Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Fieldtrip PB 20111

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 54

Panduan praktikum

Oleh:
Kurniawan Sigit Wicaksono, Medha
Baskara, Lukman Qurata Aini,
Suhartini dan Kurniatun Hairiah

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
2011
PERTANIAN BERLANJUT 2011

DAFTAR ISI

Jadwal pelaksanaan field trip

Latar Belakang _______________________________________________________________ 4


Materi I _____________________________________________________________________ 5
Pemahaman Karakteristik Lansekap ______________________________________________ 5
Pengantar Materi II, III, IV _____________________________________________________ 11
Pengenalan Indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari aspek biofisik (air, biodiversitas,
karbon) ____________________________________________________________________ 11
Materi II. ___________________________________________________________________ 13
Pengukuran kulitas air sebagai indikator pertanian berlanjut ________________________ 13
(COD, BOD, pH, kekeruhan, dan biologi) __________________________________________ 13
Materi III. __________________________________________________________________ 24
Pengkuran biodiversitas dari aspek agronomi sebagai indikator pertanian berlanjut _____ 24
Materi IV ___________________________________________________________________ 35
Pengukuran biodiversitas dari aspek hama penyakit _______________________________ 35
sebagai indikator pertanian berlanjut ___________________________________________ 35
Materi V ___________________________________________________________________ 45
Indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari aspek sosial ekonomi _________________ 45

Kunjungan lapangan 2
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Jadwal pelaksanaan fieldtrip

Hari/tanggal: diupayakan hari Sabtu

Lokasi: Dusun Sumbermulyo, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngantang,


Kabupaten Malang

Kunjungan lapangan 3
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Latar Belakang

Sistem pertanian berlanjut merupakan sistem Pertanian yang layak secara ekonomi
dan ramah lingkungan. Pada tingkat bentang lahan pengelolaannya difokuskan pada
pemanfaatan biodiversitas tanaman pertanian dalam mempertahankan pollinator,
pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, hidrologi (kuantitas dan
kualitas air) dan mengurangi emisi karbon. Banyak macam penggunaan lahan yang
tersebar di seluruh bentang lahan, yang mana komposisi dan sebarannya beragam
tergantung pada beberapa faktor antara lain iklim, topografi, jenis tanah, vegetasi
dan kebiasaan serta adat istiadat masyarakat yang ada disekelilingnya.

Selama kuliah, mahasiswa mempelajari tentang beberapa indikator kegagalan


Pertanian berlanjut baik dari segi ekonomi, biofisik dan sosial. Guna meningkatkan
pemahaman mahasiswa akan dasar-dasar konsep Pertanian Berlanjut di daerah
Tropis dan penerapannya di tingkat lanskap maka pengenalan pengelolaan bentang
lahan yang terpadu di bentang lahan sangat perlu dilakukan. Tujuan pelaksanaan
praktikum lapangan (fieldtrip) ini adalah:
1. Memahami macam-macam, sebaran dan interaksi antar tutupan lahan pertanian
yang ada di suatu bentang lahan
2. Memahami pengaruh pengelolaan lanskap Pertanian terhadap kondisi hidrologi,
tingkat biodiversitas, dan cadangan karbon

Kunjungan lapangan 4
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Materi I

Pemahaman Karakteristik Lansekap

Tujuan:

1. Mahasiwa mampu mengidentifikasi jenis penggunaan lahan (land use) dan jenis
tutupan lahan (land cover) pada skala lansekap.
2. Mahasiswa memahami karakteristik lansekap sehingga mampu menentukan
tindakan yang diperlukan guna mencapai pertanian berlanjut.

Pengantar:
Lansekap adalah sebidang lahan yang bisa kita lihat secara komprehensif di sekitar
kita TANPA melihat secara dekat/secara tertutup pada komponen tunggal dan yang
terlihat familiar dengan kita. Pengertian lain lansekap adalah konfigurasi khusus
dari topografi, tutupan lahan, tata guna lahan, dan pola pemukiman yang membatasi
beberapa aktivitas dan proses alam serta budaya. Terdapat 4 kunci dasar untuk
mempelajari karakteristik lansekap yaitu:
1. Komposisi lanskap, misalnya tipe habitat/land use
2. Struktur lanskap, misalnya susunan berbagai macam land use pada suatu lanskap
3. Managemen lanskap
4. Konteks regional
Pemahaman karakteristik lansekap berguna untuk penentuan tipe lansekap yang
terbentuk. Setiap tipe memilki perlakukan atau tindakan yang berbeda-beda dalam
hal konservasi, perbaikan, rekontruksi,dan pengelolaan.

Alat dan bahan:


1. Peta penggunaan lahan tahun 1990 dan 2005
2. Citra satelit
3. Peta lereng.
4. Kompas
5. GPS

Kunjungan lapangan 5
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Cara kerja:
1. Tentukan lokasi yang representative sehingga kita dapat melihat lansekap secara
keseluruhan.
2. Lakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan
lahan yang ada. Isikan pada kolom penggunaan lahan Dokumentasikan dengan
foto.
3. Identifikasikan jenis vegtasi yang ada, isikan hasil identifikasi ke dalam kolom
tutupan lahan.
4. Lakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai tingkat kemiringan
lereng yang ada serta tingkat tutupan kanopi dan sersahnya.
5. Isikan hasil pengamatan pada form berikut ini:
Tingkat tutupan
Tutupan Posisi
Penggunaan lahan Manfaat
lahan lereng Kanopi Seresah

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………

……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ………………


Isikan kode hurufnya saja: Manfaat: B (buah), D,(daun), A(akar), K (kayu), Bj(biji)
Posisi lereng: A (atas), T (tengah), B (bawah)
Tingkat tutupan kanopi dan seresah: T(tinggi), S(sedang),R(rendah)

Kunjungan lapangan 6
PERTANIAN BERLANJUT 2011

6. Buatlah sketsa penggunaan lahan pada skala lansekap.

Kunjungan lapangan 7
7. Buatlah sketsa transek dari lokasi fieldtrip yang digunakan.

Kunjungan lapangan
PERTANIAN BERLANJUT 2011

8
PERTANIAN BERLANJUT 2011

8. Tentukan tipe lansekap dan saran apa yang perlu dilakukan bedasarkan hasil
gambar sketsa no 6 dengan menggunakan arahan dari Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi lanskap Pertanian berdasarkan tingkat kerusakan habitat dan


fragmentasi

Tipe lanskap Intact (90% Variegated Fragemented Relictual


intact) (60-90% (10-60% habitat (<10% habitat
habitat asli asli tersisa) asli tersisa)
tersisa)
Konservasi Habitat asli Habitat asli Habitat alami NA (not
(=matrix) (=matrix) terpecah applicable)
(fragmen) dalam
kondisi baik
Perbaikan NA Daerah Kualitas Habitat NA
penyangga alami yang telah
terpecah
Rekonstruksi NA NA Daerah
(dibangun) penyangga
Kelola NA NA Matrix pertanian Matrix
pertanian

…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
9. Tentukan besarnya tingkat heterogenitas penggunaan lahan, bagaimana interaksi
masing-masing penggunaan lahan bila dikaitkan dengan usaha Pertanian yaitu:
aspek penyinaran, siklus air dan hara, sebaran hama dan penyakit, pollinator .
Lakukan anlisa singkat terkait berbgai hal tersebut.

Kunjungan lapangan 9
PERTANIAN BERLANJUT 2011

…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Kunjungan lapangan 10
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Pengantar Materi II, III, IV


Pengenalan Indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari
aspek biofisik (air, biodiversitas, karbon)

Tujuan:

Mahasiswa memahami indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik (air,


biodiversitas, dan karbon).

Pengantar:

Keberhasilan pelaksanaan sistem pertanian berlanjut pada skala lansekap apabila


ketiga aspek utama terpenuhi yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek ingkungan
(biofisik). Berdasarkan aspek biofisik terdapat 3 indikator utama yang digunakan
untuk menilai keberhasilan sistem pertanian berlanjut yaitu air, biodiversitas, dan
karbon.

Indikator air secara tidak langsung mencerminkan bagaimana pengelolaan lahan pada
skala lansekap dengan batasan DAS. Parameter yang diukur adalah kualitas air
meliputi tingkat kekeruhan dan debit air sungai. Tingkat kekeruhan air
mencerminkan jumlah sedimen air sungai, yang berarti semakin besar jumlah
sedimen menunjukkan bahwa di lereng atas telah terjadi erosi tanah atau telah
terjadi erosi atau longsor pada tebing sungai. Jadi, besarnya erosi terkait dengan
penggunaan lahan dan praktek konservasi tanah dan air. Hal ini menunjukkan bahwa
pengelolaan lahan diatasnya tidak memenuhi kaedah konservasi tanah dan air.

Indikator biodiversitas menggambarkan keaneka ragaman hayati meliputi


keberadaan flora dan fauna. Keberadaan fauna terkait erat sebagai inang atau
tempat hidup bagi fauna yang ada, hal ini penting mengingat fungsinya dalam
polinasi, siklus air dan hara , penyerapan (sequestrasi) karbon, pengendalian hama
dan penyakit (musuh alami), menjaga keutuhan rantai makanan , dan penyebaran biji.
Semakin tinggi tingkat biodiversitas pada suatu bentang lahan diharapkan dapat
mengurangi berbagai masukan dari luar pada proses pertanian seperti penggunaan
pestisida diganti musuh alami, penggunaan pupuk kimia tergantikan oleh pupuk

Kunjungan lapangan 11
PERTANIAN BERLANJUT 2011

organic yang diambil dari alam sekitar, pengolahan tanah dikurangi oleh masukan
seresah dan lain-lain.

Indikator karbon terkait dengan isu pemanasan global yang berkembang saat ini
adalah berhubungan dengan keberadaan pohon dan ekosistem yang terbentuk. Emisi
karbon dapat dikurangi dengan menjaga keberadaan hutan karena berfungsi sebagai
penyerap karbon di udara dan menyimpannya dalam waktu yang lama. Peran lanskap
dalam menyimpan karbon bergantung pada besarnya luasan tutupan lahan hutan
alami dan lahan pertanian berbasis pepohonan baik tipe campuran (agroforestri)
atau monokultur (perkebunan). Namun demikian besarnya karbon tersimpan di lahan
bervariasi antar penggunaan lahan tergantung pada jenis, kerapatan dan umur
pohon. Oleh karena itu ada tiga parameter yang diamati pada setiap penggunaan
lahan yaitu jenis pohon, umur pohon, dan biomassa yang diestimasi dengan mengukur
diameter pohon dan mengintegrasikannya ke dalam persamaan allometrik.

Pengenalan indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari aspek biofisik ada


empat indikator utama, yaitu:

a. Indikator air, melalui pengamatan kualitas air meliputi kekeruhan dan debit
b. Indikator biodiversitas dari sisi agronomi
c. Indikator biodiversitas dari sisi hama penyakit.
d. Indikator cadangan karbon (diberikan saat tutorial kelas)

Kunjungan lapangan 12
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Materi II.
Pengukuran kulitas air sebagai indikator pertanian berlanjut
(COD, BOD, pH, kekeruhan, dan biologi)

Pengantar:

Dewasa ini penurunan kualitas air tidak hanya terjadi di daerah hilir, tetapi juga
didaerah hulu. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman
merupakan faktor utama penyebab terjadinya penurunan kualitas air sungai di
daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara, dan pencemaran kimia pestisida.
Kondisi ini mempengaruhi kesehatan manusia dan keberadan makhluk hidup yang ada
di perairan. Penumpukan unsur hara di perairan memicu booming alga, akumulasi
racun pestisida dapat membunuh hewan air dan menimbulkan berbagai jenis
penyakit bagi manusia. Oleh sebab itu perlu adanya monitoring atau pendugaan
kualitas air.

Terdapat tiga jenis pendugaan kualitas air sungai yaitu fisik (suhu, warna,
kekeruhan), kimia (meliputi pH, COD, BOD) dan biologi (dengan memanfaatkan
makroinvertebata). Berikut ini penjelasan singkat masing-masing indikator:

 Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut dalam


air misalnya lumpur, alga, detritus, dan kotoran lokal lainya. Apabila kondisi air
semakin keruh maka cahaya matahari yang masuk ke air semakin berkurang
sehingga mengurangi proses fotosintesis tumbuhan air. Hal ini berdampak pada
suplai oksigen yang diberikan oleh tunbuhan air juga berkurang shingga jumlah
oksigen terlarut dalam air juga berkurang.

 Skala pH (tingkat kemasaman) berkisar antara 0 – 14 dengan pembagian sebagai


berikut: pH < 7 tergolong asam, pH = 7 tergolong netral, pH > 7 tergolong basa.
Kondisi optimum pH air bagi makhluk hidup adalah pada kisaran 6,5 – 8,2. Kondisi
pH yang terlalu masam atau terlalau basa akan mematikan makhluk hidup.

 Oksigen terlarut/Dissolve Oxygen (DO) merupakan oksigen yang ada di dalam air
yang berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air. Oksigen

Kunjungan lapangan 13
PERTANIAN BERLANJUT 2011

terlarut sangat dibutuhkan tumbuhan dan hewan air, kekurangan oksigen


terlarut akan mematikan tumbuhan dan hewan air.

 Biological oxygen demand (BOD) ialah jumlah oksigen yang digunakan


mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan bahan organik dalam air. Jumlahnya
tergantung pH, suhu, jenis mikroorganisme dan jenis bahan organik dan
anorganik dalam air. Sumber BOD berupa daun dan potongan kayu pada air yang
tergenang, tumbuhan atau hewan yang sudah mati, dan kotoran hewan. Semakin
tinggi BOD maka semakin cepat oksigen dalam air habis, sehingga akan
mematikan makhluk hidup dalam air.

 Chemical oxygen Demand (COD ) menunjukkan jumlah oksigen total yang


dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi
secara biologis (non-biodegradable). Sedangkan BOD hanya menunjukkan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikrobia aerob untuk mengoksidasi bahan organik
menjadi karbondioksida dan air. Oleh karena itu nilai COD pada umumnya lebih
tinggi daripada nilai BOD. Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan
melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
(DO) di dalam air.

 Pendugaan biologi memanfaatkan makroinvertebrata seperti plankton,


mikrobentos, dan makrobentos. Pemanfaatan hewan jenis ini karena sangat peka
terhadap perubahan lingkungan dan ditemukan dihampir semua perairan. Pada
praktikum kali ini akan dipelajari cara pendugaan kualitas air sungai secara
biologi dengan metode FBI (Famili Biotik Indeks). Rumus FBI (Hilsenhoff, 1988)
adalah

FBI = [∑ (xi * ti)]/n,

dimana xi = jumlah individu yang ditemukan pada tiap family, ti = nilai toleransi
dari family, n = jumlah total organism dalm satu plot.

Kunjungan lapangan 14
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Tabel 2. klasifikasi kualitas air berdasarkan FBI

Nilai FBI Kualitas air Tingkat pencemaran

0 .00– 3.75 Sangat baik Tidak terpolusi bahan organik


3.75 – 4.25 Baik sekali Sedikit terpolusi bahan organik
4.26 – 5.00 Baik Terpolusi beberapa bahan organik
5.01 – 5.75 Cukup Terpolusi agak banyak bahan organik
5.76 – 6.50 Agak buruk Terpolusi banyak bahan organik
6.51 – 7.25 Buruk Terpolusi sangat banyak bahan organik
7.26 – 10.00 Buruk sekali Terpolusi berat bahan organik

Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8 mengklasifikasi kualitas atau mutu air menjadi
empat kelas yaitu:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.

Kriteria kualitas air pada masing-masing kelas berdasarkan nilai COD, BOD, DO, dan
pH dapat dilihat pada Tabel 3.

Kunjungan lapangan 15
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Tabel 3. Klasifikasi kualitas air berdasarkan nilai COD, BOD, DO, dan pH

Kelas
Parameter Satuan
I II III IV

DO mg/liter 6 4 3 0

BOD mg/liter 2 3 6 12

COD mg/liter 10 25 50 100

pH mg/liter 6-9 6-9 6-9 5-9

Semakin tinggi tingkat kelas suatu kondisi kualitas air menunjukkan bahwa
pengelolaan lahan pada skala lansekap tidak termasuk dalam kategori pertanian
berlanjut karena menunjukkan bahwa air sudah tercemar.

Cara kerja:

Pengamatan kekeruhan,COD, BOD, DO, dan pH

1. Pilih lokasi pengukuran yang representative di sepanjang aliran air sungai.

2. Masukan alat “multi water quality checker “ ke dalam aliran air sungai

3. Lihat pada data loger.

4. Baca nilai angka tingkat kekeruhan, BOD, COD, DO, dan pH yang tercatat.

5. Isikan pada form yang telah disediakan dan kelaskan berdasarkan tabel
kualitas air (PP no 82 tahun 2001).

6. Jelaskan bagaimana hubungan kulitas air berdasarkan data tercatat dengan


kondisi penggunaan lahan di atasnya.

Kunjungan lapangan 16
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Form pengamatan kualitas air secara fisika kimia

Hasil pengamatan
Parameter Satuan Kelas
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata

pH
…………. …………. …………. …………. …………. ………….

Kekeruhan
(Turbidity) …………. …………. …………. …………. …………. ………….

BOD
…………. …………. …………. …………. …………. ………….

DO
…………. …………. …………. …………. …………. ………….

COD
…………. …………. …………. …………. …………. ………….

Penjelasan singkat:

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Kunjungan lapangan 17
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Pengamatan biologi

1. Pilih lokasi pengukuran yang representative di sepanjang aliran air sungai.

2. Masukan alat “driftnet “ ke dalam aliran air sungai

3. Aduk pada bagian tepat muka alat agar hewan air dapat terjaring .

4. Angkat driftnet ke permukaan dan tuang hasil saringan ke dalam nampan.

5. Pisahkan anatara hewan dengan yang bukan hewan.

6. Lakukan identifikasi terhdap ordo dan family dari makroinvertebrata yang


ditemukan.

7. Hitung jumlah individu pada tiap-tiap ordo/family, isikan pada form yang
telah tersedia.

8. Lakukan penghitungan menggunakan metode FBI. Gunakan lampiran 3 untuk


menentukan nilai toleransi.

9. Klasifikasikan berdasarkan tabel kualitas air FBI.

10. Jelaskan bagaimana hubungan kulitas air berdasarkan data tercatat dengan
kondisi penggunaan lahan di atasnya.

Kunjungan lapangan 18
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Tabel 4. Nilai Toleransi beberapa family makroinvertebrata menurut Hilsenhoff


(1988) (dalam Bounchard, 2004)

Kunjungan lapangan 19
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Kunjungan lapangan 20
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Contoh hasil pengamatan makroinvertebrata

Ordo Famili Jumlah Nilai toleransi xi *ti


individu (xi) (ti)
Coleoptera Dryopidae 2 ….. …..
Haliplidae 5 ….. …..
Diptera Caenidae 6 ….. …..
Dixidae 2 ….. …..
Empididae 1 ….. …..
Coleoptera Ptilodctylidae 3 ….. …..
Haliplidae 4 ….. …..
Acariformes Arrenuridae 2 ….. …..
Tyrellidae 5 ….. …..
Limnocharidae 6 ….. …..
Gastropoda Bithyniidae 2 ….. …..
Valvatidae 1 ….. …..
Phsydae 3 ….. …..
Planorbidae 4 ….. …..
Ephemeroptera Ephemerilidae 2 ….. …..
Megaloptera Corydalidae 5 ….. …..
Plecoptera Leuctridae 6 ….. …..
Pteronarcydae 2 ….. …..
Peltoperlidae 1 ….. …..
Tricoptera Glossosomatidae 3 ….. …..
Odontoceridae 4 ….. …..

Kunjungan lapangan 21
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Form pengamatan kualitas air secara biologi

Ordo Famili Jumlah Nilai toleransi xi *ti


individu (xi) (ti)
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
….. ….. ….. ….. …..
Total ….. ….. ….. …..

Nilai FBI = ……………

Klasifikasi air : ………………

Kunjungan lapangan 22
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Penjelasan singkat:

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Kunjungan lapangan 23
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Materi III.

Pengkuran biodiversitas dari aspek agronomi sebagai indikator


pertanian berlanjut

Tujuan :

1. Mengetahui keanekaragaman species tanaman yang ada pada masing-masing


bentuk tutupan lahan dalam skala lanskap
2. Mengidentifikasi jenis gulma dominan di masing-masing tutupan lahan maupun
dalam skala lanskap
3. Menentukan jenis-jenis tanaman yang menguntungkan berdasarkan informasi
penggunaan lahan dan data fisik lahan.

Pengantar

Pengembangan usaha budidaya pertanian pada awalnya bertujuan untuk


mendapatkan produksi pangan sebesar-besarnya sehingga diperoleh hasil yang
maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan pola pertanian intensif
yang selanjutnya dikenal dengan revolusi hijau (green revolution). Namun
kesuksesan dalam mencapai hasil maksimal tersebut juga mempunyai dampak yang
serius diantaranya kerusakan lingkungan (ekosistem), marjinalisasi petani gurem,
ketidakmandirian petani dan ketidaksehatan produk pertanian yang dikonsumsi
masyarakat. Untuk mengatasi persoalan tersebut selanjutnya dikembangkan konsep
pertanian berkelanjutan yang lebih condong pada kepentingan perlindungan
lingkungan (konservasi) dan pemberdayaan petani untuk dapat menjamin pemenuhan
dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang
maupun dimasa mendatang.
Sistem pertanian berkelanjutan merupakan pendekatan sistem dan holistik/
terintegrasi dimana sistem pertanian sebagai suatu sistem usahatani dan
pendekatan sistem yang berhubungan dengan faktor biofisik, sosial, ekonomi dan
budaya. Beberapa upaya yang dilakukan dalam pertanian berkelanjutan diantaranya
dengan meningkatkan kemandirian petani terhadap sarana produksi pertanian
Kunjungan lapangan 24
PERTANIAN BERLANJUT 2011

(benih/bibit, pupuk, pestisida, dan hormon pengatur tumbuh dll) termasuk


mengurangi penggunaan bahan anorganik dan diganti dengan bahan organik,
meningkatkan biodiversitas tanaman pangan dan tanaman lainnya pada suatu lahan
pertanian, serta pengelolaan yang tepat pada gulma (perubahan cara pandang petani
terhadap gulma).

Keragaman Tanaman Pangan/Tahunan

Informasi penggunaan lahan pertanian (landuse) dan tanaman-tanaman yang


ada diatasnya sangat penting bagi pengelolaan lahan skala lanskap. Penggunaan lahan
dengan hamparan tanaman semusim, tanaman tahunan maupun kombinasi diantara
keduanya mempunyai karakteristik berbeda-beda baik secara ekologi, sosial maupun
ekonomi. Pengelolaan budidaya tanaman skala lanskap terdiri dari perencanaan
tanaman beserta system budidayanya, keterkaitan antar penggunaan lahan serta
rencana upaya konservasi lahan skala plot maupun skala lanskap. Salah satu upaya
konservasi dalam budidaya pertanian diantaranya menerapkan pemilihan tanaman
budiaya berdasarkan kemiringan lahan. Proporsi tanaman pangan semusim dan
tanaman tahunan berdasarkan kemiringan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Ketentuan proporsi penggunaan lahan sebagai lahan tanaman pangan


semusim dan tanaman tahunan berdasarkan kemiringan lahan
No Kemiringan lahan Tanaman pangan Tanaman tahunan
(%) (%) (%)
1 < 15 75 25
2 15 - 30 50 50
3 30 - 45 25 75
2 >45 0 100
Sumber: SP2UK, P2LK Jatim, 1991

Pada lahan pertanian tanaman semusim, pola tanam harus diatur sedemikian
rupa supaya permukaan tanah dapat terlindungi tanaman sepanjang tahun dan
mampu menekan laju erosi. Faktor iklim yang harus dipertimbangkan adalah curah
hujan, yang merupakan faktor penentu neraca lengas lahan. Sebagai arahan umum
adalah : (1). Curah hujan >200 mm/bulan selama 5-7 bulan berturutan dapat untuk
bertanam padi gogo; (2). Curah hujan 100-200 mm/bulan selama 3-5 bulan

Kunjungan lapangan 25
PERTANIAN BERLANJUT 2011

berturutan masih cocok untuk palawija. Pengaturan jarak tanam sangat tergantung
dari bidang olah yang tersedia. Pengaturan barisan tanaman dapat dimulai dari
pangkal teras atau 50 cm dari bibir teras. Barisan jagung dan ubikayu dimulai 50 cm
dari pangkal teras. Jumlah barisan jagung dan ubikayu selanjutnya tergantung dari
bidang olah yang tersedia.
Untuk tanaman tahunan, kemampuan tanaman untuk menaungi dan umur
berproduksi menjadi pertimbangan utama dalam penataan tanaman tahunan
terutama pada lahan yang miring. Tanaman tahunan juga dapat dikelompokkan ke
dalam zone agroklimat dengan menggunakan kriteria iklim, kedalaman air tanah, dan
ketinggian tempat. Pada dasarnya pemilihan jenis tanaman tahunan bagi suatu
daerah dikaitkan dengan beberapa pertimbangan penting, a.l.: sesuai dengan kondisi
agroklimat setempat; sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat (tanaman
disenangi petani, teknologinya mudah, tidak memerlukan masukan tinggi, sesuai
dengan ketersediaan tenagakerja), serta mendukung usaha konservasi tanah dan air.

Pengelolaan Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan dan tumbuh pada tempat yang
tidak dikehendaki. Karena sifat merugikan tersebut, maka di mana pun gulma
tumbuh selalu dicabut, disiang, dan bahkan dibakar. Namun bila dikelola dengan
benar dan optimal, gulma akan memberikan manfaat dan meningkatkan produktivitas
lahan. Beberapa gulma yang bermanfaat diantaranya adalah jenis rumput seperti
akar wangi (Vetivera zizanoides) yang dapat digunakan untuk konservasi tanah, dan
daun yang muda untuk pakan ternak. Pemanfaatan lain dari gulma diantaranya sisa
penyiangan gulma dapat menjadi media penyimpan unsur hara termasuk sebagai
mulsa atau untuk membuat kompos dengan status ketersediaan hara sedang sampai
tinggi disamping pemanfaatan lain sebagai tanaman obat. Berdasarkan kenyataan ini,
pengelolaan gulma perlu diarahkan agar gulma tidak selalu diasumsikan dapat
menurunkan dan merugikan produktivitas lahan, tetapi di sisi lain dapat memberikan
nilai tambah dan keuntungan bagi beberapa aktivitas makhluk hidup.
Gangguan gulma terhadap pertumbuhan tanaman, berturut-turut dipengaruhi
oleh spesies gulma, kelebatan dan pertahanannya menghadapi berbagai upaya
pengendalian/pengelolaan. Gulma beserta spesies yang mendominasinya sangat
dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam dan pola pengelolaan tanah. Untuk

Kunjungan lapangan 26
PERTANIAN BERLANJUT 2011

mendapatkan pengetahuan yang memadai terhadap vegetasi gulma yang akan ditemui
di lapang, maka perlu diketahui pengelompokan spesies-spesies gulma yang tumbuh
di berbagai pola tutupan lahan.

Pengelompokan Spesies Gulma


Guna mempermudah pengenalan spesies-spesies gulma diadakan
pengelompokan berdasarkan daur hidupnya, morfologinya, saat berkecambah dan
tumbuhnya, serta kepekaannya terhadap jenis herbisida.

Pengelompokan Berdasar Daur Hidup Gulma


Daur hidup tumbuhan adalah jangka waktu antara tumbuhan itu berkecambah atau
muncul di permukaan tanah sampai tumbuhan tersebut menghasilkan biji/bagian
vegetatif yang mampu tumbuh menjadi tumbuhan baru. Daur hidup gulma akan
menentukan lama gulma tumbuh dan kemudahan pengendaliannya.
1. Gulma Semusim
Gulma ini berkecambah dan berkembang biak terutama dengan biji, serta
hidup selama satu musim. Musim yang dimaksud adalah pada musim yang
sama dan berkisar antara 4 - 16 minggu (bergantung pada spesiesnya).
Tumbuhan tua mati dan tumbuhan muda muncul dari biji-bijinya.
2. Gulma tahunan
Gulma yang berkembang biak terutama dengan organ vegetatifnya yaitu
umbi (tuber), rimpang (rhizome), umbi lapis (bulb), subang (corm) dan
geragih (stolon). Gulma ini hidupnya lebih lama dan biasanya melebihi masa
satu musim bahkan dapat mencapai tiga - empat musim apabila didukung
oleh lingkungan tumbuhnya. Tunas gulma dapat tumbuh menjadi tua dan
akhirnya mati, tetapi organ vegetatif tersebut akan tetap hidup dan
menumbuhkan tunas-tunas baru. Dengan karakteristik seperti itu, biasanya
gulma tahunan lebih sulit dikendalikan dibanding gulma semusim.

Pengelompokan Berdasar Morfologi Daun Gulma


Pengelompokan ini berkaitan dengan kesamaan reaksi gulma dengan morfologi daun
tertentu terhadap herbisida yang serupa. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, gulma
dikelompokkan kedalam kelompok rumput, kelompok teki, dan kelompok daun lebar.
a. Kelompok berdaun sempit
Kunjungan lapangan 27
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Spesies-spesies gulma yang daunnya berbentuk garis (linearis), memanjang


dan sempit, pipih, tepinya sejajar, berbentuk pita (ligulatus) seperti
linearis tetapi lebih lebar. Gulma rumput biasanya berada pada marga
Poaceae (Gramineae).
b. Kelompok teki-tekian
Spesies-spesies gulma dari marga Cyperaceae yang memiliki penampang
batang segitiga, daunnya berbentuk garis (linearis). Contoh yang termasuk
kelompok ini antara lain Cyperus rotundus dan Fymbristilis miliaceae.
c. Kelompok berdaun lebar
Spesies-spesies gulma dengan bentuk daun bulat panjang (oblongus), lanset
(lanceolatus), bulat telur (ovatus), lanset terbalik (oblanceolatus), jantung
(cordatus), segitiga sama sisi (sagittatus) dan bentuk elips. Kelompok ini
memiliki arah pertumbuhan batang tegak, berbaring, menjalar, memanjat,
dan melilit. Kelompok gulma daun lebar terdiri dari spesies-spesies class
Dicotyledonae, termasuk didalamnya marga-marga Euphorbiaceae,
Amaranthaceae, Asteraceae, Mimosaceae, Leguminoceae, Rubiaceae,
Commelinaceae, dan sebagainya.

Identifikasi Gulma di Lapang


Dalam mengidentifikasi macam spesies gulma di lapang, dapat dilakukan cara-
cara sebagai berikut :
1. Membandingkan tumbuhan gulma dengan gambar, foto atau ilustrasi gulma
yang tersedia
2. Membandingkan dengan determinasi dari spesies gulma yang kita duga
3. Mencari sendiri melalui kunci identifikasi
4. Konsultasikan pada ahli di bidang yang bersangkutan
Cara (1) yang paling praktis dan dapat dikerjakan sendiri di tempat, oleh karena
telah banyak publikasi gambar dan foto-foto gulma. Dalam menempuh cara (2) dan
(3) sedikit banyak kita harus memahami istilah biologi yang berkenaan dengan
morfologi yang dapat dipelajari pada buku. Bila ada spesies gulma yang sukar
diidentifikasi, maka dapat dilakukan dengan metode (4) maupun dengan herbarium
gulma (lengkap daun, batang, bunga, bunga dan akarnya). Metode analisis vegetasi
gulma yang digunakan adalah metode estimasi visual (visual estimation), yakni

Kunjungan lapangan 28
PERTANIAN BERLANJUT 2011

metode analisis dengan pandangan mata dan pencacatan macam spesies gulma
beserta skor kelebatan pertumbuhannya masing-masing (Soekisman et. al., 1984).
Metode estimasi visual merupakan pengumpulan data kualitatif. Data kualitatif
vegetasi gulma menunjukkan bagaimana suatu spesies gulma tersebar dan
berkelompok, stratifikasinya, periodisitas (seringnya ditemukan) dan pola komposisi
macam spesiesnya. Untuk memperoleh data kualitatif tersebut perlu ditentukan
macam peubah pengamatannya, penetapan luas dan jumlah petak contoh, serta
penyebaran hasil-hasil pengamatannya.

Alat dan Bahan

1. Petak kuadrat berukuran 1m x 1m


2. Pisau
3. Kamera
4. Kertas Gambar A3
5. Kantong plastik
6. Alkohol 75%

Cara kerja:

Biodiversitas Tanaman Pangan & Tahunan

1. Buat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis


2. Tentukan titik pada jalur (transek) yang mewakili masing-masing tutupan
lahan dalam hamparan lanskap
3. Catat karakteristik tanaman budidaya di setiap tutupan lahan yang telah
ditentukan
4. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut

Kunjungan lapangan 29
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Informasi tutupan Lahan &


Semusim/ Tanaman dalam lanskap
Titik pengambilan
Tahunan/
sampel tutupan lahan Jarak
Campuran Luas Populasi Sebaran
tanam

5. Tentukan titik pengamatan yang dapat melihat seluruh hamparan lanskap

6. Gambarkan sketsa tutupan lahan lanskap di kertas dibawah ini!

Kunjungan lapangan 30
PERTANIAN BERLANJUT 2011

UTARA

Tanpa Skala

Kunjungan lapangan 31
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Pengelolaan Gulma

1. Setiap titik pengamatan (biodiversitas tanaman) lakukan identifikasi dan


analisa gulma
2. Tentukan 2 (dua) titik pengambilan sampel pada masing-masing tutupan lahan
dalam hamparan lanskap secara acak (dengan melempar petak kuadrat 1x1m)
3. Foto petak kuadrat dengan kamera sehingga seluruh gulma didalam petak
kuadrat dapat terlihat jelas.
4. Identifikasi gulma yang ada didalam petak kuadrat
5. Bila terdapat gulma yang tidak dikenal, gunakan pisau untuk memotong gulma
sebagai sampel (selanjutnya digunakan untuk identifikasi), semprot gulma
dengan alkohol 75% biar tidak layu, dan masukkan dalam kantong plastik.
6. Semua kantong plastik berisi sampel gulma diidentifikasi dengan
membandingkan dengan foto dari buku atau internet, dan bila belum diketahui
bisa ditanyakan ke asisten/dosen.
7. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut
Titik Kelebatan Gulma
pengambilan Lebat Agak Lebat Jarang
sampel (>50%) (25%-50%) (<25%)

Kunjungan lapangan 32
PERTANIAN BERLANJUT 2011

8. Buatlah kesimpulan tentang kondisi ekologis hamparan tersebut

Form pengamatan bidiversitas gulma:

Nama lokal Nama ilmiah Lokasi Sampel Jumlah Fungsi

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

Form tabulasi data:

Kelompok gulma Tutupan Lahan

Teki-tekian ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

Daun sempit/rumput ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

Daun lebar ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

Kunjungan lapangan 33
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Penjelasan singkat:

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Kunjungan lapangan 34
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Materi IV
Pengukuran biodiversitas dari aspek hama penyakit
sebagai indikator pertanian berlanjut

Tujuan :

1. Mengetahui keanekaragaman species yang ada pada masing-masing


agroekosistem/agroferestri pada skala lanskap
2. Mengukur apakah system pengendalian alami akan berjalan dalam menekan
populasi hama dan penyakit
3. Menentukan kesehatan lahan pertanian dalam skala lanskap

Pengantar

Studi habitat merupakan studi ekologi yang mengkaji keanekaragaman


species yang ada serta mengukur apakah sistem pengendalian alami akan berjalan
dalam menekan populasi hama dan penyakit. Pengendali alami tersebut dapat berupa
pesaing, musuh alami, ataupun agen antagonis. Keanekaragaman species juga akan
menentukan kestabilan dan kerapuhan agroekosistem terhadap serangan OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman). Pegangan umum yang berlaku adalah semakin
beragam suatu lingkungan biotik semakin stabil sistem tersebut, semakin tidak
beragam semakin rapuh dan mudah terjadi goncangan ekstrim lingkungan, seperti
terjadinya ledakan populasi OPT. Ukuran keanekaragaman dapat berupa kekayaan
spesies yaitu jumlah jenis/spesies di suatu habitat/ekosistem, atau dapat berupa
keseimbangan peran/relung ekologi spesies-spesies yang ditemukan (herbivora,
karnivora,/parasitoid/predator, pengurai, dll).

Kondisi sistem ekologi dalam agroekosistem juga dapat dikaji dengan melihat
dinamika komposisi peran dari jumlah individu spesies yang terkoleksi, lintas waktu
ataupun lokasi dalam hamparan (lansekap) yang sama. Cara ini sangat sesuai dalam
menilai/memahami kondisi ekologis yang dikaitkan dengan pengembangan tindakan
preventif dalam pengelolaan hama. Dalam hal ini yang dikoleksi adalah komunitas
arthropoda dan peran yang dimaksud adalah sebagai hama, musuh alami (predator

Kunjungan lapangan 35
PERTANIAN BERLANJUT 2011

dan parasitoid), serta arthropoda lain (pengurai dll). Keseimbangan komposisi peran
dari totalitas individu yang terkoleksi dijadikan sarana untuk memahami kondisi
ekologi lahan. Metode yang digunakan berupa pendekatan fiktorial dengan
menggunakan grafik tiga dimensi untuk menggambarkan posisi dari komposisi peran.
Untuk memahami metoda ini akan dipaparkan suatu contoh hipotetik data komposisi
peran dari hasil koleksi dan identifikasi arthropoda dari 7 waktu pengambilan
contoh pada musim tanam sebelumnya (Tabel 5).

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada setiap waktu pengamatan


tergambarkan komposisi peran dari arthropoda yang dikoleksi. Selintas dapat dikaji
bahwa jumlah hama relatif sedikit dibandingkan dengan musuh alami dan serangga
lain. Dapat diperkirakan bahwa kondisi ekologi lahan tersebut relatif ‘sehat’, karena
kemungkinan besar musuh alami berperan besar mengendalikan populasi hama.
Ketersediaan serangga lain juga dapat menjamin kelangsungan hidup musuh alami
jika populasi hamanya rendah (khususnya untuk predator yang umumnya polifag).
Namun apabila lahan tersebut didominasi oleh hama dengan sedikit musuh alami dan
serangga lain, maka dapat terjadi kondisi lain.

Tabel 5. Komposisi peran arthropoda pada pertanaman kentang di kecamatan


Antah berantah MT 1997/1998

Waktu Jumlah individu Persentase


pengamatan Hama MA SL Total Hama MA SL
(MST)
1 10 10 20 40 25,0 25,0 50,0
2 15 30 15 60 25,0 50,0 25,,0
3 10 40 30 80 12,5 50,0 37,5
4 20 20 40 80 25,0 25,0 50,0
5 25 25 50 100 25,0 25,0 50,0
6 30 40 30 100 25,0 40,0 30,0
7 40 40 40 120 33,3 33,3 33,3
Keterangan: MA, Musuh alami; SL, Serangga lain

Kunjungan lapangan 36
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Pemahaman kondisi ekologis berdasarkan komposisi peran yang ditampilkan


dalam bentuk table, sering kali sangat sulit dilakukan, terutama jika waktu
pengamatannya banyak, serta komposisi perannya tidak konsisten antar waktu.
Untuk mengatasi hal tersebut, penyajian dalam bentuk grafik atau cara fiktorial
sering dilakukan. Dalam penyajian fiktorial tersebut setiap komposisi akan
digambarkan/diwakili oleh satu koordinat dalam suatu tata dari tiga aksis/sumbu
yang tergambarkan sebagai garis tinggi dari segitiga sama sisi, yang titik sudutnya
mewakili peran (Gambar 1A). Garis tinggi yang berujung pada salah satu sudut
peran, misalnya sudut hama, merupakan garis skala persentase hama dengan skala
0% di dasar garis (perpotongan dengan sisi yang berhadapan) dan skala 100% pada
titik sudut.

Untuk menentukan posisi koordinat komposisi peran dapat dilakukan langkah-


langkah sebagai berikut (misalnya saja akan ditentukan posisi koordinat dan
komposisi peran dari hasil pengamatan minggu pertama, yaitu 25% hama – 25%
musuh alami – 50% serangga lain, untuk pekerjaan ini hanya diperlukan dua dari tiga
data tersebut, dipilih saja % hama dan serangga lain):

a. Tentukan titik 25% pada skala sumbu hama, lalu tarik garis sejajar dengan
sisi dasar sumbu tersebut. Garis sejajar tersebut merupakan garis 25%
komposisi hama (sebut sebagai Gh25) (Gambar 1A).

b. Lakukan hal yang sama untuk titik 50% serangga lain, untuk membuat garis
50% serangga lain (Gsl50) (Gambar 1B).

c. Perpotongan antara garis Gh25 dan Gsl50 merupakan titik koordinat


komposisi pada pengamatan minggu pertama (Gambar 1B). Jika kita ingin
memeriksa, garis Gma25 juga akan melewati titik koordinat tersebut.

Kunjungan lapangan 37
PERTANIAN BERLANJUT 2011

SERANGGA LAIN
A 100

11

GH25

0 0

HAMA 100 0
100 MUSUH ALAMI

SERANGGA LAIN
B 100

11 Koordinat

GH25

0 0
GSL50

HAMA 100
0
100 MUSUH ALAMI

Gambar 1. Cara penyajian fiktorial

Kunjungan lapangan 38
PERTANIAN BERLANJUT 2011

A SL

H MA

B SL

H MA

C SL

H MA

Gambar 2. Kondisi ekologis yang ‘tidak sehat’ berdasarkan sajian fiktorial


analisis komposisi peran

Kunjungan lapangan 39
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Hal yang sama dilakukan waktu pengamatan selanjutnya untuk mendapatkan


koordinat-koordinat komposisi peran. Titik-titik koordinat tersebut diberi nomor
sesuai dengan waktu pengamatan dan kemudian dihubungkan secara beruntun dengan
garis. Penyajian fiktorial semacam ini selain dapat memperlihatkan komposisi peran
juga menggambarkan dinamika peran dari waktu ke waktu. Kondisi ekologis yang
‘tidak sehat’ atau ‘bahaya’ dapat dideteksi jika sajian fiktorial menunjukkan:

a. Titik-titik koordinat bergerombol di sekitar titik sudut hama (Gambar 2 A).


Keadaan tersebut menggambarkan bahwa ekosistem tersebut miskin serangga
lain dan musuh alami atau sangat labil, serta memerlukan penanganan khusus
dalam upaya pengembangan tindakan preemptif*). Ekosistem semacam ini banyak
dijumpai di pertanaman rumah kaca, serta pada lahan-lahan yang tinggi
penggunaan racun kimianya.

b. Titik-titik koordinat berada di antara titik sudut hama dan serangga lain, dekat
dengan sisi yang menghubungkan kedua titik sudut tersebut (Gambar 2B).
Keadaan ini menunjukkan kelangkaan musuh alami, dan jika kondisi memungkinkan
bagi hama untuk berkembang akan sangat kecil kemungkinan untuk dibendung,
sehingga akan terjadi peledakan hama.

c. Titik-titik koordinat berada di antara titik sudut hama dan musuh alami, dekat
dengan sisi yang menghubungkan kedua titik tersebut (Gambar 2C). Keadaan ini
adalah kondisi yang kurang sehat, sebab keberadaan musuh alami hanya ditopang
oleh populasi hama sebagai sumber makanan. Dalam keadaan ekstrim,
kemungkinan musuh alaminya dapat musnah dan akan berbahaya jika terjadi
migrasi hama.

Metode pengukuran ketahanan lingkungan berdasarkan keanekaragaman


species/studi habitat, dengan tiga cara analisis tersebut, memerlukan dukungan
cara-cara pengambilan contoh yang sesuai dengan tujuan pemahaman dan target
pengamatan. Untuk komunitas arthropoda kita dapat menggunakan berbagai metode
koleksi, seperti perangkap lampu, perangkap jebakan (pifall-trap), jaring serangga
(sweep net), dll. Mikroflora yang airborne dapat diperoleh dengan menggunakan
perangkap spora, untuk mikroflora yang hidup di permukaan daun (filosfer) dapat

Kunjungan lapangan 40
PERTANIAN BERLANJUT 2011

dilakukan meode pencucian. Metode koleksi dan penarikan contoh dapat dipelajari
dan dikembangkan sesuai dengan tujuan.

*) tindakan preemptif merupakan upaya pengendalian hama dan penyakit yang


disusun berdasarkan pemahaman bioekologi OPT dan lingkungannya. Pemahaman
terssebut dapat digali dari pengalaman musim-musim tanam sebelumnya dan dari
pustaka. Tindakan preemptif merupakan upaya utama dan direncanakan sebelum
tanam dan dilaksanakan secara terintegrasi dalam tehnis budidaya tanaman. Tujuan
tindakan preemtif adalah untuk memprakondisikan lingkungan agar populasi hama
dan penyakit tidak berkembang ke tingkat yang dapat merugikan secara ekonomis.

Alat dan Bahan

7. Sweep net

8. Kantong plastik

9. Kertas tissu

10. Chloroform/ etil asetat

Cara kerja:

7. Buat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis


8. Tentukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur (transek) yang mewakili
masing-masing agroekosistem/agroforestri dalam hamparan
9. Tangkap serangga menggunakan sweep net dengan metode yang benar, pada
agroekosistem/agroforestri yang telah ditentukan
10. Kumpulkan semua serangga yang tertangkap sweep net dan masukkan ke
dalam kantong plastik yang telah diberi secarik kertas tissu
11. Serangga yang telah terkumpul dibunuh dengan memberikan etil asetat.
12. Semua kantong plastik berisi serangga (sudah mati) dibawa ke Laboratorium
Hama. Apabila belum segera diamati hendaknya semua serangga tersebut
disimpan di lemari pendingin.
13. Asisten praktikum akan membantu pengamatan jenis peran masing-masing
serangga yang telah dikumpulkan.
14. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut

Kunjungan lapangan 41
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Tabel 6. Komposisi peran arthropoda dalam hamparan

Titik pengambilan Jumlah individu Persentase


sampel / Hama MA SL Total Hama MA SL
agroekosistem

Keterangan: MA, Musuh alami; SL, Serangga lain

15. Sajikan data dalam bentuk fiktorial

16. Buatlah kesimpulan tentang kondisi ekologis hamparan tersebut

Daftar Pustaka:

Hermanu Triwidodo. 2003. Analisis Agroekosistem. Makalah pada Lokakarya


Biodiversitas. IPB Bogor.

Kunjungan lapangan 42
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Form pengamatan bidiversitas serangga:

Lokasi pengambilan Fungsi


Nama lokal Nama ilmiah Jumlah
sampel (H,MA,SA)

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ………..

Form tabulasi data:

Lokasi pengambilan Jumlah individu yang berfungsi Persentase


sampel sebagai ...
Hama MA SL Total Hama MA SL
……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ……….. ………..

Kunjungan lapangan 43
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Penjelasan singkat:

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Kunjungan lapangan 44
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Materi V
Indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari aspek sosial
ekonomi

Tujuan
1. Mahasiswa memahami tentang indikator pertanian berkelanjutan dari aspek
sosial ekonomi
2. Mahasiswa bisa mengevaluasi keberlanjutan pertanian dari aspek sosial ekonomi
dengan melakukan wawancara kepada petani yang mengelola usahatani dalam
sebuah landscape

Pengantar

Sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya pertanian agar bisa


memberikan manfaat tidak hanya untuk generasi sekarang, namun juga bagi generasi
yang akan datang, diperlukan pengelolaan yang memperhatikan prinsip-prinsip
keberlanjutan (sustainability). Dalam pembangunan di bidang pertanian,
peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama, namun ada batas maksimal
produktivitas ekosistem. Jika batas ini dilampaui, maka ekosistem akan mengalami
degradasi. Seringkali pula pemilihan investasi atau penggunaan sumberdaya
pertanian, selalu menjadikan pertimbangan finansial sebagai dasar pertimbangan
utama, artinya apabila dihadapkan pada beberapa pilihan penggunaan lahan, maka
keputusan akan diambil pada aktivitas yang memberikan keuntungan finansial yang
terbesar. Hal ini cenderung mengabaikan aspek lingkungan. Agar sistem bertanian
bisa berkelanjutan, maka harus mempetimbangkan tidak hanya aspek finansial
semata, dan juga tidak hanya mengejar produksi yang tinggi semata, namun juga
harus memperhatikan aspek ekologis, produktivitas jangka panjang serta sosial
ekonomi yang lainnya.

1. Pertanian Berkelanjutan (Sustainable Agriculture)

Pertanian berkelanjutan (FAO, 1996) merupakan pengelolaan dan konservasi


sumber daya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan yang
dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan

Kunjungan lapangan 45
PERTANIAN BERLANJUT 2011

kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang.


Dengan demikian pembangunan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan harus
mampu mengkonservasikan tanah, air, tanaman dan sumber genetik binatang, tidak
merusak lingkungan, secara teknis tepat guna, secara ekonomi layak dan secara
sosial dapat diterima masyarakat.

Kriteria pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menurut SEARCA


(2005) adalah sistem pertanian yang : (1) berkelangsungan hidup secara ekonomi
(economically viable); (2) ekologis dan bersahabat atau ramah lingkungan
(ecologically sound and friendly/environmentally); (3) berkeadilan sosial (socially
just equitable); (4) cocok secara budaya (culturally appropriate); dan (5) merupakan
pendekatan sistem dan holistik / terintegrasi (systems and holistic/ integrated
approach).
Sistem pertanian yang layak secara ekonomi mempunyai pengembalian yang
layak dalam investasi tenaga kerja dan biaya yang terkait dan menjamin
penghidupan yang layak bagi keluarga petani. Sistem ini minimal dapat menyediakan
makanan dan kebutuhan dasar yang lain bagi keluarga petani. Economically viable
juga berarti minimisasi biaya eksternalitas dari kegiatan usahatani (SEARCA, 1995).
Sistem pertanian yang berkeadilan sosial (socially just equitable) adalah
sistem pertanian yang menghargai martabat, hak asasi individu dan kelompok-
kelompok dan memperlakukannya secara adil. Sistem tersebut menyediakan akses
ke informasi, pasar dan usahatani lain yang terkait dengan sumberdaya, khususnya
lahan. Akses tersebut tidak membedakan jenis kelamin, status sosial, agama dan
suku. Praktek-praktek atau metode-metode yang diterapkan dapat diterima
masyarakat. Sedangkan system pertanian yang cocok secara budaya ( culturally
appropriate) memberikan perhatian kepada nilai-nilai budaya, termasuk
kepercayaan-kepercayaan religius dan tradisi-tradisi serta pengetahuan teknis
tradisional (indigenous technical knowledge) dalam pembangunan sistem pertanian,
perencanaan dan programnya. Sistem ini mengenalkan sistem pengetahuan dan visi
petani yang dipertimbangkan sebagai mitra dalam proses pembangunan. Sistem
pertanian bertanian berkelanjutan merupakan pendekatan sistem dan holistik /
terintegrasi (systems and holistic/ integrated approach), yaitu sistem pertanian
yang berdasar pada ilmu pengetahuan yang holistik memperlihatkan pertanian

Kunjungan lapangan 46
PERTANIAN BERLANJUT 2011

sebagai suatu sistem usahatani dan pendekatan sistem yang berhubungan dengan
faktor-faktor biofisik, sosial, ekonomi dan budaya (SEARCA, 1995).
Tujuan keseluruhan dari pertanian yang berkelanjutan adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup. Hal ini dapat dicapai melalui (SEARCA, 1995): (1)
pembangunan ekonomi; (2) memberikan prioritas pada ketahanan pangan (food
security); (3) menempatkan nilai yang tinggi pada pembangunan sumberdaya
manusia dan pemenuhan kebutuhannya; (3) pemberdayaan dan pembebasan petani;
(4) menjamin suatu lingkungan yang stabil (aman, bersih, seimbang dan dapat
diperbarui); dan (5) memfokuskan pada tujuan produktivitas jangka panjang.

Cara kerja:

Mahasiswa bekerja secara berkelompok. Kegiatan praktikum akan dilakukan dengan:

1. Penjelasan dan diskusi di kelas


2. Kunjungan dan observasi lapangan
3. Wawancara petani
4. Pembuatan laporan
5. Presentasi dan diskusi

Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi menggunakan

indikator-indikator sebagai berikut (dengan melakukan wawancara terhadap petani).

1. Macam / jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis tanaman,

semakin berkelanjutan).

Tanaman apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan?

Lahan sawah:

Jenis tanaman: ……………………………………………………………………………………………………………

Lahan tegal:

Jenis tanaman: ……………………………………………………………………………………………………………

Kunjungan lapangan 47
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Selanjutnya lakukan penilaian jenis tanaman tersebut dengan skor dibawah

ini.

Jenis tanaman untuk lahan sawah:

5 jenis atau lebih : Skor 5

4 jenis Skor 4

3 jenis Skor 3

2 jenis Skor 2

1 jenis Skor 1

Jenis tanaman untuk lahan tegal:

5 jenis atau lebih : Skor 5

4 jenis Skor 4

3 jenis Skor 3

2 jenis Skor 2

1 jenis Skor 1

2. Akses terhadap sumber daya pertanian:

Berapakah luas lahan yang Bapak/ibu kuasai?

Jenis Lahan Tanah milik Sewa Sakap (bagi hasil) Jumlah (ha)

Sawah (ha)

Tegal (ha)

Pekarangan (ha)

Jumlah (ha)

Kunjungan lapangan 48
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Selanjutnya lakukan penilaian penguasaan lahan tersebut dengan skor di

bawah ini (lingkari yang sesuai).

(1) Penguasaan lahan sawah :

Milik sendiri 100% Skor: 5

Milik sendiri sebagian Skor: 4

Sewa > 50% Skor: 3

Sakap > 50% Skor 2

Buruh tani (tanpa lahan) Skor 1

(2) Penguasaan lahan tegal :

Milik sendiri 100% Skor: 5

Milik sendiri sebagian Skor: 4

Sewa > 50% Skor: 3

Sakap > 50% Skor 2

Buruh tani (tanpa lahan) Skor 1

(3) Bibit untuk tanaman di lahan sawah: membuat sendiri atau membeli,

berapa persen? :

100 % membuat sendiri Skor 5

75% membuat sendiri Skor 4

50% membuat sendiri Skor 3

25% membuat sendiri Skor 2

0% membuat sendiri Skor 1

(4) Bibit untuk tanaman di lahan tegal: membuat sendiri atau membeli, berapa

persen? :

100 % membuat sendiri Skor 5

75% membuat sendiri Skor 4

Kunjungan lapangan 49
PERTANIAN BERLANJUT 2011

50% membuat sendiri Skor 3

25% membuat sendiri Skor 2

0% membuat sendiri Skor 1

(5) Pupuk: membuat sendiri/ membeli, berapa persen?

100 % membuat sendiri Skor 5

75% membuat sendiri Skor 4

50% membuat sendiri Skor 3

25% membuat sendiri Skor 2

0% membuat sendiri Skor 1

(6) Tenaga kerja:

100 % sendiri Skor 5

75% sendiri Skor 4

50% sendiri Skor 3

25% sendiri Skor 2

0% sendiri Skor 1

(7) Modal:

100 % milik sendiri Skor 5

75% milik sendiri Skor 4

50% milik sendiri Skor 3

25% milik sendiri Skor 2

0% milik sendiri Skor 1

3. Apakah produksi pertanian (tanaman semusim: padi / jagung / sayuran) dapat

memenuhi kebutuhan konsumsi?

100 % terpenuhi Skor 5

75% terpenuhi Skor 4

Kunjungan lapangan 50
PERTANIAN BERLANJUT 2011

50% terpenuhi Skor 3

25% terpenuhi Skor 2

0% terpenuhi Skor 1

4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang Bapak/Ibu

budidayakan?

(a) Jenis tanaman : ……………………………………………

Tersedia dengan harga wajar Skor 5

Tersedia harga dibawah standar Skor 3

Tidak tersedia Skor 1

(b) Jenis tanaman : ……………………………………………

Tersedia dengan harga wajar Skor 5

Tersedia harga dibawah standar Skor 3

Tidak tersedia Skor 1

(c) Jenis tanaman : ……………………………………………….

Tersedia dengan harga wajar Skor 5

Tersedia harga dibawah standar Skor 3

Tidak tersedia Skor 1

(d) Jenis tanaman : ……………………………………………..

Tersedia dengan harga wajar Skor 5

Tersedia harga dibawah standar Skor 3

Tidak tersedia Skor 1

5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah terhadap

lingkungan apa tidak.

Kunjungan lapangan 51
PERTANIAN BERLANJUT 2011

Pertanyaan: Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu usahatani yang Bapak/Ibu

lakukan apakah sudah memperhatikan aspek lingkungan (ramah lingkungan)?

Sebutkan alasannya.

Jawab:

(a) Ya, alasannya: …………………………………………………………………………………………….………..

………………………………………………………………………………………………………………….…………….

………………………………………………………………………………………………………………………………..

(b) Sedang,alasannya: …………………………………………….....................................................

………………………………………………………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………………………………………………..

(c) Tidak, alasannya: ………………………………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………………………………………………………………………

…..…………………………………………………………………………………………………………………………….

…………………………………………………………………………………………………………………………………

6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak sumber

pendapatan semakin berkelanjutan).

Apa saja sumber-sumber penghasilan keluarga Bapak/Ibu:

Pertanian : ( ya / tidak)

Peternakan: (ya / tidak)

Lainnya: sebutkan :…………………………………………………………………………………………………

Lakukan penilaian dengan skor dibawah ini.

3 jenis sumber penghasilan atau lebih: Skor 5

2 jenis sumber penghasilan Skor 3

1 jenis sumber penghasilan Skor 1

Kunjungan lapangan 52
PERTANIAN BERLANJUT 2011

7. Kepemilikan ternak:

Memiliki ternak (sapi/kambing): Skor 5

Menggaduh ternak (sapi/kambing) Skor 3

Tidak punya ternak Skor` 1

8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak

Kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan untuk apa dan bagaimana cara

pengelolaannya.

…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Kotoran ternak dikelola terlebih dahulu sebelum diaplikasikan di lahan

(diproses menjadi kompos): Skor 5

Kotoran ternak langsung diaplikasikan untuk pupuk Skor 3

Kotoran ternak dibuang Skor 1

9. Kearifan lokal:

Identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat

(a) Kepercayaan/adat istiadat: ……………………….…………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………..……………….

………………………………………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………………………………

(b) Pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas

pertanian): ………………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………..

Kunjungan lapangan 53
PERTANIAN BERLANJUT 2011

(c) Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk pupuk atau pengendalian

hama/penyakit : …………………………………………………………………………………………………….

(d) Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan keguyuban,

kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong, tolong ,menolong, dsb).

Sebutkan dan jelaskan.

…………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………………………

10. Kelembagaan

Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang terkait dengan

pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga keuangan dsb.

……………………………………………………………………………………………………………………………………….

……………………………………………………………………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………………………………………………………………………

11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan usahatani,

sebutkan.

……………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………...............................................................................................

Kunjungan lapangan 54

Anda mungkin juga menyukai