Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

4 Bab1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alquran al-Karim adalah sumber tasyri’ pertama bagi umat Nabi

Muhammad Saw. Dan kebahagiaan mereka tergantung kepada pemahaman

maknanya, pengetahuan, rahasia-rahasianya, dan pengamalan mereka terhadap

apa yang terkandung di dalamnya. Kemampuan setiap orang dalam memahami

setiap lafadz dan ungkapan yang terdapat dalam Alquran tidaklah sama, padahal

penjelasan mengenai Alquran begitu gamblang dan ayat-ayatnya pun sangat rinci.

Perbedaan daya nalar di antara kaum muslimin satu dengan yang lainnya

merupakan suatu hal yang tidak dipertentangkan lagi. Seperti halnya pada

kalangan awam dan para cendikia, kalangan awam mereka hanya memahami ayat

alquran hanya pada makna-maknanya secara dzahir dan secara global saja.

Berbeda halnya dengan para cendikia dalam memahami ayat-ayat Alquran mereka

tidak hanya memahami ayat-ayat dan maknanya saja, tetapi mereka mampu

menghasilkan kesimpulan makna-makna ayat yang menarik dari apa yang mereka

pahami.1

Selain itu, tujuan mempelajari dan memahami Alquran adalah agar kita

bisa mengambil pelajaran terhadapnya. Menurut pendapat Rif’at Sauqi

sesungguhnya seseorang dapat mengambil pelajaran-pelajaran yang berharga

dalam Alquran itu tergantung sejauh mana mereka berpegang teguh terhadapnya,

1
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2013), 455.
2

yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Tentunya hal itu

tidaklah mudah kecuali setelah mereka memahami sebaik-baiknya nasihat dan

petunjuk yang terkandung di dalam Alquran.2 Dalam upaya untuk memahami

aspek-aspek kebenaran Alquran, umat Islam sebenarnya sejak lama telah

mengalami pergulatan intelektual yang cukup serius, meskipun bisa di katakan

pergulatan tersebut muncul pada dataran persepsi atau pada aspek metodologis

pemahamnya serta pada hasil pemahamannya, bukan pada kesangsian akan

kebenaran Alquran itu sendiri.3

Harus diakui bahwa prinsip-prinsip dalam memahami Alquran secara

cepat itu tidak hanya sebatas pengetahuan tentang bahasa Arab, akan tetapi pada

idiom-idiom bahasa pada masa Nabi Muhammad Saw. Dari sini berkembanglah

gramatika bahasa Arab, ilmu perkamusan, dan kesusastraan Arab dengan pesat.4

Hal ini dikarenakan susunan gaya bahasa yang dimiliki dalam Alquran tidak bisa

disamakan dengan apapun, karena Alquran bukan susunan syair dan bukan pula

susunan prosa. 5

Setiap bahasa memiliki keindahan-keindahan yang memiliki cita rasa yang

tinggi dan sempurna dalam seni bertutur. Karenanya untuk memahami setiap kosa

kata yang tedapat dalam Alquran terlebih dahulu harus mencari arti linguistik

aslinya yang memiliki rasa kearaban tersebut. Makna Alquran disusun dengan

2
Rif’at Sauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, (Jakarta: Paramadina,
2002), 6.
3
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi,
(Yogyakarta : Qalam Fakhruddin, 2002), 3.
4
Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1994), 48.
5
Muh{ammad Ali Ash-Sha>buni>, Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Kitab At-Tibyan fi> ‘Ulumil
Qur’a>n, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), 138.
3

mengumpulkan dan mempelajari konteks spesifikasi kata tertentu dalam ayat demi

ayat, surat demi surat, yang terdapat dalam Alquran.

Bahasa Arab sebagai bahasa Alquran memiliki perbendaharaan kata yang

sangat kaya, teliti, dan hati-hati dalam memilih kata untuk menjelaskan sesuatu.

Menurut sebagian ahli linguistik mengatakan bahwa ada kata-kata tertentu yang

dipandang sebagai sinonim atau persamaan kata, namun pada kenyataannya tidak

pernah muncul di dalam Alquran dengan pengertian yang sama atau benar-benar

sama. Ketika Alquran menggunakan sebuah kosa kata, maka makna kata dalam

kosa kata tersebut tidak bisa diganti dengan kata lain yang dipandang sebagai

sinonim yang pertama yang terdapat di dalam kamus-kamus bahasa Arab.6

Misalnya kata khauf dan rahbah.

Kata khauf berasal dari bahasa arab yaitu ‫– خوفاف‬ ‫– يخاف‬ ‫ خاف‬dan rahbah

berasala dari kata ‫ رهبا‬- ‫ رها – يرها‬yang mempunyai makna takut7. Akan tetapi

meskipun kedua kata tersebut memiliki makna dasar yang sama, namun makna

relasionalnya berbeda. Hal ini menunjukan bahwa di dalam Alquran terdapat kosa

kata yang nampaknya memiliki makna yang sama, meskipun demikian dari kedua

kata tersebut tidak benar-benar memiliki makna yang sama.

Kata khauf dalam kamus Mu’jam al-Furu>q ad-Dila>liyah fi> al-Qur’a>n al-

Kari>m8 diartikan dengan menghindari perbuatan yang makruh yang telah

diketahui maupun yang belum diketahui.

6
M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an, Cet. II, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007).
90.
7
Ah{mad Warson Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia, huruf kha dan ra, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), 376 dan 539.
8
Muh{ammad Muh{ammad Da>wud, Mu’jam al-Furu>q al-Dila>liyah fi> al-Qur’a>n al-Kari>m,
(al-Qa>hirah: Da>r Ghari>b, 2008 ), 237.
4

M. Quraish Shihab menjelaskan yang dimaksud khauf adalah keguncangan

hati karena menduga akan adanya bahaya. “Kata khauf banyak digunakan untuk

menggambarkan perasaan tentang bahaya yang dapat mengancam sehingga

seseorang berupaya untuk menghindarinya, walaupun sebenarnya hatinya tidak

gentar untuk menghadapinya.”9

Sedangkan Menurut Hasan al-Basri beliau juga mengatakan bahwa yang

dimaksud dengan khauf adalah merasa bahwa dirinya dalam melakukan amalan

merasa kurang sempurna dan takut apabila amalan yang dilakukan selama ini

tidak diterima oleh Allah Swt.

Adapun makna kata rahbah adalah khauf yang artinya “takut” atau

menakuti. Dalam makna konteks lainnya kata rahbah bermakna sangat takut dan

terus menerus dalam keadaan itu, serta dibarengi dengan kegelisahaan. Dan

diantara derivasi dari kata rahbah adalah ar-rahib, kata ruhbah maknanya bisa

“menjadi lelah” ( ‫ )رهبت النّفق‬payah karena perjalanan yang terlalu lama.10

Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqa>rah : 40

          

 
  
    
   
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya aku penuhi janji-Ku
kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)”.
Al-Maraghi menafsirkan kata irhabu>n yang merupakan jamak dari kata

rahbah dengan “takut dan tidak mau berbuat sembrono”, didalam tafsirannya ia

9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an, Vol.
13, (Jakarta : Lentera Hati, 2006), 197.
10
Muh{ammad Muh{ammad Da>wud, Mu’jam al-Furu>q al-Dila>liyah fi> al-Qur’a>n al-Kari>m,
238.
5

menegaskan kepada kita sebagai hamba Allah untuk tidak takut kepada selain

Allah.11

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa kata khauf dan rahbah dalam

Alquran mempunyai kesamaan makna, namun tidak dapat dipungkiri adanya

makna-makna yang berbeda. Oleh karena itu, kata khauf dan rahbah dapat

dianalisis dengan menggunakana analisis medan semantik dengan menggunakan

teori Toshihiko Izutsu dan teori-teori lainnya sebagai tambahan. Selain itu

penelitian ini juga akan menggunkan analisis komponen makna dengan

menampilkan tabel-tabel untuk dapat membedakan antara kata khauf dan rahbah

apabila diperlukan.

Berangkat dari pemaparan di atas, penulis akan mengambil penelitian yang

berjudul “Analisis Semantik Terhadap Kata Khauf dan Rahbah dalam Al-

Qur’an” dengan menggunakan pendekatan teori Toshihiku Izutsu. Karena dengan

tema tersebut pembahasan ini akan menjadi menarik apabila diteliti dari segi

kebahasaannya, yaitu dari segi variasi katanya, konteks penggunaan serta beragam

penafsirannya, sehingga dengan kata tersebut dapat ditemukan berbagai macam

makna. Dan dengan menggunakan metode analisis semantik ini diharapkan dapat

memunculkan berbagai pesan yang terkandung didalam Alquran.

11
Ah}mad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer
Aly, Cet. 2, Juz. I, (Semarang : PT. Karya Toha Putra, 1994), 172-174.
6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam pembahasan ini adalah: “Bagaimana analisis semantik terhadap kata khauf

dan rahbah dalam Alquran?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah “untuk mengetahui analisis semantik pada kata khauf dan rahbah dalam

Alquran.”

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang disusun oleh peneliti yaitu terbagi

kedalam dua bagian. Pertama, kegunaan yang bersifat akademis (teoritis) dan

kedua yaitu kegunaan praktis (sosial).

1. Kegunaan Akademis (teoritis).

Adapun kegunaan penelitian ini secara akademis, diharapkan dapat

mengembangkan khazanah keilmuan di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan

menambah wawasan kepada para mahasiswa di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir serta memberikan wacana tambahan bagi peneliti lain yang akan meneliti

tentang kajian semantik.

2. Kegunaan Praktis (sosial).

Adapun kegunaan praktis (dalam kehidupan sosial), penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat tentang berbagai


7

macam makna dan implikasi kata khauf dan rahbah dalam Alquran terhadap

kehidupan.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian Mengenai khauf dan semantik banyak sekali baik dalam bentuk

buku maupun jurnal hasil penelitian. Namun sejauh ini penulis belum menemukan

pembahasan atau penelitian tentang kata khauf dan rahbah dalam Alquran yang

berhubungan dengan kajian semantik, adapun di antara sumber penelitian yang

ditemukan dan dijadikan rujukan atau tinjauan pustaka oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

Pertama, Jurnal karya Ecep Ismail yang berjudul “Analisis Semantik Pada

Kata Ahza>b dan Derivasinya dalam Al-Qur’an”.12 Dari hasil penelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa kata ahza>b sering merujuk kepada kumpulan orang

dalam bentuk persekutuan berdasarkan status maupun keimanan. Kata ahza>b

apabila dilihat dari segi penggunaannya dalam Alquran dengan bentuk dan

gramatikal yang beraneka ragam, hal ini dapat memunculkan makna yang berbeda

pula, sehingga menyebabkan adanya tendensi makna yang beragam pula. Di

antara makna kata ahza>b dan derivasinya dalam Alquran adalah sebagai berikut:

ahza>b dengan pengertian golongan yang bersekutu, ahza>b dengan pengertian

golongan yang berserikat, ahza>b dengan pengertian sekutu, ahza>b dengan

pengertian pengikut agama.

12
Ecep Ismail, “Analisis Semantik Pada Kata Ahza>b dan Derivasinya Dalam Al-Qur’an,”
Al-Bayan : Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1, 2, (2016), 139-148.
8

Kedua, Jurnal karya Abdullah Affandi yang berjudul “Antara Takwa dan

Takut (Kajian Semantik Leksikal dan Historis terhadap al-Qur’an).” Dalam Jurnal

ini penulis dapat menyimpulkan bahwa makna dasar dari kata tersebut adalah

takut, yang mana keduanya memiliki sinonimitas yaitu : kata khasya, kha>uf, dan

rahiba namun dari ketiga sinonim tersebut belum tentu bermakna takwa. Oleh

karena itu untuk mengetahui kesamaannya dengan kata “takwa” maka harus

dilihat dari segi kontek ayatnya terlebih dahulu.13 Namun, dalam penelitian

sebelumnya perbedaannya adalah dalam hasil penelitian tersebut tidak secara rinci

membahas mengenai kha>uf dan rahbah atau rahiba.

Ketiga, Skripsi karya Hasan Hadiansyah yang berjudul “Analisis Semantik

Terhadap Kata Imam dan Padanannya dalam Al-Qur’an”. Dalam penelitiannya ini

menjelaskan mengenai analisis semantik yang digunakannya yaitu: Analisis

medan semantik, analisis komponen semantik dan tendensi pada kata yang diteliti,

dan makna konseptual terhadap kata yang diteliti yaitu kata (imam). Dari

penelitiannya dapat disimpulkan bahwa medan semantik untuk kata imam dalam

Alqurann itu ada enam yaitu, khalifah, ulil amri, qawam, malik, wali, dan

shulthan. Sedangkan dalam hadits ada dua yaitu, ra’is, ra’ih. Analisis komponen

semantiknya terdiri dari 1) Khalifah tendensi maknanya adalah Khalifah sebagai

pewaris bumi, khalifah yang mewarisi prilaku baik dan khalifah yang mewarisi

prilaku buruk. 2) Ulil ‘Amri adalah kepala pemerintah, dan pemimpin yang

mengendalikan kebijakan. 3) Malik maknanya adalah kekuasaan Allah yang

mutlak dan abdi, kekuasaan manusia hanya sementara, dan kekuasaannya bersifat

13
Abdullah Affandi, “Antara Takwa dan Takut: Kajian Semantik Leksikal dan Historis
Terhadap Al-Qur’a>n,” Jurnal al-Hikmah, Vol. 4, No. 2, (2016).
9

materi. 4) Shulthan maknanya ialah kekuasaan Allah mutlak dan abadi, kekuasaan

manusia hanya sementara dan kekuasaan yang bersifat non materi. 5) Qawwam

maknanya ialah kepala keluarga, dan pemimpin yang menegakkan keadilan dan

berperilaku adil. 6) Walli maknanya adalah Allah SWT sebagai pemimpin yang

melindungi makhluknya, syait}an sebagai pemimpin yang mencelakai manusia,

dan Rasul serta orang beriman adalah pemimpin yang melindungi manusia.14

Keempat, Skripsi karya Noor Afwa Sofia yang berjudul “Konsep

Reproduksi Manusia dalam Al-Qur’an (Pendekatan Semantik Terhadap Kata

H{a>mala dalam Al-Qur’an).”15 Analisis semantik yang digunakannya yaitu pada

Makna dasar dan makna relasional dengan menggunakan teori Toshihiku Izutsu.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa makna dasar dari kata”h}amala”

maknanya adalah membawa, sedangkan makna relasional kata “h}amala” dalam

Alquran menanggung dosa (kesalahan), musibah (cobaan), tanggung jawab

terhadap amanat, fungsi dan kegunaan binatang dan kendaraan untuk alat

pengangkut, reproduksi manusia, sesuatu yang dibawa, dan tugas malaikat. Makna

relasional kara “h}amala” sebagai sebuah proses reproduksi dapat dilihat ketika

disandingkan dengan medan semantiknya yaitu : kata khalaqa, azwaj, arham,

syakara, wadha’a, kurhan, washaina, shalih, hanya saja relasi satuannya memiliki

makna tersendiri.

Kelima, Skripsi karya Ramdan yang berjudul “Analisis Semantik Terhadap

Istilah “Ulul ‘Ilmi” dan Padanannya dalam Al-Qur’an”. Analisis semantik yang
14
Hasan Hadiansyah, “Analisis Semantik Terhadap Kata Imam dan Padanannya Dalam
Al-Qur’an.” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2007).
15
Noor Afwa Shofia, “Konsep Reproduksi Manusia Dalam Al-Qur’an: Pendekatan
Semantik Terhadap Kata H}amala Dalam Al-Qur’an.” (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2016).
10

digunakan nya yaitu pada makna dasar dan makna relasional yang dikembangkan

oleh Toshihiko Izutsu, dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa makna dasar

dari Ulul ‘ilmi terbagi menjadi dua yaitu u>lu> (‫ )اولاوا‬ini merupakan bentuk jamak

dari kata a>lun (‫ )آل‬yang bermakna keluarga, sahabat, pemilik, dan yang memiliki.

Sedangkan ‘ilmi bermakna akan hakikat sesuatu dengan keyakinan dan

pengetahuan yang dilandasi oleh kebenaran yaitu wahyu, karenanya ulul ‘ilmi

bukan sekedar orang-orang yang memiliki ilmu, tapi mereka yang dari

pengetahuannya dapat bersikap adil, taat dan patuh kepada Allah SWT.

Sedangkan ulul ilma adalah orang yang diberikan ilmu sehingga mereka dapat

mengetahui kebenaran. Adapun makna relasional kata ulul ‘ilmi dan padanannya

adalah penyandaran kata ulul ‘ilmi dengan orang-orang yang berilmu, baik yang

diberi, mendalami maupun yang mempelajarinya.16

Keenam, Skripsi karya Nur’aini yang berjudul “Analisis Semantik Pada

Kata ‫ يَحْ ُكم‬dan ‫ ُح ْكم‬dalam Al-Qur’an Terjemah Depag dengan H.B.Jassin: (Studi

Kasus Pada Surat al-Ma’idah)”. Dalam skripsi ini ia menjelaskan mengenai

makna semantik gramatikal pada kata h}ukmun dan yah}kum dalam Alquran

terjemah Depag dengan H.B.Jassin, makna kata h}ukmun dan yah}kum pada versi

keduanya pada ayat pertama tidak terdapat perbedaan secara makna, tetapi

berbeda dalam pemilihan diksinya. Dalam hal ini, terjemahan Depag dengan

H.B.Jassin ketika menerjemahkan kata yah}kum masing-masing penerjemah

tersebut memiliki perbedaan makna. Adapun makna yah}kum di dalam tafsir depag

16
Ramdan, “Analisis Semantik Terhadap Istilah Ulul ‘Ilmi dan Padanannya Dalam Al-
Qur’an.” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, t.t).
11

diartikan dengan “menetapkan”, sedangkan kata yah}kum dalam terjemahan

H.B.Jassin diartikan dengan “memenuhi”.17

Ketujuh, Skripsi Karya Dini Hasinatu Sa’adah yang berjudul “Semantik

makna kata dhanb dan ithm dalam Al-Qur’an”. Analisis semantik yang digunakan

dalam penelitiannya ini adalah mengenai makna kata dhanb dan ithm, dari

penelitiannya ini dapat penulis simpulkan bahwa kata dhanb memiliki makna

dasar dosa atau kesalahan, dan makna relasionalnya adalah dosa orang kafir yang

mana mereka berpaling dari ayat-ayat Allah, mendustakan ayat-ayat Allah.

Sedangkan makna dasar dari kata ithm adalah perbuatan yang tidak halal, dan

makna relasionanya adalah perbuatan dosa orang munafik, yang mana mereka

mengaku beriman kepada Allah Swt akan tetapi perbuatan mereka tidak

mencerminkan sikap seorang yang beriman kepada Allah Swt. Adapun medan

semantik dari kata dhanb yaitu kufr, kadzab, tawallaw, israf, zalim, al-Nar, adzab,

taubah, iman, dzikrullah, dan istighfar. Sedangkan medan semantik dari kata ithm

adalah shirk, fawahish, zann, haram, kufr, ‘aduww, kaba’ir, ‘azim, al-Lamm,

taqwa, istighfar, ‘adzab, dan al-Nar.18 keduanya memiliki makna yang sama akan

tetapi tidak benar-benar sama karena dosa dhanb lebih berat daripada dosa ithm.

Dengan demikian, kajian kata khauf dan rahbah dalam analisis semantik

masih sangat diperlukan. Adapun untuk membedakan dengan pembahasan yang

sudah ada maka penulis akan membahas mengenai “makna khauf dan rahbah

dalam Alquran dengan menggunakan pendekatan teori semantik Toshihiko Izutsu.

Nur’aini, “Analisis Semantik Pada Kata ْ ‫ يَحْ ُكم‬dan ‫ ُح ْكم‬Dalam Al-Qur’an Terjemah Depag
17

Dengan H.B.Jassain: Studi Kasus Pada Surat Al-Ma’idah.” (Skripsi Fakultas Adab dan
Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
18
Dini Hasinatu Sa’adah, “Kajian Semantik Makna Kata Danb dan Ithm Dalam Al-
Qur’an.” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2017).
12

F. Kerangka Berpikir

Menurut Muhammad Arkoun pemaknaan Alquran pada paruh abad ke 20

ini harus mencangkup tiga momentum: pertama, momentum linguistik yang akan

menompang suatu tatanan yang terpendam di bawah suatu ketidak teraturan yang

gamblang. Kedua, momentum antropologis yang akan konsiten untuk menggali

bahasa struktur mistis di dalam Alquran. Ketiga, momentum historis dengan

jangkauan batasan-batasan penafsiran logika leksikologis dan penafsiran imajinaf

yang diupayakan oleh kalangan muslim hingga saat ini. 19

Dalam linguistik ada empat komponen yang saling berkaitan dengan

sangat erat dengan makna yaitu: Pertama, tataran fonologi yaitu bidang linguistik

yang mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk

membedakan makna leksikal dalam bahasa tersebut,20 atau mengidentifikasikan

kata-kata tertentu tanpa memperhatikan bunyi tersebut sehingga bunyi tersebut

mengandung makna atau tidak. Kedua, tataran morfologi merupakan suatu

gramatika terkecil yang mempelajari arti dan menganalisis struktur, bentuk, dan

klasifikasi kata-kata (atau disebut juga dengan tasrif). Ketiga, tataran sintaksis

yang membicarakan tentang penghimpunan timbal balik antara kata dalam

kalimat, frase, dan klausa. Keempat, tataran semantik yang merupakan salah satu

tataran linguistik yang objek peneltiannya makna bahasa. 21

19
Noor Afwa Sofia, “Konsep Refroduksi Dalam Al-Qur’an: Pendekatan Semantik
Terhadap Kata H}amala.” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2016),
9.
20
J.W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajahmada University Press,
1995), 36.
21
A. Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar, (Bandung: Angkasa, 1993), 99-
156.
13

Semantik ialah ilmu yang meneliti tentang makna, baik yang berhubungan

antar kata dan lambang-lambang dengan gagasan atau benda yang mewakilinya,

ataupun yang berhubungan dengan pencarian mengenai riwayat makna-makna

dengan perubahan yang terjadi pada kata tersebut.22 Semantik juga disebut dengan

studi tentang hubungan antar simbol dan bahasa baik berupa (kata, ekspresi,

maupun frasa atau kumpulan suatu kata) maupun objek atau konsep yang

terkandung didalamnya, dimana semantik dapat menghubungkan antara simbol

dan maknanya.23

Istilah semantik Alquran sendiri pertama kali diperkenalkan oleh

Toshihiku Izutsu dalam bukunya God and Man In The Koran : Semantik Of The

Qur’anic Weltanschaung. Banyak ahli dalam bidang semantik, akan tetapi

pendekatan semantik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teori

semantik yang di kemukakan oleh Toshihiko Izutsu. Menurutnya semantik

merupakan kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu

pandangan yang akhirnya sampai kepada pengertian konseptual Weltanschaung

atau pandangan dunia Masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya

sebagai alat komunikasi dan berpikir, tetapi yang lebih penting lagi,

pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. Yaitu pada makna dasar

dan makna relasional, sinkronik, diakronik, dan medan semantik.24

22
Save M Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : LPKM, 2006), 1016.
23
Ray Prytherch, Harrod’s Librarians Glossaary, (Enggland : Gower, 1995), 579.
24
Toshihiku Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap Al-
Qur’an, Cet. 2, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003), 3.
14

1. Makna Dasar dan Makna Relasional

Makna dasar25 dari kedua kata yang sedang penulis analisis yaitu kata

khauf dan rahbah dapat diketahui dengan menggunakan kamus-kamus bahasa

Arab secara khusus. Sedangkan makna relasional26 bisa diketahui melalui

analisis sintagmatis antara kata fokus27 dengan kata kunci28 dalam bidang

semantik29

2. Diakronik dan Sinkronik

Setelah mengungkap makna dasar dan makna relasional, selanjutnya

adalah mengungkap kesejarahan makna dalam kedua kata tersebut (semantik

historis). Untuk mengungkap sejarah dalam semantik yaitu bisa dengan cara

mengetahui diakronik30 dan sinkronik.31

Dalam pencarian sejarah kata dalam Alquran, secara diakronik yaitu

bisa dilihat dari kata yang digunakan masyarakat Arab pada waktu itu, baik

sebelum diturunkannya Alquran maupun setelah diturunkannya Alquran

yaitu (pada periode Nabi Muhammad Saw dan periode setelah Nabi sampai

25
Makna dasar adalah sesuatu yang selalu melekat pada kata itu sendiri, yang selalu
terbawa dimanapun kata itu diletakan.
26
Makna relasional adalah sesuatu yang bermakna konotatif yang diberikan dan
ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan menempatkan kata tersebut pada posisi yang
khusus berada pada relasi berbeda dengan semua kata-kata penting lainnya dalam sistem tersebut.
27
Kata fokus adalah kata kunci yang secara khusus menunjukan dan membatasi bidang
konseptual yang relatif independen berbeda dalam keseluruhan kosa kata yang lebih besar dan ia
merupakan pusat konseptual dari sejumlah kata kunci tertentu.
28
Kata kunci adalah kata-kata yang memainkan peranan yang sangat menentukan dalam
penyusunan struktur konseptual dasar pandangan dunia al-Qur’an.
29
Toshihiku Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap Al-
Qur’an, 10-16.
30
Diakronik adalah pandangan terhadap kata bahasa yang memfokuskan pada unsur
waktu atau aspek yang masing-masing tumbuh dan berubah bebas dengan caranya sendiri yang
khas.
31
Sinkronik adalah sudut pandang dimana kata tersebut lahir dan mengalami perubahan
makna sesuai dengan perjalanan sejarah penggunaan kata tersebut dalam sebuah masyarakat
penggunanya untuk memperoleh suatu sistem makna yang statis.
15

pada periode kontemporer) untuk mengetahui sejauh mana pentingnya kata

tersebut dalam pembentukan sebuah visi Alquran. Sedangkan secara

sinkronik itu lebih menitik beratkan kepada perubahan bahasa dan

pemaknaannya dari pertama kali kata tersebut digunakan sampai ia menjadi

konsep tersendiri dalam Alquran yang mempunyai makna penting dalam

pembentukan visi Qurani.

Singkatnya, Toshihiko Izutsu menyederhanakan persoalan ini dengan

membagi periode waktu penggunaan kosakata dalam tiga periode waktu yaitu

: Pra Qur’anik,Qur’anik, dan Pasca Qur’anik.

3. Medan Semantik

Medan semantik selalu terdiri dari sejumlah medan baru, yang kita

katan sebagai medan konseptual yang lebih besar yang terbagi kedalam

sejumlah medan khusus. Akan tetapi, masing-masing medan khusus itu

sebagai kawasan kosakata yang teratur, kita sebut sepenuhnya sebagai

kosakata jika ia cukup besar untuk dibicarakan sebagai suatu unit tersendiri.

Hanya jika kita mempertimbangkannya sebagai bagian khusus dari suatu

keseluruhan yang lebih besar, kita membedakan dari yang kita sebut sebagai

“medan semantik”. singkatnya kosakata adalah struktur multi-sastra.

Kata khauf setelah di telusuri pada Ensiklopdia al-Qur’an dan kitab

Mu’jam Mufah{ras Li> alfadz al-Qur’a>n al-Kari>m, kata khauf merupakan bentuk

(infinitif) masdhar dari kata kerja kha>fa ( ‫)خف‬, yakha>fu ( ‫)يخاف‬. Sedangkan bentuk

masdhar lainnya dari kata khauf adalah khi>fah ( ‫ )خيفا‬dan makha>fah ( ‫ )مخففا‬dan

bentuk fiil dari kata tersebut adalah kha>’if ( ‫)خافف‬, khuyyaf ( ‫)الخيّا‬, dalam bentuk
16

mufrad. Adapun bentuk jamak dari kata kha>uf adalah khuwwaf ( ‫)خا ّو‬, khuyyaf

ِ dan kha>ifu>n ( ‫)خافففو‬.


( ‫)خيّا‬, khiyyaf ( ‫)خيّا‬, ‫ن‬ Di dalam Alquran kata khauf terdapat

sebanyak 124 ayat, 42 surat dengan berbagai derivasinya yaitu 18 ayat dalam

bentuk fiil madhi, 60 ayat bentuk fiil mudhari, 34 ayat berbentuk masdhar, 1 ayat

dalam bentuk fiil amr, 8 ayat dalam bentuk fi’lun nahyi, dan 3 dayat alam bentuk

isim fa’il. Adapun ayat-ayat Alquran yang membahas tentang kha>uf di antaranya

adalah :32 Q.S. Al-Baqarah : 38, 62, 112, 114, 155, 182, 229 239, 262, 274, 277,

Q.S. Hud : 3, 26, 84, 70 103, Q.S. Ibrahim : 14 Q.S. Ar-Rahman : 46, Q.S. An-

Nazi’at : 40, Q.S. An-Nisa : 3, 9, 34, 35, 83, 101 dan 128, Q.S. Maryam : 5, 45,

Q.S. Al-Qasash : 7, 18, 21, 25, 31, 33, 34, Q.S. Asy-Syu’ara : 12, 14, 21, 135,

Q.S. At-Taubah : 28, Q.S. Al-Maidah : 23, 28, 54, 69, 94, 108, Q.S. Al-An’am :

15, 48, 51 80, 81, Q.S. Al-A’raf : 35, 49, 56, 59, 205, Q.S. Al-Anfal : 26, 48, 58,

dan lain-lain.33

Sedangkan untuk kata rahbah disebut sebanyak 12 kali yang terdapat

dalam 10 surat dengan berbagai bentuk derivasinya di antaranya: Q.S. Al- A’raf :

116, 154, Q.S. Al-Baqarah : 40, Q.S. An-Nahl : 51, Q.S. Al-Anfal : 60, Q.S. Al-

Qasash : 32, Q.S. Al-Hasyr :13, Q.S. Al-Anbiya : 90, Q.S. At-Taubah : 31, 34,

Q.S. Al-Maidah : 82, Q.S. Al-Hadid : 27.34

32
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata, jilid 2, (Jakarta: Lentera
Hati 2007), 474-475.
33
Muh{ammad Fu’ad Abdul Baqi’, Mu’jam Mufah{ra>s Li> alfadz al-Qur’a>n al-Kari>m,
(Kairo : Da>r al-H}{adith}, 2007), 246-248.
34
Muh{ammad Fu’ad Abdul Baqi’, Mu’jam Mufah{ra>s Li> alfadz al-Qur’a>n al-Kari>m, 325.
17

G. Langkah-Langkah Penelitian

Langkkah-langkah penelitian disebut juga dengan prosedur penelitian,

atau ada juga yang menyebutnya sebagai metode penelitian.35 Langkah-langkah

penelitian ini tentunya sangat diperlukan dalam sebuah penelitian agar penelitian

lebih terarah dan dapat mempermudah dalam proses penelitian. Diantara langkah-

langkah yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

fungsi tertentu.36 Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah

metode semantik Toshihiku Izutsu. Metode ini digunakan untuk memahami

berbagai istilah atau kata-kata kunci yang digunakan pada sebuah tafsir, di sini

kemungkinan dapat ditemukan berbagai arti dari satu kosa kata tertentu.

2. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah jenis data kualitatif.

Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan, data kualitatif

digunakan dalam penelitian yang dipergunakan untuk permintaan informasi yang

bersifat menerangkan dalam bentuk uraian atau deskriftif.37

3. Sumber Data

Menurut Cik Hasan Bisri sebagaimana yang dikutip oleh Mahmud

bahwa yang dimaksud dengan sumber data adalah subjek tempat asal data

35
Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi
:Bidang Ilmu Agama, Cet. 2., (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 57.
36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta,
2012), 2.
37
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Cet. 10., (Bandung : CV. Pustaka Setia,
2011), 147.
18

dapat diperoleh, dapat berupa bahan pustaka, atau orang (informan atau

responden). Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

terbagi kedalam dua bagian yaitu, sumber data primer dan sumber data

sekunder. Sumber data primer adalah sumber informasi yang mempunyai

wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan

dokumen (sumber pokok). Sumber semacam ini dapat disebut juga dengan

first hand source of information. Yang menjadi sumber primer dalam

penelitian ini adalah alquran dan terjemahannya dan buku-buku tentang

semantik.

Adapun Sumber data sekunder adalah sumber informasi yang tidak

secara langsung diperoleh dari orang (karya tulis orang lain yang

berhubungan dengan objek yang diteliti), atau dari lembaga yang mempunyai

wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya.38 Yang

menjadi sumber sekunder dalam penelitian ini adalah kamus-kamus (seperti

kamus Mu’jam Mufahras Li>- alfadz Al-Qur’an dan Ensiklopedia Al-Qur’an :

Kajian Kosakata), buku-buku yang berhubungan dengan semantik Alquran,

kitab-kitab tafsir, dan jurnal atau skripsi serta karya ilmiah lainnya yang

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis juga bisa

dipertanggung jawabkan datanya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode (Library Research) atau studi kepustakaan.

38
Mahmud, Metode Penelitian Pemdidikan, 151-152.
19

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan, mengelompokan data yang

berupa teori atau konsep-konsep dan proposi-proposi hasil penelitian yang

telah dilakukan dengan teknik pencatatan, sebagai data yang akan dijadikan

landasan teoritis dalam pelaksanaan penelitian. Untuk kemudian data yang

ada di analisis berdasarkan pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan

semantik.

5. Analisis Data

Data-data yang sudah di klasifikasikan tersebut kemudian diuraikan

dalam tema-tema menurut pembahasan masing-masing dan kemudian

dianalisis. Adapun langkah-lahkah dalam menganalisis data tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Mengumpulkan referensi atau buku-buku yang berhubungan dengan

penelitian yang akan di bahas.

2. Mencari dan mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang berhubungan

dengan kata khauf dan rahbah.

3. Mengklasifikasikan ayat-ayat Alquran yang akan diteliti.

4. Melakukan analisis data dengan menggunakan teknik makna dasar,

makna relasional, dan medan semantik terhadap kata khauf dan

rahbah dalam Alquran.

5. Menarik pesan yang disampaikan oleh Alquran kemudian menarik

kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.


20

H. Sistematika Penulisan

Agar skripsi ini tersusun secara rapih, sistematis, lebih terarah, dan mudah

di pahami, maka penulis membuat sistematika penulisan pada setiap bab nya. Di

dalam membuat sistematika penulisan skripsi ini penulis membaginya kedalam

empat bagian yaitu:

1. Pada Bab 1 yaitu pendahuluan di dalamnya terdapat latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka atau studi terdahulu dengan merujuk berbagai skripsi,

kerangka berpikir, langkah-langkah atau metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

2. Pada Bab 2 yaitu landasan teoritis pendekatan semantik, di dalamnya

terdapat pengertian semantik, sejarah semantik, ruang lingkup

semantik, teori makna, dan metode analisis semantik.

3. Kemudian pada Bab 3 yaitu pembahasan dari hasil penelitian di

dalamnya membahas tentang makna dasar dan makna relasional kata

khauf dan rahbah, invertarisir ayat-ayat khauf dan rahbah, analisis

medan semantik terhadap kata khauf dan rahbah, hubungan makna

kata khauf dan rahbah berdasarkan medan semantik, analisis

berdasarkan komponen/kontekstual ayat kata khauf dan rahbah,

konsep khauf dan rahbah dalam Alquran, dan implikasi ayat khauf

dan rahbah dalam kehidupan.

4. Dan pada Bab 4 yaitu merupakan akhir dari semua pembahasan yang

di dalamnya terdapat kesimpulan terhadap hasil penelitian, dan saran


21

mengenai kekurangan dan kelebihan dari hasil penelitian yang mana

berfungsi untuk menambah pengethuan bagi para pembaca dan

peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai