Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Kasus Kian Ahmad R

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 132

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA


DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN TERHADAP
ORANG LAIN DI WISMA DRUPADI RS JIWA GRHASIA
YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh :
AHMAD RIYATNO
1820206034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN TERHADAP
ORANG LAIN DI WISMA DRUPADI RS JIWA GRHASIA
YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Ners Pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
AHMAD RIYATNO
1820206034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN TERHADAP
ORANG LAIN DI WISMA DRUPADI RS JIWA GRHASIA
YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:
AHMAD RIYATNO
1820206034

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Sebagai Syarat


Untuk Mendapatkan Gelar Ners
Pada Program Studi Profesi Ners
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Pada tanggal:
Januari 2020

Dewan Penguji :
Penguji I : Dr. Ibrahim Rahmat, M.Kes …………….
Penguji II : Ns. Prastiwi P. R., M.Kep., Sp.Kep.J. …………….

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘AisyiyahYogyakarta,
Moh. Ali Imron, S.Sos, M.Fis.
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam laporan karya ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk karya ilmiah lain atau untuk memperolah gelar
kesarjanaan pada perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan peneliti juga
tidak terdapat karya orang lain atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Januari 2020

Ahmad Riyatno
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini
dengan judul “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan pada Pasien Skizofrenia Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain Di Wisma Drupadi Rs Jiwa Grhasia
Yogyakarta”.
Karya ilmiah akhir ners ini dapat tersusun atas bimbingan dan bantuan dari
semua pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Warsiti S.Kp., M.Kep., Sp.Mat. selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah


Yogyakarta.
2. Moh. Ali Imron, M.Fis selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Ns. Suratini, M.Kep.,Sp.Kep.Kom, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
4. Ns. Prastiwi P. R., M.Kep., Sp.Kep.J. selaku dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan, dan motivasi dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ners.
5. Dr. Ibrahim Rahmat, M.Kes selaku dosen penguji I yang telah memberikan
masukan yang sangat penting untuk kesempurnaan karya ilmiah akhir ners ini.
6. Slamet selaku pembimbing lahan praktek yang telah memberikan
masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan
karya ilmiah akhir ners ini.
7. Seluruh staff dan karyawan Universitas `Aisyiyah Yogyakarta.
8. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan moral serta materi
sehingga memperlancar tersusunnya karya ilmiah akhir ners ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini jauh
dari sempurna mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman, serta waktu,
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak untuk lebih menyempurnakan karya ilmiah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Yogyakarta, Januari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

HALAMAN DEPAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

SURAT PERNYATAAN .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

INTISARI xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
D. Manfaat 3
E. Ruang Lingkup 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 6
B. Pathway 30
C. Tinjauan Islam........................................................................................... 31
D. Metodologi Penelitian 32
BAB III LAPORAN KASUS

A. Pengkajian................................................................................................. 35
B. Hasil Observasi Pemeriksaan Fisik........................................................... 38
C. Hasil Laboratorium.................................................................................... 42
D. Farmakologi............................................................................................... 44
E. Analisa Data.............................................................................................. 45
F. Prioritas Diagnosa .................................................................................... 47
G. Intervensi Keperawatan............................................................................. 48
H. Implemetasi dan Evaluasi.......................................................................... 51
BAB IV PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktik.................................................................................. 76


B. Analisis Pengkajian................................................................................... 77
C. Analisis Diagnosa Keperawatan................................................................ 79
D. Analisis Intervensi dan Implementasi Keperawatan................................. 81
E. Analisis Evaluasi....................................................................................... 83
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan.................................................................................................... 86
B. Saran.......................................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA 88

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Umum Pasien .......................................................................... 35

Table 3.2 Pemeriksaan Fisik dan Observasi..................................................... 38

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 42

Tabel 3.4 Farmakoterapi................................................................................... 44

Table 3.5 Analisa Data..................................................................................... 45

Tabel 3.6 Diagnosa Keperawatan Prioritas...................................................... 47

Tabel 3.7 Intervensi Keperawatan.................................................................... 48

Tabel 3.8 Implementasi Keperawatan ............................................................. 51

Tabel 3.9 Evaluasi Keperawatan...................................................................... 51

Tabel 3.10 Data Senjang Pada Kasus .............................................................. 74


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sebuah keadaan dimana sehat yang meliputi secara
fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan. Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya
dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial. Fisik sehat,
maka (jiwa) dan sosial pun sehat, jika mentalnya terganggu atau sakit, maka
fisik dan sosialnya akan sakit. Seseorang yang tidak memenuhi karakteristik
sehat, maka bisa dikatakan gangguan jiwa (Stuart, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan jiwa merupakan
suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan
memiliki sikap positif untuk menggambarkan tentang kedewasaan serta
kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2012 angka penderita gangguan
jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yang menderita
gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di
negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
gangguan jiwa berat skizofrenia/psikosis di Indonesia yaitu sebanyak 1,7 per
1000 penduduk. Sedangkan di DIY angka rumah tangga yang memiliki anggota
keluarga gangguan jiwa berat yaitu 2,7 per mil. Tahun 2013, DIY dan Aceh
menjadi yang tertinggi untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013). Menurut
Riskesdas 2018 gangguan jiwa berat skizofrenia/psikosis di Indonesia yaitu
sebanyak 7 per 1000 penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan Riskesdas tahun 2013 yaitu 1,7 per 1000 penduduk. Di DIY angka
rumah tangga yang memiliki anggota keluarga gangguan jiwa berat
skizofrenia/psikosis yaitu 10 per mil. Tahun 2018, DIY menjadi urutan kedua
setelah Bali untuk gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2018).
Penderita gangguan jiwa belum dapat disembuhkan 100%, tetapi para
penderita gangguan jiwa memiliki hak untuk sembuh dan diperlakukan secara
manusiawi. UU RI No. 18 Tahun 2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa
telah dijelaskan bahwa upaya kesehatan jiwa bertujuan menjamin setiap orang
dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang
sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatatan jiwa (Kemenkes, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2012), gangguan
jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak
hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud tidak hanya gangguan
jiwa psikotik/skizofrenia saja tetapi kecemasan, depresi dan penggunaan
Narkoba Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA) juga menjadi masalah
gangguan jiwa.
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah.
Gejala skizofrenia secara umum dibagi menjadi dua yaitu gejala positif dan
negatif. gejala negatif mengacu pada hilangnya minat dan semangat yang
sebelumnya dimiliki oleh penderita skizofrenia. Gejala positif mengacu pada
perilaku yang tidak tampak pada orang sehat seperti halusinasi, delusi atau
waham, kacau dalam berpikir dan berbicara, dan perilaku yang kacau. Perilaku
yang kacau pada pasien skizofrenia sangat sulit untuk diprediksi, dengan tiba-
tiba pasien dapat berteriak dan marah tanpa alasan dengan dirinya sendiri
ataupun orang lain (Stuart, 2016).
Tanda dan gejala skizofrenia terdapat dua yaitu gejala positif dan negatif.
Gejala positif juga disebut sebagai gejala akut merupakan pikiran dan indera
yang tidak biasa, bersifat surreal yang mengarah ke perilaku pasien yang tidak
normal. Sedangkan gejala negatif yang disebut juga gejala kronis lebih sulit
untuk dikenali daripada gejala positif dan biasanya menjadi lebih jelas setelah
berkembang menjadi gejala positif. Jika kondisinya memburuk, kemampuan
kerja dan perawatan diri pasien akan terpengaruh. Gejala positif yang sering
muncul pada pasien skizofrenia yaitu perilaku kekerasan (Maramis, 2010).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah
atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2011).
Risiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan yang mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan amarah secara konstruktif (Dermawan, 2013).
Klien dengan perilaku kekerasan yang di rawat di rumah sakit jiwa sangat
membutuhkan dukungan dari tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. Peran
perawat jiwa sekarang mencakup parameter kompetensi klinik, advokasi pasien,
tanggung jawab fiskal (keuangan), kolaborasi profesional, akuntabilitas
(tanggung gugat) sosial serta kewajiban etik dan legal. Maka dari itu dalam
pemberian asuhan keperawatan jiwa perawat harus melakukan aktivitas pada
tiga area yaitu aktivitas langsung, aktivitas komunikasi, dan aktivitas
pengelolaan manajemen keperawatan. Sedangkan klien dengan perilaku
kekerasan yang dirawat di rumah sangat membutuhkan dukungan keluarga
dalam perawatannya. Keluarga merupakan orang terdekat dengan klien dimana
perlu mengetahui proses munculnya perilaku kekerasan yang di alami anggota
keluarganya, dan perlu memonitor klien yang menunjukkan tanda-tanda marah,
amuk, gaduh, gelisah, dan agresif (Yusuf, Fitryasari&Nihayati, 2015).
Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa Grhasia khususnya Wisma
Drupadi pada tanggal 22 Juli sampai dengan 27 Juli 2019 ada sebanyak 17
pasien dengan komplikasi beberapa diagnosa. Sebanyak 14 pasien (88%)
diantara dengan diagnosa risiko perilaku kekerasan, 9 pasien (52,9%) dengan
GPS: halusinasi, 4 pasien (23,5%) dengan waham, 7 pasien (41%) dengan
isolasi sosial, 8 pasien (47%) dengan defisit perawatan diri. Data di atas
menunjukkan bahwa mayoritas pasien di wisma Drupadi dengan diagnosa risiko
perilaku kekerasan cukup besar sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang
risiko perilaku kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan di
bahas dalam laporan kasus ini adalah “Bagaimana gambaran asuhan
keperawatan dengan masalah risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia
di wisma Drupadi RSJ Grhasia?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dan melaporkan kasus risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian risiko perilaku kekerasan di Wisma
Drupadi RSJ Grhasia.
b. Mampu melakukan analisis masalah keperawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
c. Mampu merumuskan diagnosa masalah keperawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
d. Mampu merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
e. Mampu memberikan implementasikan asuhan keperawatan pada pasien
risiko perilaku kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
f. Mampu melakukan evaluasi pada pasien risiko perilaku kekerasan di
Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
g. Mampu melakukan pendokumentasian pada pasien risiko perilaku
kekerasan di Wisma Drupadi RSJ Grhasia

D. Manfaat
1. Teoritis
Laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan
keilmuan keperawatan khususnya dalam ilmu keperawatan jiwa yang
berkaitan dengan risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.
2. Praktis
a. Pasien Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
Manfaat praktis penulisan karya ilmiah bagi pasien yaitu agar pasien
dapat mengetahui gambaran umum tentang penanganan masalah risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.
b. Perawat Wisma Drupadi
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
penanganan pada kasus risiko perilaku kekerasan pada pasien
skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
c. RSJ Grhasia
Sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan rumah
sakit.
d. Program Studi Profesi Ners Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Sebagai pembelajaran dan untuk peningkatan kualitas lulusan profesi
ners.

E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Pasien
Pasien dalam laporan kasus ini adalah pasien yang mengalami risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
2. Ruang Lingkup Tempat
Dengan melakukan pengkajian observasi data objektif dan subjektif di
Wisma Drupadi RSJ Grhasia.
3. Ruang Lingkup Materi
Materi dalam laporan kasus ini adalah laporan kasus pasien dengan risiko
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di Wisma Drupadi RSJ Grhasia,
laporan kasus ini meliputi materi keperwatan jwa yang berkaitan dengan
risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.
4. Ruang Lingkup Waktu
Karya ilmiah akhir ners ini akan dilakukan mulai pada bulan Juli 2019
sampai September 2019 mulai dari penyusunan sampai laporan hasil karya
tulis ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Skizofrenia
a. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan
utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek
atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan
terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga
muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor
menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis,
2009). Skizofrenia adalah istilah untuk menandakan adanya perpecahan
(schism) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada seseorang. Gejala
fundamental spesifik untuk skizofrenia termasuk suatu gangguan
pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya
kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan
afektif, autism dan ambivalensi (Kaplan dkk, 2010). Dapat disimpulkan
bahwa skizofrenia adalah gangguan proses pikir, emosi dan perilaku
seseorang yang biasa ditandai dengan adanya halusinasi, waham atau
gangguan emosional lainnya.
b. Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain:
1) Faktor genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.
Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9-1,8%; bagi
saudara kandung 7–15%; bagi anak dengan salah satu orangtua
yang menderita skizofrenia 7–16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40–68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%
dan bagi kembar satu telur (monozigot) 61–86% (Durand, 2007).
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah
fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang
paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen
yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh
kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi
tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini
(dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami
skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah
anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow,
2007).
2) Faktor biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan
kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak
yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagianbagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamin. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamin
yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
3) Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter
yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat
kejiwaan, adanya hubungan orang tuaanak yang patogenik, serta
interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja &
Sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi
dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai
contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan
untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin,
dominan, dan penolak yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).

4) Faktor Sosialkultural
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi
dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai
contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan
untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin,
dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007).
c. Tipe–tipe Skizofrenia
Sistem klasifikasi pada ICD (International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems) dan DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) menggunakan
sistem kategori. ICD menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis),
yang mencoba menstandarkan diagnosis menggunakan definisi
deskriptif dari berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan
untuk diagnosis banding. Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan
sistem multiaksis, yang menggambarkan berbagai gejala yang harus ada
agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona, 2012). Multiaksis meliputi hal
sebagai berikut:
a. Aksis 1: sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi
fokus perhatian klinis
b. Aksis 2: gangguan kepribadian dan retardasi mental
c. Aksis 3: kondisi medis secara umum
d. Aksis 4: masalah lingkungan dan psikososial
e. Aksis 5: penilaian fungsi secara global
Kraeplin (dalam Maramis, 2009) membagi skizofrenia menjadi
beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis
menurut gejala utama yang terdapat padanya. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan gejala utama yang muncul. Pembagiannya adalah sebagai
berikut:
1) Skizofrenia paranoid (F.20.0)
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.
Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.
Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan
schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak
congkak dan kurang percaya pada orang lain.
2) Skizofrenia hebefrenik (F.20.1)
Permulaanya perlahan–lahan atau subakut dan sering timbul
pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang mencolok
adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan
sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik, waham dan
halusinasinya banyak sekali.
3) Skizofrenia katatonik (F.20.2)
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. Gejala yang
penting adalah gejala psikomotor seperti:
a) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup, muka tanpa
mimik, seperti topeng, stupor penderita tidak bergerak sama
sekali untuk waktu yang sangat lama, beberapa hari, bahkan
kadang-kadang beberapa bulan.
b) Bila diganti posisinya penderita menentang. Makanan ditolak,
air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan
meleleh keluar, air seni dan feses ditahan. Terdapat grimas dan
katalepsi.
4) Skizofrenia tak terinci (F.20.3)
Penegakan diagnosa ini yaitu jika memenuhi kriteria umum
untuk diagnosis skizofrenia, tidak memenuhi kriteria untuk
diagnosis skizofrenia paranoid, hebrefenik dan katatonik, dan tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-
trauma. Gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol yaitu
kebingungan dan inkoheren. Pada diagnosa ini terdapat halusinasi
dan waham.
5) Depresi pasca skizofrenia (F.20.4)
Diagnosa ini terdapat gejala depresi yang menonjol dan
mengganggu, memenuhi kriteria untuk suatu episode depresi dan
berlangsung minimal 2 minggu. Gejala skizofrenia tetap ada dan
sudah berlangsung 1 tahun.
6) Skizofrenia residual (F.20.5)
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan
riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala
berkembang kearah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala
negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,
penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan
pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya
perawatan diri dan fungsi sosial.
7) Skizofrenia simplex (F.20.6)
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan.
Waham dan halusinasi jarang sekali ditemukan.
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala skizofrenia terdapat dua yaitu gejala positif dan
negatif. Gejala positif juga disebut sebagai gejala akut merupakan
pikiran dan indera yang tidak biasa, bersifat surreal yang mengarah ke
perilaku pasien yang tidak normal. Gejala-gejala ini bisa kambuh, yaitu:
a) Delusi: memiliki keyakinan yang kuat terhadap sesuatu hal tanpa
dasar yang jelas, tetap teguh walaupun bukti menyatakan sebaliknya
dan tidak bisa dikoreksi dengan logika dan akal sehat, misalnya
berpikir bahwa dirinya dianiaya atau berpikir bahwa seseorang
sedang membicarakannya.
b) Halusinasi: pasien merasakan sesuatu yang sangat nyata yang
sebenarnya tidak ada, misalnya melihat beberapa gambar yang tidak
bisa dilihat oleh orang lain, mendengar suara atau sentuhan yanng
tidak ada.
c) Gangguan pikiran: pikiran tidak jelas, kurangnya kontinuitas dan
logika, bicara dengan tidak teratur, berbicara dengan dirinya sendiri
atau berhenti berbicara tiba-tiba.
d) Perilaku aneh: berbicara dengan dirinya sendiri, menangis atau
tertawa secara tidak terduga, berpakaian dengan cara yang aneh atau
bahkan marah dan emosi secara tiba-tiba.
Sedangkan gejala negatif yang disebut juga gejala kronis lebih
sulit untuk dikenali daripada gejala positif dan biasanya menjadi lebih
jelas setelah berkembang menjadi gejala positif. Jika kondisinya
memburuk, kemampuan kerja dan perawatan diri pasien akan
terpengaruh. Gejala-gejalanya antara lain:
1) Penarikan sosial: menjadi tertutup, dingin, egois, terasing dari orang
lain, dll.
2) Kurangnya motivasi: hilangnya minat terhadap hal-hal disekitarnya,
bahkan kebersihan pribadi dan perawatan diri.
3) Berpikir dan bergerak secara lambat
4) Ekspresi wajah yang datar (Maramis, 2010).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis
dan terapi psikososial.
1) Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian
yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi
elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan
penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine
(thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat
tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine
(serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang
utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan,
tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis
yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun).
Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya
tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).
2) Terapi psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik
mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara
historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada
pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa
gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia
karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi
psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi
humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling
berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai
pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan
feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta
dalam kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari
terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah
keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.
Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapanungkapan emosi
yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali.
f. Rentang respon skizofrenia
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


Gambar 2.1 Rentang Respon
(Sumber: Stuart, 2016)
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang
lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu
mengungkapkan perasaan
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol
2. Risiko Perilaku Kekerasan
a. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, maupun non verbal
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan
(Dermawan, 2013).
Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku
merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di
lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar
akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam
melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukan selama di rumah. (Yusuf, dkk, 2015)
Risiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang
pernah atau mempunyai riwayat melakukan tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan baik
secara fisik/emosional/seksual dan verbal (Keliat, 2010)
b. Etiologi
Menurut Yusuf, Fitryasari & Nihayati (2015), etiologi pada
risiko perilaku kekerasan yang terjadi pada seseorang dapat dibagi
menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Faktor Predisposisi
a) Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah
merupakan hasil dari dorongan insting (instinctual drives).
b) Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai
hasil dari peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai
dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan.
c) Biologis
Menurut Direja (2011) berdasarkan teori biologis, Beragam
komponen system neurologis mempunyai implikasi dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Gangguan
otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan
lobus temporal), Kerusakan organ otak, retardasi terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
d) Perilaku (behavioral)
1) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan
belajar mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam
berespons positif terhadap frustasi.
2) Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-
anak atau godaan (seduction) orang tua memengaruhi
kepercayaan (trust) dan percaya diri (self esteem)
individu.
3) Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan
pada anak (child abuse) atau mengobservasi kekerasan
dalam keluarga memengaruhi penggunaan kekerasan
sebagai koping.
e) Sosial kultural
1) Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan.
Hal ini mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang
diterima atau tidak diterima akan menimbulkan sanksi.
Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict) dapat
menghambat ekspresi marah yang sehat dan
menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif
lainnya.
2) Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk
berespons terhadap marah yang sehat.
2) Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
a) Internal : Kelemahan, rasa percaya menurun, takut sakit, hilang
kontrol.
b) Eksternal: Penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,
kritik.
Sedangkan menurut Direja (2011) mecara umum
seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
(1) Klien: Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang
tidak menyenangkan.
(2) Interaksi : Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang
yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal
maupun eksternal.
(3) Lingkungan : Panas, padat dan bising.
c. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep (2011), perawat dapat mengidentifikasi
dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang
meliputi :
(1) Fisik: Muka merah dan tegang, mata melotot atau
pandangan mata tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
(2) Verbal: Bicara kasar, suara tinggi, membentak, atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat
dengan kata-kata kotor.
(3) Perilaku: Melempar atau memukul benda atau orang lain,
menyerang orang lain atau melukai diri sendiri, merusak
lingkungan, amuk/ agresif.
(4) Emosi: Tidak adekuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
(5) Intelektual: Cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme
(6) Spiritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri benar,
mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak peduli dan kasar.
(7) Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,
ejekan, sindiran.
d. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping pasien
sehingga dapat membantu pasien untuk dapat mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti: displacement, sublimasi,
proyeksi, depresi, denial, dan reaksi formasi
3. Asuhan keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
a. Pengkajian Keperawatan
1) Faktor predisposisi
Menurut Keliat (2016), faktor predisposisi didapat dari berbagai
pengalaman yang dialami tiap orang artinya mungkin terjadi
(mungkin tidak terjadi) perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
a) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
c) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima.
d) Neurobiologis, banyak pendapat bahwa kekerasan system limbic,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan, (Keliat, 2016).
2) Faktor prespitasi
Menurut Stuart (2008), menyatakan bahwa faktor presipitasi dapat
bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain:
a) Kondisi klien
Seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
percaya diri kurang, dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan
(Stuart, 2008).
b) Situasi lingkungan
Lingkungan yang ribut, padat kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dapat
pula memicu perilaku kekerasan (Stuart, 2008).
3) Perilaku (Manifestasi Klinik)
Menurut Kelliat (2016), menyatakan bahwa manifestasi klinik dari
perilaku kekerasan:
a) Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat kulit muka
merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi
meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat, (Kelliat,
2016).
b) Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi muka
tampak tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka berdebat,
klien memaksanakan kehendak.
c) Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif menarik diri,
bermusuhan sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara
keras dan kasar, (Kelliat, 2016).
4) Sumber koping
Sumber koping meliputi asset ekonomi, kemampuan dan
keterampilan, teknik pertahanan, dukungan sosial serta motivasi.
5) Penilaian terhadap stessor
Penilaian terhadap stressor meliputi penentuan arti dan pemahaman
terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stress bagi individu.
Penilaian terhadap stressor ini meliputi respon kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, dan respon sosial. Penilaian adalah dihubungkan
dengan evaluasi terhadap pentingnya suatu kejadian yang
berhubungan dengan kondisi sehat.
1. Respon kognitif
Respon kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor
kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor
kognitif mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping
yang digunakan, serta emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi
sosial seseorang. Penilaian kognitif merupakan jembatan
psikologis antara seseorang dengan lingkungannya dalam
menghadapi kerusakan dan potensial kerusakan. Terdapat 3 tipe
penilaian stressor primer dari stress yaitu kehilangan, ancaman
dan tantangan.
2. Respon afektif
Respon afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian
terhadap stressor respon afektif utama adalah reaksi tidak
spesifik atau umumnya merupakan reaksi kecemasan, yang hal
ini diekspresikan dalam bentuk emosi. Respon afektif meliputi
sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi, atau
kaget. Emosi juga menggambarkan tipe, durasi, dan karakter
yang dirubah sebagai hasil dari suatu kejadian.
3. Respon fisiologis
Respon fisiologis merefleksikan interaksi beberapa
neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin, hormon
adrenokartikotropik (ACTH), vasopresin, oksitosin, insulin,
epineprin norepineprin, dan neurotransmiter lain di otak.
Respon fisiologis melawan atau menghindar (The fight or fligh)
menstimulasi divisi simpatik dari sistem saraf autonomi dan
meningkatkan aktivitas kelenjar adrenal. Sebagai tambahan,
stress dapat mempengaruhi sistem imun dan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan penyakit.
4. Respon perilaku
Respon perilaku hasil dari respon emosional dan fisiologis
5. Respon sosial
Respon ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti,
atribut sosial, dan perbandingan sosial.
b. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan adalah berisiko melakukan perilaku yakni
individu menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan orang lain,
secara fisik, emosional, dan /atau seksual.
Menurut Yosep (2011) masalah yang muncul pada pasien dengan risiko
perilaku kekerasan, yaitu:
a) Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan,
b) Perilaku kekerasan,
c) Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronik
Menurut Damayanti (2012) masalah yang muncul pada pasien RPK
yaitu:
a) Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan,
verbal).
b) Harga diri rendah
c. Faktor risiko ketersediaan bersenjata, bahasa tubuh (misalnya sikap
tubuh kaku/rigid), mengepal jari dan rahang terkunci, denyut jantung
cepat, napas terengah-engah dan cara berdiri mengancam), kerusakan
kognitif (misalnya ketunadayaan belajar, gangguan defisit perhatian dan
penurunan fungsi intelektual), kejam pada hewan, menyalakan api,
riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak, riwayat melakukan
kekerasan tak langsung (misalnya merobek pakaian, membanting
objek, berkemih dan defekasi di lantai, memecah jendela, membanting
pintu dan agresif seksual), riwayat penyalahgunaan zat, riwayat
ancaman kekerasan (misalnya ancaman verbal terhadap seseorang,
mengeluarkan sumpah sarapah, sikap tubuh mengancam), riwayat
menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga dan riwayat perilaku
kekerasan terhadap orang lain (misalnya memukul, menendang,
meludahi, menggigit, melempar objek, pada seseorang, pelecehan
seksual, percobaan perkosaan).
d. Rencana tindakan keperawatan
Nursing Outcome Classification (NOC) & Nursing Intervention
Classification (NIC) Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang lain

Tabel 2.1 Rencana Tindakan Keperawatan


NOC NIC
Berdasarkan NOC pada tahun Anger Control Assistance (4640)
Abusive Behavior Self Restraint Definisi : fasilitasi ekspresi kemarahan
(1400) dengan cara non kekerasan
Definisi : menahan dari diri perilaku Indikasi
kasar dan lalai terhadap lainnya 1. BHSP (Bina Hubungan Saling
Indikasi Percaya)
1. Mendapatkan perawatan yang 2. Tentukan perilaku yang tepat untuk
dibutuhkan mengekspresikan kemarahan
2. Mengidentifikasi faktor penyebab 3. Dorong penggunaan kolaborasi
perilaku kekerasan untuk pemecahan masalah
3. Diskusi tentang perilaku kasar 4. Berikan umpan balik tentang
4. Menjauhkan diri dari perilaku perilaku untuk membantu pasien
kasar secara fisik mengidentifikasi marah
5. Menjauhkan diri dari perilaku 5. Bantu pasien dalam
kasar secara emosional mengidentifikasi sumber kemarahan
6. Menggunakan perilaku peran 6. Identifikasi konsekuensi dari
secara benar ekspresi marah yang tidak tepat
7. Menggunakan alternatif 7. Bantu pasien merencanakan strategi
mekanisme koping untuk stres untuk pencegahan ekspresi marah
8. Menggunakan sistem dukungan yang tidak tepat
pribadi 8. Tetapkan harapan bahwa pasien
9. Mengontrol impuls dapat mengontrol tingkah lakunya
Aggression Self Control (1401) 9. Dukung pasien untuk menjalankan
Definisi : menahan diri dari perilaku strategi mengontrol
menyerang, agresif atau destruktif
terhadap orang lain
Indikasi
1. Identifikasi ketika marah
2. Identifikasi ketika frustasi
3. Identifikasi tanggung jawab untuk
mempertahankan kontrol
4. Identifikasi ketika perasaan agresif
5. Menahan diri dari menghancurkan
barang-barang
6. Gunakan teknik untuk mengontrol
marah
7. Menahan diri dari perkataan lisan

e. Intervensi Keperawatan
Menurut Keliat (2009) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku
kekerasan.
1) Tujuan
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya.
e) Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasannya.
f) Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka. Klien dapat
membina hubungan saling percaya.
2) Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya, tindakan :
1) Beri salam/panggil nama
2) Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
3) Jelaskan maksud hubungan interaksi
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5) Beri rasa aman dan sikap empati
6) Lakukan kontak singkat tetapi sering
b) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
tindakan :
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu pasien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang
c) Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan, tindakan:
1) Anjurkan pasien mengungkapkan apa yang dialami saat
jengkel/marah.
2) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel/kesal
yang dialami klien.
d) Pasien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, tindakan:
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan (verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).
2) Bantu pasien bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
3) Bicarakan dengan pasien apakah dengan cara yang
dilakukan masalahnya selesai.
e) Pasien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
tindakan:
1) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama pasien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
3) Tanyakan kepada pasien “apakah ingin mempelajari cara
baru yang sehat.”
f) Pasien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan, tindakan
1) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan pasien.
2) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan pasien.
3) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegah. Perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam
dan pukul kasur atau bantal.
4) Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
pasien.
5) Beri contoh kepada pasien tentang cara tarik napas dalam.
6) Minta pasien untuk mengikuti contoh yang diberikan
sebanyak 5 (lima) kali.
7) Beri pujian positif atas kemampuan pasien
mendemonstrasikan cara menarik napas dalam.
8) Tanyakan perasaan pasien setelah selesai
9) Anjurkan pasien untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat marah atau jengkel.
g) Pasien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah
perilaku kekerasan, tindakan :
1) Diskusikan cara bicara yang baik dengan pasien.
2) Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik,
menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan
baik).
3) Minta pasien mengulang sendiri.
4) Beri pujian atas keberhasilan pasien
5) Diskusikan dengan pasien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilatih di ruangan misalnya meminta obat,
baju dan lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak
pada waktunya, menceritakan kekesalan kepada perawat.
6) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7) Pasien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang
baik dengan mengisi jadwal kegiatan.
8) Validasi kemampuan pasien dalam melaksanakan latihan.
9) Beri pujian atas keberhasilan pasien.
h) Pasien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah
perikau kekerasan, tindakan:
1) Diskusikan dengan pasien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan.
2) Bantu pasien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan
di ruang rawat.
3) Bantu pasien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.
4) Minta pasien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
dipilih.
5) Beri pujian atas keberhasilan pasien.
6) Diskusikan dengan pasien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
7) Pasien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
8) Beri pujian atas keberhasilan pasien.
9) Diskusikan dengan pasien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
10) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
11) Pasien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation).
i) Pasien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan, tindakan:
1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat minum obat
secara teratur.
2) Diskusikan tentang proses minum obat.
3) Pasien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian.
j) Pasien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan
perikau kekerasan, tindakan :
1) Anjurkan pasien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi
pencegahan perilaku kekerasan.
2) Diskusikan dengan pasien tentang jadwal TAK.
3) Pasien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi
jadwal kegiatan harian.
k) Pasien mendapatkan dukungan keluarga dalam
melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan, tindakan:
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat pasien
sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap
pasien selama ini.
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat
klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat pasien.
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat pasien
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
6) Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada pasien selama
di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke
rumah.
f. Implementasi
Menurut Effendi (dalam Nurjanah, 2014) implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
Sebelumnya perawat terlebih dahulu membekali dengan penyusunan
strategi komunikasi. Strategi komunikasi antara perawat dan klien
kearah pemecahan masalah klien untuk mencapai tujuan keperawatan
yang telah direncanakan sebelumnya. Menurut Yosep (2008), perawat
dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk mencegah dan
mengelola perilaku agresif melalui rentang intervensi keperawatan.
Strategi Preventif Strategi Antisipatif Strategi Pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Manajemen


Pendidikan Perubahan krisis
klien lingkungan
Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Gambar 2.2 Rentang Intervensi
(Sumber: Stuart, 2016)
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1) Strategi preventif
a) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya
dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah
pribadi dan masalah klien (Yosep, 2008).
b) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan
cara mengekspresikan marah yang tepat (Yosep, 2008).
c) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi:
berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang,
mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup
melakukan komplain, mengekspresikan penghargaan dengan
tepat (Yosep, 2008).
2) Strategi antisipatif
a) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif: bersikap
tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara mengahakimi,
bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat,
hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara
mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan
klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan
buat janji yang tidak bisa ditepati.
b) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas
seperti : membaca, terdapat grup atau program yang dapat
mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan
adaptasi sosialnya.
c) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai
perilaku yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta
konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
3) Strategi pengurungan Manajemen krisis
a. Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir
dengan menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana
klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri dan
dipisahkan dengan pasien lain.
b. Restrain adalah pengekangan fisik dengan menggunakan
alat manual untuk membatasi gerakan fisik pasien
menggunakan manset, sprei pengekang
g. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien. Evaluasi dilakukan
terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. Evaluasi dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif
yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditemukan (Keliat, 2009)
1) Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasaan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat
dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
2) Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan
secara teratur sesuai jadwal:
a) Secara fisik
b) Secara sosial/verbal
c) Secara spiritual
d) Dengan terapi psikofarmaka (penggunaan obat).
B. Pathway
Resiko tinggi mencederai orang

Perilaku kekerasan PSP: halusinasi

Gangguan konsep diri:


Inefektif proses terapi Isolasi sosial
harga diri rendah
efektif

Gambar 2.3 Pathway Risiko Perilaku Kekerasan


Sumber: (Keliat, 2010)

C. Tinjauan Islami
Larangan kekerasan dalam Islam dijelaskan dalam Al-qur’an Surat Al-Ahzab
58:

Artinya :
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Allah SWT memperingatkan dan mengancam orang yang menyakiti
Allah dengan menentang perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-
larangan-Nya serta tiada henti-hentinya melakukan hal tersebut, juga menyakiti
Rasul-Nya dengan mencelanya atau merendahkan martabatnya. Yakni
merupakan suatu kedustaan yang besar bila mempergunjingkan orang-orang
mukmin dan mukminat dengan sesuatu hal yang tidak pernah mereka lakukan,
yang tujuannya ialah mencela dan mendiskreditkan mereka. Orang-orang yang
paling banyak terkena ancaman ini adalah orang-orang yang kafir kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian kaum Rafidah.
Kaum Rafidah adalah orang-orang yang mendiskreditkan para sahabat
dan mencela mereka, padahal Allah Swt. sendiri telah membersihkan mereka
dari hal tersebut. Orang-orang tersebut telah menyifati para sahabat dengan hal-
hal yang bertentangan dengan apa yang diberitakan oleh Allah Swt. tentang
mereka. Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia telah rida kepada kaum
Muhajirin dan kaum Ansar serta memuji sikap mereka. Akan tetapi, sebaliknya
orang-orang yang jahil lagi bodoh itu mencela para sahabat, mendiskreditkan
mereka, serta mempergunjingkan mereka dengan hal-hal yang para sahabat
tidak pernah melakukannya salama-lamanya. Pada hakikatnya mereka
sendirilah yang terbalik akal sehatnya karena mencela orang yang terpuji dan
memuji orang yang tercela.

D. Metodologi
1. Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi kasus observasional dengan
desain pendekatan cross sectional.
2. Objek penelitian
Objek penelitian pada studi kasus ini adalah 2 pasien di Wisma
Drupadi RSJ Grhasia dengan risiko perilaku kekerasan terhadap orang
lain.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan
untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010).
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah pasien. Bila pasien dalam keadaan tidak
sadar, mengalami gangguan bicara, atau pendengaran, pasien masih
bayi, atau karena beberapa sebab pasien tidak dapat memberikan data
subjektif secara langsung, perawat dapat menggunakan data objektif
untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Bila diperlukan klarifikasi
data subjektif, hendaknya perawat melakukan pengkajian pada
keluarga (Rohmah dan Walid, 2016).
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendapatkan keterangan secara lisan dari responden atau bercakap-
cakap dan berhadapan langsung dengan responden, jadi data yang
diperoleh secara langsung dari responden melalui pertemuan atau
percakapan (Notoatmodjo, 2010).
Observasi adalah proses pengambilan data meliputi kegiatan
memperhatikan dengan seksama, termasuk mendengar, mencatat, dan
mempertimbangkan hubungan antaraspek pada fenomena yang sedang
diamati (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan untuk mengetahui
keadaan fisik pasien secara sistematis (Nursalam, 2009), yang
meliputi inspeksi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman.

b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh selain pasien, yaitu
keluarga, orang terdekat, teman, dan orang lain yang tahu tentang
status kesehatan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan yang lain seperti
dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi, laboratorium, radiologi, juga
termasuk sumber data sekunder (Rohmah dan Walid, 2016). Data
sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi dokumentasi pada
semua bentuk informasi yang berhubungan dengan dokumen
(Notoatmodjo, 2010).
4. Analisa Data
Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi (Sugiyono, 2010). Tahapan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti meliputi:
a. Pengumpulan data
b. Reduksi data
c. Penyajian data
d. Penarikan kesimpulan
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Data Kasus Kelolaan


1. Data Umum Pasien
Data Umum Pasien

Identitas Pasien Kasus 1 Kasus 2


Nama Ny. T Ny. S
Usia 56 tahun 40 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan
Pendidikan SD SLTA
Pekerjaan Tida bekerja Tidak bekerja
Suku Bangsa Jawa Jawa
Alamat Wilayu Semanu Pancarrejo, Gunung Kidul, DIY Ngrandu XII Pakelan Sumber Arum,
Moyudan, Sleman, DIY
RM. No 0018xxx 0070xxx
Informan Klien, Rekam Medik, keluarga, Perawat Klien, Rekam medik, Keluarga,
Perawat
Tanggal Masuk 15 Juli 2019 17 Juli 2019
Tanggal Pengkajian 22 Juli 2019 23 uli 2019
2. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
a. Keluhan Utama
Data pengkajian Kasus 1 Kasus 2
1. Alasan masuk Klien di bawa anaknya kerumah sakit jiwa sering marah-marah dan mengancam suami,
karena sering melamun, tidak mau memukuli suami , cemburu dengan setiap
berkomunikasi, marah-marah, dan wanita yang ngobrol dengan suami
mengancam memukul orang lain
2. Diagnosa medis Axis 1 : F.20.3 (skizofrenia tak terinci) Axis 1 : F.20.3 (skizofrenia tak terinci)
dd F.20.4 Axis 2 : Belum ada diagnosa
Axis 2 : Tertutup Axis 3 : Belum ada diagnosa
Axis 3 : Tidak ada diagnosa Axis 4 : Masalah keluarga
Axis 4 : Masalah Keluarga Axis 5 : GAF 50-41
Axis 5 : GAF 41-30
3. Riwayat
kesehatan
sekarang
IGD Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
- Sikap bernusuhan - Amuk, marah,
- Amuk/agresif, - Pasien bingung mondar mandir
- Marah - Mengancam memukul suami
- Sorot mata tajam
- Bicara kasar, ketus, keras Obat yang diberikan:
- Mengancam akan memukul orang lain - Trihexyphenidyl 2 mg
- Clozapine 25 mg
Obat yang diberikan: - Haloperidol 1,5 mg
- Risperidone 2 mg
- Clozapine 25 mg Diagnosa Keperawatan:
- Haloperidol 1,5 mg - Perilaku kekerasan

Diagnosa Keperawatan:
- Perilaku kekerasan
Arimbi Tanda dan gejala Tanda dan gejala:
- Komunikasi kurang - Riwayat perilaku kekerasan
- Cukup kooperatif - Gelisah dan bingung
- tanda-tanda perilaku kekerasan minimal - Berbicara ketus
- ADL bisa diarahka
- Bicara sendiri Obat yang diberikan:
- Trihexyphenidyl 2 mg
Obat yang diberikan: - Clozapine 25 mg
- Risperidone 2 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Clozapine 25 mg - Fluoxetne 20 mg
- Haloperidol 1,5 mg - Diazepam 10 mg k/p
- Diazepam amp 10 mg k/p - Lodomer 5 mg k/p
Diagnosa Keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Diagnosa Keperawatan:
pendengaran Perilaku kekerasan
Wisma Rawat Inap Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
(Wisma Drupadi) - ADL bisa diarahkan - Riwayat perilaku kekerasan
- Klien terlihat bingung - Tampak masih bingung
- Bilang ketus - Mondar mandir
- Sering melamun dan curiga.
Obat yang diberikan:
Obat yang diberikan: - Trihexyphenidyl 2 mg
- Risperidone 2 mg - Clozapine 25 mg
- Clozapine 25 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Haloperidol 1,5 mg
Diagnosa Keperawatan: Diagnosa keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Risiko Perilaku kekerasan
pendengaran
Saat Pengkajian Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
- Klien mengatakan dirumah marah-marah - Memilliki riwayat marah-marah dan
- Riwayat perilaku kekerasan memukul merusak barang-barang
orang lain - Riwayat perilaku kekerasan memukul
- Klien cukup kooperatif suami
- Klien terkadang menjawab dengan ketus - Berbicara ketus
- Klien mengatakan dibawa ke RSJ oleh - Klien mengatakan dirumah jarang
anaknya sempat marah-marah tapi bersosialisasi
akhirnya nurut saja - Klien lebih suka diam dan tidur di kamar
- Klien mengatakan mendengar suara si - Kuku kotor
mbahnya yang sudah meninggal - Gigi kurang bersih
memerintah untuk shalat. - Pasien mengatakan tadi pagi tidak gosok
- Klien sering mondar mandir dan triak-triak gigi
di tengah malam
- Klien tampak gelisah Obat yang diberikan:
- Klien mengatakan ingin segera pulang ke - Trihexyphenidyl 2 mg
rumah - Clozapine 25 mg
- Klien tampak kurang bersih, rambut klien - Haloperidol 1,5 mg
tampak kusam Diagnosa Keperawatan:
- Klien mengatakan jarang sikat gigi dan Risiko perilaku kekerasan terhadap orang
mandi malas bersampo lain, Isolasi sosial, Defisit perawatan diri

Obat yang diberikan:


- Risperidone 2 mg
- Clozapine 25 mg
- Haloperidol 1,5 mg
Diagnosa Keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain,
Konfusi akut, Defisit perawatan diri: mandi
(keramas, sikat gigi)
4. Faktor predisposisi
Neurobiologis - Klien pertama kali mengalami gangguan - Klien pertamakali mengalami gangguan
jiwa tahun 2004 jiwa tahun 2016
- Klien memiliki riwayat masuk rumah sakit - Klien pernah dirawat di RSJ sebanyak 2
jiwa sebanyak 4 kali, terakhir menjalani kali, tahun 2016 dan 2017
rawat inap tahun 2013. - Putus obat sudah 2 bulan
- Putus obat selama 5 tahun (2014-2019) - Tidak ada trauma fisik
- Tidak mempunyai riwayat keluarga yang - Tidak ada penyakit fisik
gangguan jiwa - Klien mempunyai riwayat keluarga yang
- Tidak ada trauma fisik mengalami gangguan jiwa (kaka kandung)
- Tidak ada penyakit fisik

Psikologis - Kemampuan klien berkomunikasi cukup - Klien memiliki kepribadian tertutup,


lancar pendiam
- Pernah mengalami kesedihan ditinggal - Klien mengalami kesedihan karena kaka
suaminya meninggal tahun 2004 kandungnya mengalami gangguan jiwa
- Diberhentikan dari pekerjaan sebagai
karyawan rumah makan sejak 4 bulan lalu
Sosiokultural - Klien seorang janda - Klien berusia 40 tahun
- Pendidikan terakhir SD - Pendidikan terakhir SLTA
- Klien memiliki 2 orang anak yang sudah - Klien memiliki 3 orang anak
berkeluarga dan tinggal terpisah dari klien. - Pekerjaan: klien tidak bekerja,
- Sebelum sakit klien tinggal sendirian di keseharianya hanya dirumah sebagai ibu
asrama sebagai karyawan rumah makan rumah tangga
- Klien pernah bekerja di rumah makan, 4 - Klien merupakan anak ke 3 dari 3
bulan lalu sudah diberhentikan. bersaudara
- Klien suka ikut pengajian - Klien tinggal dengan suami dan ke 3
anaknya.
- Klien tidak bekerja, di rumah jarang
melakukan kegiatan sosial di masyarakat
- Faktor presipitasi
Nature Biologis: Biologis:
Putus obat Putus obat

Psikologi: Psikologi:
Klien merasa sedih, merasa tidak diperhatikan Merasa sedih
karena anaknya pindah tempat kerja dan Sosial budaya:
tempat tinggal yang semakin jauh dari asrama Kaka kandung mengalami gangguan jiwa
klien.
Sosial budaya:
Suami meninggal
Origin Biologis: Internal Biologis: Internal
Psikologis: Internal Psikologis: Internal
Sosial budaya: Eksternal Sosial budaya: Eksternal
Timing Biologis: 5 tahun Biologis: 2 bulan
Psikologi: 4 bulan Psikologi: 6 bulan
Sosial budaya: 15 tahun Sosial budaya: 7 tahun
- Stresor Biologis: Biologis:
Putus obat Putus obat
Psikologi: Psikologi:
Masalah dengan keluarga Merasa sedih
- Riwayat kesehatan
sebelumnya
Pernahkah mengalami Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama
gangguan jiwa dimasa kali tahun 2004 kali tahun 2016
lalu?
Riwayat pengobatan Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2013 Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2017
sebelumnya dan dengan pengobatan dikatakan berhasil karena dengan pengobatan dikatakan kurang
keberhasilannya? pasien mampu beradaptasi dengan keluarga berhasil karena pasien mampu beradaptasi
dan masyarakat. di masyarakat tetapi masih ada gejala-gejala
gangguan jiwa.
- Riwayat kesehatan Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga Klien mengatakan kaka kandungnya
keluarga yang mengalami gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa
- Genogram

Mekanisme koping

Jenis Mekanisme Represi/Supresi, pasien hanya diam saja Displacement, pasien membanting alat-alat
Koping ketika ada masalah dan jarang sekali mau rumah tangga jika marah
bercerita dengan orang lain atau keluarga
tentang masalahnya
Sumber Mekanisme Keluarga dan dirinya sendiri Keluarga dan dirinya sendiri
Koping
b. Pengkajian Fisik
Data pengkajian Kasus 1 Kasus 2
fisik
1. Keadaan Umum Baik Baik
2. Tingkat Kesadaran Composmentis Composmentis
3. Tanda-Tanda Vital TD: 108/74 mmHg TD: 125/73 mmHg
N: 79x/menit N: 80x/menit
S: 36,3 ˚C S: 36,2 ˚C
RR: 20x/menit RR: 19x/memit
4. Tinggi Badan/Berat 147 cm/ 47 kg 157 cm/ 56 kg
Badan
5. Keluhan Fisik Tidak ada Tidak ada
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit Warna sawo matang, tidak ada luka, tidak Warna sawo matang, tidak ada luka, tidak
ada memar, cukup bersih, teraba hangat ada memar, cukup bersih, teraba hangat
b. Rambut Berwarna hitam, sedikit ikal, agak kusam, Berwarna hitam, lurus, kurang rapi, kusam
kulit kepala kurang bersih.
c. Wajah Tidak ada luka, tidak oedema, tampak cukup Tidak ada luka, tidak oedema, cukup bersih,
bersih, bentuk simetris bentuk simetris
d. Mata Simetris, tidak anemis, konjungtiva merah Simetris, tidak anemis, konjungtiva merah
muda muda
e. Hidung Simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada Simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada
polip. polip.
f. Mulut dan Bibir Kurang bersih, tidak ada somatis, ada karies, Bau mulut, gigi kotor, tidak ada stomatis
gigi gerigi tidak lengkap, bibir lembab dan
simetris
g. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada luka, tidak ada nyeri ada luka, tidak ada nyeri
h. Dada Tidak ada jejas, tidak ada oedema, tidak ada Tidak ada jejas, tidak ada oedema, tidak ada
nyeri. nyeri.
i. Abdomen Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan.
j. Ekstremitas Ekstremitas atas : Tidak ada nyeri, tidak Atas : Tidak ada nyeri, tidak ada oedema,
ada oedema, tidak ada luka, tidak ada tidak ada luka, tidak ada kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak gerak
Ekstremitas bawah : Tidak ada nyeri, tidak Bawah : Tidak ada nyeri, tidak ada oedema,
ada oedema, tidak ada luka, tidak ada tidak ada luka, tidak ada kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak gerak
k. Riwayat Pengobatan Tidak ada Tidak ada
Fisik
7. Pemeriksaan
psikososial
a. Konsep diri
1) Gambaran diri Klien mengatakan menyukai dengan bentuk Klien mengatakan menyukai semua bagian
tubuhnya anggota tubuhnya
2) Identitas diri Klien mengatakan dirinya sebagai seorang ibu Klien mengatakan dirinya sebagai seorang
dan mempunyai dua orang anak, yang ibu rumah tangga yang mempunyai tiga
keduanya sudah bereluarga. orang anak
3) Ideal diri Klien mengatakan ingin cepat sehat dan dapat Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan
beraktifitas seperti biasanya setelah keluar dari setelah keluar dari RSJ
RS
4) Harga diri Klien mengatakan merasa sedih karena tidak Klien mengatakan merasa sedih karena
bekerja, klien merasa kurang di perhatikan kangen sama anak-anaknya yang dirumah
anak-anaknya yang tinggal jauh dari klien.
5) Peran diri Klien mengatakan ia sebagai seorang ibu, Klien mengatakan ia sebagai seorang ibu,
pernah bekerja sebagai karyawan rumah yang keseharaianya merawat anak dan
makan mengurus pekerjaan rumah
b. Hubungan sosial
1) Dirumah Sebelum sakit klien tinggal sendirian di Klien mengatakan hubungan dengan
asrama sebagai karyawan rumah makan. Klien keluarga dan tetangganya baik
berperan sebagai asisten masak dan cuci
piring. Tinggal sendiri di asrama dan jarang
ketemu keluaga
2) Dirumah sakit Klien cukup kooperatif dengan petugas Klien cukup kooperatif dengan petugas
kesehatan, klien mengenal teman-temannya, kesehatan, klien kurang mengenal teman-
kadang-kadang ngobrol tetapi lebih sering temannya, lebih sering diam di kamar
diam
3) Hubungan Hubungan dengan keluarga baik sempat Hubungan dengan keluarga baik sempat
dengan dijenguk di RS dijenguk suaminya di RS
keluarga
c. Spiritual/keagamaan
1) Nilai dan Beragama Islam Beragama Islam
keyakinan
2) Kegiatan Klien mengatakan menjalankan shalat 5 waktu Klien mengatakan jarang menjalankan shalat
ibadah 5 waktu
8. Pengkajian status
mental
a. Penampilan fisik Klien memakai baju seragam dari RSJ dan Klien memakai seragam dari RSJ dan sesuai
sesuai warnanya. Kuku bersih tidak panjang, warnanya tetapi sering mengangkat lengan
rambut agak kusam, kulit bersih, mulut dan baju nya sebelah kanan, kuku kotor, rambut
gigi gerigi kurang bersih kurang rapi dan pendek, kulit bersih, gigi
terlihat kurang bersih
b. Pembicaraan Koheren, pasien dapat menjawab semua Koheren pasien mampu menjawab
pertanyaan dengan sesuai tetapi hanya pertanyaan sesuai dengan yang dimaksudkan
berbicara saat diberikan pertanyaan saja
c. Aktifitas motorik Klien agitasi berjalan mondar mandir Klien tampak gelisah saat diajak berdiskusi
tentang rumah dan alasan masuk RSJ
d. Alam perasaan Saat pengkajian tampak biasa alam Saat pengkajian tampak khawatir dengan
perasaannya tidak emosi, sedih atau senang privasinya dan menghindar saat ditanya
alasan masuk RSJ
e. Afek Sesuai dengan yang ditanyakan jika penanya Klien sedih dan menundukkan kepala saat
tersenyum pasien ikut senyum ditanya tentang perasaannya setelah jauh dari
anaknya.
f. Interaksi selama Klien cukup kooperatif saat wawancara, Pasien cukup kooperatif selama wawancara
wawancara kontak mata mudah beralih dan masih tampak mau diajak diskusi dan menjawab semua
curiga. Klien mau menjawab semua pertanyaan
pertanyaan hingga kontrak waktu yang sudah
dilakukan berakhir
g. Persepsi sensori 1) Jenis : Klien mengatakan mendengar Klien mengatakan tidak ada melihat
suara-suara yang mengajaknya bayangan-bayangan, tidak ada mendengar
mengobrol, mengejek. Klien mengatakan suara-suara, atau merasa mengecap, mencium,
setiap malam mendengar suara si atau meraba yang aneh
mbahnya yang sudah meninggal
memerintahkan untuk shalat
2) Isi: Klien mengatakan isinya yaitu
mengajak mengobrol saja
3) Waktu: Klien mengatakan munculnya
pada malam hari saat sendirian
4) Frekuensi: Klien mengatakan
halusinasinya hanya kadang-kadang saja
munculnya
5) Stressor: Klien mengatakan
halusinasinya muncul jika sendirian dan
melamun
6) Tindakan yang telah dilakukan: Klien
mengatakan membaca do’a jika ada
suara-suara yang mengganggu.
Keberhasilan tindakan: tidak ada
h. Proses pikir Klien tidak mengalami gangguan proses pikir, Klien tidak mengalami gangguan proses
Klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik pikir, selama interaksi pembicaraan pasien
dan sesuai sesuai dengan topik pembahasan
i. Isi pikir Klien tidak mengalami gangguan isi pikir Klien tidak mengalami gangguan isi pikir
j. Tingkat Composmentis dan tidak disorientasi waktu, Composmentis dan tidak disorientasi waktu,
kesadaran tempat dan orang tempat dan orang
k. Memori Klien tidak mengalami gangguan memori Klien tidak mengalami gangguan memori
jangka panjang dan pendek pasien mampu jangka panjang dan pendek pasien mampu
mengingat dibawa ke RSJ oleh siapa dan mengingat dibawa ke RSJ oleh siapa dan
pertama kali masuk RSJ tahun 2004 mengingat kelahiran anaknya yang terakhir
tahun 2010
l. Tingkat Klien mampu berkonsentrasi selama diajak Klien mampu berkonsentrasi selama diajak
konsentrasi dan berdiskusi 15 menit dan mampu berhitung berdiskusi, bisa membaca dan mampu
berhitung berhitung
m. Kemampuan Klien mampu memberikan penilaian diantara Klien mampu memilih untuk mandi dulu
penilaian dua pilihan, mana yang lebih baik dilakukan setelah itu baru makan
terlebih dahulu setelah bangun pagi makan
atau mandi dulu? Klien menjawab mandi dulu
n. Daya tilik tinggi Klien mengatakan menyadari penyakitnya dan Pasien menyadari kondisi kesehatannya
ingin segera sembuh dan pulang ke rumah sekarang dan pasrah serta berusaha agar bisa
sembuh
9. Penilaian skor
kategori pasien
a. Skrining awal: Tidak Tidak
Apakah Ny. T
dan Ny. S punya
keinginan/ide
bunuh diri/ide
pulang paksa?
b. Variabel
1) Mencederai 16 16
diri/orang lain
2) Komunikasi 14 14
3) Interaksi 5 10
sosial
4) ADL (Activity
daily living)
a) Makan 3 3
b) Mandi 3 3
c) Berpakaian 0 0
5) Tidur/istirahat 3 3
6) Pengobatan 3 3
oral/injeksi
7) Aktifitas
terjadwal
a) Makan 3 3
b) Mandi 3 3
c) Berpakaian 0 0
8) Hasil skor 53 58
pasien
c. Kategori
1) Tahap Maintenance Maintenance
penanganan
2) Tujuan Pemulihan Pemulihan
perawatan
3) Fokus Status fungsi Status fungsi
pengkajian
4) Prinsip Reinforcement, dukungan Reinforcement, dukungan
intervensi
5) Hasil yang Perbaikan fungsi Perbaikan fungsi
diharapkan
6) Jika pasien
masuk dalam
tahap krisis
- Nilai resiko Skore: 4 ( Risiko sedang) Skore: 3 (Risiko sedang)
perilaku
kekerasan
- Nilai resiko Tidak ada Tidak ada
bunuh diri

3. Discharge Planning
a. Kebutuhan persiapan pulang

Kebutuhan Persiapan Pulang


Aspek yang Dinilai Kasus 1 Kasus 2
Tingkat Kemampuan Tingkat kemampuan
22/07/ 23/07/1 24/07/1 25/07/1 23/07/1 24/07/1 25/07/1 26/07/
19 9 9 9 9 9 9 19
Makan
a. Kemampuan menyiapkan makanan 1 1 2 2 1 2 2 2
b. Kemampuan membersihkan alat 2 2 2 2 2 2 2 2
makan
c. Kemampuan menempatkan alat 2 2 2 2 2 2 2 2
makan dan minum di tempatnya
BAB/BAK
a. Kemampuan mengontrol 2 2 2 2 2 2 2 2
BAB/BAK
b. Kemampuan membersihkan WC 2 2 2 2 2 2 2 2
c. Kemampuan membersihkan diri 1 1 2 2 1 1 2 2
d. Kemampuan memakai pakaian dan 2 2 2 2 2 2 2 2
celana
Mandi
a. Kemampuan dalam mandi 1 1 2 2 1 1 1 2
b. Kemampuan dalam menggosok 1 1 2 2 1 1 2 2
gigi
c. Kemampuan dalam keramas 1 2 2 2 2 2 2 2
d. Kemampuan dalam potong kuku 1 2 2 2 1 1 1 2
dan rambut
Berpakaian dan Berdandan
a. Kemampuan memilih pakaian 2 2 2 2 2 2 2 2
b. Kemampuan memakai pakaian 2 2 2 2 2 2 2 2
c. Kemampuan mengatur frekuensi 2 2 2 2 2 2 2 2
ganti pakaian
d. Kemampuan mencukur jenggot - - - - - - - -
(laki-laki)
e. Kemampuan berhias (perempuan) 1 2 2 2 1 1 2 2
f. Kemampuan menyisir rambut 1 1 2 2 1 2 2 2
Istirahat dan Tidur
a. Kemampuan untuk mengatur 1 2 2 2 1 1 2 2
waktu tidur
b. Kemampuan merapikan sprei dan 1 2 2 2 1 2 2 2
selimut
c. Kemampuan untuk tidur dengan 1 2 2 2 2 2 2 2
bantuan obat
Penggunaan Obat
a. Kemampuan pengaturan 1 1 2 2 1 2 2 2
penggunaan obat
Pemeliharaan Kesehatan
a. Perawatan lanjutan (Puskesmas, 1 1 1 1 1 1 1 1
RS, RSJ, Perawat, Dokter)
b. Perawatan pendukung (Keluarga, 1 1 1 1 1 1 1 1
Pengawas minum obat)
Kegiatan di Dalam Rumah
a. Kemampuan mempersiapkan 2 2 2 2 2 2 2 2
makanan
b. Kemampuan menjaga kerapihan 1 2 2 2 1 1 2 2
rumah
c. Kemampuan mencuci pakaian 2 2 2 2 2 2 2 2
d. Kemampuan pengaturan keuangan 1 1 1 1 1 1 1 1
Kegiatan di Luar Rumah
a. Kemampuan berbelanja 2 2 2 2 2 2 2 2
b. Kemampuan transportasi 2 2 2 2 2 2 2 2
b. Perencanaan pulang

Perencanaan Pulang
Kategori Kasus 1 Kasus 2
Caregiver utama Keluarga Keluarga
Perencanaan pulang (rumah, Saat di rumah klien tinggal bersama Saat di rumah klien tinggal bersama
faskes di komunitas) dengan anak pertama klien dengan keluarga (suami, dan anak-
anaknya)
Kebutuhan pulang (financial, Dari financial klien mengatakan agak Dari financial klien berkecukupan, dari
psikososial, dll): keberatan, klien mengeluh harus psikososial keluarga dapat menerima
membayar 300 ribu perbulannya untuk pasien dengan baik
membeli obat, dari psikososial keluarga
dapat menerima pasien dengan baik.
Penkes yang diberikan Klien diberikan kesempatan untuk Diskusikan bersama klien agar bisa
mempraktikan apa yang sudah diajarkan menerapkan terapi yang sudah di
oleh petugas kesehatan selama ajarkan oleh petugas kesehatan selama
perawatan. penkes minum obat, keluarga di RSJ Grhasia, berikan penkes minum
juga untuk selalu mendampingi pasien obat, keluarga juga untuk selalu
dalam minum obat. Selain itu untuk mendampingi pasien dalam minum obat
mengawasi perilaku dan mengatasi terutama suaminya. Selain itu untuk
emosi rasa marah di sarankan untuk mengawasi perilaku dan mengatasi
selalu menggunakan terapi yang sudah emosi rasa marah di sarankan untuk
diajarkan selalu menggunakan terapi yang sudah
diajarkan.
Perencanaan pulang - Anjurkan pada keluarga untuk - Anjurkan pada keluarga untuk
monitor perilaku klien. monitor perilaku pasien.
- Anjurkan klien untuk melakukan - Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas terjadwal. aktivitas terjadwal.
- Monitor kepatuhan minum obat klien. - Monitor kepatuhan minum obat
- Hadirkan realita klien. klien.
- Anjurkan kapan kembali kontrol - Hadirkan realita klien.
sesuai anjuran dokter. - Anjurkan kapan kembali kontrol
- Evaluasi kegiatan klien sehari-hari. sesuai anjuran dokter.
- Anjurkan klien menerapkan cara-cara - Evaluasi kegiatan klien sehari-hari.
yang sudah diajarkan perawat. - Anjurkan klien menerapkan cara-cara
yang sudah diajarkan perawat.
Pengetahuan kurang tentang Klien kurang mengetahui tentang obat- klien kurang mengetahui tentang obat-
obatan, obatan yang di minum, obatan yang diminum, pencegahan
pencegahan kekambuhan, dan kesehatan kekambuhan, dan kesehatan jiwa
jiwa

4. Hasil Pemeriksaan Penunjang


a. Hasil laboratorium
Hasil Laboratorium Sampel Darah
Jenis Tes Kasus 1 Kasus 2
Nilai Normal Hasil Interpretasi Nilai Normal Hasil Interpretasi
15/07/19 17/07/19
SGOT <37 IU/L 24,5 IU/L Normal <37 IU/L 32,1 IU/L Normal
SGPT <42 IU/L 19 IU/L Normal <42 IU/L 27,7 IU/L Normal
Ureum 10-50 mg/dl 27,2 mg/dl Normal 10-50 mg/dl 12,2 mg/dl Normal
Kreatinin 0.6-1.1 mg/dl 0,75 mg/dl Normal 0.6-1.1 mg/dl 1,00 mg/dl Normal
GDS <140 mg/dl 102 mg/dl Normal <140 mg/dl 106 mg Normal
Hemoglobin 12-16 gr/dl 12,7 gr/dl Normal 12-16 gr/dl 12,2 gr/dl Normal
Leukosit 5-11 4,9 ribu/mmk Rendah 5-11 8,7 ribu/mmk Normal
ribu/mmk ribu/mmk
Eosinofil 1-4 % 1% Normal 1-4 % 2% Normal
Basofil 0-1 % 0% Normal 0-1 % 0% Normal
Netrofil Batang 2-5 % 0% Normal 2-5 % 3% Normal
Netrofil Segmen 36-66 % 52 % Normal 36-66 % 40 % Normal
Limfosit 22-40 % 43 % Tinggi 22-40 % 34 % Normal
Monosit 4-8 % 2% Normal 4-8 % 6% Normal
Eritrosit 4.5-5.5 5,27 Normal 4.5-5.5 4,99 % Normal
juta/mmk juta/mmk juta/mmk
Hematokrit 37-50 % 38,6 % Normal 37-50 % 39,7 % Normal
Trombosit 150-450 222 ribu/mmk Normal 150-450 355 ribu/mm Normal
ribu/mmk ribu/mmk
MCV 80-100 FL 88,5 fL Normal 80-100 FL 95 fL Normal
MCH 24-34 pg 29,1 pg Normal 24-34 pg 28 pg Normal
MCHC 32-36 % 32,9 % Normal 32-36 % 33 % Normal

5. Farmakoterapi
Farmakoterapi
Farmakoterapi Fungsi/Kegunaan
Kasus 1
Risperidone 2 mg 1-0-1-0 Untuk menangani gangguan mental dengan gejala psikosis, seperti skizofrenia atau
gangguan bipolar.
Haloperidol 1,5 mg 1-0-1-0 Antipsikotik yang digunakan untuk mengurangi gejala halusinasi pada pasien.
Clozapine 25 mg 1/2-0-1-0 Antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis yang ditandai dengan delusi dan
halusinasi. Clozapine diberikan kepada penderita skizofrenia dan Parkinson yang bekerja
dengan cara menyeimbangkan dan menekan efek dari reaksi kimia yang terjadi di dalam
otak sehingga membantu mengutangi gejala psikosis.
Kasus 2
Trihexphenidyl 2 mg 1/2-0-1/2-0 Untuk mengobati gejala penyakit Parkinson atau gerakan lainnya yang tidak bisa
dikendalikan, yang disebabkan oleh efek samping dari obat psikiatri tertentu (antipsikotik
seperti chlorpromazine/haloperidol).
Haloperidol 1,5 mg 1-0-1-0 Antipsikotik yang digunakan untuk mengurangi gejala halusinasi pada pasien.
Clozapine 25 mg 0-0-1/2-0 Antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis yang ditandai dengan delusi dan
halusinasi. Clozapine diberikan kepada penderita skizofrenia dan Parkinson yang bekerja
dengan cara menyeimbangkan dan menekan efek dari reaksi kimia yang terjadi di dalam
otak sehingga membantu mengutangi gejala psikosis.

6. Analisa Data
Analisa Data kasus 1
No Hari/tanggal Data Etiologi Problem
.
Kasus 1
1. Senin, 22/07/2019 DS: Risiko perilaku
- Klien mengatakan pernah mengamuk saat kekerasan terhadap
dirumah orang lain
- Klien mengatakan merusak barang-barang
yang ada dirumah
DS:
- Kontak mata mudah beralih
- Kurang kooperatif
- Bicara kadang ketus
- Terlihat sering mondar mandir
- Terlihat curiga
2. Senin, 22/07/2019 DS: Deprivasi sensori Konfusi akut
- Klien mengatakan sering mendengar suara
kakeknya di tengah malam, memerintahkan
untuk shalat
- Klien terkadang mendengar bisikan-bisikan
yang mengejek klien
- Bisikan-bisikan muncul sehari 2-4 kali
- Bisikan-bisikan sering muncul di waktu sore
dan tengah malam
DO:
- Klien tampak bingung
- Klien di isolasikan di ruangan tersendiri,
karena sering gaduh di tengah malam
- Klien tampa berbicara sendiri
3. Senin, 22/07/2019 DS: Fungsi kognitif Defisit perawatan
- Klien mengatakan tadi pagi sudah mandi tapi diri: mandi
tidak keramas
- Klien mengatakan jarang sikat gigi
DO:
- Rambut klien terlihat kusam, tidak rapi
- Klien mandi masih di ingatkan perawat
- Gigi gerigi klen kurang bersih, ada karies gigi
Kasus 2
1. Selasa, 23/07/2019 DS: Risiko perilaku
- Klien mengatakan pernah memukul suaminya kekerasan terhadap
- Klien mengatakan pernah merusak barang- orang lain
barang yang ada dirumah
DS:
- Kontak mata mudah beralih
- Kurang kooperatif
- Klien lebih sering diam
- Bicara kadang ketus
2. Selasa, 23/07/2019 DS: Isolasi sosial
- Klien mengatakan ingin segera pulang
- Klien mengatakan males ngobrol denga orang
lain
DO:
- Klien lebih sering terlihat diam dan tiduran di
kamar
- Saat bicara kontak mata mudah beralih, dan
sering nunduk
3. Selasa, 23/07/2019 DS: Defisit perawatan
- Klien mengatakan sudah mandi diri: mandi
- Klien mengatakan males sikat gigi
DO:
- Gigi gerigi kurang bersih
- Mulut/nafas bau

7. Diagnosa Keperawatan Prioritas


Kasus Diagnosis Keperawatan
Kasus Risiko perilaku kekerasan terhadap orang Lain
Konfusi akut
1
Defisit perawatan diri: mandi
Kasus Risiko perilaku kekerasan terhadap orang Lain
Isolasi sosial
2
Defisit perawatan diri: mandi
8. Rencana Intervensi Keperawatan

Rencana Intervensi Keperawatan Kasus 1


No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Risiko perilaku Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 Bantu kontrol marah
kekerasan terhadap di harapkan masalah keperawatan teratasi (4640) 1. Hubungan saling
orang lain dengan kriteria hasil: 1. Bina hubungan saling percaya adalah
Menahan diri dari agresifitas (1401) percaya langkah awal untuk
No Indikator Awal Target 2. Tentukan perilaku melakukan interaksi
. yang tepat dalam 2. Menentukan
1. Mengidentifikasi 2 4 mengekspresikan kesepakatan target
kapan mereka marah kemarahan yang ingin di capai
2. Menahan diri untuk 2 4
3. Dorong penggunaan 3. Mencegah
memaki
3. Menahan diri dari 2 4 kolaborasi untuk terulangnya kejadian
menyerang orang lain memecahkan masalah 4. Memberikan
4. Menggunakan teknik 2 4 4. Berikan umpan balik dukungan kepada
untuk mengendalikan tentang perilaku klien membuat klien
marah untuk membantu merasa di hargai
Ket:
pasien 5. Menentukan
1. Tidak pernah dilakukan
mengidentifikasi kesepakatan target
2. Jarang dilakukan
marah yang akan dicapai
3. Kadang-kadang dilakukan
5. Identifikasi 6. Dapat memotivasi
4. Sering dilakukan
5. Dilakukan secara konsisten konsekuensi dari klien
ekspresi marah yang 7. Klien dapat
tidak tepat melampiaskan
6. Tetapkan harapan emosinya tanpa
bahwa klien dapat mencederai oarang
mengontrol tingkah lain ataupun dirinya
lakunya 8. Meningkatkan
7. Dukung klien untuk Patiens safety
menjalankan strategi
mengontrol marah
8. Kolaborasi:
memberikan obat
antipsikotik dengan
teknik 7 benar
2. Konfusi akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 Manajemen halusinasi
di harapkan masalah keperawatan teratasi (6510) 1. Hubungan saling
dengan kriteria hasil: 1. Bina hubungan saling percaya adalah
Kontrol diri terhadap distorsi pemikiran (1403) percaya langkah awal untuk
No Indikator Awal Target 2. Catat perilaku klien melakukan interaksi
. yang menunjukan 2. Mengetahui tingkat
1. Mengenali halusinasi 2 4 halusinasi halusinasi klien
dan delusi yang 3. Tingkatkan 3. Untuk mengetahui
sedang terjadi komunikasi yang sejauh mana
2. Menahan diri dan 2 5 jelas dan terbuka pemahaman klien
bereaksi terhadap 4. Berikan klien akan penyakitnya
halusinasi dan delusi kesempatan untuk 4. Melatih klien
3. Memandang 2 5
mendiskusikan mengungkapkan
lingkungan secara
halusinasinya perasaanya
adekuat
4. Melaporkan 2 5 5. Dorong klien untuk 5. Merupakan
penurunan halusinasi mengekspresikan penghargaan kepada
atau delusi perasaan secara tepat klien atas usahanya
Ket: 6. Dorong klien untuk untuk
1. Tidak pernah menunjukan memvalidasi mengomunikasikan
2. Jarang menunjukan halusinasi dengan apa yang dirasakan
3. Kadang-kadang menunjukan orang terpercaya 6. Untuk meningkatkan
4. Sering menunjukan 7. Ajarkan mengenai kemampuan klien
5. Selalu konsisten menunjukan cara menangani dalam mengenali
halusinasi halusinasi
8. Kolaborasi 7. Melatih klien untuk
memberika n obat menangani
antipsikotik denga halusinasinya denga
teknik 7 benar teknik yang asertif
8. Meningkatkan
patients safety
3. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 Bantuan perawatan diri:
mandi di harapkan masalah keperawatan teratasi Mandi/Kebersihan
dengan kriteria hasil: (1801) 1.Menyiapkan peralatan
Perawatan diri kebersihan (0305) 1. Sediakan barang kebersihan yang di
No Indikator Awal Target pribadi yang di perlukan klien
. inginkan 2.Kebersihan diri untuk
1. Mempertahankan 2 5 (misalnya,sikat gigi, menjaga kesehatan
kebersihan mulut sabun mandi, sampo) mulut
2. Mengeramas rambut 2 5
2. Fasilitasi klien untuk 3.Agar klien mengerti
3. Menyisir rambut 2 5 menggosok gigi cara mandi yang
dengantepat benar
4. Mempertahankan 2 5 3. Fasilitasi klien untuk 4.Agar klien termotivasi
kebersihan tubuh mandi sendiri dengan melakukan rutinitas
Ket:
tepat mandi/kebersihan
1. Sangat terganggu
4. Motivasi klien untuk sehari-hari secara
2. Banyak terganggu
melakukan rutinitas mandiri
3. Cukup terganggu
menjaga kebersihan 5.Membantu
4. Sedikit terganggu
diri penyelesaian masalah
5. Tidak terganggu
5. Berikan bantuan klien
sampai klien benar
-benar mampu
merawat diri secara
mandiri
Rencana Intervensi Keperawatan Kasus 2
No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Risiko perilaku Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 Bantu kontrol marah
kekerasan terhadap di-harapkan masalah keperawatan teratasi (4640) 1. Hubungan saling
orang lain dengan kriteria hasil: 1. Bina hubungan saling percaya adalah
Menahan diri dari agresifitas (1401) percaya langkah awal untuk
No Indikator Awal Target 2. Tentukan perilaku melakukan interaksi
. yang tepat dalam 2. Menentukan
1. Mengidentifikasi 2 4 mengekspresikan kesepakatan target
kapan mereka marah kemarahan yang ingin di capai
2. Menahan diri untuk 2 4
3. Dorong penggunaan 3. Mencegah
memaki
3. Menahan diri dari 2 4 kolaborasi untuk terulangnya kejadian
menyerang orang lain memecahkan masalah 4. Memberikan
4. Menggunakan teknik 2 4 4. Berikan umpan balik dukungan kepada
untuk mengendalikan tentang perilaku klien membuat klien
marah untuk membantu merasa di hargai
Ket:
pasien 5. Menentukan
1. Tidak pernah dilakukan
mengidentifikasi kesepakatan target
2. Jarang dilakukan
marah yang akan dicapai
3. Kadang-kadang dilakukan
5. Identifikasi 6. Dapat memotivasi
4. Sering dilakukan
konsekuensi dari klien
5. Dilakukan secara konsisten
ekspresi marah yang 7. Klien dapat
tidak tepat melampiaskan
6. Tetapkan harapan emosinya tanpa
bahwa klien dapat mencederai oarang
mengontrol tingkah lain ataupun dirinya
lakunya 8. Meningkatkan
7. Dukung klien untuk Patiens safety
menjalankan strategi
mengontrol marah
8. Kolaborasi:
memberikan obat
antipsikotik dengan
teknik 7 benar
2. Isolasi sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 Peningkatan sosialisasi
di-harapkan masalah keperawatan teratasi (5100) 1. Melatih untuk
dengan kriteria hasil: 1. Anjurkan berinteraksi denga
Keterlibatan sosial (1503) peningkatan orang lain
No Indikator Awal Target keterlibatan dengan 2. Agar klien
. orang lain termotivasi untuk
1. Berinteraksi dengan 2 4 2. Tingkatkan hubungan mau berhubungan
teman dekat (interaksi) dengan dengan orang lain
2. Berinteraksi dengan 2 4
orang lain yang 3. Agar klien
teman anggota yang
lain mempunyai minat mempunyai banyak
3. Berpartisipasi dalam 2 4 dan tujuan yang sama teman
aktivitas yang 3. Anjurkan kegiatan 4. Meningkatkan
terorganisir sosial kemampuan dalam
Ket:
4. Lakukan berkomunikasi
1. Tidak pernah menunjukan
keterampilan dalam 5. Dengan perencanaan
2. Jarang menunjukan
berkomunikasi kegiatan
3. Kadang-kadang menunjukan
5. Fasilitasi partisipasi meminimalkan rasa
4. Sering menunjukan
klien dan kesepian klien
5. Selalu konsisten menunjukan
perencanaan kegiatan
dimasa depan
3. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 Bantuan perawatan diri:
mandi di harapkan masalah keperawatan teratasi Mandi/Kebersihan
dengan kriteria hasil: (1801) 1. Menyiapkan peralatan
Perawatan diri kebersihan (0305) 1. Sediakan barang kebersihan yang
No Indikator Awal Target pribadi yang di diperlukan klien
. inginkan 2. Kebersihan diri untuk
1. Mempertahankan 2 5 (misalnya,sikat gigi, menjaga kesehatan
kebersihan mulut sabun mandi, sampo) mulut
2. Mengeramas rambut 2 5
2. Fasilitasi klien untuk 3. Agar klien mengerti
3. Menyisir rambut 2 5 menggosok gigi cara mandi yang
dengan tepat benar
4. Mempertahankan 2 5 3. Fasilitasi klien untuk 4. Agar klien termotivasi
kebersihan tubuh mandi sendiri dengan melakukan rutinitas
Ket: tepat mandi/kebersihan
1. Sangat terganggu 4. Motivasi klien untuk sehari-hari secara
2. Banyak terganggu melakukan rutinitas mandiri
3. Cukup terganggu menjaga kebersihan 5. Membantu
4. Sedikit terganggu diri penyelesaian masalah
5. Tidak terganggu 5. Berikan bantuan klien
sampai klien benar
-benar mampu
merawat diri secara
mandiri

9. Implementasi

Implementasi Kasus 1
Diagnosa keperawatan Implementasi
Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
Risiko perilaku Pukul 09.50 WIB Pukul 09.40 WIB Pukul 09.50 WIB Pukul 09.30 WIB
kekerasan terhadap
orang lain 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan
saling percaya saling percaya saling percaya saling percaya
2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan
dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu
3. Memberikan umpan 3. Mengeksplor 3. Mengevaluasi 3. Mengevaluasi
balik tentang perasaan klien saat kemapuan klien kemapuan klien
perilaku untuk perilaku marah mengontrol dalam menerapkan
membantu pasien muncul marahnya dengan teknik rileksasi
mengidentifikasi 4. Mengajarkan klien cara fisik yang yang sudah
marah menjalankan strategi sudah diajarkan diajarkan (nafas
4. Mengidentifikasi mengontrol marah (nafas dalam, dalam, memukul
konsekuensi dari dengan cara fisik ke memukul bantal/kasur dan
ekspresi marah yang dua: pukul bantal bantal/kasur) cara asertif)
tidak tepat 5. Memberikan 4. Menentukan 4. Mengajarkan klien
5. Menetapkan harapan reinforcement perilalku yang tepat menjalankan
bahwa klien dapat positif dalam strategi mengontrol
mengontrol tingkah mengekspresikan marah dengan cara
lakunya Pukul 10.30 WIB marah dengan cara spiritual
6. Mengajarkan klien asertif
menjalankan strategi 6. Monitoring dan Pukul 11.00 WIB
mengontrol marah bantu pemenuhan Pukul 11.00 WIB
dengan cara fisik kebutuhan klien 5. Monitoring kondisi
pertama: tarik napas 5. Monitoring kondisi klien dan bantu
dalam Perawat klien dan bantu pemenuhan
pemenuhan kebutuhan klien
Pukul 10.30 WIB Ahmad Riyatno kebutuhan klien
6. Tetapkan harapan Perawat
7. Monitoring keadaan bahwa klien dapat
umum dan perilaku mengontrol Ahmad Riyatno
klien perilakunya

Perawat Perawat

Ahmad Riyatno Ahmad Riyatno


Konfusi akut Pukul 10.00 WIB Pukul 09.50 WIB Pukul 11.30 WIB Pukul 11.00 WIB

1. Membina hubungan 1. Mendiskusikan 1. Mendorong klien 1. Mendorong klien


saling percaya bersama klien untuk mengeksplor untuk mengeksplor
2. Monitoring dan catat mengenai isi, dan dan
perilaku klien yang frekuensi dan mengekspresikan mengekspresikan
menunjukan perasaan klien perasaan secara perasaan secara
halusinasi tentang tepat tepat
halusinasinya 2. Mengevaluasi 2. Mengevaluasi
Pukul 11.00 WIB 2. Meningkatkan kemampuan klien kemampuan klien
komunkasi yang menangani menangani
3. Meningkatkan jelas dan terbuka, halusinasi dengan halusinasi dengan
komunikasi yang mengkaji tingkat cara menghardik cara menghardik,
jelas dan terbuka pengetahuan klien 3. Mengajarkan cara berbincang-bincang
4. Memberikan tentang halusinasi menangani dengan orang lain
kesempatan klien 3. Mengajarkan cara halusinasi dengan 3. Mengajarkan cara
untuk mendiskusikan menangani bercakap-cakap menangi halusinasi
halusinasinya halusinasi dengan dengan orang lain dengan melakukan
5. Membantu klien menghardik kegiatan harian
memvalidasi 4. Memberikan klien (menyapu,
halusinasinya reinforcement bersih-bersih tempat
positif Perawat tidur) setiap pagi
Perawat dan sore.
Perawat Ahmad Riyatno Perawat
Ahmad Riyatno
Ahmad Riyatno Ahmad Riyatno
ii.
Defisit perawatan diri: Pukul 08.20.00 WIB Pukul 08.10 WIB Pukul 09.00 WIB Pukul 10.00 WIB
mandi
1. Membantu klien 1. Menyediakan sikat 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
mengidentifikasi gigi yang baru yang jadwal harian jadwal harian
masalah perwatan di inginkan klien. perawatan diri perawatan diri klien
diri mandi 2. Memfasilitasi klien klien 2. Memberikan
2. Memfasilitasi dan untuk menggosok 2. Memotivasi klien bantuan sampai
motivasi klien gigi dengan untuk menjaga klien benar -benar
dengan menjelaskan ngajarkan sikat gigi kebersihan diri mampu merawat
pentingnya yang benar dengan diri secara mandiri
kebersihan diri 3. Memotong kuku mengikutsertakan 3. Memberikan
mandi dengan klien klien kedalam reinforcement
keramas 4. Memberikan kegiatan TAK positif
3. Memfasilitasi dan reinforcement dengan tema
motivasi klien positif perawatan diri:.
dengan menjelaskan 5. Memasukan ke - Cara mandi dan Perawat
pentingnya gosok dalam jadwal harian keramas
gigi dengan benar - Cara berdandan Ahmad Riyatno
4. Melatih cara keramas Perawat - Cara eliminasi
yang benar (BAK/BAB)
5. Memasukan ke Ahmad Riyatno yang benar
dalam jadwal harian
Perawat
Perawat
Ahmad Riyatno
Ahmad Riyatno

Implementasi Kasus 2
Diagnosa Implementasi
Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
keperawatan
Risiko perilaku Pukul 09.30 WIB Pukul 09.30 WIB Pukul 10.00 WIB Pukul 10.20 WIB
kekerasan terhadap
orang lain 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan
saling percaya saling percaya saling percaya saling percaya
2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan
dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu dan kontrak waktu
3. Memerikan umpan 3. Mengeksplor 3. Mengevaluasi 3. Mengevaluasi
balik tentang perasaan klien saat kemapuan klien kemapuan klien
perilaku untuk perilaku marah mengontrol dalam menerapkan
membantu pasien muncul marahnya dengan teknik rileksasi yang
mengidentifikasi 4. Mengajarkan klien cara fisik yang sudah diajarkan
marah menjalankan strategi sudah diajarkan (nafas dalam,
4. Mengidentifikasi mengontrol marah (nafas dalam, memukul
konsekuensi dari dengan cara tarik memukul bantal/kasur dan
ekspresi marah napas dalam dan bantal/kasur) cara asertif)
yang tidak tepat pukul bantal 4. Menentukan 4. Mengajarkan klien
5. Menetapkan 5. Memberikan perilalku yang tepat menjalankan strategi
harapan bahwa reinforcement positif dalam mengontrol marah
klien dapat mengekspresikan dengan cara spiritual
mengontrol tingkah Pukul 11.30 WIB marah dengan cara
lakunya asertif
6. Mengajarkan klien 6. Monitoring dan Pukul 11.00 WIB
menjalankan bantu pemenuhan
strategi mengontrol kebutuhan klien Pukul 11.00 WIB 5. Monitoring kondisi
marah dengan cara klien dan bantu
fisik pertama: tarik 5. Monitoring kondisi pemenuhan
napas dalam Perawat klien dan bantu kebutuhan klien
pemenuhan
Pukul 10.00 WIB Ahmad Riyatno kebutuhan klien Perawat
6. Tetapkan harapan
7. Monitoring keadaan bahwa klien dapat Ahmad Riyatno
umum dan perilaku mengontrol
klien perilakunya

Perawat Perawat

Ahmad Riyatno Ahmad Riyatno


Isolasi sosial Pukul 09.30 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.00 WIB Pukul 09.30 WIB

1. Membina hubungan 1. Mengikutsertakan 1. Membina hubungan 1. Membina hubungan


saling percaya klien kedalam saling percaya saling percaya
2. Menjelaskan tujuan kegiatan sosial terapi 2. Menjelaskan tujuan 2. Menjelaskan tujuan
dan kontrak waktu aktivitas kelompok dan kontrak waktu dan kontrak waktu
3. Mendiskusikan (TAK) dengan tema 3. Mengevaluasi 3. Mengevaluasi
dengan klien perawatan diri jadwal kegiatan jadwal kegiatan
tentang kondisinya 2. Melatih harian klien harian klien
saat ini, penyebab keterampilan 4. Memberikan 4. Memberikan
isolasi sosial klien berkomunikasi kesempatan kepada kesempatan kepada
4. Mendiskusikan dengan klien mempraktekan klien mempraktekan
dengan klien memperkenalkan diri cara berkenalan cara berkenalan
tentang keuntungan dalam kelompok dengan satu orang dengan dua orang.
jika berinteraksi (teman satu kamar). 5. Memberikan
dengan orang lain Perawat 5. Memberikan reinforcement
5. Mendiskusikan reinforcement positif
dengan klien Ahmad Riyatno positif
tentang kerugian Perawat
jika tidak Perawat
berinteraksi dengan Ahmad Riyatno
orang lain Ahmad Riyatno
6. Mengajarkan klien
berkenalan denga
satu orang
7. Mamasukan
kegiatan
berbincang-bincang
sebagai salah satu
kegiatan harian
8. Memberikan
reinforcement
positif
Perawat

Ahmad Riyatno
Defisit perawatan diri Pukul 08.30 WIB Pukul 08.30 WIB Pukul 08.00 WIB Pukul 08.00 WIB
mandi
1. Membantu klien 1. Mengevaluasi jadwal 1. Mengevaluasi 1. Mengevaluasi
mengidentifikasi harian perawatan diri jadwal harian jadwal harian
masalah perawatan klien perawatan diri klien perawatan diri klien
diri mandi 2. Memotivasi klien 2. Mendemonstrasikan 2. Memberikan
2. Memfasilitasi dan untuk menjaga cara gosok gigi yang bantuan sampai
motivasi klien kebersihan diri benar klien benar -benar
dengan menjelaskan dengan 3. Memberikan mampu merawat
pentingnya mengikutsertakan reinforcement diri secara mandiri
kebersihan diri klien kedalam positif 3. Memberikan
mandi dengan kegiatan TAK reinforcement
keramas dengan tema Perawat positif
3. Memfasilitasi dan perawatan diri:.
motivasi klien - Cara mandi dan Ahmad Riyatno
dengan menjelaskan keramas Perawat
pentingnya gosok - Cara berdandan
gigi dengan benar - Cara eliminasi Ahmad Riyatno
4. Melatih cara (BAK/BAB) yang
keramas yang benar benar
5. Memasukan ke
dalam jadwal harian Perawat
Perawat
Ahmad Riyatno
Ahmad Riyatno

10. Evaluasi
Evaluasi Kasus 1
Diagnosa Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
Keperawatan
Risiko perilaku Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
kekerasan terhadap Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB
orang lain S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
rasanya lebih tenang bisa melakukan jika marah tidak sering membaca
setelah melakukan teknik relaksasi nafas boleh dipendam tapi istighfar jika ada rasa
teknik relaksasi dalam yang sudah bisa disampaikan marah
nafas dalam diajarkan dan masih dengan baik - Pasien mengatakan
- Pasien mengatakan ingat - Pasien mengatakan putus minum obat
pernah - Pasien mencontohkan mencegah perilaku karena lupa
mempraktekkan dengan mengatakan kekerasan bisa
teknik relaksasi “tolong ambilkan dengan teknik O:
nafas dalam gelas itu” dan relaksasi nafas - Pasien dapat
menolak dengan dalam, bermain membaca istighfar
O: “maaf saya belum badminton dan dan mencontohkan
- Pasien dapat shalat saya mau meminta serta gerakan wudhu
melakukan teknik shalat dulu” menolak dengan - Pasien dapat
relaksasi nafas dalam baik menyebutkan warna
setelah diajarkan O: obat, waktu minum
- Pasien cukup O: obat, nama obat dan
A: kooperatif - Pasien dapat dosis obat
- Risiko perilaku - Pasien dapat mencontohkan
kekerasan terhadap mengulangi teknik gerakan wudhu A:
orang lain teratasi relaksasi nafas dalam - Pasien dapat - Risiko perilaku
sebagian, dengan - Pasien dapat mencontohkan kekerasan terhadap
indikator hasil yang mencontohkan meminta dan orang lain teratasi
tercapai yaitu meminta dan menolak dengan dengan semua
menggunakan menolak dengan baik baik imdikator hasil
aktivitas fisik untuk sudah tercapai
mengurangi rasa A: A:
marah yang tertahan - Risiko perilaku - Risiko perilaku P:
Dengan teknik kekerasan terhadap kekerasan terhadap - Hentikan intervensi
relaksasi nafas dalam orang lain teratasi orang lain teratasi
sebagian dengan sebagian dengan Perawat
P: indikator yang indikator hasil yang
- Mendukung pasien tercapai yaitu tercapai yaitu Ahmad Riyatno
untuk membagi perasaan menggunakan
mengimplementasika marah dengan orang strategi untuk
n strategi mengontrol lain mengendalikan
kemarahan dengan amarah
cara fisik ke dua: P:
memukul - Mendukung pasien P:
bantalmenggunakan untuk - Mengevaluasi cara
ekspresi kemarahan mengimplementasika meminta dan
yang tepat n strategi mengontrol menolak dengan
(sosial/verbal) kemarahan dengan baik
cara fisik: tarik - Membantu pasien
Perawat napas dalam dan terkait dengan
memukul bantal strategi perencanaan
Ahmad Riyatno - Menggunakan untuk mencegah
ekspresi kemarahan ekspresi kemarahan
yang asertif yang tidak tepat
(sosial/verbal) dengan spiritual:
berdzikir, berwudhu,
Perawat shalat.

Ahmad Riyatno Perawat

Ahmad Riyatno
Konfusi akut Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB
S: S: S: S:
- Klien - Klen masih - Klien mengatakan - Klen mengatakan
mendengarkan sudah tidak mendengarkan
bisikan yang tidak mempraktikkan bisikan
mengatakan jelas cara menghardik - Klien mengatakan
mendengar suara - Klien mengatakan halusinasi akan melakukan
tidak jelas asalnya mendengar suara si - Klien mengatakan cara menangani
- Klien mengatakan mbahnya yang senang bercakap- halusinasi yang
jika mendengar sudah meninggal cakap dengan telah di ajarkan
kurang lebih 2 kali membangunkan perawat. (menghardik,
sehari shalat ditengah - Klien mengatakan bercakap-cakap
malam akan menangani dengan teman,
- Klien mengatakan halusinasi dengan melakukan kegiatan
O: akan melakukan bercakap-cakap harian yang sudah
- Klien tampak cara menangani sama teman yang terjadwal)
gelisah dan halusinasi dengan lain O:
kooperatif menghardik. O: - Klien tampak tenang
- Klien tampak O: - Klien tampak dan kooperatif
mengerti penjelasan - Klien tampak tenang kooperatif - Klien mampu
tentang halusinasi dan kooperatif - Kontak mata mudah mengikuti kegiatan
- Mulut klien tampak - Klien mampu beralih yang di ajarkan
seperti berbicara mengikuti kegiatan - Klien mampu A:
sendiri yang di ajarkan mengulangi - Masalah konfusi
A: - Klien terlihat sering penjelasan yang di akut teratasi
- Masalah konfusi mondar mandir ajarkan perawat sebagian, klien
akut belum teratasi A: A: mampu melakukan
- P: - Masalah konfusi - Masalah konfusi cara menghardik
- Tingkatkan akut teratasi akut teratasi halusinasi dan
komunikasi yang sebagian, klien sebagian, klien bercakap-cakap
jelas dan terbuka mampu melakukan mampu melakukan dengan orang lain,
- Ajarkan cara cara menghardik cara menghardik melakukan
menangani halusinasi halusinasi dan kegiatan harian
halusinasi dengan P: bercakap-cakap P:
menghardik. - Evaluasi dengan orang lain - Evaluasi
kemampuan klien P: keberhasilan cara
Perawat menangani - Evaluasi menangani
halusinasi dengan keberhasilan cara halusinasi dengan
Ahmad Riyatno cara menghardik. menangani menghardik,
- Dorong klien halusinasi dengan bercakap-cakap
mengekspresikan menghardik, dengan temannya
perasaan secara bercakap-cakap yang lain.
tepat. dengan temannya - Ajarkan cara
- Ajarkan cara yang lain. menangani
menangani - Ajarkan cara halusinasi dengan
halusinasi dengan menangani melakukan
bercakap-cakap halusinasi dengan kesibukan dengan
dengan orang lain. melakukan menyapu, bersih-
kesibukan dengan bersih tempat
menyapu, bersih- tidur)
Perawat bersih tempat - Lanjutkan
tidur) pemberian obat
Ahmad Riyatno - Lanjutkan yang sudah
pemberian obat diprogram
yang sudah
Perawat
Perawat
Ahmad Riyatno
Ahmad Riyatno
Defisit perawatan diri: Senin, 22-07-2019 Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019
mandi Pukul 08.45 WIB Pukul 08.50 WIB Pukul 09.45 WIB Pukul 08.40 WIB
S: S: S: S:
- Klien menjawab - Klien mengatakan - Klien mengatakan - Klien mengatakan
‘‘jika klien bersih, tadi pagi sudah pagi tadi sudah pagi tadi sudah
badanya tidak bau’’ mandi dan keramas mandi dan gosok mandi keramas dan
saat deberikan - Klien mengatakan gigi gosok gigi
penjelasan tentang senang mendapatkan - Klien mengatakan O:
kebersihan diri sikat gigi baru senang ikut kegiatan - Klien kooperatif
- Klien menyebutkan - Klien mengatakan terapi aktivitas - Klien tampak lebih
alat-alat untuk akan keramas 2-3 kelompok (TAK) bersih
mandi: cibuk, ember, hari sekali dan sikat O: - Jadwal harian klien
sabun, sampo, sikat sikat gigi di waktu - Klien kooperatif terisi melakukan
gigi, odol pagi dan malam - Klien mampu mandi dan gosok
- Klien mengatakan O: melakukan kegiatan gigi secara mandiri
minta dibelikan sikat - Klien kooperatif yang di latih dalam -
gigi yang baru - Klien mampu TAK: cara keramas A:
O: melakukan kegiatan saat mandi, gosok - Defisit perawatan
- Klien kooperatif yang di latih: cara gigi, eliminasi dan diri teratasi
- Klien mampu keramas saat mandi berdandan. P:
melakukan kegiatan dan sikat gigi yang - Jadwal harian klien - Intervensi
yang di latih: cara benar terisi melakukan dihentikan
keramas saat mandi - A: mandi dan keramas
A: - Defisit perawatan secara mandiri Perawat
- Defisit perawatan diri mandi teratasi A:
mandi belum teratasi sebagian, klien - Defisit perawatan Ahmad Riyatno
P: mampu melakukan mandi teratasi
- Evaluasi latihan yang keramas sebagian, klien
diberikan (mandi dan P: mampu melakukan
keramas) pada jadwal - Evaluasi latihan yang keramas dan gosok
kegiatan harian diberikan (keramas gigi
- Fasilitasi klien untuk dan gosok gigi) pada P:
menggosok gigi jadwal kegiatan - Evaluasi latihan
dengan ngajarkan harian. yang diberikan
sikat gigi yang benar - Motivasi klien untuk (keramas saat mandi
menjaga kebersihan dan gosok gigi) pada
Perawat diri dengan jadwal kegiatan
mengikutsertakan harian.
Ahmad Riyatno klien kedalam - Berikan bantuan
kegiatan TAK sampai klien benar-
dengan tema benar mampu
perawatan diri. merawat diri secara
mandiri
Perawat Perawat

Ahmad Riyatno Ahmad Riyatno

Evaluasi Kasus 2
Diagnosa Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
Keperawatan
Risiko perilaku Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
kekerasan terhadap Pukul 12.00 WIB Pukul 12.00 WIB Pukul 11.30 WIB Pukul 13.00 WIB
orang lain S: S: S: S:
- Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan - Pasien mengatakan
rasanya lebih tenang bisa melakukan jika marah tidak sering membaca
setelah melakukan teknik relaksasi boleh dipendam tapi istighfar jika ada rasa
teknik relaksasi nafas dalam yang bisa disampaikan marah
nafas dalam sudah diajarkan dan dengan baik - Pasien mengatakan
- Pasien mengatakan masih ingat - Pasien mengatakan putus minum obat
pernah - Pasien mencegah perilaku karena lupa
mempraktekkan mencontohkan kekerasan bisa
teknik relaksasi dengan mengatakan dengan teknik O:
nafas dalam “tolong ambilkan relaksasi nafas - Pasien dapat
gelas itu” dan dalam, bermain membaca istighfar
O: menolak dengan badminton dan dan mencontohkan
- Pasien cukup “maaf saya belum meminta serta gerakan wudhu
kooperatif salat saya mau salat menolak dengan - Pasien dapat
- Pasien dapat dulu” baik menyebutkan warna
melakukan teknik obat, waktu minum
relaksasi nafas O: O: obat, nama obat dan
dalam setelah - Pasien cukup - Pasien dapat dosis obat
diajarkan kooperatif mencontohkan
- Pasien dapat gerakan wudhu A:
A: mengulangi teknik - Pasien dapat - Risiko perilaku
- Risiko perilaku relaksasi nafas dalam mencontohkan kekerasan terhadap
kekerasan terhadap - Pasien dapat meminta dan orang lain teratasi
orang lain teratasi mencontohkan menolak dengan dengan semua
sebagian, dengan meminta dan baik imdikator hasil sudah
indikator hasil yang menolak dengan baik tercapai
tercapai yaitu A:
menggunakan A: - Risiko perilaku P:
aktivitas fisik untuk - Risiko perilaku kekerasan terhadap - Hentikan intervensi
mengurangi rasa kekerasan terhadap orang lain teratasi
marah yang tertahan orang lain teratasi sebagian dengan Perawat
Dengan teknik sebagian dengan indikator hasil yang
relaksasi nafas indikator yang tercapai yaitu Ahmad Riyatno
dalam tercapai yaitu menggunakan
membagi perasaan strategi untuk
P: marah dengan orang mengendalikan
- Mendukung pasien lain amarah
untuk
mengimplementasik P: P:
an strategi - Mendukung pasien - Mengevaluasi cara
mengontrol untuk meminta dan
kemarahan dengan mengimplementasik menolak dengan
cara fisik ke dua: an strategi baik
memukul mengontrol - Membantu pasien
bantalmenggunakan kemarahan dengan terkait dengan
ekspresi kemarahan cara fisik: tarik strategi perencanaan
yang tepat napas dalam dan untuk mencegah
(sosial/verbal) memukul bantal ekspresi kemarahan
- Menggunakan yang tidak tepat
Perawat ekspresi kemarahan dengan spiritual:
yang asertif berdzikir, berwudhu,
Ahmad Riyatno (sosial/verbal) shalat.

Perawat Perawat

Ahmad Riyatno Ahmad Riyatno


Isolasi sosial Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
Pukul 12.00 WIB Pukul 09.30 WIB Pukul 11.30 WIB Pukul 13.00 WIB
S: S: S: S:
- Klien mengatakan - Klien menyebutkan - Klien mengatakan - Klien mengatakan
males ngobrol namanya “ Ny.S, senang bisa masih males
dengan orang lain asalnya dari berkenalan dengan berinteraksi dengan
- Klien menyebutkan moyudan, hobi teman satu kamarnya banyak orang
jika mau ngobrol makan, anaknya 2” O: - Klien mengatakan
dengan orang lain saat memperkenalkan - Klien cukup masih pingin tidur
maka punya banyak diri di kegiatan TAK kooperatif, tampak O:
teman O: mengikuti arahan - Klien cukup
- Klien menyebutkan - Klien cukup perawat kooperatif, tampak
kerugian tidak mau kooperatif, tampak - Klien tampak mengikuti arahan
ngobrol dengan mengikuti kegiatan canggung saat perawat
orang lain maka tidak dan permaianan yang berkenalan - Klien hanya mau
punya teman diadakan dalam - Kegiatan berbincang- berkenalan dengan
O: TAK. bincang pada jadwal satu orang
- Klien tampak - Klien tampak lebih kegiatan harian - Kegiatan berbincang-
mengurung diri di rileks dan tidak belum terisi bincang pada jadwal
kamar murung A: kegiatan harian
- Klien mampu A: - Isolasi sosial teratasi belum terisi
berkenalan dengan - Isolasi sosial belum sebagian: klien A:
perawat teratasi mampu berkenalan - Isolasi sosial teratasi
- Kontak mata mudah P: dengan satu orang sebagian: klien
beralih - Evaluasi degiatan P: mampu berkenalan
- Klien terlihat berbincang-bincang - Evaluasi kegiatan dengan satu orang
kebingungan, bicara pada jadwal kegiatan berbincang-bincang P:
pelan terkadang agak hariian pada jadwal kegiatan - Lanjutkan intervensi
ketus - Ajarkan klien harian klien - Evaluasi kegiatan
A: berkenalan dengan - Tingkatkan interaksi berbincang-bincang
- Isolasi sosial belum orang lain (teman klien ke orang lain pada jadwal kegiatan
teratasi satu kamar) dengan mengajarkan harian klien
P: berkenalan dengan - Tingkatkan interaksi
- Evaluasi degiatan Perawat dua orang atau lebih. klien ke orang lain
berbincang-bincang dengan mengajarkan
pada jadwal kegiatan Ahmad Riyatno Perawat berkenalan dengan
harian dua orang atau lebih.
- Ikutsertakan klien Ahmad Riyatno
kedalam kegiatan Perawat
sosial terapi aktivitas
kelompok (TAK) Ahmad Riyatno
dengan tema
perawatan diri.
Perawat

Ahmad Riyatno
Defisit perawatan diri: Selasa, 23-07-2019 Rabu, 24-07-2019 Kamis, 25-07-2019 Jum’at, 26-07-2019
mandi Pukul 08.30 WIB Pukul 09.30 WIB Pukul 08.30 WIB Pukul 08.30 WIB
S: S: S: S:
- Klien mengatakan - Klien mengatakan - Klien mengatakan - Klien mengatakan
males mandi karena pagi tadi sudah tadi pagi sudah pagi tadi sudah
airnya dingin mandi tapi tidak mandi, keramas dan mandi.
- Klien menyebutkan keramas gosok gigi - Klien mengatakan
alat-alat untuk - Klien mengatakan O: akan keramas 3 hari
mandi yang sudah belum sikat gigi - Klien cukup sekali dan gosok gigi
ada: cibuk, ember, - Klien mengatakan kooperatif setiap pagi dan
sabun, sampo, sikat senang ikut kegiatan - Jadwal harian klien malam
gigi, odol terapi aktivitas terisi melakukan O:
O: kelompok (TAK) mandi dan keramas - Klien kooperatif
- Klien kurang O: secara mandiri - Klien tampak lebih
kooperatif - Klien kooperatif A: bersih
- Kontak mata sering - Klien mengikuti - Defisit perawatan - Gigi gerigi klien
beralih kegiatan TAK cukup mandi teratasi terlihat lebih bersih
- Klien mampu aktif: berlatih cara sebagian: klien - Jadwal harian klien
melakukan kegiatan keramas saat mandi, mampu melakukan terisi melakukan
yang di latih dengan sikat gigi, eliminasi keramas dan gosok mandi dan gosok
arahan: cara mandi dan berdandan. gigi gigi secara mandiri
dan keramas - Jadwal harian klien P:
A: tidak terisi - Evaluasi latihan A:
- Defisit perawatan melakukan mandi yang diberikan - Defisit perawatan
diri mandi belum pagi (keramas saat mandi diri teratasi
teratasi A: dan gosok gigi) pada P:
P: - Defisit perawatan jadwal kegiatan - Intervensi dihentikan
- Evaluasi latihan mandi belum harian.
yang diberikan teratasi: klien belum - Berikan bantuan Perawat
(mandi dan keramas) melakukan keramas sampai klien benar-
pada jadwal kegiatan dan gosok gigi benar mampu Ahmad Riyatno
harian P: merawat diri secara
- Motivasi klien untuk - Evaluasi latihan mandiri
menjaga kebersihan yang diberikan
diri dengan (mandi dan keramas) Perawat
mengikutsertakan pada jadwal kegiatan
klien dalam kegiatan harian Ahmad Riyatno
TAK dengan tema - Fasilitasi klien untuk
perawatan diri. menggosok gigi
Perawat dengan ngajarkan
sikat gigi yang benar
Ahmad Riyatno - Berikan bantuan
sampai klien benar-
benar mampu
merawat diri secara
mandiri
Perawat

Ahmad Riyatno
B. Data Senjang pada Kasus
Data senjang pada kasus

Variabel Kasus 1 Kasus 2


Nama Ny. T Ny. S
Usia 56 tahun 40 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan
Pendidikan SD SLTA
Pekerjaan Petani Tidak bekerja
Alasan masuk Klien di bawa anaknya kerumah sakit jiwa sering marah-marah dan mengancam suami,
karena sering melamun, tidak mau memukuli suami , cemburu dengan setiap
berkomunikasi, marah-marah, dan wanita yang ngobrol dengan suami
mengancam memukul orang lain
Diagnosa medis Axis 1 : F.20.3 (skizofrenia tak terinci) Axis 1 : F.20.3 (skizofrenia tak terinci)
dd F.20.4 Axis 2 : Belum ada diagnosa
Axis 2 : Tertutup Axis 3 : Belum ada diagnosa
Axis 3 : Tidak ada diagnosa Axis 4 : Masalah keluarga
Axis 4 : Masalah Keluarga Axis 5 : GAF 50-41
Axis 5 : GAF 41-30
Riwayat kesehatan
sekarang
IGD Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
- Sikap bernusuhan - Amuk, marah,
- Amuk/agresif, - Pasien bingung mondar mandir
- Marah - Mengancam memukul suami
- Sorot mata tajam
- Bicara kasar, ketus, keras Obat yang diberikan:
- Mengancam akan memukul orang lain - Trihexyphenidyl 2 mg
- Clozapine 25 mg
Obat yang diberikan: - Haloperidol 1,5 mg
- Risperidone 2 mg
- Clozapine 25 mg Diagnosa Keperawatan:
- Haloperidol 1,5 mg - Perilaku kekerasan

Diagnosa Keperawatan:
- Perilaku kekerasan
Arimbi Tanda dan gejala Tanda dan gejala:
- Komunikasi kurang - Riwayat perilaku kekerasan
- Cukup kooperatif - Gelisah dan bingung
- tanda-tanda perilaku kekerasan minimal - Berbicara ketus
- ADL bisa diarahka
- Bicara sendiri Obat yang diberikan:
- Trihexyphenidyl 2 mg
Obat yang diberikan: - Clozapine 25 mg
- Risperidone 2 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Clozapine 25 mg - Fluoxetne 20 mg
- Haloperidol 1,5 mg - Diazepam 10 mg k/p
- Diazepam amp 10 mg k/p - Lodomer 5 mg k/p
Diagnosa Keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Diagnosa Keperawatan:
pendengaran Perilaku kekerasan
Wisma Rawat Inap Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
(Wisma Drupadi) - ADL bisa diarahkan - Riwayat perilaku kekerasan
- Klien terlihat bingung - Tampak masih bingung
- Bilang ketus - Mondar mandir
- Sering melamun dan curiga.
Obat yang diberikan:
Obat yang diberikan: - Trihexyphenidyl 2 mg
- Risperidone 2 mg - Clozapine 25 mg
- Clozapine 25 mg - Haloperidol 1,5 mg
- Haloperidol 1,5 mg
Diagnosa Keperawatan: Diagnosa keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan, Halusinasi: Risiko Perilaku kekerasan
pendengaran
Saat Pengkajian Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
- Klien mengatakan dirumah marah-marah - Memilliki riwayat marah-marah dan
- Riwayat perilaku kekerasan memukul merusak barang-barang
orang lain - Riwayat perilaku kekerasan memukul
- Klien cukup kooperatif suami
- Klien terkadang menjawab dengan ketus - Berbicara ketus
- Klien mengatakan dibawa ke RSJ oleh - Klien mengatakan dirumah jarang
anaknya sempat marah-marah tapi bersosialisasi
akhirnya nurut saja - Klien lebih suka diam dan tidur di kamar
- Klien mengatakan mendengar suara si - Kuku kotor
mbahnya yang sudah meninggal - Gigi kurang bersih
memerintah untuk shalat. - Pasien mengatakan tadi pagi tidak gosok
- Klien sering mondar mandir dan triak-triak gigi
di tengah malam
- Klien tampak gelisah Obat yang diberikan:
- Klien mengatakan ingin segera pulang ke - Trihexyphenidyl 2 mg
rumah - Clozapine 25 mg
- Klien tampak kurang bersih, rambut klien - Haloperidol 1,5 mg
tampak kusam Diagnosa Keperawatan:
- Klien mengatakan jarang sikat gigi dan Risiko perilaku kekerasan terhadap orang
mandi malas bersampo lain, Isolasi sosial, Defisit perawatan diri

Obat yang diberikan:


- Risperidone 2 mg
- Clozapine 25 mg
- Haloperidol 1,5 mg
Diagnosa Keperawatan:
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain,
Konfusi akut, Defisit perawatan diri: mandi
(keramas, sikat gigi)
Faktor predisposisi
Neurobiologis - Klien pertama kali mengalami gangguan - Klien pertamakali mengalami gangguan
jiwa tahun 2004 jiwa tahun 2016
- Klien memiliki riwayat masuk rumah sakit - Klien pernah dirawat di RSJ sebanyak 2
jiwa sebanyak 4 kali, terakhir menjalani kali, tahun 2016 dan 2017
rawat inap tahun 2013. - Putus obat sudah 2 bulan
- Putus obat selama 5 tahun (2014-2019) - Tidak ada trauma fisik
- Tidak mempunyai riwayat keluarga yang - Tidak ada penyakit fisik
gangguan jiwa - Klien mempunyai riwayat keluarga yang
- Tidak ada trauma fisik mengalami gangguan jiwa (kaka kandung)
- Tidak ada penyakit fisik

Psikologis - Kemampuan klien berkomunikasi cukup - Klien memiliki kepribadian tertutup,


lancar pendiam
- Pernah mengalami kesedihan ditinggal - Klien mengalami kesedihan karena kaka
suaminya meninggal tahun 2004 kandungnya mengalami gangguan jiwa
- Diberhentikan dari pekerjaan sebagai
karyawan rumah makan sejak 4 bulan lalu
Sosiokultural - Klien seorang janda - Klien berusia 40 tahun
- Pendidikan terakhir SD - Pendidikan terakhir SLTA
- Klien memiliki 2 orang anak yang sudah - Klien memiliki 3 orang anak
berkeluarga dan tinggal terpisah dari klien. - Pekerjaan: klien tidak bekerja,
- Sebelum sakit klien tinggal sendirian di keseharianya hanya dirumah sebagai ibu
asrama sebagai karyawan rumah makan rumah tangga
- Klien pernah bekerja di rumah makan, 4 - Klien merupakan anak ke 3 dari 3
bulan lalu sudah diberhentikan. bersaudara
- Klien suka ikut pengajian - Klien tinggal dengan suami dan ke 3
anaknya.
- Klien tidak bekerja, di rumah jarang
melakukan kegiatan sosial di masyarakat
Faktor presipitasi
Nature Biologis: Biologis:
Putus obat Putus obat

Psikologi: Psikologi:
Klien merasa sedih, merasa tidak diperhatikan Merasa sedih
karena anaknya pindah tempat kerja dan Sosial budaya:
tempat tinggal yang semakin jauh dari asrama Kaka kandung mengalami gangguan jiwa
klien.
Sosial budaya:
Suami meninggal
Origin Biologis: Internal Biologis: Internal
Psikologis: Internal Psikologis: Internal
Sosial budaya: Eksternal Sosial budaya: Eksternal
Timing Biologis: 5 tahun Biologis: 2 bulan
Psikologi: 3 bulan Psikologi: 6 bulan
Sosial budaya: 15 tahun Sosial budaya: 7 tahun
Stresor Biologis: Biologis:
Putus obat Putus obat
Psikologi: Psikologi:
Masalah dengan keluarga Merasa sedih
Riwayat kesehatan
sebelumnya
Pernahkah mengalami Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama Iya, klien mengalami gangguan jiwa pertama
gangguan jiwa dimasa kali tahun 2004 kali tahun 2016
lalu?
Riwayat pengobatan Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2013 Pasien terakhir di rawat di RSJ tahun 2017
sebelumnya dan dengan pengobatan dikatakan berhasil karena dengan pengobatan dikatakan kurang
keberhasilannya? pasien mampu beradaptasi dengan keluarga berhasil karena pasien mampu beradaptasi
dan masyarakat. di masyarakat tetapi masih ada gejala-gejala
gangguan jiwa.
Riwayat kesehatan Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga Klien mengatakan kaka kandungnya
keluarga yang mengalami gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa

Mekanisme koping
Jenis Mekanisme Represi/Supresi, pasien hanya diam saja Displacement, pasien membanting alat-alat
Koping ketika ada masalah dan jarang sekali mau rumah tangga jika marah
bercerita dengan orang lain atau keluarga
tentang masalahnya
Sumber Mekanisme Keluarga dan dirinya sendiri Keluarga dan dirinya sendiri
Koping

Data pengkajian Kasus 1 Kasus 2


fisik
Tanda-Tanda Vital TD: 108/74 mmHg TD: 125/73 mmHg
N: 79x/menit N: 80x/menit
S: 36,3 ˚C S: 36,2 ˚C
RR: 20x/menit RR: 19x/memit
Tinggi Badan/Berat 147 cm/ 47 kg 157 cm/ 56 kg
Badan
Pemeriksaan Fisik
Kulit Warna sawo matang, tidak ada luka, tidak Warna sawo matang, tidak ada luka, tidak
ada memar, bersih, teraba hangat ada memar, bersih, teraba hangat
Rambut Berwarna hitam beruban, sedikit ikal, agak Berwarna hitam, lurus, kurang rapi, kusam
kusam, kulit kepala kurang bersih.
Hidung Simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada Simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada
polip. polip.
Mulut dan Bibir Kurang bersih, tidak ada somatis, ada karies, Bau mulut, gigi kotor, tidak ada stomatis
gigi gerigi tidak lengkap, bibir lembab dan
simetris
Abdomen Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas Ekstremitas atas : Tidak ada nyeri, tidak Atas : Tidak ada nyeri, tidak ada oedema,
ada oedema, tidak ada luka, tidak ada tidak ada luka, tidak ada kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak gerak
Ekstremitas bawah : Tidak ada nyeri, tidak Bawah : Tidak ada nyeri, tidak ada oedema,
ada oedema, tidak ada luka, tidak ada tidak ada luka, tidak ada kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak gerak
Pemeriksaan
psikososial
Konsep diri
Gambaran diri Klien mengatakan menyukai dengan bentuk Klien mengatakan menyukai semua bagian
tubuhnya anggota tubuhnya
Identitas diri Klien mengatakan dirinya sebagai seorang ibu Klien mengatakan dirinya sebagai seorang
dan mempunyai dua orang anak, yang ibu rumah tangga yang mempunyai tiga
keduanya sudah bereluarga. orang anak
Ideal diri Klien mengatakan ingin cepat sehat dan dapat Klien mengatakan ingin memiliki pekerjaan
beraktifitas seperti biasanya setelah keluar dari setelah keluar dari RSJ
RS
Harga diri Klien mengatakan merasa sedih karena tidak Klien mengatakan merasa sedih karena
bekerja, klien merasa kurang di perhatikan kangen sama anak-anaknya yang dirumah
anak-anaknya yang tinggal jauh dari klien.
Peran diri Klien mengatakan ia sebagai seorang ibu, Klien mengatakan ia sebagai seorang ibu,
pernah bekerja sebagai karyawan rumah yang keseharaianya merawat anak dan
makan mengurus pekerjaan rumah
Spiritual/keagamaan
Nilai dan keyakinan Beragama Islam Beragama Islam
Kegiatan ibadah Klien mengatakan menjalankan shalat 5 waktu Klien mengatakan jarang menjalankan shalat
5 waktu
Pengkajian status
mental
Alam perasaan Saat pengkajian tampak biasa alam Saat pengkajian tampak khawatir dengan
perasaannya tidak emosi, sedih atau senang privasinya dan menghindar saat ditanya
alasan masuk RSJ
Afek Sesuai dengan yang ditanyakan jika penanya Klien sedih dan menundukkan kepala saat
tersenyum pasien ikut senyum ditanya tentang perasaannya setelah jauh dari
anaknya.
Interaksi selama Klien cukup kooperatif saat wawancara, Pasien cukup kooperatif selama wawancara
wawancara kontak mata mudah beralih dan masih tampak mau diajak diskusi dan menjawab semua
curiga. Klien mau menjawab semua pertanyaan
pertanyaan hingga kontrak waktu yang sudah
dilakukan berakhir
Persepsi sensori Jenis : Klien mengatakan mendengar suara- Klien mengatakan tidak ada melihat
suara yang mengajaknya mengobrol, bayangan-bayangan, tidak ada mendengar
mengejek. Klien mengatakan setiap malam suara-suara, atau merasa mengecap, mencium,
mendengar suara si mbahnya yang sudah atau meraba yang aneh
meninggal memerintahkan untuk shalat
Isi: Klien mengatakan isinya yaitu mengajak
mengobrol saja
Waktu: Klien mengatakan munculnya pada
malam hari saat sendirian
Frekuensi: Klien mengatakan halusinasinya
hanya kadang-kadang saja munculnya
Stressor: Klien mengatakan halusinasinya
muncul jika sendirian dan melamun
Tindakan yang telah dilakukan: Klien
mengatakan membaca do’a jika ada suara-
suara yang mengganggu.
Keberhasilan tindakan: tidak ada
Tingkat kesadaran Composmentis dan tidak disorientasi waktu, Composmentis dan tidak disorientasi waktu,
tempat dan orang tempat dan orang
Memori Klien tidak mengalami gangguan memori Klien tidak mengalami gangguan memori
jangka panjang dan pendek pasien mampu jangka panjang dan pendek pasien mampu
mengingat dibawa ke RSJ oleh siapa dan mengingat dibawa ke RSJ oleh siapa dan
pertama kali masuk RSJ tahun 2004 mengingat kelahiran anaknya yang terakhir
tahun 2010
Tingkat konsentrasi Klien mampu berkonsentrasi selama diajak Klien mampu berkonsentrasi selama diajak
dan berhitung berdiskusi 15 menit dan mampu berhitung berdiskusi, bisa membaca dan mampu
berhitung
Kemampuan Klien mampu memberikan penilaian diantara Klien mampu memilih untuk mandi dulu
penilaian dua pilihan, mana yang lebih baik dilakukan setelah itu baru makan
terlebih dahulu setelah bangun pagi makan
atau mandi dulu? Klien menjawab mandi dulu
Daya tilik tinggi Klien mengatakan menyadari penyakitnya dan Pasien menyadari kondisi kesehatannya
ingin segera sembuh dan pulang ke rumah sekarang dan pasrah serta berusaha agar bisa
sembuh
Penilaian skor
kategori pasien
Skrining awal: Tidak Tidak
Apakah Ny. T dan
Ny. S punya
keinginan/ide bunuh
diri/ide pulang paksa?
Variabel
Mencederai diri/orang 16 16
lain
Komunikasi 14 14
Interaksi sosial 5 10
ADL (Activity daily
living)
Makan 3 3
Mandi 3 3
Berpakaian 0 0
Tidur/istirahat 3 3
Pengobatan 3 3
oral/injeksi
Aktifitas terjadwal
Makan 3 3
Mandi 3 3
Berpakaian 0 0
Hasil skor pasien 53 58
Kategori
Tahap penanganan Maintenance Maintenance
Tujuan perawatan Pemulihan Pemulihan
Fokus pengkajian Status fungsi Status fungsi
Prinsip intervensi Reinforcement, dukungan Reinforcement, dukungan
Hasil yang diharapkan Perbaikan fungsi Perbaikan fungsi
Jika pasien masuk
dalam tahap krisis
- Nilai resiko Skore: 4 ( Risiko sedang) Skore: 3 (Risiko sedang)
perilaku kekerasan
- Nilai resiko bunuh Tidak ada Tidak ada
diri

Discharge Planning
Aspek yang Dinilai Kasus 1 Kasus 2
Tingkat Kemampuan Tingkat kemampuan
22/07/ 23/07/1 24/07/1 25/07/1 23/07/1 24/07/1 25/07/1 26/07/
19 9 9 9 9 9 9 19
Makan
Kemampuan menyiapkan makanan 1 1 2 2 1 2 2 2
BAB/BAK
Kemampuan membersihkan diri 1 1 2 2 1 1 2 2
Kemampuan memakai pakaian dan 2 2 2 2 2 2 2 2
celana
Mandi
Kemampuan dalam mandi 1 1 2 2 1 1 1 2
Kemampuan dalam menggosok 1 1 2 2 1 1 2 2
gigi
Kemampuan dalam keramas 1 2 2 2 2 2 2 2
Kemampuan dalam potong kuku 1 2 2 2 1 1 1 2
dan rambut
Berpakaian dan Berdandan
Kemampuan berhias (perempuan) 1 2 2 2 1 1 2 2
Kemampuan menyisir rambut 1 1 2 2 1 2 2 2
Istirahat dan Tidur
Kemampuan untuk mengatur 1 2 2 2 1 1 2 2
waktu tidur
Kemampuan merapikan sprei dan 1 2 2 2 1 2 2 2
selimut
Kemampuan untuk tidur dengan 1 2 2 2 2 2 2 2
bantuan obat
Penggunaan Obat
Kemampuan pengaturan 1 1 2 2 1 2 2 2
penggunaan obat
Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan lanjutan (Puskesmas, 1 1 1 1 1 1 1 1
RS, RSJ, Perawat, Dokter)
Perawatan pendukung (Keluarga, 1 1 1 1 1 1 1 1
Pengawas minum obat)
Kegiatan di Dalam Rumah
Kemampuan mempersiapkan 2 2 2 2 2 2 2 2
makanan
Kemampuan menjaga kerapihan 1 2 2 2 1 1 2 2
rumah
Kemampuan mencuci pakaian 2 2 2 2 2 2 2 2
Kemampuan pengaturan keuangan 1 1 1 1 1 1 1 1
Kegiatan di Luar Rumah
Kemampuan berbelanja 2 2 2 2 2 2 2 2
Kemampuan transportasi 2 2 2 2 2 2 2 2

Perencanaan pulang
Kategori Kasus 1 Kasus 2
Caregiver utama Keluarga (Anak pertama) Keluarga (Suami)
Perencanaan pulang (rumah, Rencana saat di rumah klien tinggal Saat di rumah klien tinggal bersama
faskes di komunitas) bersama dengan anak pertama klien dengan keluarga (suami, dan anak-
anaknya)
Kebutuhan pulang (financial, Dari financial klien mengatakan agak Dari financial klien berkecukupan, dari
psikososial, dll): keberatan, klien mengeluh harus psikososial keluarga dapat menerima
membayar 300 ribu perbulannya untuk pasien dengan baik
membeli obat, dari psikososial keluarga
dapat menerima pasien dengan baik.
Penkes yang diberikan Klien diberikan kesempatan untuk Diskusikan bersama klien agar bisa
mempraktikan apa yang sudah diajarkan menerapkan terapi yang sudah di
oleh petugas kesehatan selama ajarkan oleh petugas kesehatan selama
perawatan. penkes minum obat, keluarga di RSJ Grhasia, berikan penkes minum
juga untuk selalu mendampingi pasien obat, keluarga juga untuk selalu
dalam minum obat. Selain itu untuk mendampingi pasien dalam minum obat
mengawasi perilaku dan mengatasi terutama suaminya. Selain itu untuk
emosi rasa marah di sarankan untuk mengawasi perilaku dan mengatasi
selalu menggunakan terapi yang sudah emosi rasa marah di sarankan untuk
diajarkan selalu menggunakan terapi yang sudah
diajarkan.
Perencanaan pulang - Anjurkan pada keluarga untuk - Anjurkan pada keluarga untuk
monitor perilaku klien. monitor perilaku pasien.
- Anjurkan klien untuk melakukan - Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas terjadwal. aktivitas terjadwal.
- Monitor kepatuhan minum obat klien. - Monitor kepatuhan minum obat
- Hadirkan realita klien. klien.
- Anjurkan kapan kembali kontrol - Hadirkan realita klien.
sesuai anjuran dokter. - Anjurkan kapan kembali kontrol
- Evaluasi kegiatan klien sehari-hari. sesuai anjuran dokter.
- Anjurkan klien menerapkan cara-cara - Evaluasi kegiatan klien sehari-hari.
yang sudah diajarkan perawat. - Anjurkan klien menerapkan cara-cara
yang sudah diajarkan perawat.
Pengetahuan kurang tentang Klien kurang mengetahui tentang obat- klien kurang mengetahui tentang obat-
obatan, obatan yang di minum, obatan yang diminum, pencegahan
pencegahan kekambuhan, dan kesehatan kekambuhan, dan kesehatan jiwa
jiwa

Hasil Pemeriksaan Kasus 1 Kasus 2


Nilai Normal Hasil Interpretasi Nilai Normal Hasil Interpretasi
Penunjang
15/07/19 17/07/19
Leukosit 5-11 4,9 ribu/mmk Rendah 5-11 8,7 ribu/mmk Normal
ribu/mmk ribu/mmk
Limfosit 22-40 % 43 % Tinggi 22-40 % 34 % Normal

Farmakoterapi Fungsi/Kegunaan
Kasus 1
Risperidone 2 mg 1-0-1-0 Untuk menangani gangguan mental dengan gejala psikosis, seperti skizofrenia atau
gangguan bipolar.
Kasus 2
Trihexphenidyl 2 mg 1/2-0-1/2-0 Untuk mengobati gejala penyakit Parkinson atau gerakan lainnya yang tidak bisa
dikendalikan, yang disebabkan oleh efek samping dari obat psikiatri tertentu (antipsikotik
seperti chlorpromazine/haloperidol).

Diagnosa Keperawatan
Kasus Diagnosis Keperawatan
Kasus Risiko perilaku kekerasan terhadap orang Lain
Konfusi akut
1
Kasus Risiko perilaku kekerasan terhadap orang Lain
Isolasi sosial
2
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab IV akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan kondisi


kasus nyata proses keperawatan pada asuhan keperawatan pada Ny.T dan Ny.S
dengan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain di Wisma Drupadi Rumah
Sakit Jiwa Grhasia dari tanggal 22 Juli-26 Juli 2019, dari tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Visi strategis Rumah Sakit Jiwa Grhasia yaitu menjadi pusat pelayanan
kesehatan jiwa dan NAPZA paripurna yang berkualitas dan beretika. Misi Rumah
Sakit Jiwa Grhasia yaitu mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa dan NAPZA
paripurna, mewujudkan rumah sakit sebagai pusat pembelajaran, penelitian dan
pengembangan kesehatan jiwa dan NAPZA, mewujudkan pelayanan yang
berkualitas dan menjamin keselamatan pasien, mewujudkan pelayanan yang beretika
dan mencerminkan budaya masyarakat DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Pada tahun 2003, RSJ Grhasia mengganti nama dan logo yang baru, yakni
menjadi Rumah Sakit Jiwa Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang
ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X
No 142 tahun 2003. Rumah sakit Grhasia ini memiliki berbagai pelayanan
kesehatan, mulai dari rawat jalan maupun rawat inap serta layanan rehabilitasi
NAPZA. Jenis layanan yang diberikan seperti klinik jiwa, klinik saraf, klinik
psikologi, klinik anak, rehabilitasi napza dan lain sebagainya. Rumah sakit Grhasia
ini juga memiliki pelayanan rawat inap untuk orang dengan gangguan jiwa yang
terdiri dari 10 bangsal yaitu Arjuna, Nakula, Sadewa, Yudisthira, Gatot Kaca,
Sembodro, Srikandi dan Drupadi untuk bangsal maintenance sedangkan untuk
bangsal akut yaitu Bima dan Arimbi. Penelitian ini dilakukan di unit perawatan
maintenance putri yaitu Drupadi Wisma Drupadi.
Wisma Drupadi merupakan salah satu ruang rawat inap untuk pasien jiwa
maintenance khusus putri, berkapasitas 24 tempat tidur. Alur penerimaan pasien
ditempat ini bisa dari 3 tempat yaitu IGD, Poli Klinik Jiwa, dan wisma Arimbi
(bangsal akut).

B. Asuhan Keperawatan Jiwa


1. Analisis Data Pengkajian
Pada kasus1 faktor predisposisi yang ditemukan yaitu klien pertama kali
mengalami gangguan jiwa tahun 2004. Klien memiliki riwayat masuk rumah
sakit jiwa sebanyak 4 kali, terakhir menjalani rawat inap tahun 2013.
Secara psikologi klien pernah mengalami kesedihan ditinggal suaminya
meninggal tahun 2004, diberhentikan dari pekerjaan sebagai karyawan rumah
makan sejak 4 bulan lalu. Sedangkan pada kasus 2, klien pertamakali
mengalami gangguan jiwa pada tahun 2016, pernah dirawat di RSJ sebanyak 2
kali, tahun 2016 dan 2017, putus obat sudah 2 bulan dan klien juga mempunyai
riwayat keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu kaka kandung.
Hasil pengkajian pada Ny.T didapatkan stressornya yaitu putus minum
obat dan masalah dengan keluarga. Kedua stressor tersebut berasal dari internal
dan eksternal. Selama wawancara klien cukup kooperatif kontak mata mudah
beralih dan masih tampak curiga, terkadang menjawab dengan keras dan ketus.
Data hasil pengkajian status mental yaitu didapatkan pasien mondar mandir,
afek pasien sesuai. Klien mengalami halusinasi pendengaran yang isinya
mengajaknya berbicara atau mengobrol ketika pasien sendirian.
Penilaian terhadap stressor didapatkan bahwa secara kognitif klien
mengatakan putus obat karena merasa sudah sembuh, klien mengatakan tidak
suka dan merasa sedih karena anak-anaknya sekarang tinggalnya jauh dari
klien. Klien mengatakan aktifitas sehari-hari dilakukan secara mandiri tidak
bergantung dengan orang lain, mandi dilakukan 2 kali sehari tetapi jarang
keramas dan sikat gigi. Perilaku pasien yaitu malas menggosok gigi dan potong
kuku, terkadang senyum-senyum sendiri dan terlihat berbicara. Secara sosial
pasien kadang-kadang mengobrol dengan pasien lainnya.
.
Hasil pengkajian pada Ny.S faktor predisposisi didapatkan klien
pertamakali mengalami gangguan jiwa tahun 2016, klien pernah dirawat di
RSJ sebanyak 2 kali, tahun 2016 dan 2017, dalam anggota keluarga klien
mempunyai riwayat keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu kaka
kandung klien.
Stressornya yaitu masalah dengan keluarga yaitu adik iparnya.
Stressor tersebut berasal dari eksternal. Selama wawancara klien menjawab
dengan ketus dan keras masih menunjukkan sikap bermusuhan. Data hasil
pengkajian status mental didapatkan kuku pasien kotor dan panjang, gigi
kotor dan mulut bau. Pasien mengalami halusinasi pendengaran yang isinya
mengajaknya berbicara atau mengobrol ketika pasien sendirian.
Penilaian terhadap stressor didapatkan bahwa secara kognitif pasien
merasa tidak dihargai dan dihormati oleh adiknya karena dianggap hanya
menumpang dirumah adiknya dan tidak memiliki pekerjaan, pasien mudah
emosi dengan adik iparnya. Secara afektif pasien marah saat ditanya
tentang adiknya. Secara fisiologis kuku pasien panjang dan kotor, gigi kotor
dan mulut bau. Perilaku pasien yaitu merusak barang-barang, malas
menggosok gigi dan potong kuku, berbicara dan senyum-senyum sendiri,
dan menundukkan kepala saat ditanya tentang adiknya. Secara sosial pasien
kadang-kadang mengobrol dengan pasien lainnya.
Perilaku pasien sering mondar mandir, memukul orang, tidak mau
minum obat, lebih banyak diam dan lebih sering tidur di kamar, pasien
menundukkan kepala saat ditanya tentang pacarnya, dan mampu mandi
mandiri. Secara sosial pasien jarang bersosialisasi dengan pasien lainnya
Hasil laboratorium Ny.T pada tanggal 15 Juli 2019 didapatkan
Leukosit 4,9 ribu/mmk atau kurang dari nilai normal dan limfosit 43% atau
lebih tinggi dari nilai normal akan tetapi tidak diberikan intervensi
keperawatan oleh penulis karena pada saat pengkajian tidak ditemukan data
yang mendukung masalah tersebut. Hasil laboratorium Ny.S pada tanggal
17 Juli 2019 didapatkan hasil semua pemeriksaan normal. Kedua kasus
tersebut tidak mengalami masalah kesehatan secara fisik pada saat
pengkajian.
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang Pasien, agar

119
dapat mengidentifikasi, atau mengenali masalah-masalah yang di alami
pasien, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Hutahaean, 2010). Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah pasien. Data
yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Data pengkajian kesehatan jiwa dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor prespitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan koping yang dimiliki pasien. Adapun pengkajian ini,
dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan
pasien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku pasien
dan juga dari rekam medis. Selain itu keluarga juga berperan sebagai
sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada
Ny.T dan Ny.S
Kedua kasus tersebut memiliki perbedaan dalam faktor predisposisi
dan stressornya. Hal ini dikarenakan banyak hal yang dapat menjadi
stressor gangguan jiwa. Menurut Direja (2011) secara umum seseorang
akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik,
psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasan yaitu pasien mengalami kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu
yang tidak menyenangkan, pasien mengalami penghinaan, kekerasan,
kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal
maupun eksternal, dan lingkungan pasien panas, padat dan bising.
Pada kasus Tn.B ditemukan data objektif riwayat perilaku kekerasan
memukul orang lain, pasien kooperatif, pasien kadang-kadang menjawab
dengan keras dan ketus, pasien mondar mandir, pasien gelisah, pasien lebih
suka diam dan tidur di kamar, riwayat putus obat, pasien bersih dan rapi
ADL mandiri. Sedangkan data subjektifnya ditemukan pasien mengatakan
dirumah marah-marah, pasien mengatakan dibawa ke RSJ oleh orang yang
tidak dikenal dan kakaknya sempat ingin marah tapi akhirnya nurut saja,
pasien mengatakan kurang percaya diri dan ketika dirumah jarang
bersosialisasi, pasien mengatakan ingin segera pulang ke rumah, pasien
mengatakan tidak tau tentang obat.
Pada kasus Tn.D ditemukan data objektif memilliki riwayat marah-
marah dan merusak barang-barang, berbicara ketus, mondar mandir, kuku
kotor dan panjang, gigi kotor dan mulut bau, terkadang berbicara sendiri,
pasien menundukkan kepala dan sedih ketika ditanya tentang adiknya.
Sedangkan data subjektifnya ditemukan pasien mengatakan dirumah pernah
marah-marah dan membanting barang-barang, pasien mengatakan tidak
menyukai adik iparnya dan mempunyai masalah dengannya, pasien
mengatakan jarang memotong kukunya, pasien mengatakan malas gosok
gigi, pasien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya
ngobrol, pasien mengatakan merasa tidak dihormati dan dihargai oleh
adiknya
Menurut NANDA (2018) tanda dan gejala dari risiko perilaku
kekerasan yaitu: akses pada senjata, impulsif, bahasa tubuh negatif, pola
kekerasan yang tidak langsung, pola kekerasaan diarahkan pada orang lain,
pola ancaman kekerasan, pola perilaku kekerasan antisosial dalam keluarga.
Menurut Maramis (2010) gejala skizofrenia terdiri dari dua gejala yaitu
gejala positif dan negatif. Gejala positif terdiri dari delusi, halusinasi,
gangguan pikiran dan perilaku aneh. Gejala negatifnya yaitu penarikan
sosial: menjadi tertutup, dingin, egois, terasing dari orang lain, dll.,
kurangnya motivasi: hilangnya minat terhadap hal-hal disekitarnya, bahkan
kebersihan pribadi dan perawatan diri, berpikir dan bergerak secara lambat,
dan ekspresi wajah yang datar.
Pada kedua kasus tersebut ditemukan gejala-gejala seperti pada teori
diatas. Beberapa gejala yang tidak ditemukan pada kasus Tn.B yaitu akses
pada senjata, bahasa tubuh negatif, dan pola perilaku kekerasan antisosial
dalam keluarga. Gejala skizofrenia yang tidak ditemukan yaitu delusi,
halusinasi, gangguan pikiran, hilangnya minat pada kebersihan diri, berpikir
dan bergerak secara lambat, dan ekpresi wajah yang datar. Sedangkan pada
kasus Tn.D tidak ditemukan akses pada senjata, bahasa tubuh negatif, dan
pola kekerasan diarahkan pada orang lain. Gejala skizofrenia yang tidak
ditemukan yaitu delusi, gangguan pikiran, berpikir dan bergerak secara
lambat, dan ekpresi wajah yang datar.
Pada kedua kasus tersebut terdapat perbedaan dalam cara
menunjukkan rasa marahnya. Kasus Tn.B menunjukkan rasa marah dengan
memukul orang lain dan juga mengungkapkan secara verbal dengan marah-
marah berkata keras. Sedangkan pada kasus Tn.D menunjukkan rasa marah
dengan membanting barang-barang di rumah dan juga mengungkapkan
secara verbal dengan berteriak marah-marah.
2. Analisis Diagnosa Keperawatan
Perbedaan diagnosa yang muncul pada teori dan kasus. Pada Tn.B
memiliki lima diagnosa keperawatan yaitu: risiko perilaku kekerasan:
terhadap orang lain, ketidakpatuhan, harga diri rendah, isolasi sosial dan
kesiapan peningkatan perawatan diri. Sedangkan pada kasus Tn.D
diangnosa keperawatan yang muncul ada tiga yaitu risiko perilaku
kekerasan: terhadap orang lain, defisit perawatan diri dan konfusi akut.
Diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain
sama–sama muncul dikedua kasus. Pada kasus Tn.B diagnosa risiko
perilaku kekerasan muncul karena kebutuhan putusnya minum obat dan
masalah percintaan. Sedangkan pada kasus Tn.D diagnosa risiko perilaku
kekerasan muncul karena masalah dengan keluarga.
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual potensial (Hutahaean, 2010). Sedangkan
menurut Videbeck (2008) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan
berbeda dari diagnosa psikiatrik medis, diagnosa keperawatan adalah
respon pasien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah
mempengaruhi fungsi pasien sehari-hari yang merupakan perhatian utama
dari diagnosa keperawatan.
Menurut Yosep (2011) masalah yang muncul pada pasien dengan
risiko perilaku kekerasan, yaitu: risiko menciderai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan, perilaku kekerasan, gangguan konsep diri: harga diri
rendah kronik. Sedangkan menurut Damayanti (2012), diagnosa
keperawatan yang muncul antara lain risiko perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan dan verbal) dan harga diri rendah kronik.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa keperawatan
risiko perilaku kekerasan sebagai prioritas utama pada Tn.B yaitu: pasien
dari rumah dibawa ke RSJ Grhasia Yogyakarta oleh keluarga karena
memukul orang lain, sulit tidur dan tidak mau minum obat. Selama
dilakukan wawancara pasien kadang berbicara dengan ketus, tampak
gelisah serta tanda dan gejala lainnya yang telah diuraikan di atas.
Sedangkan pada kasus Tn.D data yang memperkuat risiko perilaku
kekerasan sebagai prioritas utama yaitu memiliki riwayat marah-marah dan
merusak barang-barang, berbicara ketus, mondar mandir, pasien
mengatakan tidak menyukai adik iparnya dan mempunyai masalah
dengannya.
Pada kedua kasus tersebut ditegakkan diagnosa risiko perilaku
kekerasan terhadap orang lain sebagai prioritas utama dikarenakan masalah
tersebut bersifat mengancam. Hal tersebut sesuai dengan hirarki kebutuhan
menurut Maslow yang menyebutkan bahwa kebutuhan kedua setelah
kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan akan keselamatan dan kenyamanan
(Hidayat&Uliyah, 2015). Diagnosa risiko perilaku kekerasan terhadap
orang lain memberikan rasa ketidaknyamanan bagi diri sendiri dan orang
lain. Masalah tersebut membahayakan baik diri sendiri, orang lain atau
lingkungan sekitar.

3. Analisis Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan pada kedua kasus tersebut sama yaitu
menggunakan NIC (Nursing Intervention Classification) bantuan kontrol
marah (4640) indikator yang digunakan yaitu membina hubungan saling
percaya, mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu, mendiskusikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah, mendiskusikan akibat dari perilakunya, mendiskusikan cara
mengontrol perilaku kekerasan, melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik yaitu latihan teknik relaksasi nafas dalam dan pukul
kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh minum obat,
mengikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok mengontrol
perilaku kekerasan, dan memberikan reinforcement positif.
Semua diagnosa yang muncul pada kedua kasus tersebut telah dibuat
perencanaannya. Dalam perencanaan keperawatan yang sudah dibuat pada
kedua pasien direncanakan untuk mengikuti kegiatan terapi aktivitas
kelompok (TAK) risiko perilaku kekerasan. Keterlibatan keluarga dalam
kedua kasus tersebut tidak direncanakan karena keterbatasan waktu untuk
menemui keluarga secara langsung dan memberikan intervensi
keperawatan.
4. Analisis Implementasi dan Evaluasi
a. Implementasi
Implementasi keperawatan masalah risiko perilaku kekerasan:
terhadap orang lain yang diimplementasikan pada Ny.T dan Ny.S yaitu
mengevaluasi kemampuan pasien untuk mencegah perilaku kekerasan,
mendiskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik yaitu tarik nafas dalam, secara sosial/verbal yaitu meminta
dan menolak dengan baik serta mengungkapkan perasaan marah,
secara spiritual misalnya sholat, wudhu, istighfar atau berdoa sesuai
keyakinan pasien, secara patuh minum obat dan mengevaluasi semua
cara yang sudah diajarkan dan memberikan reinforcement positif.
Dari implementasi yang sudah dikerjakan antara Ny.T dan Ny.S
pada masalah risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain tidak ada
perbedaan. Kedua pasien mengikuti latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan dari sesi pertama hingga sesi kelima secara bersamaan
selama tiga hari sesuai dengan jadwal kegiatan. Kedua pasien belum
dijadwalkan untuk mengikuti kegiatan terapi rehabilitasi. Pada kasus
Tn.B terdapat masalah lain yang diimplementasikan yaitu
ketidakpatuhan. Sedangkan pada kasus Tn.D hanya diimplementasikan
satu masalah saja. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu untuk
diimplementasikan semua rencana keperawatan yang sudah
direncanakan.
Implementasi merupakan standar dari asuhan yang
berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan
oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga
dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat
(Damayanti, 2012). Implementasi keperawatan merupakan catatan
tentang tindakan yang diberikan kepada Pasien. Pencatatan ini
mencakup tindakan keperawatan yang diberikan baik secara mandiri
maupun kolaboratif, serta pemenuhan kriteria hasil terhadap tindakan
yang diberikan kepada Pasien (Hutahaean, 2010).
b. Evaluasi
Pada kasus Ny.T dan Ny.S penulis menggunakan pendekatan
SOAP yang terdiri dari respon subjektif, respon objektif, analisis dan
perencanaan. Pada kasus Ny.T berdasarkan tujuan yang telah ditulis di
Nursing Outcome Classification (2013) yaitu: mengidentifikasi kapan
marah, mengidentifikasi tanda-tanda awal marah, mengidentifikasi
situasi yang dapat memicu amarah, mengidentifikasi alasan perasaan
marah, menggunakan aktivitas fisik untuk mengurangi rasa marah yang
tertahan, membagi perasaan marah dengan orang lain, menggunakan
strategi untuk mengendalikan amarah. Evaluasi keperawatan selama
empat hari berdasarkan tujuan khusus yaitu pada kasus Ny.T telah
tercapai ditandai dengan klien mampu mempraktekkan semua strategi
perencanaan yang telah diajarkan yaitu secara fisik, sosial/verbal,
spiritual dan patuh minum obat.
Pada kasus Ny.T berdasarkan tujuan yang telah ditulis di
Nursing Outcome Classification (2013) dalam rencana asuhan
keperawatan. Evaluasi keperawatan selama empat hari pada masalah
risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain yaitu telah tercapai
ditandai dengan klien mampu mempraktekkan semua strategi
perencanaan yang telah diajarkan yaitu secara fisik, sosial/verbal,
spiritual dan patuh minum obat. Evaluasi pada masalah ketidakpatuhan
selama tiga hari yaitu telah tercapai ditandai dengan pasien mampu
menyebutkan lima benar obatnya yang terdiri dari benar obat, benar
waktu, benar orang, benar cara minum dan benar dosis.
Sedangkan pada kasus Ny.S berdasarkan tujuan yang telah
ditulis di Nursing Outcome Classification (2013) dalam rencana asuhan
keperawatan. Evaluasi keperawatan selama empat hari pada masalah
risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain yaitu telah tercapai
ditandai dengan klien mampu mempraktikkan semua strategi
perencanaan yang telah diajarkan yaitu secara fisik, sosial/verbal,
spiritual dan patuh minum obat.
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien. Evaluasi
dilakukan terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi dua yaitu evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan keperawatan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan antara respon pasien dan tujuan khusus serta
umum yang telah ditemukan (Keliat, 2009)
Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala
perilaku kekerasaan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan
akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan. Pasien mampu
mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal yaitu
dengan cara fisik: pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara tenik relaksasi nafas dalam atau aktivitas fisik lain yang
positif untuk menyalurkan emosi, secara sosial/verbal: pasien mampu
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara meminta dan menolak
dengan baik serta mampu mengungkapkan perasaan marah dengan
baik, secara spiritual: pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan
dengan berwudhu, salat atau beristighfar, dan dengan terapi
psikofarmaka (penggunaan obat), pasien mampu selalu meminum obat
dengan tepat.
c. Dokumentasi
Pengkajian pada asuhan keperawatan ini menggunakan model
pendekatan stres adaptasi Stuart Laraia (2005). Model pendekatan stres
adaptasi stuart ini menilai seorang individu secara keseluruhan baik
bio-psiko-sosio-spiritual. Pengkajian model ini meliputi faktor
predisposisi dan presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping, mekanisme koping, pemeriksaan status mental, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Faktor predisposisi terdiri dari
neurobiologi, psikologi, dan sosiokultural. Faktor presipitasi terdiri dari
sifat (nature), sumber (origin), dan waktu (timing). Penilaian terhadap
stressor yaitu secara kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial.
Sumber koping terdiri dari personal ability, social support, material
asset, dan positive beliefs. Pemeriksaan status mental terdiri dari
penampilan fisik, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek,
interaksi selama wawancara, persepsi sensori, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri. Semua data tersebut sudah
terkaji dan ditulis dalam format asuhan keperawatan.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian
Kasus Tn.B ditemukan stressornya dua yaitu putus minum obat dan
konflik dengan pacar. Sedangkan pada Tn.D stressornya yaitu masalah
dengan keluarga. Pemeriksaan status mental pada Tn.B tidak ditemukan
halusinasi sedangkan pada Tn.D ditemukan halusinasi pendengaran yang
isinya mengajak mengobrol ketika pasien sendirian.
2. Masalah Keperawatan
Kasus Tn.B klien dari rumah dibawa ke RSJ Grhasia Yogyakarta
oleh keluarga karena marah–marah mengamuk, memukul orang lain, sulit
tidur dan tidak mau minum obat. Selama dilakukan wawancara pasien
sedikit bicara dan ketus. Sedangkan pada kasus Tn.D dibawa ke RSJ karena
marah–marah mengamuk, melempar/membanting barang-barang. Saat
dilakukan wawancara klien cukup kooperatif mau menjawab semua
pertanyaan, klien tampak bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain.
Terdapat kesenjangan tanda dan gejala antara teori dengan data yang
ditemukan pada kasus. Salah satu yang menyebabkan perbedaan tanda dan
gejala dari kedua kasus karena perbedaan karakter pasien antara pasien
Tn.B dengan Tn.D seperti perbedaan cara marahnya Tn.B memukul orang
lain sedangkan Tn.D merusak barang-barang di rumah.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Tn.B yaitu risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain.
Diagnosa lain yang ditemukan yaitu ketidakpatuhan, harga diri rendah
kronis, isolasi sosial dan kesiapan peningkatan perawatan diri. Sedangkan
diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada
Tn.D yaitu risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain. Diagnosa lain
yang ditemukan yaitu defisit perawatan diri, harga diri rendah kronis dan
konfusi akut.
4. Rencana keperawatan
Rencana intervensi untuk diagnosa prioritas yang dilakukan pada
Ny.T dan Ny.S memiliki waktu yang sama yaitu empat hari, dari kedua
kasus tersebut memiliki intervensi yang sama atau tidak ada perbedaan
sama sekali karena dari diagnosa prioritas memiliki kesamaan. Pada kedua
kasus telah dibuat rencana keperawatan untuk semua diagnosa keperawatan
yang ditemukan.
5. Implementasi
Implementasi masalah risiko perilaku kekerasan: terhadap orang lain
telah dilakukan selama empat kali pertemuan pada Ny.T dan Ny.S sesuai
dengan yang sudah direncanakan pada asuhan keperawatan. Sedangkan
pada kasus Tn.B dilakukan implementasi lain yaitu pada masalah
ketidakpatuhandan pada kasus Tn.D hanya dilakukan implementasi untuk
masalah risiko perilaku kekerasan saja. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan waktu.
6. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi selama empat kali pertemuan Tn.B
sudah ada perubahan sudah berbicara seperti biasa dan tersenyum dengan
teman yang lain. Sedangkan Tn.D setelah dilakukan implementasi selama
empat hari sudah tidak berbicara kasar dan ketus tidak menunjukkan sikap
bermusuhan. Tidak ada perbedaan evaluasi keperawatan diantara kedua
kasus berdasarkan pada tujuan keperawatan selama empat kali pertemuan
pada kedua kasus sudah tercapai semua ditandai dengan klien mampu
melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik,
sosial/verbal, spiritual, dan obat. Beberapa masalah keperawatan lain belum
dapat diselesaikan karena keterbatasan waktu dalam membuat karya ilmiah
ini.
7. Pendokumentasian
Pengkajian pada asuhan keperawatan jiwa ini menggunakan model
stress adaptasi Stuart. Format pengkajian ini lengkap, memudahkan perawat
dalam pengkajian karena sangat rinci.
130

B. Saran
1. Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Pasien diharapkan menerapkan, melatih dan mengoptimalkan
kemampuan tentang keterampilan–keterampilan yang sudah diajarkan oleh
perawat, rutin melakukan kontrol ke rumah sakit, dan patuh minum obat
sesuai dengan yang diresepkan.
2. Perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY
Petugas kesehatan terutama tenaga keperawatan yang di Wisma
Drupadi untuk melibatkan semua pasien dalam pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok dari sesi satu sampai sesi lima untuk mempercepat pasien dalam
mengontrol perilaku kekerasannya. Dapat menyelesaikan beberapa masalah
keperawatan yang belum diatasi yaitu defisit perawatan diri, isolasi sosial,
harga diri rendah kronis, konfusi akut dan kesiapan peningkatan perawatan
diri.
3. RSJ Grhasia
Diharapkan memberikan wadah bagi keluarga pasien dibangsal
rawat inap untuk mendapat informasi dan juga pengetahuan bagaimana
merawat pasien jiwa dirumah nanti seperti family gathering yang
didalamnya terdapat penyuluhan atau penjelasan untuk keluarga.
4. Program Studi Profesi Ners Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Diharapkan menerapkan dan menggunakan format asuhan
keperawatan jiwa model stress adaptasi Stuart. Memberikan pemahaman
kepada mahasiswa profesi ners terkait dengan asuhan keperawatan jiwa
model stress adaptasi Stuart.
DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Dr. Yati.,SKp.,Mn & Rachmawati, I.N, SJp.,MSc.2014. Metodologi Penelitian


Kualitatif dalam riset keperawatan. Jakarta: Rajawali Pers. Ed. 1-Cet. 1
Damayanti, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Dermawan. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publising
Direja, A.H.S. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Durand, M.V. (2007). Psikologi Abnormal. Jakarta: Pustaka belajar
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018. Diakses pada tanggal 20 September 2019 dari
http://www.depkes.go.id
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Diakses pada tanggal 21 September 2019 dari
http://www.depkes.go.id
Hidayat, A.A.A & Uliyah, M. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika
Katona, C., Cooper C., dan Robertson M, 2012. At a Glance Psikiatri 4th. Jakarta:
Erlangga
Keliat, B. A. (2009). Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Keliat, B. A.& Panjaitan, R.U.& Helena, N. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: ECG.
Keliat, B. A.& Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Kemenkes. (2012). Angka Kejadian Gangguan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Diakses
pada tanggal 21 September 2019 dari http://www.surkesnas.unad.ac.id.
Kemenkes. (2014). Angka Kejadian Gangguan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Diakses
pada tanggal 21 September 2019 dari http://www.surkesnas.unad.ac.id
Maramis, W.F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2009. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta:
Salemba Medika.
Pratt S. I, dkk. (2006). Medication Nonadherence in Older People with Serious
Mental Illness: Prevalence and Correlates. Psychiatric Rehabilitation
Journal
Rohmah, N., S.Kep,Ns; Walid, S. S.Kep,Ns.2016. Proses Keperawatan Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Siregar. (2006). Sikap Kepatuhan Dalam Tindakan. Jakarta: Mitra Media
Stuart, G.W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Singapore: Elsevier Pte Ltd
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.Tambayong. (2002). Anatomi Fisiologi untuk
Keperawatan. Jakarta : EGC
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
Yusuf, Ah. Fitryasari, Rizki PK. Nihayati, Hanik Endang. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai