Makalah Ijma Kel (1) NEW
Makalah Ijma Kel (1) NEW
Makalah Ijma Kel (1) NEW
MAKALAH
IJMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fikih
DOSEN PENGAMPU
Dr. Budi Rahmat Hakim, MHI
Disusun Oleh :
Muhammad Firdaus : 230102040009
Aliefiyan Achmad Hidayat : 230102040251
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah bertema Ijma".
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mengetahui hukum hukum syariat agama, para ulama telah berjihad
untuk mengetahui hukum yang telah dijelaskan didalam Al-Qur'an dan hadist agar
jelas dan tidak subhat. Dalam era sekarang, banyak kita jumpai hal-hal yang pada
zaman rasul tidak terjadi, untuk mengetahui bagaimanya hukumnya hal tersebut,
maka dibutuhkan kesepakatan para ulama (ijma'), maka dalam makalah ini akan
dibahas tentang pengertian ijma', macam-macam ijma', kedudukan ijma' dalam
hukum islam, dan disertai pula contoh ijma'dan Syarat ijma'.
B.Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Penulisan Makalah
6. Untuk mengetahui contoh hukum yang didasari ijma' yang didasari ijma'?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijma'
2.Maulana Muhammad Ali yang dikutip oleh sudarsono kata ijma' berasal dari
kata jam', artinya menghimpun mengumpulkan. Ijma' mempunyai dua makna,
yaitu, menyusun dan mengatur suatu hal yang tak teratur, oleh sebab itu berarti
menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula istilah ulama fiqih
(fuqaha'), Ijma' berati kesepakatan pendapat diantara para mujtahid, atau
persetujuan pendapat diantara ulama fiqih dari abad tertentu mengenai masalah
hukum.
1
Nasrun Harun.Ushul Fiqh 1.Cet III.Jakarta:PT Logos Wacana Ilmu.2001.Hlm51
3
B. Kehujjahan Ijma'
Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma' adalah merupakan hujjah yang
wajib diamalkan, karena ijma' merupakan sumber hukum ketiga setelah Al-
Qur'an dan hadist. Dalil-dalil yang mendukung pendapat jumhur ulama adalah:
1) Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa' ayat 115 yang artinya "Dan barang
siapa yang menentang Rasul SAW sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam
Jahannam". Hal ini berarti wajib mengikuti jalan-jalan orang yang beriman, yaitu
para mujtahid yang menyepakati suatu hukum syara'.
Arinya: "Barang siapa memisahkan diri dari dari jamaah, lalu mati, maka matinya
itu didalam keadaan jahiliyah.
3) Bahwa kesepakatan para mujtahid di atas satu pendapat, meskipun akal dan
pengetahuan mereka berbeda-beda, menujukan bahwa pendapat ini jelas
kebenarannya. Sebab seandainya ada dalil yang menyangkal tentang pendapat
mereka maka terjadilah perselisihan di antara mereka.
4
C. Rukun dan Syarat Ijma'
Dalam definisi itu dikatakan, bahwa sepakat semua mujtahid muslim
pada suatu masa terhadap hukum syar'i. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa
Rukun ijma' itu ada 4 yaitu2:
1) Adanya sejumlah para mujtahid pada saat terjadi suatu peristiwa. Karena
sesungguhnya kesepakatan tidak mungkin dapat tergambar kecuali pada sejumlah
pendapat, dimana masing-masing pendapat sesuaian dengan pendapat lainnya.
4) Kesepakatan dari seluruh mujtahid atas suatu hukum itu terealisir. Kalau
sekiranya kebanyakan yang sepakat, maka kesepakatan yang terbanyak itu tidak
terjadi ijma. kendatipun sangat sedikit mujtahid yang menentang.
2) Kesepakatan itu muncul dari para mujtahid yang bersifat adil (berpendirian
kuat terhadap agamanya).
3) Para mujtahid yang terlibat adalah yang berusaha menghindarkan diri dari
ucapan atau perbuatan bid'ah.
2
Khallaf.Abdul Wahab Ilmu Ushul Fikh Jakarta:PT Rineka Cipta. 1995
5
Ketiga syarat ini disepakati oleh seluruh ulama ushul fiqh. Ada juga
syarat lain, tetapi tidak disepakati para ulama, diantaranya:
2) Mujtahid itu kerabat Rasulullah, apabila memenuhi dua syarat ini, para ulama
ushul figh menyebutnya dengan ijma' shahabat.
D. Macam-Macam Ijma'
1) Ijma' qauli atau ijma' sharih. Yaitu ijma' yang dikeluarkan oleh para mujtahid
secara lisan maupun tulisan yang terdapat persetujuan dari mujtahid pada
zamannya. Ijma' ini disebut juga ijma' bayani atau ijma' qothi.
2) Ijma' sukuti atau ijma' ghair sharih. Yaitu ijma' yang dikeluarkan oleh para
mujtahid dengan cara diam tidak mengeluarkan pendapat. Ijma' sukuti akan
dikatakan sah apabila memenuhi beberapa syarat di antaranya:
b) Keadaan diamnya para mujtahid itu cukup lama, yang bisa dipakai untuk
memikirkan permasalahan.
3
Nasrun Haroen. Ushul Fiqh. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997). Hlm.53-54
6
Menurut Imam Syafi'i dan kalangan Malikiyyah ijma' sukuti tidak dapat
dijadikan landasan pembentukan hukum, dengan alasan diamnya sebagian ulama
mujtahid belum tentu menandakan setuju, bisa jadi takut dengan penguasa atau
sungkan menentang pendapat mujtahid yang punya pendapat karena dianggap
senior.
4) Ijma' ahlul bait. Yaitu semua orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan
Nabi Muhammad SAW. Yang dimaksud ahli bait oleh mereka adalah: Fatimah.
Ali, Hasan dan Husain.
5) Ijma' ulama Madinah. Menurut Malik bahwa yang telah yang telah dijma i oleh
ulama Madinah. wajiblah kita turuti. Tegasnya ijma' mereka dijadikan hujjah,
wajib diamalkan.4
Ulama ushul fiqh berpendapat bahwa ijma' dapat dijadikan hujjah dalam
menetapkan suatu hukum dan menjadi sumber hukum islam yang qathi. Jika
sudah terjadi ijma ( kesepakatan) diantara para mujtahid terhadap ketetapan
4
Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
1997
7
hukum suatu masalah atau peristiwa, maka umat islam wajib menaati dan
mengamalkannya.
Alasan jumhur ulama ushul fiqh bahwa ijma' merupakan hujjah yang qathi'sebagai
sumber hukum Islam adalah sebagai berikut :
Artinya :" wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul
(Muhammad) dan Ulil amri (Pemegang kejuasaan) diantara kamu." (Q.S. an-Nisa'
59) Maksud Ulil Amri itu ada dua penafsiran yaitu Ulil Amri Fiddunnya adalah
penguasa dan Ulil Amri fiddin adalah mujtahid atau para ulama', sehingga dari
ayat ini berarti juga memerintahkan untuk taat kepada para ulama mengenai suatu
keputusan hukum yang disepakati mereka.
b. Hadist RasulullahSAW
Artinya: " apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut
pandangan Allah juga baik.
Imam Syafi'i dan kalangan Malikiyyah ijma' sukuti tidak dapat dijadikan
landasan pembentukan hukum, dengan alasan diamnya sebagian ulama mujtahid
belum tentu menandakan setuju, bisa jadi takut dengan penguasa atau sungkan
menentang pendapat mujtahid yang punya pendapat karena dianggap senior.
8
Hanafiyah dan Malikiyah mengatakan jika diamnya sebagian ulama'
mujtahid tidak dapat dikatakan telah terjadi ijma. Dan pendapat ini dianggap lebih
kuat daripada pendapat perorangan.5
2. Pembukuan Al-Qur'an yang dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar r.a.
3. Menentukan awal bulan ramdhan dan bulan syawal.. Ijma' merupakan sumber
rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur'an dan demikian pula
sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah
disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita
mengambilnya dan beramal.
5
Satria M. Zein. Ushul fiqh. (Jakart: Fajar Interpratama Offset, 2005), Hlm, 56
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997). Hlm.53-54
Satria M. Zein, Ushul figh. (Jakart: Fajar Interpratama Offset, 2005), Hlm, 56
11