Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
151 tayangan66 halaman

Laporan Ditk

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan
bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di
bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan
unsur hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah terbentuk dari
beberapa faktor seperti batuan, iklim, jasad hidup, topografi dan waktu.
Adanya berbagai perbedaan dari faktor-faktor tersebut, maka proses
pelapukan dan pembentukan tanah berbeda-beda. Hal ini menyebabkan
adanya perbedaan jenis tanah antara satu daerah dengan daerah lainnya
(Notohadiprawiro, 1998). tanah juga berfungsi sebagai tempat tumbuhnya
tanaman, karena tanaman membutuhkan nutrisi yang terdapat dalam tanah.
Proses pembentukan tanah melibatkan banyak faktor, seperti
pengaruh iklim, topografi, jenis batuan, organisme, dan waktu. Ada empat
proses utama yang terjadi dalam pembentukan tanah, yaitu penambahan
(addition), kehilangan (loss), translokasi, dan transformasi.Proses
penambahan terjadi ketika bahan-bahan organik atau mineral ditambahkan
ke dalam tanah. Contohnya, daun-daun yang gugur akan terdekomposisi
dan menjadi bagian dari tanah. Proses kehilangan terjadi ketika bahan-
bahan dalam tanah hilang. Ini dapat terjadi melalui erosi, degradasi, atau
proses lainnya seperti penguapan atau perkolasi air tanah.Proses
translokasi terjadi ketika bahan-bahan yang ada dalam tanah bergerak dari
satu tempat ke tempat lainnya dalam tanah. Hal ini terjadi melalui proses
pencucian bahan-bahan terlarut dalam tanah dan diangkut ke dalam
kedalaman tanah atau ke permukaan melalui proses kapilaritas. Proses
transformasi terjadi ketika bahan-bahan dalam tanah mengalami perubahan
kimia atau fisika. Contohnya, ketika bahan organik terdekomposisi,
menjadi senyawa yang lebih sederhana dan kemudian dikonversi menjadi
mineral yang dapat diserap oleh tanaman.
Tanah terbentuk dari beberapa faktor seperti batuan, iklim, jasad
hidup, topografi dan waktu. Faktor-faktor tersebut memengaruhi proses
pelapukan dan pembentukan tanah yang berbeda-beda di setiap daerah.
Bahan induk tanah dapat berasal dari batuan atau biomassa. Batuan
tersebut dapat menghasilkan tanah mineral, sedangkan biomassa mati
dapat menghasilkan tanah organic, Komposisi bahan induk mempengaruhi
pembentukan tanah karena menentukan komposisi tanah. Misalnya batuan
yang mengandung besi biasanya menghasilkan tanah yang kaya akan besi
yang memiliki pH lebih tinggi dan warna lebih gelap. Biasanya bahan
induk dikumpulkan melalui angin, air, dan gunung berapi, sehingga terjadi
perbedaan komposisi awal batuan.. Iklim, seperti curah hujan dan suhu
akan memengaruhi kecepatan proses pelapukan batuan fisik dan kimia.
Curah hujan yang tinggi akan mempercepat proses pelapukan dan
pembentukan tanah. Organisme hidup seperti tumbuhan dan hewan dapat
mempengaruhi pembentukan tanah melalui aktivitasnya seperti penguraian
bahan organik dan penggemburan tanah. Relief atau bentuk permukaan
bumi memengaruhi kecepatan erosi dan sedimentasi yang pada akhirnya
mempengaruhi pembentukan tanah dan Pada wilayah dengan kemiringan
lereng tinggi, maka tanah yang terbentuk akan tipis. Selain itu, jenis
batuan dasar juga mempengaruhi ketebalan tanah yang terbentuk. Batuan
dasar yang lunak akan membentuk tanah yang lebih tebal dibandingkan
dengan batuan dasar yang keras. Jenis tanah juga mempengaruhi ketebalan
tanah yang terbentuk. Tanah liat dan lempung cenderung membentuk
lapisan tanah yang lebih tebal dibandingkan dengan pasir dan kerikil.
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya suatu jenis tanah sangat
bervariasi tergantung pada faktor-faktor lainnya seperti iklim dan bahan
induk (Handayanto dkk., 2017).
Tanah terdiri dari beberapa komponen seperti mineral, air, udara,
kehidupan jasad renik dan bahan organic. Mineral pada tanah berfungsi
sebagai penentu tingkat kesuburan dari susunan tanah. Tanah yang subur
tentu akan meningkatkan sumber daya ekonomi suatu wilayah, Secara
umum, mineral-mineral ini dapat menyusun 45 persen dari total massa
tanah. Sementara itu, sisanya terdiri dari bahan organik, air, dan udara.
Komponen terbesar kedua sebagai penyusun tanah yaitu air sebesar 20-30
persen. Komponen penyusun tanah selanjutnya yaitu udara. Udara pada
tanah berfungsi sebagai pengatur suhu dan kelembaban tanah,
komposisinya 20-30 persen. Kehidupan jasad renik pada tanah berfungsi
sebagai pengurai bahan organik dan membantu dalam pembentukan
struktur tanah. Bahan organik pada tanah berasal dari sisa tumbuhan dan
binatang beserta kotorannya, komposisinya 5 persen. Ukuran dari masing-
masing komponen penyusun tanah dapat bervariasi tergantung pada jenis
dan kondisi tanahnya (Sarawati & Sumarno, 2018).
Sifat fisik adalah karakteristik fisik dan mekanik tanah mineral.
Dapat dibedakan yaitu tekstur tanah, struktur tanah dan pororitas. Tekstur
tanah mineral dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pasir, debu dan liat.
Sifat kimia tanah mineral yaitu komposisi tanah dan interaksi kimia antara
tanah, air, dan nutrisi yang mempengaruhi kesuburan tanah dan
pertumbuhan tanaman. pH tanah dan kandungan hara. pH Tanah mineral
berkaitan dengan tingkat keasaman atau kebasaan pada tanah. Tanaman
membutuhkan pH yang tepat agar dapat tumbuh dengan baik. Kandungan
hara pada tanah mineral sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Kurnia dkk., 2006).
Sifat-sifat tanah dapat diketahui melalui pengujian di lapangan
seperti analisis pH tanah dengan alat pH meter dan laboratorium
contohnya analisis tekstur tanah dengan alat Hydrometer atau pipet.
Pengujian dilapangan dapat dilakukan dengan analsis deskripsi profil
tanah. Pengujian di laboratorium contohnya yaitu analisis konsistensi
tanah dan kerapatan butiran tanah.
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan
nutrisi untuk tanaman agar mendukung pertumbuhan tanaman yang baik.
Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam
(kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur
remah, memiliki nilai pH 6-6,5, dan mempunyai aktivitas jasad renik yang
tinggi (maksimum). Kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman
adalah cukup dan tidak terdapat pembatas-pembatas tanah untuk
pertumbuhan tanaman (Roidah, 2013).
Praktikum dasar ilmu tanah dan kesuburan sangat penting
dilakukan karena melalui praktikum tersebut mahasiswa dapat memahami
dan mengetahui beberapa ciri dan sifat tanah di lapangan dan di
laboratorium dengan jalan menganalisis sifat dan ciri ciri tanah tersebut.
Praktikum kesuburan tanah bertujuan untuk mempelajari cara mengetahui
kesuburan tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah, cara
meningkatkan kesuburan tanah, jenis-jenis kesuburan tanah, serta manfaat
dari kesuburan tanah. Pengolahan tanah yang benar dan pemilihan
tanaman yang sesuai merupakan kunci untuk meningkatkan produksi
pertanian dan mempertahankan kesuburan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Tujuan praktikum di laboratorium
Membandingkan hasil pengamatan dan perhitungan di
laboratorium sesuai dengan teori yang diberikan atau sebaliknya,
selain itu dapat melatih mahasiswa dalam menggunakan peralatan
di laboratorium
b. Tujuan praktikum di lapangan
Memahami tentang model morfologi tanah dan sebagai sifat tanah
secara langsung memulai dari kondisi lapangan , morfologi tentang
lahan dan profil tanah dilapangan.

2. Tujuan khusus
a. Kadar Lengas Tanah Kering Udara
1) Mengetahui kadar lengas tanah kering udara tanah gumpal
2) Mengetahui kadar lengas tanah kering udara tanah Ø 2,0 mm
3) Mengetahui kadar lengas tanah kering udara tanah Ø 0,5 mm
b. Kerapatan Masa Tanah (BV)
Mengetahui kerapatan massa tanah dengan berbagai jenis tanah
c. Kerapatan Butir Tanah (BJ)
Mengetahui kerapatan butir tanah ₡ 2.0 mm
d. Tekstur tanah
Menentukan kelas tekstur tanah menurut segitiga USDA
e. Konsistensi tanah
1) Menetapkan Batas Cair (BC)
2) Menetapkan Batas Lekat (BL)
3) Menetapkan Gulung (BG)
4) Menetapkan Batas Berubah Warna (BBW)
5) a) Menghitung Jangka Olah (JO)
b) Menghitung Indeks Plastisitas (IP)
c) Menghitung Persediaan Air Maksimum dalam Tanah (PAM)
d) Menghitung Surplus (S)
f. Reaksi Tanah (pH)
1) Menetapkan pH H2O tanah
2) Menetapkan pH KCl tanah
g. Kadar Bahan Organik Tanah
Menetapkan kadar C-Organik dan kadar bahan organik tanah
h. N – Total Tanah
1) Menetapkan kadar Nitrogen (N) Total tanah
2) Menghitung rasio C/N tanah
i. Interpretasi KPK Tanah secara Kualitatif
1) Membuktikan muatan negatif zarah – zarah tanah dengan
menggunakan 2 macam zat warna (Gentian Violet & Eosin Red)
2) Membuktikan pengaruh luas permukaan zarah tanah terhadap
kapasitas pertukaran kation tanah
j. Pengenalan Jenis Pupuk
Mengetahui berbagai jenis pupuk berdasarkan sifat fisik dan kimia
mpupuk
k. Pembuatan Pupuk Campur
Mengetahui pembuatan pupuk campur
l. Deskripsi Profil Tanah
Menentukan profil tanah dan karakteristik setiap lapisan tanah

Handayanto, E., Muddarisna, N., & Fiqri, A. (2017). Pengelolaan Kesuburan


Tanah. Universitas Brawijaya Press.

Kurnia, U., Agus, F., Aimihardja, A., & Dariah, A. (2006). Sifat fisik tanah dan
metode analisisnya.

Notohadiprawiro, T. (1998). Tanah dan lingkungan. Direktorat Jendral


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta, 237.

Roidah, I. S. (2013). Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan


tanah. Jurnal Bonorowo, 1(1), 30-43.

Saraswati, R., & Sumarno, S. (2018). Pemanfaatan mikroba penyubur tanah


sebagai komponen teknologi pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang terdiri dari bahan
mineral dan organik, serta berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman.
Tanah terbentuk melalui proses alami yang panjang dan kompleks
melibatkan berbagai faktor seperti cuaca, geologi, flora, dan fauna. Tanah
memiliki struktur, tekstur, warna, pH, dan kandungan unsur hara yang
berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor tersebut (Zakaria, 2009).
Horizon-horizon tanah adalah lapisan-lapisan yang terbentuk
secara alami di dalam tanah. Biasanya terdapat tiga horison utama dalam
profil tanah yaitu horizon A, horizon B dan horizon C. Horizon A adalah
lapisan atas tanah yang paling dekat dengan permukaan. Horizon ini
biasanya memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dan merupakan
tempat pertumbuhan akar tanaman. Horizon B adalah lapisan tengah yang
terletak di bawah horizon A. Horizon ini memiliki kandungan mineral
yang lebih tinggi dibandingkan horizon A dan biasanya kurang subur.
Horizon C adalah lapisan terbawah yang merupakan batuan asli yang
menjadi dasar terbentuknya tanah. Lapisan ini terdiri dari material mineral
atau batuan yang belum mengalami perubahan menjadi tanah (Prasetyo &
Suriadikarta, 2006).
Terdapat berbagai jenis tanah yang dapat ditemukan di berbagai
daerah di dunia. Tiga jenis tanah yang sering ditemui dan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda adalah yaitu Regosol, Latosol dan
grumosol.
Regosol atau tanah tipis adalah jenis tanah yang terbentuk dari
bahan induk yang relatif baru seperti material vulkanik atau endapan pasir
dan kerikil. Tanah ini memiliki profil tanah yang dangkal dengan lapisan
atas tipis dan lapisan bawah yang keras dan padat. Regosol memiliki
tekstur yang bervariasi, tergantung pada bahan induk yang membentuknya.
Regosol yang terbentuk dari endapan pasir dan kerikil umumnya memiliki
tekstur pasir, sedangkan regosol yang terbentuk dari material vulkanik
dapat memiliki tekstur pasir hingga lempung. Struktur tanah yang lemah
dan tidak stabil karena kurangnya agregat tanah, Kepadatan tanah yang
tinggi dan drainase yang buruk karena kurangnya pori-pori udara dan air,
Kelembaban tanah yang cenderung rendah karena kurangnya kemampuan
menahan air. Regosol cenderung memiliki sifat kimia yang kurang subur
dan asam. Kandungan bahan organik pada regosol umumnya rendah,
sehingga kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Selain itu, pH
tanah pada regosol cenderung asam dengan kisaran 4-6 (Fahmi dkk.,
2010).
Latosol atau tanah laterit adalah jenis tanah yang umumnya
ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Tanah ini terbentuk dari batuan
yang mengalami pelapukan dan erosi yang berlangsung selama ribuan
tahun. Bahan induk dari tanah latosol bisa bervariasi, mulai dari granit
hingga basalt. Selain itu, tanah latosol juga terbentuk dari endapan
material lateritik yang terdapat di daerah tropis dan subtropis. Sifat fisik
tanah latosol memiliki tekstur yang beragam, dari pasir hingga lempung.
Secara umum, latosol memiliki struktur yang lepas-lapuk dan kering serta
mudah retak ketika kondisi tanah kering. Sifat kimia tanah latosol
umumnya asam dengan pH berkisar antara 4-6.5. Kandungan bahan
organik pada latosol cenderung rendah, sehingga latosol biasanya kurang
subur. Kesuburan latosol sangat bergantung pada manajemen lahan dan
pupuk yang digunakan. Jika dikelola dengan baik, tanah latosol dapat
menjadi sangat subur dan mendukung pertumbuhan tanaman yang baik.
Pada tanah latosol, lempung kaolinit 1:1 biasanya ditemukan pada lapisan
tanah paling atas atau lapisan tanah paling atas yang telah mengalami
pelapukan yang cukup lama. Kandungan mineral laterit yang tinggi pada
tanah latosol memberikan lingkungan yang ideal untuk terbentuknya
mineral lempung kaolinit 1:1 (Nurtika, 2009).
Grumusol atau tanah hitam terbentuk dari endapan glasial yang
terdiri dari lempung dan partikel organik seperti dedaunan dan akar
tanaman yang mati. Tanah ini memiliki bahan induk yang berasal dari
batuan yang telah melalui proses pelapukan dan abrasi. Sifat fisik tanah
hitam dapat bervariasi, tergantung pada struktur dan tekstur tanah tersebut.
Secara umum, grumusol memiliki tekstur yang sedikit berpasir hingga
lempung berpasir, dengan struktur yang agregat atau gumpalan. Sifat
kimia grumusol juga bervariasi, tergantung pada lokasi dan jenis vegetasi
yang tumbuh di atasnya. Secara umum, tanah hitam memiliki pH netral
hingga sedikit asam, dengan kandungan bahan organik yang sangat tinggi,
dan kandungan hara yang cukup baik. Grumusol dikenal sebagai salah satu
jenis tanah yang sangat subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan
organik yang tinggi dan kemampuan tanah untuk menyimpan nutrisi dan
kelembaban yang baik. Karakteristik atau ciri-ciri grumusol antara lain
warnanya yang gelap karena kandungan bahan organik yang tinggi,
kemampuan menahan kelembaban dan nutrisi yang baik. Lempung
montmorillonit adalah salah satu jenis mineral lempung yang umumnya
ditemukan di tanah dan batuan. Struktur kristal dari lempung
montmorillonit terdiri dari tiga lapisan yang membentuk pola 2:1, artinya
dua lapisan silika dan satu lapisan alumina. Secara fisik, lempung
montmorillonit dapat membantu meningkatkan kemampuan tanah untuk
menahan air dan membentuk struktur yang lebih baik (Prasetyowati dkk.,
2019).

Fahmi, A., Utami, S. N. H., & Radjagukguk, B. (2010). Pengaruh interaksi hara
nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L) pada
tanah regosol dan latosol. Berita Biologi, 10(3), 297-304.
Nurtika, N. (2009). Respons tanaman tomat terhadap penggunaan pupuk majemuk
NPK 15-15-15 pada tanah latosol pada musim kemarau.

Prasetyo, B. H., & Suriadikarta, D. A. (2006). Karakteristik, potensi, dan


teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering
di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 39-46.
Prasetyowati, S. E., Sunaryo, Y., &; Suyanto, I. E. (2019). Pengaruh Ameliorans
Lokal dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pedang Koro
di Tanah Grumusol Tanah Marjinal. Jurnal Pertanian Agros, 21(1), 129-135.

Zakaria, Z. (2009). Analisis kestabilan lereng tanah. Program Studi Teknik


Geologi Fakultas Teknik Geologi. Universitas Padjajaran. Bandung.

B. Kerapatan Massa Tanah (BV)


Kerapatan massa tanah adalah massa total dari tanah pada volume
tertentu, termasuk pori-pori udara dan air. Satuan yang digunakan untuk
kerapatan massa tanah adalah gram per sentimeter kubik (g/cm³) atau ton
per meter kubik (t/m³). Kerapatan massa tanah memiliki kaitan erat dengan
porositas tanah, yang merupakan rasio antara volume pori-pori udara dan
air dengan volume total tanah. Semakin tinggi kerapatan massa tanah,
semakin rendah porositas tanah dan ketersediaan ruang udara dan air yang
tersedia bagi tanaman (Harahap dkk., 2021).
Banyak faktor yang mempengaruhi kerapatan massa tanah, antara
lain jenis tanah, kandungan air, tekstur tanah, struktur tanah, aktivitas
biologis dan penggunaan lahan. Setiap jenis tanah memiliki kerapatan
massa yang berbeda-beda. Tanah yang terdiri dari partikel-partikel halus,
seperti lempung, biasanya memiliki kerapatan massa yang lebih tinggi
daripada tanah yang terdiri dari partikel-partikel kasar, seperti pasir.
Kandungan air dalam tanah dapat mempengaruhi kerapatan massa. Saat
tanah kering, partikel-partikel tanah akan saling berdekatan dan
menyebabkan kerapatan massa yang lebih tinggi. Tekstur tanah mengacu
pada proporsi relatif partikel-partikel berbeda di dalam tanah, seperti
lempung, pasir, dan debu. Tanah dengan tekstur yang lebih halus
cenderung memiliki kerapatan massa yang lebih tinggi karena partikel-
partikel tanah lebih rapat dan saling terikat lebih erat (Siregar dkk., 2013).
Struktur tanah mengacu pada cara partikel-partikel tanah saling
terikat satu sama lain membentuk agregat-agregat. Tanah dengan struktur
yang baik cenderung memiliki kerapatan massa yang lebih rendah karena
pori-pori antara agregat-agregat tanah memberikan ruang untuk udara dan
air. Aktivitas biologis di dalam tanah, seperti aktivitas mikroba dan cacing
tanah, dapat mempengaruhi kerapatan massa. Aktivitas biologis yang
tinggi dapat membantu membentuk struktur tanah yang baik dan
mengurangi kerapatan massa. Penggunaan lahan juga dapat mempengaruhi
kerapatan massa. Misalnya, tanah yang sering diolah dengan mesin
pertanian cenderung memiliki kerapatan massa yang lebih tinggi karena
tanah terus-menerus terekspos dan terkompaksi. Sedangkan tanah yang
tidak terganggu dan memiliki vegetasi yang baik cenderung memiliki
kerapatan massa yang lebih rendah karena aktivitas biologis yang lebih
tinggi dan struktur tanah yang lebih baik (Yuna dkk., 2017).
Kerapatan massa tanah dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman, infiltrasi air, ketersediaan air dan nutrisi, kompaksi
tanah, erosi tanah, sifat fisik dan kimia tanah. Penting untuk memantau
kerapatan massa tanah dan melakukan tindakan yang tepat untuk
mempertahankan dan meningkatkan kerapatan massa tanah yang ideal
bagi pertumbuhan tanaman (Wirawan & Widjajanto, 2020).
Perhitungan kerapatan massa tanah dapat dilakukan dengan metode
lilin. Metode lilin atau Wax Method adalah salah satu metode yang
digunakan untuk mengukur kerapatan massa tanah. Prinsip kerja metode
ini adalah dengan mengukur volume rongga udara yang diisi oleh lilin
yang dicetak pada sampel tanah yang telah dikeringkan dan dikompaksi
dalam sebuah silinder (Agus dkk., 2006).
Harahap, F. S., Oesman, R., Fadhillah, W., & Nasution, A. P. (2021). Penentuan
Bulk Density Ultisol Di Lahan Praktek Terbuka Universitas
Labuhanbatu. AGROVITAL: Jurnal Ilmu Pertanian, 6(2), 56-59.

Siregar, N. A., Sumono, A. P., & Munir, A. P. (2013). Kajian permeabilitas


beberapa jenis tanah di lahan percobaan kwala bekala usu melalui uji laboratorium
dan lapangan. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 1(4), 138.

Yunagardasari, C., Paloloang, A. K., & Monde, A. (2017). Model infiltrasi pada
berbagai penggunaan lahan di desa tulo kecamatan dolo kabupaten
sigi. Agrotekbis: E-Jurnal Ilmu Pertanian, 5(3), 315-323.

Wirawan, A., & Widjajanto, D. (2020). Identifikasi sifat fisik tanah pada kawasan
terkena dampak likuifaksi di desa Jono Oge Lembah Palu. AGROTEKBIS: E-
JURNAL ILMU PERTANIAN, 8(1), 64-70.

Agus, F., Yustika, R. D., & Haryati, U. (2006). Penetapan berat volume
tanah. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya, 25-34.

C. Kerapatan Butir Tanah (BJ)


Kerapatan butir tanah mengacu pada seberapa rapat partikel-
partikel padat di dalam tanah. Ini dapat diukur dengan berbagai cara, tetapi
yang paling umum adalah menggunakan pengukuran berat jenis
(Sariningrum, 2017). Berat jenis tanah adalah berat tanah per satuan
volume, biasanya dinyatakan dalam satuan gram per sentimeter kubik
(g/cm³). Kerapatan butir tanah yang tinggi biasanya menunjukkan bahwa
partikel tanah lebih rapat, sehingga pori-pori di dalam tanah lebih kecil. Ini
dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah seperti kapasitas air, drainase, dan
kekuatan tanah (Hakam dkk.,2010).
Kerapatan butir tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain jenis tanah, kandungan air, tekstur tanah, proses geologis,
kegiatan manusia dan kedalaman tanah (Ramadhani, 2011). Metode
penetapan kerapatan butir tanah yaitu metode gravimetri, dengan
menggunakan rumus:
berat tanah kering mutlak
kerapatan butir tanah (BJ )=
volume total butir tanah
Analisis kerapatan butir tanah dapat memberikan informasi penting
tentang sifat fisik tanah yang dapat mempengaruhi kesuburan tanah.
Beberapa manfaat dari analisis kerapatan butir tanah untuk kesuburan,
antara lain menentukan tekstur tanah, menentukan kapasitas tukar kation,
menentukan drainase tanah dan menentukan struktur tanah. Dengan
mengetahui kerapatan butir tanah, petani dapat membuat keputusan yang
tepat tentang jenis tanaman yang tepat untuk ditanam dan teknik
pemupukan serta pengairan yang tepat untuk meningkatkan kesuburan
tanah dan hasil panen (Hakam & Yuliet, 2015).
Pororitas total tanah adalah ruang kosong di antara butiran tanah
yang berisi udara atau air. Prioritas total tanah merujuk pada jumlah pori-
pori total yang ada di dalam suatu tanah, termasuk pori-pori udara dan
pori-pori air (Anastasia dkk.,2014). Prioritas total tanah ini sangat penting
karena pori-pori tanah mempengaruhi ketersediaan air dan oksigen bagi
tanaman serta aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Tanah yang
memiliki prioritas total yang tinggi cenderung lebih subur karena memiliki
ketersediaan air dan nutrisi yang lebih baik bagi tanaman. Menentukan
pororitas tanah dapat menggunakan rumus :

(
n= i−
BV
BJ )
× 100 %

Analisis pororitas total tanah penting untuk mengetahui kualitas dan


kesuburan tanah, mengetahui kemampuan tanah untuk menahan air,
mengetahui ketersediaan nutrisi, mengetahui kepadatan tanah, menentukan
jenis tanaman yang cocok. Dengan mengetahui pororitas total tanah, petani
dapat menentukan teknik pemupukan, pengairan, dan jenis tanaman yang
tepat untuk meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah (Hesti dkk.,
2013).
Anastasia, I., Izzati, M., & Suedy, S. W. A. (2014). Pengaruh pemberian
kombinasi pupuk organik padat dan organik cair terhadap porositas tanah dan
pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus tricolor L.). Jurnal Akademika
Biologi, 3(2), 1-10.

Hakam, A., & Yuliet, R. (2015). Korelasi Kerapatan Relativ dan Tahanan Ujung
Konus untuk Tanah Pasir Seragam. In 2nd ACE National Conference.

Hakam, A., Yuliet, R., & Donal, R. (2010). Studi pengaruh penambahan tanah
lempung pada tanah pasir pantai terhadap kekuatan geser tanah. Jurnal Rekayasa
Sipil, 6(1), 11-22.

Hesti Kusuma, A., Izzati, M., & Saptiningsih, E. (2013). Pengaruh penambahan
arang dan abu sekam dengan proporsi yang berbeda terhadap permeabilitas dan
porositas tanah liat serta pertumbuhan kacang hijau (Vigna radiata L). Anatomi
Fisiologi, 21(1), 1-9.

Ramadhani, S. (2011). Pengaruh penambahan serat sabut kelapa terhadap


parameter kuat geser tanah berpasir. SMARTek, 9(3).

Sariningrum, R. (2017). Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Anorganik


serta Sistem Tanam Jajar Legowo Padi Varietas Inpari Sidenuk Terhadap N dan
P Tersedia Regosol (Doctoral dissertation, UPN" VETERAN" YOGYAKARTA).

D. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merujuk pada ukuran partikel dan proporsi partikel
tersebut dalam tanah. Partikel tanah yang umumnya diukur meliputi pasir,
debu, dan lempung. Kombinasi dari tiga partikel ini menentukan tekstur
tanah, yang dapat dikelompokkan menjadi pasir, loam, dan lempung.
Tanah loam merupakan campuran yang seimbang dari pasir, debu, dan
lempung, yang membuatnya ideal untuk pertumbuhan tanaman karena
memiliki drainase yang baik dan dapat menyimpan air dan nutrisi yang
cukup untuk tanaman tumbuh dengan baik (Tangketasik dkk., 2012).
Terdapat beberapa faktor penentu tekstur tanah, antara lain bahan
induk, iklim, relief, vegetasi dan waktu. Macam tekstur tanah antara lain,
tanah berpasir, tanah berdebu, tanah lempung dan tanah loam. Tekstur
tanah dapat mempengaruhi kesuburan tanah, terutama dalam hal
kemampuan tanah untuk menyimpan dan menyediakan air, nutrisi, dan
oksigen untuk pertumbuhan tanaman. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kesuburan tanah dari tekstur tanah adalah kapasitas
penahanan air, sirkulasi udara, ketersediaan nutrisi dan struktur tanah
(Susanto dkk., 2013).
Metode penentuan tekstur tanah dapat dilakukan di lapangan
maupun laboratorium, contoh metode dilapangan yaitu metode palpasi,
Metode ini dilakukan dengan cara meraba tanah yang masih basah antara
jari-jari tangan untuk merasakan ukuran partikelnya. Dari perasaan ini,
tanah dapat diklasifikasikan sebagai pasir, debu, atau lempung. Contoh
metode di laboratorium yaitu Hidrometer, Penetapan tekstur tanah dengan
metode Hidrometer merupakan metode yang sederhana dan cepat untuk
menetapkan kandungan total fraksi pasir (2,0 - 0,05 mm), debu (0,05 –
0,002 mm), dan lempung (>0,002 mm) (Haridjadja dkk., 2013). Penetapan
tekstur tanah menggunakan hidrometer dapat dihitung dengan rumus :
% pasir +% debu+% lempung=100 %
Sodium metaphosphate (NaPO3) digunakan sebagai dispersan
dalam metode hidrometer untuk penetapan tekstur tanah. Fungsinya adalah
untuk membantu partikel tanah agar tersebar secara merata dalam larutan
air, sehingga partikel tersebut tidak saling menggumpal dan membentuk
endapan di bagian bawah tabung pengukur hidrometer. Dalam metode
hidrometer penetapan tekstur tanah, NaOH (natrium hidroksida)
digunakan untuk memecahkan aglomerat tanah yang terdapat pada sampel
tanah yang akan diukur teksturnya. NaOH digunakan sebagai bahan kimia
penghancur, karena mampu mengurai bahan organik yang terkandung
dalam tanah dan merusak ikatan organik yang melekat pada partikel tanah.
Dalam hal ini, NaOH digunakan sebagai bahan kimia penghancur yang
efektif, sehingga partikel tanah dapat terpisah secara merata dan terukur
dalam pengukuran hidrometer (Mustawa dkk., 2017).

Haridjaja, O., Baskoro, D. P. T., & Setianingsih, M. (2013). Perbedaan nilai kadar
air kapasitas lapang berdasarkan metode alhricks, drainase bebas, dan pressure
plate pada berbagai tekstur tanah dan hubungannya dengan pertumbuhan bunga
matahari (Helianthus annuus L.). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 15(2), 52-
59.
Mustawa, M., Abdullah, S. H., & Putra, G. M. D. (2017). Analisis efisiensi irigasi
tetes pada berbagai tekstur tanah untuk tanaman sawi (Brassica juncea). Jurnal
Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 5(2), 408-421.
Susanto, A., Prasetyo, A. E., & Wening, S. (2013). Laju infeksi Ganoderma pada
empat kelas tekstur tanah. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 9(2), 39-39.
Tangketasik, A., Wikarniti, N. M., Soniari, N. N., & Narka, I. W. (2012). Kadar
bahan organik tanah pada tanah sawah dan tegalan di Bali serta hubungannya
dengan tekstur tanah. Agrotrop, 2(2), 101-107.

E. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah mengacu pada sifat fisik dan mekanik tanah
yang menentukan perilakunya dalam menahan beban, mempertahankan
bentuk, dan berubah bentuk ketika diberi tekanan. Sifat konsistensi tanah
sangat penting dalam banyak aplikasi teknik sipil, seperti perencanaan
pondasi, perancangan jalan, dan pemodelan kestabilan lereng. Berdasarkan
hasil uji konsistensi, tanah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori, seperti tanah kasar (sandy), tanah halus (silt), dan tanah lempung
(clay). Tanah juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konsistensinya
menjadi lunak, sedang, dan keras. Tanah dengan konsistensi yang lebih
keras cenderung lebih sulit untuk digali atau diproses, tetapi juga lebih
kuat dan stabil untuk mendukung beban yang lebih besar (Candra dkk.,
2018).
Konsistensi tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah kandungan air, jenis tanah, tekstur tanah, stuktur tanah, konsentrasi
garam dan pengaruh cuaca atau iklim. Penetapan konsistensi tanah
berdasarkan 3 kadar air yang umum digunakan adalah dengan uji
konsistensi Atterberg. Uji ini dilakukan dengan cara mengukur 3 kadar air
dalam tanah, yaitu kadar air tanah pada kondisi alami, kadar air tanah
setelah dicampur dan diaduk dengan alat uji konsistensi Atterberg, serta
kadar air tanah setelah dijepit dengan alat uji tersebut. Dari hasil
pengukuran tersebut, dilakukan perhitungan nilai plastisitas, yaitu selisih
antara kadar air tanah setelah diaduk dan setelah dijepit. Selanjutnya,
berdasarkan nilai plastisitas yang didapat, tanah dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori konsistensi, seperti lunak, sedang, atau keras.
Berikut adalah klasifikasi konsistensi tanah berdasarkan nilai plastisitas,
Tanah lunak, Plastisitas kurang dari atau sama dengan 10. Tanah sedang,
Plastisitas antara 11 hingga 30. Tanah keras, Plastisitas lebih dari 30
(Septawendar, 2007).
beberapa istilah dan konsep dalam konsistensi tanah beserta
pengertiannya, cara menghitung, dan apa yang ditandakan, Batas cair (BC)
adalah kadar air pada tanah ketika mulai kehilangan kekakuan atau
keteguhannya, dan menjadi cair. Batas cair dapat dihitung dengan
menggunakan alat uji konsistensi Atterberg dan ditandai dengan simbol
"wL". Kadar air pada batas cair dapat bervariasi antara 10-50% tergantung
jenis tanahnya. Batas plastis (BP) adalah kadar air pada tanah ketika
kekakuan atau keteguhannya mulai berkurang dan menjadi lempung atau
plastis. Batas plastis dapat dihitung dengan menggunakan alat uji
konsistensi Atterberg dan ditandai dengan simbol "wP". Kadar air pada
batas plastis juga dapat bervariasi antara 10-50% tergantung jenis
tanahnya. Batas gumpal (BG) adalah kadar air pada tanah ketika kekakuan
atau keteguhannya mulai menjadi sangat lempung atau sangat plastis
sehingga dapat dibentuk menjadi gumpalan yang mudah pecah. Batas
gumpal dapat dihitung dengan menggunakan alat uji konsistensi Atterberg
dan ditandai dengan simbol "wG". Kadar air pada batas gumpal juga dapat
bervariasi antara 10-50% tergantung jenis tanahnya (Wardani &
Rustamaji, 2014).
Batas berbutir halus (BBH) atau Batas Atterberg (BA) adalah
kadar air pada tanah ketika kekakuan atau keteguhannya mulai berkurang
dan menjadi konsistensi berbutir halus, seperti tepung atau debu. Batas
berbutir halus atau Batas Atterberg dapat dihitung dengan menggunakan
alat uji konsistensi Atterberg dan ditandai dengan simbol "wA". Kadar air
pada batas berbutir halus atau Batas Atterberg juga dapat bervariasi antara
10-50% tergantung jenis tanahnya. Indeks plastisitas (IP) adalah selisih
antara batas plastis (BP) dan batas cair (BC). IP dapat digunakan untuk
menentukan konsistensi tanah, yaitu lunak, sedang, atau keras. Tanah yang
memiliki IP kecil (kurang dari 10) cenderung memiliki konsistensi yang
keras, sedangkan tanah yang memiliki IP besar (lebih dari 30) cenderung
memiliki konsistensi yang lunak. IP dapat dihitung dengan rumus IP = BP
- BC. Jumlah air optimum (JO) adalah jumlah air pada tanah yang
memberikan kepadatan terbesar pada saat tanah dipadatkan. JO dapat
dihitung dengan menggunakan uji proctor dan ditandai dengan simbol
"wopt". JO sangat penting dalam pembangunan konstruksi karena
menentukan kekuatan tanah dan kepadatan yang diperlukan (Umah dkk.,
2012)
Porositas udara maksimum (PAM) adalah persentase volume udara
pada tanah pada saat tanah mencapai kepadatan terbesar (JO). PAM dapat
dihitung dengan menggunakan uji proctor dan ditandai dengan simbol "e
max". PAM sangat penting dalam pembangunan konstruksi karena
menentukan ketersediaan udara pada tanah yang diperlukan untuk
kestabilan dan drainase. Surplus air (SA) adalah selisih antara kadar air
aktual pada tanah dan jumlah air optimal (JO). SA dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kelembaban pada tanah. Jika SA positif, maka tanah
terlalu basah, sedangkan jika SA negatif, maka tanah terlalu kering
(Yuliet, 2010).
Konsistensi tanah memainkan peran penting dalam pertanian,
karena mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyediakan air dan
nutrisi bagi tanaman. Tanah yang terlalu padat dan keras akan membatasi
pertumbuhan akar tanaman, dan mempengaruhi aliran air dan nutrisi ke
dalam tanah. Sebaliknya, tanah yang terlalu gembur dan lembek akan
mengalami erosi dan hilangnya nutrisi tanah, serta kehilangan kemampuan
untuk menahan air. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil panen yang
optimal, pertanian membutuhkan tanah dengan konsistensi yang tepat.
Metode Atterberg adalah metode yang digunakan untuk
menentukan batas-batas konsistensi tanah. Metode ini dinamakan
berdasarkan nama ahli tanah Swedia bernama Albert Atterberg yang
menemukan metode ini pada tahun 1911. Metode Atterberg menggunakan
prinsip pengukuran kadar air dan kemampuan tanah untuk berubah bentuk
dalam menentukan batas-batas konsistensi tanah (Widjaja & Sundayo).
Candra, A. I., Anam, S., Mahardana, Z. B., & Cahyono, A. D. (2018). Studi Kasus
Stabilitas Struktur Tanah Lempung Pada Jalan Totok Kerot Kediri Menggunakan
Limbah Kertas. U Karst, 2(2), 88-97.
Septawendar, R. (2007). Sifat fisik lempung Tanjung Morawa dalam transformasi
fasa mineral berdasarkan investigasi difraksi Sinar X. RISET Geologi dan
Pertambangan, 17(1), 11-19.
Umah, S., Prasetyo, A., & Barroroh, H. (2012). Kajian penambahan abu sekam
padi dari berbagai suhu pengabuan terhadap plastisitas kaolin. Alchemy, 1(2), 70-
74.
Wardani, S. P., & Rustamaji, R. M.(2014). Pengaruh Siklus Basah Kering pada
Sampel Tanah terhadap Nilai Atterberg Limit. JeLAST: Jurnal PWK, Laut, Sipil,
Tambang, 4(4).
Widjaja, B., & Sundayo, P. (2016). Alternatif penentuan batas cair dan batas
plastis dengan tiga variasi berat konus menggunakan metode Lee dan Freeman
(2009). Jurnal Teknik Sipil, 14(1), 62-67.
Yuliet, R. (2010). Identifikasi Tanah Lempung Kota Padang Berdasarkan Uji
Klasifikasi Teknik Dan Uji Batas-Batas Konsistensi Atterberg. Jurnal Rekayasa
Sipil, 6(2), 19-30.
F. Reaksi Tanah (pH)
"pH" merupakan singkatan dari "potensi hidrogen". Ini adalah
ukuran tingkat keasaman atau kealkalian dari sebuah larutan, yang diukur
pada skala logaritmik yang berkisar antara 0 hingga 14. pH 7 dianggap
sebagai netral, pH di bawah 7 bersifat asam, dan pH di atas 7 bersifat basa
atau alkali. Skala pH didasarkan pada konsentrasi ion hidrogen (H+)
dalam suatu larutan. Larutan dengan konsentrasi ion H+ yang lebih tinggi
bersifat asam, sedangkan yang dengan konsentrasi ion H+ yang lebih
rendah bersifat basa atau alkali (Karamina dkk., 2017).
Terdapat beberapa jenis ph, antara lain ph air, ph tanah dan ph
darah. pH air adalah ukuran tingkat keasaman atau kealkalian dalam air.
pH air yang sehat berkisar antara 6,5 hingga 8,5. pH air yang terlalu asam
atau terlalu basa dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup di
dalamnya.
pH tanah adalah ukuran tingkat keasaman atau kealkalian dalam tanah. pH
tanah yang ideal berkisar antara 6 hingga 7,5. Tanah dengan pH yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman
dan menyebabkan masalah kesehatan pada tanaman. pH darah adalah
ukuran tingkat keasaman atau kealkalian dalam darah. pH darah manusia
sehat berkisar antara 7,35 hingga 7,45. Gangguan pH darah dapat
menyebabkan masalah kesehatan serius (Basuki & Sari, 2020).
Metode yang digunakan yaitu ph meter atau ph stick. Ketelitian pH
meter umumnya dinyatakan sebagai resolusi dan akurasi. Resolusi pH
meter adalah kemampuan alat untuk membedakan perbedaan kecil dalam
nilai pH, sedangkan akurasi pH meter adalah seberapa dekat nilai pH yang
diukur dengan nilai pH sebenarnya. Alat pH meter berkualitas tinggi
memiliki resolusi hingga 0,01 pH dan akurasi yang dapat mencapai ± 0,01
pH atau lebih baik. Namun, perlu diperhatikan bahwa ketelitian alat pH
meter dapat berkurang seiring penggunaan yang berkelanjutan dan
memerlukan kalibrasi secara berkala untuk memastikan ketelitian yang
optimal (Firmansyah & Sumarni, 2013).
Analisis ph memiliki beberapa manfaat, antara lain Menentukan
tingkat keasaman atau kealkalian suatu larutan, sehingga dapat
diidentifikasi apakah larutan tersebut bersifat asam, basa, atau netral.
Membantu mengoptimalkan kualitas air dalam berbagai penggunaan,
seperti air minum, air kolam renang, dan air limbah. pH yang tepat dapat
memastikan kesehatan dan keamanan air untuk konsumsi manusia dan
lingkungan. Penting untuk keberhasilan proses produksi dalam berbagai
industri, seperti industri makanan, farmasi, dan kimia. pH yang tepat dapat
memastikan produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang diinginkan
dan terhindar dari kerusakan. Membantu mengoptimalkan pertumbuhan
tanaman dengan mengetahui pH tanah yang tepat untuk tanaman tertentu.
Tanah yang memiliki pH yang tepat dapat meningkatkan produktivitas dan
kualitas hasil panen (Rukmana dkk., 2020).
Pengaruh pH yang terlalu masam atau terlalu basa dapat
mempengaruhi kesuburan tanah dengan cara mengganggu ketersediaan
nutrisi bagi tanaman. pH yang terlalu masam, yaitu pH kurang dari 6,
dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena dapat mengurangi
ketersediaan nutrisi makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
serta nutrisi mikro seperti besi (Fe), mangan (Mn), dan tembaga (Cu).
Selain itu, pH tanah yang terlalu masam juga dapat meningkatkan
toksisitas ion aluminium (Al) dan mangan (Mn) pada tanaman, sehingga
menghambat pertumbuhan akar dan daun. pH yang terlalu basa, yaitu pH
lebih dari 8, dapat menghambat ketersediaan nutrisi bagi tanaman seperti
fosfat dan besi, sehingga mengurangi pertumbuhan tanaman. Selain itu,
pH tanah yang terlalu basa juga dapat menghambat aktivitas mikroba
tanah yang berperan penting dalam mendekomposisi bahan organik dan
membantu mengubah nutrisi dalam tanah menjadi bentuk yang dapat
digunakan oleh tanaman (Yuniarti dkk., 2020).
Ph suatu larutan dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
konsentrasi ion H+ dan OH, kehadiran asam atau basa, ion-ion dalam
larutan, suhu, tekanan, jenis senyawa dalam larutan dan pengenceran. pH
larutan ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen (H+) dan ion hidroksida
(OH-) dalam larutan. kehadiran asam atau basa dalam larutan dapat
mempengaruhi pH-nya. Asam dapat menurunkan pH, sedangkan basa
dapat meningkatkan pH. ion-ion dalam larutan dapat mempengaruhi pH
larutan. Misalnya, ion klorida (Cl-) atau ion natrium (Na+) dapat
meningkatkan pH dalam larutan yang sudah basa. suhu larutan dapat
mempengaruhi pH. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi ion H+ dan menurunkan pH larutan. tekanan dalam larutan
juga dapat mempengaruhi pH larutan. Namun, pengaruh tekanan terhadap
pH umumnya lebih kecil dibandingkan dengan faktor-faktor lain. senyawa
dalam larutan dapat mempengaruhi pH-nya. Misalnya, senyawa yang
mengandung ion karbonat (CO32-) dapat meningkatkan pH larutan.
pengenceran suatu larutan dapat mempengaruhi pH-nya karena
mengurangi konsentrasi ion H+ dan OH- dalam larutan (Banjarnahor dkk.,
2018).

Karamina, H., Fikrinda, W., & Murti, A. T. (2017). Kompleksitas pengaruh


temperatur dan kelembaban tanah terhadap nilai pH tanah di perkebunan jambu
biji varietas kristal (Psidium guajava l.) Bumiaji, Kota Batu. Kultivasi, 16(3).
Basuki, B., & Sari, V. K. (2020). Efektifitas dolomit dalam mempertahankan pH
tanah Inceptisol perkebunan tebu blimbing djatiroto.
Firmansyah, I., & Sumarni, N. (2013). Pengaruh dosis pupuk N dan varietas
terhadap pH tanah, N-total tanah, serapan N, dan hasil umbi bawang merah
(Allium ascalonicum L.) pada tanah entisols-Brebes Jawa Tengah. Indonesian
Agency for Agricultural Research and Development.
Rukmana, A., Susilawati, H., & Galang, G. (2020). Pencatat pH Tanah
Otomatis. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Teknik Elektro Telekomunikasi
Indonesia, 10(1).
Yuniarti, A., Solihin, E., & Putri, A. T. A. (2020). Aplikasi pupuk organik dan N,
P, K terhadap pH tanah, P-tersedia, serapan P, dan hasil padi hitam (Oryza sativa
L.) pada inceptisol. Kultivasi, 19(1), 1040-1046.
Banjarnahor, N., Hindarto, K. S., & Fahrurrozi, F. (2018). Hubungan Kelerengan
dengan Kadar Air Tanah, PH Tanah, dan Penampilan Jeruk Gerga di Kabupaten
Lebong. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 20(1), 13-18.
G. Kadar Bahan Organik Tanah
Kadar bahan organik tanah adalah jumlah bahan organik yang
terkandung dalam suatu sampel tanah. Bahan organik adalah sisa-sisa
organisme hidup atau produk organisme hidup yang telah mati dan terurai
di dalam tanah. Kadar bahan organik tanah dapat diukur dengan
mengambil sampel tanah dan menganalisisnya di laboratorium dengan
menggunakan metode tertentu. Kadar bahan organik tanah biasanya diukur
dalam satuan persen berat kering atau %BK. Bahan organik tanah
memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesuburan tanah
karena dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman,
meningkatkan kapasitas tanah untuk menahan air, meningkatkan infiltrasi
air, dan meningkatkan stabilitas struktur tanah (Tangketasik dkk., 2012).
Bahan organik dalam tanah berasal dari sisa-sisa organisme hidup
atau produk organisme hidup yang telah mati dan terurai di dalam tanah.
Beberapa sumber bahan organik tanah, antara lain Sisa-sisa tumbuhan
yang telah mati seperti daun, batang, akar, dan buah-buahan dapat terurai
dan menjadi bahan organik dalam tanah. sisa-sisa hewan seperti kotoran,
bangkai, dan sisa-sisa makanan yang tidak dimakan dapat menjadi sumber
bahan organik dalam tanah. Mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan
actinomycetes dapat memecah dan menguraikan sisa-sisa organik menjadi
bahan organik dalam tanah. Kompos adalah bahan organik yang telah
diolah dan diuraikan dengan sengaja untuk digunakan sebagai pupuk
organik dalam pertanian. Pupuk hijau adalah tanaman yang ditanam untuk
dijadikan bahan organik dalam tanah, seperti kacang hijau, jagung hijau,
atau tanaman leguminosa lainnya. Limbah organik seperti sampah dapur,
limbah sayuran dan buah-buahan, dan limbah pertanian dapat diolah
menjadi kompos atau pupuk organik untuk meningkatkan kadar bahan
organik dalam tanah (Dwiastuti dkk., 2016).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bahan organik dalam
tanah, yaitu iklim, jenis tanah, vegetasi, penggunaan lahan, kedalaman
tanah dan manajemen tanah. Di daerah yang hangat dan lembab, bahan
organik terdekomposisi lebih cepat, sedangkan di daerah yang dingin dan
kering, bahan organik terakumulasi lebih banyak. jenis tanah
mempengaruhi kapasitas tanah untuk menyimpan bahan organik. Tanaman
yang tumbuh dengan baik dan memiliki sistem akar yang baik dapat
menyimpan bahan organik dalam tanah melalui pengendapan akar dan
jaringan tanaman yang mati. Penggunaan lahan yang berbeda seperti
pertanian, peternakan, dan hutan dapat mempengaruhi kadar bahan
organik dalam tanah. Kadar bahan organik dalam tanah cenderung lebih
tinggi di lapisan atas tanah karena aktivitas organisme dan deposisi sisa-
sisa organisme. Praktik manajemen tanah seperti pengolahan tanah,
penggunaan pupuk organik, dan rotasi tanaman dapat mempengaruhi
kadar bahan organik dalam tanah (Hasibuan, 2015).
C organik dan bahan organik keduanya terkait dengan kandungan
bahan organik dalam tanah, namun ada perbedaan antara keduanya. C
organik (organic carbon) adalah unsur karbon (C) yang terkandung dalam
bahan organik tanah. Bahan organik tanah terdiri dari berbagai jenis bahan
organik seperti sisa-sisa tumbuhan, sisa-sisa hewan, dan mikroorganisme
yang terurai di dalam tanah. Kandungan C organik dalam tanah dapat
diukur dan digunakan sebagai indikator kandungan bahan organik dalam
tanah. Bahan organik tanah adalah bahan-bahan organik yang terurai di
dalam tanah, seperti sisa-sisa tumbuhan, sisa-sisa hewan, dan
mikroorganisme. Bahan organik tanah memiliki peranan penting dalam
menjaga kesehatan tanah dan produktivitas pertanian (Roidah, 2013).
Penetapan kadar bahan organik dalam tanah dapat dilakukan
dengan metode walkey dan black. Analisis kadar bahan organik dalam
tanah sangat penting untuk memahami kesehatan dan produktivitas tanah.
Berikut adalah beberapa manfaat dari analisis kadar bahan organik dalam
tanah, mengetahui status kesuburan tanah, memprediksi hasil panen,
meningkatkan kualitas tanah, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
dan meningkatkan manajemen tanah (Tarigan dkk., 2015).
Kandungan C/N (Carbon to Nitrogen) dalam tanah mengacu pada
rasio antara kandungan karbon organik dan nitrogen organik dalam tanah.
Rasio ini penting karena dapat mempengaruhi sirkulasi nutrisi dalam tanah
dan aktivitas mikroba di dalamnya. Semakin tinggi rasio C/N, semakin
tinggi pula ketersediaan karbon organik dalam tanah dan semakin rendah
ketersediaan nitrogen organik. C/N ratio dalam tanah dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, termasuk jenis tanaman yang ditanam, praktik
pertanian, dan kondisi lingkungan. Pada umumnya, tanaman yang tinggi
serat dan rendah protein memiliki C/N ratio yang tinggi, sedangkan
tanaman yang kaya protein dan rendah serat memiliki C/N ratio yang
rendah. Pengaruh C/N ratio pada tanah adalah sirkulasi nutrisi, C/N ratio
yang tinggi dalam tanah dapat menghambat sirkulasi nutrisi karena
mikroorganisme akan lebih fokus pada pemecahan molekul karbon
organik. Dekomposisi bahan organik, Jika C/N ratio rendah, nutrisi
nitrogen akan tersedia dalam jumlah yang cukup bagi mikroorganisme,
sehingga bahan organik dapat terurai lebih cepat. Kualitas tanah, C/N ratio
yang rendah dapat meningkatkan kualitas tanah karena nutrisi lebih
tersedia bagi tanaman (Surya dkk., 2017).

Tangketasik, A., Wikarniti, N. M., Soniari, N. N., & Narka, I. W. (2012). Kadar
bahan organik tanah pada tanah sawah dan tegalan di Bali serta hubungannya
dengan tekstur tanah. Agrotrop, 2(2), 101-107.
Dwiastuti, S., MARIDI, M., Suwarno, S., & Puspitasari, D. (2016). Bahan
Organik Tanah di Lahan Marjinal dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental,
and Learning (Vol. 13, No. 1, pp. 748-751).
Hasibuan, A. S. Z. (2015). Pemanfaatan bahan organik dalam perbaikan beberapa
sifat tanah pasir pantai selatan Kulon Progo. PLANTA TROPIKA: Jurnal
Agrosains (Journal of Agro Science), 3(1), 31-40.
Roidah, I. S. (2013). Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan
tanah. Jurnal Bonorowo, 1(1), 30-43.
Tarigan, B., Sinarta, E., Guchi, H., & Marbun, P. (2015). Evaluasi status bahan
organik dan sifat fisik tanah (bulk density, tekstur, suhu tanah) pada lahan
tanaman kopi (coffea sp.) di beberapa kecamatan kabupaten Dairi. Jurnal
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 3(1), 103124.
Surya, J. A., Nuraini, Y., & Widianto, W. (2017). Kajian porositas tanah pada
pemberian beberapa jenis bahan organik di perkebunan kopi robusta. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan, 4(1), 463-471.
H. N- Total Tanah
menentukan kadar N total tanah adalah proses pengukuran jumlah
total nitrogen yang terdapat di dalam tanah. Nitrogen adalah salah satu
unsur hara utama yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pengukuran kadar N total tanah dapat
membantu petani dan ahli agronomi untuk mengetahui ketersediaan
nitrogen yang tersedia untuk tanaman di dalam suatu lahan tertentu. Untuk
menentukan kadar N total tanah, umumnya dilakukan dengan cara
mengambil sampel tanah dari lokasi yang diinginkan, kemudian dilakukan
analisis kimia pada sampel tersebut untuk mengukur jumlah total nitrogen
yang terkandung di dalamnya (Firmansyah & Sumarni, 2013).
Sumber nitrogen yang terdapat di dalam tanah bisa berasal dari
beberapa sumber, antara lain nitrogen atmosfer, pupuk nitorgen, bahan
organik, air hujan dan pemupukan hijau. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai nitrogen dalam tanah, antara lain kondisi tanah,
sumber nitrogen, suhu, ketersediaan air, kehadiran mirkroba tanah dan
aktivitas tanaman. pH tanah, kandungan air, tekstur tanah, dan kondisi
drainase dapat mempengaruhi ketersediaan nitrogen dalam tanah. nitrogen
dari pupuk atau dari bahan organik, dapat memiliki tingkat ketersediaan
nitrogen yang berbeda di dalam tanah. Suhu tanah dapat mempengaruhi
ketersediaan nitrogen. Suhu yang rendah dapat memperlambat aktivitas
mikroba yang bertanggung jawab untuk menguraikan bahan organik
menjadi senyawa nitrogen. Air yang cukup di dalam tanah penting untuk
menjaga aktivitas mikroba yang membantu menguraikan bahan organik
menjadi nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman. Mikroba tanah
seperti bakteri dan fungi dapat membantu dalam proses penguraian bahan
organik dan fiksasi nitrogen. Tanaman juga dapat mempengaruhi
ketersediaan nitrogen dalam tanah melalui proses penyerapan dan
penggunaan nitrogen (Dewi & Setiawati, 2018).
Penetapan N total tanah dapat dilakukan menggunakan metode
Kjeldahl. Metode Kjeldahl adalah suatu metode standar untuk menentukan
kadar nitrogen dalam sampel, termasuk dalam sampel tanah. Metode ini
dinamakan dari nama ahli kimia Denmark bernama Johan Kjeldahl yang
pertama kali mengembangkan metode ini pada tahun 1883. Proses metode
Kjeldahl melibatkan tiga tahap utama, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Destruksi, Sampel tanah dicampur dengan asam sulfat pekat dan pemanas
hingga terjadi pencernaan atau penguraian total nitrogen organik dalam
sampel menjadi bentuk amonium sulfat. Destilasi, Pada tahap ini, asam
sulfat yang tersisa dinetralkan dengan penambahan basa seperti natrium
hidroksida. Titrasi, Sampel yang telah dicerna dan dinetralkan kemudian
dititrasi dengan asam standar untuk menentukan jumlah nitrogen yang
terkandung dalam sampel tersebut (Putra dkk., 2015).
Analisis N total tanah dapat memberikan informasi penting tentang
ketersediaan nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan
dan produksi yang optimal. Ketersediaan nitrogen dalam tanah sangat
penting untuk memastikan kesuburan tanah, karena nitrogen adalah nutrisi
yang sangat penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Dengan
mengetahui kadar N total tanah, petani atau ahli agronomi dapat
menentukan jenis pupuk atau bahan organik mana yang harus digunakan
untuk menambahkan nitrogen ke dalam tanah dan memperbaiki kesuburan
tanah (Fahmi & Radjagukguk, 2013).

Dewi, A. K., & Setiawati, M. R. (2018). Pengaruh pupuk hayati endofitik dengan
Azolla pinnata terhadap serapan N, N-total tanah, dan bobot kering tanaman padi
(Oryza sativa L.) pada tanah salin. Agrologia, 6(2).
Fahmi, A., & Radjagukguk, B. (2013). Peran gambut terhadap nitrogen total tanah
di lahan rawa. Berita Biologi, 12(2), 223-230.
Firmansyah, I., & Sumarni, N. (2013). Pengaruh dosis pupuk N dan varietas
terhadap pH tanah, N-total tanah, serapan N, dan hasil umbi bawang merah
(Allium ascalonicum L.) pada tanah entisols-Brebes Jawa Tengah. Indonesian
Agency for Agricultural Research and Development.
Putra, A. D., Damanik, M. M. B., & Hanum, H. (2015). Aplikasi pupuk area dan
pupuk kandang kambing untuk meningkatkan N total tanah pada inceptisol Kwala
Bekala dan kaitannya trhadap pertumbuhan jagung (Zea mays L.). Jurnal
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 3(1), 102726.

I. KPK Tanah Secara Kualitatif


Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) adalah kapasitas tanah untuk
menjerap dan menukar atau melepaskan kembali ke dalam larutan tanah.
KPK mempunyai hubungan dengan tekstur dan bahan organik. Jika tekstur
makin halus, maka KPKnya akan makin besar. KPK biasanya dinyatakan
dalam C mol (+) kg-1 tanah atau lempung. Kation adalah ion-ion yang
bermuatan positif di dalam tanah, misalnya H+, Al3+, Ca++, Mg++, dan
lainnya (Rosariastuti dkk., 2012).
Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi kapasitas
pertukaran kation dalam tanah, antara lain jenis tanah, kandungan bahan
organik, pH tanah, konsentrasi ion kation, tekstur tanah, suhu dan
kelembaban. Kapasitas pertukaran kation (KPK) yang tinggi dapat
berdampak positif pada kesuburan tanah karena KPK yang tinggi akan
membuat tanah dapat menahan kation-kation penting untuk pertumbuhan
tanaman seperti kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), kalium (K+), dan
ammonium (NH4+). Kation-kation tersebut penting untuk pertumbuhan
tanaman karena kation-kation tersebut dapat mengikat unsur hara yang
diperlukan oleh tanaman. Selain itu, KPK yang tinggi dapat membantu
mengatur pH tanah, yang juga sangat penting untuk pertumbuhan
tanaman. KPK yang tinggi dapat membantu menjaga pH tanah dalam
kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat
memperoleh unsur hara dengan lebih efektif (Santika, 2020).
Penetapan KPK tanah secara kualitatif dapat dilakukan dengan
metode daya serap jerap muatan positif dan negatif. Metode daya serap
jerap muatan positif dan negatif adalah salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menentukan kapasitas pertukaran kation (KPK) tanah
secara kualitatif. Metode ini dilakukan dengan mengukur daya serap jerap
muatan positif dan negatif oleh tanah terhadap larutan elektrolit.
Kelebihannya adalah Metode ini dapat memberikan informasi yang
berguna tentang kemampuan tanah untuk menahan kation positif dan
anion negatif, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang kapasitas pertukaran kation. Metode ini relatif mudah dan cepat
dilakukan, sehingga dapat dilakukan di lapangan dan hasilnya dapat segera
diketahui. Kekurangannya adalah Metode ini hanya memberikan informasi
secara kualitatif, sehingga tidak dapat memberikan informasi yang akurat
tentang jumlah kation dan anion yang dapat ditukar oleh tanah. Metode ini
tidak dapat memberikan informasi tentang jenis dan konsentrasi kation dan
anion yang dapat ditukar oleh tanah, sehingga tidak dapat digunakan untuk
keperluan analisis hara tanaman secara rinci (Utami dkk., 2018).
Luas permukaan dan kapasitas pertukaran kation (KPK) tanah
saling berhubungan karena KPK tanah tergantung pada luas permukaan
partikel tanah. Semakin besar luas permukaan partikel tanah, semakin
banyak tempat tersedia untuk menempatkan kation-kation pada permukaan
tanah dan semakin tinggi KPK tanah. Sebaliknya, semakin kecil luas
permukaan partikel tanah, semakin sedikit tempat yang tersedia untuk
menempatkan kation-kation pada permukaan tanah dan semakin rendah
KPK tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya muatan negatif pada
permukaan partikel tanah, yang dapat menarik kation-kation positif ke
permukaan tanah (Supriyadi dkk., 2013).

Rosariastuti, R., Hartati, S., Widijanto, H., & Utomo, E. W. (2012). Evaluasi
Kesuburan Kimia Tanah di Lahan Kering Sub Daerah Aliran Sungai Samin
Kabupaten Karanganyar. Sains Tanah-Journal of Soil Science and
Agroclimatology, 9(1), 39-50.
Santika, I. G. N. (2020). Menelisik Akar Kegaduhan Bangsa Indonesia Pasca
Disetujuinya Hasil Revisi UU KPK Dalam Perspektif Pancasila. Jurnal Ilmiah
Ilmu Sosial, 6(1), 26-36.
Supriyadi, S., Hartati, S., & Yunianto, E. (2013). Status Unsur Hara Ca, Mg dan S
sebagai Dasar Pemupukan Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril) di
Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Sains Tanah-Journal of Soil Science and
Agroclimatology, 8(1), 39-49.
Utami, S. W., Sunarminto, B. H., & Hanudin, E. (2018). Pengaruh limbah biogas
sapi terhadap ketersediaan hara makro-mikro inceptisol. Jurnal Tanah dan Air
(Soil and Water Journal), 14(2), 50-59.
J. Pengenalan Jenis Pupuk
Pupuk adalah materi yang mengandung nutrisi atau unsur hara
yang diperlukan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Pupuk sangat penting untuk menjaga kesuburan tanah
karena mengandung unsur yang dapat menggantikan nutrisi yang telah
diserap oleh tanaman (Lingga dkk., 2007). Ada beberapa jenis pupuk yang
tersedia di pasaran, sehingga perlu dilakukan pengelompokan (Khairunisa,
2015).
Secara garis besar, pupuk dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berasal dari bahan-
bahan organik seperti kotoran hewan, tumbuhan mati, kompos, dan pupuk
hijau yang telah melalui proses rekayasa. Pupuk organik ini dapat
berbentuk padat atau cair, diperkaya dengan bahan mineral, dan
mengandung mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan
hara dan kualitas tanah. Sementara itu, kandungan hara pada pupuk
organik sangat tergantung pada sumber asal bahan dasarnya. Di sisi lain,
pupuk anorganik dapat berasal dari kegiatan pertanian dan non-pertanian
seperti sisa panen, kotoran ternak, limbah industri, dan sampah organik
kota. Jenis pupuk anorganik yang tersedia di pasaran sangat beragam,
seperti urea, TSP, SP-36, KCL, ZA, gandasil B, dan gandasil D (Lingga
dkk., 2007; Tan, 1993; Permentan No. 70/Permentan/SR.140/10/2011).
Pupuk anorganik memiliki beragam jenis yang dapat digunakan
sebagai sumber unsur hara untuk tanaman, dan diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria. Bentuk pupuk anorganik dapat berupa padat
atau cair, seperti tepung, kristal, granul, supergranule, briket, pupuk
amonia cair, kosarin, dan sebagainya. Pupuk anorganik dapat berasal dari
bahan baku alami maupun buatan, dan dibedakan menjadi pupuk makro,
mikro, atau campuran makro dan mikro. Pupuk makro dibutuhkan dalam
jumlah besar seperti N, P, K, Mg, Ca, dan S, sedangkan pupuk mikro
dibutuhkan dalam jumlah kecil seperti B, Cu, Fe, Mn, Zn, dan Mo. Pupuk
anorganik juga dibedakan berdasarkan jumlah haranya, yaitu pupuk
majemuk yang mengandung beberapa unsur hara tertentu seperti N-P, N-
K, dan sebagainya, serta pupuk tunggal yang hanya mengandung satu
unsur hara tertentu seperti urea yang mengandung nitrogen. Pupuk
anorganik juga dapat dibedakan berdasarkan ketersediaan haranya, yaitu
pupuk yang cepat tersedia dan pupuk yang lambat tersedia (Husnain et al,
2016).
Selain berdasarkan sumbernya, pupuk juga dapat dikelompokkan
menurut beberapa kriteria lain, seperti menurut metode pemberian dan
menurut zat hara yang terkandung. Menurut metode pemberiannya, pupuk
dapat dibedakan menjadi pupuk akar dan pupuk daun. Sesuai dengan
namanya, pupuk akar adalah pupuk yang diberikan melalui akar,
contohnya TSP, ZA, KCL, kompos, pupuk kandang, dan dekaform,
sedangkan pupuk daun adalah pupuk yang disemprotkan melalui daun,
saat ini diperkirakan ada banyak jenis pupuk daun yang tersedia di
pasaran. Dan menurut zat hara yang terkandungnya, pupuk dapat dibagi
menjadi pupuk tunggal yang hanya memiliki satu zat seperti urea dan
pupuk majemuk yang memiliki lebih dari satu zat seperti NPK, beberapa
jenis pupuk daun, dan kompos. Selain itu, ada pupuk lengkap yang
memiliki zat secara keseluruhan atau lengkap baik zat makro maupun zat
mikro (Lingga, dkk., 2007).

K. Pembuatan Pupuk Campur


Pupuk adalah zat yang ditambahkan ke tanah untuk memperbaiki
kondisi fisik, kimia, atau biologi tanah agar sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Contoh pupuk adalah kapur yang dapat menaikkan pH tanah
asam, legin yang dapat membantu tanaman kacang-kacangan menyerap
nitrogen, dan urea yang dapat menyediakan nitrogen bagi tanah miskin.
Kegiatan menambahkan pupuk ke tanah disebut pemupukan. Secara
khusus, pupuk adalah zat yang mengandung satu atau lebih unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman (Rosmarkam dan Yuwono 2011).
Pupuk dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk
berdasarkan jumlah unsur hara yang terkandung di dalamnya. Pupuk
tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur hara
utama (hara makro) seperti nitrogen (N), fosfor (P), atau kalium (K) dalam
bentuk senyawa anorganik. Pupuk majemuk adalah pupuk yang
mengandung lebih dari satu macam unsur hara yang saling mendukung.
Contoh pupuk majemuk adalah pupuk NPK, TSP, KCl, KNO3 (Gaeswono
dan Soepardi 1983).
Pupuk campuran adalah pupuk yang dibuat dari beberapa pupuk
tunggal yang dicampur secara fisik tanpa reaksi kimia. Jenis dan jumlah
pupuk yang dicampur dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam pupuk
campuran ada istilah Fertilizer grade, yaitu perbandingan persentase
kandungan unsur hara dalam pupuk tersebut. Contoh: pupuk campur NPK
memiliki kandungan 15:15:15 (N 15%, P2O5 15%, K2O 15%). Fertilizer
rasio, adalah perbandingan porsi unsur yang ada dalam pupuk campur.
Contoh: pupuk campur memiliki unsur NPK 2:1:2 (unsur N 2 bagian,
unsur P 1 bagian, unsur K 2 bagian). Conditioner, adalah zat yang
ditambahkan ke pupuk campur untuk mengurangi zat atau efek negatifnya.
Filler, adalah zat yang ditambahkan ke pupuk untuk mencapai berat
tertentu (sesuai yang diinginkan). Filler harus tidak mengandung unsur
hara. (Lingga dan Marsono, 2003).
Pupuk campur dibuat untuk mendapatkan pupuk yang memiliki
lebih dari satu unsur hara. Ini dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Dengan memberikan pupuk sekali saja, kita sudah dapat memberikan 2
atau lebih hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pembuatan pupuk campur
dengan grade tertentu, biasanya membutuhkan bahan tambahan yang
disebut filler. Bahan yang dapat digunakan sebagai filler harus memenuhi
syarat, yaitu tidak menyerap air, tidak bereaksi dengan pupuk, dan dapat
membantu dalam penggunaan pupuk (Rosmarkam dan Yuwono, 2011).
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2011), tidak semua pupuk
dapat dicampur tanpa menimbulkan kerugian. Ada beberapa pupuk yang
jika dicampur akan terjadi satu atau lebih proses berikut, Campuran
menjadi higroskopis yang menyebabkan terjadinya gumpalan sehingga
sulit digunakan atau disebar. Campuran kehilangan kandungan haranya (N
hilang sebagai NH). Terbentuk senyawa baru, sehingga hara menjadi tidak
tersedia bagi tanaman.
Pupuk buatan tunggal yang mengandung NH, (ZA, ammonium
chloride, ammonium carbonate, ammonium nitrate), pupuk kandang, dan
guano tidak boleh dicampur dengan pupuk yang mengandung Ca bebas
(Caco) karena akan menyebabkan N hilang dalam bentuk NH. Pupuk
buatan yang mengandung Ca bebas tidak boleh dicampur dengan pupuk
yang mengandung fosfat yang mudah larut, misalnya ES dengan
ammonium super fosfat akan menurunkan kelarutan dan khasiat asam
fosfatnya. Pupuk yang mengandung kapur bila dicampur dengan tepung
tulang, fosfat alam atau agrofos akan menurunkan kualitas pupuk karena
asam-asam di tanah yang seharusnya melarutkan fosfat sebagian akan
membentuk garam dengan Ca, sehingga menurunkan kelarutan fosfat
tersebut. Garam-garam K hanya boleh dicampur dengan berbagai pupuk
buatan seperti: thomas sesaat sebelum penyebaran pupuk karena campuran
tersebut akan mengeras dalam beberapa hari atau menggumpal terlebih
jika kelembaban udara tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2011).
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pencampuran dua macam
pupuk dapat dimasukkan ke dalam salah satu kriteria berikut, Selalu dapat
dicampur. Dapat dicampur sebelum penggunaan. Campuran menjadi keras
tapi dapat dihancurkan dengan mudah dan dapat disimpan. Campuran
menjadi keras. Tidak dapat dicampur sama sekali (Rosmarkam dan
Yuwono, 2011).
Kedua pupuk tersebut memiliki lebih dari satu jenis campuran
pupuk tunggal, sehingga merupakan persamaan antara pupuk campuran
dan pupuk majemuk. Namun, pupuk campuran dibuat dengan
mencampurkan pupuk tunggal secara manual, seperti urea dengan TSP dan
KCl. Tingkat keseragaman pupuk campuran bervariasi karena proses
pencampurannya manual, dan tidak semua pupuk bisa dicampur bersama.
Beberapa pupuk campuran juga hanya bisa digunakan sekali dan tidak bisa
disimpan (Rosmarkam dan Yuwono, 2011). Di sisi lain, pupuk majemuk
adalah pupuk yang mengandung minimal dua unsur utama yang
dibutuhkan tanaman, seperti pupuk NPK, TSP, KCl, KNO3 (Gaeswono
dan Soepardi 1983).
Pupuk campur dan pupuk majemuk berbeda dalam cara
pembuatan, keseragaman, dan kompatibilitasnya. Pupuk campur dibuat
dengan mencampur pupuk tunggal secara manual, sedangkan pupuk
majemuk dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih unsur utama.
Pupuk campur juga memerlukan bahan pengisi yang tidak higroskopis,
tidak bereaksi dengan pupuk, dan dapat membantu pemakaian pupuk
(Rosmarkam dan Yuwono, 2011). Dosis pupuk yang akan dicampur juga
harus tepat (Lingga dan Marsono, 2003).
Penyimpanan pupuk tergantung pada jenis pupuknya. Pupuk
organik harus disimpan di tempat yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu
lembab agar proses pematangan pupuk berjalan baik. Pupuk anorganik
harus disimpan sesuai dengan petunjuk pabrik agar tidak mengeras. Faktor
suhu, kelembaban, dan tumpukan harus diperhatikan dalam penyimpanan
pupuk anorganik (Prihmantoro, 2007).

L. Deskripsi Profil Tanah


Profil tanah adalah potongan vertikal (melintang) dari permukaan
tanah yang menunjukkan lapisan-lapisan tanah (solum) dan lapisan asal-
usulnya. Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang tercipta karena
proses-proses pembentukan tanah (Hardjowigeno, 2003). Profil tanah
adalah potongan melintang dari permukaan tanah sampai batuan dasarnya,
yang umumnya memiliki horizon-horizon O-A-E-B-C-R.
Keempat lapisan paling atas yang masih dipengaruhi oleh iklim
disebut solum tanah. Horizon O-A dinamakan horizon permukaan dan
horizon E-B dinamakan lapisan dalam (Hanafiah, 2014). Jika kita
menggali lubang di tanah, kita bisa melihat dengan jelas bahwa setiap sisi
lubang memiliki lapisan-lapisan tanah yang berbeda-beda karakteristiknya.
Di beberapa tempat ada lapisan pasir yang bergantian dengan lapisan clay,
lempung atau debu, sedangkan di tempat lain ada tanah yang seluruhnya
terbuat dari clay, tetapi di lapisan paling dalam berwarna abu-abu dengan
noda-noda merah, di bagian tengah berwarna merah, dan lapisan paling
atas berwarna hitam (Maidhal, 1993).
Profil tanah dapat diartikan sebagai urutan horison tanah yang
sejajar dengan permukaan tanah. Untuk mempelajari profil tanah,
dilakukan penggalian lubang vertikal hingga mencapai lapisan terdalam
tanah. Sifat-sifat penting tanah yang menjadi parameter pengukuran profil
tanah antara lain warna, tekstur, ketebalan horison, kedalaman solum, serta
sifat perakaran atau konkresi. Horison tanah merupakan lapisan-lapisan
yang terbentuk sebagai hasil dari proses pembentukan tanah dan memiliki
simbol genetik. Horison genetik mencerminkan perubahan sifat tanah yang
terjadi akibat dari proses pembentukan tanah, sementara horison penciri
adalah horison genetik yang digunakan sebagai penciri dalam klasifikasi
tanah dengan sifat-sifat yang dinyatakan secara kuantitatif.
Horizon tanah adalah hasil dari proses pembentukan tanah
(pedogenesis) yang membentuk lapisan-lapisan tanah yang berbeda.
Horizon tanah dapat dibedakan dengan mudah atau sulit berdasarkan
batasnya dengan horizon lainnya dalam profil tanah. Ada empat tingkat
ketajaman peralihan horizon, yaitu nyata (lebar peralihan <>12.5 cm). Ada
juga empat tingkat bentuk horizon topografi tanah, yaitu rata, berombak,
tidak teratur dan putus. Horizon tanah dan ciri-cirinya adalah sebagai
berikut: horizon O, horizon organik yang terletak di atas lapisan tanah
mineral, biasanya ditemukan pada tanah yang belum terganggu. O1 masih
menunjukkan bentuk asli sisa tumbuhan, sedangkan O2 sudah tidak
menunjukkan lagi. Horizon A, horizon permukaan tanah yang terdiri dari
campuran bahan mineral dan organik, merupakan horizon eluviasi yang
mengalami pencucian. Horizon A dapat dibagi menjadi A1 yang memiliki
warna gelap karena campuran humus dan bahan mineral; A2 yang
merupakan tempat pencucian maksimum terhadap liat, Fe, Al dan bahan
organik; AB yang merupakan horizon peralihan ke B yang lebih mirip
dengan A. Horizon B, horizon illuviasi yang menimbun berbagai bahan
seperti liat, Fe dan bahan organik. Horizon B dapat dibagi menjadi B1
yang merupakan horizon peralihan dari A ke B yang lebih mirip dengan B;
B2 yang merupakan tempat penimbunan maksimum liat, Fe dan bahan
organik; BC yang merupakan horizon peralihan ke C yang lebih mirip
dengan B. Horizon C, bahan induk yang hanya sedikit terlapuk. Horizon D
atau R, batuan keras yang belum terlapuk sama sekali. Namun tidak semua
tanah memiliki susunan horizon sesuai dengan urutan di atas.
Warna tanah menunjukkan bahan induk, iklim, kesuburan, atau
kapasitas produktivitas lahan. Biasanya, warna tanah yang lebih gelap
berarti produktivitas yang lebih tinggi. Warna tanah dipengaruhi oleh
kandungan bahan organik, proses pencucian, dan kandungan kuarsa.
Horizon tanah adalah lapisan tanah yang berbeda dengan ciri-ciri tertentu.
Ada beberapa horizon tanah, seperti O, A, B, C, dan D atau R.
Warna tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu jenis dan jumlah
mineral, kandungan bahan organik, dan kadar air dan hidratasi tanah.
Warna tanah dapat menunjukkan sumber, iklim, kesuburan, atau
produktivitas lahan. Warna tanah yang lebih gelap biasanya berarti
produktivitas yang lebih tinggi. Warna tanah dicatat dengan buku Munsell
Soil Color Chart, misalnya 7,5 YR 5/4 (coklat). Jika ada beberapa warna
tanah, harus disebutkan warna dominan. Tekstur tanah adalah tingkat
kehalusan tanah yang tergantung pada komposisi fraksi pasir, debu dan
liat. Pasir memiliki ukuran diameter terbesar (2 - 0.05 mm), debu memiliki
ukuran 0.05 - 0.002 mm, dan liat memiliki ukuran<>54.
Profil tanah adalah potongan vertikal tanah dari lapisan atas sampai
batuan induk (regolit), yang biasanya memiliki horison-horison O-A-E-B-
C-R. Solum tanah adalah empat lapisan atas yang dipengaruhi oleh cuaca.
Horison O-A (lapisan atas) sangat penting untuk tanaman, terutama yang
berakar dangkal. Profil tanah dibuat dengan membuat lubang dengan
ukuran tertentu sesuai dengan keperluan penelitian. Tanah terbentuk dan
berkembang karena gaya-gaya alam terhadap proses pembentukan mineral
dan bahan-bahan koloid. Pengenalan profil tanah meliputi sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Pengenalan ini penting untuk mempelajari
pembentukan, klasifikasi, pertumbuhan tanaman, dan pengolahan tanah
yang tepat. Faktor-faktor pembentuk tanah membuat berbagai jenis tanah
yang berbeda.
Untuk keperluan penelitian tanah, deskripsi atau penguatan profil
tanah kadang diperlukan. Informasi mengenai sifat-sifat tanah yang
diamati di lapangan, serta hasil analisis contoh tanah di laboratorium yang
diambil dari tiap horizon di dalam profil, dapat digunakan untuk
menentukan jenis dan tipe tanah. Tiap jenis dan tipe tanah memiliki ciri-
ciri khas yang dapat dilihat dari tiap horizon di dalam profil atau dari sifat
fisik dan kimianya. Profil tanah merupakan penampang vertikal tanah
yang dimulai dari permukaan tanah hingga ke lapisan induk bawah tanah.
Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang dimulai dari horizon A
hingga horizon B. Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon
merupakan proses yang membangun tubuh alam yang disebut tanah. Tiap
tanah ditandai oleh susunan horizon tertentu dan setiap profil tanah
umumnya terdiri dari dua atau lebih horizon utama. Tiap horizon dapat
dibedakan berdasarkan warna, tekstur, struktur, dan sifat morfologis
lainnya (Pairunan, 1985).

M. Kadar Lengas Tanah Kering Udara


Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang terbentuk dari proses
pelapukan makhluk hidup yang sudah mati dan busuk, serta batuan dan
bahan anorganik yang tererosi. Tanah berperan secara fisik sebagai media
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta sumber air dan hara
bagi akar tanaman. Secara kimia berperan sebagai tempat penyimpanan
dan penyalur nutrisi atau hara sedangkan secara biologis berperan sebagai
tempat tinggal dari makhluk tanah yang berkontribusi dalam menyediakan
hara dan zat tambahan untuk tanaman (Maroah, 2011). Tingkat kesuburan
tanah sangat dipengaruhi oleh jenis tanah, air tanah, dan kandungan di
dalamnya. Kesuburan tanah adalah kualitas tanah yang ditentukan oleh
interaksi fisika, kimia dan biologi tanah. Kandungan bahan organik dan
kelengasan tanah adalah ciri-ciri tanah secara fisik dan biologi yang dapat
mengikat hara dan berpengaruh pada kesuburan tanah (Zulkanain dkk.,
2013).
Kadar lengas tanah adalah kandungan air yang ada dalam rongga
tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas tanah bisa berupa persen
berat atau persen volume. Beberapa faktor yang berpengaruh pada
kandungan lengas dalam tanah antara lain iklim, cara pemberian air irigasi,
kandungan bahan organik, fraksi lempung tanah, topografi, dan adanya
bahan penutup tanah baik organik maupun anorganik (Ritawati et al,
2015). Ada beberapa metode pengukuran langsung yang dapat digunakan
dan akurat untuk menentukan lengas tanah atau kadar air tanah. Metode
dasar pengukuran langsung di lapangan yang paling sering digunakan
untuk estimasi kelembaban tanah diantaranya adalah metode gravimetri,
neutron probe dan metode berdasarkan sifat tanah dielektrik. Metode
gravimetri mengestimasi kadar air dalam tanah dengan menimbang sampel
sebelum dan sesudah pengeringan dalam oven (Mali dan Shukla, 2014).
Metode gravimetri adalah metode yang mudah secara konseptual
untuk mengetahui kadar air tanah. Pada dasarnya melibatkan pengukuran
kehilangan air dengan menimbang sampel tanah sebelum dan sesudah
dikeringkan pada suhu 105-110oC dalam oven. Hasilnya dinyatakan
dalam persentase air dalam tanah, yang bisa diekspresikan dalam
persentase terhadap berat kering atau berat basah. Kadar lengas tanah
mempengaruhi berat kering tanaman dan saat panen. Kadar lengas tanah
yang semakin rendah bisa menyebabkan penurunan berat kering tanaman
saat panen (Permanasari dan Silistyaningsih, 2013). Kandungan uap air
dalam tanah sangat penting, karena tanah akan terbentuk jika ada lempung,
koloid organik, garam terlarut yang terakumulasi larut di dalam air.
Jumlah air di dalam tanah terikat oleh gaya matriks, gaya osmotik dan
gaya kapiler. Kadar lengas tanah mencakup air dan bahan-bahan yang
terlarut di dalamnya, sedangkan kadar air tanah mengandung bagian air
murni yang ada pada tanah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kelengasan tanah yaitu tekstur tanah, struktur tanah, dan porositas tanah.
Tekstur tanah menentukan bentuk dari tanah itu apakah pasir, lempung,
atau debu. Struktur tanah yaitu susunan dari tanah itu sendiri, dan
porositas tanah yaitu ruang pori total atau ruang kosong di dalam tanah.
Tanah yang porous berarti tanah yang memiliki pori tanah yang cukup
untuk pergerakan udara dan air di dalam tanah (Hanafiah, 2012).
Lengas sangat berpengaruh dalam proses pembentukan tanah,
kehidupan tanaman dan mikroorganisme tanah serta siklus hara. Hampir
semua reaksi kimia dan fisika yang terjadi di dalam tanah selalu
melibatkan air sebagai media pelarut mineral, senyawa asam dan basa
serta ion-ion dan gugus-gugus organik maupun anorganik. Kadar lengas
tanah digunakan untuk menentukan jadwal pengairan pada lahan sawah
atau irigasi. Untuk menentukan kelengasan tanah dapat digunakan
perhitungan evapotranspirasi dan presipitasi pada tanah. Pengukuran juga
dapat dilakukan dengan mengetahui suhu tanah sehingga kadar lengas
dapat diketahui melalui besarnya suhu, tekstur, struktur, dan besar
kecilnya pori tanah. Sedangkan kadar lengas sendiri merupakan kadar
kelembaban atau air yang ada dalam tanah atau diantara rongga tanah itu
sendiri (Arif et al., 2012).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Kadar Lengas Tanah Kering Udara


1. Metode
Gravimetri
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Botol timbang
2) Timbangan
3) Oven
4) Eksilator
b. Bahan
1) Tanah Ø 2,0 mm (tanah halus)
2) Tanah Ø 0,5 mm
3) Tanah gumpalan
3. Cara Kerja
a. Ambil botol timbang tertutup, beri label, lalu ditimbang (misal
=α gram)
b. Isi botol timbang tersebut dengan contoh tanah Ø 2,0 mm kira
– kira sepertiga volume botol timbang
c. Timbang botol + tanah ( dengan tutupnya) (misal b gram).
Oven botol tersebut dengan tutup sedikit dibuka pada suhu
105°- 110°C selama minimum 4 jam
d. Keluarkan botol dari oven, tutup serapat mungkin dan biarkan
dingin di dalam eksikator (15 menit)
e. Timbang botol dengan keadaan tertutup rapat (misal c gram )
f. Lakukan langkah yang sama untuk tanah Ø 0,5 mm dan tanah
gumpalan, masing – masing 2 ulangan.

B. Kerapatan Masa Tanah (BV)


1. Metode
Lilin
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Cawan pemanas lilin
2) Lampu spirtus
3) Penumpuk kaki tiga
4) Gelas ukur
5) Pipet ukur 10 ml
6) termometer
b. Bahan
Tanah gumpal kering udara
3. Cara Kerja
a. Ambil sebongkah contoh tanah sedemikian rupa sehingga dapat
masuk kedalam gelas ukur dengan longgar. Bersihkan
permukaannya dari butir-butir tanah yang menempel secara
hati-hati dengan kuas. Ikat dengan benang sehingga dapat
digantung. Timbang bongkah tanah ini (misal a gram).
b. Cairkan lilin dalam cawan panas, ukur suhunya dengan
termometer. Celupkan bongkah tanahpada lilin yang mencair
dengan suhu tepat 60 0C (lilin dapat meresap masuk kedalam
pori-pori tanah jika suhunya lebih tinggi. Pastikan lilin benar-
benar menutupi permukaan bongkah. Setelah dingin
timbanglah bongkah tanah berlilin tersebut (misalnya b gram).
c. Isi gelas ukur dengan air sampai volume tertentu (misal p ml)
dan tenggelamkan bongkah tanah berlilin kegelas ukur (volume
air akan naik). Catat volume air dalam gelas ukur setelah
dimasukki bongkah tanah berlilin (misal q ml).

C. Kerapatan Butir Tanah (BJ)


1. Metode
Gravimetri
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Piknometer
2) Kawat pengaduk halus
3) Termometer
b. Bahan
Tanah kering udara ∅ 2 mm
3. Cara Kerja
a. Timbang piknometer kosong bersumbat (misal a gram). Isilah
dengan air sampai diatas leher, pasang sumbatnya hingga air
dapat mengisi pipa kapiler sampai penuh.
b. Bersihkan dan keringkan piknometer dari air, isilah piknometer
tersebut dengan tanah kira-kira 5 gram (kira-kira ¾ cm jika
volume piknometer 50 ml dan 1 cm jika volume piknometer 25
ml), pasang sumbatnya dan timbang (misal c gram).
c. Tambahkan air kedalam piknometer sampai separuh volume,
aduk dengan kawat supaya gelembung udara keluar ( bantu
dengan menggoyang-goyang piknometer). Pasang sumbatnya
dan biarkan semalam.
d. Ulangi pengadukan dengan menggunakan kawat, biarkan
sebentar untuk mengendapkan sebagian besar tanahnya .
Tambahkan air sampai penuh dengan cara seperti langkah 1.
Usahakan agar suspensi tidak teraduk.
e. Timbang piknometer + tanah + air (misal d gram), kemudian
ukur suhu didalam piknometer (misal t2 0C). Lihat BJ air (BJ2)
berdasarkan suhunya pada daftar tabel BJ yang tersedia.
f. Timbang piknometer penuh air ini(misal b gram), ukur suhunya
(misal t1 0C) dan lihat BJ air (BJ1) pada suhu tersebut didalam
daftar tabel B

D. Tekstur Tanah
1. Metode
Hidrometer
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Hidrometer
2) Tabung sedimentasi
3) Erlenmeyer
4) Pengaduk
b. Bahan
Tanah Ø 2,0 mm
3. Cara Kerja
a. Timbang sampel tanah sebanyak 50 g (kering mutlak) untuk
tanah lempungan dan 100 g untuk tanah pasiran, masukkan ke
dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan aquades sampai 2/3 erlenmeyer dan 10 mL bahan
kimia pendispersi, kemudian aduk dengan pengaduk dan ukur
pH 10 – 11 (seandainya pH belum tercapai tambahkan bahan
kimia pendispersi dengan menggunakan pipet).
c. Gojok selama 15 menit dengan menggunakan mesin
penggojok, kemudian pindahkan suspensi tanah tersebut
kedalam tabung sedimentasi sampai bersih dengan
menggunakan botol semprot.
d. Tambahkan aquades menjadi volume 1130 mL (jika yang
digunakan 50 g tanah) atau menjadi volume 1205 mL (jika
yang digunakan 100 g tanah).
e. Tutup mulut tabung dan gojok dengan cara membalik-balikkan
tabung (sebanyak 15 kali). Catat waktunya saat pengojokkan
dihentikan.
f. Masukkan secara hati-hati hidrometer dan baca hidrometer
setelah 40 detik penggojokkan dihentikan serta catat suhu
suspensi. Lakukan 2 kali ulangan dan hasil rata-ratanya untuk
menentukan (Lempung + Debu) gram.
g. Ulangi langkah 5 dan 6 tetapi pembacaan hidrometer dilakukan
setelah 120 menit dan catat suhu suspensi. Lakukan 2 kali
ulangan dan hasil rata-ratanya untuk menentukan (Lempung)
gram.
h. Cuci dan bersihkan semua alat yang digunakan.
E. Konsistensi Tanah
1. Metode
Atterberg
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Casagrande
2) Cawan penguap Ø 12 cm
3) Colet
4) Botol pemancar air
5) Botol timbang
6) Oven
7) Timbangan
8) Exicator
9) Kertas grafik semilog
b. Bahan
Tanah Ø 0,5 mm
3. Cara Kerja
a. Siapkan casagrande dengan buah sekrup pengatur dan dengan
bagian ekor colet yang tinggi jatuh cawan = 1 cm
b. Ambil tanah 100 gram dalam cawan penguap. Dengan
menggunakan colet tanah dicampur dengan air yang
dirtambahkan sedikit demi sedikit dengan botol pemancar air
sehingga diperoleh suatu pasta yang homogeny.
c. Letakkan sebagian pasta tanah diatas cawan alat casagrande
dan permukaannya diratakan dengan colet sampai tebal pasta
kira-kira 1 cm. Kemudian dengan colet pasta tanah dibelah
sepanjang sumbu diametric cawan. Waktu membelah pasta,
colet dipegang sedemikian rupa sehiungga pada setiap
kedudukannya selalu tegak lurus pada permukaan cawan.
Didasar alur pembelahan harus terlihat [ermukaan cawan yang
bersih dari tanah selebar ujung colet 2 mm.
d. Alat casagrande diputar pada pemutarannya sehingga cawan
terketuk-ketuk sebanyak dua kali setiap detik. Banyak ketukan
untuk menutup kembali sebagian alur sepanjang 1 cm dihitung.
Kemudian diulangi langkah ke-3. Cawan diketuk-ketukkan lagi
dan bnayak ketukan untuk menutup alurnya kembali dihitung
seperti tadi. Pekerjaan ini diulangi sampai setiap kali diperoleh
banyaknya ketukan yang tetap
e. Setelah diperoleh banyak ketukan yang tetap antara 10-40
ambillah sejumlah pasta tanah disekitar bagian alur yang
menutup sebanyak kira-kira 10 gram dan ditetapkan kadar
f. Kerjakan langkah ke-3 sampai ke-5 sehingga seluruhnya
diperoleh 4 pengamatan dengan banyak ketukan berbeda-beda
yaitu dua buah pengamatan berketukan dibawah 25 dan dua
buah di atas 25.

F. Reaksi Tanah
1. Metode
Ph meter atau stick
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Ph meter atau stick
2) Dua buah cepuk ph
b. Bahan
Tanah kering udara halus Ø 2,0 mm
3. Cara Kerja
a. Timbang contoh tanah sebanyak 5 gram (buat 2 ulangan) dan
masukkan kedalam cepuk pH, kemudian tambahkan air
sebanyak 12,5 ml.
b. aduk secara merata dan diamkan selama 30 menit. Kemudian
ukur pH dengan pH meter/stick.
c. Ulangi langkah tersebut dengan menggunakan pelarut K.

G. Kadar Bahan Organik Tanah


1. Metode
Walkey dan Black
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Labu takar 50 ml
2) Pipet 10 ml
3) Gelas ukur 10 ml
4) Labu erlenmeyer 50 ml
5) Buret
b. Bahan
1) Tanah kering udara 0,5 mm
2) K2Cr2O7 1 N
3) H2SO4 pekat
4) Fe2SO4 1N
5) H3PO4 85%
6) indikator difemilamin
3. Cara Kerja
a. Timbang contoh tanah kering udara 1 g dan masukkan ke labu
takar 50 ml. Tambahkan 10 ml K2Cr2O7 1N dengan pipet
volume.
b. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat dengan gelas ukur (lewat
dinding kaca)
c. Gojog dengan gerakan mendatar dan memutar. Warna harus
tetap merah jingga, apabila warna berubah menjadi hijau
tambahkan 10ml K2Cr2O7 1N dan 10ml H2SO4 pekat (catat
volume penambahan ini). Biarkan selama 30 menit agar larutan
menjadi dingin. Tambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml
Indikator difenilamin, kemudian tambahkan air hingga 50 ml.
d. Sumbat labu takar dengan sumbat karet atau plastik. Gojog
dengan dibolak balik sampai homogen dan biarkan mengendap.
Ambil 5 ml larutan yang jernih dengan pipet dan tambahkan 15
ml air. Titrasi dengan Fe2SO4 1N hingga warna kehijauan.
e. Ulangi langkah tersebut untuk keperluan blanko (cukup satu
kelompok).

H. N- Total Tanah
1. Metode
Kjeldahl
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Alat destruksi
2) Alat destilasi
3) Gelas arloji 8 cm
4) Labu kjeldahl 250 ml
5) Buret 50 ml
6) Erlenmeyer 150 ml
7) Gelas ukur 100 ml
b. Bahan
1) Tanah kering udara Ø 0,5 mm
2) H2SO4 pekat
3) H2SO4 0,1 N
4) campuran katalisator ( serbuk K2SO4 dan CuSO4 dengan
perbandingan berat 20:1)
5) indikator-methyl red
3. Cara Kerja
a. Destruksi
1) Timbang contoh tanah kering udara sekitar 1 g dengan alas
gelas arloji bersih. Masukan ke dalam labu kjeldahl dan
tambahkan 6 ml H2SO4 pekat. Tambahkan campuran
katalisator serbuk K2SO4 dalam CuSO4 sebanyak1-2
sendok kecil.
2) Gojog sampai merata dan panaskan dengan hati-hati
sampai asapnya hilang dan warna larutan berubah menjadi
putih kehijauan/tak bewarna (pemanasan dilakukan di
dalam lemari asam), kemudian dinginkan.
b. Destilasi
1) Setelah larutan dingin, tambahkan air 25-50 ml air,
kemudian tuang ke dalam labu destilasi. Masukan dengan
cara dituangkan berulang-ulang dab dibantu dengan air
(usahakan agar butir tanah tidak ikut masuk).
2) Ambil erlenmeyer 150 ml dan isi dengan 10 ml H2SO4 0,1
N. Beri dua tetes indikator methyl red hingga warana
menjadi merah.
3) Tempatkan erlenmeyer tersebut kebawah alat pendingin
destilasi hingga ujung pendingin alat tersebut tercelup
dibwah permukaan asam.\
4) Tambahkan secara hati-hati 20 ml NaOH pekat ( dengan
gelas ukur ) melalui dinding labu destilasi. Langkah ini
harus dijalankan sesaat sebelum destilasi dimulai.
5) Mulailah destilasi dan jaga agar larutan didalam erlenmeyer
tetap bewarna merah. Jika warna larutan berubah/hilang
segera tambahkan H2SO4 0,1 N dengan jumlah yang
diketahui. Destilasi berlangsung sekitar 30 menit (dilihat
mulai larutan itu mendidih)
6) Setelah destilasi selesai, erlenmeyer diambil (api baru boleh
dipadamkan jika erlenmeyer sudah diambil).
7) Bilas dengan air suling ujung atas bawah alat pendingin (air
juga dimasukan kedalam erlenmeyer)
c. Titrasi
1) Larutan dalam gelas piala ditritasi dengan NaOH 0,1 N
sampai warna hampir hilang.
2) Lakukan prosedur yang sama untuk analisis blanko, yaitu
analisis dilakukan tanpa memakai tanah.

I. KPK Tanah Secara Kualitatif


1. Metode
Daya jerap muatan positif dan negatif
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Tabung reaksi 8 buah
2) Corong 8 cm
3) Kertas saring
b. Bahan
1) Tanah Ø 2,0 mm
2) Tanah Ø 0,5 mm
3) Tanah regosol
4) Tanah grumosol
5) Tanah latosol
3. Cara Kerja
a. Ambil tabung reaksi, masing-masing diisi dengan tanah Ø
0,5mm dan Ø 2 mm dan tambahkan larutan gentian violet
setinggi 5 ml dari alas tabung ke dalam masing-masing tabung.
b. Kocok selama 2 menit, kemudian saring dengan kertas saring,
filtratnya ditampung dalam tabung reaksi lainnya. Perhatikan
warna filtratnya dan bandingkan dengan control (larutan
gentian violet tanpa tanah).
c. Ulangi langkah di atas dengan larutan eosin red (perhatikan
perubahan warna suspensi pada larutan gentian violet dan eosin
red)
d. Bandingkan intensitas warna filtrate antar jenis tanah. Semakin
pudar warna filtrate menunjukkan semakin banyak muatan
tanahnya.

J. Pengenalan Jenis Pupuk


1. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Timbangan analitis
2) Oven
3) Tabung reaksi
4) Gelas ukur
5) Pengaduk
6) Botol timbang
7) Kantong plastik
8) Label
9) Ph stick
b. Bahan
1) Beberapa jenis pupuk
2) Aquades

K. Membuat Pupuk Campur


1. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Timbangan analitik
2) Kantong plastik
3) label
b. Bahan
1) Beberapa jenis pupuk
2) Pasir sebagai filter
2. Cara Kerja
a. Timbang beberapa jenis pupuk yang akan dicampur sesuai
dengan perbandingan dari hasil perhitungan, kemudian
tambahkan fillernya.
b. Campurlah sampai homogen, kemudian masukkan kedalam
kantong plastik yang telah diberi label. 3. Setelah satu bulan
amati perubahan-perubahan yang terjadi.

L. Deskripsi Profil Tanah


1. Alat dan Bahan
a. Alat
1) klinometer
2) altimeter
3) kompas
4) munsell soil chart
5) ph stick
6) pisau
7) cangkul
8) meteran
9) pipet karet
10) cepuk plastik
b. Bahan
1) HCl 10%
2) H2O2 3%
3) H2O2 10%
4) Aquades
5) KCl
2. Cara Kerja
a. Buat profil tanah atau keprasan lereng yang sudah ada di
lapangan, kemudian dibersihkan permukaan keprasan.
b. Tentukan batas lapisan profil tanah
c. Deskripsi tiap lapisan, baik sifat fisik dan kimia tanah di
lapangan sesuai dengan bor list.
d. Amati morfologi tanah.
e. Mengisi bor list.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat fisik tanah


1. Hasil pengamatan
2. Pembahasan
a. Kadar lengas kering udara
Kadar lengas adalah sejumlah air yang terkandung atau
ditahan di dalam satu unit massa atau volume tanah yang
dinyatakan dalam bentuk % burat atau % volume. Kadar lengas
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tekstur tanah dan
kandungan bahan organik. Pengiriman kadar lengas dilarutkan
dengan metode gravimetri (pengeringan). Metode ini didasarkan
pada prinsip bahwa suatu senyawa atau zat tertentu dapat diisolasi
atau diendapkan dari sampel, kemudian diukur beratnya untuk
menentukan jumlahnya. Sampel tanah yang digunakan adalah
tanah grumusol gumpal, 2,0 mm dan 0,5 mm, regosol gumpal, 2,0
mm dan 0,5 mm, latosol gumpal, 2,0 mm dan 0,5 mm.
Pada tanah grumusol, kadar lengas tanah gumpal sebesar
10,18 %, tanah diameter 2,0 mm sebesar 10,28 %, dan tanah
diameter 0,5 mm sebesar 11,45 %. Berdasarkan data tersebut,
kadar lengas tanah grumusol sudah sesuai dengan teori, karena
kadar lengas berbanding terbalik dengan diameter. Dalam hal ini,
kadar lengas tanah grumusol menunjukkan pola yang konsisten
dengan asumsi tersebut, yaitu kadar lengas paling tinggi pada
partikel dengan diameter terkecil (0,5 mm) dan kadar lengas
paling rendah pada partikel tanah gumpal. Oleh karena itu,
berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kadar lengas
tanah grumusol mengikuti pola yang sesuai dengan teori yang ada.
Pada tanah regosol, kadar lengas tanah gumpal sebesar 1,92
%, tanah diameter 2,0 mm sebesar 4,51 %, dan tanah diameter 0,5
mm sebesar 4,68 %. Berdasarkan data tersebut, kadar lengas tanah
regosol sudah sesuai dengan teori, karena kadar lengas berbanding
terbalik dengan diameter. Dalam hal ini, kadar lengas tanah
regosol menunjukkan pola yang konsisten dengan asumsi tersebut,
yaitu kadar lengas paling tinggi pada partikel dengan diameter
terkecil (0,5 mm) dan kadar lengas paling rendah pada partikel
tanah gumpal. Oleh karena itu, berdasarkan data tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kadar lengas tanah regosol mengikuti pola
yang sesuai dengan teori yang ada.
Pada tanah latosol, kadar lengas tanah gumpal sebesar 8 %,
tanah diameter 2,0 mm sebesar 7,5 %, tanah 0,5 mm sebesar 10,5
%. Berdasarkan data tersebut, kadar lengas tanah latosol tidak
sesuai dengan teori, karena kadar lengas berbanding terbalik
dengan diameter. Ketidaksesuaian terdapat pada tanah diameter
2,0 mm. Menurut Walker (2002), tanah dengan diameter kecil
memiliki kadar lengas yang lebih besar dari tanah yang
diameternya lebih besar, karena semakin kecil diameter tanah
kemampuannya untuk menyimpan air lebih besar. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kadar bahan
organik. Mungkin di tanah dengan diameter 2,0 mm kadar bahan
organiknya lebih sedikit dibandingkan tanah gumpal, sehingga
kemampuan untuk menyimpan airnya lebih rendah dibandingkan
dengan tanah gumpal.
Dari ketiga jenis tanah tersebut, dapat diurutkan kadar
lengas terbesarnya, yaitu tanah grumusol, latosol, dan regosol.
Tanah grumusol memiliki kadar lengas yang paling besar
dibandingkan dengan tanah regosol dan latosol karena sifat-sifat
fisik dan kimia yang berbeda antara jenis-jenis tanah tersebut.
Grumusol memiliki struktur granular yang sangat baik, di mana
partikel-partikel tanah teraglutinasi membentuk gumpalan-
gumpalan yang longgar. Struktur ini memungkinkan penahanan air
yang lebih baik, sehingga dapat menampung lebih banyak air
dalam rongga-rongga antarpartikel.

b. Kerapatan massa tanah (BV).


Kerapatan massa tanah adalah massa total dari tanah pada
volume tertentu, termasuk pori-pori udara dan air. perhitungan
kerapatan massa tanah dapat dilakukan dengan metode lilin.
Prinsip kerja metode lilin adalah melapisi seluruh bagian
bongkahan tanah dengan lilin yang kemudian ditimbang dan
menghitung volumenya. Tanah yang digunakan yaitu tanah
gumpal kering udara grumusol, regosol dan latosol.
Porositas tanah adalah kemampuan tanah dalam menyerap
air berkaitannya dengan tingkat kepadatan tanah. Semakin padat
tanah berarti semakin sulit untuk menyerap air, maka porositas
tanah semakin kecil. Sebaliknya semakin mudah tanah menyerap
air maka tanah tersebut memiliki porositas yang besar
Pada tanah grumusol, didapat kerapatan massa tanah
sebesar 1,23 g/cm^3. Tanah grumosol memiliki kerapatan massa
tanah paling kecil, hal ini sesuai dengan teori karena Tanah
grumusol memiliki kerapatan tanah paling kecil karena memiliki
kandungan lempung dan bahan organik yang cukup tinggi.
lempung dan bahan organik memiliki massa jenis yang lebih
rendah daripada pasir dan kerikil. Tanah grumusol memiliki
porositas sebesar 45%. Terbesar kedua setelah tanah latosol. Hal
ini tidak susuai dengan teori, karena bv berbanding terbalik
dengan pororitas. Semakin kecil bv, semakin besar juga
porositasnya. Hal ini disebabkan oleh tanah grumusol memiliki
porositas yang besar dan kerapatan yang rendah karena faktor
struktur dan komposisi mineralnya. struktur tanah grumusol yang
berbentuk granuler pada lapisan atas dan gumpalan pada lapisan
dalam. Struktur granuler dan gumpalan ini membentuk ruang pori
yang besar antara partikel-partikel tanah.
Pada tanah regosol, didapat kerapatan massa tanah sebesar
1,418g/cm^3. Hal ini sesuai dengan teori, karena tanah regosol
memiliki kandungan pasir dan kerikil yang tinggi. Pasir dan kerikil
adalah partikel tanah yang memiliki massa jenis yang tinggi,
sehingga meningkatkan kerapatan tanah. Tanah regosol memiliki
porositas sebesar 45,80%, hal ini tidak sesuai dengan teori, karena
tanah regosol memiliki kerapatan massa tanah yang lebih tinggi
daripada tanah grumusol. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-
faktor lain yang mempengaruhi porositas tanah, seperti struktur,
kandungan air, dan bahan organik.
Pada tanah latosol, didapat kerapatan massa tanah sebesar
1,33g/cm^3. Terbesar kedua setelah tanah grumusol. Hal ini tidak
sesuai dengan teori, karena karena tanah latosol seharusnya
memiliki kerapatan massa tanah yang paling rendah di antara
ketiga jenis tanah tersebut. Tanah latosol memiliki kandungan
lempung dan bahan organik yang tinggi. lempung dan bahan
organik memiliki massa jenis yang rendah, sehingga menurunkan
kerapatan tanah. Pada tanah latosol didapat porositas sebesar 36%.
Paling kecil diantara ketiga tanah tersebut. Hal ini tidak sesuai
dengan teori, karena tanah latosol seharusnya memiliki porositas
yang paling besar di antara ketiga jenis tanah tersebut yang
disebabkan oleh kerapatan massa tanah yang paling kecil.
Dari ketiga tanah jenis tersebut, Tanah grumusol memiliki
nilai BV paling rendah, dan porositas kedua terbesar. Tanah
regosol memiliki nilai BV paling tinggi, dan porositas paling
besar. Tanah latosol memiliki nilai BV kedua terendah, dan
porositas paling rendah.

c. Kosistensi tanah
Penetapan konsistensi tanah berdasarkan 3 kadar air yang
umum digunakan adalah dengan uji konsistensi Atterberg. Uji ini
dilakukan dengan cara mengukur 3 kadar air dalam tanah, yaitu
kadar air tanah pada kondisi alami, kadar air tanah setelah
dicampur dan diaduk dengan alat uji konsistensi Atterberg, serta
kadar air tanah setelah dijepit dengan alat uji tersebut.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, tanah grumusol
memiliki batas cair paling tinggi, yaitu sebesar 77,99% dengan
harkat sangat tinggi. Tanah latosol kedua tertinggi, yaitu sebesar
53,78% dengan harkat tinggi. Tanah regosol paling kecil, yaitu
sebesar 33,23% dengan harkat tinggi. tanah grumusol memiliki
batas cair paling tinggi karena tanah ini berasal dari tuffa vulkanik
dan batuan induk kapur, bersifat basa, dan tidak memiliki aktivitas
organik di dalamnya. Tanah regosol memiliki batas cair paling
kecil karena tanah ini berasal dari endapan aluvial atau koluvial
yang belum mengalami pelapukan.
Tanah grumusol memiliki nilai batas lekat paling tinggi,
yaitu sebesar 55,53% dengan harkat terlalu tinggi. Tanah latosol
terbesar kedua, yaitu sebesar 43,5% dengan harkat sangat tinggi.
Tanah regosol paling rendah, yaitu sebesar 32,856% dengan harkat
sangat tinggi. tanah grumusol umumnya memiliki kandungan
lempung yang tinggi. Lempung memiliki daya serap yang baik
terhadap air dan nutrisi, sehingga menjadikan tanah ini memiliki
nilai batas lekat yang tinggi. tanah regosol cenderung memiliki
struktur yang lebih longgar dan kurang memiliki agregat yang
stabil. Hal ini menyebabkan tanah ini memiliki kemampuan
menahan air dan nutrisi yang lebih rendah.
Tanah latosol memiliki nilai batas gulung paling besar,
yaitu sebesar 38,905% dengan harkat sangat tinggi. Tanah
grumusol terbesar kedua, yaitu sebesar 26,59% dengan harkat
tinggi. Tanah regosol paling rendah, yaitu sebesar 26,002%
dengan harkat tinggi. Salah satu karakteristik penting dari tanah
latosol adalah keberadaan argilik, yaitu fraksi tanah yang kaya
akan partikel lempung. Partikel lempung pada tanah ini memiliki
kemampuan menahan air dan nutrisi yang baik. Proses
pembentukan yang cepat dan erosi yang signifikan dalam tanah
regosol menyebabkan struktur tanah ini kurang stabil dan kurang
memiliki agregat-agregat yang besar. Akibatnya, kemampuan
tanah ini dalam menahan air dan kelembaban menjadi rendah.
Tanah grumusol memiliki nilai batas berubah warna paling
besar, yaitu sebesar 38,66% dengan harkat sangat tinggi. Tanah
latosol terbesar kedua, yaitu sebesar 35,5% dengan harkat sangat
tinggi. Tanah regosol paling rendah, yaitu sebesar 27,028%
dengan harkat tinggi. Grumusol adalah tanah yang terbentuk dari
tuffa vulkanik dan batuan kapur. Tanah ini memiliki agregat besar
yang stabil dan struktur yang baik. Tanah ini dapat berubah warna
sesuai dengan lingkungan. Regosol terbentuk melalui proses erosi
yang intens, yang dapat mengakibatkan hilangnya sebagian besar
fraksi tanah yang lebih halus, seperti partikel lempung. Akibatnya,
tanah regosol umumnya memiliki tekstur yang lebih kasar dan
lebih sedikit kandungan mineral yang dapat memberikan
perubahan warna yang signifikan.
Tanah grumusol memiliki nilai jangka olah terbesar, yaitu
sebesar 28,94% dengan harkat sangat tinggi. Tanah regosol
terbesar kedua, yaitu sebesar 6,849% dengan harkat rendah. Tanah
latosol paling rendah, yaitu sebesar 4,60% dengan harkat rendah.
Latosol umumnya memiliki tekstur yang kasar dan kandungan
bahan organik yang relatif rendah. Hal ini mengurangi
kemampuan tanah untuk menahan nutrisi dan mempertahankan
kesuburan.
Tanah grumusol memiliki indeks plastisitas terbesar, yaitu
sebesar 51,4% dengan harkat terlalu tinggi. Tanah latosol terbesar
kedua, yaitu sebesar 12,97% dengan harkat rendah. Tanah regosol
paling rendah, yaitu sebesar 7,228% dengan harkat rendah.
Regosol, yang terbentuk melalui proses erosi dan pengendapan
material, umumnya memiliki tekstur yang kasar dan kurang
memiliki kandungan bahan liat yang signifikan. Karena itu, tanah
ini memiliki indeks plastisitas yang rendah.
Tanah grumusol memiliki nilai persediaan air maksimum
terbesar, yaitu 39,23% dengan harkat sedang. Tanah latosol
terbesar kedua, yaitu sebesar 18,28% dengan harkat sangat rendah.
Tanah regosol paling rendah, yaitu sebesar 6,202% dengan harkat
sangat rendah. Grumusol cenderung memiliki struktur agregat
yang baik dan kandungan bahan organik yang tinggi. Struktur ini
menciptakan porositas dalam tanah, memungkinkan penyerapan
dan penyimpanan air yang baik.
Tanah regosol memiliki nilai suplus terbesar, yaitu -0,374%
dengan harkat lebih dari sedang. Tanah latosol terbesar kedua,
yaitu sebesar -10,28% dengan harkat sedang. Tanah grumusol
paling rendah, yaitu sebesar -22,46% dengan harkat buruk.
Regosol umumnya memiliki tekstur kasar dan struktur yang
kurang berkembang. Hal ini menyebabkan tanah memiliki tingkat
drainase yang cepat, sehingga air lebih mudah mengalir melalui
tanah dan tidak banyak disimpan.
B. Sifat kimia tanah
1. Hasil pengamatan
2. Pembahasan
a. Reaksi tanah (Ph)
PH adalah suatu ukuran. Yang menguraikan derajat tingkat
kadar keasaman atau kadar alkali dari suatu zat. Ph tanah memiliki
skala 0 – 14. PH tanah dapat diukur dengan metode stik yaitu
mencocokkan warna yang didapatkan pada stik berdasarkan tabel
warna yang terdapat pada bungkus plastik. Wah dalam praktikum
digunakan 2 jenis larutan yaitu h2o dan kcl. Larutan h20
mempengaruhi PH aktual dan larutan kcl mempengaruhi potensial.
Tanah regosol memiliki ph aktual 6 dengan harkat masam
lemah, dan ph potensial 5 dengan harkat masam lemah. Tanah
regosol berasal dari letusan gunung berapi sehingga memiliki
kandungan unsur hara tinggi. Kandungan seperti Fe, dan Al
menyebabkan tanah menjadi masam. Kandungan hara yang tinggi
menunjukkan kejenuhan basa pada tanah regosol tinggi dan berarti
tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian. Hal ini
menyebabkan ph pada tanah regosol tinggi karena semakin tinggi
kejenuhan basa maka tanah tersebut memiliki ph yang tinggi pula.
Yang berarti hubungan antara kejenuhan basa dan ph berbanding
lurus.
Tanah latosol memiliki ph aktual 6 dengan harkat masam
lemah dan ph potensial 5 dengan harkat masam lemah. Tanah
latosol terbentuk dari pelapukan batuan induk yang mengandung
mineral-mineral basa seperti kalsium, magnesium, dan kalium.
Mineral-mineral ini dapat menetralkan keasaman tanah dan
meningkatkan pH potensialnya.
Tanah grumusol memiliki ph aktual 6 dengan harkat masam
lemah dan ph potensial 6 engan harkat masam lemah. Tanah
grumusol terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan tuffa
vulkanik. Karena terdiri dari hasil pelapukan batuan kapur, tanah
grumusol memiliki ph aktual sedikit masam. Hal tersebut terjadi
karena pelapukan hanya mengubah bentuk fisik dan tekstur unsur
seperti Ca dan Mg yang sebelumnya rapat menjadi lebih longgar.
Ph potensial tanah grumusol adalah 6 dengan harkat masam lemah.
Hal tersebut mungkin terjadi karena tanah sudah tercampur dengan
abu vulkanik yang memiliki kandungan hara yang bersifat masam.
Tanah regosol, latosol dan grumusol memiliki ph aktual
yang sama, yaitu 6 dengan harkat masam lemah. Tanah latosol
memiliki ph potensial tertinggi yaitu 5 dengan harkat asam lemah.
Tanah regosol memiliki ph potensial terendah yaitu 5 dengan
harkat masam lemah. Tanah grumusol memiliki nilai ph potensial
kedua tertinggi, yaitu 6 dengan harkat masam lemah.

b. Kadar bahan organik tanah


Kadar bahan organik tanah adalah jumlah bahan organik
yang terkandung dalam suatu sampel tanah. Bahan organik adalah
sisa-sisa organisme hidup atau produk organisme hidup yang telah
mati dan terurai di dalam tanah. Kadar bahan organik tanah dapat
diukur dengan mengambil sampel tanah dan menganalisisnya di
laboratorium dengan menggunakan metode tertentu. Kadar bahan
organik tanah biasanya diukur dalam satuan persen berat kering
atau %BK.
Tanah grumusol memiliki kadar bahan organik tertinggi
yaitu c organik sebesar 3,82% dengan harkat tinggi dan bahan
organik sebesar 6,58% dengan harkat sedang. Hal ini tidak susuai
dengan teori karena Tanah grumusol berasal dari batuan induk
kapur dan tuffa vulkanik yang bersifat basa dan tidak memiliki
aktivitas organik di dalamnya. Hal ini menyebabkan tanah
grumusol sangat miskin hara dan unsur organik lainnya. Tanah
grumusol memiliki sifat lempung berliat yang membuatnya mudah
tererosi oleh air hujan. Air hujan dapat membawa bahan organik
yang terdapat di permukaan tanah ke lapisan bawah atau ke sungai.
Hal ini dapat mengurangi kandungan bahan organik di tanah
grumusol.
Tanah regosol memiliki kadar bahan organik tertinggi
kedua terbesar setelah grumusol, yaitu c organik sebesar 1,24%
dengan harkat rendah dan bahan organik sebesar 2,13% dengan
harkat sedang. Tanah regosol berasal dari bahan induk yang tidak
terkonsolidasi, seperti abu vulkanik, mergel, atau pasir pantai.
Bahan induk ini dapat mengandung bahan organik yang terbawa
oleh air atau angin dari tempat lain.
Tanah latosol memiliki kadar bahan organik paling rendah,
yaitu c organik sebesar 0,73% dengan harkat sangat rendah, dan
bahan organik sebesar 1,25% dengan harkat rendah. Tanah latosol
terbentuk dari pelapukan batuan induk yang mengandung mineral-
mineral basa seperti kalsium, magnesium, dan kalium. Mineral-
mineral ini dapat menetralkan keasaman tanah dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pengurai bahan organik di dalam
tanah.
Tanah grumusol memiliki kadar bahan organik tertinggi
yaitu c organik sebesar 3,82% dengan harkat tinggi dan bahan
organik sebesar 6,58% dengan harkat sedang. Tanah regosol
memiliki kadar bahan organik tertinggi kedua terbesar setelah
grumusol, yaitu c organik sebesar 1,24% dengan harkat rendah dan
bahan organik sebesar 2,13% dengan harkat sedang. Tanah latosol
memiliki kadar bahan organik paling rendah, yaitu c organik
sebesar 0,73% dengan harkat sangat rendah, dan bahan organik
sebesar 1,25% dengan harkat rendah.

c. N- Total tanah
N total tanah adalah proses pengukuran jumlah total
nitrogen yang terdapat di dalam tanah. Nitrogen adalah salah satu
unsur hara utama yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Penetapan N total tanah dapat dilakukan
menggunakan metode Kjeldahl. Proses metode Kjeldahl
melibatkan tiga tahap utama, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Dalam praktikum yang telah dilakukan diperoleh data
bahwa tanah grumusol memiliki kandungan N-total paling tinggi
jika dibandingkan tanah regosol dan latosol. Kandungan N-total
tanah grumusol sebesar 0,374% dengan harkat tinggi. Hal ini
disebabkan karena unsur hara yang terkandung pada tanah
grumusol tinggi sehingga bahan organik pada tanah grumusol pada
tanah grumusol tinggi. Secara teori semakin tinggi bahan organik
maka kandungan N-total nya juga semakin tinggi.
Tanah regosol memiliki N-total lebih rendah dari tanah
grumusol, tetapi lebih tinggi dari tanah latosol. Kandungan N-total
regosol sebesar 0,329% dengan harkat tinggi. Karena Tanah
regosol berasal dari bahan induk yang tidak terkonsolidasi, seperti
abu vulkanik, mergel, atau pasir pantai. Bahan induk ini dapat
mengandung bahan organik yang terbawa oleh air atau angin dari
tempat lain, sehingga memiliki unsur hara dan bahan organik yang
tinggi. N-total regosol lebih rendah dari tanah grumusol karena
tekstur pasir pada tanah regosol memiliki kemampuan menahan air
yang rendah sehingga bahan organiknya ikut tercuci dan lolos ke
bawah.
Tanah latosol memiliki N-total paling rendah dari tanah
grumusol dan regosol. Kandungan N-total tanah latosol sebesar
0,017% dengan harkat sangat rendah. Karena Tanah latosol
memiliki sifat liat berpasir yang membuatnya mudah tererosi oleh
air hujan. Air hujan dapat membawa bahan organik yang terdapat
di permukaan tanah ke lapisan bawah atau ke sungai. Hal ini dapat
mengurangi kandungan bahan organik di tanah latosol.
Berdasarkan data yang diperoleh, tanah latosol memiliki
nisbah c/n paling tinggi, yaitu sebesar 42,94 dengan harkat sangat
tinggi. Tanah grumusol memiliki nilai nisbah c/n paling tinggi
kedua setelah latosol sebesar 10,213 dengan harkat sedang. Tanah
regosol memiliki nisbah c/n paling kecil, yaitu sebesar 3,768
dengan harkat sedang. Secara teori apabila nisbah kurang dari 20
menunjukkan terjadinya mineralisasi N dan apabila nisbah lebih
dari 30 berarti terjadi imobilisasi N. nilai nisbah c/n tanah regosol
paling kecil karena tanah regosol memiliki kandungan bahan
organik yang rendah.

d. Interpretasi KPK tanah secara kualitatif


Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) adalah kapasitas tanah
untuk menjerap dan menukar atau melepaskan kembali ke dalam
larutan tanah. KPK mempunyai hubungan dengan tekstur dan
bahan organik. Jika tekstur makin halus, maka KPKnya akan
makin besar. Metode daya serap jerap muatan positif dan negatif
adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan
kapasitas pertukaran kation (KPK) tanah secara kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai