Kue Klepon
Kue Klepon
Kue Klepon
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD FITRI AJI NUGROHO
NIM 135100100111043
i
INOVASI PENINGKATAN KANDUNGAN GIZI JAJANAN TRADISIONAL
KLEPON DENGAN MODIFIKASI BAHAN DAN WARNA
Oleh:
MUHAMMAD FITRI AJI NUGROHO
NIM 135100100111043
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing,
Tanggal Persetujuan :
««««««««««««
i
LEMBAR PENGESAHAN
Dr. Ir. Tri Dewanti W., M.Kes. Wenny Bekti S., STP, M.Food St, Ph.D.
NIP. 19610818 198703 2 001 NIP. 19820405 200801 2 015
Ketua Jurusan,
7DQJJDO/XOXV7$«««««««««
ii
RIWAYAT HIDUP
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai
hukum yang berlaku.
iv
MUHAMMAD FITRI AJI NUGROHO. 135100100111043. Inovasi Peningkatan
Kandungan Gizi Jajanan Tradisional Klepon dengan Modifikasi Bahan dan
Warna .SKRIPSI. Pembimbing: Erni Sofia Murtini, STP, MP, Ph.D
RINGKASAN
Klepon merupakan jajanan tradisional Indonesia yang umumnya terbuat
dari tepung ketan putih yang dibentuk seperti bola-bola kecil dengan isi gula
merah dan ditaburi parutan kelapa. Kekurangan produk klepon adalah
kandungan gizi yang hanya didominasi oleh karbohidrat, warna dan rasa yang
tidak variatif. Salah satu upaya untuk meningkatkan image klepon adalah
memperbaiki kandungan gizinya dengan menaikkan kadar protein dan serat
kasar dengan penambahan tepung kacang hijau dan tepung ubi jalar ungu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi penambahan
tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang hijau yang tepat pada klepon
modifikasi, dan mengetahui perubahan sifat fisik dan nilai gizi pada klepon
modifikasi. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
satu faktor, enam level perlakuan dan empat kali ulangan. Faktor tersebut adalah
proporsi formulasi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar
ungu yaitu (10:3:7), (10:4:6), (10:5:5), (10:6:4), (10:7:3), dan kontrol. Uji yang
dilakukan adalah uji fisikokimia yaitu nilai tekstur, kadar air, kadar abu, kadar
lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan serat kasar. Data dianalisa dengan
menggunakan analisa ragam (ANOVA). Uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range
Test) dengan selang kepercayaan 95%. Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan
dengan menggunakan metode multiple attribute (Zeleny).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan
FHQGHUXQJEHUSHQJDUXKQ\DWDĮ WHUKDGDSNDGDUDEXNDGDUOHPDNNDGDU
protein, kadar serat kasar, dan nilai tekstur. Perlakuan terbaik klepon modifikasi
berdasarkan parameter fisik dan kimia diperoleh pada proporsi tepung ketan
putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar ungu (10:7:3) yang mengandung
kadar air sebesar 47,60%; kadar abu 1,00%; kadar protein 3,65%; kadar lemak
2,63%; kadar karbohidrat 45,12%; kadar serat kasar 12,84%; dan nilai tekstur
sebesar 3,83 N.
Berdasarkan kebutuhan energi per hari yaitu 2150 kkal, angka kecukupan
gizi (%AKG) pada klepon modifikasi dihitung pada data analisa perlakuan terbaik
klepon modifikasi yang memiliki persen angka kecukupan gizi dari total lemak
sebanyak 4%, karbohidrat sebanyak 14%, protein sebanyak 7%, dan energi total
yang dihasilkan dari klepon modifikasi per 40 g adalah sebesar 220 kkal.
Kata kunci : Jajanan tradisional, klepon, kacang hijau, ubi jalar ungu, gizi
v
MUHAMMAD FITRI AJI NUGROHO. 135100100111043. Innovation to
Increase Nutrition of Klepon Traditional Food with Material and Color
Modification. Undergraduate Thesis. Supervisor: Erni Sofia Murtini, STP,
MP, Ph.D
SUMMARY
Keywords : Traditional Food, klepon, mung beans, purple sweet potato, nutrition
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
Tugas akhir ini berjudul ³Inovasi Peningkatan Kandungan Gizi Jajanan
Tradisional Klepon dengan Modifikasi Bahan dan Warna´ 3HQ\XVXQDQ 7XJDV
Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjanan
Teknologi Pertanian. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua, Bapak Hartana dan Ibu Sri Harsini atas segala
dukungan dan doa-doanya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Erni Sofia Murtini, STP, MP, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
3. Prof. Dr. Teti Estiasih, STP, MP., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Universitas Brawijaya.
4. Semua teman seperjuangan THP 2013 yang telah mendukung dan
terlibat dalam penyusunan tugas akhir.
Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan
pengalaman, penulis mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan Tugas
Akhir ini. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun semua pihak yang membutuhkan.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
2.6 Analisa Proksimat ........................................................................... 16
2.6.1 Kadar air ............................................................................. 17
2.6.2 Kadar Abu .......................................................................... 17
2.6.3 Kadar Lemak ...................................................................... 18
2.6.4 Kadar Protein ..................................................................... 18
2.6.5 Kadar Karbohidrat .............................................................. 18
2.6.6 Kadar Serat Kasar .............................................................. 19
2.7 Analisa Tekstur ............................................................................... 19
2.8 Efek pengolahan Terhadap Produk Pangan ................................... 20
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 22
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 22
3.1.1 Bahan .................................................................................. 22
3.1.2 Alat ..................................................................................... 22
3.3 Penelitian Pendahuluan .................................................................. 23
3.4 Metode Penelitian ........................................................................... 23
3.5 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 23
1.3.1 Pembuatan Tepung Kacang Hijau ....................................... 24
1.3.2 Pembuatan Klepon Modifikasi ............................................. 25
3.6 Pengamatan dan Analisa Data ....................................................... 25
3.6.1 Pengamatan ........................................................................ 25
3.6.2 Analisa Data ....................................................................... 27
3.7 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 27
3.7.1 Pembuatan Tepung Kacang Hijau ...................................... 27
3.7.2 Pembuatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu .................................... 28
3.7.3 Pembuatan Klepon Modifikasi ............................................ 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30
4.1 Karakteristik Bahan Baku ................................................................ 30
4.2 Karakteristik Kimia dan Fisik Klepon Modifikasi .............................. 33
4.2.1 Kadar Air ............................................................................. 33
4.2.2 Kadar Abu ........................................................................... 34
4.2.3 Kadar Lemak ...................................................................... 36
4.2.4 Kadar Protein ...................................................................... 38
4.2.5 Kadar Karbohidrat ............................................................... 40
4.2.6 Kadar Serat Kasar ............................................................... 42
ix
4.2.7 Analisa Nilai Tekstur ............................................................ 44
4.3 Pemilihan Perlakuan Terbaik ......................................................... 46
4.4 Informasi Nilai Gizi Klepon Modifikasi ............................................. 48
IV. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 51
Lampiran-Lampiran .................................................................................. 57
x
DAFTAR TABEL
Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
xiii
I PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui proporsi tepung ketan putih, tepung ubi jalar ungu, dan
tepung kacang hijau yang tepat pada klepon modifikasi.
2. Mengetahui informasi nilai gizi pada klepon modifikasi.
1.4 Manfaat
1. Memberi informasi pengaruh modifikasi bahan dan warna pada klepon
yang memiliki kandungan gizi lebih tinggi dari klepon pada umumnya.
2. Memberi informasi mengenai nilai gizi klepon modifikasi akibat perlakuan
modifikasi bahan dan warna.
3. Memacu pengembangan produk klepon modifikasi supaya dapat
diterapkan untuk skala komersial.
1.5 Hipotesis
1. Diduga jajanan tradisional klepon modifikasi dengan penambahan tepung
ubi jalar ungu dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dapat
meningkatkan kandungan gizinya.
2 Diduga perlakuan modifikasi pada klepon mengakibatkan adanya
perbedaan kandungan gizi.
3
II TINJAUAN PUSTAKA
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman rambat yang berasal
dari daerah tropis Amerika. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh dengan baik di
dataran rendah maupun di pegunungan sekalipun dengan suhu 270C (Susilawati,
2008). Sejak tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap daerah di
Indonesia seperti Papua, Sumatra, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Pemanfaatan ubi jalar sebagai makanan pokok di Indonesia hanya sebagian
daerah di Papua saja, walaupun belum menyamai padi dan jagung (Nur Aini et
al., 2004).
Umbi-umbian di Indonesia mempunyai potensi besar untuk diolah menjadi
suatu produk, salah satunya adalah ubi jalar. Menurut Khudori (2011), Areal
panen ubi jalar di Indonesia tiap tahun seluas ±229.000 hektar, tersebar di
seluruh propinsi, baik di lahan sawah maupun tegalan. Menurut BPS (2015),
produksi rata-rata nasional ubi jalar mencapai 160,53 kwintal per hektar. Ubi jalar
bisa ditanam sepanjang tahun, baik secara terus menerus, bergantian maupun
secara tumpang sari (Widowati, 2009).
Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah ditanam
biasanya sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya berbentuk bulat sampai
lonjong. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak panjang dengan berat antara
200 ± 250 g per ubi. Jenis ubi jalar ada bermacam-macam, berdasarkan
warnanya ada yang berwarna putih, kuning, ungu, dan oranye. Walaupun
berbeda warna namun ubi ini memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda
antara yang satu dengan yang lain (Sing et al., 2008). Dalam penelitian ini
digunakan ubi yang memiliki daging ubi berwarna ungu.
Ubi jalar ungu merupakan jenis ubi jalar yang memiliki warna daging umbi
ungu. Keunggulan dari ubi jalar ungu ini adalah mengandung antosianin yang
tinggi (Juanda, D. dan B. Cahyono, 2000). Ubi jalar termasuk salah satu
makanan alami yang benar-benar baik untuk kesehatan dikarenakan rendah
kalori dan tinggi serat. Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat
larut, yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol darah. Karbohidrat yang
dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54),
artinya komoditi ini sangat cocok untuk bagi orang yang terkena diabetes dan
4
akan terserap ke dalam granula pati dan mengalami pembengkakan (Imaningsih,
2012).
Efek pemanasan terhadap protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-
reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi
tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, peningkatan kadar
air produk, reaksi maillard, dan pemutusan ikatan peptida (Piliang, 1996).
Denaturasi protein dapat terjadi karena adanya pemanasan, Kebanyakan protein
pangan terdenaturasi jika dipanasakan pada suhu yang moderat (60-90ιC).
Pemanasan yang moderat dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa
menghasilkan senyawa toksik. Disamping itu, pemanasan yang moderat dapat
menginaktivasi beberapa enzim seperti protease, lipase, lipoksigenase, amilase,
polifenoloksidase dan enzim oksidatif dan hidrolotik lainnya. Jika gagal
menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off-flavour,
ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan
(Kusnandar, 2010). Kadar protein yang tinggi juga berpengaruh pada
peningkatan kadar air suatu bahan pangan karena protein bersifat hidrofilik yang
dapat mengikat air (WInarno, 2008). Sehingga protein dapat meningkatkan kadar
air produk pangan.
Efek pemanasan terhadap lemak akan mempengaruhi flavor produk
pangan. Hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak menjadi
produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang
sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor. Namun apabila kandungan
lemak bahan pangan hanya sedikit seperti pada produk berbahan dasar tepung,
maka tidak akan memberikan pengaruh yang besar karena komponen-komponen
lemak yang terpecah sedikit (Satuhu dan Sunarmani, 2004).
21
III METODE PENELITIAN
3.2.2 Alat
22
3.7.3 Pembuatan Klepon Modifikasi
Analisa Fisik:
z Tekstur Penirisan
Analisa Kimia:
z Kadar Air
z Kadar Abu Klepon modifikasi
z Kadar Lemak
z Kadar Protein
z Kadar Karbohidrat
z Kadar Serat Kasar
Informasi Nilai Gizi
29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan : *Data adalah rerata dari tiga kali ulangan dan tanda (±) merupakan
standar deviasi
Sumber: aGinting dan Ratna (2006), bSusilawati dan Medikasari (2009), cYuliani
(2015), dSidabutar et al (2013), eRatnasari dan Yunianta (2015), fSuarni (2009)
30
parameter yang cukup penting dalam penepungan, karena berkaitan dengan
mutu produk yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar airnya maka produk tepung
tersebut semakin tidak baik mutunya karena kemungkinan mikroba tumbuh lebih
besar dan dapat menurunkan mutu produk tepung tersebut, begitu pula
sebaliknya semakin rendah kadar airnya maka mutu produk tepung semakin baik
(Triyono, 2010).
Kadar abu kacang hijau (2,93%) masih pada kisaran kadar abu pustaka
yaitu (1,91-3,55%). Kadar abu berasal dari kandungan mineral pada bahan,
mineral yang terkandung dalam kacang hijau meliputi kalsium, fosfor, zat besi,
natrium, dan kalium. Kalsium banyak terdapat pada pada bagian kulit biji,
kemudian bagian lembaga, dan bagian paling sedikit pada kotiledon. Zat besi
paling banyak terdapat pada bagian embrio dan kulit biji. Sedangkan fosfor paling
banyak terdapat pada bagian lembaga (Astawan, 2009). Pada tepung ubi jalar
ungu, kadar abu bahan sedikit lebih rendah (2,4%) dibandingkan dengan pustaka
(2,58-5,31%). Kandungan kadar abu dalam tepung dan pati dipengaruhi
beberapa faktor, diantaranya berasal dari mineral dalam umbi segar, pemakaian
pupuk, dan dapat juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama
pengolahan. Proses pengolahan tepung seperti pengayakan yang berulang-
ulang dapat menyebabkan kandungan mineral ikut terbuang bersama bubuk
yang kasar (Susilawati dan Medikasari, 2009).
Kadar lemak tepung kacang hijau (2,94%) masih pada kisaran kadar
lemak pustaka yaitu (2,45-4,97%) (Yuliani, 2015; Sidabutar et al., 2013).
Sedangkan jika dibandingkan dengan Ratnasari dan Yunianta (2015), kadar
lemak tepung kacang hijau jauh lebih besar. Hal tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor, seperti human error, perbedaan varietas kacang hijau yang
digunakan, dan pengolahan tepung kacang hijau yang dilakukan juga berbeda
diduga dapat mempengaruhi kadar lemak pada tepung. Lemak yang tinggi pada
produk tepung rentan terjadi kerusakan karena proses oksidasi (tengik) sehingga
berpengaruh pada umur simpan tepung (Suarni, 2009). Lemak juga dapat
mengganggu proses gelatinisasi suatu bahan ketika dipanaskan karena lemak
dapat membentuk lapisan hidrofobik pada granula pati sehingga proses
pengikatan air oleh granula pati akan terhambat (Utami, 2009). Sedangkan kadar
protein tepung kacang hijau diketahui tidak berbeda jauh (17,55%) dibandingkan
dengan pustaka (13,55-22,07%). Penelitian Suarni (2009), menyatakan bahwa
kadar protein tepung kacang hijau tanpa proses pengeringan atau ditepungkan
31
langsung dapat mencapai 32,8%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
perbedaan metode pengolahan pada tepung. Semakin tinggi suhu dan semakin
lama waktu selama proses pengolahan maka semakin tinggi kerusakan kadar
protein pada produk tersebut. Metode pengolahan pada bahan pangan sangat
berpengaruh pada kerusakan yang terjadi pada protein (Sundari et al., 2015).
Kadar lemak tepung ubi jalar ungu diketahui sedikit lebih besar (1,03%)
jika dibandingkan dengan pustaka (0,53-0,81%). Sedangkan kadar protein
tepung ubi jalar ungu diketahui lebih kecil (1,38%) jika dibandingkan dengan
pustaka (2,11-2,79%). Proses pengolahan yang berbeda dapat mempengaruhi
kadar protein dan lemak pada tepung ubi jalar, adanya perbedaan lama waktu
pengeringan sangat berpengaruh terhadap kadar protein dan lemak ubi jalar
karena kedua senyawa tersebut sangat rentan terhadap panas (Ginting dan
Ratna, 2006). Suarni et al. (2009), menyatakan bahwa kandungan lemak dalam
tepung lebih baik rendah karena dapat mempengaruhi umur simpan. Apabila
dipanaskan kandungan lemak yang tinggi dapat menghambat proses gelatinisasi
karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa.
Kadar karbohidrat pada tepung kacang hijau adalah sebesar 66,78%,
kadar tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan pustaka (60,76%).
Sedangkan pada tepung ubi jalar ungu kadar karbohidratnya adalah 87,62%,
kadar tersebut juga lebih tingi dibandingkan dengan pustaka (81,74-83,81%).
Menurut Sing et al. (2008), menyatakan bahwa kadar karbohidrat pada tepung
ubi jalar cukup tinggi.
Kadar serat kasar tepung kacang hijau lebih besar (16,27%)
dibandingkan dengan pustaka (2,2-6,99%). Hal tersebut bisa terjadi perbedaan
varietas yang digunakan dengan pustaka, metode analisa yang berbeda, dan
penguapan pelarut yang kurang lama sehingga terhitung sebagai serat kasar.
Kacang hijau memiliki kandungan serat pangan (dietary fiber) dan serat kasar
(crude fiber) yang cukup tinggi sehingga baik untuk pencernaan (Astawan, 2009).
Sedangkan kadar serat kasar tepung ubi jalar ungu juga lebih besar (3,00-4,72%)
dibandingkan dengan pustaka (3,00-4,72%). Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya perbedaan metode analisa, pada pustaka menggunakan metode Van
Soest (1970), sedangkan penelitian ini menggunakan metode AOAC (2005).
kualitas tepung, dan varietas yang berbeda. Selain itu kadar serat ubi jalar juga
dipengaruhi oleh umur panen umbi segarnya. Pati pada umbi akan terus
menurun perlahan dan mulai terjadi perubahan pati menjadi serat, jadi semakin
32
tua umur umbi segar waktu panen maka semakin tinggi kadar seratnya (Wahid et
al., dalam Richana dan Sunarti, 2004).
33
ketan sangat tinggi yaitu mencapai 99% dari pati, amilopektin berperan penting
dalam penyerapan air (Priyanto, 2012).
Kadar protein yang tinggi juga berpengaruh pada pengikatan air suatu
bahan, karena protein bersifat hidrofilik sehingga dapat mengikat air (Winarno,
2008). Pada perlakuan dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau,
dan tepung ubi jalar ungu (10:7:3) memiliki proporsi tepung kacang hijau paling
tinggi namun kadar air rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena tepung kacang
hijau memiliki protein tinggi namun juga memiliki amilopektin yang lebih rendah
(62% dari pati) dibandingkan tepung ubi jalar ungu (80% dari pati) (Yuliani,
2015). Kandungan amilopektin bahan adalah yang paling berperan besar pada
proses pengikatan air karena kadarnya lebih besar daripada protein.
Kandungan amilopektin suatu bahan berperan penting dalam menyerap
air. Tingginya kadar air klepon modifikasi dipengaruhi pada penggunaan tepung
ketan putih dan tepung ubi jalar ungu, karena bahan tersebut memiliki kadar
amilopektin yang tinggi. Sumber amilopektin tertinggi berasal dari tepung ketan
putih mencapai 99% dari total kadar pati (Priyanto, 2012). Amilopektin dapat
berfungsi sebagai agen pengikat air, karena memiliki jumlah gugus hidroksil yang
sangat besar yang dapat meningkatkan penyerapan air. Amilopektin memiliki
struktur kimia yang bercabang menyebabkan struktur gel yang terbentuk lebih
kuat dari amilosa, kandungan inilah yang menyebabkan tepung ketan kenyal dan
lunak apabila dipanaskan dengan air (Winarno, 2008). Selain itu kadar serat
yang tinggi juga berpengaruh pada kadar air suatu produk, karena air yang
terikat dengan serat akan sulit terlepaskan walaupun telah melalui pemanasan
(Sidabutar et al., 2013). Richana dan Sunarti (2004) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa penambahan tepung kacang hijau dapat meningkatkan kadar
air suatu produk karena disebabkan adanya interaksi antara protein dan air yang
ditambahkan.
34
4.3. Berdasarkan analisa statistik kadar abu semakin meningkat seiring
penambahan proporsi tepung ubi jalar ungu.
Tabel 4.3 Kadar abu Klepon Modifikasi
Berdasarkan data pada Tabel 4.3 kadar abu klepon modifikasi tertinggi
pada perlakuan yang menggunakan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang
hijau, dan tepung ubi jalar ungu berturut-turut (10:3:7) yaitu sebesar 1,18%.
Klepon modifikasi memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan pustaka.
Kadar abu klepon menurut Kadek et al (2013) adalah sebesar 0,61%. Hal
tersebut dapat terjadi karena bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
klepon berbeda, selain itu penambahan jumlah garam (NaCl) juga berpengaruh
pada kandungan mineral suatu bahan pangan. Garam (NaCl) yang ditambahkan
pada suatu produk pangan dapat meningkatkan kandungan mineral produk
(Mega, 2009). Hal ini dapat terjadi karena garam merupakan bahan anorganik
yang terdiri dari komponen penyusun abu. Tingginya kadar abu pada klepon
modifikasi juga dipengaruhi oleh penambahan tepung kacang hijau dan tepung
ubi jalar ungu. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel yang diketahui kadar abu
klepon kontrol jauh lebih rendah jika dibandingkan klepon modifikasi. Klepon
kontrol yang dalam pembuatannya hanya menggunakan tepung ketan putih saja.
Hal tersebut dapat terjadi karena bahan baku yang digunakan yaitu tepung ketan
putih yang mengandung kadar abu rendah yaitu sebesar 0,29% (Imaningsih,
2012). Berdasarkan analisa bahan baku, tepung kacang hijau mengandung
kadar abu sebesar 2,93%. Sedangkan kadar abu tepung ubi jalar ungu cukup
tinggi yaitu sebesar 3,87%. Hal tersebut yang menyebabkan semakin
35
meningkatnya kadar abu klepon modifikasi seiring penambahan proporsi tepung
ubi jalar ungu.
Kadar abu perlakuan (1:3:7) sangat berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya termasuk kontrol. Pada kadar abu kontrol (0,35%) juga sangat berbeda
nyata dengan semua perlakuan klepon modifikasi. Pada Tabel 4.2 menunjukkan
bahwa perlakuan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung
ubi jalar ungu (1:3:7) memiliki kadar abu tertinggi yaitu 1,18%, maka dapat
disimpulkan semakin tinggi proporsi tepung ubi jalar ungu maka semakin tinggi
pula kadar abunya. USDA (2016) menyatakan bahwa mineral yang terkandung
dalam kacang hijau yaitu 132 mg kalsium (Ca), 6,74 mg zat besi (Fe), 189 mg
Magnesium (Mg), 367 mg fosfor (P), 1246 mg kalium (K), dan 2,68 mg zinc (Zn).
Sedangkan kandungan mineral pada ubi jalar ungu menurut USDA (2016) yaitu
30 mg kalsium (Ca), 0,61 zat besi (Fe), 25 mg Magnesium (Mg), 47 mg fosfor
(P), 258 mg kalium (K), dan 0,30 mg zinc (Zn).
Rerata kadar abu klepon modifikasi terendah terdapat pada perlakuan
dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar
ungu (10:5:5) sebesar 0,83%. Formulasi tersebut menggunakan tepung kacang
hijau dan tepung ubi jalar ungu dengan jumlah yang sama. Berdasarkan analisa
bahan baku kadar abu yang terkandung pada tepung kacang hijau sebesar
2,93%, sedangkan pada ubi jalar ungu sebesar 2,4%. Namun sampel kontrol
dengan bahan tepung ketan putih saja memiliki kadar abu yang paling rendah
dibandingkan dengan semua perlakuan klepon modifikasi, hal tersebut dapat
terjadi karena kadar abu pada tepung ketan putih sangat rendah. Imaningsih
(2012) menyatakan bahwa kadar abu yang terdapat pada tepung ketan putih
hanya sebesar 0,29%. Ketan putih mengandung kadar abu yang rendah
dikarenakan mineral yang terkandung sedikit, mineral yang terdapat pada ketan
putih adalah kalsium (0,012%), fosfor (0,148%), dan zat besi (0,08%) (Wiryawan,
2012).
36
modifikasi. Tabel rerata kadar lemak klepon modifikasi dapat dilihat pada Tabel
4.4.
37
mengekstrak suatu lemak dalam bahan sehingga kadar lemak yang terhitung
dalam bahan akan berkurang (Apriyantono et al., 1989).
Jika dibandingkan dengan klepon kontrol, klepon modifikasi memiliki
kadar lemak yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
penambahan tepung kacang hijau dan tepung ubi jalar ungu yang dapat
meningkatkan kadar lemak klepon. Kadar lemak pada tepung ketan putih
menurut Imaningsih (2012) adalah 1,00%, dengan adanya penambahan tepung
kacang hijau yang memiliki kadar lemak 2,45-4,97% dan tepung ubi jalar ungu
0,81% maka dapat meningkatkan kandungan lemak pada klepon modifikasi.
Perbedaan perlakuan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau,
dan tepung ubi jalar ungu yang diberikan memberikan perbedaan yang signifikan
terhadap kadar lemak klepon modifikasi. Karena adanya pengaruh nyata pada
klepon modifikasi setiap perlakuan, maka dilakukan uji lanjXW'057Į
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kadar lemak kontrol berbeda nyata dibandingkan
dengan kadar lemak semua perlakuan kecuali proporsi (10:3:7). Hal tersebut
dapat terjadi karena perlakuan kontrol hanya menggunakan bahan baku tepung
ketan putih saja, jadi kandungan lemaknya cukup rendah. Sedangkan rerata
kadar lemak paling rendah pada klepon modifikasi terdapat pada perlakuan Pa
dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar
ungu (10:3:7) sebesar 2,42%. Proporsi tepung ubi jalar ungu lebih tinggi
dibandingkan tepung kacang hijau. Hal tersebut sesuai dengan Ginting dan
Ratna (2006) yang menyatakan kadar lemak tepung ubi jalar ungu lebih rendah
dibandingkan dengan tepung kacang hijau yaitu sebesar 0,81%.
Data hasil analisa kadar lemak menunjukkan bahwa kadar lemak produk
klepon modifikasi ada yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan analisa
kadar lemak bahan baku yang digunakan. Hal tersebut dapat terjadi diduga
karena adanya kemungkinan waktu penguapan pelarut kurang lama, sehingga
memungkinkan adanya residu pelarut yang ikut terhitung sebagai lemak.
Penggunaan labu lemak yang kurang bersih juga dapat memungkinkan adanya
penambahan kadar lemak produk klepon modifikasi.
38
yang diberikan berpengaruh Q\DWD Į WHUKDGDS kadar protein klepon
modifikasi Hasil rerata kadar protein klepon modifikasi dapat dilihat pada Tabel
4.5. kadar protein kelpon modifikasi semakin meningkat seiring peningkatan
proporsi tepung kacang hijau yang diberikan.
39
pengeringan, dan penggilingan (Hatta, 2012). Berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan pembuatan tepung kacang hijau memiliki protein yang yang tinggi,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan klepon
modifikasi. Apabila dibandingkan dengan klepon kontrol, klepon modifikasi
semua perlakuan memiliki kadar protein yang lebih tinggi. Hal tersebut
membuktikan bahwa penambahan tepung kacang hijau dan tepung ubi jalar
ungu dapat mempengaruhi peningkatan kadar protein klepon. Astawan (2009)
dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penambahan kombinasi tepung
kacang hijau dengan tepung lain dapat meningkatkan kualitas protein
dibandingkan dengan bahan semula. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
efek komplementasi atau efek saling melengkapi kekurangan pada masing-
masing bahan.
Perbedaan perlakuan proporsi penambahan tepung ketan putih, tepung
kacang hijau, dan tepung ubi jalar ungu yang diberikan berpengaruh terhadap
kadar protein klepon modifikasi. Adanya pengaruh nyata pada klepon modifikasi
VHWLDS SHUODNXDQ PDND GLODNXNDQ XML ODQMXW '057 Į Berdasarkan
Tabel 4.5 diketahui bahwa kadar protein pada perlakuan (10:7:3) yaitu 3,65%
memberikan pengaruh sangat nyata pada semua perlakuan termasuk kontrol.
Begitu pula kadar protein kontrol (0,85%) yang memberikan pengaruh sangat
nyata pada semua perlakuan klepon modifikasi.
Rerata kadar protein terendah klepon modifikasi terdapat pada perlakuan
dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar
ungu (10:3:7) yaitu sebesar 2,15%. Namun pada klepon kontrol memiliki kadar
kadar protein yang paling rendah dengan semua perlakuan yaitu sebesar 0,85%.
Hal tersebut disebabkan karena klepon kontrol hanya menggunakan bahan baku
tepung ketan putih saja, sedangkan klepon modifikasi menggunakan
penambahan tepung kacang hijau. Tepung kacang hijau memiliki kadar protein
yang cukup tinggi yaitu sebesar 17,55% (analisa bahan baku), sehingga semakin
banyak tepung kacang hijau yang ditambahkan, maka kadar protein klepon akan
meningkat, dan sebaliknya kadar protein klepon akan menurun seiring dengan
peningkatan proporsi tepung ubi jalar ungu.
40
Berdasarkan analisa ragam ANOVA (Lampiran 7) menunjukkan perbedaan
perlakuan proporsi tepung yang diberikan berpengaruh Q\DWDĮ WHUKDGDS
kadar karbohidrat klepon modifikasi Rerata kadar karbohidrat klepon modifikasi
dapat dilihat pada Tabel 4.6.
41
Adanya pengaruh nyata pada klepon modifikasi setiap perlakuan, maka
dilakukan uji lanjut DMRT 5% Į Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa
kadar karbohidrat pada perlakuan (10:3:7) 45,41% dan kontrol 47,03%
memberikan pengaruh sangat nyata pada semua perlakuan. Adanya perbedaan
kadar karbohidrat pada klepon modifikasi dipengaruhi oleh proporsi tepung yang
berbeda-beda.
Kadar karbohidrat pada klepon modifikasi cukup tinggi, hal ini dipengaruhi
pada penggunaan tepung ketan putih dan tepung ubi jalar ungu yang
ditambahkan. Tepung ketan putih mangandung kadar karbohidrat tinggi yaitu
sebesar 81,05% (Imaningsih, 2012). Tepung ubi jalar ungu juga cukup tinggi
yaitu sebesar 83,81% (Ginting dan Ratna, 2006). Sedangkan pada tepung
kacang hijau kadar karbohidratnya tidak terlalu tinggi sebesar 62,62% (USDA,
2016). Tingginya kadar karbohidrat tepung ketan dan ubi jalar bahan dapat
mempengaruhi kadar karbohidrat produk akhir, kandungan amilopektin pada
kedua bahan tersebut lebih tinggi daripada kandungan amilosanya. Karbohidrat
kacang hijau juga dapat mempengaruhi kadar karbohidrat klepon modifikasi.
Karbohidrat kacang hijau terdiri dari pati, gula sederhana, dan serat. Kandungan
pati pada kacang hijau adalah sebesar 32-43% (Kadek et al., 2013). Imaningsih
(2012) mengungkapkan kandungan pati kacang hijau terdiri dari amilopektin
sebesar 21,2% dan amilosa sebesar 28,8%. Sundari et al (2015) menyatakan
bahwa, faktor pengolahan juga sangat berpengaruh pada kandungan karbohidrat
seperti pemasakan atau gelatinisasi.
42
Į ) terhadap kadar serat kasar klepon modifikasi. Tabel 4.7 menunjukkan
rerata kadar serat kasar klepon modifikasi dengan perlakuan yang berbeda.
Kadar serat kasar klepon modifikasi semakin meningkat seiring dengan
peningkatan penambahan tepung kacang hijau.
Tabel 4.7 Kadar Serat Kasar Klepon Modifikasi
43
Rerata kadar serat kasar klepon modifikasi terendah terdapat pada
perlakuan dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung
ubi jalar ungu (10:3:7) dengan kadar serat kasar sebesar 9,90%. sedangkan
kadar serat kasar klepon modifikasi yang paling tinggi terdapat pada perlakuan
Pe yaitu dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung
ubi jalar ungu (10:7:3) yaitu sebesar 12,84. Kandungan serat kasar yang tinggi
dikarenakan adanya penambahan tepung kacang hijau dan tepung ubi jalar ungu
yang kaya akan serat. Berdasarkan hasil analisa bahan baku pada tepung
kacang hijau memiliki kadar serat kasar sebesar 14,87% dan tepung ubi jalar
ungu sebesar 12,11%, tingginya kadar tersebut sehingga dapat meningkatkan
serat kasar pada klepon modifikasi. Sedangkan pada klepon kontrol memiliki
serat kasar yang lebih rendah daripada klepon modifikasi semua perlakuan.
Berdasarkan hasil tersebut, kadar serat kasar klepon modifikasi berbanding lurus
dengan penggunaan tepung kacang hijau yang ditambahkan. Semakin banyak
penambahan proporsi tepung kacang hijau, maka akan semakin tinggi kadar
serat kasar yang terkandung dalam klepon modifikasi.
44
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rerata nilai tekstur klepon modifikasi
terendah terdapat pada perlakuan dengan proporsi tepung ketan putih, tepung
kacang hijau, dan tepung ubi jalar ungu (10:4:6) dengan nilai sebesar 2,42 N.
sedangkan nilai rerata tekstur klepon modifikasi yang paling tinggi terdapat pada
perlakuan dengan proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung
ubi jalar ungu (10:7:3) yaitu sebesar 3,82 N. Sedangkan klepon kontrol memiliki
tekstur lebih rendah daripada semua perlakuan klepon modifikasi. Adanya
perbedaan nilai tektur klepon kontrol dengan klepon reformulasi ini terjadi karena
perbedaan bahan yang digunakan sehingga berpengaruh pada kadar pati
terutama amilopektin bahan, semakin tinggi kadar amilopektin suatu bahan
apabila mengalami pemanasan atau pemasakan maka semakin lunak/kenyal
produk tersebut karena pati yang tergelatinisasi semakin tinggi. Adanya pati pada
bahan pangan juga diketahui dapat memperbaiki tekstur produk (Lamaday dan
Yuwono, 2014). Hal ini berhubungan dengan kemampuan molekul pati untuk
membentuk gel atau jaringan yang berhubungan dengan elastisitas.
Ratnasari dan Yunianta (2015) mengungkapkan kandungan pati kacang
hijau terdiri dari amilopektin sebesar 21,2%. Sedangkan pada ubi jalar ungu
memiliki kandungan amilopektin dalam pati berkisar antara 70-80%. Perbedaan
tersebut dapat mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap air, semakin
tinggi amilopektin sehingga viskositas bahan menjadi lebih tinggi dan konsistensi
gel yang dihasilkan lebih keras. Kemampuan amilopektin dalam pembentukan
gel ini dapat menambahkan sifat kekenyalan dalam produk pangan (Pangesthi,
2009). Berdasarkan hal tersebut, diketahui perlakuan yang memiliki proporsi
tepung kacang hijau tertinggi dan proporsi tepung ubi jalar ungu terendah
sehingga produk akhir memiliki tekstur yang paling keras, sedangkan pada
perlakuan yang memiliki proporsi tepung kacang hijau yang rendah dan proporsi
ubi jalar tertinggi memiliki tekstur yang lebih kenyal. Apabila melihat dari proporsi
tepung yang digunakan seharusnya nilai tekstur terendah pada perlakuan 1 : 0,3
: 0,7 karena memiliki proporsi tepung kacang hijau terendah dan tepung ubi jalar
ungu tertinggi. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena adanya perbedaan jarak
pengukuran tekstur yang cukup lama dari waktu pemasakan. Hardoko et al.
(2013) menyatakan bahwa penggunaan pati dapat menyebabkan konsistensi gel
cenderung mengeras setelah proses pemasakan dan kadar amilosa dapat
menyebabkan peningkatan konsistensi gel.
45
Perbedaan perlakuan memberikan pengaruh terhadap nilai tekstur klepon
modifikasi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan proporsi
penambahan tepung kacang hijau dan tepung ubi jalar ungu yang dapat
berpengaruh pada tekstur produk. Adanya pengaruh nyata pada klepon
modifikasi setiap perlakuan, maka dilakukan uji lanjut DMRT 5% Į
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa nilai tekstur pada perlakuan (10:3:7)
sangat berbeda nyata dengan nilai tekstur klepon (10:6:4); (10:7:3); (20:0:0).
Pada perlakuan (10:4:6) dengan nilai tekstur 2,42 N juga cenderung berbeda
nyata pada perlakuan (10:5:5); (10:6:4); dan (10:7:3). Sedangkan nilai tekstur
perlakuan (10:5:5) sangat berbeda nyata pada perlakuan (10:7:3) dan kontrol
(2,22 N). Pada perlakuan (10:7:3) dan (10:6:4) sangat berbeda nyata dengan
semua perlakuan lainnya. Terakhir pada kontrol (2,22 N) sangat berbeda nyata
dengan semua perlakuan klepon modifikasi kecuali perlakuan (10:4:6).
46
Tabel 4.9 Nilai Parameter Fisikokimia Klepon Modifikasi
47
protein dan kadar serat kasar jika dibandingkan hanya berbahan dasar tepung
ketan putih pada klepon pada umumnya.
48
kentang, umbi, serealia, tepung atau pati serta makanan ringan tersebut selain
olahan ekstrudat, takaran saji berkisar antara 20-40 g. Klepon modifikasi dengan
isian gula merah serta kelapa parut beratnya sekitar 8 g. Jadi pada penyajiannya
berisi 5 klepon modifikasi yang diletakkan pada wadah kecil
49
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan proporsi
tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar ungu yang
GLEHULNDQFHQGHUXQJPHPEHULNDQSHQJDUXKQ\DWDĮ terhadap kadar abu,
kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, dan nilai
tekstur. Perlakuan terbaik klepon modifikasi diperoleh pada perlakuan Pe dengan
proporsi tepung ketan putih, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar ungu
(10:7:3) yang memiliki parameter kadar air sebesar 47,60%; kadar abu sebesar
1,00%; kadar lemak sebesar 3,28%; kadar protein sebesar 3,65%; kadar
karbohidrat by difference sebesar 45,11%; kadar serat kasar sebesar 12,84%;
dan nilai tekstur sebesar 3,82 N. Kandungan gizi klepon modifikasi tersebut lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan gizi klepon tradisional maupun
klepon kontrol. Penelitian ini difokuskan pada penambahan protein dan serat
kasar produk klepon. Kadar kebutuhan konsumsi lemak perhari adalah 65 gram,
karbohidrat sebanyak 300 gram, protein sebanyak 50 gram, dan serat sebesar
25 gram. Berdasarkan kadar tersebut dapat disimpulkan bahwa angka
kecukupan gizi (AKG) klepon modifikasi dalam setiap sajinya (40 g) dapat
memenuhi kebutuhan lemak sebanyak 4%, karbohidrat sebanyak 14%, protein
sebanyak 7%, Energi total yang dihasilkan dari klepon modifikasi adalah sebesar
220 kkal.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh lama waktu
pemasakan terhadap karakterisasi dan kandungan gizi produk klepon modifikasi,
dan perlu dilakukan modifikasi klepon dengan ubi jalar ungu kukus untuk
mengetahui perbedaan karakteristik akhir dengan klepon berbahan baku tepung
ubi jalar ungu.
50
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N, H., Dwiyanti., Setyawati, R. 2004. Tepung ubi jalar sebagai bahan
baku pembuatan mie dengan suplementasi olahan kedelai dan
variasi sumber pengemulsi. Jurnal Pembangunan Pedesaan. III (3):
195-204.
Almaitser, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Anggraeni, D.A., S.B. Widjanarko, dan D.W. Ningtyas. 2014. Proporsi Tepung
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) : Tepung Maizena
Terhadap Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2
(3): 214-223
Apriyantono, S., Anton. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor
Ayustaningwarno, F., Retnaningrum G., Safitri I., Anggraheni N., Suhardinata F.,
Umami C. dan Rejeki M.S.W. 2012. Aplikasi Pengolahan Pangan.
Penerbit Deepublish. Yogyakarta.
51
Ega, L. 2002. Kajian Beberapa Sifat Fisik Dan Pola Hidrolisis Pati Ubi Jalar
Jenis CIP Secara Enzimatis Dan Asam [Disertasi]. Bogor: Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ekawati. Hapsari, I. Wipranyawati. 2005. Kajian Varietas Dan Bagian Daging
Umbi Ubi Ungu Dalam Rangka Penyediaan Tepung Ubi Ungu Sehat
Termodifikasi. Bali : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
Elvira, S., Hery S. 2011. Pengembangan Produk Mi Kering dari Tepung Ubi
Jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan Umur Simpannya dengan
Metode Isoterm Sorpsi. Jurnal Teknologidan Industri Pangan, Vol. XXII
no. 2 Th 2011.
Haliza, W., Purwani, Agustinisari, I., Triyantini, Setiyanto, H., Savitri. 2007.
Teknologi Pemanfaatan Kacang-kacangan Untuk Produk Tempe.
Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pasca Panen Pertanian. Bogor/
Hardoko, T.I. Saputra, dan N.A. Anugrahati. 2013. Karakteristik Kwetiau yang
Ditambah Tepung tapioka dan Rumput Laut Gracilalia gigas Harvey.
Jurnal Perikanan dan Kelautan 18 (2): 1-11
Herawati, H. 2009. Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar. Balai Besar.
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Vol.5 2009.
52
Immaningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Panel Gizi Makanan 35
(1): 13-22
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2000. Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha
Tani. Kanisius. Yogyakarta
Lamaday, N.A. dan S.S. Yuwono. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal dalam
Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau
dan Proporsi CMC). Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(1): 67-78
53
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Pemanfaatan Tepung dan Variasi Olahannya.
Jakarta : Agromedia Pustaka
Nengah. 1990. Kajian Reaksi Pencoklatan Termal Pada Proses Pembuatan
Gula Merah dari Nira dan Aren. Tesis Progam Pascasarjana. IPB Bogor
Priyanto, T. 2012. Beras Ketan dan Sifat Fisika ± Kimianya. Yogyakarta : PT.
Liberty.
Rahmawati, R. dan D.S. Luwihana. 2013. Variasi Penambahan Inokulum Yeast
Terhadap Sifat Kimia, Fisik dan Tingkat Kesukaan Konsumen. Jurnal
Agrisains 4 (7): 1-10
Ratnasari, D. dan Yunianta. 2015. Pengaruh Tepung Kacang Hijau, Tepung
Labu Kuning, Margarin Terhadap Fisikokimia dan Organoleptik
Biskuit. Pangan dan Agroindustri 3 (4): 1652-1661
Robert J., Kodatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Samitra
Media Utama. Bandung
Santoso, Agus. 2011. Serat Kasar (Crude Fiber) dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. Klaten : UNWIDHA
54
Sidabutar, W, D, R., Nainggolan, R, J., Ridwansyah. 2013. Kajian Penambahan
Tepung Talas dan Tepung Kacang Hijau terhadap Mutu Cookies.
Jurnal Rekayasa Pangan dqan Pertanian 1(4): 67-75
Sing, S., C.S. Riar, and D.C. Saxena. 2008. Effect of Incoporating
Sweetpotato Flour to Wheat on The Quality Characteristics of
Cookies. African Journal of Food Science Vol 2 : 65-72/
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 2002. Prosedur Analisis untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ketiga. Yogyakarta: Liberty. Hal. 38.
Sudarmadji, Slamet. 2007. Analisi Bahan Makanan dan Produk Pangan.
Bandung : Penerbit Liberty
Suhardiyono, L. 1991. Tanaman Kelapa: Budidaya dan Pemanfaatannya.
Kanisius. Yogyakarta.
Triyono., Taufik, R., Wawan, A., Nurhaidar. 2009. Peningkatan Fungsi dan
Keanekaragaman Produk Olahan Kacang Hijau (Phaseolus radiatus
L) Menjadi Susu Nabati dan Produk Turunannya. Laporan Akhir
Program DIKTI, B2PTTG-LIPI. Subang.
55
USDA. 2016. United States Departement of Agriculture, Basic Report:
16080, Mung Beans, Mature Seeds, Raw. https://ndb.nal.usda.gov.
Diakses pada 18 Oktober 2016
Utomo, J, S., Antarlina, S, S. 2002. Tepung Instan Ubi Jalar untuk Pembuatan
Roti Tawar. Pangan. 38: 54-60.
Wildan. Farihah. 2011. Penentuan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Nabati
dengan Cara Titrasi. Bogor: Balai Penelitian Ciawi.
Wiryawan, A. 2012. Analisis proksimat tepung ketan putih. Malang : Fakultas
MIPA. Universitas Brawijaya
56