Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Sains: Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Daun Belimbing Wuluh (Aveerrhoa Bilimbi L.) Dengan Metode DPPH

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023

SAINS p-ISSN 2301-5934


JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA e-ISSN 2964-8084
http: //sains.uho.ac.id/index.php/journal
e-mail: jurnalsains@uho.ac.id
Volume 12, Nomor 1: Juni 2023
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Daun Belimbing Wuluh (Aveerrhoa bilimbi L.)
dengan Metode DPPH
Ika Fatmawati S1*, Haeruddin1, Wa Ode Mulyana1
1
Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Halu Oleo, Kendari
*Corresponding author: ikafatmawati.com@gmail.com

Abstract
A study "Test Antioxidant Activity of Ethyl Acetate Extract of startfruit Leaves (Averrhoa bilimbi L.) with the DPPH
Method" with the aim is to determine the types of identified secondary metabolites identified in the ethyl acetate extract
of starfruit leaves, and to determine the antioxidant activity of the ethyl acetate extract of starfruit leaves wuluh. Wuluh
starfruit leaves used as much as 250 grams which were macerated with technical ethyl acetate solvent and obtained a
thick ethyl acetate extract of 12.62%. The group of secondary metabolites was determined by the phytochemical method,
and the method used to determine the antioxidant activity was the DPPH method. The ethyl acetate extract of belimbing
wuluh leaves contains alkaloids, steroids, tannins and has a very low antioxidant activity with an IC50 value of 547.56 ±
0.0196 ppm, while vitamin C has a very strong antioxidant activity with an IC50 value of 2.33 ± 0. 1786. Based on this
IC50 value, vitamin C is the strongest antioxidant from the ethyl acetate extract of belimbing wuluh leaves, and this leaf
extract is classified as a very weak antioxidant.

Keywords: antioxidant, starfruit leaves, phytochemicals, antioxidants, DPPH, vitamin C.

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman tanaman. Terdapat lebih dari
30.000 jenis tanaman yang ada di Indonesia, 2.000- 3.000 jenis diantaranya merupakan tanaman yang
berkhasiat sebagai obat (Jumriani dan Komalasari, 2017). Salah satu tanaman yang digunakan sebagai
obat adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Negara Indonesia pemanfaatan daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) digunakan sebagai obat diabetes, sakit perut, rematik, gondok dan penurun
panas (Siregar, 2021). Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2006) telah melaporkan bahwa
daun belimbing wuluh diketahui mengandung senyawa kumarin, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin,
sulfur, asam format, peroksidase, dan kalium sitrat.
Penelitian yang dilakukan oleh Valsan dan Raphael (2016) menunjukkan bahwa daun belimbing
wuluh mengandung senyawa flavonoid, fenol, alkaloid, tanin, dan kumarin. Penelitian yang dilakukan
oleh Hasim dkk. (2019) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
dengan metode maserasi dengan perlakuan 700 mL pelarut etanol 70%, sehingga menghasilkan kadar
flavonoid 97,28 mg dan memiliki nilai IC50 sebesar 16,99±0,12 μg/ml, termasuk dalam kategori
antioksidan sangat kuat. Dari penelitian tersebut senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak
tersebut meliputi saponin, tanin, steroid, flavonoid dan alkaloid. Senyawa bioaktif yang terkandung
dalam belimbing wuluh dapat diperoleh dengan metode ekstraksi. Menurut Agoes (2007) ekstraksi
merupakan proses pemisahan senyawa bioaktif yang terkandung di dalam suatu bahan sehingga
didapatkan zat yang terpisah dengan menggunakan pelarut. Penelitian yang dilakukan oleh Lidyawati
dkk. (2006) menunjukkan bahwa penapisan fitokimia simplisia dari ekstrak metanol daun belimbing
wuluh mengandung flavonoid, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Berdasarkan penelitian
Kusumowati dkk. (2012) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) dengan metode maserasi memiliki IC50 112,82 ppm; GAE 64,84 mg/g sampel, termasuk dalam
kategori antioksidan rendah. Dari kandungan daun belimbing wuluh tersebut dapat dijadikan sebagai
antioksidan untuk menangkap radikal bebas yang terdapat dalam tubuh yang mampu mengakibatkan
timbulnya berbagai macam penyakit.
Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron
tidak berpasangan pada orbital luarnya dan bersifat reaktif. Radikal bebas dapat masuk ke dalam tubuh
dan menyerang sel-sel sehat dan menyebabkan sel-sel tersebut kehilangan fungsi dan strukturnya. Efek
41
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
negatif dari radikal bebas terhadap tubuh tersebut dapat dicegah dengan senyawa antioksidan.
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat reaksi radikal bebas dalam tubuh manusia.
Adanya radikal bebas merupakan faktor penyebab sejumlah penyakit. Antioksidan berfungsi mengatasi
atau menetralisir radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian antioksidan tersebut dapat
mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif (Zuhra dkk., 2008) yakni
seperti kardiovaskuler, neurodegeneratif, dan kanker (Rohman dkk., 2007). Penentu aktivitas antioksidan
suatu zat dapat dilakukan dengan metode DPPH.
Aktivitas antioksidan diukur berdasarkan transfer elektron yang dilakukan oleh antioksidan.
Semula DPPH yang berwarna ungu pekat, namun setelah mengalami reduksi maka DPPH akan berubah
menjadi senyawa difenil pikril hidrazin yang warnanya akan berangsur-angsur memudar menjadi warna
kuning dan nilai serapannya akan sebanding dengan jumlah elektron yang diterima (Sunarni, 2007).
Metode DPPH memiliki keunggulan yaitu metode analisisnya yang bersifat sederhana, cepat, mudah dan
sensitive terhadap sampel dengan konsentrasi yang kecil (Karadag dkk., 2009).
Metode yang digunakan untuk mengujikan antioksidan pada ekstrak daun belimbing wuluh
menggunakan metode maserasi, yang merupakan proses penyaringan dengan cara sampel direndam
dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat mudah larut. Metode ini
tidak merusak komponen senyawa kimia dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) karena tidak
adanya pemanasan dalam proses ekstraksi (Syarif, dkk., 2015). Untuk mengetahui seberapa besar daya
peredamnya dilakukan pengukuran secara spektrofotometer UV-Vis. Prinsip pengukuran secara
spektrofotometer UV-Vis adalah mengukur besarnya absorbansi pemucatan warna larutan DPPH dengan
panjang gelombang maksimum. Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) dengan metode DPPH.

2. METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blender, baskom, tabung reaksi, rak tabung,
pipet volume 2 mL, 5 mL, 10 mL dan 100 mL, pipet tetes, filler, gelas ukur 1000 mL, labu takar 10 mL
dan 50 mL, gelas kimia 100 mL dan 250 mL, neraca analitik, corong pisah, kertas saring, batang
pengaduk, aluminium foil, spatula, botol timbang, vacum rotary evaporator, water bath, corong kaca,
tabung uji (vial), wadah gelap terang, toples kaca, pipet mikro, kuvet, dan spektrofotometer UV-Vis.
Adapun bahan yang digunakan untuk uji fitokimia adalah Bahan-bahan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah DDPH (1,1 diphenyl-2-picryl-hiydrazyl), etil asetat, etanol p.a, aquades, kloroform,
H2SO4 2 N, HCl pekat, larutan FeCl3, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendroff, pereaksi
Liebermann-Burchad, logam Mg, Vitamin C 100 mg/mL, daun belimbing wuluh.
2.2 Preparasi Sampel
Daun belimbing wuluh dibersihkan dan dibiarkan pada suhu kamar ± 7 hari tanpa dilalui sinar
matahari langsung. Sampel setengah kering dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh
sampel dalam bentuk halus.
2.3 Ekstrasi Sampel
Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 250 g dimaserasi dengan pelarut etil asetat
750 mL sampai semuanya terendam. Selanjutnya disimpan pada suhu kamar selama 1 × 24 jam.
Kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat ditampung, sedangkan residunya
dimaserasi kembali dengan etil asetat selama 1 × 24 jam, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat
kedua dan residu. Residu kembali dimaserasi untuk ketiga kalinya dengan etil asetat selama 1 × 24 jam,
kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat ketiga dan residu. Filtrat ditampung, sedangkan residunya
dimaserasi kembali dengan etil asetat selama 1 × 24 jam, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat ke
empat dan residu. Filtrat ditampung, sedangkan residunya dimaserasi kembali dengan etil asetat selama 1
× 24 jam, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat kelima dan residu. Filtrat ditampung, sedangkan
residunya dimaserasi kembali dengan etil asetat selama 1 × 24 jam, kemudian disaring sehingga
diperoleh filtrat keenam dan residu. Filtrat hasil maserasi pertama sampai keenam kemudian disatukan
untuk memperoleh ekstrak etil asetat cair. Ekstrak ini kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator dari hasil pemisahan diperoleh ekstrak etil asetat kental (Putri, dkk., 2013).
2.4 Pembuatan Pereaksi Uji Fitokimia
42
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
Pada pembuatan pereaksi uji fitokimia terdapat pereaksi mayer, pereaksi wagner, pereaksi
dragendoff, dan pereaksi Lieberman-Burchard.
2.4.1 Pereaksi Mayer, dilarutkan 1,36 g HgCl2 dilarutkan dalam 60 mL aquades (larutan 1). Sebanyak
5 g KI dilarutkan dalam 10 mL aquades (larutan II). Kedua larutan (larutan I dan II) ini
kemudian dicampur dan diencerkan dengan aquades sampai 200 mL. Kemudian larutan
disimpan dalam botol gelap (Mondong F., 2015).
2.4.2 Pereaksi Wagner, dilarutkan 1 g KI dicampurkan dengan 2,5 mL aquades, kemudian
ditambahkan 0,635 g I2 lalu diencerkan dengan aquades hingga 50 mL (Heyne, 1987).
2.4.3 Pereaksi Dragendoff, dilarutkan 2,72 g KI dilarutkan dalam 100 mL aquades, kemudian
ditambahkan 1 g Bi(NO3)3 dan 20 mL HNO3 (Harborne, 1996).
2.4.4 Pereaksi Lieberman-Burchard, sebanyak 3 sampai 4 tetes H2SO4 pekat (98%) dicampurkan
dengan 4 sampai 5 tetes asam asetat glasial (Moelyono, 1996).
2.5 Uji Fitokimia
Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji flavonoid, uji saponin, uji triterpenoid, uji steroid, dan uji
tanin. Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak
etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L.).
2.5.1 Uji Alkaloid, sebanyak 1 mL ekstrak kental etil asetat daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) ditambahkan 10 mL kloroform amoniakal. Kloroform amoniakal dibuat dari kloroform dan
amoniak pekat dengan perbandingan 9:1. Kemudian ditambahkan asam sulfat 2 N lalu dimasukan
dalam corong pisah dan dikocok kuat-kuat, dibiarkan hingga larutan terbentuk menjadi dua
lapisan. Lapisan asam sulfat diambil dan dibagi 3 tabung, lalu masing-masing tabung diuji
dengan: Pereaksi Mayer, terdapat endapan putih menunjukkan positif ada alkaloid. Pereaksi
Wagner, terdapat endapan coklat menunjukkan positif ada alkaloid. Pereaksi Dragendrof, terdapat
endapan coklat kemerahan menunjukkan positif ada alkaloid (Harborne, 1987).
2.5.2 Uji Flavonoid, ± 0,1 gram ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh ditambahkan dengan 10 mL
etanol, lalu ditambahkan 0,1 mg serbuk logam magnesium kemudian dibagi menjadi dua dan
masing-masing dimasukkan kedalam tabung reaksi. Tabung 1 ditambahkan dengan 0,5 mL asam
klorida pekat (± 10 tetes) dan tabung 2 digunakan sebagai kontrol (Harbone, 1987).
2.5.3 Uji Steroid dan Triterpenoid, sebanyak ± 0,1 gram ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh
diekstraksi dengan 10 mL kloroform kemudian ditambahkan 10 tetes pereaksi Liebermann-
Burchard. Warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan warna ungu menunjukkan
adanya triterpen (Harbone, 1987).
2.5.4 Uji Saponin dilakukan dengan metode foam test, larutan ekstrak etil asetat ditambahkan aquadest
dan dikocok kuat-kuat. Bila terdapat saponin, dilakukan hidrolisis menggunakan 0,5 mL HCl 2 N
lalu diuji dengan pereaksi Lieberman-Burchard untuk menunjukan adanya saponin dari steroid
dan saponin dari triterpenoid (Harborne, 1987).
2.5.5 Uji Tanin, sebanyak 1 mL ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh lalu dimasukkan dalam
tabung reaksi dan ditambahkan sebanyak 2-3 tetes larutan FeCl3 5%. Jika larutan menjadi hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin (Harborne, 1987).
2.6 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh dengan Metode DPPH
2.6.1 Pembuatan Larutan induk DPPH 0,5 mM, pembuatan larutan DPPH berdasarkan metode yang
telah dilakukan oleh Mailandari (2012). Sebanyak 19,71 mg serbuk DPPH dilarutkan dalam 100
mL etanol p.a sehingga diperoleh larutan DPPH 0,5 mM.
2.6.2 Pembuatan Larutan Blanko DPPH 0,5 mM, pembuatan larutan blanko DPPH berdasarkan metode
yang dilakukan oleh Mailandari (2012) sebanyak 1 mL DPPH 0,5 mM kemudian ditambahkan 3
mL etanol p.a kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya larutan di inkubasi selama 30
menit pada suhu 37°C.
2.6.3 Penentuan panjang Gelombang Maksimum Larutan 2,2 Diphenyl-1-Picrylhydrazil (DPPH),
berdasarkan metode yang dilakukan oleh Fitriyanti dkk. (2019) larutan DPPH 0,5 mM diukur
absorbansinya dengan spectrometer UV-Vis pada panjang gelombang 510-520 nm, Pengambilan
rentang panjang gelombang tersebut didasarkan pada serapan untuk komplemen warna DPPH,
yaitu ungu tua.

43
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
2.6.4 Pembuatan Larutan Induk Sampel 1000 ppm, berdasarkan metode yang dilakukan oleh
Mailandari (2012). Sebanyak 50 mg ekstrak etil asetat dilarutkan dalam 50 mL etanol p.a
kemudian larutan dikocok sampai homogen
2.6.5 Pembuatan Larutan Seri Sampel 100, 150, 200, 250, 300 ppm, berdasarkan berdasarkan metode
yang dilakukan oleh Mailandari (2012). Sebanyak 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 mL larutan induk sampel
masing- masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL lalu ditambahkan etanol p.a. sampai
tanda garis, kemudian larutan dikocok sampai homogen.
2.6.6 Pembuatan Larutan asam askorbat (vitamin C) 100 ppm sebagai Larutan Pembanding, sebanyak
0,005 gram asam askorbat dilarutkan dalam etanol p.a, kemudian dimasukan ke dalam labu takar
50 mL lalu ditambahan etanol p.a sampai tanda garis, kemudian larutan dikocok sampai homogen
(Rantung dkk., 2021).
2.6.7 Pembuatan Larutan Seri Vitamin C 100 ppm, sebanyak 0,005 gram dilarutkan dalam 50 mL
etanol p.a. Larutan tersebut dibuat dengan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, dan 5 ppm
(Supringrum dan Jubaidah, 2019)
2.6.8 Pengukuran Absorbansi Penangkap Radikal Bebas dengan Metode DPPH, ekstrak etanol dan
vitamin C masing-masing dilarutkan dengan etanol p.a dengan berbagai konsentrasi. Masing-
masing konsentrasi 4 mL ditambah 1 mL larutan pereaksi DPPH 0,5 mM dalam tabung reaksi.
Dikocok homogen dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC. Absorbansinya diukur pada
panjang gelombang dan serapan maksimal DPPH yaitu 516 nm. Larutan blangko digunakan
etanol p.a (Mailandari, 2012).
2.7 Teknik Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan dengan mengacu pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Data Uji Fitokimia


Senyawa Metabolit Perlakuan/
Keterangan (*)
Sekunder Pereaksi
Meyer +/-
Alkaloid Wagner +/-
Dragendroff +/-
Flavonoid 1 mL etanol + 0,1 gram logam Mg + 10 tetes +/-
HCl pekat
Steroid Kloroform + Lieberman-Buchard /-
Triterpenoid Kloroform + Lieberman-Buchard +/-
Saponin H2O (dikocok) +/-
Tanin FeCl3 5% +/-
Keterangan: (+) = Teridentifikasi
(-) = Tidak Teridentifikasi
2.8 Teknik Analisis Uji Antioksidan
Penentuan % Inhibisi dan nilai IC50 dihitung berdasarkan persamaan regresi linear antara %
inhibisi dengan konsentrasi.

( l n o ) mp l
n
l n o
Setelah itu dimasukan kedalam persamaan regresi linear untuk mengetahui nilai IC50 dengan
rumus:
y = ax + b
Keterangan:
y = Persen inhibisi (%)
x = Konsentrasi sampel (ppm)
a = Kemiringan kurva (slope)
bi= gradien (Mailandari, 2012)
Intensitas aktivitas antioksidan kemudian ditentukan berdasarkan Blois (1958) sebagaimana Tabel 2.

44
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
Tabel 2. Analisis Aktivitas Antioksidan.
Intensitas IC50 (µg/mL)
Sangat kuat < 50
Kuat 51 – 100
Sedang 101 – 250
Lemah 251 – 500
Sangat lemah > 500

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Uji Fitokimia
Hasil uji golongan senyawa metabolit sekunder yang diperoleh, diketahui ekstrak etanol dari daun
belimbing wuluh positif teridentifikasi senyawa flavonoid, saponin, steroid, dan tanin/polifenol.

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Daun Belimbing wuluh (Averhoaa bilimbi L.)
Perlakuan/
Senyawa Metabolit Sekunder Keterangan (*)
Pereaksi
Mayer -
Alkaloid Wagner +
Dragendrof -
Flavonoid 0,1 gram logam Mg + 10 tetes HCl pekat -
Steroid Kloroform + Lieberman-Buchard 
Triterpenoid Kloroform + Lieberman-Buchard -
Saponin Aquades (dikocok) -
Tanin FeCl3 5% +
Keterangan: (+) = Teridentifikasi
(-) = Tidak Teridentifikasi

3.2 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etil Asetat dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)
dengan Metode 2,2 Diphenyl-1-Picryhydrazil (DPPH)
Aktivitas antioksidan ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) di uji dengan
menggunakan metode DPPH dengan spektrofotometri UV-Vis pada rentang panjang gelombang 516,5
nm. Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang
dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun
belimbing wuluh dapat diketahui dengan cara menghitung IC50 yang diperoleh dari persamaan regresi
grafik hubungan antara konsentrasi terhadap persen inhibisi dengan persamaan y = ax + b, konsentrasi
sampel (ppm) sebagai sumbu (x) dan nilai persentase inhibisi sebagai sumbu (y). Adapun grafik hubungan
antara konsentrasi sampel yang direaksikan dengan DPPH dan grafik hubungan konsentrasi vitamin C
dengan DPPH dapat dilihat pada grafik.
Uji aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh dibuat dengan 5 variasi
konsentrasi yaitu 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, dan 300 ppm. Tujuan pembuatan variasi
konsentrasi adalah mencari nilai IC50 dengan menggunakan persamaan matematis yang didapatkan
melalui korelasi antara inhibisi dan konsentrasi ekstrak. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun
belimbing wuluh dilakukan dengan metode DPPH. DPPH merupakan uji untuk menentukan aktivitas
antioksidan dengan kemampuannya menangkap radikal bebas. Ketika larutan DPPH yang berwarna ungu
bertemu dengan bahan pendonor elektron maka DPPH akan tereduksi, menyebabkan warna ungu akan
memudar dan tergantikan warna kuning yang berasal dari gugus pikril. Intensitas warna tergantung dari
antioksidan.
Larutan pembanding yang digunakan adalah vitamin C pada uji antioksidan ekstrak etil asetat
daun belimbing wuluh. Penggunaan vitamin C bertujuan sebagai pembanding untuk mengetahui seberapa
kuat potensi antioksidan yang ada pada ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Lung dan Destiani (2017) menunjukkan bahwa, vitamin C dipilih sebagai senyawa
pembanding dalam pengujian aktivitas antioksidan, Hal ini dikatakan demikian karena senyawa
antioksidan alami relatif aman dan tidak menimbulkan toksisitas. Berdasarkan 20 artikel ilmiah yang
45
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
dicari, vitamin C lebih sering digunakan sebagai senyawa pembanding, dan harganya yang murah dan
mudah didapati. Apabila nilai IC50 sampel sama atau mendekati nilai IC50 pembanding maka dapat
dikatakan bahwa sampel berpotensi sebagai salah satu alternatif antioksidan yang sangat kuat. Kemudian
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh yaitu 516,5 nm dan
dilakukan secara triplo untuk membuktikan keaktifan dari sampel tersebut. Semakin rendah nilai
absorbansi maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang
tinggi kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas semakin besar dengan konsentrasi DPPH
yang ada semakin kecil sehingga nilai absorbansi yang dihasilkan akan semakin turun.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Rata-rata Absorbansi dan % inhibisi Ekstrak Etil Asetat Daun Belimbing dan
Vitamin C
Ekstrak Etil Asetat Daun Belimbing wuluh Vitamin C
Konsentrasi Absorbansi % Konsentrasi
Absorbansi % inhibisi
(ppm) Rata-rata inhibisi (ppm)
100 0,707 23.0323 1 0,584 36.4526
150 0,694 24.4106 2 0,524 42.9815
200 0,655 29.6699 3 0,388 57.7801
250 0,624 32.0276 4 0,248 69.0968
300 0,604 34.5303 5 0,144 84.3307
Blanko 0,919

Tabel 4. pada kenaikan persen inhibisi setiap bertambahnya nilai konsentrasinya, hal ini
menunjukan adanya hubungan antara konsentrasi sampel uji dengan peningkatan peredaman radikal
bebas, semakin tinggi konsentrasi sampel maka persen inhibisinya juga semakin besar. Hal ini diperkuat
oleh Martiningsih dkk. (2016) menyatakan bahwa sampel yang mengandung senyawa antioksidan,
semakin tinggi konsentrasi berarti semakin banyak pula senyawa yang akan menyumbangkan elektron
atau atom hidrogennya kepada radikal bebas DPPH, yang turut menyebabkan pemudaran warna pada
DPPH, sehingga semakin rendah nilai absorbansi maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. DPPH
yang awalnya berwarna ungu tua, jika direaksikan dengan senyawa antioksidan dalam jumlah besar akan
berubah menjadi warna kuning. Perubahan warna DPPH ini terkait pula dengan energi yang dimiliki
radikal bebas DPPH. Saat dalam bentuk radikal, DPPH cendrung tidak stabil (reaktif) dan memiliki energi
yang besar karena selalu bereaksi mencari pasangan elektronnya, namun setelah mendapat pasangan
elektronnya, DPPH menjadi lebih stabil (energinya rendah).

40
35
30
25 y = 0.0612x + 16.489
% Inhibisi

R² = 0.9709
20
15
10
5
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Gambar 1. Grafik Rata-rata Hubungan % Inhibisi Sampel dengan Konsentrasi

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh dibuat dengan
menggunakan lima variasi konsentrasi dan tiga kali pengulangan pengukuran untuk mengetahui keaktivan
46
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
antioksidan sampel yang diuji. Variasi konsentrasi yang digunkan pada pengukuran ini adalah 100, 150,
200, 250, dan 300 ppm. Deret warna yang dihasilkan dari tiap konsentrasi dari 100 ppm sampai 300 ppm
warnanya semakin kuning memudar, perubahan warna ini yang menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH. Hal ini diperkuat oleh
Molyneux (2004) yang mengatakan bahwa DPPH bereaksi dengan atom H dari senyawa peredam radikal
bebas membentuk DPPH-Hidrazin yang lebih stabil. Reagen DPPH yang bereaksi dengan antioksidan
akan mengalami perubahan warna dari ungu ke kuning dimana intensitas perubahan warna DPPH
berbanding lurus dengan aktivitas antioksidan untuk meredam radikal bebas. Selanjutnya setiap variasi
kosentrasi ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh dan pembanding vitamin C di tambahkan masing-
masing DPPH, setelah itu diinkubasi selama 30 menit sebagaimana waktu optimal terjadinya reaksi antara
radikal bebas DPPH dengan antioksidan yang terkandung dalam ekstrak. Inkubasi dilakukan dengan cara
menyimpan sampel di tempat gelap tanpa cahaya dikarenakan DPPH yang sensitif terhadap cahaya.
Kemudian diukur absorbansinya menggunakan alat spektofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang
maksimum 516,5 nm.

90
80 y = 12.187x + 21.567
R² = 0.9861
70
60
% Inhibisi

50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi (ppm)

Gambar 2. Grafik Hubungan Antara % Inhibisi Vitamin C dengan Konsentrasi

Berdasarkan grafik maka dapat ditentukan nilai IC50 diperoleh berdasarkan persamaan regresi
yang telah didapatkan baik pada ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh maupun pada vitamin C. Nilai
IC50 yang diperoleh dari hasil persamaan regresi linear pada grafik adalah y = 0.0612x + 16.489 dengan
nilai R2 = 0,9709 Nilai IC50 ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh didapatkan dari nilai x pada
persamaan regresi sementara nilai y merupakan nilai IC yang telah ditetapkan yaitu 50. Hasil penentuan
IC50 ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh diperoleh sebesar 547,56 ± 0,0196 ppm. Menurut
Molyneux (2004), suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 < 50, kuat
(50-100), sedang (100-150), lemah (150 – 200), sangat lemah > 200. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak
etil asetat daun belimbing wuluh memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah. Hal ini dikarenakan
dikarenakan vitamin C yang digunakan sebagai pembanding adalah dalam keadaan murni sehingga dapat
menetralkan DPPH. Jika dilihat dari gugusnya vitamin C mempunyai 4 gugus hidroksil (OH) yang dapat
menyumbangkan atom hidrogen yang lebih banyak untuk meredam radikal bebas, dibandingkan dengan
ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh yang diekstraksi menggunakan teknik maserasi, dimana ekstrak
etil asetat daun belimbing wuluh yang masih dalam bentuk ekstrak yang diduga masih memiliki senyawa
pengganggu yang dapat menghalangi proses penetralan radikal bebas DPPH. Selain itu daun belimbing
wuluh bukan merupakan sumber vitamin C. Sehingga aktivitas antioksidannya jauh lebih rendah
dibandingkan dengan vitamin C. Sementara itu untuk penentuan hasil nilai IC50 pembanding vitamin C,
berdasarkan grafik hubungan antara konsentrasi vitamin C dengan DPPH ditentukan nilai IC50 nya yang
diperoleh dari hasil persamaan regresi linear pada grafik adalah y = 12.187x + 21.567 dimana R2 =
0,9861. Hasil penentuan nilai IC50 pembanding vitamin C diperoleh sebesar 2,33 ppm ± 0,1786 ppm. Hal
ini menunjukan bahwa pembanding Vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.

47
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
Golongan senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi dalam ekstrak etil asetat daun belimbing
wuluh yang diekstraksi dengan metode maserasi positif mengandung alkaloid, steroid, dan tannin, (2)
Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang diekstraksi menggunakan teknik maserasi memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat rendah dengan nilai IC50 sebesar 547,56 ± 0,0196 ppm, sedangkan vitamin C
memiliki aktivitas antioksidan terkuat dari ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh, dan ekstrak daun ini
di klasifikasikan sebagai antioksidan yang sangat lemah.

REFERENSI
Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. ITB Press, Bandung
Blois, M.S., (1958). Antioxidant Determinations By The Use of A Stable Free Radical, Nature, 181: 1199-
1200.
Fitriyanti, Nasrudin, dan Rudi, L. (2019). Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Kombinasi Imbang Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea Coromandelica) Dan Rimpang Jahe Emprit (Zingiber Officinale Var.
Rubrum). Jurnal Pendidikan Kimia Universitas Halu Oleo. 4 (2).
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan: Padmawinata, K danSoediro, I. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Hasim, H., Arifin, Y. Y., Andrianto, D., dan Faridah, D. N. (2019). Ekstrak etanol daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 8(3), 86-
93.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Departemen Kehutanan, 2, 1188-1189.
Jumiarni, W. O., & Komalasari, O. (2017). Eksplorasi jenis dan pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat
Suku Muna di Permukiman Kota Wuna. Traditional Medicine Journal, 22(1), 45-56.
Karadag, A., Ozcelik, B., dan Saner, S. (2009). Review of methods to determine antioxidant capacities. Food
analytical methods, 2(1), 41-60.
Ku umow t , T , Sujono, T , Su nd , , ’ , M , d n W r w t , R 2 2 Kor l ndung n
fenolik dan aktivitas antiradikal ekstrak etanol daun empat tanaman obat Indonesia (Piper bettle,
Sauropus androgynus, Averrhoa bilimbi, dan Guazuma ulmifolia).
Lidyawati, S., dan Ruslan, K. (2006). Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi,
L). Bandung: Farmasi ITB.
Lung, J. K. S., dan Destiani, D. P. (2017). Uji aktivitas antioksidan vitamin A, C, E dengan metode DPPH.
Farmaka, 15(1), 53-62.
Mailandari, M. (2012). Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun garcinia kydia roxb. dengan metode DPPH dan
identifikasi senyawa kimia fraksi yang aktif. Skripsi. Universitas Indonesia.
Martiningsih, N. W., Widana, G. A. B., dan Kristiyanti, P. L. P. (2016, August). Skrining fitokimia dan uji
aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun Matoa (Pometia pinnata) dengan metode DPPH. In Prosiding
Seminar Nasional MIPA.
Mondong, F. R. (2015). Skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun Patikan Emas
(Euprorbia prunifolia Jacq.) dan bawang laut (Proiphys amboinensis (L.) Herb). Jurnal MIPA, 4(1), 81-
87
Molyneux, P. (2004). The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating
antioxidant activity. Journal of Science Technology. 26(2), 211-219.
Putri, W. S., Warditiani, N. K., dan Larasanty, L. P. F. (2013). Skrining fitokimia ekstrak etil asetat kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana, 2(4), 56-60.
Rantung, O., Korua, A. I., dan Datau, H. (2021). Metode Spektrofotometer UV untuk Uji Vitamin C dalam
Buah-Buahan. PROSIDING, 61.
Rohman, A., Riyanto, S., dan Hidayati, N. K. (2007). Aktivitas antioksidan, kandungan fenolik Total, dan
flavonoid total daun mengkudu (Morinda citrifolia L). Agritech, 27(4).
Siregar, T. M. (2021). Pengaruh Jenis Daun dan Konsentrasi Etanol Terhadap Aktivitas n α-Glukosidase
dan Antioksidan Ekstrak Daun Belimbing. FaST-Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and
Technology), 5(1), 73-87.

48
Sains: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia Volume 12, Edisi 1 Tahun 2023
Sunarni, T., Pramono, S., dan Asmah, R. (2007). Flavonoid antioksidan penangkap radikal dari daun kepel
(Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 111-116.
Supringrum, R., dan Jubaidah, S. (2019). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Dan Fraksi Akar Tabar
Kedayan (Aristolochia Foveolata Merr.) Dengan Metode DPPH (2, 2 Diphenyl-1-picrilhydrazil). JFL:
Jurnal Farmasi Lampung, 8(1), 8-14.Valsan, A., Raphael, R.K. 2016. Pharmacognostic profile of
Averrhoa bilimbi Linn. Leaves. South Indian Journal of Biological Science. 2(1).
Zuhra, C. F., Tarigan, J. B., dan Sihotang, H. (2008). Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid dari daun katuk
(Sauropus androgunus (L) Merr.). Jurnal Biologi Sumatera, 3(1), 7-10.

49

Anda mungkin juga menyukai