Kelompok 1
Kelompok 1
Kelompok 1
“ KEHAMILAN EKTOPIK ”
Disusun berdasarkan Tugas dari Mata Kuliah Fetomaternal
Dosen Pengampu Dr. Sumantri, APP, M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 1
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan materi maupun ide pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah Feto Maternal dengan judul “Kehamilan
Ektopik” ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
memotivasi pembaca untuk kedepannya dapat lebih baik lagi dan memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kehamilan Ektopik ................................................ 4
B. Epidemiologi Kehamilan Ektopik ........................................... 5
C. Faktor Resiko Kehamilan Ektopik .......................................... 5
D. Patologi Kehamilan Ektopik .................................................... 6
E. Klasifikasi Kehamilan Ektopik ................................................ 9
F. Gambaran Klinik ..................................................................... 11
G. Diagnosis Kehamilan Ektopik ................................................. 13
H. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik ....................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 21
B. Saran ........................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan
ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa
ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba, terutama
di ampulla dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen,
maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan
ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit
radang panggul. pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine
Device), riwayat mengalami kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,
kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan tindakan aborsi."
Kehamilan ektopik terganggu merupakan keadaan emergensi yang
menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama,
karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab
terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri
kehamilan. Hal yang perlu diingat ialah bahwa pada setiap wanita dalam
masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dicurigai dugain adanya kehamilan
ektopik terganggu.
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metode-metode pengobatan
yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan
penatalaksanaan dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Akan tetapi,
para dokter harus memperhatikan dengan hati hati indikasi, kontraindikasi,
dan efek samping dari terapi farmakologis.
1
Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang
ginekologi di dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang
tinggi. Sejak dekade 1970-an, frekuensinya meningkat hampir 6 kali lipat di
Amerika Serikat, saat ini mencapai 2% dari seluruh kehamilan. Kehamilan
ektopik terganggu yang umumnya merupakan keadaan gawat darurat,
bertanggung jawab terhadap 9-10% kematian maternal akibat penyakit
obstetric.
World Health organization melaporkan setiap harinya, setidaknya 830
ibu hamil meninggal dunia sebagai akibat dari kehamilan dan kelahiran. 99%
kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Di antara tahun 1990 dan
2015, kematian ibu hamil menurun sekitar 44 %. Di akhir tahun 2015, kurang
lebih 303.000 wanita meninggal karena kehamilan atau kelahiran.
Pada Makalah ini penulis membahas mengenai Kehamilan Ektopik.
Mulai dari dari definisi, epidemiologi, factor resiko, patologi, klasifikasi,
gambaran klinik, diagnosis, sampai pada penatalaksanaannya. Melalui
makalah ini diharapkan penulis maupun pembaca dapat mengerti lebih dalam
mengenai apa itu Kehamilan Ektopik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Ekopik ?
2. Bagaimana epidemiologi dari Kehamilan Ektopik ?
3. Apa saja faktor resiko dari Kehamilan Ektopik ?
4. Bagaimana patologi dari Kehamilan Ektopik ?
5. Bagaimana klasifikasi dari Kehamilan Ektopik ?
6. Bagamaina gambaran klinis dari Kehamilan Ektopik ?
7. Bagaimana cara mendiagnosis dan diagnosis banding dari Kehamilan
Ektopik ?
8. Bagaimana pentalaksanaan dari Kehamilan Ektopik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Kehamilan Ektopik.
2
2. Untuk menegtahui Epidemiologi dari Kehamilan Ektopik
3. Untuk menegtahui faktor resiko dari Kehamilan Ektopik
4. Untuk mengetahui patologi dari Kehamilan Ektopik
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Kehamilan Ektopik
6. Untuk mengetahui gambaran klinis dari Kehamilan Ektopik
7. Untuk mengetahui cara mendiagnosis dan diagnosis banding dari
Kehamilan Ektopik
8. Untuk mengetahui pentalaksanaan dari Kehamilan Ektopik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
B. Epidemiologi Kehamilan Ektopik
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu
konsepsi yang spontan yang terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka
kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran
hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian
kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara factor-
faktor yang terlihat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam
Rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada
tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superevolusi.
5
a. Penggunaan kontrasepsi spiral dan progesterone
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih
menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya mengandung
hormone progesterone juga meningkatkan kehamilan ektopik karena
dapat mengganggu pergerakan sel rambut sillia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam
Rahim.
b. Faktor abnomarlitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar
maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh disaluran tuba.
c. Faktor tuba
1) Faktor dalam lumen tuba
- Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat pelekatan endosalping
- Pada hypoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok kelok
panjang dapat menyebabkan fungsi sillia tuba tidak berfungsi
secara baik
- Pasca operasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna
2) Faktor pada dinding tuba
Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba
Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
3) Faktor diluar dinding tuba
- Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur
- Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba
d. Faktor ovum
6
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih
panjang sehingga memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik lebih
besar.
e. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan.
D. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner
atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada
ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi
oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara
dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan
dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke
dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium
7
dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus
mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau
dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degenerative.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya
terlambat untuk beberapa hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah
ostium tuba abdominalis. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering
terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding
tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada
kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars
ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah
pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus
dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahannya akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikitnya oleh darah,
sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung
8
terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping)
dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba,
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang
menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut
melalui ostium tuba abdominal. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur
sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis
oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-
kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi
seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan
bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul
dan usus.
9
a. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari
semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan
lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi
sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan
kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk
membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi
serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde
resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada.
b. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterin. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda
(combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000
- 40.000 persalinan.Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.
c. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:
- Tuba pada sisi kehamilan harus normal;
- Kantong janin harus berlokasi pada ovarium;
- Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium;
- Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin.
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi
oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
10
kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan
akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami
kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur, ditemukan benjolan
dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung
darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.
d. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan
tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus,
serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri
secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi
pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
- Ostium uteri internum tertutup;
- Ostium uteri eksternum terbuka sebagian;
- Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik;
- Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri;
- Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,
sehingga terbentuk hour-glass uterus.
Kriteria Rubin (1911) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
- Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi
plasenta;
- Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau
peritoneum visceral uterus;
- Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus;
- Implantasi plasenta di serviks harus kuat.
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan
histerektomi total untuk memastikannya.
11
e. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus
karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum,
uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian,
anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder
dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin
dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung
ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus
di tempat implantasinya yang baru.
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari
tahun 1967 - 1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis
mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500
persalinan.
F. Gambaran Klinik
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami
ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan
keluhan yang khas.
a. Amenorea atau gangguan haid, lamanya amenore tergantung pada
kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya.
b. Nausea pada kehamilan muda.
c. Nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik
belum mengalami ruptur. Keadaan ini juga masih harus dipastikan
dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG)
dan laparoskopi.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
12
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak
atau akut biasanya tidak sulit
a. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi
b. Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1 secara tiba-tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan
penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat
serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung
ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat
dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan
bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.
c. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET.
Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri
karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan
dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan hCG. Yang
menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga
perut.
d. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila
digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba. Pada
abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak.
Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum
Douglas.
G. Diagnosis
Besarnya kesulitan membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan
ektopik belum terganggu sehingga sebagian besar penderita mengalami
abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu
13
diagnostik yang dapat digunakan dalam membuat diagnosis ialah
ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi.
Langkah diagnosis kehamilan ektopik yaitu sebagai berikut:
1. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama
bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama
kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke
diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan
perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif.
2. Pemeriksaan umum
Pada pemeriksaan umun penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada
jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung
dan nyeri tekan. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat
didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan
pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang
menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan
infeksi pelvik.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila
ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak
mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Perhitungan leukosit
14
secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat
(leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik
dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari
20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang
paling mudah adalah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi
hormon β-hCG dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling
awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya.
Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan
pada urin ialah 20–50 IU/L. Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan hCG menurun dan
menyebabkan tes negatif. Tes kehamilan positif juga tidak dapat
mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun demikian, wanita
dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG yang rendah
dibandingkan kehamilan intrauterin
5. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna
untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Adapun teknik
kuldosentesis yaitu:
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum,kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks
posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam
yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila
cairan yang dihisap berupa: Cairan jernih yang mungkin berasal dari
15
cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah, Nanah yang
mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks yang
pecah (nanah harus dikultur), darah segar berwarna merah yang dalam
beberapa menit akan membeku darah ini berasal dari arteri atau vena
yang tertusuk.
Pemeriksaan Kuldosentesis
6. Ultrasonografi
Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan
ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang
terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan
menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis
kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100%
pada kehamilan diatas 5,5 minggu. Royal College of Obstetricians &
Gynaecologists akhir-akhir ini merekomendasikan bahwa ultrasonografi
transvaginal merupakan alat diagnostik pilihan untuk pemeriksaan
kehamilan ektopik.
16
Gambar USG Transvaginal Kehamilan ektopik
7. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang
lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian
dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium,
tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam
rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini
menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
H. Penatalaksanaan
Menurut Sari & Prabowo (2018) penanganan dari kehamilan ektopik
pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
1. Kondisi penderita saat itu;
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya;
3. Lokasi kehamilan ektopik;
4. Kondisi anatomik organ pelvis.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.
a. Pembedahan
17
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama
ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan
apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba.
b. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan post operasi
yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa
kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan
tidak ada tegangan yang berlebihan. Tindakan salpingotomi tampak pada
gambar dibawah ini :
18
Gambar salpingotomi
c. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan re-anastomosis end to end telah diajukan
sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan
mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan
merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan
yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping
yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk
menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan
seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
d. Salpingektomi
19
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan
harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menemp mpatkan
pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi
suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat
mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan
kecil pada miometrium di daerah kornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke miometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang
absorable 0 digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji.
Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan
benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.
20
Suprapti (2016) menyatakan penatalaksanaan dari kehamilan ektopik.
Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah
hemostasis KET. Jenis tindakan yang akan diambil, harus memperhitungkan
pemulihan fungsi kedua tuba. Bila ibu masih ingin hamil maka lakukan
salpingostomi. Bila kondisi gawatdarurat, tidak ingin hamil lagi, robekan
tidak beraturan, terinfeksi, perdarahan tak dapat dikendalikan maka lakukan
salpingektomi. Pada umumnya akan dilakukan prosedur berikut ini :
1. Pasang infus untuk substitusi kehilangan cairan dan darah
2. Transfusi Hb < 6g%, Bila tidak segera tersedia darah, lakukan
autotransfusi selama prosedur operatif
3. Lakukan prosedur parsial salpingektomi atau eksisi segmental yang
dilanjutkan dengan salpingorafi (sesuai indikasi)
4. Lakukan pemantauan dan perawatan pascaoperatin
5. Coba infus dan transfusi setelah kondisi pasien stabil
6. Realimentasi, mobilisasi dan rehabilitasi kondisi pasien sesegera
mungkin
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, kondisi hemodinamik stabil,
massa < 4 cm dan tidak ada perdarahan intraabdomen maka pertimbangkan
pemberian MTX. Keberhasilan manajemen MTX dapat mencapai 80%.
Berikan 50 mg MTX dan lakukan observasi BhCG yang akan menurun tiap 3
hari. Setelah 1 minggu, lakukan USG ulang, bila besar kantong tetap dan
pulsasi, atau B-hCG meningkat > 2 kali dalam 3 hari. Berikan penjelasan
pada pasien tentang risiko/keberhasilan terapi konservatif dan segera lakukan
terapi aktif. Bila pasien tak mampu mengenali tanda bahaya, sebaiknya rawat
inap untuk observasi.Pada perdarahan hebat dan massif intraabdomen dimana
pengganti belum cukup tersedia dan golongan darah yang langka maka
pertimbangkan tindakan transfuse autolog. Isap darah dengan semprit 20 ml,
lakukan penyaringan dan kumpulkan dalam labu darah berisi antikoagulan,
kemudian transfusi kembali ke pasien.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dengan penyuluhan dan lebih memperhatikan serta rajin memeriksakan
kandungannya kepada petugas kesehatan baik itu dokter maupun bidan,
diharapkan kehamilan ektopik yang terjadi pada ibu - ibu hamil dapat
terdeteksi lebih dini.
22
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, TMA. Kelainan tempat kehamilan dalam Hemoragi Utama Obstetri dan
Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-Universitas Syah Kuala,
Cetakan Pertama, Widya Medika, Jakarta ; 1998 Hal. 16-27
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2014. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2014, Jakarta. Hal 86-87
Durfe RB. Ectopic Pregnancy. Dalam: Pernoll ML, Benson RC, penyunting.
Current Obsterics and Gynecology Diganosis and Treatment. Edisi ke-6. Los
Altos: Appleton and Lange ; 2003; Hal. 308. World Health Organization.
Maternal Mortality. WHO Available from:
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en
Fitriahadi Enny. 2017. Buku Ajar Asuhan Kehamilan Disertai Daftar Tilik.
Yogyakarta: Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Nugroho, T. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan Pertama.
Nuha Medika. Yogyakarta ; 2010 : Hal. 55-60
Sari Puspita D, Arif Yudho P. 2018. Buku Ajar Perdarahan Pada Kehamilan
Trimester I. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Wiknjosastro, H. Kehamilan ektopik dalam Ilmu Kandungan Sarwono
Prawirohardjo, Ed. 2, Cet. 6. Jakarta : PT Bina Pustaka ; 2008. Hal. 250- 260
23