara gigi, eliminasi dan diri teratasi
- Klien mampu keramas saat mandi berdandan. P:
melakukan kegiatan dan sikat gigi yang - Jadwal harian klien - Intervensi
yang di latih: cara benar terisi melakukan dihentikan
keramas saat mandi - A: mandi dan keramas
A: - Defisit perawatan secara mandiri Perawat
- Defisit perawatan diri mandi teratasi A:
mandi belum teratasi sebagian, klien - Defisit perawatan Ahmad Riyatno
P: mampu melakukan mandi teratasi
- Evaluasi latihan yang keramas sebagian, klien
diberikan (mandi dan P: mampu melakukan
keramas) pada jadwal - Evaluasi latihan yang keramas dan gosok
kegiatan harian diberikan (keramas gigi
- Fasilitasi klien untuk dan gosok gigi) pada P:
menggosok gigi jadwal kegiatan - Evaluasi latihan
dengan ngajarkan harian. yang diberikan
sikat gigi yang benar - Motivasi klien untuk (keramas saat mandi
menjaga kebersihan dan gosok gigi) pada
Perawat diri dengan jadwal kegiatan
mengikutsertakan harian.
Ahmad Riyatno klien kedalam - Berikan bantuan
kegiatan TAK sampai klien benar-
dengan tema benar mampu
perawatan diri. merawat diri secara
mandiri
Perawat Perawat
Evaluasi Kasus 2
Diagnosa Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
Keperawatan
Risiko perilaku Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
kekerasan terhadap Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 11.30 WIB Pukul 13.00 WIB
orang lain S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
rasanya lebih tenang bisa melakukan jika marah tidak sering membaca
setelah melakukan teknik relaksasi boleh dipendam tapi istighfar jika ada rasa
teknik relaksasi nafas dalam yang bisa disampaikan marah
nafas dalam sudah diajarkan dan dengan baik - Pasien mengatakan
- Pasien mengatakan masih ingat - Pasien mengatakan putus minum obat
pernah - Pasien mencegah perilaku karena lupa
mempraktekkan mencontohkan kekerasan bisa
teknik relaksasi dengan mengatakan dengan teknik O:
nafas dalam “tolong ambilkan relaksasi nafas - Pasien dapat
gelas itu” dan dalam, bermain membaca istighfar
O: menolak dengan badminton dan dan mencontohkan
- Pasien cukup “maaf saya belum meminta serta gerakan wudhu
kooperatif salat saya mau salat menolak dengan - Pasien dapat
- Pasien dapat dulu” baik menyebutkan warna
melakukan teknik obat, waktu minum
relaksasi nafas O: O: obat, nama obat dan
dalam setelah - Pasien cukup - Pasien dapat dosis obat
diajarkan kooperatif mencontohkan
- Pasien dapat gerakan wudhu A:
A: mengulangi teknik - Pasien dapat - Risiko perilaku
- Risiko perilaku relaksasi nafas dalam mencontohkan kekerasan terhadap
kekerasan terhadap - Pasien dapat meminta dan orang lain teratasi
orang lain teratasi mencontohkan menolak dengan dengan semua
sebagian, dengan meminta dan baik imdikator hasil sudah
indikator hasil yang menolak dengan baik tercapai
tercapai yaitu A:
menggunakan A: - Risiko perilaku P:
aktivitas fisik untuk - Risiko perilaku kekerasan terhadap - Hentikan intervensi
mengurangi rasa kekerasan terhadap orang lain teratasi
marah yang tertahan orang lain teratasi sebagian dengan Perawat
Dengan teknik sebagian dengan indikator hasil yang
relaksasi nafas indikator yang tercapai yaitu Ahmad Riyatno
dalam tercapai yaitu menggunakan
membagi perasaan strategi untuk
P: marah dengan orang mengendalikan
- Mendukung pasien lain amarah
untuk
mengimplementasik P: P:
an strategi - Mendukung pasien - Mengevaluasi cara
mengontrol untuk meminta dan
kemarahan dengan mengimplementasik menolak dengan
cara fisik ke dua: an strategi baik
memukul mengontrol - Membantu pasien
bantalmenggunakan kemarahan dengan terkait dengan
ekspresi kemarahan cara fisik: tarik strategi perencanaan
yang tepat napas dalam dan untuk mencegah
(sosial/verbal) memukul bantal ekspresi kemarahan
- Menggunakan yang tidak tepat
Perawat ekspresi kemarahan dengan spiritual:
yang asertif berdzikir, berwudhu,
Ahmad Riyatno (sosial/verbal) shalat.
Perawat Perawat
Ahmad Riyatno
Defisit perawatan diri: Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
mandi Pukul 08.30 WIB Pukul 09.30 WIB Pukul 08.30 WIB Pukul 08.30 WIB
S: S: S: S:
- Klien mengatakan - Klien mengatakan - Klien mengatakan - Klien mengatakan
males mandi karena pagi tadi sudah tadi pagi sudah pagi tadi sudah
airnya dingin mandi tapi tidak mandi, keramas dan mandi.
- Klien menyebutkan keramas gosok gigi - Klien mengatakan
alat-alat untuk - Klien mengatakan O: akan keramas 3 hari
mandi yang sudah belum sikat gigi - Klien cukup sekali dan gosok gigi
ada: cibuk, ember, - Klien mengatakan kooperatif setiap pagi dan
sabun, sampo, sikat senang ikut kegiatan - Jadwal harian klien malam
gigi, odol terapi aktivitas terisi melakukan O:
O: kelompok (TAK) mandi dan keramas - Klien kooperatif
- Klien kurang O: secara mandiri - Klien tampak lebih
kooperatif - Klien kooperatif A: bersih
- Kontak mata sering - Klien mengikuti - Defisit perawatan - Gigi gerigi klien
beralih kegiatan TAK cukup mandi teratasi terlihat lebih bersih
- Klien mampu aktif: berlatih cara sebagian: klien - Jadwal harian klien
melakukan kegiatan keramas saat mandi, mampu melakukan terisi melakukan
yang di latih dengan sikat gigi, eliminasi keramas dan gosok mandi dan gosok
arahan: cara mandi dan berdandan. gigi gigi secara mandiri
dan keramas - Jadwal harian klien P:
A: tidak terisi - Evaluasi latihan A:
- Defisit perawatan melakukan mandi yang diberikan - Defisit perawatan
diri mandi belum pagi (keramas saat mandi diri teratasi
teratasi A: dan gosok gigi) pada P:
P: - Defisit perawatan jadwal kegiatan - Intervensi dihentikan
- Evaluasi latihan mandi belum harian.
yang diberikan teratasi: klien belum - Berikan bantuan Perawat
(mandi dan keramas) melakukan keramas sampai klien benar-
pada jadwal kegiatan dan gosok gigi benar mampu Ahmad Riyatno
harian P: merawat diri secara
- Motivasi klien untuk - Evaluasi latihan mandiri
menjaga kebersihan yang diberikan
diri dengan (mandi dan keramas) Perawat
mengikutsertakan pada jadwal kegiatan
klien dalam kegiatan harian Ahmad Riyatno
TAK dengan tema - Fasilitasi klien untuk
perawatan diri. menggosok gigi
Perawat dengan ngajarkan
sikat gigi yang benar
Ahmad Riyatno - Berikan bantuan
sampai klien benar-
benar mampu
merawat diri secara
mandiri
Perawat
Ahmad Riyatno
B. Data Senjang pada Kasus
Data senjang pada kasus
Diagnosa Keperawatan:
- Perilaku kekerasan
Arimbi Tanda dan gejala Tanda dan gejala:
- Komunikasi kurang - Riwayat perilaku kekerasan
- Cukup kooperatif - Gelisah dan bingung
- tanda-tanda perilaku kekerasan minimal - Berbicara ketus
- ADL bisa diarahka
- Bicara sendiri Obat yang diberikan:
- Trihexyphenidyl 2 mg
Obat yang diberikan: - Clozapine 25 mg
- Risperidone 2 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Clozapine 25 mg - Fluoxetne 20 mg
- Haloperidol 1,5 mg - Diazepam 10 mg k/p
- Diazepam amp 10 mg k/p - Lodomer 5 mg k/p
Diagnosa Keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Diagnosa Keperawatan:
pendengaran Perilaku kekerasan
Wisma Rawat Inap Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
(Wisma Drupadi) - ADL bisa diarahkan - Riwayat perilaku kekerasan
- Klien terlihat bingung - Tampak masih bingung
- Bilang ketus - Mondar mandir
- Sering melamun dan curiga.
Obat yang diberikan:
Obat yang diberikan: - Trihexyphenidyl 2 mg
- Risperidone 2 mg - Clozapine 25 mg
- Clozapine 25 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Haloperidol 1,5 mg
Diagnosa Keperawatan: Diagnosa keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Risiko Perilaku kekerasan
pendengaran
Saat Pengkajian Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
- Klien mengatakan dirumah marah-marah - Memilliki riwayat marah-marah dan
- Riwayat perilaku kekerasan memukul merusak barang-barang
orang lain - Riwayat perilaku kekerasan memukul
- Klien cukup kooperatif suami
- Klien terkadang menjawab dengan ketus - Berbicara ketus
- Klien mengatakan dibawa ke RSJ oleh - Klien mengatakan dirumah jarang
anaknya sempat marah-marah tapi bersosialisasi
akhirnya nurut saja - Klien lebih suka diam dan tidur di kamar
- Klien mengatakan mendengar suara si - Kuku kotor
mbahnya yang sudah meninggal - Gigi kurang bersih
memerintah untuk shalat. - Pasien mengatakan tadi pagi tidak gosok
- Klien sering mondar mandir dan triak-triak gigi
di tengah malam
- Klien tampak gelisah Obat yang diberikan:
- Klien mengatakan ingin segera pulang ke - Trihexyphenidyl 2 mg
rumah - Clozapine 25 mg
- Klien tampak kurang bersih, rambut klien - Haloperidol 1,5 mg
tampak kusam Diagnosa Keperawatan:
- Klien mengatakan jarang sikat gigi dan Risiko perilaku kekerasan terhadap orang
mandi malas bersampo lain, Isolasi sosial, Defisit perawatan diri
Psikologi: Psikologi:
Klien merasa sedih, merasa tidak diperhatikan Merasa sedih
karena anaknya pindah tempat kerja dan Sosial budaya:
tempat tinggal yang semakin jauh dari asrama Kaka kandung mengalami gangguan jiwa
klien.
Sosial budaya:
Suami meninggal
Origin Biologis: Internal Biologis: Internal
Psikologis: Internal Psikologis: Internal
Sosial budaya: Eksternal Sosial budaya: Eksternal
Timing Biologis: 5 tahun Biologis: 2 bulan
Psikologi: 3 bulan Psikologi: 6 bulan
Sosial budaya: 15 tahun Sosial budaya: 7 tahun
Stresor Biologis: Biologis:
Putus obat Putus obat
Psikologi: Psikologi:
Masalah dengan keluarga Merasa sedih
Riwayat kesehatan
sebelumnya
Pernahkah mengalami Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama
gangguan jiwa dimasa kali tahun 2004 kali tahun 2016
lalu?
Riwayat pengobatan Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2013 Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2017
sebelumnya dan dengan pengobatan dikatakan berhasil karena dengan pengobatan dikatakan kurang
keberhasilannya? pasien mampu beradaptasi dengan keluarga berhasil karena pasien mampu beradaptasi
dan masyarakat. di masyarakat tetapi masih ada gejala-gejala
gangguan jiwa.
Riwayat kesehatan Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga Klien mengatakan kaka kandungnya
keluarga yang mengalami gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa
Mekanisme koping
Jenis Mekanisme Represi/Supresi, pasien hanya diam saja Displacement, pasien membanting alat-alat
Koping ketika ada masalah dan jarang sekali mau rumah tangga jika marah
bercerita dengan orang lain atau keluarga
tentang masalahnya
Sumber Mekanisme Keluarga dan dirinya sendiri Keluarga dan dirinya sendiri
Koping
Discharge Planning
Aspek yang Dinilai Kasus 1 Kasus 2
Tingkat Kemampuan Tingkat kemampuan
22/07/ 23/07/1 24/07/1 25/07/1 23/07/1 24/07/1 25/07/1 26/07/
19 9 9 9 9 9 9 19
Makan
Kemampuan menyiapkan makanan 1 1 2 2 1 2 2 2
BAB/BAK
Kemampuan membersihkan diri 1 1 2 2 1 1 2 2
Kemampuan memakai pakaian dan 2 2 2 2 2 2 2 2
celana
Mandi
Kemampuan dalam mandi 1 1 2 2 1 1 1 2
Kemampuan dalam menggosok 1 1 2 2 1 1 2 2
gigi
Kemampuan dalam keramas 1 2 2 2 2 2 2 2
Kemampuan dalam potong kuku 1 2 2 2 1 1 1 2
dan rambut
Berpakaian dan Berdandan
Kemampuan berhias (perempuan) 1 2 2 2 1 1 2 2
Kemampuan menyisir rambut 1 1 2 2 1 2 2 2
Istirahat dan Tidur
Kemampuan untuk mengatur 1 2 2 2 1 1 2 2
waktu tidur
Kemampuan merapikan sprei dan 1 2 2 2 1 2 2 2
selimut
Kemampuan untuk tidur dengan 1 2 2 2 2 2 2 2
bantuan obat
Penggunaan Obat
Kemampuan pengaturan 1 1 2 2 1 2 2 2
penggunaan obat
Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan lanjutan (Puskesmas, 1 1 1 1 1 1 1 1
RS, RSJ, Perawat, Dokter)
Perawatan pendukung (Keluarga, 1 1 1 1 1 1 1 1
Pengawas minum obat)
Kegiatan di Dalam Rumah
Kemampuan mempersiapkan 2 2 2 2 2 2 2 2
makanan
Kemampuan menjaga kerapihan 1 2 2 2 1 1 2 2
rumah
Kemampuan mencuci pakaian 2 2 2 2 2 2 2 2
Kemampuan pengaturan keuangan 1 1 1 1 1 1 1 1
Kegiatan di Luar Rumah
Kemampuan berbelanja 2 2 2 2 2 2 2 2
Kemampuan transportasi 2 2 2 2 2 2 2 2
Perencanaan pulang
Kategori Kasus 1 Kasus 2
Caregiver utama Keluarga (Anak pertama) Keluarga (Suami)
Perencanaan pulang (rumah, Rencana saat di rumah klien tinggal Saat di rumah klien tinggal bersama
faskes di komunitas) bersama dengan anak pertama klien dengan keluarga (suami, dan anak-
anaknya)
Kebutuhan pulang (financial, Dari financial klien mengatakan agak Dari financial klien berkecukupan, dari
psikososial, dll): keberatan, klien mengeluh harus psikososial keluarga dapat menerima
membayar 300 ribu perbulannya untuk pasien dengan baik
membeli obat, dari psikososial keluarga
dapat menerima pasien dengan baik.
Penkes yang diberikan Klien diberikan kesempatan untuk Diskusikan bersama klien agar bisa
mempraktikan apa yang sudah diajarkan menerapkan terapi yang sudah di
oleh petugas kesehatan selama ajarkan oleh petugas kesehatan selama
perawatan. penkes minum obat, keluarga di RSJ Grhasia, berikan penkes minum
juga untuk selalu mendampingi pasien obat, keluarga juga untuk selalu
dalam minum obat. Selain itu untuk mendampingi pasien dalam minum obat
mengawasi perilaku dan mengatasi terutama suaminya. Selain itu untuk
emosi rasa marah di sarankan untuk mengawasi perilaku dan mengatasi
selalu menggunakan terapi yang sudah emosi rasa marah di sarankan untuk
diajarkan selalu menggunakan terapi yang sudah
diajarkan.
Perencanaan pulang - Anjurkan pada keluarga untuk - Anjurkan pada keluarga untuk
monitor perilaku klien. monitor perilaku pasien.
- Anjurkan klien untuk melakukan - Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas terjadwal. aktivitas terjadwal.
- Monitor kepatuhan minum obat klien. - Monitor kepatuhan minum obat
- Hadirkan realita klien. klien.
- Anjurkan kapan kembali kontrol - Hadirkan realita klien.
sesuai anjuran dokter. - Anjurkan kapan kembali kontrol
- Evaluasi kegiatan klien sehari-hari. sesuai anjuran dokter.
- Anjurkan klien menerapkan cara-cara - Evaluasi kegiatan klien sehari-hari.
yang sudah diajarkan perawat. - Anjurkan klien menerapkan cara-cara
yang sudah diajarkan perawat.
Pengetahuan kurang tentang Klien kurang mengetahui tentang obat- klien kurang mengetahui tentang obat-
obatan, obatan yang di minum, obatan yang diminum, pencegahan
pencegahan kekambuhan, dan kesehatan kekambuhan, dan kesehatan jiwa
jiwa
Farmakoterapi Fungsi/Kegunaan
Kasus 1
Risperidone 2 mg 1-0-1-0 Untuk menangani gangguan mental dengan gejala psikosis, seperti skizofrenia atau
gangguan bipolar.
Kasus 2
Trihexphenidyl 2 mg 1/2-0-1/2-0 Untuk mengobati gejala penyakit Parkinson atau gerakan lainnya yang tidak bisa
dikendalikan, yang disebabkan oleh efek samping dari obat psikiatri tertentu (antipsikotik
seperti chlorpromazine/haloperidol).
Diagnosa Keperawatan
Kasus Diagnosis Keperawatan
Kasus Risiko perilaku kekerasan terhadap orang Lain
Konfusi akut
1
Kasus Risiko perilaku kekerasan terhadap orang Lain
Isolasi sosial
2
BAB IV
PEMBAHASAN
119
dapat mengidentifikasi, atau mengenali masalah-masalah yang di alami
pasien, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Hutahaean, 2010). Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah pasien. Data
yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor prespitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki pasien. Adapun pengkajian ini,
dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan
pasien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku pasien
dan juga dari rekam medis. Selain itu keluarga juga berperan sebagai
sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Ny.T dan Ny.S
Kedua kasus tersebut memiliki perbedaan dalam faktor predisposisi
dan stressornya. Hal ini dikarenakan banyak hal yang dapat menjadi
stressor gangguan jiwa. Menurut Direja (2011) secara umum seseorang
akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik,
psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasan yaitu pasien mengalami kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu
yang tidak menyenangkan, pasien mengalami penghinaan, kekerasan,
kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal
maupun eksternal, dan lingkungan pasien panas, padat dan bising.
Pada kasus Tn.B ditemukan data objektif riwayat perilaku kekerasan
memukul orang lain, pasien kooperatif, pasien kadang-kadang menjawab
dengan keras dan ketus, pasien mondar mandir, pasien gelisah, pasien lebih
suka diam dan tidur di kamar, riwayat putus obat, pasien bersih dan rapi
ADL mandiri. Sedangkan data subjektifnya ditemukan pasien mengatakan
dirumah marah-marah, pasien mengatakan dibawa ke RSJ oleh orang yang
tidak dikenal dan kakaknya sempat ingin marah tapi akhirnya nurut saja,
pasien mengatakan kurang percaya diri dan ketika dirumah jarang
bersosialisasi, pasien mengatakan ingin segera pulang ke rumah, pasien
mengatakan tidak tau tentang obat.
Pada kasus Tn.D ditemukan data objektif memilliki riwayat marah-
marah dan merusak barang-barang, berbicara ketus, mondar mandir, kuku
kotor dan panjang, gigi kotor dan mulut bau, terkadang berbicara sendiri,
pasien menundukkan kepala dan sedih ketika ditanya tentang adiknya.
Sedangkan data subjektifnya ditemukan pasien mengatakan dirumah pernah
marah-marah dan membanting barang-barang, pasien mengatakan tidak
menyukai adik iparnya dan mempunyai masalah dengannya, pasien
mengatakan jarang memotong kukunya, pasien mengatakan malas gosok
gigi, pasien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya
ngobrol, pasien mengatakan merasa tidak dihormati dan dihargai oleh
adiknya
Menurut NANDA (2018) tanda dan gejala dari risiko perilaku
kekerasan yaitu: akses pada senjata, impulsif, bahasa tubuh negatif, pola
kekerasan yang tidak langsung, pola kekerasaan diarahkan pada orang lain,
pola ancaman kekerasan, pola perilaku kekerasan antisosial dalam keluarga.
Menurut Maramis (2010) gejala skizofrenia terdiri dari dua gejala yaitu
gejala positif dan negatif. Gejala positif terdiri dari delusi, halusinasi,
gangguan pikiran dan perilaku aneh. Gejala negatifnya yaitu penarikan
sosial: menjadi tertutup, dingin, egois, terasing dari orang lain, dll.,
kurangnya motivasi: hilangnya minat terhadap hal-hal disekitarnya, bahkan
kebersihan pribadi dan perawatan diri, berpikir dan bergerak secara lambat,
dan ekspresi wajah yang datar.
Pada kedua kasus tersebut ditemukan gejala-gejala seperti pada teori
diatas. Beberapa gejala yang tidak ditemukan pada kasus Tn.B yaitu akses
pada senjata, bahasa tubuh negatif, dan pola perilaku kekerasan antisosial
dalam keluarga. Gejala skizofrenia yang tidak ditemukan yaitu delusi,
halusinasi, gangguan pikiran, hilangnya minat pada kebersihan diri, berpikir
dan bergerak secara lambat, dan ekpresi wajah yang datar. Sedangkan pada
kasus Tn.D tidak ditemukan akses pada senjata, bahasa tubuh negatif, dan
pola kekerasan diarahkan pada orang lain. Gejala skizofrenia yang tidak
ditemukan yaitu delusi, gangguan pikiran, berpikir dan bergerak secara
lambat, dan ekpresi wajah yang datar.
Pada kedua kasus tersebut terdapat perbedaan dalam cara
menunjukkan rasa marahnya. Kasus Tn.B menunjukkan rasa marah dengan
memukul orang lain dan juga mengungkapkan secara verbal dengan marah-
marah berkata keras. Sedangkan pada kasus Tn.D menunjukkan rasa marah
dengan membanting barang-barang di rumah dan juga mengungkapkan
secara verbal dengan berteriak marah-marah.
2. Analisis Diagnosa Keperawatan
Perbedaan diagnosa yang muncul pada teori dan kasus. Pada Tn.B
memiliki lima diagnosa keperawatan yaitu: risiko perilaku kekerasan:
terhadap orang lain, ketidakpatuhan, harga diri rendah, isolasi sosial dan
kesiapan peningkatan perawatan diri. Sedangkan pada kasus Tn.D
diangnosa keperawatan yang muncul ada tiga yaitu risiko perilaku
kekerasan: terhadap orang lain, defisit perawatan diri dan konfusi akut.
Diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain
sama–sama muncul dikedua kasus. Pada kasus Tn.B diagnosa risiko
perilaku kekerasan muncul karena kebutuhan putusnya minum obat dan
masalah percintaan. Sedangkan pada kasus Tn.D diagnosa risiko perilaku
kekerasan muncul karena masalah dengan keluarga.
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual potensial (Hutahaean, 2010). Sedangkan
menurut Videbeck (2008) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan
berbeda dari diagnosa psikiatrik medis, diagnosa keperawatan adalah
respon pasien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah
mempengaruhi fungsi pasien sehari-hari yang merupakan perhatian utama
dari diagnosa keperawatan.
Menurut Yosep (2011) masalah yang muncul pada pasien dengan
risiko perilaku kekerasan, yaitu: risiko menciderai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan, perilaku kekerasan, gangguan konsep diri: harga diri
rendah kronik. Sedangkan menurut Damayanti (2012), diagnosa
keperawatan yang muncul antara lain risiko perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan dan verbal) dan harga diri rendah kronik.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa keperawatan
risiko perilaku kekerasan sebagai prioritas utama pada Tn.B yaitu: pasien
dari rumah dibawa ke RSJ Grhasia Yogyakarta oleh keluarga karena
memukul orang lain, sulit tidur dan tidak mau minum obat. Selama
dilakukan wawancara pasien kadang berbicara dengan ketus, tampak
gelisah serta tanda dan gejala lainnya yang telah diuraikan di atas.
Sedangkan pada kasus Tn.D data yang memperkuat risiko perilaku
kekerasan sebagai prioritas utama yaitu memiliki riwayat marah-marah dan
merusak barang-barang, berbicara ketus, mondar mandir, pasien
mengatakan tidak menyukai adik iparnya dan mempunyai masalah
dengannya.
Pada kedua kasus tersebut ditegakkan diagnosa risiko perilaku
kekerasan terhadap orang lain sebagai prioritas utama dikarenakan masalah
tersebut bersifat mengancam. Hal tersebut sesuai dengan hirarki kebutuhan
menurut Maslow yang menyebutkan bahwa kebutuhan kedua setelah
kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan akan keselamatan dan kenyamanan
(Hidayat&Uliyah, 2015). Diagnosa risiko perilaku kekerasan terhadap
orang lain memberikan rasa ketidaknyamanan bagi diri sendiri dan orang
lain. Masalah tersebut membahayakan baik diri sendiri, orang lain atau
lingkungan sekitar.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian
Kasus Tn.B ditemukan stressornya dua yaitu putus minum obat dan
konflik dengan pacar. Sedangkan pada Tn.D stressornya yaitu masalah
dengan keluarga. Pemeriksaan status mental pada Tn.B tidak ditemukan
halusinasi sedangkan pada Tn.D ditemukan halusinasi pendengaran yang
isinya mengajak mengobrol ketika pasien sendirian.
2. Masalah Keperawatan
Kasus Tn.B klien dari rumah dibawa ke RSJ Grhasia Yogyakarta
oleh keluarga karena marah–marah mengamuk, memukul orang lain, sulit
tidur dan tidak mau minum obat. Selama dilakukan wawancara pasien
sedikit bicara dan ketus. Sedangkan pada kasus Tn.D dibawa ke RSJ karena
marah–marah mengamuk, melempar/membanting barang-barang. Saat
dilakukan wawancara klien cukup kooperatif mau menjawab semua
pertanyaan, klien tampak bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain.
Terdapat kesenjangan tanda dan gejala antara teori dengan data yang
ditemukan pada kasus. Salah satu yang menyebabkan perbedaan tanda dan
gejala dari kedua kasus karena perbedaan karakter pasien antara pasien
Tn.B dengan Tn.D seperti perbedaan cara marahnya Tn.B memukul orang
lain sedangkan Tn.D merusak barang-barang di rumah.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Tn.B yaitu risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain.
Diagnosa lain yang ditemukan yaitu ketidakpatuhan, harga diri rendah
kronis, isolasi sosial dan kesiapan peningkatan perawatan diri. Sedangkan
diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada
Tn.D yaitu risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain. Diagnosa lain
yang ditemukan yaitu defisit perawatan diri, harga diri rendah kronis dan
konfusi akut.
4. Rencana keperawatan
Rencana intervensi untuk diagnosa prioritas yang dilakukan pada
Ny.T dan Ny.S memiliki waktu yang sama yaitu empat hari, dari kedua
kasus tersebut memiliki intervensi yang sama atau tidak ada perbedaan
sama sekali karena dari diagnosa prioritas memiliki kesamaan. Pada kedua
kasus telah dibuat rencana keperawatan untuk semua diagnosa keperawatan
yang ditemukan.
5. Implementasi
Implementasi masalah risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain
telah dilakukan selama empat kali pertemuan pada Ny.T dan Ny.S sesuai
dengan yang sudah direncanakan pada asuhan keperawatan. Sedangkan
pada kasus Tn.B dilakukan implementasi lain yaitu pada masalah
ketidakpatuhandan pada kasus Tn.D hanya dilakukan implementasi untuk
masalah risiko perilaku kekerasan saja. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan waktu.
6. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi selama empat kali pertemuan Tn.B
sudah ada perubahan sudah berbicara seperti biasa dan tersenyum dengan
teman yang lain. Sedangkan Tn.D setelah dilakukan implementasi selama
empat hari sudah tidak berbicara kasar dan ketus tidak menunjukkan sikap
bermusuhan. Tidak ada perbedaan evaluasi keperawatan diantara kedua
kasus berdasarkan pada tujuan keperawatan selama empat kali pertemuan
pada kedua kasus sudah tercapai semua ditandai dengan klien mampu
melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik,
sosial/verbal, spiritual, dan obat. Beberapa masalah keperawatan lain belum
dapat diselesaikan karena keterbatasan waktu dalam membuat karya ilmiah
ini.
7. Pendokumentasian
Pengkajian pada asuhan keperawatan jiwa ini menggunakan model
stress adaptasi Stuart. Format pengkajian ini lengkap, memudahkan perawat
dalam pengkajian karena sangat rinci.
130
B. Saran
1. Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Pasien diharapkan menerapkan, melatih dan mengoptimalkan
kemampuan tentang keterampilan–keterampilan yang sudah diajarkan oleh
perawat, rutin melakukan kontrol ke rumah sakit, dan patuh minum obat
sesuai dengan yang diresepkan.
2. Perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY
Petugas kesehatan terutama tenaga keperawatan yang di Wisma
Drupadi untuk melibatkan semua pasien dalam pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok dari sesi satu sampai sesi lima untuk mempercepat pasien dalam
mengontrol perilaku kekerasannya. Dapat menyelesaikan beberapa masalah
keperawatan yang belum diatasi yaitu defisit perawatan diri, isolasi sosial,
harga diri rendah kronis, konfusi akut dan kesiapan peningkatan perawatan
diri.
3. RSJ Grhasia
Diharapkan memberikan wadah bagi keluarga pasien dibangsal
rawat inap untuk mendapat informasi dan juga pengetahuan bagaimana
merawat pasien jiwa dirumah nanti seperti family gathering yang
didalamnya terdapat penyuluhan atau penjelasan untuk keluarga.
4. Program Studi Profesi Ners Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Diharapkan menerapkan dan menggunakan format asuhan
keperawatan jiwa model stress adaptasi Stuart. Memberikan pemahaman
kepada mahasiswa profesi ners terkait dengan asuhan keperawatan jiwa
model stress adaptasi Stuart.
DAFTAR PUSTAKA