SKL Ibadah 2020
SKL Ibadah 2020
SKL Ibadah 2020
PENYUSUN MODUL
Pelindung:
Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd. (Rektor IAIN Surakarta)
Penasehat:
Dr. Imam Makruf, S.Ag., M.Pd.(Warek I IAIN Surakarta)
Dr. H. M. Usman, S.Ag., M.Ag. (Warek II IAIN
Surakarta)
Dr. H. Syamsul Bakri, S.Ag., M.Ag. (Warek III IAIN Surakarta)
Penanggungjawab:
Dr. Raden Lukman Fauroni, S.Ag., M.Ag. (Ketua LPM IAIN Surakarta)
Tata Usaha:
Widaya, S.E
Muhammad Shodiq Anshori, S.Pd.
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
iii
KATA PENGANTAR
Pengantar Rektor..................................................................iii
SK Rektor IAIN Surakarta..................................................v
Kata Pengantar......................................................................vii
Daftar isi.................................................................................ix
BAB II SHALAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63
A. Pengertian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63
..
B. Syarat Sah Shalat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64
...
C. Rukun Shalat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64
..
D. Yang membatalkan Shalat . . . . . . . . . . . . 69
..
E. Sunnah Shalat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69
F. Shalat-shalat Sunnah . . . . . . . . . . . . . . . . . 72
..
G. Shalat dalam Keadaan Darurat . . . . . . . . . 76
.
H. Shalat Khauf . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
..
I. Shalat bagi orang sakit . . . . . . . . . . . . . . . 81
..
J. Shalat Jamak dan Qashar . . . . . . . . . . . . . 82
..
K. Dzikir Setelah Shalat . . . . . . . . . . . . . . . . . 83
..
BAB III ZAKAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
A. Pengertian Zakat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
...
B. Hikmah Zakat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
..
C. Syarat Sah Zakat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
...
D. Syarat Wajib Zakat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
E. Macam-macam Zakat . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
.
F. Harta yang Wajib dizakati . . . . . . . . . . . . 90
..
G. Yang Berhak Menerima Zakat . . . . . . . . . . 93
.
BAB V PUASA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
A. Pengertian Puasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
...
B. Hikmah dan Keutamaan Puasa . . . . . . . . . 97
.
C. Pembagian Puasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99
..
D. Syarat Wajib Puasa. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100
..
E. Rukun Puasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100
2
3 tahun 1990 tentang pelaksanaan upaya peningkatan ke-
mampuan baca tulis huruf Al-Qur’an.
Kepala Badan Litbang dan Diklat KEMENAG RI me-
netapkan salah satu prioritas peningkatan kehidupan ber-
agama dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.
5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Me-
nengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah peningkatan
kualitas pemahaman dan pengalaman agama. Bagi umat
Islam, salah satu cara untuk mewujudkan tujuan pemba-
ngunan terebut adalah dengan meningkatkan pemaham-
an umat terhadap Al-Qur’an dan hadist yang merupakan
sumber ajaran Islam.
Pendidikan Al-Qur’an tidak sekedar dilakukan dalam
institusi pendidikan Islam seperti Madrasah dan Pesantren,
melainkan juga sampai pada tataran kampus atau perguru-
an tinggi. Dengan demikian pendidikan yang berlangsung
bagi umat Islam tidak berciri sekuler, yang memisahkan
antara ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah, atau memisahkan
antara jiwa dan akal. Pendidikan yang demikian mengha-
silkan sarjana-sarjana yang hanya menguasai bidang
studi- nya, namun jahil terhadap agama, memiliki IPK
yang tinggi namun tidak linear dengan akhlak dan
adabnya, ilmunya semakin tinggi namun ketawadhuannya
tidak bertambah. Lulusan PTKI seharusnya ada linearitas
antara gelar, ilmu, dan ketawadhuannya. Hal itulah yang
menjadi dasar tuju- an filosofis pendidikan menurut Prof.
al-Attas, yang me- nyatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah untuk mena- namkan kebaikan pada diri manusia
(The Purpose of Seeking Knowledge in Islam is to inculcate
goodness in man as man and individual self). Bahwa
pendidikan sejatinya untuk mengha- silkan manusia yang
baik, bukan sekedar warga Negara yang baik (The end of
education in Islam is to Produce a good
ِس ًّرا
ِإ َّن ََرزْقـَن
ال ا ُه ْم
ِّ ذي َن َيْـتـلُوَ ن ِكَتا َب
ال
ِّ ه َوأَق ُا موا ال َّصا َل ة َوأَْن فَـ قُ وا
ِم
ّا
َوَيِ زي ِ م ْن ) ُلِيـ٩٢( َ َو عالنَِيًة َيـ ْ ُرجوَ ن ِتَ َا رًة لَ ْن َتـُبَور
َد ُ ه ْ م َو
ِفَـيـ ُه ْم ُأ ُجَورُه ْم
َف ْضِل ه
ِإن
)٠٣( ُّه َ فُغ ٌور َش ُكوٌر
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki
yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang
tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesung- guhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri”. (Q. S. Fathir (35): 29 – 30)
ُم
ِ َوَلق ْد َي َّس ْرنَا الُْ ق ْرآ َن لِل
َ
م ِّ
)٧١( ْذ ِك ر َفـ َه ْل ن ِّد ٍكر
ْ
Artinya: “dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran
untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?”
(Q. S. Al-Qamar (54): 17)
¯ľ à
\ §°±¨ „DS * W r¯Û §°°¨ ¸D\XÄ×mÁ V
- Ö S % /¸ PmZ[ 5
şW
§±©¨ WÛÜ°+VLÈ\
C §°²¨ WDTmÄ I¼V
Ù #ş®tíVS À- Ù ˚\
˚\
Artinya: “Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang
sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
tidak me- nyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
diturunkan dari Rabbil ‘alamiin.” (Q. S. Al-Waqi’ah (56) : 77-
80)
Oleh karena hal tersebut, berikut beberapa ketentuan
yang sepatutnya diperhatikan dan dipenuhi sebelum
mem- baca dan mempelajari Al-Qur’an:
1. Memperhatikan niat ikhlas di saat mempelajari Al-
Qur`an dan ketika membacanya.
2. Mengamalkan kandungan Al-Qur`an
3. Anjuran untuk selalu mengingat Al-Qur`an dan mem-
perbarui bacaan Al-Qur`an
4. Janganlah anda mengatakan: Saya telah lupa – ayat
atau surah AlQur`an – akan tetapi katakanlah: Saya
telah ter- lupakan, terjatuh hafalanku atau dilupakan
5. Wajib menghayati kandungan Al-Qur`an
6. Bolehnya membaca Al-Qur`an sambil berdiri, berjalan,
berbaring dan diatas kendaraan: Dalil akan hal itu adalah
firman Allah SWT: “ Mereka yang berdzikir kepada
Allah dalam keadaan berdiri dan duduk, dan dalam
ke- adaan berbaring “ (Ali Imran : 191 )
7. Tidak menyentuh Al-Qur`an kecuali dalam keadaan
suci
8. Boleh membaca Al-Qur`an dari hafalannya bagi orang
yang berhadats kecil
9. Bolehnya membaca Al-Qur`an bagi perempuan yang
sedang haidh maupun nifas.
10. Disunnahkan membersihkan mulut sebelum
membaca Al-Qur`an dengan siwak
11. Merupakan sunnah, membaca isti’adzah dan
basmalah ketika memulai membaca Al-Qur’an
10
Tempat keluar huruf Huruf Contoh
Pangkal lidah di himpitkan ke
langit-langit atas
ق َي ْـ ق َ ُط ع ْ َو ن
Lidah di depan makhraj ()ق ك َالْ ِكَتا ُب
ج
ِ ج َه ٌاد
Tengah lidah dihimpit ke langit ش
– langit atas َأ ْش َه ُد
ي
َسَي ُـ ق ْوُ ل
Tepi lidah samping kanan /
kiri dihimpit ke gusi kanan /
ض َ ْم غ ُض ْو ِب تَ ْض
kiri
َح ُك ْوَ ن
Ujung lidah bagian atas
dengan gusi dua buah gigi seri ر ََرب
yang atas
نّ ا ا ْرَ ْمحنَا
Pinggir lidah bagian ujung me-
nempel pada gusi atas,
ل َ ل َيِل ْد الَ ِعْ ل َم لَنا
ْ
Pinggir lidah bagian ujung
menempel pada gusi atas ن ِم ْن َخ ْو ٍف ِْمنـ ُه
(gusi pada dua gigi seri bagian
depan) ْم
ط
ُم ْ ط
Ujung lidah dihimpitkan ke
gigi depan yang atas
ََمِئن
ٌّة
د
َ ل َيِل ْد
ْ
ت
َيْـتـُل ْ َو ن
SKL Ibadah & Al-Qur'an 11
ز
َْرًمز
Ujung lidah dihimpitkan se-
س
dikit renggang ke gigi depan ُيـ َو ْس ِو ُس
yang bawah
ص
ال َّص لَ ُاة
ْن Contoh
_ٍ ً
_ٌ
ب
Iqlab
ِم ْن َب ْـ ع ُلَيـْنَبَ ذ َّن
ِد
ت ثجدذز
`Ikhfa ِ م ْن ُج َوَْأنـُت س ش ص ض ط
م ظ ف قك ٍْوع
ْ
Idgham
bighunnah ي ن مو َم ْن َي ُـ ق ْ ُو ل
Contoh
_ٍ ً ْم
_ٌ
ب
Ikhfa’ Syafawi
َعَلْيِ ه ْم
َِب ع َذا ٍب
م
Idghom mimi
َعَلْيِ ه ْم
ُم ْؤ َص
َدٌة
Bunyi nun dan mim
bertasydid ّ ن ّم َع َّم َيـَت
َس َآ ء ُْل َو ن
َ ْغـغ ُغ ْو َغ ْغ ُغ ْو ًغا َغ ِن اْل ُ ْمـع ِن َمِـْعيًـعا عِنعًا َغا ِغي َن
َمِـْفيًـفا َفِنفًا الْ ُمْـف ِن ِم َن َفْـف َن ُ ف ـ ْ و َ ف ْ ف ُ ف ـ ْ و ً ف ا َ ف ِن ِفي
َمِـقْيًـقا الْ ُمْـق ِن ِم َن َقْـق َن ُقـ ْو َق ْق ُقـ ْو ًقا َق ِن َقا ِقي
َقِنقاً
اْل ُم ْك ِن َم ِم َن َك ْك َن َكا ِكي ُك ْو َك ْك ُك ْوًكا َك ِن
ِكْـي ًكا َكنِكًا
َا لُ ْو ًال لَ ْل لُ ْو لِي الْ ُمْل ِن ِم لَ
لَ ِن َمِـلي ًال لَنِ ًال
ل َن ْل َن
َم ُم ِم َ ْال ُم ْم ِن ِم َم ْم َم ُم ْو َم ِ ْمـي ًما
ْم ْو ي ما ًما ِن َن َن َمنِماً
َن ْث ُنـ ْو ِني َنا ْال ُ ْمـن ِم َنْـن َن َن ِن ُنـ ْو ًنا َمِْنيـًنا نَِنناً
َن
ُْو ِ و َ َ الْ ُم ِْون ِم َْو َو َِو ُْوو َم ِْويـ ًوا
و ي وا ْو ًوا ن ن َن َوِنوًا
و
َه ْه َه ُه ْو َه ُه ِ َ ِم ْال ُم ْه َم ِْهيـ ًها
ًها ْو ْو ه ها َن ِن َن ِن َهنِهًا
ي
َيْـي َن َي ِن ُيـ ْو ًيا يَـ ْو يُـ ْو ِيي َيا ِم الْ ُ ْمـي َم ِْيـًيا َيِنيا
َن
BAB III
BAB NUN SUKUN DAN TANWIN
A. Idzhar Halqi
Idzhar adalah Apabila ada nun sukun )ْ ) نatau tanwin
) yakni halqi huruf satu salah dengan bertemu :
ha , ( ) ء ه ح خ ع غmaka ) ٌـــــــــــــــٍــــــــــــــــ
ً
,ghain ‘ain, kho’, kha, hamzah
hukum bacaannya adalah idzhar halqi yang berarti harus
dibaca terang dan jelas, misal:
Lafaz Huruf
ء
َ م ْن َآم َن
َ ُغ ف ْوٌر َحِلْي ٌم ح
ِمنُْ ه هـ
17
B. Idgham Bighunnah
Idgham bighunnah adalah apabila ada nun sukun (ْ
) نatau tanwin ( ) ــــــٍـــbertemu dengan salah satu huruf
ً
ya’, nun, mim, dan wau ( )و م ن يmaka hukum bacaannya
disebut idgham bighunnah ( )بغ ّنة إدغامyang berarti harus
dibaca
dengan dimasukkan atau ditasydidkan ke dalam salah satu
huruf yang empat itu dengan suara mendengung. Contoh:
Lafaz Huruf
ِح َّ ٌط ة َن ْـ غِ ف ْر لَ ُك ْم
ن
/ ْن
َْميـَلًة َوا ِح و
ٌـ ـًـ ـٍـ ـ
َد ً ة
ََوم ْن ُيـ َها ي
ِ ُج ر
Apabila terdapat tanwin atau nun sukun bertemu
dengan huruf ghunnah dalam satu kalimat, maka dibaca
dengan jelas, dan dinamakan dengan Idzhar Wajib.
Contoh:
Lafaz Huruf
C. Idgham bi la Ghunnah
Lafaz Huruf
D. Iqlab
Lafaz Huruf
E. Ikhfa’ Haqiqi
Ikhfa’ Haqiqi adalah apabila ada nun sukun (ْ ) ن
atau tanwin ( ) ــــــٍـــbertemu dengan huruf yang 15, yaitu
ً
ta ()ت, s|a ()ث, jim ()ج, dal ()د, z|al ()ذ, zai ()ز, sin ()س,
syin ()ش, s}
ad ()ص, d}ad ()ض, t}a ()ط, z}a ()ظ, fa ()ف, qof ()ق, kaf ()ك, maka
hukum bacaannya adalah Ikhfa’ haqiqi yang cara
membaca- nya adalah samar-samar antara idgham dan
idzhar. Contoh:
Lafaz Huruf
ا َل
ّْي ِل
ْن /
ج
َف َم ْن َج َا ُء ه
ـ ـًـ ـٍـ ـٌ
ِ م ْن ُد ْوِن اهللِ د
ِ م ْن ش
َش ْيٍء
ِم ْن َ ْص ل َصا ٍل ص
ف
ُه ًدى َف َم ْن َتِب ع
¬ ºǿ ȆǬǴƷ 3ƢȀǛ¤
¿ ¸
 ¿ i Ä ƨǼżƥ ¿Ƣǣ®¤
3¾ ƨǼǣ Ȑƥ
A. Ikhfa’ Syafawi
Apabila ada mim sukun (ْ )مbertemu dengan ba ()ب,
maka cara membacanya harus disamarkan, yaitu huruf mim
disamarkan dan masuk dalam huruf ba. Contoh:
Lafaz Huruf
B. Idgham Mimi
Apabila ada mim sukun (ْ )مbertemu dengan mim ()م,
maka cara membacanya adalah dengan ghunnah dan di-
dengungkan sepanjang dua harakat. Contoh:
Lafaz Huruf
ِ ف ُقـُل ْوِِب ْم َ َم ر
ْ م ْ
ٌض م
C. Idzhar Syafawi
Apabila ada mim sukun (ْ )مbertemu dengan huruf
hijaiyyah selain mim ( )مdan ba ()ب, maka cara membacanya
adalah dibaca dengan terang atau jelas antara keduanya.
Contoh:
22
Lafaz Huruf
ْ
ِإَلْي ُك ْم ُنـ ْوًرا ن
م
َف َسُي ْد ِخُل ه ْم ِ ْف َرْ َ ٍمح ة ف
ÄȂǨNj ƢǨƻ¤
śÈ ÌÊżǷÊƚÌÉŠÊ ǶÌ ǿÉ ƢǷÈÂÈ §
¿Ì
ȆǸȈǷ ¿Ƣǣ®¤
µÆ ǂÈǷÈ ǶÌ ÊđÊȂÌÉǴºÉǫ ĿÌ Ê ¿
ÄȂǨNj 3ƢȀǛ¤
¿ ¸ · ¶ µ g ³ µ ±
Ä ºǿ Â i ¾ ½ ¼ »
A. Mad Thabi’i
Apabila ada alif ( ) اterletak sesudah fath}ah (ـــــــــــَ ـ
ِ
)ـــــatau ya’ sukun ( ) يsesudah kasrah ( ــــــــــــــــــــ) atau
wau ( ) وsesudah d}ammah (ـــــــــــــــــ
ُ )ـmaka dihukumi
Mad tha>bi’i. Mad artinya panjang, tha>bi’i artinya: biasa.
Cara membacanya harus se- panjang dua harakat atau
disebut satu alif. Misal:
1. Yunus : 10
25
1. Ad Dhuha : 8-10
l%”U TX
§²¨ Z j°.jX Ù §±¨ ¹³BR U VÙ 9Z® ˘hÆW [
×m\I SV 2] \˚ l%U ÙV i\\ CXTXT
2. Al Fajr : 22- 23
§«¬¨
tWmÙZ°G¿ ˚\ 7 U”XT Äm „k ×SWş ]2<\ISș S
ÄąV r C_50_ [kW*şW ®
%W
C l\-
Ij°Ù Wş lW%XT ˚\XT SX - \ ˚\ °*Wş\XÄ ÕC°%XT
À Ú1\\
×q]
§«²¨ m· ş°iẽV
à Rş \Vì¯ľ +Ø VF ¹rQlWà XSÉFXT
Ä ×1¯I „Rş˘\\j
˘l
W
2. al Haqqah: 1-3
َيا
َُأ
ّيـ َها
َال
ُِّ ذي َن آَ منُوا ْأَ وُفوا ِبا ُْل عُ قِود أ
ِحَل
ّ ْت َل ُك ْم َِبي َ ُم ة ْاألن َـ ع ِا م ِإال
َ ي َماْ ُ حٌُرم ِإ َُِْمل َوأ َ َما ُيْـتـلَى َعَلْي
ُك ُم ) ُك ْم ْغيـ ِي ال َّصْي ِد نـُت ْم١) ُِي ري ُد
ّن ر
ال
َّه
b. Yusuf : 4
رون
َ حو
ُ ُ ْس
ل ْ ب
َ ا ن
َ ر ا
ُ ص َ ب
ْ َل قََ ُالوا ِإَّنَا ُس ِّكَ ر ْت أ
) َم٥١)
َْ ن ُن َقـ ٌْوم
َ َع ِظي ٌم (
َوا ْعَل ُموا أََّنا ْأَ م َوالُ َو ْأَ ولُا ُدك ْم َوَأ ّن ِعْن َ ُد ه أ
)٨٢ ْ ٌج ر ال ِْفتـنٌَة ُك ْم
َّ ه
J. Mad ‘Iwad}l
Apabila ada fath}atain yang jatuh pada waqaf (pem-
berhentian) pada akhir kalimat, maka cara membacanya
seperti Mad tha>bi’i. Misal:
ّكا ّكا
ََد َدً
ّكا ّكا
َصًّفا َصَ ّفا َصًّفا َصًّفا 2
َوا َل عاِ دَيا ِت َضْب َحا َوا َل عاِ دَيا ِت َضبْ ًحا 4
5
ِإ َّن اهللَ َكا َن َت َـ ّوًبا َرِحْي ِإ َّن اهللَ َكا َن َت َـ ّوًبا َ ِرحْي
ًما َما
K. Mad Badal
Badal artinya ganti. Karena yang sebenarnya huruf Mad
yang ada tadi asalnya hamzah yang jatuh sukun kemudian
diganti menjadi ya atau alif atau wau. Kemudian hamzah
ini diubah dan diganti dengan alif ( ) ا, wau ( )وatau ya ( )ي.
Cara membaca Mad Badal ini adalah dipanjangkan satu
alif atau dua h}arokat sebagaimana membaca Mad T{a>bi’i.
misal:
1. H{amzah kedua pada lafaẓ ُ ْ ذ ُخ أَأdan أَ َأْ ُد مdiganti
dengan
huruf Mad yang sesuai yaitu alif, sehingga menjadi
أَا ُخ ُذ dan أََاُدم ditulis kemudian yang آ ُخ ُذdan آَُدم
2. H{amzah kedua pada kata أُْ ِؤفdan َ ِ ى أُْ ؤتdiubah dan
di-
ganti dengan huruf Mad yang sesuai yaitu wau sukun,
ّ
ال ــــ ن ـــ
ص
M. Mad Lazim Harfi Mukhoffaf
Yaitu apabila ada permulaan surat dari Al-Qur’an ada
terdapat salah satu atau lebih dari antara huruf yang lima
yakni :
ط – ي – ح- ه- ر,yang tergabung dalam kalimat:
“ ي َح ٌٌّّ َط. Cara bacanya seperti Mad tha>bi’i. Misal:
”ُه َر
طسم ـــ حم ـــ يس
N. Mad Tamkien
Apabila ada ya’ sukun ( ْ ) يyang didahului dengan ya’
yang bertasydid dan harakatnya kasra, dan cara
membaca- nya ditepatkan dengan. Misal:
1. Al Ahzab (33) : 40
ِمنُْ ه َ َح راًما
ُق ْل ََأ َرْأيـتُ ْم َما َْأن َـ َزل ِ ِْرزٍ ق فَ
َ َو حالال ُق ْل َ َج عْ لُت ْم ال م
ُّ ه لَ ُك م ْن
ْ
أَِذ َن لَ ُك ْم ( ....
3. An Naml (27) : 59 )٩٥
لآ
ُّه
ََّأما
ال ا ْص َ فَط ى َ َ وَسا ٌل َ ع َل ِعَبا ُق ِل اْ َ ل ْم ُد
آ ل ْخيـ م ى دِ ه ِّ ذي َن ِل
ّ ر ِّ ه
ُه
ُي ْ ِشرُ َكون ( )٩٥
ÄÌ º ʺ / ÂÌ ºÉº / ȆǠƥƢǘdz¦ ȆǴǏȋ¦
¦ º Ⱥ
ǶÌ ÊđÊȂÌÉǴºÉǫ ĿÌ Ê / §Ê ƢÈƦÌdzÈȋ¦ ¦ȂÌdzÂÌÉ¢ / ƢǷÈÂÈ
ƾČ ǸÈ dz¦
µ¦ȂǠdz¦ ȆǟǂǨdz¦
ǺȈǴdz¦
¼ǂǨdz¦
ÀȂǰLjǴdz µ°ƢǠdz¦
¨ǂȈǐǬdz¦ ƨǴǐdz¦
ƨǴȇȂǘdz¦ ƨǴǐdz¦
BAB VI
WAQAF DAN IBTIDA’
A. WAQAF
1. Pengertian Waqaf
Waqaf menurut bahasa adalah berhenti atau
menahan. Sedangkan menurut istilahadalah
menghentikan suara se- bentar pada suatu kalimat guna
mengambil nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan
lagi dan tidak berniat meng- hentikan bacaan tersebut sama
sekali.
2. Tanda-tanda waqaf
DW SÈÄ -\ Ô Rş ÛW ş¿° \˚
1 م ال َْوق ُف ال َّلِا زُم ½ kHª *W ÔşR
l-\ 5ľ¯
(harus berhenti)
°OkÙ V ¯ľ 1 2É ð˚\ 1Ä
MÆ È=È\ × Wş ¹r$W ×S\-Ù ˚\TX
35
No Tanda Keterangan Contoh
C] W%\ÄX ˘l\-[Z ˚\SÄ<%° \ÄX 1×
IÀ V #j°ẽ \ìV ¯ľTX
ال َْوق ُف
3 قلى الت
C] %W \ÄX ˘l-\ Z[ ÀC°%UØ
È5U” \˚ ßS Å lVẽ l= \˚
ّ ُا ّم ÄÃ l˘ \IÝ[ p \˚ Ä1ÉF
(berhenti lebih ×1ÀI5ľ¯ ,YU” Äà ˘lI\ [Ýp
utama) \˚
×#ẽÉ ×1ÆM-W 1 %° Ì\ ±¯
َع َ ُد م ال َْوق ِف .VS ³¹ / \O s’ mW ¡_
11 ال < ˚\
(tidak boleh waqaf)
’si\ ÈNÚ'˚\ XSÉF ð ˚\
si\ FÉ E ľ¯
\ V l%W ª2Ú1È° Ù ˚\ C]
°% [ ÄX ˘h\C s¿° \˚
#nm¡¦ 5W Y TX
„Er®fXT C°% ð \˚ C] %°
{120:¨ǂǬƦdz¦}
No Tanda Keterangan Contoh
B. IBTIDA’
1. Pengertian Ibtida’
Ibtida’ adalah memulai kembali bacaan Al-Qur’an se-
telah melakukan waqaf.
2. Pembagian Ibtida’
Pada umumnya Ibtida’ dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Ibtida’ yang diperbolehkan: Ibtida’ (memulai bacaan)
pada kalimat yang menerangkan makna sempurna.
Contoh:
« ¶ ȄǴǫ ¿
ȄdzÂȋ¦ DzǏȂdz¦
ǎƻË ǂǸdz¦
ǦǫȂdz¦ ǾȈǴǟ DzȈǫ
DŽƳË ȂǸdz¦ƤƸƬLjǸdz¦
ȄǴǏ g ¼ ± Ǧǫ
µ ȏ
BAB VII
HUKUM BACAAN ALIF LAM SYAMSIYAH
DAN ALIF LAM QOMARIYAH
تثدذرزسشصضطظلن
Hukum Lam Syamsiah adalah Idgham (memasukkan).
Cara membacanya adalah huruf lam tidak dibaca (dilebur-
kan) dan huruf syamsiah setelah lam harus di tasydid ( ـــ
ّ ).
Misal:
ا َلت ت
ال
ّ َكاُث ُـ ر
ال َث ث
ال
ِّ ق ُب
ال ِّدْي ُن د
ال
ال ذ
ال
ّ
ِذُْكر
40
Contoh Kalimat Huruf Syamsiyyah Alif Lam
ر
َال ال
ّْر َمح ُن
ز
ا َل ّْزيـُت ُو ن ال
اآل َِخرُة
ب
الَب ْـ ل َ ُد ة
ا ج
ََلن
ُّة
ا َل ْ م ُد ح
ا َْلي ُـ ر خ
ع
ص
ا َلع ْ ِر
ا َل غا ِشَيُ ة غ
ق
ا َل ق ِا رَ ُع ة
ال َك ْوَث ُـ ر
ام ُْلل ِك
µ ± 3 ¯ ® ª ©
ƨȈLjǸnjdz¦ ¾¦
À ¾ · ¶ µ ´ ³
¿ ¸ ¬ « §
ƨȇǂǸǬdz¦
Ä Á Â ¿ ½ ¼ »
Lafaz} Huruf
ِبال َّ ْص ِب
ب
ِم ْ ن
َقـْبِل َك
أَ َْ ل َْ َن ع
ج
ْل
الَف ْجُر
48
Lafaz} Huruf
َي ْد ُخُل
د
ْ َو ن
َ َو ج
ْدنَا َك
َلَي ْطَغى
ط
ِْْإق َـ رأ
Pengertian
Thaharah secara bahasa berarti bersuci, dan menurut
Syara’ ialah suci dari hadats baik hadats kecil ataupun
hadats besar dan menghilangkan najis. Cara mensucikan
diri dari hadats adalah dengan cara berwudlu, mandi dan
tayammum. Sedangkan cara mensucikan diri dari najis
adalah dengan cara menghilangkan najis yang ada di badan,
tempat, dan pakaian. Semua cara yang harus ditempuh
untuk bersuci ―sebagaimana disebutkan di atas― tidak bisa
terlepas dari air sebagai medianya. Oleh karena itu, di sini
akan dijelaskan macam-macam air yang dapat digunakan
untuk bersuci.
52
Macam-macam Air
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah air
yang bersih (air yang suci dan mensucikan) yakni air yang
keluar dari bumi atau air yang turun dari langit (hujan) yang
belum dipakai untuk bersuci, diantaranya yaitu:
1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
4. Air sungai
5. Air salju
6. Air telaga
7. Air embun
Pembagian Air
Bila ditinjau dari segi hukumnya, air dibagi menjadi
empat:
1. Air Mutlak yakni air yang suci dan mensucikan, air ini
belum berubah rasa, bau dan warnanya. Seperti air
hujan, air laut, air sungai, air dari mata air, dan lain-
lain.
2. Air Musyammas yakni air suci dan dapat mensucikan,
namun makruh digunakan untuk bersuci. Jenis air ini
adalah air yang telah dipanaskan oleh matahari atau
dengan logam yang bukan emas.
3. Air Musta’mal yakni air yang suci tetapi tidak bisa di-
gunakan untuk bersuci. Jenis air ini disebut air mus-
ta’mal karena telah digunakan untuk bersuci baik
untuk wudlu, mandi, atau menghilangkan najis,
meskipun tidak berubah rasa, aroma, dan warnanya.
4. Air Mutanajis yakni air yang telah terkena najis (ke-
masukan najis). Jenis air ini dibagi lagi menjadi 2 (dua):
a. Pertama, air yang terkena/tercampur dengan najis
hingga merubah rasa, warna dan aromanya karena
A. WUDHU
Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih, Bagus dan
Indah. Sedangkan menurut istilah (syariah islam) artinya
menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara
tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan
hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya
sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu
lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.
Rukun Wudhu
1. Niat
Bacaan niat jika dilafadzkan adalah sebagai berikut:
Sunah-Sunah Wudhu
a. Membaca Basmalah
b. Menggosok gigi/siwak
c. Mencuci dua telapak tangan
d. Berkumur-kumur
e. Istinsyaq dan Istintsar (memasukkan dan mengeluarkan air ke
dalam hidung)
f. Menyilang-nyilang jenggot (membasuh jenggot)
g. Menyilang-nyilangi jari
h. Membasuh tiga-tiga kali
i. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
j. Menggosok-gosok tangan
k. Berkesinambungan yang maksudnya adalah tidak di-
selingi dengan aktifitas yang lain ketika berwudhu
l. Mengusap kedua telinga
m. Memanjangkan anggota yang dibasuh
n. Tidak boros dalam menggunakan air
o. Membaca do’a setelah berwudhu. Adapun do’a setelah
wudhu adalah sebagai berikut:
Rukun Mandi
1. Niat
Niat dapat di dalam hati, sedangkan lafadz niat mandi
adalah:
Sunnah Mandi
1. Mencuci tangan
2. Membasuh kemaluan terlebih dahulu
3. Berwudhu
4. Menuangkan air keseluruh kepala dengan menyelang-
nyelangi rambut
5. Menuangkan air ke seluruh tubuh dan dimulai dengan
anggota yang kanan
C. Tayammum
Adalah mengusap muka dan kedua tangan dengan debu
sebagai pengganti wudhu dan mandi.
Fardhu Tayammum
1. Niat (untuk dibolehkan sholat)
Adapun Lafadz niat adalah sebagai berikut:
A. Pengertian
Shalat menurut bahasa berarti do’a, sedangkan menurut
syara’ ia bermakna ibadah yang terdiri dari bacaan-bacaan
dan gerakan-gerakan khusus, yang dimulai (dibuka)
dengan takbir dan diakhiri (ditutup) dengan salam.
Sholat adalah perintah agama yang wajib dilaksanakan.
Karena Shalat adalah tiang agama, shalat juga merupakan
ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah atas hamba-
nya dari pada ibadah-ibadah yang lainnya, seperti puasa dan
haji. Bahkan Shalat merupakan ibadah yang akan pertama
kali dihisab kelak di hari kiamat, shalat juga merupakan
ibadah yang diwasiatkan oleh Rasulullah S.A.W. menjelang
ajalnya. Shalat juga telah banyak dijelaskan dalam Al-
Qur’an dan Hadits, di antara yaitu;
63
عن عبد اللّه ابن عمر – أ ّن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال
ً وأ ّن ممدا, شهادة أن َال اله إّال اهلل: بن اإلسآلم على مخس:
وحج البيت, وصوم رمضان, وإيتاء الزكاة, وإقام الصالة,رسول اهلل
. ملن استطاع إليه سبيال
C. Rukun Shalat
1. Niat
Meskipun tidak ditemukan riwayat yang menjelaskan
“lafadz” Nabi ketika hendak melaksanakan shalat, namun
ada riwayat yang menyatakan pentingnya niat dalam setiap
pekerjaan, sebagaimana berikut:
وإنالكل امرئ ما، إنااألعمال بالنيات:قال رسول هلل صلى اهلل عليه وسلم
فمن كانت هجرته إل هلل ورسوله فهجرته إل هلل،نوى
1.
Sumber gambar diambil dari http://sajadahmuslimku.blogspot.co.id/
2015/08/tata-cara-sholat-beserta-gerakannya.html
3. Membaca surat al-Fatihah pada tiap-tiap rakaat.
4. Rukuk dengan tuma’ninah. Untuk contoh rukuk yang
baik, perhatikan gambar berikut:2
2
. Gambar rukuk diakses dari http.smediainfo88.wordpress.com20130618
panduan-sholat-lengkap.
3
Gambar untuk I’tidal diakses dari http.rukun-islam.com.
6. Sujud dua kali. Untuk contoh sujud perhatikan
gambar berikut:4
Gambar 1:
Gambar 2:
4
Gambar sujud pertama, diakses dari http.choppie88.blogspot.co.id201404
posisi-sujud-yang-dianjurkan-ketika.
5
Gambar duduk di antara dua sujud diambil dari http.ujungkulon22.
blogspot.com201605video-tata-cara-dan-bacaan-duduk-antara.
6
Gambar diakses dari http.rukun-islam.com
D. Yang membatalkan Shalat
Shalat itu batal (tidak sah) apabila salah satu syarat
rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan
sengaja. Di antara hal-hal yang menyebabkan batalnya shalat
adalah sebagai berikut:
1. Berhadats baik kecil maupun besar
2. Terkena najis
3. Berkata-kata dengan sengaja
4. Terbukanya aurat
5. Makan atau minum meskipun sedikit
6. Mengubah niat
7. Bergerak berturut-turut lebih dari tiga kali, seperti
me- langkah, atau yang lainnya
8. Membelakangi kiblat
9. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukuk
dan sujud
10. Tertawa terbahak-bahak
11. Mendahului imam
12. Murtad
E. Sunnah Shalat
1. Mengangkat tangan setinggi kedua telinga ketika tak-
biratul Ihram
Sebagaimana dalam riwayat dijelaskan:
فقد كان النيب صلى اهلل عليه وسلم إذا قام إل الصالة رفع يديه
حيت يكونا حذو كتفيه ث يكب تكبة اإلحرام
“Bahwasanya Nabi Muhammad SAW. Ketika berdiri untuk sholat,
beliau mengangkat tangannya hingga kedua telapak tangannya
hampir menyentuh telinga”.
.١فقد كان النيب صلى اهلل عليه وسلم يدعوا اهلل تعال بدعوات بعد تكبة اإلحرام و
قبل القراءة ,ومنها قوله صلى اهلل عليه وسلم :اللهم باعد بين وبي خطايايك ما باعدت
بي املشرق
واملغرب ،اللهم نِّ ِق ن من خطاياي كما ينق الثوب األبيض من
الدنث ،اللهم اغسلن من خطاياي بالثلج وامالء والبد
٣٠ومنها قول صلى اهلل عليه وسلم وجهت وجهي للذي فطر السموات واألرض
حنيفا وما أنا من املشركي ،إن صاليت ونسكي ومياي وميت هلل رب العاملي،
ال شريك له وبذلك
أمرت وأنا من املسلمي.
*Keterangan:
Dari ketiga riwayat di atas, maka diperbolehkan
membaca do’a iftitah dengan memilih satu di
antara tiga do’a yang pernah dibaca oleh Nabi SAW
tersebut.
4. Membaca ta’awudz ) (الرجيم الشيطان من باهلل أعوذketika hendak
membaca fatihah (sesudah membaca do’a iftitah).
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwasanya Nabi mem-
bacanya secara pelan (sirr) dalam rakaat pertama se-
belum membaca al-fatihah dalam setiap shalat beliau.7
Dalam Q.S. al-Nahl: 98, disebutkan:
ْذ ْسَتِ ع َفا َن ْرآ ا ُْل ق َت َْق َـ رأ َف َِإ ذا
َِبا ل
).٨٩: ِّ ه ِم َن ال َّشْي َطا ِن الَ ّ ِرجي ِم (النحل
5. Membaca amin ( )آمي
6. Membaca surah pendek setelah membaca fatihah di
setiap rakaat pada shalat Subuh dan Jum’at, dan dua
rakaat pertama pada shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib,
dan Isya’.
7
Meskipun dalam mazhab syafi’I dijelaskan dalam setiap rakaat.
kiri dan menggenggamkan yang kanan kecuali jari
telunjuk.
9. Duduk iftirasy dalam semua duduk shalat
10. Duduk tawarruk (bersimpuh) pada waktu duduk tasya-
hud akhir
11. Membaca salam yang kedua
12. Memalingkan muka ke kanan dan ke kiri masing-
masing waktu membaca salam yang pertama dan
kedua.
F. Shalat-shalat Sunnah
Banyak macam shalat sunnah yang dapat dilakukan
oleh umat Islam. Di antaranya adalah shalat yang meng-
iringi shalat fardhu (sunah rawatib), shalat tahiyyatul masjid,
shalat dhuha, shalat tahajut, shalat witir, dan shalat-shalat
khusus seperti shalat hari raya, shalat gerhana, dan shalat
istisqa’. Dalam modul ini hanya akan dijelaskan dua saja
yang memiliki tata cara berbeda dengan shalat fardhu
pada umumnya.
2. Shalat Gerhana
Shalat gerhana (kusuf: gerhana matahari, dan khusuf:
gerhana bulan) hukumnya sunnah muakkad atau sunnah
yang diutamakan. Hal itu ditegaskan dalam sabda
Rasulullah SAW yang artinya:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-
tanda (kekuasaan) Allah, ia mengalami gerhana bukan karena
kematian seseorang dan bukan pula karena hidupnya seseorang.
Maka apabila kamu melihat gerhana (matahari atau bulan), ber-
do’alah kepada Allah dan lakukanlah shalat (gerhana) sampai ia
terbuka kembali bagi kamu “ (HR. Muslim).
}١
Artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka
tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu
takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang
kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)
lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat be-
sertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendak-
lah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)
dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersem-
bahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir
ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta
bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan
tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu
mendapat se- suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu
memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir
itu.
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat
itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
H. Shalat Khauf
Shalat khauf adalah shalat dalam keadaan takut. Ada
beberapa tindakan yang pada shalat biasa apabila dilakukan
membatalkan shalat, namun pada shalat khauf tidak mem-
batalkan shalat, bahkan memang harus dilakukan. Shalat
khauf pada masa Rasulullah dilaksanakan dalam kondisi
perang. Menurut Wahbah Zuhaili, shalat khauf dilakukan
tidak hanya pada kondisi perang saja, melainkan ketika
seseorang berada dalam suasana ketakutan seperti karena
berhadapan dengan binatang buas, menyelamatkan diri
dari kejaran banjir atau lahar panas dari gunung berapi
dan sebagainya.
Ada beberapa tata cara pelaksanaan shalat khauf:
1. Bila musuh berada bukan di arah kiblat
Dalam shalat yang dua raka’at, Imam sholat satu ra-
ka’at dengan kelompok pertama, kemudian menunggu
sampai mereka itu menyelesaikan sendiri-sendiri
keku- rangnnya lalu pergi menghadapi musuh.
Kelompok kedua maju ke depan dan sholat dengan
imam dalam raka’at yang kedua. Imam menunggu
mereka sampai mereka menyelesaikan kekurangan
yang satu raka’at lagi, dan dengan demikian imam
akan member salam bersama-sama dengan mereka.
Hal ini didasarkan pada hadits yang artinya:
“Nabi berbaris dengan satu kelompok, sedang kelompok lainnya
menghadapi musuh. Beliau shalat dengan kelompok pertama
seraka’at dan tetap saja berdiri. Kelompok itu menyelesaikan sendiri
shalatnya lalu pergi menghadapi musuh, lalu datanglah kelompok
kedua yang shalat seraka’at bersama beliau – bagi Nabi
meripakan raka’at yang kedua - beliau tetap saja duduk
menunggu mereka menyelesaikan shalatnya, kemudian beliau
member salam dengan mereka bersama-sama” (HR. Jama’ah
kecuali Ibnu Majah).
2. Musuh berada bukan di arah kiblat
Imam shalat dengan sekelompok pasukan satu
raka’at, sedang kelompok lain menghadapi musuh.
Kelompok yang telah menyelesaikan satu raka’at
bersama imam tadi menghadapi musuh, sedang
kelompok yang tadi menjaga, pergi shalat satu raka’at
bersama imam. Ke- mudian masing-masing kelompok
menyelesaikan sen- diri raka’atnya yang kedua. Hal ini
didasarkan hadits yang artinya:
“Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan salah satu
dari dua kelompok satu raka’at, sedangkan kelompok lainnya
menghadapi musuh. Kemudian kelompok pertama pergi meng-
gantikan kelompok kedua untuk menghadapi musuh, sementara
kelompok kedua ini dating untuk shalat dengan Nabi satu raka’at,
lalu beliau member salam dan kedua kelompok itu masing-masing
menyelesaikan satu raka’at lagi “. (HR. Ahmad, Bukhori, dan
Muslim).
2. Shalat Qashar
Shalat Qashar adalah shalat yang diringkas, yang se-
harusnya empat raka’at dijadikan dua raka’at. Shalat yang
boleh di qashar hanyalah shalat Dzuhur, ‘Ashar, dan ‘Isya’
(shalat-shalat yang terdiri dari empat raka’at). Shalat Qashar
dimaksudkan untuk menghindari kesulitan umat Islam ke-
tika melakukan perjalanan. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat an-Nisa’: 101 yang berbunyi:
ََ عل
أُو ِصي َك َيا ُ َم ع ُا ذ َال َت د َع َّن ِف ُدُبِ ر َص لَ ٍاة َت قُـ ُو ل ا ُّل ه َّم
ى
أَِ عِّن ُك ِّل
ِ ْذ ِكرَك َُوش ْ ِكرَك ْ س ِعَب َا دتِ َك
ِن
َُوح
“Aku (Rasulullah) ingatkan kepadamu wahai Muadz, jangan-
lah engkau tinggalkan untuk berdo’a pada setiap akhir shalat:
‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’
(ya Allah, tolonglah aku untuk selalu ingat kepadamu, bersyukur
dan beribadah dengan baik kepada-Mu). (H.R. Abu Dawud).
ǶÈ ċǴLJÈ Ê
Éƅ ȄċǴǏÈ ƅ iË È¢ :iÈ ĺ ǺÊ Ìƥ ÈƨÈȇÂÊ
ÂÈ ¾ÈȂLJÉ ƢÈȈǨÌ LJÉ ÊÈ¢ ƢǠÈǷÉ Ǻǟ
ǾÊ ȈÌÈǴǟÈ °È
Èȏ ÉǽƾÈ ƷÌ ÂÈ ƅÉ ǶÈ ¦iÈ Ê¤ fiË ǯÉ ĿÊ ¾É ȂǬÉ ºÈȇ iÈ
ċȏʤ ċǴ ¨„ ȐÈ Ǐ ǂÊÉƥ®É ƢǯÈ
Ê
ÈǾÈdz¤ ȏÈ LJÈ
È
ǂÆȇƾÊ Èǫ fiď ȄÈǴ Â ϫÂ ƾÉ ǸÌ ǮÉ ǴÌǸÉ Ìdz¦ ÉǾdzÈ ÉǾÈdz
È È
„Ȇ Nj ǯÉ ǟÈ ÈūÌ ¦ ÉǾÈdzÂÈ ǮÈ ȇǂÊ NjÈ
Ì È
¦iÈ ǞÉ Ǡ
Ì ƢǸÊÈ Êdz Ȇ ȏ ȈÌÈǘǟÌ È¢ ȏÈ Ƕċ
ǨÈ ºżÌºȇ ȏÈÂÈ ƪ º żǷ ǘ ǠÌ ǷÉÈ
È ÈÂ ƪ ƢǸ Êdz Ǟ ÊǻƢǷ ȀÉ ËǴdz¦
È È È
È È È È
.ƾČ ÈŪÌ ¦ ǮÈ ż ǷÊ
Ì
ƾď ÈŪÌ ¦
“Dari Mu’aawiyyah bin Abi Sufyan : Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca di akhir setiap
shalat apabila selesai salam: “Laa ilaaha illallaahu wahdahu
laa syariika lahu, lahul-mulku walahul-hamdu wahuwa ‘ala kulli
syain-qadir. Allahumma la mani’a lima a’thaita walaa mu’thiya
limaa mana’ta, walaa yanfa’u dzal-jaddi minkal-jaddu.” (HR.
Al- Bukhari).
َمن َق َـ رأ آيَ ة:وعن أب أمامة أن النيب صلى اهلل عليه وسلم قال
َلن ال ُك ْرِ س ِّي ُُدب َـ ر ُك َّل َ لَص ٍاة َْ ل ِ ُ د
رواه.ََْين ْـ ُع ه م ُخوِل ا ِّة إَّال أ ْن َُيو َت
ْن
.النسائي والطبان
“Barang siapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat, maka
tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali maut”. (Di-
riwayatkan oleh An-Nasa’i dan Al-Thabrani).
َم ْن:وعن علي رضي هلل عنه أن النيب صلى اهلل عليه وسلم قال
َق َـ رأ آيَ ة ال ُك ْرِ سي ِف ُدُبِ ر الصالة املَ ْكُتـ ْوَبِة َكا َن ف ذمة هلل إل الصالة
. رواه الطبان بإسناد حسن.االخرى
“Barang siapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat fardhu,
maka ia berada dalam lindungan Allah sampai datangnya shalat
yang lain”. (H.R. Thabrani dengan Sanad Hasan).
وعن أب هريرة أن النيب صلى اهلل عليه وسلم قال من سّبح هلل دبر كل صالة
ث. ومحد هلل ثالثا وثالثي وكب هلل ثالثا وثالثي تلك تسع وتسعون،ثالثا وثالثي
له امللك وله المد وهو علىك ل،قال تام املائة ال إله إال هلل وحده ال شريك له
غفرت له خطاياه،شئ قدير
رواه أمحد والبخاري ومسلم وأبو.َزَبد البحر وإنك انت مث َل
.داود
“Barang siapa membaca tasbih 33 x setiap akhir shalat, lalu
membaca tahmid 33x, dan takbir 33x, hingga berjumlah 99x,
kemudian untuk mencukupkan seratus maka membaca “la
ilaha illa Allah wahdahu laa syarikalahu, lahu al-mulku wa lahu
al-hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir”, maka diampuni
kesalahan kesalahannya meskipun sebanyak buih lautan”.
(H.R. Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).
: ّم
“Dari Ummu Salamah: Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam biasa membaca doa pada akhir shalat
Shubuh: “Allaahumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa ‘amalan
mutaqabbalan, wa rizqan thayyiban”. (H.R. Ahmad).
BAB III
ZAKAT
A. Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa berarti al-barakah (keberkahan),
an-nama (pertumbuhan), at-thaharah (kesucian). Menurut
istilah adalah bagian dari harta tertentu yang wajib di-
serahkan kepada mustahiq dengan syarat-syarat tertentu.
Dalam Al-Qur’an, pengertian zakat diungkapkan dengan
kata infaq, misalnya dalam surat At-Taubah: 34; dengan
shadaqah, misalnya dalam surat At-Taubah: 60 dan 103;
serta dengan kata haq, misalnya dalam surat al-an’am:
141.
Zakat adalah ibadah maliyah ijtimaiyah yang sangat stra-
tegis keberadaannya, dan menentukan keberlangsungan
hidup bersama. Dalam hal kewajiban menunaikannya, ia
sejajar dengan kewajiban melakukan shalat. Al-Qur’an me-
nyebut zakat sejajar dengan shalat dalam 27 tempat dengan
berbagai bentuknya (fiil Madhi, mudhari, amar dan jumlah
ismiyyah).
Di samping itu, zakat juga merupakan rukun Islam ke-
tiga seperti ditegaskan dalam hadits riwayat Muslim. Meski-
pun zakat merupakan syariat nabi-nabi terdahulu, termasuk
juga syari’at Nabi Muhammad saw, namun perinciandan
kewajiban menunaikannya baru diperintahkan pada
tahun kedua Hijriyah, bersamaan dengan tahun
diwajibkannya puasa RaMadhan dan jihad fisabilillah.
B. Hikmah Zakat
1. Perwujudan iman dan syukur sekaligus menghilang-
kan sifat kikir
2. Menolong fakir miskin, melenyapkan jurang pemisah
si kaya dan si miskin dan menghilangkan kedengkian
orang-orang miskin
3. Pilar amal jama’i antara orang-orang kaya dan orang-
orang yang berjuang di jalan Allah
4. Sumber dana pembangunan fisik dan peningkatan kua-
litas sumber daya manusia
5. Memasyarakatkan etika bisnis dengan mengeluarkan
hak harta
6. Membantu pemerataan pendapatan
7. Mendorong giat bekerja dan menjadi orang kaya
E. Macam-macam Zakat
Zakat ada dua macam: pertama, zakat fitrah ialah
zakat jiwa berupa makanan pokok yang wajib
dikeluarkan 2,5
89
kg atau uang yang senilai dengan 2,5 kg beras, oleh setiap
muslim yang memiliki kelonggaran makanan selama
bulan RaMadhan hingga menjelang pelaksanaan shalat
idul fitri. Kedua, zakat maal atau zakat harta, ialah sejumlah
harta ter- tentu yang wajib dikeluarkan menurut ukuran
tertentu bila telah terpenuhi syarat-syarat yang
ditentukan syara.
Untuk mengatasi kesenjangan ekonomi, penyehatan
dunia bisnis, peningkatan SDM umat Islam, mempercepat
perkembangan sarana prasarana fisik sebagai penopang
pembangunan umat dan negara, Islam mengajarkan ke-
wajiban mengeluarkan zakat mal ini.
Mal adalah segala yang dapat dimiliki dan digunakan
menurut ghalibnya, baik yang nampak jelas oleh umum
atau yang dapat disembunyikan oleh pemiliknya. Oleh
sebab itu, jenis harta dari masa ke masa mengalami
perkembang- an yang luar biasa. Apa yang belum ada pada
masa dahulu, sekarang sudah bukan barang langka lagi.
Dengan demikian, harta yang menjadi sumber zakat (al-
amwaalal-zakawiyyah) pada masa sekarang semakin
banyak jumlahnya dibanding masa-masa sebelumnya.
1. Zakat Perusahaan
Dalam kehidupan modern kini, untuk meningkatkan
pendapatan, tidak sedikit yang mendirikan perusahaan-pe-
rusahaan dengan melibatkan beberapa orang, baik ber-
badan hukum usaha Dagang (UD), koperasi, perusahaan
komanditer (CV) atau Perseroan Terbatas (PT) dan lain-lain.
Penghitungan zakat perusahaan sama dengan zakat per-
dagangan. Nishabnya adalah 85 gram emas dengan kadar
zakatnya 2,5%.
Setelah genap satu tahun atau haul, harta perusahaan
baik dalam bentuk barang, uang tunai dan piutang
dihitung secara keseluruhan, kemudian dikurangi oleh
harta dalam bentuk sarana dan prasarana perusahaan, utang
jatuh tempo atau tunjangan karyawan dan semisalnya.
Akumulasi Asset setelah dikurangi biaya-biaya dihitung
dan dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
2. Zakat Saham
Setiap perusahaan besar biasanya mengadakan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) pada setiap akhir tahun.
Dari rapat ini diketahui deviden (keuntungan) dan atau
ke- rugian perusahaan. Pada saat itulah zakat saham
dikeluar- kan secara kolektif baik oleh perusahaan atau
oleh masing- masing pemegang saham. Perhitungannya
sama dengan zakat perdagangan.
A. Pengertian Puasa
Dalam bahasa Arab, puasa disebut shoum atau shiyam
artinya menahan (al-imsak). Yaitu menahan diri dari
segala rupa makanan dan minuman, serta hubungan
suami istri dengan niat berpuasa sejak dari terbit fajar
hingga terbenam matahari.
98
8. Puasa dapat mengantarkan pelakunya kepada derajat
muttaqin seperti yang dikehendaki Allah swt melalui
firmanNya:
“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagai-
mana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga
kamu bertakwa.” (al-Baqarah (2): 183).
C. Pembagian Puasa
Pertama, puasa wajib atau puasa fardhu yang meliputi:
a. Puasa yang diwajibkan oleh Allah pada waktu
tertentu yaitu puasa RaMadhan.
b. Puasa wajib karena sebab tertentu yang menjadi hak
Allah yaitu puasa kaffarat
c. Puasa wajib yang diwajibkan oleh dan untuk dirinya
sendiri yaitu puasa nadzar
Kedua, puasa sunnah. Yaitu puasa tambahan yang di-
lakukan secara suka rela diluar RaMadhan, sebagaimana
dicontohkan oleh Nabi saw, untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah swt. Misalnya puasa Senin Kamis, puasa
enam hari di bulan Syawwal, puasa Daud dan lain-lain.
Ketiga, puasa haram. Yaitu puasa yang dilakukan pada
hari-hari yang dilarang padanya berpuasa. Atau puasa
yang dilakukan dengan tidak mengikuti contoh dari
Rasulullah saw. Misalnya puasa pada dua hari raya, puasa
di hari tasyrik, puasa seorang istri tanpa izin suaminya
padahal ia sedang ada di rumah dan lain-lain.
Keempat, puasa makruh. Yaitu puasa yang dicela oleh
agamauntukdilakukankarenapadaumumnyamengundang
bahaya atau menyimpang dari agama, namun Nabi saw
tidak memberikan larangan keras untuk
meninggalkannya. Oleh sebab itu, para ulama
menghukuminya sebagai puasa
E. Rukun Puasa
Rukun puasa ada dua:
1. Niat berpuasa. Rasulullah seperti dalam riwayat Tir-
midzi menjelaskan:
“Barangsiapa malamnya belum berniat puasa, maka tidak ada
puasa baginya”.
Jadi, sangat diutamakan memperbaharui niat puasa
se- tiap malam. Atau paling telat menjelang subuh.
2. Imsak, artinya menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga ter-
benam matahari.
F. Sunnah-Sunnah Puasa
1. Menyegerakan berbuka (begitu masuk waktu buka,
maka hendaknya segera membatalkan puasanya)
2. Mengakhirkan Sahur
3. Menjaga lisan dari perkataan tercela seperti; bohong,
ghibah, dan sebagainya.
ِم ْ ن
َف َم ْن َكا َ ِم رْي ِ ع َل َ فَس ٍ ر َِف ع
أي َن ًضا أ ْو ي
َّ ٌد ة
).٤٨١ : ّ ٍا م أ َ ُخ ر (البقرة
“Siapa saja yang sakit atau mengadakan perjalanan, hendaklah
mengqadha di hari-hari yang lain”
J. Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang dikerjakan pada
waktu-waktu tertentu selain bulan RaMadhan. Hukum
me- ngerjakan puasa ini adalah apabila dikerjakan
mendapat pahala, namun jika ditinggalkan, tidaklah
mengapa. Berikut yang termasuk kategori puasa sunah
adalah:
1. Enam hari di bulan Syawal. Kita pilih cukup enam hari
saja. Tidak ada kelebihan apakah dilakukan berturut-
turut atau berselang-seling selama di bulan syawal.
2. Puasa Arafah bagi kaum muslimin yang tidak
menunai- kan ibadah haji. Adapun bagi jama’ah haji,
maka mereka dilarang berpuasa. Puasa Arafah
bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah, saat para
jemaah haji melakukan wukuf di padang Arafah.
3. Puasa hari Senin dan Kamis. Yang ini tentu sudah fa-
miliar. Moga-moga yang pernah menjalankannya, bisa
bertambah semangat. Dan bagi yang belum, kerjakan-
lah.
4. Puasa Biidh, yaitu puasa sunnah tiga hari dalam setiap
bulan hijriyah. Kerjakanalah pada tanggal 13, 14 dan 15.
5. Puasa Daud, yaitu bepuasa sehari dan berbuka hari
be- rikutnya. Terus begitu keadaannya. Puasa Daud
me- rupakan puasa sunah maksimal yang boleh
dilakukan oleh orang Islam.
6. Memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
7. Puasa di bulan-bulan suci yaitu bulan Muharram, Rajab,
Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Terlebih bila bertepatan
dengan hari Asyura dan tasu’a, yakni tanggal 10 dan
9 Muharram. Jadi, selain puasa senin-kamis dan puasa
biidh, di bulan ini ada puasa sunah lain yakni puasa
asyura.
ََوزْ ُو ج َها َشاه ٌد,َالَت ُص ِم ْال َم ْرأَُة َيـ ْوًما َوا ِح ًدا
ِإال
،ّ ِب ِْإ ذنِ ه
ِإال
ّ َرَم َضا َن
).(رواه امحد و مسلم
“Janganlah seorang wanita itu berpuasa walau satu hari pun,
jika suaminya berada di rumah tanpa izinnya, kecuali puasa
Ramadhan.” (HR. Ahmad dan Muslim ).
4. Saat haid dan nifas. Ini khusus bagi remaja dan dewasa
putri.
5. Saat sakit yang membawa kebinasaan. Intinya, jika
seseorang sedang sakit, maka tidak dianjurkan bagi-
nya untuk berpuasa. Makan dan minumlah agar
lekas sembuh.
BAB V
HAJI DAN UMRAH
A. Pengertian
Menurut bahasa, haji berarti للزيارة القصدmenyengaja
atau mengunjungi sesuatu. Sedangkan menururt istilah, haji
adalah menyengaja mengunjungi Ka’bah dengan maksud
beribadah kepada Allah ta’ala pada waktu tertentu, dengan
cara tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.
Umrah menurut bahasa berarti mengunjungi. Sedang-
kan menurut istilah, menyengaja mengunjungi ka’bah
dengan maksud beribadah kepada Allah ta’ala dengan cara
tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.
C. Jenis-jenis Haji
1. Haji Ifrad atau haji menyendiri.
Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila seseorang ber-
maksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun
menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan
adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian
ihram di miqat, orang tersebut berniat melaksanakan
ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, baru
kemudian mengenakan ihram untuk melaksanakan
umrah.
2. Haji Tamattu’
Haji jenis ini adalah melakukan umrah terlebih dahulu
di bulan-bulan haji. Kemudian mengenakan pakaian ihram
lagi untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun yang sama.
3. Haji Qiran
Qiran berarti menggabungkan atau menyatukan. Yang
dimaksud di sini adalah menyatukan ihram untuk melak-
sanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan
dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan me-
laksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai.
109
Menurut Imam Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, ber-
arti melakukan dua thawaf dan dua sa’i. Jamaah haji Indo-
nesia pada umumnya menjalankan haji tamattu. Jadi mereka
umrah dulu, lalu menunaikan haji.
1. Ihram
Ihram adalah niat melaksanakan haji atau umrah di-
sertai dengan mengenakan pakaian tanpa jahitan seraya
mengucapkan bacaan talbiyah. Adapun bacaan talbiyah
adalah seperti berikut ini:
َوال
ل اْ َ ل م ََال ل ل
ْ ِن ْـ ع َ َم ة
ِإ َد.َ ِش رْي َك َك ّبـْي َك ّبـْي َك
َّن أَ ل
ُّ ه َّم
ل
,ّبـْي َك
ل
Larangan Ihram
Larangan ihram adalah seluruh perbuatan yang di-
larang dikerjakan. Jika dilanggar, seseorang wajib membayar
dam atau puasa sepuluh hari atau memberi makan 6
orang miskin.
Termasuk dalam kategori yang dilarang adalah:
1) Menutup kepala
2) Mencukur atau menggunting rambut atau bulu badan
manapun
3) Memotong kuku tangan atau kuku kaki
4) Memakai wangi-wangian
5) Memakai pakaian berjahit
Jika ada jamaah haji yang melanggar salah satu atau
lebih dari 5 perkara di atas, maka ia harus membayar
denda berupa puasa tiga hari atau memberi makan 6
orang miskin, masing-masing satu mud atau
menyembelih se- ekor kambing.
6) Membunuh hewan darat. Dendanya adalah mengganti
dengan binatang ternak yang seimbang dengan yang
di- bunuh
7) Bercumbu rayu dengan pasangan hidup. Jamaah haji
yang melanggarnya wajib membayar dam berupa me-
nyembelih seekor kambing
8) Bagi suami istri yang berjima, hajinya rusak, hanya
saja wajib diteruskan sampai tuntas. Merekapun pun
wajib mengulang di tahun lain. Pelakunya membayar
dam berupa seeokor unta. Jika tidak mampu, puasa
sepuluh hari.
Selanjutnya, wajib bertaubat dan beristighfar yaitu
bagi jamaah haji yang:
9) Nikah atau mengkhitbah
10) Ghibah, namimah serta melakukan perbuatan dosa
lainnya.
2. Thawaf
Thawaf adalah berjalan mengelilingi ka’bah sebanyak
tujuh putaran. Berangkat dari hajar aswad yang berada di
sebelah kiri, terus berputar hingga tujuh kali. Usahakan men-
cium hajar aswad setiap kali melewatinya. Kalau tidak
bisa, maka cukup dengan mengusapnya. Jika tidak bisa,
cukup memberi isyarat.
Syarat-Syarat Thawaf
1) Berniat saat akan memulai thawaf
2) Bersih dari kotoran dan suci dari hadats kecil ataupun
hadats besar
3) Menutup aurat
4) Berada di dalam komplek Masjidil Haram meski jarak-
nya agak jauh dari ka’bah
5) Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang thawaf
6) Dilakukan sebanyak tujuh putaran
7) Ketujuh putaran tersebut dilakukan secara terus me-
nerus tanpa jeda
Sunnah Thawaf
1) Ar raml, yaitu berjalan cepat dengan mendekatkan antar
langkah. Raml sunah bagi laki-laki hanya pada thawaf
qudum dan tiga putaran pertama setiap thawaf. Raml
tidak disunahkan bagi perempuan.
2) Idlthiba’, yaitu membuka ketiak kanan. Hal ini sunah
bagi laki-laki saja dan hanya pada thawaf qudum
3) Mencium hajar aswad ketika memulai thawaf. Jika
tidak bisa, maka dengan mengusapnya saja. Dan jika
tidak bisa, maka cukup dengan memberi isyarat
tangan.
4) Membaca doa berikut ketika hendak memulai putaran
pertama:
3. Sa’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil antar Shafa dan Marwa
se- banyak tujuh kali. Sai boleh dilakukan dengan berjalan
dan bisa pula dengan berkendaraan. Betapapun, berjalan
kaki lebih utama. Nabi saw bersabda:
Syarat Sa’i
1) Niat
2) Tertib, yakni dilakukan sesudah thawaf. Dan akan lebih
utama jika dilakukan sesudah thawaf wajib seperti
thawaf qudum atau thawaf ifadhah
3) Dilakukan secara terus menerus tanpa jeda, kecuali ada
udzur atau kebutuhan. Dalam kondisi ini jeda
sebentar tidaklah mengapa.
4) Dilakukan sebanyak tujuh kali
Sunnah Sa’i
1) Berjalan cepat bagi laki-laki, tidak bagi perempuan
dan orang lemah
2) Berdiam di Shafa dan Marwa untuk berdoa di setiap
babak
3) Membaca “Allah Akbar” 3x setiap kali naik Shafa dan
Marwa. Lalu membaca:
ُه َو َو َل م ُد َعلَى
ْ
َولَُه ا َال ِإَله َُله ام ُْلل ُك ِإال، ّ هللُ َوْ ح َده الَ َشِ رْي َك َُله
هزم
َ ََعْب َو َ الَ ِإلَه َو َون.ُك ِّل َش ْ ٍي ء َق ِد ٌي ر
َ َص ر
َ ُد ه إِال ع َ ُد ه
ّ هللُ َ ْو ح َ ُد ه َص َد َق
األَ ْحزَا َب َ ْو ح َ ُد ه
“Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dan Dia
berkuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selain Allah Yang
Maha Esa, yang telah menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya
dan meng- hancurkan sendiri musuh-musuh-Nya”.
4. Wukuf di ‘Arafah
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang keempat,
sebagaimana Sabda Nabi SAW;
ا َل َ َع ر ٌَفة
“Haji itu di Arafah” ُّج
Pada waktu wukuf, jamaah haji berdiam diri di Arafah
beberapa waktu lamanya mulai dari tergelincir matahari
pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai menjelang fajar tanggal
10 Dzulhijjah. Wukuf di Arafah mempunyai kewajiban dan
sunah.
Kewajiban Wukuf
1) Hadir di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah ter-
gelincir matahari hingga terbenam matahari.
2) Mabit di Muzdalifah. Selesai wukuf di Arafah, malam
ke sepuluh Dzulhijah, jamaah haji bergerak menuju
Muzdalifah untuk mabit (menginap) meski hanya se-
bentar. Waktu mabitnya dimulai tengah malam hingga
sebelum terbit fajar.
Ketika di Muzdalifah, sambil menunggu waktu
tengah malam, jamaah yang belum maghrib dan isya
bisa melakukan jama ta’khir sekaligus qashar. Selanjut-
nya jamaah mengambil batu kerikil untuk melempar
jumrah di Mina nanti. Setelah mengumpulkan batu,
jemaah tidur sambil menunggu subuh tiba. Mereka
subuh di tempat ini pula.
3) Melempar jumroh aqabah. Ketika waktu dhuha tiba
tanggal 10 Dzulhijah, jamaah tiba di Mina dan lalu me-
lempar jumroh aqabah.
4) Mencukur atau memendekkan rambut setelah me-
lempar jumroh aqabah tanggal 10 Dzulhijjah
5) Mabit di Mina selama 3 malam. Yaitu malam 11, 12
dan 13 Dzulhijah.
Hari-hari ini disebut hari tasyrik. Pada siang harinya
tanggal 11 Dzulhijah, setelah waktu dhuhur, para jamaah
melempar tiga jumroh: jumrotul ula, wustha dan aqabah.
Masing-masing 7 kali dengan menggunakan kerikil. Amal
ini diulangi pada tanggal 12 dan 13 nya.
Sunnah Wukuf
Untuk menyempurnakan proses wukuf, maka di-
sunnahkan untuk menjalankan beberapa amalan. Adapun
sunnah wukuf adalah sebagai berikut:
1) Keluar menuju Mina pada hari tarwiyah, yakni tanggal
8 Dzulhijjah dan mabit di tempat ini pada malam ke-
sembilan.
2) Tidak keluar dari Mina kecuali sesudah terbit
matahari agar bisa menunaikan shalat lima waktu di
Mina.
3) Hadir di Namirah sesudah matahari tergelincir, lalu
shalat dhuhur dan ashar secara qashar dan jamak
dengan berjamaah
4) Datang di tempat wukuf Arafah sesudah menunai-
kan shalat dhuhur dan ashar berjamaah dan berdzikir
secara terus-menerus hingga terbenam matahari
5) Melakukan shalat maghrib dan isya di Muzdalifah se-
cara jamak ta’khir
6) Wukuf dengan menghadap kiblat sambil terus ber-
dzikir di Masy’aril Haram hingga tampak cahaya siang
7) Tertib antara melempar jumrah Aqabah, menyembelih,
mencukur rambut dan thawaf ifadhah
8) Menunaikan thawaf ifadhah pada hari penyembelihan
dan dilakukan sebelum maghrib.
5. Mencukur/Memotong Rambut
Madzhab Syafi’i memasukkan al-Halq atau al-Taqshir
al-Sya’r (memotong/mencukur rambut) sebagai salah satu
rukun haji.
6. Tertib
Yang dimaksud tertib di sini adalah tertib (urutan)
dalam pelaksanaan rukun haji (tidak boleh dibolak-balik).
E. Wajib Haji
1. Melakukan Ihram dari miqat yang telah ditentukan;
seperti misalnya dalam konteks masyarakat
Indonesia, biasanya dimulai dari miqat Juddah atau
Yalamlam.
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah meskipm hanya se-
bentar. Waktu mabitnya dimulai tengah malam hingga
sebelum terbit fajar.
3. Mabit (bermalam) di Mina
4. Melontar Jumrah yang berjumlah 3 kali
5. Memotong rambut (ini jika menganut selain Madzhab
Syafi’i, sebab menurut syafi’i, memotong/mencukur
rambut masuk pada rukun haji.
*keterangan
Di dalam bab haji, ada pembahasan rukun dan
wajib haji. Rukun haji adalah sesuatu yang harus
dikerjakan dan tidak sah haji seseorang tanpa me-
lakukan salah satu rukunnya. Namun wajib haji,
tetap sah hajinya jika ada halangan untuk tidak
me- laksanakannya, dengan cara membayar denda
(dam).
F. Sunnah Haji
1. Melakukan haji Ifrad, yakni mendahulukan haji dan
baru kemudian umrah
,) lengkap secara
ْ
ل
ّبـي َك ا لُّ ه َّم
ل
.talbiyah, Membaca 2 (ّبـي َك
3. Melakukan Thawah Qudum, (sesampainya di Makkah)
4. Shalat dua rakaat ketika melaksanakan thawaf
5. Melaksanakan thawaf wada’
G. Larangan Haji
1. Meninggalkan (tidak menjalankan) salah satu rukun haji
2. Berjima’ dalam proses pelaksanaan haji.
H. Tatacara Haji
Setelah melaksanakan Umrah, maka jama’ah
dihimbau untuk menunggu tanggal 8 Dzulhijjah yang
disebut juga dengan “Hari Tarwiyah”.
a. Pada waktu Dhuha tanggal 8 Dzulhijjah, mandilah ter-
lebih dahulu, kenakan pakaian ihram dan pakai
parfum di badan, bukan di pakaian ihram. Lalu
berihramlah
untuk haji dari hotel masing-masing di Makkah
dengan membaca doa ihram:
ل َح
ً ّبـي َك
ْ
ّجا
ال
ُّ ه َّم
“Aku datang memenuhi panggilanMu, ya Allah, untuk berhaji”
ل ُ ع َْمرًة
ّبـْي َك
ال
ُّ ه َّم
“Ya Allah, aku penuhi panggilanMu melaksanakan umrah”.
َوال
ل ْا َ ل م ََال ل ل
ْ ِن ْـ ع َ َم ة
ِإ َد.َ ِش رْي َك َك ّبـْي َك ّبـْي َك
َّن أَ ل
ّه َّم
ل
,ّبـْي َك
ل
ّبـْي َك
َل َك َوْامُْلل َك َال َ ِش رْي َكَل َك
“Aku datang memenuhi panggilanMu, ya Allah. Aku dating
memenuhi panggilanMu. Aku datang memenuhi panggilanMu.
Tiada sekutu bagiMu. Aku datang memenuhi panggilanMu Se-
sungguhnya segala puji, kenikmatann dan kekuasaan adalah ke-
punyaanMu, tidak ada sekutu bagiMu”.
. أَبْ َدأُ َِبا بَ دأَ هللُ ِبه,َشَ عاِئر اهلل ِ ْإ َّن ال َّصفا َوال
َم َْروَة م
ْن
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah syiar Allah. Aku me-
mulai dengan apa yang diajarkan oleh Allah .”
“Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutubagi Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dan Dia berkuasa
atas segala sesuatu, Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa,
yang telah menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya dan
menghancurkan sendiri musuh-musuh-Nya,”.
B. Kematian
Kematian merupakan jembatan pemisah kehidupan
duniawi menuju kehidupan ukhrawi. Setiap manusia pasti
akan melalui jembatan tersebut, entah kapan, dimana, dan
bersama siapa? Hal ini sebagaimana firman Allah swt.
1. Menghadapi Kematian
a. Orang yang dijemput ajal
1) Berwasiat terhadap keluarga, teman, atau orang yang
dipercayai; baik tentang duniawi atau ukhrawi. Di
samping itu, meminta keluarga untuk selalu men-
doakan dan menyempurnakan semua hal yang
tidak sempat dikerjakannya. Seperti janji, hutang,
dan sebagainya.
2) Bersikap tenang, tegar dan sabar dari segala hal yang
menimpa dirinya dengan memperbanyak dzikir
dan berdoa.
130
3) Tidak putus asa dari rahmat Allah Swt. dan selalu
mengharap ampunan dari-Nya.
4) Haruslah memperbanyak sifat raja’ (mengharap
rahmat Allah) dari pada sifat khauf (takut akan siksa)
nya.
b. Keluarga yang dijemput ajal
1) Memberi ketenangan dan memberi semangat su-
paya si sakit kuat dalam menghadapi semua yang
dialaminya.
2) Tidak putus asa serta mempunyai tekad hidup
yang kuat.
3) Menghindari dan menjauhkan semua yang mem-
buat yang sakit menjadi tertekan. Sebaiknya ke-
luarga melakukan hal yang membuatnya senang,
mempunyai semangat hidup, memberikan apa
yang dia inginkan, sehingga dia merasa bahwa
masih ada yang memperhatikan dirinya.
4) Berupaya dan tidak putus asa untuk mencari obat
penyembuh bagi keluarganya yang sakit.
5) Membuat suasana tentram dan damai dengan
membacakan ayat suci al-Qur’an didekatnya, mem-
bacakan surat Yasiin dan surat Ar-Ra’du. Selanjut-
nya, sebagai keluarga harus menyuruhnya untuk
selalu berdzikir, menuntun dengan pelan atau
men-
َال الَه
إ
ucapan dengan talqin ّال اهلل
c. Yang harus dihindari saat sakaratul maut
1) Mencaci dan menghina yang bisa menimbulkan
per- musuhan.
2) Membuang jauh watak dan prasangka yang tidak
baik.
3) Berdoa yang baik-baik, sebab doa orang yang sakit
SKL Ibadah & Al-Qur'an 131
seperti halnya doa para malaikat.
َوا ْح ُْل ُف ه ِف َف الْ َم ْه الل ُه َّم ا ْ ِغ ف ْر َُله َوا َو ا ْرَف ْع
َ َع قِبه َ َد رَجتَُه َْر ْ ُمح ه
ِِّدي ْـ َي
َو ْا ف َس ْح َُله ِف َوَنـِّوْر َُله َر ُّب َوا ْ ِغ فرَلنا ا َل غاِب رْي َن
.فْيِ ه َق ْـ بِه ا َْل عالَِ ْم َي َو َُله َيا
“Ya Allah! ampunilah si fulan angkatlah derajatnya bersama
orang-orang yg mendapat petunjuk berilah pengganti sesudahnya
bagi orang-orang yg ditinggalkan. Dan ampunilah kami dan dia
wahai Tuhan seru sekalian alam. Lebarkan kuburannya dan
berilah penerangan di dalamnya”.
D. Mengkafani
Biaya mengkafani diambil dari harta peninggalan
yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak orang lain,
seperti barang gadaian dan sebagainya. Kalau harta
peninggalan di atas tidak ada maka yang berkewajiban
untuk membiayai adalah orang yang punya kewajiban
memberi nafkah ketika masih hidup. Jika orang yang
berkewajiban tidak ada, maka bisa diambil dari baitul-mal.
Jika baitul-mal tidak ada maka
pembiayaan diambil dari harta orang Islam yang mampu /
kaya.
Kain kafan yang halal baginya, yang dipakai ketika
masih hidup. Perempuan boleh dikafani dengan sutera, se-
dangkan laki-laki tidak. Karena sutera dilarang dipakai
laki-laki ketika masih hidup, sedangkan bagi perempuan
sebaliknya. Namun yang afdhol dalam mengkafani adalah
menggunakan kain katun (qotnu) berwarna putih dan sudah
pernah dicuci (bukan kain baru).
1. Langkah-langkah mengkafani
Mengacu kepada haqqullah (hak Allah) semata, maka
kain yang dibutuhkan hanya sebatas penutup aurat. Bagi
laki-laki hanya sebatas penutup pusar dan lututnya, sedang-
kan bagi perempuan baik orang yang merdeka atau budak
adalah kain yang dapat menutupi semua anggota tubuh-
nya, kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Adapun
bagi banci/waria hukum mengkafaninya disamakan
dengan perempuan. Akan tetapi kalau dipandang dari
haqqullah dan haqqul adami, maka kain kafan yang
dibutuhkan untuk mengkafani laki-laki secara sempurna
adalah tiga lembar kain kafan warna putih. Sedangkan
untuk perempuan dan waria adalah lima lembar kain yang
terdiri dari:
a. Dua lembar kain panjang yang cukup untuk
membung- kus seluruh tubuhnya.
b. Kain sarung (kain pembalut tubuh dari pusar sampai
lututnya)
c. Baju kurung
d. Kerudung (kain penutup kepala dengan bentuk khu-
sus).
Adapun kain kafan untuk anak-anak adalah satu
lembar kain kafan yang cukup untuk membungkus
seluruh
tubuhnya, tetapi akan lebih utama tetap tiga lembar kain
warna putih.
E. Shalat Jenazah
Kesepakatan para fuqaha’ bahwa jenazah yang wajib
disholati adalah: 1) Jenazah muslim (laki-laki/perempuan,
tua ataupun muda, bayi selama diketahui tanda-tanda ke-
hidupan, seperti suara bersin, gerak, dan lain-lain; 2) Siqith/
lahir sebelum umur empat bulan maka tidak wajib di shalati
apabila sampai empat bulan atau lebih dan istihlal (ada suara
bersin, bergerak) maka ia wajib di sholati menurut ittifaq; 3)
Meninggal karena Had seperti karena rajam, hukum qisos,
hukum jilid, wajib disholatkan; 4) Syahid tidak wajib di
mandikan dan di sholati dan apabila luka dan masih ada
tanda kehidupan yang sempurna (hayatul mustaqirah) dan
tidak lama kemudian dia meninggal maka wajib di man-
dikan dan di sholati.
َمأم ًْوما ِل ه
َ ه َذ ا أُ َ ع َل
َت َـ ع َا ل
املَي َصل ي
ِ ِت أ ْرَب ع تَ ْكِْبي َـ را ٍت َفـ ْر َض ِ افَك يٍَة ِي
َم ُأ م ًْوما ِل ه َ َعَلْيِ ه اإلَ م ُا م َفـ ْر َض َ َأُ َ عل
َت َـ عاَ ل صل َصل ي م
ِ افَك َيٍة
ّي ْن ِي
أُ علَ َح َ َض ر ِم ْن ْأ م َو ِت امُل ْسلِ ِ ْم َي َفـ ْر َض ِ فَك اَيٍة َم ُأ م
َ
ًْوما ِل ه َت َـ ع َا ل َصل ي
ِي
Niat shalat Jenazah untuk mayit perempuan dan men-
jadi makmum:
َ ه َذ ا
ُأ َ علَ
ام َلي
َصل ي
ِ ِت أ ْرَب ع َت ْكِْبي َـ را ٍت َفـ ْر َض ِ افَك َيٍة َإ ماًما ِل ه َت َـ ع َا ل
ِي
أُ علَ ح ِم ْن ْأ م َو ِت ُامل ْسِل ِ ْم َي َفـ ْر َض ِ افَك َيٍة َإ ماًما
َ َ
لِ ه َت َـ عاَ ل َصل ي َ َض ر
ِي
Niat shalat ghaib (mayatnya tidak ada di hadapan
kita) dan menjadi imam:
َجَن َا ٍزة
َو َصل َو َِ سْ ع ُت
َي قُـ وُ ل:
َصل الن ّى اهللُ َعَلْيِ ه سل
ّى َعَلى ّ َم َِّيب
َع ُْن ه َوأَ ْ ِك ْرم ُ ه َُله َوا ْرَ ْ ُمح ه،
ُن ُـ ز َُله، َوَ عافِ ه، َوا ْع ُف
ّم ،ا ِْغف ْر
«الل
َِباٍ ء َوَث ْـ ل ٍج ِم َن ْا َ ل ََووِّس ْع ُم ْد َخ َُل هَ ،وا
َطَايا ََوبـَرٍدََ ،ونـِّقِ ه ْغ ِ لْس ُ ه
َك ما ُيَـنـَ ّقى ُض ِم َن ال َّدَن ِسَ ،وَأْب ِد ُْل ه َداًرا
َْخيـًرا ِم ْن َ
ال
ّثـ ْو ُب ْالَْأبـَي
َد ِا رِه ،و َْأ هًال َخيـ را ِم ن َ َو َ ِ َزْ ِو ِج هَ ،وِق ه
ًْ ْ َ
فِْتـَن ة ْأَ هلِ هْ ،زًو ْخيـ م
جا را ْن
ال قَْ ْ ِب َ َو ع َذا َب
النَ
ّ ِا ر
4) Setelah takbir keempat diteruskan dengan mem-
baca do’a
َو َُله
ََوال َوا ََ ِت ْرمَنا أ
ْ َ ال
َت فْـ تِن ْ ِغ ف ْرلنَا ْ َج ُره ُّه ا
ّا َب ْـ ع َ ُد ه ل
ّم
5) Membaca salam pertama seraya memalingkan
muka ke kanan, lalu membaca salam kedua se-
raya memalingkan muka ke kiri. Bacaan salam
adalah:
F. Mengubur Mayit
1. Hamlul Mayit
a. Pemikul harus berada di bagian depan keranda
dan kepalanya berada di antara dua kayu yang di
letakkan di kedua bahunya. Cara ini jika yang me-
mikul hanya dua orang. Di depan dan di belakang.
b. Jika yang memikul empat orang, maka dua orang
ada di bagian depan dan dua orang yang lain ada di
bagian belakang, masing-masing memegang ujung
keranda.
c. Di pikul dengan cara mengelilingi keranda sebagai-
mana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah,
Baihaqi, Abu Daud dari Ibnu Mas’ud beliau
berkata:
“Barangsiapa yang mengiringkan jenazah, hendaklah ia
memikul semua sisikeranda, karena hal tersebut merupakan
sunnah. Kemudian kalau ia suka boleh melakukan
sunnah, dan jika tidak, boleh meninggalkannya”.
d. Dalam hal orang yang memikul haruslah orang
laki- laki, tidak boleh perempuan. sebab
perempuan ber- potensi mendatangkan fitnah.
.ِِ َ ُر س ْ ِو ل اهلل
ِب ْس ِم اهللِ َ ع َل
ي مل
ِّ ة
b. Diletakkan dengan posisi miring menghadap ke qiblat
dan di belakangnya diberi gelu (dari tanah yang dibikin
bulat) agar simayit tetap menghadap qiblat, dalam
artian tidak guling ke timur.
c. Dianjurkan pipi mayit disentuhkan ke bumi atau ke
lubelluh (Madura), yakni gumpalan-gumpalan tanah
yang dipersiapkan atas mayit. Hal ini tentunya setelah
kain kafan dipipinya dibuka. Dengan demikian mayit
akan nampak kehinaannya di hadapan Allah. Maka
dari itu makruh hukumnya memakai alas, bantal, peti
dan sebagainya apabila tidak dibutuhkan. Seperti
tanahnya berair dan sebagainya maka tidak
dimakruhkan.
d. Setelah itu mayit ditutup dengan batu bata atau se-
macamnya sebagai atap bagi mayit. Namun alngkah
baiknya terlebih dahulu dikumandangkan adzan dan
iqomah, baru setelah itu ditimbun dengan tanah sebagai
langkah terakhir dalam menguburkan mayit.
e. Kubur itu hendaknya jangan ditambah dengan tanah
selain tanah yang digali.
4. Bentuk kuburan
Bentuk kuburan lahd (landek, Madura). Cara membuat
lubang ini adalah lubang yang dasarnya agak diperlebar
seperti ukuran mayit dan bentuk syaqqu (jemporean,
Madura). Lubang ini seperti parit kemudian dikedua sisinya
dibangun dan diberi batu-bata, kemudian mayit diletakkan
antara sisi batu-bata tersebut.
Kubur itu supaya ditinggikan kira-kira satu jengkal,
agar kubur dapat dikenal, diziarahi dan dimulyakan. Ibnu
hibban menceritakan bahwa kubur Rasul juga demikian.
Sekarang apakah diperbolehkan melapisi kubur dengan
tanah liat? Imam Haramain dan Imam Ghazali mengatakan
tidak boleh. Yang demikian itu tidak disebutkan oleh ke-
banyakan ulama` Madzhab Syafi`i, bahwa beliau mengata-
kan tidak mengapa melapisi kubur dengan tanah liat.
Adapun membangun, mengecet dan menulisi kubur-
an hukumnya makruh, hal ini apabila milik sendiri, maka
seandainya ada orang yang mendirikan bangunan di atas
kubur berupa kubah, bumbung atau pagar keliling hukum-
nya ditafsil. Jika di tanah pekuburan untuk umum (yang
diwaqafkan) maka boleh dirobohkan. Sebab mendirikan
bangunan pada tanah tersebut hukumnya haram.
Sedangkan menulis nama atau nasab dikubur dengan
tujuan agar dikenal, diziarahi dan dimuliakan maka
hukum- nya boleh. Dengan catatan sekedar kebutuhan,
apalagi makam-makam para nabi, ulama` dan orang
sholeh. Karena tanpa adanya pengenal tidak akan
diketahui ketika meng- alami pergeseran waktu yang pada
akhirnya tidak diketahui pula bahwa makam itu adalah
makam orang sholeh yang seyogyanya diziarahi karena
adanya anjuran.
5. Talqin
Sebenarnya talqin sudah menjadi perdebatan dikalang-
an ulama, sebagian mereka mengatakan bahwa talqin itu
tidak dianjurkan bahkan Imam Malik sendiri memakruh-
kannya. Sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah
menganjurkan. Menalqin mayit setelah dikubur
hendaklah:
a. Penalqin hendaklah duduk menghadap kearah kepala
mayit
b. Hadirin hendaknya berdiri ketika talqin dibacakan.
c. Penalqin hendaknya memanggil dengan nama Ibunya
atau Ibu Hawa (kalau Ibunya tidak diketahui) seperti
يَا َعْب ُد اهلل اْب ُن َفا ِط َمةatau يَا َعْب ُد اهلل اْبن َح َواء
d. Lafadz talqin apabila perempuan maka dhomir-nya di-
ubah muaanats, begitu juga sebaliknya seperti: كر ْ
ْ ُ أذuntuk
ِ ( ْأذ ُكingatlah) untuk perempuan.
laki-laki menjadi ري
e. Talqin hendaknya diulang tiga kali.
f. Mayit hendaknya dimintai penyaksian baik kepada para
hadirin, Contohnya: “Sekarang saya minta kesaksian
kepada para hadirin bahwa mayit ini baik maka insya
Allah ia akan baik. Apakah hadirin menyaksikan mayit
ini baik”.