Kel.6 Evaluasi Pembelajaran Biologi
Kel.6 Evaluasi Pembelajaran Biologi
Kel.6 Evaluasi Pembelajaran Biologi
Dosen Pengampu :
Nukhbatul Bidayati Haka, M.Pd
Kelompok 6
Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam waktu yang
telah ditentukan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW, sampai akhir zaman.
Makalah Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi yang berjudul “Teknik dan
Instrumen Penilaian Kognitif” dapat terselesaikan tepat waktu. Dengan selesainya makalah
ini tak lupa penyusun menyampaikan terimakasih kepada teman sekelompok yang telah
membantu, menyumbangkan pemikirannya, memberi kritik dan saran yang membangun
sehingga makalah ini dapat diselesaikan, dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada
Ibu Nukhbatul Bidayati Haka, M.Pd selaku dosen pengampu Mata Kuliah Evaluasi
Pembelajaran Biologi. Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari adanya
kekurangan dan kekeliruan yang dalam hal ini semata-mata karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang penyusun miliki. Oleh karena itu, penyusun membuka
pintu selebar-lebarnya untuk memberikan kritik maupun saran yang membangun demi
kebaikan makalahini. Atas perhatiannya penyusun ucapkan terimakasih. Akhirnya penyusun
harapkan agar hasil dari makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembelajaran
selanjutnya.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian penilaian kompetensi pengetahuan .......................................................... 3
2.2 Ruang lingkup penilaian kompetensi pengetahuan ................................................... 4
2.3 Teknik dan contoh instrumen penilaian kompetensi pengetahuan ............................. 5
2.4 Penelaahan soal .......................................................................................................... 14
2.5 Analisis butir soal .................................................................................................... 19
2.6 Kunci jawaban dan pedoman peskoran ..................................................................... 26
2.7 Pemanfaatan hasil belajar peserta didik ..................................................................... 29
2.8 Pengembangan tes objektif dan tes subjektif ............................................................. 34
2.9 Komponen yang diperhatikan dalam menyusun tes .................................................. 39
2.10 Menyusun tes kognitif dan teknik peskorannya ....................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Bagaimana teknik dan contoh instrumen penilaian kompetensi pengetahuan?
4. Bagaimana penelaahan soal?
5. Bagaimana analisis butir soal?
6. Bagaimana kunci jawaban dan pedoman peskoran?
7. Bagaimana pemanfaatan hasil belajar peserta didik?
8. Bagaimana pengembangan tes objektif dan tes subjektif?
9. Apa saja komponen yang diperhatikan dalam menyusun tes?
10. Bagaimana menyusun tes kognitif dan teknik peskorannya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, adapun tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari penilaian kompetensi pengetahuan
2. Untuk mengetahui ruang lingkup dari penilaian kompetensi pengetahuan
3. Untuk mengetahui teknik dan contoh instrumen penilaian kompetensi pengetahuan
4. Untuk mengetahui penelaahan soal
5. Untuk mengetahui analisis butir soal
6. Untuk mengetahui kunci jawaban dan pedoman peskoran
7. Untuk mengetahui pemanfaatan hasil belajar peserta didik
8. Untuk mengetahui pengembangan tes objektif dan tes subjektif
9. Untuk mengetahui komponen yang diperhatikan dalam menyusun tes
10. Untuk mengetahui penyusunan tes kognitif dan teknik peskorannya.
2
BAB II
PEMABAHASAN
1
Saputra. I Putu agus adi, dkk. 2021. Pengembangan instrument penilaian kompetensi pengetahuan IPA siswa
Sekolah Dasar. Jurnal for lesson and learning studies. 4 (1) 13-19
3
Memahami, menerapkan, Memahami, menerapkan, Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan menganalisis menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, pengetahuan faktual, faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa konseptual, prosedural prosedural berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu berdasarkan rasa ingin ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi. seni,
budaya dan humoniora pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humoniora
dengan wawasan budaya dan humoniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan dan peradaban kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban
terkait penyebab fenomena kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena
dan kejadian serta terkait penyebab fenomena dan kejadian serta
menerapkan pengetahuan dan kejadian serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
untuk memecahkan masalah
5
dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif
menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda,
menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi
pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning),
dan mengambil keputusan yang tepat.
Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah
disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri atas kemampuan:
mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan (aplyingC3),
menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi
(creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah
menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi
(creating-C6). Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan
indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai
contoh kata kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3.
Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada
ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan
proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik
diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa
digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun
strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat
dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan.
2. Karakteristik
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai
bentuk penilaian kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-
soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal
HOTS
a. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis,
merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi
berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah
kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian,
jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.
6
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan
masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir
kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan
mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib
dimiliki oleh setiap peserta didik. Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam
HOTS, terdiri atas:
a) kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b) kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
c) menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan caracara
sebelumnya.
‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam
butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh,
untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin
memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk
menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills.
Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat
kesukaran yang tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di
kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik
untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam
pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan
berpikir kritis.
b. Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan dapat menerapkan
konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.
Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait
dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik
untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan
7
(apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran
di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut ini
diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.
a) Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan
nyata.
b) Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration),
penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
c) Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk
menyelesaikan masalah-masalah nyata.
d) Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks
masalah.
e) Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi
atau konteks baru.
Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah
sebagai berikut.
a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih
jawaban yang tersedia;
b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang
benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban
benar.
3. Menggunakan bentuk soal beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal
HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan
informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini
penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip
objektif. kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir
soal HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian
a. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
8
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman
peserta didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara
pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-
soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang
bersumber pada situasi kontekstual. Peserta didik diberikan beberapa pernyataan
yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik diminta memilih
benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait
antara satu dengan yang lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah
agar diacak secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang
terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila
peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan yang diberikan diberikan
skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi skor
0.
b. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya
sendiri dalam bentuk tertulis. Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal
harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan
lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban, atau rincian
jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini
menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping
itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan
soalnya.
4. Level Kognitif
Anderson dan Krathwohl (2001) mengklasifikasikan dimensi proses berpikir sebagai
berikut:
9
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa kata kerja operasional
(KKO) yang sama namun berada pada ranah yang berbeda. Perbedaan penafsiran ini
sering muncul ketika guru menentukan ranah KKO yang akan digunakan dalam
penulisan indikator soal. Untuk meminimalkan permasalahan tersebut, Puspendik
(2015) mengklasifikasikannya menjadi 3 level kognitif sebagaimana digunakan dalam
kisi-kisi UN sejak tahun pelajaran 2015/2016. Pengelompokan level kognitif tersebut
yaitu: pengetahuan dan pemahaman (level 1), aplikasi (level 2), dan penalaran (level
3). Berikut dipaparkan secara singkat penjelasan untuk masing-masing level tersebut.
a. Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)
Level kognitif pengetahuan dan pemahaman mencakup dimensi proses
berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 adalah
mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Bisa jadi soalsoal pada
level 1 merupakan soal kategori sukar, karena untuk menjawab soal tersebut
peserta didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal
definisi, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu.
Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-soal HOTS.
b. Aplikasi (Level 2)
Soal-soal pada level kognitif aplikasi membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi
daripada level pengetahuan dan pemahaman. Level kognitif aplikasi mencakup
dimensi proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Ciri-ciri soal
pada level 2 adalah mengukur kemampuan: a) menggunakan pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural tertentu pada konsep lain dalam mapel yang sama atau
10
mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah kontekstual (situasi lain). Bisa
jadi soal-soal pada level 2 merupakan soal kategori sedang atau sukar, karena
untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus dapat mengingat beberapa
rumus atau peristiwa, menghafal definisi/konsep, atau menyebutkan langkah-
langkah (prosedur) melakukan sesuatu. Selanjutnya pengetahuan tersebut
digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan permasalahan kontekstual.
Namun soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan soal-soal HOTS. Contoh KKO
yang sering digunakan adalah: menerapkan, menggunakan, menentukan,
menghitung, membuktikan, dan lain-lain.
c. Penalaran (Level 3)
Level penalaran merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS),
karena untuk menjawab soal-soal pada level 3 peserta didik harus mampu
mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural serta memiliki logika dan penalaran yang tinggi untuk memecahkan
masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang tidak rutin). Level penalaran
mencakup dimensi proses berpikir menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan
mengkreasi (C6). Pada dimensi proses berpikir menganalisis (C4) menuntut
kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen,
menguraikan, mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat.
Pada dimensi proses berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta
didik untuk menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
membenarkan atau menyalahkan. Sedangkan pada dimensi proses berpikir
mengkreasi (C6) menuntut kemampuan peserta didik untuk merancang,
membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui,
menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah. Soal-soal pada level
penalaran tidak selalu merupakan soal-soal sulit. Ciri-ciri soal pada level 3 adalah
menuntut kemampuan menggunakan penalaran dan logika untuk mengambil
keputusan (evaluasi), memprediksi & merefleksi, serta kemampuan menyusun
strategi baru untuk memecahkan masalah kontesktual yang tidak rutin.
Kemampuan menginterpretasi, mencari hubungan antar konsep, dan kemampuan
mentransfer konsep satu ke konsep lain, merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk menyelesaiakan soalsoal level 3 (penalaran). Kata kerja operasional
(KKO) yang sering digunakan antara lain: menguraikan, mengorganisir,
11
membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai,
menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan
menggubah.
5. Langkah-langkah Penyusunan soal HOTS
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan
perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar
pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan.
Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak
selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS,
dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal),
dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi
daerah di sekitar satuan pendidikan. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan
soal-soal HOTS.
1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.
Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal HOTS. Guru-guru secara
mandiri atau melalui forum KKG/MGMP dapat melakukan analisis terhadap KD
yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.
2. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk para guru dalam menulis
butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diperlukan untuk memandu guru
dalam:
a. memilih KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
b. merumuskan IPK
c. memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji
d. merumuskan indikator soal
e. menentukan level kognitif
f. menentukan bentuk soal dan nomor soal
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong peserta
didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum
pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan stimulus kontekstual berarti stimulus
yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong
12
peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih
stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS.
Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir
soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada
aspek konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal,
sesuai format terlampir.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman
penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal
uraian. Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan
ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat.2
2
Wiwik Setiawati, dkk, Buku penilaian berorientasi Higher order thinking skills (HOTS), (Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan :Jakarta, 2018), hal. 10-19
13
pengetahuan dengan menggunakan teknik portofolio adalah portofolio penulisan,
portofolio seni, dan portofolio desain.
4) Observasi, Observasi adalah pengamatan langsung terhadap perilaku seseorang
dalam situasi yang sesuai. Observasi dapat memberikan informasi tentang
kemampuan kognitif yang tidak terlihat dalam penilaian tertulis atau tes. Contoh
instrumen penilaian kompetensi pengetahuan dengan menggunakan teknik
observasi adalah observasi kelas, observasi kerja, dan observasi klinis.3
3
Ibid, hal 1-39.
14
Petunjuk Pengisian Format
1. Analisis setiap butir soal dengan memperhatikan ke tiga aspek yang akan
ditelaah.
2. Beri tanda cek (V) yang berarti setuju atas pernyataan/pertanyaan dari aspek
yang ditelaah pada kolom butir soal.
3. Beri tanda silang (X) yang berarti tidak setuju atas pernyataan/pertanyaan dari
aspek yang ditelaah pada kolom butir soal, dan selanjutnya tuliskan
alasan/komentar pada ruang catatan yang telah disiapkan.
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Penelaah :
Butir Soal
No Aspek yang ditelaah
1 2 3 4 5 6 7 dst
A. Materi/Isi
1. Soal sesuai dengan rumusan indikator
dalam kisi-kisi tes
2. Materi yang ditanyakan sesuai dengan
3. kompetensi (urgensi, relevansi,
kontinuitas, keterpakaian sehari-hari)
4. Isi/materi yang ditanyakan sesuai
dengan jenjang/jenis sekolah atau
tingkat kelas
5. Aspek yang diukur sudah sesuai
dengan tuntutan dalam kisi-kisi tes
(misal: aspek ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi)
B. Konstruksi
6. Pokok soal dirumuskan dgn singkat,
jelas, dan tegas
15
7. Rumusan pokok soal dan pilihan
8. jawaban merupakan pernyataan yang
diperlukan saja
9. Pokok soal tdk memberi petunjuk kunci
10. jawaban, hanya ada satu jawaban yang
benar Pokok soal bebas dari pernyataan
yang bersifat negatif ganda Gambar,
grafik, tabel, diagram atau sejenisnya jelas
dan berfungsi
11 Panjang pilihan jawaban relatif sama
Pilihan jawaban tidak menggunakan
pernyataan “semua jawaban di atas
C. Bahasa
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Penelaah :
N0 Aspek yang ditelaah Butir Soal
1 2 3 4 5 6 7 dst
A. Materi/Isi
1. Soal sesuai dengan rumusan indikator
16
dalam kisi-kisi tes
2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang
diharapkan sudah sesuai
3. Materi yang ditanyakan sesuai dengan
kompetensi (urgensi, relevansi,
kontinuitas, keterpakaian sehari-hari
tinggi)
4. Isi materi yang ditanyakan sesuai
dengan jenjang/jenis sekolah atau
tingkat kelas
5. Aspek yang diukur sudah sesuai
dengan tuntutan dalam kisi-kisi tes
(misal: aspek ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi)
B. Konstruksi
6. Menggunakan kata tanya atau perintah yang
menuntut jawaban uraian
7. Ada petunjuk yang jelas tentang cara
mengerjakan soal
8. Ada pedoman penskoran
9. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang
sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca
C. Bahasa
Rumusan kalimat soal komunikatif
10.
11. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia
yang baku
17
perasaan peserta didik.
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Penelaah :
Butir Soal/Pernyataan
N0 Aspek yang ditelaah 1 2 3 4 5 6 7 dst
A. Materi/Isi
1. Pernyataan/soal sudah sesuai dgn
rumusan indikator dalam kisi-kisi
2. Aspek yang diukur pada setiap
pernyataan sudah sesuai dgn tuntutan
dlm kisi-kisi (misal untuk instrumen
sikap: aspek kognisi, afeksi, konasi &
pernyataan positif atau negatifnya)
B. Konstruksi
3. Pernyataan dirumuskan dengan singkat
(tidak lebih 20 kata) dan jelas
4. Pernyataan merupakan kalimat/kata
yang diperlukan saja
5. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang
bersifat negatif ganda
6. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang
mengacu pada masa lalu
7. Setiap pernyataan hanya berisi satu
gagasan secara lengkap
8. Tidak banyak menggunakan kata saya,
hanya, sekedar, semata-mata.
B. Bahasa
9. Rumusan pernyataan/pertanyaan
Komunikatif
10. Soal menggunakan bahasa Indonesia
yang baku
11 Tidak menggunakan kata/ungkapan
18
yang menimbulkan penafsiran ganda
atau salah pengertian
Komentar: (tulis butir soal/pernyataan yang akan dikomentari)4
19
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran
suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), maka
dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar
dan tidak pula terlalu mudah.
1. Menghitung tingkat kesukaran soal bentuk objektif
Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk objektif dapat digunakan dengan
dua cara, yaitu :
Cara Pertama, menggunakan rumus tingkat kesukaran (TK) :
(WL + WH)
TK = ———————— x 100 %
(nL + nH) 10
Keterangan:
WL = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawah
WH = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok atas
nL= jumlah kelompok bawah
nH = jumlah kelompok atas
Sebelum menggunakan rumus di atas, maka Anda harus menempuh terlebih dahulu
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi sampai dengan
skor terendah.
b. Mengambil 27 % lembar jawaban dari atas yang selanjutnya disebut kelompok
atas (higher group), dan 27 % lembar jawaban dari bawah yang selanjutnya
disebut kelompok bawah (lower group). Sisa sebanyak 46% disisihkan.
c. Membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap
peserta didik, baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah. Jika
jawaban peserta didik benar, diberi tanda + (plus), sebaliknya jika jawaban
peserta didik salah, diberi tanda - (minus).
Contoh:
KELOMPOK ATAS/KELOMPOK BAWA
Peserta Didik 1 2 3 4 5 6 Dst..
No. Soal
1
2
20
3
4
5
Dst..
No. Soal
1 + + + - + + - - - +
2 + + + + + + - - + +
3 + + + + - + - - + +
4 + + + + + + + + - +
5 + - + + + + - + - +
6 + + + + + + + - - +
7 + + + - + + + - - +
21
8 + + + + + + - - - +
9 - + + - - + - + + +
10 + + - + + + - - + +
Kelompok Bawah
Peserta Didik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No. Soal
1 + - + - - + + - - -
2 + - - - + + + - - -
3 + + - + - + - - - -
4 + - - - - + - + - +
5 + - + - + + - - - -
6 + - + - + + + + - +
7 + + - + _ + - - + -
8 - + + + + - - + - +
9 + + - + + - - + + -
10 - - + - + + - - + +
a. Untuk soal nomor 1 pada kelompok bawah yang salah 6 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 4 orang.
b. Untuk soal nomor 2 pada kelompok bawah yang salah 6 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 2 orang.
c. ntuk soal nomor 3 pada kelompok bawah yang salah 6 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 3 orang.
d. Untuk soal nomor 4 pada kelompok bawah yang salah 6 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 1 orang.
e. Untuk soal nomor 5 pada kelompok bawah yang salah 6 orang dan pada
kelompok atas yang salah 3 orang.
f. Untuk soal nomor 6 pada kelompok bawah yang salah 3 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 2 orang.
g. Untuk soal nomor 7 pada kelompok bawah yang salah 5 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 3 orang.
h. Untuk soal nomor 8 pada kelompok bawah yang salah 4 orang, dan pada
22
kelompok atas yang salah 4 orang.
i. Untuk soal nomor 9 pada kelompok bawah yang salah 5 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 4 orang.
j. Untuk soal nomor 10 pada kelompok bawah yang salah 5 orang, dan pada
kelompok atas yang salah 3 orang.
Berdasarkan data di atas dapat dibuat tabel seperti berikut:
Perhitungan WL + WH dan WL - WH
No. Soal WL WH WL + WH WL - WH
1 6 4 10 2
2 6 2 8 4
3 6 3 9 3
4 6 1 7 5
5 6 3 9 3
6 3 2 5 1
7 5 3 8 2
8 4 4 8 0
9 5 4 9 1
10 5 3 8 2
Jadi, tingkat kesukaran setiap soal adalah sebagai berikut :
1. Untuk soal nomor 1 : TK = 10 — 20 x 100% = 50%
2. Untuk soal nomor 2 : TK = 8 — 20 x 100% = 40%
3. Untuk soal nomor 3 : TK = 9 — 20 x 100% = 45%
4. Untuk soal nomor 4 : TK = 7 — 20 x 100% = 35%
5. Untuk soal nomor 5 : TK = 9 — 20 x 100% = 45%
6. Untuk soal nomor 6 : TK = 5 — 20 x 100% = 25%
7. Untuk soal nomor 7 : TK = 8 — 20 x 100% = 40%
8. Untuk soal nomor 8 : TK = 8 — 20 x 100% = 40%
9. Untuk soal nomor 9 : TK = 9 — 20 x 100% = 45%
10. Untuk soal nomor 10 : TK = 8 — 20 x 100% = 40%
Adapun kriteria penafsiran tingkat kesukaran soal adalah :
a. Jika jumlah persentase sampai dengan 27% termasuk mudah.
b. Jika jumlah persentase 28% - 72% termasuk sedang.
c. Jika jumlah persentase 73% ke atas termasuk sukar.
23
Klasifikasi Soal Berdasarkan Proporsi Tingkat Kesukarannya
Tingkat Kesukaran Soal Nomor Soal Jumlah
Mudah p 27 % 6 1 (10 %)
Sedang p 28 % - 72% 1,2,3,4,5,7,8,9,10 9 (90%)
Sukar p 73 % 0 0
10 (100 %)
Untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, sebaiknya proporsi antara tingkat
kesukaran soal tersebar secara normal. Perhitungan proporsi tersebut dapat diatur
sebagai berikut :
a. Soal sukar 25%, soal sedang 50%, soal mudah 25%, atau
b. Soal sukar 20%, soal sedang 60%, soal mudah 20%, atau
c. Soal sukar 15%, soal sedang 70%, soal mudah 15%.
Seharusnya, penyusunan suatu soal dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat
kesukaran soal, sehingga hasil yang dicapai peserta didik dapat menggambarkan
prestasi yang sesungguhnya.
C. Analisis Pengecoh
Pada soal bentuk pilihan-ganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan
24
pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta
didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang, pengecohnya akan
dipilih secara tidak merata.
Pengecoh dianggap baik bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama
atau mendekati jumlah ideal. Indeks pengecoh dihitung dengan
rumus: IP = P ——————— (N - B) / (n - 1) x 100%
Keterangan :
IP = indeks pengecoh
P = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N = jumlah peserta didik yang ikut tes
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal
n = jumlah alternatif jawaban (opsi)
1 = bilangan tetap
D. Analisis Homoginitas
Soal Homogin tidaknya butir soal diketahui dengan menghitung koefisien
korelasi antara skor tiap butir soal dengan skor total. Perhitungan dilakukan sebanyak
butir soal dalam tes bersangkutan. Jika jumlah soal ada 100, maka perhitungan
koefisien korelasi sebanyak 100 kali. Skor setiap butir soal adalah 1 atau 0, sedang
skor total tiap peserta didik akan bervariasi. Salah satu teknik korelasi yang dapat
digunakan adalah korelasi product-moment atau korelasi point biserial. Butir soal
dikatakan homogin, apabila koefisien korelasinya sama atau di atas batas signifikansi
(harga kritik korelasi). Sebaliknya, butir soal dikatakan tidak homogin, jika koefisien
korelasinya negatif atau lebih kecil dari batas signifikansi. Butir soal yang tidak
homogin kemungkinan besar mengukur aspek lain di luar materi/ bahan yang
diajarkan, karena tidak sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Butir soal
yang demikian sebaiknya direvisi atau dibuang.
25
b. Menentukan jumlah sampel (n), baik untuk kelompok atas maupun kelompok
bawah, yaitu 27 % x N
c. Membuat tabel pengujian efektifitas opsi.
d. Menghitung jumlah alternatif jawaban yang dipilih peserta didik, baik untuk
kelompok atas maupun kelompok bawah.
e. Menentukan efektifitas fungsi opsi
26
dengan mudah.5
Pedoman penilaian atau peskoran:
Setiap jawaban yang benar diberikan 1 skor. Skor maksimal yang dapat diperoleh
adalah 10. Jika jawaban yang salah atau kosong, skor yang diberikan adalah 0. Dengan
adanya kunci jawaban dan pedoman penilaian atau peskoran yang jelas dan obyektif, guru
dapat melakukan penilaian secara konsisten dan memberikan umpan balik yang jelas
kepada siswa tentang kemampuan mereka dalam menguasai kompetensi yang diukur .
Membuat kunci jawaban dan pedoman penilaian atau peskoran sangat penting dalam
menguji kemampuan siswa dan mengevaluasi hasil belajar mereka. Berikut adalah cara
membuat kunci jawaban dan pedoman penilaian beserta contohnya:6
1) Buat kunci jawaban:
• Langkah pertama adalah menguji soal-soal dengan benar untuk memastikan
bahwa jawaban yang diberikan benar dan konsisten dengan materi yang diajarkan.
• Setelah itu, tulis jawaban yang benar di sebelah nomor soal, sehingga menjadi
sebuah kunci jawaban.
• Pastikan bahwa kunci jawaban tersebut jelas dan mudah dipahami, dan urutannya
sama dengan urutan soal pada tes.
Contoh kunci jawaban:
1. C
2. A
3. D
4. B
5. B
6. A
7. C
8. D
9. B
10. A
5
Dedi Rosyidi, Teknik Dan Instrumen Asesmen Ranah Kognitif, Tasyri` : Jurnal Tarbiyah-Syari`ah-Islamiyah,
vol 27. 1 (2020), hal. 10–11 <https://doi.org/10.52166/tasyri.v27i1.79>.
6
Hellin Putri, dkk, ‘Instrumen Penilaian Hasil Pembelajaran Kognitif Pada Tes Uraian Dan Tes Objektif’,
Jurnal Papeda, vol 4 (2), (2022), hal 144–147.
27
jika ada pertanyaan yang memerlukan jawaban singkat, tentukan batasan karakter
atau kata yang diharapkan untuk setiap jawaban.
• Atur skala penilaian untuk setiap jawaban. Misalnya, jika ada pertanyaan yang
memerlukan jawaban yang lebih terperinci, Anda dapat menetapkan skala 0-5
untuk menilai jawaban yang lengkap dan tepat.
• Jangan lupa untuk menentukan bobot nilai untuk setiap nomor soal, sehingga
dapat memberikan nilai yang adil dan seimbang bagi setiap siswa.
Contoh pedoman peskoran:
Berikut ini adalah contoh pedoman peskoran penilaian:
Skala penilaian:
1 = Sangat buruk
2 = Buruk
3 = Cukup
4 = Baik
5 = Sangat baik
Kriteria penilaian:
1. Kualitas hasil kerja (40%)
• Kinerja yang sangat buruk atau kurang memuaskan dalam tugas yang
diberikan: 1-2
• Kinerja yang cukup memenuhi harapan dalam tugas yang diberikan: 3
• Kinerja yang baik dalam tugas yang diberikan: 4
• Kinerja yang sangat baik dan melebihi harapan dalam tugas yang diberikan: 5
2. Kepatuhan terhadap aturan dan prosedur (20%)
• Tidak mengikuti aturan dan prosedur yang telah ditetapkan: 1-2
• Kadang-kadang tidak mengikuti aturan dan prosedur yang telah ditetapkan: 3
• Selalu mengikuti aturan dan prosedur yang telah ditetapkan: 4-5
3. Kreativitas dan inovasi (20%)
• Tidak ada upaya untuk menghasilkan ide baru atau mengembangkan cara kerja
yang lebih baik: 1-2
• Terkadang menghasilkan ide baru atau mengembangkan cara kerja yang lebih
baik: 3
• Sering menghasilkan ide baru atau mengembangkan cara kerja yang lebih
baik: 4
• Selalu menghasilkan ide baru atau mengembangkan cara kerja yang lebih
28
baik: 5
4. Kerjasama tim (20%)
• Tidak mendukung kerjasama tim atau seringkali menimbulkan konflik: 1-2
• Kadang-kadang mendukung kerjasama tim atau terkadang menimbulkan
konflik: 3
• Selalu mendukung kerjasama tim dan meminimalisir konflik: 4-5
Total Skor:
1-2 : Sangat Buruk
3-4 : Buruk
5-6 : Cukup
7-8 : Baik
9-10 : Sangat Baik
Dalam penilaian, pastikan bahwa skala penilaian dan kriteria penilaian telah
disepakati sebelumnya oleh semua pihak yang terlibat, dan diterapkan secara konsisten untuk
semua individu atau kelompok yang dinilai.
29
terdorong atau termotivasi untuk terus belajar dan merasa kegiatan tersebut
menyenangkan dan menjadi kebutuhannya.
b. Membantu siswa dalam merasakan kepuasan setelah dia berperan sesuai dengan yang
diharapkan (reinforcement)
c. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa sehingga
memungkinkan dilakukan pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan
siswa sesuai dengan kemajuan dan kesulitannya.
d. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di
kelas.
e. Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Penilaian perlu disusun dan dirancang untuk mengukur
apakah siswa telah menguasai kemampuan sesuai dengan target yang telah ditetapkan
dalam kurikulum.
f. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektifitas
pendidikan sehingga meningkatkan partisipasinya.
g. Menyediakan informasi bagi pertimbangan administratif.
30
Sementara itu, menurut Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian dijelaskan bahwa ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi siswa secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk
memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan
belajar siswa. Dari definisi ini dapat ditarik beberapa pengertian, antara lain: (1) ulangan
adalah ujian atau tes yang waktunya ditentukan, misal ulangan harian, ulangan tengah
semester, dan ulangan akhir semester, (2) materi yang diujikan dalam ulangan harus materi
yang sudah pernah diberikan, atau pernah didiskusikan, atau pernah ditugaskan, (3) hasil
ulangan dapat dimanfaatkan untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran,
dan menentukan keberhasilan belajar siswa.
Secara rinci, penjelasan manfaat ulangan adalah sebagai berikut :
a) Untuk Pemantauan kemajuan hasil belajar Dengan melakukan ulangan berarti guru
telah melakukan pemantauan kemajuan hasil belajar siswanya, apakah materi yang
sudah dibahas, atau didiskusikan sudah dikuasai siswa atau belum. Dalam kegiatan ini
yang menjadi perhatian guru adalah peningkatan kemampuan siswa, jangan sampai
proses pembelajaran yang menghabiskan waktu dan biaya tidak sedikit itu tidak
menghasilkan apa-apa, tidak menghasilkan peningkatan kemampuan siswa. Atau
dengan kata lain, pelaksanaan program pembelajran tidak efisien. Di sini yang perlu
ditegaskan adalah ulangan itu harus dilakukan secara terus menerus, bahkan
sepanjang pembelajaran itu berlangsung. Hal ini selaras dengan prinsip-prinsip
penilaian, utamanya prinsip terpadu yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 20
Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian. Di Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 itu
dituliskan bahwa prinsip terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah
satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Ini berarti bahwa
kegiatan siswa dalam pembelajaran harus dinilai, baik melalui ulangan (tes tertulis,
teslisan) ataupun melalui pengamatan secara langsung pada kegiatan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Dengan cara demikian maka kemajuan hasil belajar
siswa dapat dipantau dengan baik.
b) Untuk Perbaikan Pembelajaran Dengan ulangan dapat diketahui butir-butir
kompetensi yang sudah dikuasai ataupun yang belum dikuasai oleh siswa. Dalam hal
ini, ulangan merupakan tindakan refleksi pada pembelajaran yang oleh Marzano, et.al
(2011) disebut dengan reflecting on teaching. Dalam reflecting on teaching ini, guru
juga memperhatikan semua hal di sekitarnya, komponen apa yang tidak bermanfaat
untuk peningkatan kemampuan siswa. Lebih jauh Marzano menjelaskan bahwa
31
berdasarkan refleksi pada pembelajaran inilah dilakukan perencanaan dan persiapan
(planning and preparing). Berdasarkan perencanaan dan persiapan inilah akhirnya
guru melaksanakan pembelajaran, yang oleh Marzano disebut dengan classroom
strategies and behaviors. Pelaksanaan pembelajaran inilah komponen yang sangat
menentukan pencapaian belajar siswa. Bahkan oleh Mazano dijelaskan bahwa
semakin banyak guru melakukan sesuatu maka semakin tinggi prestasi belajar siswa.
Hal yang harus diingat adalah, selain strategi pembelajaran maka substansi atau
materi yang disampaikan juga sangat penting dikuasai oleh guru.
Hal ini selaras dengan pendapat Reeves (2010) yang mengatakan bahwa strategi
pembelajaran termasuk cara penilaian dan penguasaan substansi adalah dua komponen
penting dalam proses pembelajaran. Lebih jauh Reeves (2010) menjelaskan bahwa untuk
lebih memperbaiki pembelajaran melalui penilaian dapat dilakukan melalui:
(1) guru mengeidentifikasi komponen-komponen penting dalam silabus,
(2) guru mengembangkan sistem pinilaian kinerja (termasuk soal uraian) yang dilengkapi
dengan rubrik,
(3) guru melakukan ulangan dengan soal uraian,
(4) guru melakukan koreksi hasil ulangan dengan menggunakan rubrik yang telah
disiapkan, dan
(5) guru mencermati hasil ulangan yang telah dikoreksi, butir-butir kompesi mana yang
belum dikuasai siswa.
Selanjutnya, kompetensi yang belum dikuasai siswa inilah yang digunakan sebagai
bahan dalam melakukan remedi. Dengan demikian siswa dapat terpenuhi kekurangannya
untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan. Memang, perbaikan atau pemenuhan
kompetensi dari seseorang itu akan lebih efektif manakala dilakukan dan atas prakarsa
orang itu sendiri. Oleh karena itu, tugas guru adalah menimbulkan kemauan siswa untuk
melakukan kegiatankegiatan positif untuk memenuhi kurangannya. Ini berrarti bahwa
guru sebaiknya selalu melibatkan siswa dalam melakukan penilaian.
Menurut Stiggins dan Chappuis (2012) ada lima kunci sukses dalam melakukan
penilaian yang melibatkan siswa, yaitu:
a. setelah diberi tahu jawaban yang benar terhadap tugas yang diberikan, siswa
diminta untuk mengoreksi dan membetulkan pekerjaannya sendiri
b. di awal pertemuan, guru selalu mengingatkan tentang pentingnya kualitas
suatu karya
c. guru memberikan contoh dalam memberikan skor hasil karya siswa dengan
32
akurat, oleh karenanya guru menggunakan rubrik dalam melakukan penskoran
terhadap karya siswa (misal hasil ulangan yang soalnya uraian)
d. siswa juga dilatih agar mampu memberikan skor hasil ulangannya sendiri
dengan akurat, oleh karenanya mereka juga harus dilatih menggunakan rubrik
penskoran sewaktu memberikan skor terhadap karya-karyanya sendiri
termasuk hasil ulangannya
e. guru harus betul-betul memperhatikan pencapaian belajar siswa dan
mengkomunikasikannya kepada mereka.
Dengan menerapkan kelima kunci sukses di atas, besar kemungkinannya penilaian
tidak hanya sekedar untuk mengetahui kemajuan dan pencapaian belajar siswa, tetapi juga
mampu mendorong siswa untuk jujur, bertanggung jawab, bercita rasa tinggi, sangat faham
terhadap kompetensi yang sedang dipelajari, trampil menilai karyanya sendiri, menghargai
karya orang lain, serta mengetahui kemajuan dan hasil belajar mereka. Namun, harus
difahami bahwa lima kunci sukses ini tidak merupakan kunci sapu jagad yang dapat
digunakan untuk semua kondisi siswa. Hal ini dapat difahami karena menurut Reeves (2009),
seseorang dapat berhasil melakukan perubahan bila selain memiliki motivasi internal tinggi,
orang itu juga mendapat dukungan dari teman dan keluarga. Dengan menyimak uraian di
atas, dapat dikatakan bahwa hasil ulangan bisa digunakan sebagai bahan perbaikan
pembelajaran. Paling tidak, ada dua hal yang dapat diperbaiki, yakni: (1) substansi atau
materi pembelajaran, dan (2) strategi pembelajaran. Dengan ulangan, dapat diketahui materi
atau kompetensi yang belum dikuasai siswa. Dari sini guru memperoleh gambaran, materi
mana yang harus ditambahkan atau mendapat perhatian lebih dan materi mana yang sudah
cukup memadai. Selain itu, dengan ulangan juga dapat diketahui butir-butir soal pada tingkat
kognitif apa yang sebagian besar siswa tidak mampu menjawab dengan benar. Dari sini, guru
mendapat gambaran bahwa strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat kognitif
soal yang diberikan ke siswa. Misal, bila soalnya sebagian besar pada tingkatan HOT maka
pembelajarannya juga harus mampu mendorong siswa untuk membiasakan berpenalaran
tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat DiRanna, et al. (2008) yang mengatakan bahwa ada
mata rantai yang tidak dapat dipisahkan antara tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan
penilaian hasil pembelajaran. Bila tujuan pembelajaran juga untuk menghasilkan lulusan
yang kreatif, maka pembelajarannya harus kreatif, dan penilaiannya juga menggunakan soal-
soal yang memiliki HOT. Tugas guru profesional memang tidak mudah, selain menjadi
motivator, edukator, guru ada kalanya juga harus bertindak sebagai asesor dan evaluator.
33
Tidak mudah untuk menjadi evluator karena ada rambu-rambu yang harus dipenuhi.
Evaluator hendaknya: (1) melakukan evaluasi secara sistematis, (2) memiliki
kompetensi memadai, (3) memiliki integritas/kejujuran tinggi, (4) respek terhadap keamanan
dan kenyamanan responden, partisipan program, dan pada siapapun yang interaksi
dengannya, (5) bertanggung jawab atas keamanan dan kenyamanan: cermat dan
memperhitungkan diversifikasi interes dan value yang terkait dengan keamanan dan
kenyamanan umum. Dengan memperhatikan dan melaksanakan pedoman evaluator ini maka
evaluasi akan berjalan lancar, hasil yang didapatkan akurat dan dapat dipertanggung
jawabkan. Rambu-rambu evaluator di atas penting artinya bagi calon evaluator karena bila
tidak dipatuhi maka hasil evaluasi itu tidak ada manfaatnya. Maksudnya, tidak akan ada
nilainya hasil evaluasi atau penilaian yang dilakukan oleh guru/dosen yang tidak memahami
bagaimana cara menilai yang baik, atau dilakukan secara serampangan, tidak sistematis. Ini
berarti bahwa, guru/dosen yang akan melakukan penilaian harus mengetahui caranya dan
berjanji akan melakukan dengan sebaik-baiknya.7
7
Kartowagiran, Badrun. 2012. Pemanfaatan Hasil Penilaian. Yoygakarta : fakultas Teknik UNY
8
Putri. H. dkk. Instrumen Penilain Hasil Pembelajaran Kognitif pada Tes Uraian dan Tes Objektif, (Jambi.
2022), hal 144
34
bervariasi dari dua sampai lima pilihan bahkan mungkin lebih. Apabila perlu, soal
dapat memuat stimulus atau dasar pertanyaan.9
Sifat dan kegunaan tes objektif adalah:
9
vinta. A. Teknik Pengembangan soal Objektif. Hal 2
35
2. Lebih mudah dan cepat cara memeriksannya karena dapat menggunakan
kunci jawaban, bahkan dapat menggunakan alat-alat kemajuan teknologi
misalnya mesin scanner
3. Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain, Dalam pemeriksaannya
maupun penskoran
4. tidak ada unsur subjektif yang memengaruhi, baik dari segi guru maupun
siswa.
b. Kelemahan Tes Objektif
1. Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes karena butir soal tesnya
banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan lain
2. Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan
kembali saja
3. sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis
maupun kreativitas
4. Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan dalam
jawaban soal tes
5. Kerjasama antara siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
Jenis tes objektif dibagi menjadi 4 bagian yaitu Tes pilihan ganda, Tes benar
salah, Tes jawaban singkat atau isian singkat, dan Tes menjodohkan
10
Rosyidi, Ternik dan Instrumen Asesmen Ranah Kognitif. 2020. Hal 1-13
36
jawaban atau pernyataan itu dianggap benar dan melingkari ataupun memberi
tanda silang pada huruf “S” jika jawaban atau pernyataan itu salah.11
Contoh:
B-S : Yaumul hisab artinya hari perhitungan.
B-S : Terbitnya matahari sebelah barat merupakan ciri besar hari kiamat
Ya-Tidak : Kematian manusia termasuk kiamat kubra.
Ya-Tidak : Rahasia hari kiamat dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Ikhlas
3. Tes jawaban singkat
adalah bentuk tes yang berupa kalimat pertanyaan yang harus dijawab
dengan jawaban singkat atau kalimat perintah yang harus dikerjakan atau
berupa kalimat pernyataan yang belum selesai sehingga peserta didik harus
mengisikan kata untuk melengkapi kalimat tersebut. Bentuk tes ini tepat
digunakan untuk mengetahui tingkat ingatan/hafalan dan pemahaman peserta
didik. Tes ini juga dapat memuat jumlah materi yang banyak, namun tingkat
berpikir yang diukur cenderung rendah.
4. Tes bentuk menjodohkan atau memasangkan
adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu seri pertanyaan dan satu seri
jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum
dalam seri jawaban. Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah
pilihan-ganda terdiri atas stem dan option, kemudian peserta didik tinggal
memilih salah satuoption yang dianggap paling tepat. Sedangkan bentuk
menjodohkan terdiriatas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkanpada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri
menunjukkankumpulan persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukkan
kumpulanjawaban. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak dari jumlah
persoalan. Bentuk soal menjodohkan sangat baik untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam mengidentiikasi informasi berdasarkan hubungan
yangsederhana dan kemampuan menghubungkan antara dua hal.12
b. Tes Subjektif
11
Zaenal, Evaluasi Pembelajaran . rodakarya. 2016
12
Putri. H. dkk. Instrumen Penilain Hasil Pembelajaran Kognitif pada Tes Uraian dan Tes Objektif.jambi.
2022. Hal 145 -146
37
Tes bentuk uraian merupakan alat evaluasi hasil belajar yang paling tua. Tes uraian
disebut pula dengan tes esai (essay test) atau tes subjektif. Secara umum tes uraian ini
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. tes uraian adalah tes yang berupa pertanyaan atau perintah yang jawabannya menuntut
test mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan.
2. jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar empat sampai dengan sepuluh
butir.
3. pada umumnya, butir-butir soal tes diawali denga kata-kata: jelaskan, terngkan,
uraikan, mengapa, bagaimana, dan kata-kata laian yang menuntut peserta didik
memberikan uraian jawaban secara lebih luas. Pada perguruan tinggi, biasanya para
dosen menggunakan bentuk uraian tes ini pada saat ujian tengah semester (UTS) atau
ujian akhir semester (UAS).
4. tes uraian digunakan jika guru ingin mengukur kemampuan menulis. Dalam contoh
ini, guru biasanya mengukur kemampuan peserta didik untuk menulis beberapa
kalimat sehingga terbentuk sebuah cerita.
Kemampuan yang diukur adalah kemampuan mengekpresikan gagasan dalam sebuah
cerita yang meruntut dan komunikatif. Kelebihan-kelebihan tes uraian atau subjektif yaitu
1. bentuk tes ini sangat cocok untuk mengukur atau menilai hasil dari suatu proses
belajar yang kompleks, yang sukar diukur dengan menggunakan tes objektif
2. Penggunaan tes uraian memberikan kesempatan kepada anak- anak untuk menyusun
jawaban sesuai dengan jalan pikirannya sendiri. Hal ini sangat penting melatih murid
agar jalan pikirannya bisa teratur. Kecakapan untuk mengemukakan jalan pikiran
yang teratur sangat penting dalam kehidupan masyarakat.13
Disamping dari segi kelebihankelebihan bentuk tes uraian mempunyai beberapa segi
kelemahan yaitu;
13
Ismail Ilyas Muhammad, 2020.
38
1. tes uraian terbatas atau uraian terstruktur; adalah tes uraian yang sifat jawabannya
dibatasi (sudah terarah) baik ditinjau dari segi materi maupun jawabannya. Penskoran
pada tes uraian terbatas cenderung lebih konsisten dan objektif. Untuk menjawab soal
bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai
batas-batasnya. Contoh: 1) Jelaskan bagaimana masuknya Islam di Indonesia dilihat
dari segiekonomi dan politik. 2) Sebutkan lima rukum Islam!
2. Tes uraian bebas, yaitu bentuk tes uraian yang menghendaki jawaban yang terurai
(jawaban panjang). Tes uraian bebas ini bebas melalui tulisan atau karangan. Jadi
peserta didik memiliki kebebasan mengemukakan jawaban melalui tuliasan. Benar
tidaknya tulisan peserta didik hanya dapat diskor oleh guru yang benar-benar
berpegalaman. Contoh: 1) Jelaskan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia!. 2)
Bagaimana peranan pendidikan Islam dalam memecahkan masalah- masalah pokok
pendidikan di Indonesia.
39
b) Behaviour (tingkah laku) yaitu hasil belajar yang ingin dicapai;
c) Condition (kondisi) mencakup alat/bahan atau yang lainnya yang sengaja disediakan
agar tingkah laku yang diinginkan terjadi. Dengan demikian kondisi yang dimaksud
pada rumusan tujuan ini adalah kondisi saat evaluasi, bukan kondisi saat
pembelajaran; dan
d) Degree atau standar keberhasilan, yaitu kriteria yang ditentukan sebagai dasar untuk
memutuskan apakah tujuan tersebut telah tercapai atau belum. Kriteria dapat berupa
waktu (misalanya: dapat membuat rangkaian seri dalam waktu 10 menit).
4. Pengembangan Kisi-Kisi
Kisi-kisi soal disebut juga dengan tabel spesifikasi soal atau cetak biru (blue print)
soal. Tabel spesifikasi merupakan tabel yang memuat tentang rincian materi yang akan
diujikan, kompetensi yang ingin dicapai. Dengan adanya tabel spesifikasi soal
diharapkan tes yang dikembangkan tidak menyimpang dari kompetensi dan substansi
yang ingin diukur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tabel spesifikasi merupakan
pedoman bagi pembuat tes, sehingga butir-butir tes yang dikembangkan dapat memiliki
proporsi yang tepat., sehingga pada waktunya dapat menentukan keberhasilan seseorang
secara tepat pula.
40
Mengurakan materi atau isi (delination of content) pelajaran yang
akan diujikan berpedoman pada prinsip “memasukkan sesuatu yang masuk
dan mengeluarkan sesuatu yang harusnya keluar”. Maksudnya, bahwa
penguraian isi tes bukan saja berarti mengusahakan agar tes yang akan ditulis
itu tidak keluar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan
kawasan ukur akan tetapi berarti pula mengusahakan agar jangan sampai ada
bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang dalam tes.
3. menyusun kisi-kisi tes.
Kisi-kisi tes atau blue print (Cetak biru) adalah deskripsi mengenai ruang
lingkup materi dan aspek kompetensi yang akan diujikan yang umumnya
dituangkan dalam sebuah matriks. Ada dua bentuk kisi-kisi yang perlu dibuat
oleh penyusun tes, yaitu
a) kisi-kisi untuk menentukan proporsial materi dan kompetensi yang diujikan
dan
b) kisi-kisi untuk menentukan bentuk soal yang sesuai dengan muatan materi.
Dan langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menetukan proporsi materi
dan kompetensi adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan
memberikan imbangan bobot untuk masing-masing bahasan,
b. Mengidentifikasi tindakan ranah kognitif yang termuat dalam rumusan
indikator dan memberikan imbangan bobot masing-masing tingkatan ranah.
Dan pencapaian tingkatan ranah kognitif hendaknya disesuaikan dengan jenjang
pendidikan.
Contoh untuk mata pelajaran biologi di SMP:
Ranah Kognitif Bobot
Pengetahuan (20%)
Pemahaman (30%)
Aplikasi (30%)
Analisa (20%)
Sintesis (0%)
Evaluasi (0%)
c. Memasukkan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke
dalem table spesifikasi.
41
d. Memerinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang
akan dicapai
4. Pemilihan bentuk tes.
Pemilihan bentuk tes yang tepat didasarkan pada beberapa faktor seperti tujuan
tes, jumlah peserta tes, waktu ang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes,
cakupan materi tes dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes
objektif pilihan ganda, menjodohkan isian dan bentuk benar salah tepat
digunakan bila jumlah peserta tess banyak,waktukoreksi singkat dan cakupan
materi yang diujikan banyak
5. Menentukan panjang tes.
Panjang tes yang dimaksud adalah jumlah soal yang ini ditentukan oleh
waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memerhatikan bahan yang
diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Ada tiga hal utama yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu:
a. Bobot Masing-Masing Bagian Yang Telah Ditentukan Dalam Kisi-Kisi.
b. Keandalan Yang Diinginkan
c. Waktu yang tersedia.
Bobot skor tiap soal bisa ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu
berdasar tingkat kompleksitas atau kesulitannya yang kompleks atau sulit
diberi bobot lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih mudah.
6. menulis soal.
Untuk menuliskan soal-soal tes yang baik, maka kita harus berpedoman
kepada saran-saran penyusunan soal untuk tiap-tiap tipe tes. Banyak tes yang
ditulis hendaknya lebih banyak dari pada soal yang diperlukan, sehingga
nantinya bisa dipilih soal-soal mana yang lebih baik.
42
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban
instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu
jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya
diproses menjadi nilai-nilai (grade). Skor adalah hasil pekerjaan menyekor
(memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dari setiap butir soal yang
telah di jawab dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban yang
benar.
Dalam menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu
yaitu :14
1. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban
2. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci
skoring
3. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian
Pedoman pemberaian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera
setelah perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
14
arikunto, sushasimi. Dasar dasar evaluasi Pendidikan. Jakarta. 2011. Hal 56
43
yang diperoleh peserta didik adalah bayaknya butir yang
dijawab benar. Cara ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
S = ƩR
b. Penskoran dengan menerapkan denda terhadap jawaban tebakan dapat
dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
S = ƩR – (ƩW : ( O – I)
S : Skor yang sedang di cari
ƩR : Right (jumlah jawaban betul)
ƩW : Wrong (jumlah jawaban salah)
O : Banyaknya opsi (pilihan) yang dipasang pada soal
I : Bilangan Konstan (tetap)
Contoh: Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir. Jumlah
pilihan (option) jawaban sebayak 4 pilihan, jumlah jawaban yang benar
20, jumlah jawaban salah 12, dan tidak dijawab 8, maka skor yang di
peroleh: S = 20 – (12: (4 – 1) = = 20 – 4= 16 2)
2) Tes Bentuk Jawaban Singkat dan Menjodohkan Pemberian skor untuk kedua
bentuk tes ini, umumnya tidak memperhitungkan sanksi berupa
denda.Umumnya jawaban benar diberi skor satu (1) da jawaban salah diberi
skor nol (0).
S = ƩR 3)
3) Tes Bentuk Uraian Pada tes bentuk uraian, pemberian skor umumnya
mendasarkan diri pada bobot yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar
tingkat kesukarannya, atau atas dasar bayak sedikitnya unsur yang harus
terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik atau paling benar.15
15
Rosyidi. Dedi. Teknik dan Instrumen Asesmen Ranah Kognitif.yogyakarta.2020.vol 7 hal 12 – 13
44
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
45
kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula
bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan, menginterpretasikan,
menerapkan dan mengintegrasikan Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada
penggalian, penemuan, dan penciptaan Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan
peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam
situasi atau konteks baru. Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen
autentik, adalah sebagai berikut ;tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu
jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua
jawaban benar.
3.2 Saran
Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah ini dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Sidin & Khaeruddin. 2012. Evaluasi pembelajaran. Makassar :Badan penerbit UNM.
Dani. Mulia. Pengembangan Authentic Assessment Kurikulum 2013 Pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Jurnal keislaman dan ilmu pendidikan. Yogyakarta. Hal 17
Kartowagiran, Badrun. 2012. Pemanfaatan Hasil Penilaian. Yoygakarta : fakultas Teknik
UNY
Putri, Hellin, dkk. 2022. ‘Instrumen Penilaian Hasil Pembelajaran Kognitif Pada Tes Uraian
Dan Tes Objektif’. Jurnal Papeda. Vol 4 (2), hal 139–148.
Rosyidi, Dedi. 2020. ‘Teknik Dan Instrumen Asesmen Ranah Kognitif’. Tasyri` : Jurnal
Tarbiyah-Syari`ah-Islamiyah. Vol 27 (1), hal 1–13.
<https://doi.org/10.52166/tasyri.v27i1.79>
Saputra. I Putu agus adi, dkk. 2021. Pengembangan instrument penilaian kompetensi
pengetahuan IPA siswa Sekolah Dasar. Jurnal for lesson and learning studies. 4 (1)
13-19
Setiawati, Wiwik, dkk. 2018. Buku penilaian berorientasi Higher order thinking skills
(HOTS). Jakarta : Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Vinta. A. Teknik Pengembangan soal Objektif. Hal 2
Zaenal. 2016. Evaluasi Pembelajaran. Rodakarya.
47