Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Fiqih2 Kel3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SHOLAAT BERJAMA’AH DAN TARIKUS SHOLAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih 2

Dosen Pengampu:

Nanang Qasim, M.Ag

Disusun Oleh:

Mutyana Rahmasari (2201012454)

Arif abdur roofiq (2201012476)

M. Badruddin (2201012934)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS K.H ABDUL WAHAB HASBULLAH JOMBANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul "SHOLAT
BERJAMA’AH DAN TARIKUS SHOLAH".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Jombang,1 April 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................... 2

BAB I...................................................................................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................…3

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................3

BAB II...................................................................................................................................................

PEMBAHASAN..................................................................................................................................

A. Pengertian Sholat Berjama’ah dan Dasar Hukumnya..............................................4

B. Syarat dan Rukun Sholat Berjamaah.........................................................................5

C. Hukum Orang Meninggalkan Sholat Tanpa Udzur….…………................……….7


BAB III..................................................................................................................................................

PENUTUP............................................................................................................................................

A. Kesimpulan..................................................................................................................10

B. Saran.............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sholat merupakan salah satu ibadah yang penting dalam agama Islam.
Menjalankan sholat merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sebagai bentuk
pengakuan terhadap kebesaran Allah SWT dan ibadah yang menguatkan hubungan
antara manusia dengan Sang Pencipta.
Pelaksanaan shalat dapat dilakukan dengan dua cara, sendiri dan secara
berjamaah. Khusus untuk shalat wajib melaksanakannya secara berjamaah lebih
utama. Rasulullah juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya shalat
berjamaah.Sholat berjamaah, atau sholat berkelompok, merupakan salah satu bentuk
ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Sholat berjamaah menunjukkan kesatuan
umat muslim dalam menghadap kepada Allah SWT, serta memperkuat silaturahmi
antara sesama muslim.
Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan secara bersama- sama dengan
dituntun oleh seorang yang disebut imam. Hukum shalat berjama’ah adalah sunah
muakkad yaitu perbuatan yang dianjurkan dengan nilai pahala yang tinggi.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian sholat
berjama’ah,dasar hukum,syarat dan rukun-rukunnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sholat berjama’ah?
2. Apa syarat dan rukun sholat berjama’ah?
3. Apa Hukum meninggalkan sholat tanpa udzur?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu sholat berjama’ah
2. Untuk mengetahui apa saja syarat dan rukun sholat berjama’ah
3. Untuk mengetahui hukum meninggalkan shoalt tanpa udzur

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Shalat Berjama’ah


Shalat berjama’ah yaitu shalat yang dilakukan secara bersama-sama dengan
dituntun oleh seorang yang disebut imam 1.Apabila dua orang shalat bersama-sama
dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan shalat
berjama’ah. Orang yang diikuti (yang dihadapan) dinamakan imam, sedangkan yang
mengikuti di belakang dinamakan makmum.
Dalam buku Fiqh Islam lengkap yang ditulis oleh Moh. Rifa’I menyatakan
shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh orang banyak bersama-sama,
sekurang-kurangnya dua orang, seorang diantara mereka yang lebih fasih bacaannya
dan lebih mengerti tentang hukum Islam dipilih menjadi imam. Dia berdiri di depan
sekali, dan lainnya berdiri dibelakangnya sebagai makmum/pengikut2.
Selain soal ibadah, dalam sholat berjama’ah terdapat pula di dalamnya
silaturahmi dan bila perlu bermuzakarah, berdiskusi, serta tentang keperluan bersama
sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw terutama pada sholat subuh.
Rasulullah saw. senantiasa melaksanakan shalat fardhu dengan berjama’ah.
Perintah untuk berjama’ah itu terdapat pada ayat dan beberapa hadist berikut:
‫َو ِاَذ ا ُكْنَت ِفْيِه ْم َفَاَقْم َت َلُهُم الَّص ٰل وَة َفْلَتُقْم َطۤا ِٕىَفٌة ِّم ْنُهْم َّمَع َك َو ْلَيْأُخ ُذ ْٓو ا َاْس ِلَح َتُهْم ۗ َفِاَذ ا َسَج ُد ْو ا َفْلَيُك ْو ُنْو ا ِم ْن‬
‫َّوَر ۤا ِٕىُك ْۖم َو ْلَتْأِت َطۤا ِٕىَفٌة ُاْخ ٰر ى َلْم ُيَص ُّلْو ا َفْلُيَص ُّلْو ا َم َع َك َو ْلَيْأُخ ُذ ْو ا ِح ْذ َر ُهْم َو َاْس ِلَح َتُهْم‬
Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (shalat) besertamu.” (An-Nisa’: 102)
Ayat ini jelas memerintahkan agar tetap melaksanakan shalat dengan
berjama’ah di dalam keadaan berkecamuknya perang dan ini memberi petunjuk
bahwa tuntutan pelaksanaan jama’ah pada keadaan aman tentu lebih keras adanya3
Hukum shalat berjama’ah itu adalah sunnat al-muakkadah yaitu perbuatan
yang dianjurkan dengan nilai pahala yang tinggi. Hal ini didasarkan kepada hadist

1
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), Ed. Ke-1, Cet. Ke-3, h. 31
2
Moh. Rifa’i, Fiqh Islam Lengkap,(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978), h.145
3
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1987), h.89

iv
Nabi dari Ibn Umar yang disepakati Bukhari dan Muslim bahwa pahalanya 27 derajat
(kali) dibandingkan dengan shalat sendirian.
Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat berjama’ah itu adalah fardu‘ain
(wajib ‘ain), sebagian berpendapat bahwa shalat berjama’ah itu fardu kifayah, dan
sebagian lagi berpendapat sunat muakkad (sunat istimewa). Yang akhir inilah hukum
yang lebih layak, kecuali bagi shalat jum’at. Menurut kaidah persesuaian beberapa
dalil dalam masalah ini, seperti yang telah disebutkan di atas, pengarang Nailul Autar
berkata, “Pendapat seadil-adilnya dan lebih dekat kepada yang betul ialah shalat
berjama’ah itu sunat muakkad”
Keutamaan shalat berjama’ah telah dilansir dan ditetapkan dalam sejumlah
hadits, dan semuanya menuntut orang muslim untuk melaksanakannya kecuali jika
ada udzur atau halangan yang tidak memungkinkan untuk memenuhinya. Di antara
keutamaan shalat berjama’ah:4
1. Memperbanyak langkah ke mesjid. Setiap langkah ke mesjid akan menghapus
dosa dan mengangkat derjat di sisi Allah SWT.
2. Mempererat hubungan ukhuwah dan solidaritas sosial dengan masyarakat.
3. Mengucapkan secara berjama’ah yang akan diikuti oleh para malaikat Allah.
4. Membentuk shaf yang rapi yang akan semakin menjauhkan kita dari gangguan
dan godaan syaitan saat shalat.
5. Menghindarkan kita dari lupa dan tersalah saat shalat karena bersama kita ada
iman, kalaupun imamnya tersalah maka ada makmum yang akan
mengingatkannya.
B. Syarat dan Rukun Shalat Berjama’ah

Syarat-syarat berjama’ah dapat dikategorikan menjadi dua; syarat yang berhubungan


dengan imam dan syarat-syarat yang berhubungan dengan makmum.Bagian pertama, syarat
syarat yang berhubungan dengan imam.Seorang imam harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

1. Islam, karena itu adalah syarat utama dalam pendekatan diri seorang hamba
kepada Allah swt.
2. Akil / berakal. Bila orang gila sedang sehat akalnya jadi imam, maka shalat
berjama’ah itu sah. Bila dia sedang gila, maka shalat itu tidak sah.

4
Helmi Basri, Fiqih Ibadah (Panduan Ibadah Seorang Muslim), (Pekanbaru: Suska
Press, 2010), h. 57-58

v
3. Baligh, merujuk hadits narasi Ali, bahwasanya nabi saw bersabda:“Diangkatlah
pena dari tiga orang (perbuatan mereka tidak dicatat sebagai kebaikan maupun
keburukan): Dari orang gila yang kehilangan kontrolitas akalnya sampai ia sadar,
dari orang tidur sampai ia bangun, dan dari anak kecil sampai ia baligh.
4. Laki-laki. Imam shalat berjama’ah harus seorang laki-laki, dan wanita tidak boleh
menjadi imam bagi laki-laki.
5. Qari’ (bacaannya memenuhi syarat membaca). Imam haruslah orang yang mampu
membaca Al-Qur’an dengan baik. Dengan bahasa lain, orang yang tidak ahli
membaca Al-Qur’an tidak boleh menjadi imam orang yang ahli membaca Al-
Qur’an, karena shalat meniscayakan membaca Al-Qur’an.

Bagian kedua, syarat mengikuti berjama’ah, yaitu berhubungan dengan makmum:

1. Makmum hendaklah berniat mengikuti imam.


2. Tidak boleh mendahului imam.5
3. Mengetahui gerakan perpindahan imam, dengan melihat, mendengar atau
mengikuti dari jama’ah lain.
4. Mengikuti imam, dalam artian bahwa gerakan makmum dalam shalat harus
setelah gerakan imam.
5. Makmum mengetahui status dan keadaan imam, apakah imamnya termasuk orang
yang muqim (penduduk setempat) atau orang yang musafir.
6. Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan daripada imam.

Untuk sahnya berjama’ah, disyaratkan terpenuhinya hal-hal sebagai berikut:

1. Niat mengikut imam.


2. Posisi makmum tidak lebih ke depan daripada imam.
Dalam hal ini,sebaiknya diperhatikan agar posisi berdirinya makmum adalah
sebagai berikut:
a. Bila makmum hanya seorang laki-laki, walaupun belum dewasa, ia berdiri
disebelah kanan dan sedikit mundur dari imam.
b. Bila setelah itu datang lagi seorang laki-laki lainnya, ia berdiri disebelah kiri
kemudian si imam maju atau kedua makmum tersebut mundur.

5
Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, op.cit., h. 245
248

vi
c. Bila makmum itu laki-laki, dua orang atau lebih, mereka bersaf di belakang
imam. Demikian juga apabila makmum itu seorang laki-laki dewasa dan seorang
anak laki-laki.
d. Jika makmumnya perempuan, walaupun seorang, ia berdiri di belakang imam.
e. Jika makmum terdiri atas jama’ah laki-laki dewasa dan anak-anak,maka laki-
laki dewasa bersaf di belakang imam kemudian disambung oleh anak-anak laki-
laki.
3. Makmum dan imam berada pada satu tempat.
Jika keduanya shalat di dalam masjid, maka makmum sah walaupun ia jauh dari
imamnya, asalkan ia dapat mengetahui shalat imam melalui suara atau dengan
melihat gerakannya, dan posisi makmum tidak lebih ke depan daripada imam.
Apabila terdapat bangunan atau dinding yang memisahkan keduanya, maka
disyaratkan adanya pintu yang dapat menghubungkan tempat mereka. Shalat juga
sah jika imam berada didalam masjid sedangkan makmum di luar, tetapi jaraknya
tidak lebih 300 hasta, dari sisi masjid itu dan tidak terdapat bangunan atau dinding
yang menghalangi. Jika keduanya berada tidak dimasjid, maka jarak antara
makmum dengan imam tidak boleh lebih dari 300 hasta, dan tidak boleh ada
dinding yang menghalangi.
4. Tata laksana shalat makmum serupa dengan shalat imam.
Dengan demikian orang yang shalat zuhur misalnya tidak sah mengikut orang
yang shalat jenazah, atau shalat kusuf.
5. Makmum harus mengikuti imam dalam melakukan perbuatan-perbuatan
shalat; tidak lebih dahulu takbirat al-ihram, tidak mendahului imam dan
tidak pula ketinggalan darinya dalam melakukan dua rukun fi’li6.
C. Hukum Orang Yang Meninggalkan Sholat Tanpa Udzur
Hukum orang yang meninggalkan shalat Umat Islam telah sepakat
mengatakan shalat adalah kewajiban bagi setiap orang yang baligh, berakal, dan
dalam keadaan suci. Artinya ketika dia tidak dalam keadaan haid atau nifas, sedang
gila, atau ketika pingsan. Shalat adalah ibadah badaniah yang pelaksanaannya tidak
dapat digantikan oleh orang lain. Oleh sebab itu, seseorang tidak boleh menggantikan
shalat orang lain, sama seperti puasa, seseorang juga tidak boleh menggantikan puasa
orang lain.

6
Ibid., h. 94-95

vii
Umat Islam juga sepakat bahwa siapa yang mengingkari kewajiban shalat,
maka dia menjadi kafir (murtad). Karena, kewajiban shalat telah ditetapkan dengan
dalil Qath‟i dari al-Qur‟an, as-Sunnah, dan ijma‟ seperti yang telah dijelaskan diatas,
dan yang sedang penulis teliti disini permasalahannya atau fenomena mengenai orang
yang meninggalkan shalat karena malas, dan adapun Orang yang meninggalkan shalat
akan dihukum di dunia dan di akherat. Hukuman di akhirat telah disebutkan dalam al-
Qur‟an, yaitu pada Q.S. Al-Muddatsir: 42-43 yang berbunyi:
٤٣ ) ‫( َقاُلۡو ا َلۡم َنُك ِم َن اۡل ُمَص ِّلۡي َۙن‬٤٢ ) ‫َم ا َس َلـَك ُك ۡم ِفۡى َس َقَر‬
Artinya: “(Setelah melihat orang yang bersalah itu, mereka berkata) Apa yang
menyebabkan kamu masuk dalam (neraka) saqar? mereka menjawab, dahulu kami
tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat”. (Q.S. Al-Muddatsir: 42-43)
Pendapat Maẓhab Ḥanafi dan Maẓhab Ḥanbali Hukum meninggalkan shalat
menurut pendapat maẓhab Ḥanāfi adalah bahwa orang yang meninggalkan shalat
karena malas ialah fasiq apabila mau bertaubat, tetapi kalau ia tidak mau bertaubat,
maka dia harus dibunuh sebagaimana hukuman hadd. Fasiq disini dapat artikan adalah
orang yang senang meninggalkan dosa, orang yang percaya kepada Tuhan tetapi tidak
mengamalkannya perintah-perintahnya bahkan berbuat dosa dengan berbagai
kejahatan dan perbuatan-perbuatan keji.
Sedangkan Dalam kitab al-Mughni dijelaskan kalangan maẓhab Ḥanbāli
berpendapat bahwa hukum meninggalkan shalat adalah kafir dan keluar dari agama,
dan tidak ada hukuman yang pantas baginya kecuali hukuman mati. 7Dalil dan metode
istinbath yang digunakan oleh kedua maẓhab tersebut adalah sama namun yang
menjadi perbedaannya adalah dalam cara memahami hadist.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat tanpa udzur syar‟i
adalah fasiq, karena kita juga masih melihat ada yang mengatakan tidak kafir orang
yang meninggalkan shalat, dikuatkan oleh keumuman hadist-hadist. Dan bisa
disimpulkan bahwa yang dikatakan kafir adalah orang yang mengingkari atau tidak
mempecayai keesaan Allah dan ke Rasulan Nabi Muhammad saw dan semua ajaran
yang dibawanya. Namun apabila meninggalkan shalat, maka hanya di saat ia
meninggalkan shalat itu sajalah ia dikatakan kafir (penyebutannya saja karena,
menurut sebagai bentuk peringatan keras), namun apabila ia sudah shalat kembali
maka di saat itulah ia dikatakan sebagai orang yang beriman.
7
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Hanafy al-Hashkafiy, Ad-Durru al-Mukhtar,
(Beirut: Dar al-kutub, 2002), hlm. 52.

viii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat berjama’ah yaitu shalat yang dilakukan secara bersama-sama dengan
dituntun oleh seorang yang disebut imam. Dalam buku Fiqh Islam lengkap yang
ditulis oleh Moh. Rifa’I menyatakan shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan
oleh orang banyak bersama-sama, sekurang-kurangnya dua orang. Hukum shalat
berjama’ah itu adalah sunnat al-muakkadah yaitu perbuatan yang dianjurkan dengan
nilai pahala yang tinggi.
Adapun hukum meninggalkan sholat Menurut pendapat maẓhab Ḥanāfi
meninggalkan shalat tanpa udzur syar’i ialah fasiq. Sedangkan maẓhab Ḥanbāli
menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat tanpa udzur syar’i tersebut
adalah kafir. Kafirnya dikarenakan jika mengingkari kewajiban shalat tersebut.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Kami sadar bahwa banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna untuk membangun dan memaksimalkan penulisan makalah
ini kami membutuhkan kritik dan saran dari segenap para pembaca, karena dengan
cara ini kami bisa mengoreksi kekurangan-kekurangan kami dan mudah-mudahan
membuat kami menjadi lebih baik untuk kedepannya.

ix
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin. (2010).Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana.


Sulaiman Rasjid, Haji. (2012) Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap).Bandung.Sinar Baru
Algensindo.
Moh. Rifa’I. Fiqh Islam Lengkap. (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978),
Imam Hambali.Khusyuk Sholat Kesalahan-Kesalahan Dalam Sholat Dan Bagaimana
Memperbaikinya, alih bahasa oleh Sudarmadji. Jakarta.Lintas Pustaka. 2004
Lahmuddin Nasution. Fiqh 1.Jakarta: Logos.1987
Helmi Basri. (2010). Fiqih Ibadah (Panduan Ibadah Seorang Muslim).Pekanbaru.Suska
Press
Kahar Masyhur. (2004). Salat Wajib Menurut Mazhab Yang Empat,Jakarta.PT Rineka Cipta
Wahbah az-zuhaili. (2010). Fiqh Islam wa Adillatuhu.(terj. Abdul Hayyie al-Kattan,
dkk.,).Jakarta Gema Insani

Anda mungkin juga menyukai