Memposting Status 3
Memposting Status 3
Memposting Status 3
WA ODE SITRA
183145453135
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Teknologi Laboratorium
Medis
Universitas Megarezky
5 HALAMAN PENGESAHAN
Pada hari Sabtu tanggal 09 bulan Oktober tahun 2021
Secara Virtual dantelah dilaksanakan Ujian karya tulis
ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Diploma Teknologi Laboratorium Medis
terhadap mahasiswa atas nama:
Nama : Wa Ode Sitra
Nim : 183145453135
Program Studi : Teknologi Laboratorium Medis
Jenjang : Diploma 3 (DIII)
Judul Karya Tulis Ilmiah : Identifikasi Telur Cacing
Nematoda Usus Pada Anak Sekolah Dasar di Panti
Asuhan Nurfadila Kota Makassar
Mengetahui
Makassar, 30
November 2021
Peneliti
ABSTRAK
Wa Ode Sitra, Identifikasi Telur Cacing Nematoda
Usus Pada Anak Sekolah
Dasar Di Panti Asuhan Nurfadila Kota Makassar.
Dibimbing oleh Zakia Bakri, Sulfiani.
SAMPUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
LEMBARPENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRACK ……v
DAFTAR ISI …….vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. L atar Belakang 1
umusan Masalah 6
B. R
C. T ujuan penelitian 6
D. M anfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
A. K ecacingan 8
B. N ematoda Usus 8
C. S pesies NematodaUsus 1 0
D. Metode Pemeriksaan Nematoda Usus 34
E. Pemeriksaan Makroskopis Feses 31
F. Tinjauan Umum Tentang Panti Asuhan Nurfadilla 38
G. Kerangka Teori 41
42
H.Kerangka Konsep
BAB III METODE PENELITIAN 44
A. Jenis Penelitian 4 4
okasi dan waktu Penelitian 4 4
B. L
C. P opulasi dan sampel 4 4
D. K riteria Subjek Penelitian 4 4
E. Variabel Penelitian 45
F. Alat Dan Bahan 4 5
G. Prosedur Kerja 4 5
H. Pengelolah Dan Analisis Data 46
I. Alur Penelitian 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47
A.Hasil Penelitian 47
B. Pembahasan 47
BAB V PENUTUP 47
A.Kesimpulan 47
47
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA 48
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecacingan merupakan penyakit endemik
menahun yang disebabkan oleh cacing parasit yang
tersebar luas tidak menyebabkan kematian, tetapi
dapat mempengaruhi kesehatan tubuh manusia
sehingga memperburuk kesehatan dan gizi
masyarakat. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh
cacing disebabkan oleh parasit berupa cacing. Infeksi
ini biasanya tidak menyebabkan kondisi medis yang
serius, sehingga sering diabaikan bahkan ketika
menyebabkan masalah kesehatan. Dengan infeksi
ringan atau berat, cacing lebih cenderung
memberikan analisis penyakit lain dan dapat
berbahaya (Muin, 2016).
Infeksi kecacingan adalah penyakit yang ditularkan
melalui makanan, minuman, atau melalui kulit
dengan sumber penularannya adalah tanah. Penularan
telur cacing yang dikeluarkan oleh feses penderita
tidak hanya terkait dengan iklim, seperti kelembaban,
hujan dan suhu, serta tingkat ekonomi masyarakat,
tetapi juga dengan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan. Penggunaan kotoran
manusia yang biasa digunakan untuk pupuk tanaman
dapat semakin merusak tanah, sumber air rumah
tangga, dan unsur hara seperti sayuran sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah orang yang
terinfeksi cacing (Sumanto & Wartomo, 2016).
` Salah satu kelompok cacing yang dapat
menyebabkan infeksi cacing adalah nematoda usus.
Nematoda usus adalah sekelompok cacing yang
hidup di usus manusia. Ada beberapa jenis nematoda
usus yang dapat ditularkan ke cacing melalui tanah
yang terkontaminasi. Infeksi cacing gelang
menyerang semua kelompok umur terutama anak-
anak dan remaja, serta dapat mempengaruhi tumbuh
kembang anak (Sodarto, 2011).
Jenis nematoda usus yang menginfeksi manusia
antara lain: Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma
duodenale, Necator americanus (cacing tambang).
Akibat cacing ini dapat memengaruhi kesehatan,
nutrisi, kecerdasan, dan produktivitas pasien. Infeksi
cacing dapat mengakibatkan kehilangan karbohidrat
dan protein, kehilangan darah, dan penurunan
kualitas denyut jantung (Kemenkes RI, 2017).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kejadian
infeksi cacing masih relatif tinggi di seluruh dunia,
dengan sekitar 1 miliar orang terinfeksi Ascaris
lubricoids, 795 juta dengan Trichuritrichura dan 740
juta dengan cacing tambang. . Secara umum
prevalensi infeksi kecacingan juga sangat tinggi di
Indonesia, pada masyarakat dari golongan ekonomi
lemah risiko tertular penyakit ini sekitar 40 sampai
60% (Asdar et al., 2019).
Diperkirakan 819 juta orang di seluruh dunia
terinfeksi cacing Ascarislumbricoides, sekitar 464,6
juta dengan dan 438,9 juta dengan cacing tambang.
Di Asia, kejadian cacing yang diinduksi STH adalah
sekitar 67% (Polan et al., 2014). Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia, pada tahun 2013, infeksi STH
paling sering terjadi pada kelompok usia 6 hingga 12
tahun atau sekolah dasar, yang mencakup 189 juta
anak.
Di Indonesia, kecacingan masih diyakini sebagai
penyebab diare kronis pada anak-anak, menyebabkan
kekurangan gizi pada anak-anak, yang dapat
menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh,
yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan yang
buruk. Dan perkembangan anak, terutama pada usia
sekolah. Hal ini mengganggu kemampuan mereka
untuk memantau belajar anaknya di sekolah (Kahar et
al., 2020)
Penularan kecacingan di pulau-pulau Indonesia
disebabkan oleh beberapa faktor yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan parasit. Salah
satunya adalah kebiasaan buruk masyarakat dan
kesehatan lingkungan masyarakat. Infeksi dapat
disebabkan oleh beberapa jenis cacing secara
bersamaan. Diperkirakan lebih dari 60% anak
Indonesia terinfeksi kecacingan sehingga
menyebabkan kurangnya pengetahuan dan
kemampuan belajar pada anak serta penurunan
produktivitas tenaga kerja pada orang dewasa. Hal ini
akan menurunkan kualitas sumber daya manusia
dalam jangka panjang (Sihombing & Gultom, 2018).
Di banyak daerah di Indonesia, prevalensi
kecacingan umumnya tinggi, sekitar 60-90%,
terutama pada anak sekolah dasar dan kelompok
masyarakat miskin. Pada kelompok usia yang paling
umum, 5-14 tahun, 21% di antaranya menyerang
anak-anak usia sekolah dasar, peningkatan ini
disebabkan oleh kondisi iklim di Indonesia yang
beriklim tropis dan cuaca yang tinggi. Kelembaban
dan kondisi sanitasi dan sanitasi yang buruk. Baik
(Notoatmojo S, 2017)..
Prevalensi kecacingan di Sulawesi Selatan masih
tergolong tinggi, terutama di daerah dengan sanitasi
yang buruk seperti Makassar. Jumlah penduduk
Makassar meningkat sebesar 9,24% atau 1.3346.464
jiwa dari tahun 2009 hingga 2013. Dari jumlah
penduduk yang besar tersebut, prevalensi kecacingan
di Makassar tahun 2013-2013 sebesar 43,65 per
1.387.302 penduduk di wilayah Mariso, dan jumlah
penderita kecacingan sebanyak 182 orang. Kesehatan
Perorangan (Dinas Kesehatan Makassar 2013).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan, angka infeksi kecacingan di Sulawesi
Selatan masih sangat tinggi, sekitar 10.700 pada
tahun 2017, dengan wilayah Makasar memiliki
jumlah tertinggi sebanyak 1.928. Kelompok usia 6
sampai 15 tahun dengan total 3943 kasus pada tahun
2017. Penyakit kecacingan berhubungan erat
dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik,
kebersihan diri sendiri yang tidak terjaga,
mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi
dengan telur cacing, tingkat pengetahuan dan
kemampuan yang masih minim serta aspek sosial
ekonomi yang masih rendah maupun kontak dengan
tanah yang diduga telah terkontaminasi dengan telur
cacing (Astuti, 2017).
Penelitian Desmayasari (2013) pada anak
jalanan dari Lembaga Pendidikan An-Nor,
Kecamatan Rappokalling, Kabupaten Tallow,
Makassar menemukan bahwa 22 anak dinyatakan
positif cacingan (Desmayasari, 2013). Penelitian lain
oleh Viola (2019) pada sampel tinja anak usia 7-9
tahun di SDN 31 Batang Barus Kabupaten Solok
menunjukkan bahwa 7 anak (23,33%) terinfeksi
cacing usus dan 23 anak (76,67%) yang tidak
terinfeksi cacing nematoda usus.
Hasil penelitian Mardiana (2014) juga
menunjukkan bahwa dua anak didiagnosis dengan
dua spesies cacing, Ascarislumbricoides dan
Hookorms. Telur cacing diproduksi pada anak usia 6
sampai 9 tahun yang tinggal di sekitar TPA karena
anak tidak sadar akan kesehatan. Terutama pada
kelompok umur mulai dari anak-anak yang
mengumpulkan sampah setiap hari hingga orang tua
yang memiliki kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat,
seperti tidak memperhatikan kebersihan saat mencuci
makanan dan tidak menggunakan deterjen saat
mencuci tangan, telur cacing di tepi tangan dan
tertinggal di kuku,. Anak-anak juga dapat masuk dan
berpartisipasi dalam proses pencernaan saat makan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan
masalah dalam penelitian ini apakah terdapat telur
cacing nematoda usus pada feses anak SD Panti
Asuhan Nurfadila ?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk megidentifikasi telur cacing nematoda
usus pada feses anak SD di Panti Asuhan
Nurfadila.
2. Untuk mengetahui jenis telur cacing nematoda
usus pada anak SD di Panti Asuhan Nurfadilah
D. Manfaat
1. Teoritis
Manfaat teoritis yaitu untuk memberikan
landasan bagi para peneliti lain dalam melakukan
penelitian yang sejenis dalam meningkatkan
pengetahuan tentang Nematoda Usus.
2. Praktisi
Memberikan sumbangan pemikiran bagi panti
asuhan Nurfadillah dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar anak SD. Selain itu, dapat meningkatkan
terjalinnya kerjasama dalam lingkungan Panti
Asuhan Nurfadilla.
1
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecacingan
Cacingan hampir selalu disebabkan oleh cacing,
yang tidak selalu menyebabkan penyakit serius, tetapi
bisa menjadi tidak sehat. (Moin, 1395). Penularan
cacing melalui kontak langsung dengan tangan
terutama kuku yang terkontaminasi tanah yang
mengandung ekstra telur cacing menyebabkan
gangguan pada tubuh dan anemia. Infeksi sering
terjadi tanpa gejala sehingga penyakit ini kurang
mendapatkan perhatian( Inayati, 2015)
B. Nematoda Usus
1. Pengertian Nematoda
Nematoda, yang dapat diartikan sebagai Nema,
berarti benang dari bahasa Yunani. Nematoda
memiliki berbagai bentuk, beberapa beberapa
milimeter panjang dan beberapa lebih dari satu meter.
Cacing ini memiliki kepala, ekor, dinding dan rongga
tubuh.
Nematoda yang menginfeksi manusia memiliki
dua jenis kelamin yang berbeda, dan yang jantan
biasanya lebih kecil dari betina. Produksi telur
bervariasi dari spesies ke spesies tetapi biasanya
disesuaikan dengan kelompok tertentu. Jumlah telur
yang dihasilkan dapat bervariasi dari beberapa telur
per hari hingga lebih dari 200.000 telur per hari.
Manusia adalah inang utama dari banyak
nematoda usus (cacing perut) yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan umum. Pada
nematoda yang membutuhkan manusia tertentu dan
bukan inang perantara, telur yang dikeluarkan dari
tubuh manusia harus tumbuh dan terinfeksi untuk
menginfeksi inang spesifik atau inang lainnya.
Infeksi parasit nematoda dapat terjadi secara oral
melalui konsumsi telur bersama embrio dengan
makanan atau minuman, misalnya penularan dengan
cacing Ascarislumbricoides Trichuristrichiura
(Soedarto, 2011).
Sifat-Sifat Umum Nematoda
Menurut Oemijati (2012) dalam (Muin, 2016)
sifat-sifat nematode sebagai berikut :
Tubuhnya ditutupi dengan lapisan kulit yang
dibuat oleh kulit berlebih jika terjadi perubahan kulit
(terkelupas) dan kemudian epidermis terlepas. Warna
kulit yang terbentuk adalah putih, kuning hingga
coklat. Di bawah kutikula terdapat jaringan subkutan
berupa jaringan sensorik. Di bawah lapisan ini adalah
serat memanjang. Jaringan saraf terletak di ektoderm.
Saluran ususnya terdiri dari usus awal, tengah,
dan akhir. Usus awal dan akhir dilapisi oleh kutikula
yang juga tinggal/lepas pada waktu pertukaran kulit.
Alat kelamin Cacing betina berpasangan, masing-
masing terdiri dari ovarium, ovidnot dan uterus.
Kedua uterus bersatu menjadi vagina. Cacing jantan
tidak berpasangan terdiri dari testio dan
vasedeferentia, juga mempunyai specula yang
biasanya dua buah.
Sel telur yang dibuahi membentuk membran
kuning yang jadi kulit pertama, sedangkan kulit
kedua dihasilkan oleh uterus. entuk telurnya lonjong
dan mudah dikenali (Muin, 2016).
Spesies Nematoda Usus
Spesies Nematoda usus banyak ditemukan
didaerah tropis termasuk Indonesia dan tersebar di
seluruh dunia. Manusia merupakan hospes beberapa
Nematoda usus. Sebagian besar Nematoda ini
menyebabkan masalah kesehatan bagi masyarakat
Indonesia. Diantaranya Nematoda usus terdapat
sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah yang
tercemar oleh cacing.
Infeksi cacing gelang mempengaruhi semua
kelompok umur, terutama anak-anak dan dewasa
muda. Bila infeksi kecacingan terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak, sedangkan infeksi pada
orang dewasa dapat menurunkan produktivitas .
Cacing usus yang menimbulkan masalah kesehatan
antara lain kelompok cacing yang ditularkan melalui
tanah (soil-transmitted helminth) atau cacing yang
ditularkan melalui tanah seperti Ascarislumbricoides,
Trichuristrichiura dan Safar (Sumanto & Wartomo,
2016).
1. Ascarislumbricoides
Ascarislumbricoides termasuk dalam kelas
nematoda usus yang panjang, silindris dan tidak
memiliki segmen. Cacing betina dapat menghasilkan
hingga 200.000 telur per hari, dan cacing dewasa
hidup di usus halus, dan pertumbuhan telur di luar
inang cukup di bawah pengaruh suhu, kelembaban,
dan oksigen (Sumanto & Wartomo, 2016).
Ascarislumbricoides adalah salah satu parasit
pada manusia yang paling umum dan terbesar. Cacing
betina dewasa dari spesies ini dapat tumbuh hingga
18 cm, jantan biasanya lebih kecil dan diperkirakan
25% populasi dunia terinfeksi nematoda ini.. Cacing
dewasa tinggal diusus halus dan telur keluar bersama
feses. Sekitar dua minggu setelah berada didalam
tinja yang telur berisi suatu infective larva, dan
manusia terkena infeksi/tersebar ketika mereka
menelan infective telur tersebut.
Kebanyakan cacing yang menginfeksi manusia
adalah cacing panjang. Beberapa di antaranya penting
sebagai penyakit manusia. Nematoda adalah cacing
yang tidak memiliki segmen, bila teralsimetris,
mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh,
biasanya berbentuk silinder sehingga lebih dari satu
meter. Setiap penderita mempunyai jumlah dan
ukuran cacing yang bervariasi.
a. Klasifikasi
Klasifikasi Ascarislumbricoides
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Oscoridida
Super Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lunbricoides
(Irianto,2013).
b. Morfologi
1) Cacing Dewasa
Gambar2.1. Cacing Ascaris lumbricoidesJantan dan Betina
Jurnal Kedokteran Diponegoro ( Regina dkk, 2018 )
Cacing dewasa berbentuk mirip cacing tanah,
cacing yang merupakan Nematoda usus terbesar pada
manusia. Ukuran cacing betina biasanya lebih besar
dibandingkan dengan yang jantan, panjang cacing
betina antara 22 cm sampai 35 cm, sedangkan yang
jantan antara 10cm–31cm.Cacing yang berwarna
tubuh kuning kecoklatan ini mempunyai kutikulum
yang rata dan bergaris halus. Kedua ujung badan
cacing membulat, mulut cacing mempunyai bibir
sebanyak 3 buah, satu dibagian dorsal yang lain sub
ventral.
2) Telur
(Soedarto, 2011)
2. Cacing tambang (Ancylostomaduodenale dan
Necatoramericanus)
Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang”
karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan
di Eropa pada pekerja pertambangan yang belum
mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai.
Hospes parasit ini adalah manusia.
Necatoramericanus menyebabkan Necatoriasis
dan Ancylostoma duodenale menyebabkan
Ancylostomiasis.
a. Klasifikasi
1) Klasifikasi Ancylostomaduodenale
Phylum : Nemathelminthe
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Super Famili :Strongyloidea
Genus : Ancylostoma
Spesies :
Ancylostomaduodenale(Irianto,2013)
2) Klasifikasi Necator americanus
: Nematoda
Class
Subclass : Secernentea
Ordo : Strongiloidea
Familia : Ancylostomatidae
Genus : Necator
Spesies : Necatoramericanus(Irianto,
2013)
a. Morfologi
Cacing dewasa hidup dirongga usus halus, dengan
mulut yang besar melekat pada mukosa dinding
usus. Cacing betina Necatoramericanus tiap hari
mengelurkan telur kira-kira 9000 butir sedangkan
Ancylostomaduodenale kira-kira 10.000 butir.
Cacing betina berukurang panjang kurang lebih
1cm, cacing jantan kurang lebih 0,8cm. Bentuk
badan Necatoramericanus menyerupai huruf C.
Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar.
Necatoramericanus mempunyai benda kitin,
sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua
pasang gigi. Cacing jantan mempunyai
Bursakopulatriks.
Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x
40 mikron berbentuk bujur danmempunyai dinding
tipis, didalamnya terdapat beberapa sel. Panjang larva
rabditiform kira-kira 250 mikron, sedangkan larva
filariform panjangnya kira-kira 600 mikron (Sofia.,
R.(2017).
c. Siklus Hidup
F. Kerangka Teori
Usus
1
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi
yaitu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui ada atau tidak ada telur cacing
nematoda usus pada anak SD di Panti Asuhan
Nurfadilla.
B. Lokasi dan waktu Penelitian
1. Lokasi
Lokasi pengambilan sampel dilakukan panti
asuhan Nurfadilah Yayasan Darul Istiqlal Makassar,
lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Infeksi
Tropis Universitas Megarezky Makassar.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November
2021.
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu anak SD
yang tinggal di panti Asuhan
Nurfadilah Makassar
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 15 feses anak SD yang tinggal di Panti
Asuhan Nurfadilah Makassar
D. Kriteria Subjek Penelitian
1. Kriteria inklusi
a. Laki-laki dan Perempuan
b. Anak -anak usia 7-12 tahun
2. Kriteria eksklusi :Meminum obat cacing
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi
dan hygine.
2. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah infeksi
telur cacing nematoda usus pada anak SD di Panti
Asuhan Nurfadilla.
F. Alat Dan Bahan
1. Alat
Mikroskop, Pipet Tetes, Beaker Glass, Neraca
Analitik,Botol Reagen, Gelas Arloji.
2. Bahan
Feses, larutan eosin 2%, Aquadest 100 ml, Kaca
Objek, Kaca Penutup, Lidi.
G. Prosedur Kerja
1. Pengumpulanspesimen feses
a. Dilakukan skrinning subjek penelitian yang
sesuai kriteria dan menandatangani informed
consent sebagai tanda persetujuan menjadi
subjek penelitian.
b. Diberikan penjelasan mengenai cara
pengambilan sampel feses yang baik dan benar.
c. Diberikan pot sampel yang telah berlabel data
pasien pada subjek penelitian yang telah
memenuhi kriteria.
b. Dikumpulkan spesimen yang diperoleh.
c. Dilakukan pemeriksaan spesimen di
laboratorium.
2. Cara kerja pemeriksaan feses secara langsung
dengan Eosin 2%
a. Diteteskan Eosin 2 % diletakkan diatas kaca
objek yang kering
b. Diambil sedikit feses (1-2mm) dengan
menggunakan lidi.
c. Diletakkan kedalam tetesan larutan yang
ditetes pada kaca objek, aduk dengan lidi
hingga menjadi suspensi, homogenkan, bahan
yang kasar dikeluarkan.
d. Ditutup suspensi feses sehingga cairan merata
dibawah kaca penutup, ditutup tanpa ada
gelembung udara.
e. Diperiksa dengan Mikroskop dengan
pembesaran lemah (10x10), bila sudah
ditemukan, periksa dengan pembesaran sedang
(10x45).
f. Didapatkan hasil positif (+) jika ditemukan
telur cacing dan negatif (-) jika tidak ditemukan
NematodaUsus
telur cacing. Anak SDPanti
H. Pengelolah Dan Analisis Data Asuhan
Nurfadila
Dari hasil pemeriksaan telur cacing dapat diolah
KotaMakassar
Ascari
secara manual dan dapatAncylostom
Trichuris disajikan dalam
Necator
bentuk
lumbricoid
table dan narasi.
trichiura a americanu
es duodenale s
Identifikasi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
maka dapat disimpulkan bahwa dari 15 sampel yang
diperiksa di Panti Asuhan Nurfadila terdapat 7 jenis
telur cacing yang terindentifikasi Nematoda usus
yang terdiri dari Ascaris lumbricoides (85,7%), dan
Trichuris trichura (14,2%).
B. Saran
Diharapakan kepada peneliti selanjutnya untuk
melanjutkan dan mengembangkan penelitian, bukan
hanya mengenai nematode usus namun pada
pemeriksaan protozoa yang dapat menginfeksi anak
panti asuhan.
Alur Penelitian
Bagan 3.1 Alur Penelitian
39
DAFTAR PUSTAKA
Asdar, W., Puasa, R., & Husen, S. H. (2019).
Identifikasi Telur Soil Transmitted Helminth Pada
Feces Anak- Anak Menggunakan Metode Flotasi Di
Desa Nusliko Kecamatan Weda Kabupaten Halmahera
Tengah. Jurnal Kesehatan, 12(2), 199–204.
https://doi.org/10.24252/kesehatan.v7i2.54
Astuti, Y. (2017). Studi Nematoda Usus Golongan Soil
Transmitted Helminths (Sth) Pada Feces Balita Di
Dusun Jerneng Kecamatan Labuapi Kabupaten
Lombok Barat. 1(2), 80–87.
Centers for Disease Control and Prevention. DPD x-
Laboratory Identification of Parasitic Disease of
Public Health.
Desmayasari. A.C,. (2013). Hubungan Sanitasi
Lingkungan dan Personal Hygiene Pada Anak
Jalanan Di Lembaga Pendidikan An-Nur
Kelurahan Rappokalling Kecamatan Tallo Kota
Makassar. Fakultas Kesehatan UIN Alaudin
Makassar. Makassar.
Dinas Kesehatan Kota Makassar. (2013). Situasi Kasus
Kecacingan Perkecamatan Kota Makassar.
Makassar.
Endang,. (2014). Trichuris Trichiura. Jurnal Balaba
7;21-22
Evita, J. (2017). Gambaran Infeksi Di SD Negri 01 PG
Jakarta Barat. Jurnal Kedokteran Medikt. 23(61).
Etjang,.(2011). Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk
Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga
Kesehatan yang Sederajatnya. PT Citra Aditia
Bakti. Jakarta.
Gandahusada,. (2014). Parasitologi Kedoketeran.
KFUI Jakarta.
Idris, S. A., & Fusvita, A. (2017). Identifikasi telur
Nematoda Usus (Soil Transmitted Helminth) pada
anak di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Puluwatu.Biowallacea, 4(1), 566–571.
Inayati. N., Tantotos Ertin Yustin., Fihirudin. (2015).
Infeksi Cacing Soil Transmitted Helmint Pada
Penjual Tanaman Hias di Bintaro Kota Mataram.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram.
Mataram.
Irianto dan Koes,. (2013). Mikrobiologi Medis
(Medical Microbiology). pp.77-3. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Kahar, F., Efendi, Q., & Hadipranoto, I. (2020).
Identifikasi Telur Cacing Nematoda Usus Pada
Feses Anak Usia 5-10 Tahun Identification. Jurnal
LaboratoriumMedis, 02(01), 12–17.
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 15 Tahun 2017 Tentang
Penanggulangan Cacingan. Kementrian Kesehatan
RI.
Kemenkes RI. (2020). Permen Kesehatan RI No 2
Tahun 2020 Tentang Antropometri Anak (Vol. 68).
Kementrian Kesehatan RI.
47
Kurniawan. A,. (2010). Infeksi Parasit : Dulu dan
Masa Kini. Majalah Kedokteran Indonesia.
Mardiana. (2014). Kasus Kecacingan Pada Murid
Sekolah Dasar Di Kecamatan Mentewe, Kabupaten
Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.
Muin, P. A. U. D. (2016). Identifikasi Telur Cacing
Nematoda Usus Pada Kuku Murid Sekolah Dasar
Negeri 11 Ranomeeto. In KTI (Vol. 147, pp. 11–40).
Poltekes Kendari.
Notoatmodjo, S.(2017). Metedologi Penelitian
Kesehatan . PT Rineka Cipta. Jakarta.
Pullan. RL. (2014). Global numbers of infection and
disease burden of soil transmitted helminth
infections. Bio Med Central.
Pratami, A. A. (2019). Identifikasi Telur Cacing
Nematoda Usus Pada Semua Anggota Keluarga di
Kenagarian Inderapura. In KTI. Stikes Perintis
Padang.
Regina, Marieta., P, dkk,. (2018). Perbandingan Tinja
Antara Metode Sedimentasi Biasa dengan Metode
Sedimentasi Formol-Ether dalam Mendeteksi Soilt
Transmitted Helmith dalam Jurnal Kedokteran
Dipononegoro. Universitas Diponegoro. Semarang.
Satoskar. AR,. (2010). Medical Parasitology. Landes
Bioscience.
Sihombing, J. R., & Gultom, E. (2018). Analisa Telur
Cacing Ascaris Lumbricoides Pada Faeces Anak
Usia 4-6 Tahun Di Tk Nurul Hasanah Walbarokah
(Nhw) Marelan. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Dan Lingkungan Hidup, 3(1), 1–7.
Siregar dan Charles.D,. (2015). Pengaruh Infeksi
Cacing Usus yang Di Tularkan Melalui Tanah
pada Pertumbuhan Fisik Anak Sekolah Dasar. Sari
Pediatri. 8(2)..
Soedarto. (2011). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Sagung Seto.
Sofia., R.(2017). Perbandingan Akurasi Pemeriksaan
Metode Direct Slide dengan Metode Katokatz pada
Infeksi Kecacingan.
Sumanto, D., & Wartomo, H. H. (2016). Parasitologi
Kesehatan Masyrakat. Yoga Pratama Semarang.
Viola. (2019). Pemeiksaan Telur Cacing Nematoda
Usus Pada Murid SDN 31 Batang Barus Kabupaten
Solok.
Yuliastati, & Arnis, A. (2016). Modul Bahan Ajar
Keperawatan Anak (Suparmi & N. Suwarno (eds.);
Cetakan Pe).
63
LAMPIRAN 1
SURAT PERSETUJUAN
RESPONDEN(INFORMED CONSENT)
Responden
8 LAMPIRAN 2
Lampiran 2.Kuensioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Identitas Responden
Nama : s15
Umur : 8 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Petunjuk pengisian
Jawablah Pertanyaan berikut dengan mengisi jawaban
dengan memberikan tanda silang (X)
1. Apakah anda mengkonsumsi obat atau obat cacing selama 6 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda setiap mau makan mencuci tangan terlebih dahulu?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda mencuci tangan, menggunakan sabun?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda pada saat beraktifitas di luar rumah selalu manggunakan alas
kaki?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda mandi 2 kali atau lebih setiap harinya?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah anda selalu menjaga kebersihan kuku dengan memotong kuku satu
kali seminggu?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah anda selalu kontak dengan tanah?
b. Tidak
a. Ya
Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 6.Pengambilan sampel feses dan diletakan pada kaca preparat yang sudah diteteskan
dengan larutan eosin dan dihomogenkan
1S1 Positif
Ascaris lumbricoides
3 S3 Ascaris lumbricoides
Positif
4 S4 Trichuris trichiura
Positif
5 S5 Ascaris lumbricoides
Positif
6 S6 - Negatif
7 S7 - Negatif
8 S8 - Negatif
9 S9 Ascaris lumbricoides
Positif
11 S11 Negatif
12 S12 - Negatif
13 S13 - Negatif
44
14 S14 - Negatif