Buku Ajar Sintesa Obat - Ganjil 2019-2020
Buku Ajar Sintesa Obat - Ganjil 2019-2020
Buku Ajar Sintesa Obat - Ganjil 2019-2020
Sintesa Obat
Tim Penyusun:
Ihsan Ikhtiarudin, M.Si
Rahma Dona, M.Si, Apt.
Enda Mora, M.Farm, Apt.
PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2019
Buku Ajar Sintesa Obat 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan
rahmatnya akhirnya kami dapat menyelesaikan BAB I dan II Buku Ajar Sintesa Obat ini
sebagai pedoman mahasiswa S1 Farmasi dalam melaksanakan perkuliahan Sintesa Obat.
Pokok bahasan pada buku ajar ini mencakup pengenalan tentang reaksi
fungsionalisasi, interkonversi gugus fungsi, pembetukan ikatan karbon-karbon dan
Pengantar Analisis Retrosintesis untuk Senyawa Ester dan Amida. Buku ajar ini dirancang
sedemikian rupa dilengkapi dengan ilustrasi yang menarik untuk memudahkan mahasiswa
memahami pendekatan yang biasa dipakai dalam sintesis beberapa senyawa obat.
Tentunya penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan masukan yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
untuk membuat buku ajar ini menjadi lebih baik di masa mendatang.
Akhirnya, Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga tersusunnya buku ajar sintesa obat ini. Mudah-mudahan modul ini
dapat memberikan manfaat bagi Mahasiswa Farmasi, khususnya Mahasiswa S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
Tim Penyusun
Buku Ajar Sintesa Obat
Mengetahui,
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
A. Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mengingat kembali reaksi-reaksi yang telah dipelajari di
Kimia Organik II dan mampu membedakan reaksi fungsionalisasi, interkonversi
gugus fungsi (IGF) dan reaksi pembentukan kerangka karbon
2. Mahasiswa mampu menggunakan reaksi fungsionalisasi untuk memasukkan
gugus fungsi tertentu ke dalam suatu kerangka karbon.
3. Mahasiswa mampu menggunakan reaksi IGF untuk mengkonversi suatu gugus
fungsi pada molekul organik menjadi gugus fungsi lainnya.
4. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis reaksi pembentukan ikatan karbon-karbon dan
aplikasinya dalam sintesa obat.
B. Materi Pembelajaran
Berbagai jenis reaksi organik telah Saudara pelajari pada mata kuliah kimia
organik II, dimulai dari reaksi substitusi, adisi, eliminasi, oksidasi, reduksi, dan lain
sebagainya. Pada Bab Pendahuluan ini, Saudara akan dipancing untuk dapat
mengingat kembali berbagai reaksi-reaksi tersebut. Reaksi-reaksi yang banyak
jenisnya tersebut pada Bab ini akan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu reaksi
fungsionalisasi, reaksi interkonversi gugus fungsi (IGF) dan reaksi pembentukan
ikatan karbon-karbon (C-C).
1. Reaksi Fungsionalisasi
Reaksi fungsionalisasi adalah reaksi pemasukan (penambahan) suatu
gugus fungsi tertentu ke dalam suatu molekul organik. Pada sub bab ini, reaksi
fungsionalisasi yang akan dibahas yaitu fungsionalisasi alkana, alkena, dan
fungsionalisasi benzena.
Reaksi fungsionalisasi pada alkana, misalnya reaksi pemasukan gugus
halogen (halogenasi) dan pemasukan gugus nitro (nitrasi). Pada halogenasi
alkana, satu atom hidrogen pada alkana akan digantikan oleh satu atom halogen
yang masuk, sehingga dihasilkan produk alkil halida, sedangkan pada nitrasi
alkana, satu atom hidrogen pada alkana akan digantikan oleh satu gugus nitro
(NO2) yang masuk, sehingga dihasilkan produk nitroalkana, sebagaimana
dicontohkan pada Gambar 1 berikut.
alkena. 2-propanol (isopropil alkohol), senyawa aktif dalam alcohol swab dapat
disintesis dengan mereaksikan propena dengan larutan asam encer, sedangkan 1-
propanol (n-propil alkohol) dapat disintesis dengan mereaksikan propena dengan
BH3, H2O2 dan NaOH. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi hidroborasi.
Eter siklik (epoksida) dapat dibuat dari alkena melalui reaksi epoksidasi,
yaitu dengan mereaksikan alkena dengan asam peroksikarboksilat (RCOOOH).
Reaksi ini dikenal sebagai reaksi epoksidasi. Pada reaksi ini, satu atom oksigen
dari asam peroksikarboksilat akan mengadisi ikatan π alkena, sehingga dihasilkan
epoksida. Senyawa epoksida merupakan salah senyawa intermediet penting dalam
mensintesis beberapa senyawa obat, yang akan dibahas pada bab berikutnya.
Alkohol yang mengandung dua gugus hidroksi (diol) dapat disintesis
dengan mereaksikan alkena dengan kalium permanganat (KMnO4) dalam suasana
basa. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi syn dihidroksilasi. Jika reaksi dilakukan
dalam suasana asam dan dengan bantuan pemanasan, maka alkena akan
mengalami reaksi oksidasi oksidatif.
Reaksi fungsionalisasi benzena yang akan dibahas pada sub bab ini
meliputi reaksi alkilasi Friedel-Craft (F.C.), asilasi F.C., formilasi Gatterman-
Koch, nitrasi, halogenasi dan sulfonasi benzena, sebagaimana paparkan pada
Gambar 3 berikut.
memasukkan gugus asil (RCO) ke dalam cincin benzena. Reaksi ini digunakan
untuk mensintesis keton aromatik seperti asetofenon dan benzofenon dari
benzena. Reaksi formilasi G.K. diaplikasikan untuk memasukkan gugus formil
(HCO) ke dalam cincin benzena. Reaksi ini digunakan untuk mensintesis aldehid
aromatik seperti benzaldehid dari benzena. AlCl3 biasanya digunakan sebagai
katalis pada ketiga reaksi di atas. Ketiga reaksi ini juga digolongkan ke dalam
reaksi pembentukan ikatan C-C.
Reaksi nitrasi benzena diaplikasikan untuk memasukkan gugus nitro (NO2)
ke dalam cincin benzena. Pada reaksi ini, benzena direaksikan dengan asam nitrat
(HNO3) dengan katalis asam sulfat (H2SO4) pekat. Reaksi ini penting dalam
sintesis nitrobenzena yang merupakan bahan baku untuk sintesis anilin. Kedua
senyawa tersebut merupakan bahan baku penting dalam sintesis beberapa
senyawa obat.
Reaksi halogenasi benzena diaplikasikan untuk memasukkan gugus
halogen ke dalam benzena. Pada reaksi ini, benzena direaksikan dengan bromin
(Br2) atau klorin (Cl2) dengan katalis besi (III) bromida (FeBr3) atau besi (III)
klorida (FeCl3). Reaksi ini, khususnya klorinasi benzena merupakan reaksi yang
penting untuk mensintesis klorobenzena yang merupakan bahan baku penting
dalam sintesis fenol. Fenol merupakan bahan baku penting dalam industri farmasi,
seperti dalam sintesis asam salisilat, metil salisilat, aspirin, parasetamol dan
berbagai senyawa obat lainnya.
Reaksi sulfonasi benzena diaplikasikan untuk memasukkan gugus sulfonat
(SO3H) ke dalam cincin benzena. Pada reaksi ini, benzena direaksikan dengan gas
sulfur trioksida (SO3) dengan katalis asam sulfat pekat. Reaksi ini penting dalam
sintesis asam benzena sulfonat yang juga merupakan bahan baku penting dalam
sintesis beberapa senyawa obat.
sianida. Adapun beberapa contoh reaksi konversi alkil halida ini dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut.
benzenanitril. Selain itu, garam diazonium juga dapat bereaksi dengan sodium
fenolat melalui reaksi diazocoupling membentuk beberapa senyawa diazo yang
dapat digunakan sebagai pewarna sintetik dan juga dapat digunakan sebagai
indikator dalam titrasi kompleksiometri, misalnya kalmagit. Adapun beberapa
contoh reaksi konversi gugus nitro tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 10. Aplikasi nukleofil sianida dalam sintesis asam amino fenilalanin.
Reaksi Diels-Alder juga merupakan salah satu reaksi yang penting dalam
pembentukan atau pengembangan kerangka karbon pada senyawa organik. Reaksi
ini umumnya digunakan untuk membentuk senyawa-senyawa siklik menggunakan
senyawa awal berupa diena dengan konformasi s-cis dengan suatu dienofil yang
mengandung gugus penarik elektron. Beberapa contoh reaksi Diels Alder dapat
dipelajari dengan mengakses link berikut: http://portalkimor.blogspot.com/.
Contoh aplikasi reaksi Diels Alder adalah pada tahapan reaksi sintesis Cortisone
(Obat anti-inflamasi golongan steroid), seperti dapat dilihat pada Gambar 11
berikut.
Ion enolat merupakan salah satu nukleofil penting dalam sintesis berbagai
senyawa obat maupun senyawa aktif yang berpotensi sebagai obat. Ion enolat
dapat dibentuk dengan mereaksikan senyawa karbonil yang mempunyai hidrogen
alfa dengan basa. Ion enolat merupakan nukleofil kuat yang dapat menyerang
gugus karbonil melalui reaksi adisi aldol, reaksi kondensasi aldol, reaksi
kondensasi aldol silang (Claisen-Scmidth), reaksi siklisasi aldol intramolekular,
reaksi kondensasi Claisen, dan reaksi Adisi Michael. Semua reaksi ini sangat
penting dalam kontruksi struktur senyawa target (produk) dengan kerangka
karbon yang besar, khususnya senyawa-senyawa karbonil terkonjugasi seperti
analog kalkon dan senyawa turunannya yang memiliki beragam potensi aktivitas
biologis. Sebagai contoh, pada sintesis senyawa 5-(2-bromophenyl)-3-
(naphthalene-1-yl)-4,5-dihydro-1H-pyrazole yang telah dilaporkan pada prosiding
yang dapat diakses melalui link berikut:
http://bit.ly/prosiding_internasional_ihsan_SMIC2018. Senyawa tersebut
disintesis melalui dua tahap reaksi, menggunakan bahan baku berupa senyawa
aldehid dan keton aromatik. Pada tahap 1, senyawa aldehid dan keton direaksikan
melalui reaksi kondensasi aldol dalam suasana basa untuk menghasilkan senyawa
analog kalkon. Kemudian pada tahap 2, senyawa analog kalkon tersebut
direaksikan dengan hidrazin melalui reaksi adisi Michael yang diikuti oleh
siklisasi intrarmolekuler untuk menghasilkan produk berupa senyawa pirazolin.
Berdasarkan studi in vivo, pada dosis 25, 50 dan 100 μg/ml, senyawa tersebut
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah kehilangan berat secara
signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif. Reaksi sintesis senyawa tersebut
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Aplikasi Kondensasi Aldol dalam sintesis senyawa analog kalkon
Reaksi Wittig merupakan salah satu reaksi yang penting dalam sintesis
alkena dari suatu senyawa karbonil dan alkil halida. Trifenil posfin (PPh 3)
merupakan pereaksi yang penting dalam reaksi ini. Reaksi alkil halida dengan
PPh3 diikuti dengan penambahan basa seperti NaH, BuLi, NaOMe, dan NaOEt
akan menghasilkan suatu ilida (R-CH=PPh3)yang bersifat nukleofil kuat. Ilida
dapat menyerang karbonil aldehid maupun keton melalui serangkaian reaksi
menghasilkan senyawa alkena dengan kerangka karbon yang lebih besar. Salah
satu aplikasi reaksi Wittig dalam sintesa obat adalah pada sintesis Nalmefene
(Selincro) yang digunakan untuk terutama dalam pengelolaan ketergantungan
alkohol, dan juga telah diselidiki untuk perawatan kecanduan lain seperti
patologis. judi dan kecanduan belanja. Reaksi Wittig berperan pada sintesis
Nalmefene dari naltrexone dengan mereaksikan naltrexone dengan
trifenilmetilposfonium bromide dalam pelarut DMSO dalam suasana basa,
sebagaimana dicontohkan pada Gambar 13 berikut dan dapat diakses melalui link
https://pubs.acs.org/doi/pdf/10.1021/jm00237a008.
Gambar 13. Aplikasi reaksi Wittig pada sintesis Nalmefene dari Naltrexone
C. Tugas Individu
1. Tentukan apakah reaksi di bawah ini termasuk reaksi fungsionalisasi, IGF atau
pembentukan kerangka karbon!
D. Tugas
TugasKelompok
Kelompok
2. Carilah Satu contoh reaksi berikut dan cantumkan sumber (literatur) nya pada
lembar jawaban tugas kelompok Anda.
a. Kelompok Ganjil: Penggunaan Nukleofil sianida untuk mensintesis asam
karboksilat dari alkil halida
b. Kelompok Genap: Penggunaan ion enolat dalam sintesis senyawa analog
kalkon (Reaksi kondensasi Aldol Silang)
A. Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu melakukan analisis retrosintesis untuk menentukan bahan
baku (senyawa awal) yang diperlukan dalam sintesis beberapa senyawa obat atau
senyawa aktif yang mengandung gugus ester (seperti metil salisilat, benzil
benzoat, aspirin, fenil salisilat, benzocaine) dan amida (seperti salisilanilida,
nitromida, parasetamol, DEET, dan fenasetin).
2. Mahasiswa mampu mensintesis metil salisilat dengan metode reflux dan aspirin
dengan metode ultrasonikasi
B. Materi Pembelajaran
1. Pengantar Analisis Retrosintesis.
Pada mata kuliah Kimia Organik II, Saudara telah mengenal istilah
sintesis, misalnya sintesis ester. Jika asam karboksilat direaksikan dengan alkohol
dalam suasana asam, maka akan dihasilkan ester. Asam karboksilat dan alkohol di
sini bertindak sebagai pereaksi atau bahan baku atau senyawa awal (starting
material), sedangkan ester merupakan produk (molekul target). Sebagai contoh,
reaksi atara senyawa BX dengan senyawa AH akan menghasilkan produk BA.
Reaksi sintesis senyawa BA tersebut dapat dituliskan menjadi BX + AH BA.
Pada saat menuliskan reaksi sintesis, sudut pandang kita adalah produk apa
yang akan dihasilkan jika BX direaksikan dengan AH? (BX + AH ?). Pada
mata kuliah ini, saudara akan mendapatkan istilah baru, yaitu “analisis
retrosintesis”. Pada analisis retrosintesis, sudut pandang kita adalah bahan baku
apa yang dibutuhkan untuk mensintes molekul target BA? (BA ? + ?).
Analisis retrosintesis merupakan kebalikan dari reaksi sintesis. Pada penulisan
reaksi sintesis, bahan baku dituliskan di awal baru kemudian diikuti oleh produk,
sedangkan pada analisis retrosintesis produk (molekul target) dituliskan di awal,
baru kemudian diikuti oleh bahan baku (senyawa awal). Antara molekul target
dan senyawa awal tersebut dipisahkan dengan simbol anak panah yang berbeda
dengan reaksi sintesis ().
Melalui analisis retrosintesis, kita akan dapat menentukan bahan baku apa
yang diperlukan untuk mensintesis suatu molekul target (produk). Analisis
retrosintesis dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan diskoneksi
dan pendekatan IGF. Pada pendekatan diskoneksi, struktur bahan baku ditentukan
melalui analisis pemutusan ikatan tertentu yang terdapat pada molekul target.
Diskoneksi disimbolkan dengan garis bergelombang sebagai contoh,
untuk menentukan bahan baku yang dibutuhkan dalam sintesis senyawa B-A,
maka kita dapat melakukan pemutusan (diskoneksi) ikatan B-A yang terdapat
pada molekul tersebut, sehingga dihasilkan sinton positif B+ dan sinton negatif A-,
yang selanjutnya diarahkan kepada struktur pereaksi (senyawa awal) yang sesuai,
misalnya BX dan AH, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar berikut.
melalui penyulingan dari ranting Betula lenta (manis birch) dan Gaultheria
procumbens (teaberry timur atau wintergreen). Namun, saat ini secara komersial
metil salisilat diproduksi melalui sintesis.
Metil salisilat dalam konsentrasi tinggi digunakan sebagai rubefacient dan
analgesik untuk mengobati nyeri sendi dan otot, misalnya pada balsam otot Geliga
(PT. Eagle Indo Pharma) dan pada Salonpas (Hisamitsu). Metil salisilat dalam
konsentrasi rendah digunakan sebagai perasa pada beberapa pasta gigi dan
permen. Selain itu, metil salisilat juga digunakan sebagai antiseptik dalam obat
kumur Listerine (Johnson & Johnson) dan sebagai inhaler (Vicks).
Melalui diskoneksi ikatan C-O ester, dapat diketahui bahwa metil salisilat
dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi asam salisilat dengan metanol,
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar berikut.
Pembahasan:
Dengan menerapkan pendekatan diskoneksi C-O ester, dapat kita ambil
kesimpulan bahwa, molekul target benzil benzoat dapat disintesis menggunakan
bahan baku benzil alkohol dan asam benzoat. Namun, rute via asil klorida
merupakan rute yang paling mudah dan lebih disukai pada kasus ini. Karena,
benzoil klorida bersifat lebih reaktif daripada asam benzoat. Piridin digunakan
sebagai pelarut dan juga beraksi sebagai katalis.
Jika benzoil klorida tidak tersedia di pasaran atau susah didapatkan, maka benzoil
klorida dapat dibuat dengan mereaksikan asam benzoat dengan SOCl2 (ingat
kembali reaksi konversi asam karboksilat).
Aspirin, juga dikenal sebagai asam asetilsalisilat (ASA), adalah obat yang
digunakan untuk mengobati rasa sakit, demam, atau peradangan. Pada kasus
tertentu, aspirin juga digunakan dalam jangka panjang untuk membantu mencegah
serangan jantung, stroke iskemik, dan pembekuan darah pada orang yang berisiko
tinggi. Obat ini juga dapat menurunkan risiko jenis kanker tertentu, terutama
kanker kolorektal. Aspirin adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) dan
bekerja mirip dengan NSAID lainnya, tetapi juga menekan fungsi normal
trombosit. Melalui diskoneksi C-O ester, sarankan bahan baku yang dibutuhkan
untuk mensintesis aspirin dari asam salisilat.
Pembahasan:
Dengan menerapkan pendekatan diskoneksi C-O ester, dapat kita ambil
kesimpulan bahwa, molekul target aspirin dapat disintesis menggunakan bahan
baku asam salisilat dan asam asetat. Namun, dalam praktik di laboratorium dan
pada sintesis aspirin dalam skala industri, bahan baku yang lebih sering digunakan
untuk mensintesis aspirin adalah asam salisilat dan asam asetat anhidrat.
Kesimpulan
Berdasarkan teori dan beberapa contoh soal yang telah dibahas di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa, sinton positif asil yang dihasilkan dari diskoneksi
ikatan C-O ester dapat diarahkan menjadi asam karboksilat, asil halida atau
anhidrida, sebagaimana tercantum pada Tabel 1 berikut.
Untuk lebih memahami teori di atas, mari kita coba praktikkan diskoneksi
amida tersebut untuk menentukan bahan baku (senyawa awal) yang diperlukan
dalam sintesis salisilanilida. Salisilanilida merupakan senyawa yang bersifat
antiseptik, namun telah ditarik dari peredarannya karena alasan toksisitas.
Beberapa senyawa turunan salisilanilida masih digunakan sebagai antijamur dan
anthemintic.
Pembahasan:
Dengan menerapkan pendekatan diskoneksi C-N amida, dapat kita ambil
kesimpulan bahwa, nitromida dapat disintesis menggunakan bahan baku asam
3,5-dinitrobenzoat dan amoniak.
Pada soal, Saudara diminta untuk mensintesis senyawa tersebut via asil halida.
Dengan demikian, rute sintesisnya adalah sebagai berikut.
Pembahasan:
Dengan menerapkan pendekatan diskoneksi C-N amida di bawah ini, dapat kita
ambil kesimpulan bahwa, parasetamol dapat disintesis menggunakan bahan baku
asetat anhidrida dan 4-aminofenol. Reaksi ini akan menghasilkan produk samping
berupa asam asetat.
Kesimpulan
Berdasarkan teori dan beberapa contoh soal yang telah dibahas di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa, sinton positif asil yang dihasilkan dari diskoneksi
ikatan C-N amida dapat diarahkan menjadi asam karboksilat, asil halida atau
anhidrida, sebagaimana tercantum pada Tabel 2 berikut.
C. Tugas Individu
Tugas Kelompok