Materi Ijma'
Materi Ijma'
Materi Ijma'
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ijma’ merupakan salah satu metode yang dipakai ulama mujtahidin dalam
menentapkan hukum, apabila mereka dihadapkan suatu persoalan hukum yang
tidak ditemukan nash dalam al-qur’an maupun dalam al-sunnah yang dapat
dijadikan landasan hukum setelah Rasulullah meninggal dunia. Ijma menurut Abu
Zahrah adalah “kesepakat seluruh ulama mujtahi dari kaum muslimin pda suatu
masa setelah Rasulullah saw meninggala dunia”
Begitupun menetapkan hukum untuk ekonomi, dalam sistem ekonomi
Islam atau lebih akrab disebut ekonomi syariah sangat diperlukan adanya
keterlibatan para ulama, terlebih khusus ulama yang memahami betul sistem
ekonomi Islam baik dari sisi landasan hukumnya dalam bentuk teoritis maupun
praktisnya di lapangan dengan penyesuaian perkembangan yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ijma’ ?
2. Apa saja rukun dan syarat ijma’ ?
3. Apa saja dasar hukum ijma`?
4. Apa saja macam – macam ijma’ ?
5. Bagaimana kemungkinan terjadinya ijma`?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ijma’
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat ijma’
3. Untuk mengetahui dasar hukum ijma`
4. Untuk mengetahui macam – macam Ijma’
5. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya ijma`.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijma’
Ijma' ditinjau dari segi bahasa berarti sepakat, setuju, sependapat. Adapun
menurut istilah, Ijma' ialah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari kaum
muslimin pada suatu masa sesudah wafatnya Rasulullah Saw atas suatu hukum
syara'.
Menurut Imam Al Ghazali Ijma secara terminolgi yaitu kesepakatan umat
Muhammad Saw secara khusus atas suatu urusan agama; definisi ini
mengindikasikan bahwa ijma tidak dilakukan pada masa Rasulullah Saw, sebab
keberadaan Rasulullah sebagai syar’i tidak memerlukan ijma.
Apabila suatu peristiwa terjadi dan memerlukan ketentuan hukum dan
peristiwa tersebut dikemukakan kepada para ulama yang memiliki kemampuan
berijtihad, dan mereka kemudian mengambil kesepakatan berupa hukum dari
peristiwa tersebut, maka kesepakatan mereka disebut sebagai ijma’.
Imam al-Syaukani menyebutkan adanya tiga unsur dalam ijma’, antara lain:
1. esepakatan tersebut dilakukan oleh para ulama mujtahid dari kalangan
umat Islam dari seluruh penjuru dunia, tidak boleh ada yang tertinggal satu
orang pun.
2. Kesepakatan terjadi setelah Nabi saw wafat
3. Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan dalam masalah hukum
keagamaan
B. Rukun dan Syarat Ijma’
1. Rukun Ijma’
Menurut para ilmuan ijma’ memiliki beberapa rukun sebagai berikut:
a. Kesepakatan suatau hukum dilahirkan oleh beberapa orang mujtahid dan
tidak dikatakan ijma’ jika hukum itu hasil dari ijtihad satu orang.
b. Kesepakatan tentang suatu hukum harus berdasarkan keputusan bulat
seluruh mujtahid dan tidak cukup dengan pendapat mayoritas.
c. Kesepakatan harus dari seluruh mujtahid pada zamannya yang beraasal
dari seluruh negeri Islam.
d. Hendaknya proses kesepakatan terjadi setelah seluruh para mujtahid
mengemukakan pendapatnya secara elegan dan terbuka baik perkataan
ataupun perbuatan.
2. Syarat – Syarat Ijma’
Ijma` dapat terjadi apabila memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
a. Yang bersepakat adalah para mujtahid
b. Yang bersepakat adalah seluruh mujtahid
c. Ijma' dilakukan setelah wafatnya Rasulullah saw.,
d. Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan syari'at
C. Dasar Hukum Ijma’
Dasar hukum ijma ada 3 diantaranya ialah:
1. Al-Qur’an
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 59 yang artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu”.
Perkataan ulil amri yang terdapat pada ayat di atas berarti hal, keadaan yang
bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam urusan
dunia ialah raja, kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedang ulil amri dalam
urusan agama ialah para mujtahid.
Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para ulil amri itu telah sepakat tentang
sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu
hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum muslimin.
Allah Ta’ala juga berfirman:
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى هللا ورسوله إن كنتم تؤمنون باهلل واليوم اآلخر ذلك خير وأحسن تأويال
فاقتلوه كائنا، وأمرهم جميع،فمن رأيتموه فارق الجماعة أو يريد أن يفرق بين أمة محمد صلى هللا عليه وسلم
فإن يد هللا مع الجماعة،من كان
“Siapa saja yang kalian pandang meninggalkan jama’ah atau ingin memecah
belah umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan dalam perkara
tersebut mereka sepakat, maka bunuhlah ia siapapun gerangannya, karena
sesungguhnya tangan Allah bersama jama’ah” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya,
derajatnya sahih menurut Syeikh Albani)
Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Huukm Islam, Cet.Ke-1, Jilid 2, Ictiar Baru
Van Hove, Jakarta, 1996.
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Terjemahan Nor Isandar dkk, Rajawali
Press, Jakarta, 1993.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Gazali (selanjutnya ditulis alGazali),
al-Mustaṣfa min ‘Ilm al-Uṣul (Mesir: Syirkah at-Ṭiba’ah alFanniyyah al-
Muttahidah, 1391 H/1971 M).