IJMA
IJMA
IJMA
A. Pendahuluan
dalam sumber hukum dan posisi kedua adalah sunah, sedangkan Ijma’
bearti yang tertuang dalam al-Quran dan sunnah belum cukup untuk
Akan tetapi al-Quran dan sunnah tidak bisa dipiskan dari Ijma’
oleh karena itu sangat dibutuhkan pemahaman dan pengalaman yang benar
untuk meuraikan yang bersifat universal. Nilai normative dan nilai etik
yang terkandung dalam al-Quran dan sunnah merupakan ide Samawi hal
tersebut butuh interpretasi dan implementasi oleh ummatnya untuk bisa
diperlukan hujjah yang kuat dari ulama. Berdasarkan dari uraian di atas
dalam karya ilmia ini aka di uraikan sescara terperinci agar lebih
memahami.
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan Masalah
A. Definisi Ijma’
Ijma’ dari tiga aspek yaitu aspek ontologi aspek epistimologi, dan aspek
aksiologi. Pemahaman dari aspek ontologi hal pertama yang garis bawahi dari
aspek ini yaitu pertanyaan yang pertama kali muncul terkait dengan Ijma’
dari ushul fiqh, yakni ilmu yang membahas tentang metodologi penetapan
hukum Islam.
umat Islam tentang hukum syara’ pada suatu masa setelah Rasulullah wafat.
Pemaham yang didasari pada etemilogo dan terminologi masih secara umum
mengutip dari beberapa pendapat ulama. Seperti Abu Luwais Ma,luf, Ijma’
ditemukan dalam ungkapan bahasa Arab اجمع القوم على كذا, jika kaum itu telah
menyepakati atas yang demikian. Adapun contoh Ijma’ dalam artian kehendak
فأحمعوا أمركم
antara lain: (1) Kesepakatan tersebut dilakukan oleh para ulama mujtahid
dari kalangan umat Islam dari seluruh penjuru dunia, tidak boleh ada yang
tertinggal satu orang pun. (2) Kesepakatan terjadi setelah Nabi saw wafat.
hukum keagamaan
yang mampu dan kuasa untuk berijtihad dalam memutuskan hukum suatu
perkara.
B. Paradigm Ijma’
Ijma’ tidak dapat dipandang sah kecuali apabila ada sandaran sebab
ijma’ bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Fatwa dalam urusan
dalil qath’i yaitu Al-Qur’an dan hadits, dan adakalanya berupa dalil zhanni
yaitu ahad dan qiyas. Apabila sandaran ijma’ itu hadits ahad maka hadits
Para ulama Ushul Fiqih baik yang klasik maupun kontemporer membagi
dimasanya. Ijma’ ini juga disebut ijma’ bayani atau ijma’ qath’i.26
hukumnya pada Al-Qur'an yang telah diturunkan dan hadits yang telah
Jadi, ijma' itu kemungkinan terjadi pada masa khalifah Abu Bakar,
Khalifah Umar atau sedikit kemungkinan pada masa enam tahun pertama
Khalifah Utsman. Hal ini adalah karena pada masa itu kaum muslimin
masih satu, belum ada perbedaan pendapat yang tajam diantara kaum
mujtahid.
semakin terjadi, seperti peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan
Mu'awiyah bin Abu Sufyan, peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan
‘Aisyah yang terkenal dengan perang Jamal, timbul golongan Khawarij,
berikut:
Umar bin Khattab, dan enam tahun pertama Khalifah Utsman, dan
besar jumlah yang disebut dengan ijma’. Di antara para ulama ada
hanya sebagian besar saja dari mujtahid maka itu tidak disebut
ijma’.
Memperhatikan perbedaan di atas ternyata, perbedaanya
hujjah.
berperang.
kesepakatan seluruh mujtahid pada suatu masa maka hal itu tidak
tidak mudah bagi mereka untuk berkumpul pada satu tempat untuk
D. Peran Mujtahid
baik ayat-ayat hukum yang terdapat di dalam al- Qur’an, menguasai hadis-
baik ilmu ushul fiqh seperti metode ijma’, qiyas, istihsan, istishab,
mujtahid, yaitu: (1) Mujtahid mutlak, ialah orang yang telah memenuhi
ijtihad suatu mazhab tertentu. tingkatan ini adalah tingkatan yang paling
tinggi dan hanya para ulama pendiri mazhab saja yang berada pada posisi
tersebut. (2) Mujtahid muntasib, yaitu orang yang telah memenuhi seluruh
memahami dalil-dalil syar’i, tetapi tidak mau keluar dari nalar pemikiran