Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam Dan Barat

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah


Hukum dan Etika Bisnis

Dosen Pengampu : Nina Martiana

Oleh :
Hidayatullah 2010421077

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat serta
hidayahnya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami ini dengan judul
“PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT “ Shalat serta
salam tak lupa pula kita senandungkan kepada junjungan kita "Nabi Muhammad SAW beserta
para pengikutnya hingga akhir Zaman, amin.

Tak lupa mengucapkan terima kasih kepada ibu NINA MARTIANA selaku dosen Mata kuliah
Hukum dan etika bisnis yang telah membantu dalam mengerjakan makalah ini.

menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa
diharapkan demi perbaikan makalah. juga berharap semoga makalah ini mampu memberikan
pengetahuan tentang Etika Bisnis Dalam Prespektif Islam.
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................................ i


Kata Pengantar ........................................................................................................................ ii
Daftar Isi ................................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan
1.1 LatarBelakang ...................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................................... 5

Bab II Pembahasan
2.1 Aspek Etika Bisnis Islam ..................................................................................... 6
2.2 Teori ethical egoism ............................................................................................. 11
2.3 Teori relativisme .................................................................................................. 12
2.4 Konsep deontology .............................................................................................. 12
2.5 Pengertian profesi ................................................................................................ 13
2.6 Kode etik .............................................................................................................. 13
2.7 Prinsip etika profesi ............................................................................................. 14
2.8 Contoh Kasus ....................................................................................................... 17

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 22

Daftar Pustaka
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia bisnis Indonesia tengah mengalami proses perubahan. Arus globalisasi yang
semakin deras tengah menekan dunia bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar-standar
pengelolaan bisnis secara internasional. Sustainable development maupun green business
merupakan isu yang semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan
kelestarian lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai.
Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk menyelamatkan
lingkungan dari ancaman dunia bisnis.
Dunia bisnis akan bisa survive jika mereka dapat menjaga keseimbangan dirinya dan
lingkungannya. Profit bukanlah semata – mata tujuan yang harus selalu diutamakan. Dunia
bisnis juga harus berfungsi sosial dan harus dioperasikan dengan mengindahkan etika – etika
yang berlaku dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar dari upaya yang
menyalagunakan segalah cara untuk mengejar keuntungan pribadi semata tanpa peduli
berbagai akibatyang merugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan merugikan bangsa dan
negara.
Etika dalam istilah umum adalah ukuran perilaku yang baik. Bahkan ada yang
berpendapat bahwa islam itu akhlak karena mengatur semua perilaku kita, mulai dari tidur
sampai bangun kembali bahkan sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral
dalam bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan
pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya adalah
untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud aspek etika bisnis islam ?
2. Apa yang dimaksud Teori ethical egoism ?
3. Apa yang dimaksud Teori relativisme ?
4. Apa yang dimaksud Konsep deontology ?
5. Apa yang dimaksud Pengertian profesi ?
6. Apa yang dimaksud Kode etik ?
7. Apa yang dimaksud Prinsip etika profesi ?

1.3. Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud aspek etika bisnis islam
2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Teori ethical egoism
3 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Teori relativisme
4 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Konsep deontology
5 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pengertian profesi
6 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Kode etik
7 Untuk mengetahui apa yang dimaksud Prinsip etika profesi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Aspek Etika Bisnis Islam


Secara etimologi kata etika bersasal dari Yunani yang dalam bentuk tunggal yaitu ethos
dan dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha. “Ethos” yang berarti sikap cara berpikir, watak
kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata latin
“mos” yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti juga adat atau cara hidup. Jadi
secara etimologis, etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yangb erkenaan
dengan kebiasaan baik atau buruk, yang diterima umum mengenai sikap, perbuatan,
kewajiban dan sebagainya.
Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris, yaitu business (Plural business). Mengandung
sejumlah arti diantaranya : Commercial activity involving the exchange of moner for
goods or services – Usaha komersial yang menyangkut soal penukaran uang bagi
produsen dan distributor (goods) atau bidang jasa (services)
Etika dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
1. Teleologi Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini
mendasarkan pada dua konsep yakni :
 konsep Utility (manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya,
pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan
pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Dengan
kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang memaksimalisasi apa
yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi banyak pihak. Maka,
sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu itu semakin bermanfaat
bagi banyak orang.
 Teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau keadilan yang berdasarkan
pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah perbuatan itu dinilai etis apabila
menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness.
Yakni konsep yang memiliki nilai dasar keadilan. Dalam hal ini, suatu perbuatan
sangat beretika apabila berakibat pada pemerataan atau kesamaan kesejahteraan
dan beban, sehingga konsep ini berfokus pada metode distribusinya. Distribusi
sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai
jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota
masyarakat.

2. Deontologi
Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus
dilakukan. Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk
bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus
mendatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa
katakan ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang.
Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya
ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat
buruk dari sudut pandang lain. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini
mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-
prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori
teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu prinsip yang
baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu :
 Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip
yang secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi
manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan
manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral. Memandang
sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
 Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis
harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.

3. Hybrid Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :


 Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal diukur bukan dengan
keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan
bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran
mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi
kebebasan individu.
 Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan
keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini bukan harus berupa
barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan
yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
 Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre. Menurutnya,
standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-
benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih
prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya
menjadi.
 Relativisme
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari etika itu
tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada
kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. Setiap individu mempunyai
kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap budaya dan negara.
 Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan. Perbuatan etis harus
didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu
memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
 Etika dalam Perspektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban.
Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya
pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai
dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar
kebenaran. Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam,
sebagai berikut :
1. Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok adalah
penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak
orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan
perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang haram
menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi apabila
caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk
mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus dilakukan
dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi
yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai
dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan pihak lain
sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi egoisme dalam
Islam.
6. Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai
kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa
tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah adalah
hak individu.Sistem saluran pemasaran (marketing channel system) adalah
sekelompok saluran pemasaran tertentu yang digunakan oleh sbuah
perusahaan dan keputusan tentang system ini merupakan salah satu
merupakan keputusan terpenting yang dihadapi oleh manajemen. Salah satu
peran utama saluran pemasaran adalah mengubah pembeli potensial menjadi
pelanggan yang menguntungkan. Saluran pemasaran tidak hanya melayani
pasar, tetapi mereka juga harus membentuk pasar.

Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.


1. Kesatuan (Tauhid/Unity) Dalam hal ini adalah kesatuan sebagai mana terefleksikan
dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik
dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta
mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini
maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk
kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem
Islam.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil) Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam
berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah
untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi,
sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak
terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat
Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3. Kehendak Bebas (Free Will) Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika
bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan
individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong
manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4. Tanggungjawab (Responsibility) Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil
dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggung jawaban dan
akuntabilitas. Untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertaggung jawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan
kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh
manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran:kebajikan dan kejujuran Kebenaran dalam kontek sini selain mengandung
makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan
kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku
benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam
hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan
kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya.
Maka, Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.

2.2. Teori Ethical Egoism Teori Ethical Egoism


Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan bahwa benar atau salah
dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur dari apakah hal tersebut
mempunyai dampak yang baik atau buruk terhadap orang itu sendiri. Apa dampak
perbuatan tersebut bagi orang lain, tidak relevan, kecuali jika akibat terhadap orang lain
tersebut akan mengubah dampak terhadap pelaku yang bersangkutan. Inti pandangan
egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk
mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral
setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini
baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika
kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan
fisik yg bersifat vulgar. Egoisme bermaksud bahawa sesuatu tindakan adalah betul
dengan melihat kepada kesan tindakan kepada individu. lndividu yang berpegang kepada
falsafah ini percaya bahawa mereka harus mengambil keputusan yang dapat
memaksimumkan faedah kepada diri sendiri. Terma “egoisme” berasal dari perkataan
“ego”, perkataan Latin untuk “aku” dalam Bahasa Malaysia. Egoisme perlu dibezakan
dengan egotisme yang bermaksud penilaian berlebihan psikologi terhadap kepentingan
sendiri atau aktiviti sendiri. Teori ini adalah bersifat individualistik. Terdapat dua
kategori utama Egoisme iaitu Psychological Egoism dan Ethical Egoism. a. Egoisme
Secara Psikologi Psychological Egoism berpandangan bahawa setiap ormg sentiasa
didorong oleh tindakan untuk kepentingan diri. lanya juga mendakwa bahawa manusia
sentiasa melakukan perkara-perkara yang dapat memuaskan hati mereka ataupun yang
mempunyai kepentingan peribadi. Teori ini menerangkan bahawa tidak kira apa alasan
yang diberikan oleh seseorang, individu sebenarnya bertindak sedemikian sematamata
untuk memenuhi hasrat peribadi. Sekiranya pandangan ini benar maka keseluruhan
prinsip etika adalah tidak berguna lagi. b. Egoisme Etikal Ethical Egoism menegaskan
bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita
patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan membawa
kebaikan kepada diri sendiri. Ethical Egoism adalah berbeza dengan prinsip-prinsip
moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah dan bercakap benar. la kerana tindakan
tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur yang sedia ada dalam diri manakala dalam
konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan adalah didorong oleh kepentingan peribadi.
Misalnya, seseorang individu yang memohon pinjaman akan memaklumkan kepada
pegawai bank tentang kesilapan pihak bank bukan atas dasar tanggungjawab tetapi
kerana beliau mempunyai kepentingan diri.

2.3 Teori Relativisme


Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan
dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia,
budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan
karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme
berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada
masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh
Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik. Makna
relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu
pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya,
masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih
lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan
benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan
bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.

2.4 Konsep Deontology


Deontology berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/sesuatu yang harus.
Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mendatangkan kebaikan namun
berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakan ini adalah mutlak harus
dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep ini menyiratkan adanya
perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang
baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain. Menurut
David MCnaughton, kebaikan dan keburukan tidak bisa dilihat semata-mata berdasarkan
nilai baik dan buruk, dua hal ini dilihat dari konteks terjadinya perbuatan, bisa kita
contohkan ada sebuah kasus atau sebuah perbuatan, bisa saja perbuatan ini benar di mata
masyarakat umum atau benar berdasarkan konsep-konsep umum yang ada, namun pada
kenyataannya saat dilakukan terlihat buruk atau bahkan dampaknya negative.

2.5 Pengertian profesi


Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam
bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban
melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”. Profesi juga sebagai pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu
profesi biasanya memiliki asosiasi profesi , kode etik , serta proses sertifikasi dan
lisensiyang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang
hukum,kedokteran , keuangan, militer ,teknik desainer, tenaga pendidik. Seseorang yang
berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah
profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan
kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk
pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak
dianggap sebagai suatu profesi.

2.6 Kode etik


Pengertian kode etik dan tujuannya
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai dan juga aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, apa yang tidak benar dan tidak baik
bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan
apa yang harus dilakukan dan perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya
definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan
suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Tujuan kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang
sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya kode etik
akan melindungi perbuatan dari yang tidak profesional.

2.7 Prinsip Etika Profesi


Tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-
masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk
suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang
berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat
minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi
semua orang, juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Prinsip Tanggung Jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum
profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang
bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya
dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan
melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik
mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan
moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin
dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan
profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya
maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas
dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya
kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesinya itu
membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus
bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam. Mengganti
kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan:
mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2. Prinsip Keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam
menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu,
khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula.
Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak
boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak
membayar jasa profesionalnya .prinsip “siapa yang datang pertama mendapat
pelayanan pertama” merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam
arti yang seluas-luasnya .jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan
pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa
mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin
hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini dapat kita
lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah
sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap
mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal
sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya
pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi,
profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan
orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan
orang tersebut.
3. Prinsip Otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional
terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri.
Karena, hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak
boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini
terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus
menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh
mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar
kaum profesional itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya, bisa melakukan
inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan
kepentingan masyarakat luas. Namun begitu tetap saja seorang profesional harus
diberikan rambu-rambu / peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi /
meminimalisir adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu
saja peraturan tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung
terhadap profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut. Hanya saja otonomi ini
punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab
dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta
(dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh
disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung
jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara
otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi
juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama
menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya
malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan
kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan
kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas
dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan
pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan
pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu
pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak
lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan
penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa
mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan
pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai
departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan
sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas
bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau
moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya
sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak
nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut
dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai
yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak
akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau
melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang
hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah
kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang
bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan
profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap
ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan
menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai
dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan
profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau
profesinya. Bahkan, ia rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang
dijunjungnya itu. Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang
tersebut punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang
dianut profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara
langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari
fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi
kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut
dalam melayani masyarakat.

2.8 Contoh Kasus


Contoh kasus pelanggaran etika bisnis
1. Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Perspektif Islam.

Sebuah pengusaha muslim yang merintis usaha dalam bidang jasa EO umroh dan
haji ke tanah suci, pengusaha tersebut mendirikan usaha tersebut atas dasar usaha
mandiri, karena merasa bahwa usaha bisnis yang ia rintis adalah hasil jerih payahnya
sendiri, kemudian ia lupa kalau bisnis yang ia geluti adalah sebagian dari ibadah yang
tujuannya tak lain adalah untuk mengharap ridho Nya dan ia pun merasa bahwa tak ada
campur tangan Nya dalam usaha bisnisnya tersebut.
Usaha bisnis pengusaha tersebut berkembang pesat, dan omsetnya pun terus meningkat,
akan tetapi hal itu bertolak belakang dengan pelayanan yang ia berikan. Merasa usahanya
sudah banyak pelanggan, ia mulai mengabaikan kepuasan pelanggan jasa usahanya.
Biaya naik tinggi akan tetapi pengusaha tersebut justru memilih pesawat yang murah
tanpa memperhatikan kelayakan dan fasilitas yang ada, penyediaan hotel yang murah
serta jaraknya tempuh yang jauh dari pusat kegiatan, catering makan yang sering
terlambat, pelayanan kesehatan kurang diperhatikan, keterlambatan pemberangkatan, dan
berbagai masalah muncul secara bergantian dan terus menerus.
Masalah yang sangat cepat muncul ternyata ditanggapi biasa oleh managemen pengusaha
muslim tersebut, ketika salah satu rekan pengusaha muslim yang sedang mencoba
merintis usaha yang sama kemudian mengetahui dan memberikan masukan masukan
serta saran kepada pengusaha tersebut kemudian justru ditanggapi dingin dan
menganggap rekan bisnisnya tersebut iri dengan kemajuan usahanya tersebut, tak jarang
ia justru memaki dan mencoba merebut langganan rekannya tersebut dengan cara cara
yang kurang etis.
Selang beberapa lama akhirnya rekan rekan bisnisnya pun gerah dengan kelakuan
pengusaha muslim tersebut, akhirnya mereka sepakat untuk membuka kedok pengusaha
tersebut dan akhirnya usaha yang berkembang pesat tadi kehilangan banyak
pelanggannya dan sedikit demi sedikit pengusaha tersebut mengalami kebangkrutan.

2. Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Perspektif Barat.

Indomie adalah merek produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie


diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain dipasarkan di Indonesia,
Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara lain di Amerika
Serikat, Australia, berbagai negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa, hal ini
menjadikan Indomie sebagai salah satu produk Indonesia yang mampu menembuspasar
internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan "Indomie" sudah umum dijadikan istilah
generik yang merujuk kepada mi instan.Namun pemasaran Indomie ke luar negeri
bukannya tanpa masalah, di Taiwan sempat terjadi masalah ketika produk Indomie ditarik
dari pasaran, berikut ini penjelasannya “Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober
2010 mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di negeri mereka mengandung dua
bahan pengawet yang terlarang, sehingga dilakukan penarikan semua produk mi instan
"Indomie" dari pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di
Hong Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mi instan Indomie.
Di Taiwan sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping produk-
produkmi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun banyak
membanjiripasar dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie sekitar
Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan mi instan asal
Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya. Disamping harga yang
murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk mi
instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai varian rasa yang ditawarkan kepada
konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari
produk Indomie selain karena harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan
produk Indomie.Tentu saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal
Taiwan, produkmereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga
disinyalir pihak perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap
produk Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka
menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium denganhasil yang dapat
dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan
baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan melalui
tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun internasional yang
sudah memiliki standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan,
indomie dinyatakan lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi.Dari fakta tersebut, disinyalir
penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan
bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.Yang menjadi pertanyaan
adalah mengapatidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan, atau
pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?. Melainkan mengklaim
produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi padasaat produk tersebut sudah menjadi
produk yang diminati di Taiwan.
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa ada persaingan bisnis yang telah melanggar etika
dalam berbisnis.Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada
perusahaan PT Indofood secara hukum :
 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 3 F yang berisi meningkatkan kualitas
barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang/jasa,
kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
 Undang-undang nomor 8 tahun1999 pasal 4 A tentang hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa·Undang-undang
nomor 8 tahun 1999 pasal 8 yang berisi “pelaku usaha dilarang untuk
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar dengan atau
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.

3. Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Profesi.

Dewan Pers memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal 3
Kode Etik Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan soal “Dugaan
Pembocoran Materi Debat Capres” yang ditayangkan dalam program Seputar Indonesia
Sore pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia Malam pada 11 Juni 2014, dan Seputar
Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014. Pada berita tersebut, RCTI mengatakan adanya
pembocoran materi debat calon presiden yang menguntungkan pasangan capres-cawapres
Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla. Dewan Pers menilai, sumber pemberitaan
tersebut tidak jelas. Stasiun televisi milik Hary Tanoesoedibjo, yang mendukung
pasangan capres-cawapres saat itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dinilai tidak
memiliki dokumen yang kuat untuk mendukung tudingannya. “Konfirmasi yang sudah
dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada Komisioner KPU dan tim sukses Jokowi-JK tidak
dapat menutupi lemahnya sumber informasi atau data yang dapat menjadi landasan
teradu dalam memberitakan isu bocornya materi debat capres,” demikian isi putusan
Dewan Pers No 27/PPD-DP/XI/2014 yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Bagir
Manan, Jumat (21/11/2014).
Dewan Pers mengatakan, seharusnya RCTI melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap
informasi tersebut sebelum menayangkannya demi memenuhi prinsip keberimbangan.
“Penayangan berulang-ulang berita yang tidak jelas sumbernya tidak sesuai dengan
prinsip jurnalistik yang mengedepankan akurasi, independensi, dan tidak beriktikad
buruk,” kata Bagir dalam putusannya. Dewan Pers pun merekomendasikan RCTI untuk
mewawancarai Komisioner KPU Pusat selaku prinsipal, dan menyiarkannya sebagai hak
jawab. RCTI juga dituntut meminta maaf kepada publik dan menyiarkan pernyataan
penilaian dan rekomendasi Dewan Pers.
Hal ini diputuskan setelah adanya laporan dari Dandhy D Laksono selaku warga, dan
Arian Rondonuwu selaku karyawan RCTI ke Dewan Pers pada 16 Juli 2014. Sebelum
memutuskan, Dewan Pers telah mengundang Dandhy, Raymond, dan pihak RCTI pada 5
September 2014 untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi Solusi dari kasus ini adalah
sebaiknya RCTI yang merupakan statsiun televisi swasta yang cukup besar harus bisa
lebih berhati-hati dalam memberikan informasi. Apalagi ini masalah debat capres dan
cawapres, secatra tidak langsung pihak RCTI telah memfitnah dari calon capres dan
capres terkait.
Karena seorang jurnalis tentunya sudah tau etika jurnalis yang telah di buat salah satunya
yaitu harus profesional dalm mengambil situasi. Masyarkat sudah menegetahui bahwa
pihak RCTI yang bernaung dalam MNC group memang memilih pasangan PRABOWO-
HATTA, ini sungguh angat disayangkan kenapa RCTI bisa melakukan hal itu dan
melanggar kode etik. Diharapkan ini jadi pelajaran bagi RCTI dan seluruh stasiun televisi
swasta Indonesia harus bisa lebih professional dalam melakukan pejerjaan nya harus bisa
membedakan mana masalah pribadi dan umum.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia sebab
semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah
disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia
terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku
bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan
keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini
menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya. Betapa
indahnya jika sistem bisnis yang kita lakukan dibingkai dengan nilai etika yang
tinggi.Etika itu akan membuang jauh kerugian dan ketidaknyamanan antara pelaku bisnis
dan masyarakat. Lebih dari itu, bisnis yang berdasarkan etika akan menjadikan sistem
perekonomian akan berjalan secara seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati, Puput. 2015. http://putfatma.blogspot.co.id/2015/11/perspektif-etika-bisnis-dalam-


ajaran.html?m=1 [Diakses pada tanggal 23 juli 2021]
Fuyuko, Janet. 2016. https://janetfuyuko.wordpress.com/2016/10/26/perspektif-etika-bisnis-
dalam-ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/ [Diakses pada tanggal 23 juli 2021]
Surya, Aang. 2015. https://aangsurya.wordpress.com/2015/11/16/perspektif-etika-bisnis-dalam-
ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/[Diakses pada tanggal 23 juli 2021]
Orina. 2013. http://waodeorina03.blogspot.co.id/2013/11/makalah-etika-bisnis-dalam-
prespektif.html [Diakses pada tanggal 23 juli 2021]

Anda mungkin juga menyukai