Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

bahan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’ân adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang tidak dapat ditandingi oleh yang menentangnya, walaupun satu ayat saja.

Sebagian mutaakhirin menambahkan:”Merupakan ibadah bagi yang

mentilawahkannya.”1

Pendapat al-Lihyani dan segolongan ulama mengatakan bahwa lafazh al-

Qur’an itu bermakna yang dibaca masdar (dimaknakan dengan isim maf’ul ).

Menurut pendapat yang terkenal mengatakan bahwa karena al-Qur’an itu dibaca,

maka dia dinamakan al-Qur’an.2

Di samping itu, al-Qur’an tidak hanya dibaca dan dipelajari dari bentuk

susunan redaksi dan pemilihan kosa-katanya saja, tetapi juga terdapat kandungan

di dalamnya, baik dalam bentuk tersurat maupun tersirat dan bahkan sampai

kepada kesan yang ditimbulkan yang terdapat di dalamnya. Semuanya dituangkan

dalam jutaan jilid buku dari generasi ke generasi.

Selanjutnya, setiap yang dituangkan dari al-Qur’an tersebut melahirkan hasil

atau karya yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan yang

dimiliki, akan tetapi karya yang dihasilkan mengandung kebenaran. al-Qur’an

layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai

denga sudut pandang masing-masing.

1
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu AL-Qur’an dan Tafsir ( Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2009) hlm. 2.
2
Ibid., hlm. 3

1
Di sisi lain al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa kitab suci ini tertuang

dalam lisan Arab yang jelas’ sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an

surat an-Nahl/16:103:

  


  
   
  
  
 
Artinya: Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata:
"Sesungguhnya al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya
(Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa)
Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedang al-Quran adalah
dalam bahasa Arab yang terang.

Bahasa 'Ajam ialah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa

Arab yang tidak baik, karena orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan

orang Arab dan hanya tahu sedikit bahasa Arab.3 Pemilihan bahasa Arab oleh

Tuhan sebagai bahasa komunikasi bukan tidak beralasan, sebab, tidak tidak ada

komunikasi linguistik kecuali jika dua orang terlibat dalam pembicaraan (kalam)

yang menggunakan system isyarat yang sama. Dalam kasus ini, Tuhan

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Muhammad, yaitu bahasa Arab.

Bahasa Arab sendiri bagi kaum muslimin memiliki arti penting. Di samping

diyakini sebagai bahasa yang dipilih Allah, ia juga merupakan bahasa peribadatan.

Artinya bahwa karena al-Quran merupakan kumpulan firman Allah, maka huruf,

kata-kata, dan struktur bahasa yang terdapat dalam al-Qur’an itu juga dinilai

sebagai bagian dari ajaran agama.

3
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media. 2005), hlm. 279

2
Sekalipun bahasa Arab yang digunakan dapat dipahami, namun terdapat pula

bagian-bagian al-Qur’an yang sulit untuk dipahami. Di dalamnya terdapat ayat-

ayat mutasyabihat dan ayat ayat yang masih samar pengertiannya (al-ghumud)

yang disebabkan oleh ke-mujmal-an al-Qur’an, seperti lafazh musytarak (lafazh

yang memiliki makna ganda), gharabah al-lafzhi (lafazh yang masih asing), al-

hadzf (pembuangan lafazh), ikhtilaf marji’al-dhamir (adanya perbedaan tempat

kembalinya kata ganti), al-taqdim wa al-takhir(lafazh yang didahulukan dan yang

di akhirkan) dan lain sebagainya.

Satu di antara sekian banyak kosa kata atau term menarik untuk diteliti yang

tertulis dalam al-Qur’an adalah kata dzikr (‫ )ذﻛﺮ‬yang artinya secara bahasa adalah

menyebut.4 Kata dzikr (‫ )ذﻛﺮ‬berasal dari bahasa Arab, yakni kata masdar dari -‫َذ َﻛ َﺮ‬

‫ َﻣ ْﺬﻛُﻮْ ٌر‬-‫ ذاَ ِﻛ ٌﺮ‬-ً‫ ِذﻛْﺮا‬-‫ﯾَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ‬. Kata ‫ َذ َﻛ َﺮ‬adalah ‫ ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬dari kata ‫ ِذ ْﻛ ٌﺮ‬yang bermakna telah

mengingat. Sedangkan kata ‫ ﯾَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ‬adalah ‫ ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬nya yang berarti akan menyebut.

Dan ‫ ﻣﺼﺪر‬nya adalah ً‫ ِذﻛْﺮا‬yang bermakna menyebut. Adapun kata ‫ ذاَ ِﻛ ٌﺮ‬adalah

sebagai ‫ اﺳﻢ ﻓﺎﻋﻞ‬bermakna orang yang menyebut, sedangkan kata ‫ َﻣ ْﺬﻛُﻮْ ٌر‬sebagai ‫اﺳﻢ‬

‫ ﻣﻔﻌﻮل‬yang bermakna orang yang disebut. Tetapi untuk memahami al-Qur’an

tidaklah semua kata dzikr dapat diartikan dengan menyebut, terkadang diartikan

dengan makna yang berbeda-beda. Sebagaimana penulis telah menemukan makna

kata dzikr :

1. Ada 17 makna dalam sebuah buku Kamus Kecil al-Qur’an karya Abul Fadhl

Hubaisy Tiblisy, yaitu:

a. Wahyu,

4
Zainal Abidin Munawwir, Kamus Al-Munawwir , (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),
hlm. 448.

3
b. Taurat,

c. Al-Qur’an,

d. Lauh Mahfuzh,

e. Ingat dalam bentuk ketaatan ,

f. Shalat Jum’at,

g. Shalat lima waktu,

h. Kemuliaan,

i. Berita,

j. Mengingat dengan lisan,

k. Mengingat dengan hati,

l. Menjaga,

m. Memberi wejangan,

n. Renungan (Tafakkur),

o. Penjelasan,

p. Tauhid,

q. Rasul.5

2. Ada 25 makna di dalam al-Qur’an terjemah Indonesia, yaitu:

a. Ingat,

b. Menyebut,

c. Memperhatikan,

d. Pelajaran,

e. Ceritakan,

f. Memikirkan,
5
Abul Fadhl Hubaisy Tiblisi, Kamus kecil al-Qur’an, (Jakarta: Citra, 2012), hlm. 134.

4
g. Mencela,

h. Terangkan,

i. Berzikir,

j. Sholat,

k. Kehormatan,

l. Pengajaran,

m. Kitab,

n. Wahyu,

o. Kesadaran,

p. Penjelasan,

q. Mengingatkan,

r. Orang-orang yang berilmu,

s. Al-Qur’an,

t. Laki-laki,

u. Jantan,

v. Peringatan,

w. Lauh mahfuz,

x. Ayat-ayat,

y. Kisah. 6

3. Ada 4 makna di dalam Mu’jam al-Mufahras lima’ani al-Qur’ani al-‘Azhimi,

yaitu:

a. Semua risalah yang turun dari langit,

b. Kemuliaan dan ketinggian


6
Departemen Agama RI, op.cit.,

5
c. ‘Azab Allah

d. Al-Qur’an.7

4. Kata ‫ اﻟﺬﻛﺮ‬di dalam kamus Lisanul ‘Arab secara bahasa adalah ً‫ ﯾَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ – ِذﻛْﺮا‬-‫ َذ َﻛ َﺮ‬,

menurut Sibawaih adalah: penjagaan terhadap sesuatu yang mengalir atas

lidah, sementara menurut Abu Ishak maknanya adalah: pelajaran.

Dengan banyaknya makna kata dzikr dalam al-Qur’an yang penulis temukan,

maka penulis tertarik untuk meneliti makna kata dzikr tersebut dalam bentuk

penelitian dengan judul “ MAKNA KATA DZIKR DALAM AL-QUR’AN”

(Kajian Komparatif antara Musthafa Al-Maraghi dan Hamka).

B. Alasan Pemilihan Judul

Adapun yang memotivasi untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan

di atas disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:

1. Sebagian umat islam telah mengenal term kata dzikr , Tetapi tidak semua orang

mengetahui bahwa makna kata dzikr yang di dalam al-Qur’an itu memiliki

makna yang berbeda-beda. Hal ini boleh jadi disebabkan karena kekurang

pahaman mereka terhadap makna kata dzikr, atau bahkan ada yang memang

belum mengerti sama sekali.

2. Begitu juga sering kali terjadi perbedaan penafsiran para mufassir dalam

menafsirkan ayat atau lafazh karena metode dan corak penafsiran yang

dugunakan oleh ulama itu sendiri. Maka karena itulah penulis ingin mengetahui

7
Muhammad Adanan salim, Mu’jam al-Mufahras lima’ani al- Qur’ani al-‘Azhimi,
(Damaskus: Darul Fikri, 1416 H), hlm. 442.

6
penafsiran mufassir terhadap ayat-ayat yang memiliki kata dzikr dalam al-

Qur’an.

3. Untuk memahami al-Qur’an, memang kita bisa membaca kitab-kitab tafsir,

tetapi sebagai orang yang mencari suatu kebenaran, tentu kita tidak boleh taklid

begitu saja dengan penafsiran para mufassir. Kita harus membuktikan kebenaran

penafsirannya. Dalam menafsirkan al-Qur’an kita harus mengetahui makna

masing-masing kata dengan tepat, maka penulis ingin membuktikan kebenaran

pemaknaan kata yang dilakukan oleh Ahmad Musthafa Al-Maraghi dan Hamka

terhadap ayat-ayat yang memiliki kata dzikr dalam al-Qur’an.

4. Secara spesifik belum ada penelitian ilmiah, baik bentuk Skripsi, Tesis, maupun

Disertasi, yang membahas secara khusus tentang masalah ini. Namun demikian

tidak menutup kemungkinan ada kesamaan dengan penelitian lain yang secara

tidak sengaja, tetapi belum atau tidak pernah saya jumpai atau baca karya yang

membahas secara khusus makna kata dzikr yang dimaksud.

5. Selain itu, penulis menilai bahwa judul penelitian ini belum pernah dibahas di

lingkungan Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau. Di sisi lain, judul ini relevan

dengan spesialisasi jurusan yang penulis tekuni dan penulis merasa sanggup

untuk melaksanakan penelitian ini dalam menyelesaikan S1.

C. Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman dan kekeliruan dalam

penelitian ini, maka perlu untuk memberikan penegasan istilah atau kata kunci

yang terdapat pada judul ini, adalah:

7
1. Makna

Makna dalam kamus bahasa Indonesia adalah: arti, pengertian (yang di

maksud).8

2. Dzikr

Dzikr secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti : mengingat,

menyebut, mengenang. Adapun secara khusus, dzikr mengandung dua

pengertian. Pertama, dzikr berarti mengingat atau menyebut nama Allah dengan

melafalkan kalimat tayyibat, yakni kalimat yang indah atau ungkapan dzikr

tertentu. Kedua, dzikr berarti merasakan kehadiran Allah di dalam sanubari kita.

Dzikr yang pertama dinamakn dzikr lisan, sedangkan yang kedua dinamakan

dzikr qalbu.

3. Tafsir

Tafsir dalam kamus bahasa Indonesia adalah keterangan, penjelasan,

tentang ayat-ayat al-Qur’an yang belum trang maksudnya.9 Tafsir al-Qur’an

ialah penjelasan atau keterangan untuk memperjelas maksud yang sukar

memahaminya dari ayat-ayat al-Qur’an.10 Tafsir adalah ilmu untuk memahami

kitab Allah yang diturunkan kepada nabinya Muhammad SAW., menjelaskan

makna-maknanya, dan menyimpulkan ketentuan-ketentuan hukum serta

hikmah-hikmahnya. Itu semua diperoleh melalui ilmu bahasa Arab, Nahwu,

8
Muhammad Ngajenan, Kamus Indonesia Kontemporer, (Semarang: Dahara Prize,
1990), hlm. 49.
9
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, (Jakarta: Pustaka Amani),
hlm. 480.
10
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), hlm. 40.

8
Tashrif, Ilmu Bayan, Ushul Fiqih, Ilmu Qira’at, Asbab An-Nushul, dan Nasikh

Mansukh.11

4. Komparatif (Muqarin)

Metode komparatif ialah: 1). Membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-

Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau

lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama; 2).

Membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat

bertentangan; 3). Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam

menafsirkan al-Qur’an.12

D. Batasan dan Rumusan Masalah

Ungkapan kata dzikr di dalam al-Qur’an terdapat sebanyak 282 kata dalam 262

ayat pada 71 surat. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas makna kata dzikr

dalam beberapa ayat saja, yaitu: surat al-Baqarah/2: 152, surat Ali ‘Imrân/3: 103,

surat al-A’râf/7: 63, surat Thâhâ/20: 124, surat al-Mukminûn/23: 71, surat ash-

Shâffât/37: 168, surat Shâd/38: 87, surat al-Jumu’ah/62: 9, surat al-Munâfiqûn/63:

9, surat al-Thalâq/65: 10.13

Agar penelitian ini terfokus dalam mengungkap makna kata tersebut, penulis

gali dari dua mufassir. Yaitu Ahmad Musthafa Al-Maraghi dan Haji Abdu Malik

Karim Amrullah (Hamka). Adapun kitab tafsir karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi

11
Muhammad Bin Alawi al-Maliki al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Bandung:
Pustaka Setia, 1999), hlm. 401.
12
Nashiruddin Baidan, op. cit, hlm. 65.
13
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-Fazhi al- Qur’ani al-Karimi,
(Mesir: Darul Kutub, 1364 H), hlm. 270-275.

9
tersebut adalah Tafsir Al-Maraghi, sedangkan kitab tafsir karya Hamka adalah

Tafsir Al-Azhar. Penulis memilih kedua ulama tafsir tersebut adalah karena

menurut penulis kedua pengarang tafsir ini adalah ualma yang sangat diakui

keilmuannya dan banyaknya kitab tafsir kedua mufassir ini digunakan dikalangan

masyarakat, begitu juga dengan ilmu maupun intlektual keduanya. Dan alasan

yang lain adalah karena para ulama tafsir sering kali berbeda pendapat dalam

menafsirkan al-Quran, sudah tentu antara kedua mufassir ini ada perbedaan mereka

dalam menafsirkan al-Qur’an. Maka penulis ingin mengtahui perbedaan mereka

daam menafsirkan al-Quran, khususnya pada memaknai kata dzikr (‫ )ذﻛﺮ‬dalam

menafsirkan ayat.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan terdahulu maka dapat dirumuskan

permasalahannya yaitu:

1. Apa penafsiran al-Maraghi terhadap ayat-ayat yang ada padanya kata ‫ذﻛﺮ‬

(dzikr) dalam al-Qur’an?

2.Apa makna kata ‫( ذﻛﺮ‬dzikr) pada ayat –ayat yang terdapat padanya kata ‫ذﻛﺮ‬

(dzikr) menurut al-Maraghi dan Hamka?

3. Kemudian pembuktian kebenaran makna kata itu oleh penulis.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan penelitian ini adalah agar dapat memahami makna kata dzikr dalam al-

Qur’an, khususnya saya penulis, umumnya yang membaca tulisan kami ini.

b. Membuktikan kebenaran banyaknya makna kata dzikr dalam al-Qur’an.

10
2. Kegunaan Penelitian,

a. Sebagai penambah khazanah dan ilmu pengetahuan keislaman dalam

menambah wawasan dan pengetahuan penulis maupun pembaca mengenai

penafsiran para mufassirin terhadap ayat-ayat yang ada padanya kata dzikr

dan memiliki arti akademis yang menambah informasi dan dipertimbangkan

dalam memperkaya teori-teori kalam Islam.

b. Di samping itu, penelitian ini sangat besar artiya sebagai bahan masukan

untuk sebagai persyaratan guna menyelesaiakan studi S.I

c. Sekaligus memperoleh gelar sarjana dalam bidang tafsir pada Fakultas

Ushuluddin Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.

F. Tinjauan Kepustakaan

Sebagaimana telah disebutkan dalam pokok permasalahan bahwa penelitian ini

menitik beratkan kajiannya pada : MAKNA KATA DZIKR DALAM AL-

QUR’AN (Kajian Komparatif antara Musthafa Al-Maraghi dan Hamka). Maka

sepanjang pengetahuan penulis, penelitian illmiah yang secara khusus mengkaji

Makna Kata Dzikr Dalam al-Qur’an belum ada. Selain dari kajian saya ini, karya

ilmiah yang mengkaji tentang dzikr adalah:

1. KONSEP FIKIR DAN ZIKIR DI DALAM TAFSIR AL-AZHAR KARYA

BUYA HAMKA. Penelitian ini mengungkapkan pemikiran Hamka tentang

konsep fikir dan zikir yang terdapat didalam tafsir al-Azhar serta hubungan

fikir dan zikir. Semakin sering manusia menggunakan akalnya, semakin

11
jelaslah baginya kekuasaan Allah. Dengan demikian akan semakin ingatlah ia

kepada Allah. Demikianlah hubungan fikir dan zikir menurut konsep Hamka.14

2. ZIKIR DAN PENGARUHNYA TERHADAP KETENANGAN JIWA

MENURUT AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik).15 Penelitian ini

mengungkapkan :

a. Tujuan zikir.

b. Zikir untuk terapi ketenangan jiwa.

c. Betapa pentingnya zikir dalam meningkatkan ketenangan, sehingga terhindar

dari penyakit kejiwaan.

d. Zikir itu menyebut dengan lidah dan mengingat dengan hati.

e. Maksud penelitian: Zikir yang dilakukan dengan benar akan mampu

memberikan pengaruh terhadap jiwa yaitu jiwa menjadi tenang.

f. Tentang mengingat Allah.

g. Inti zikir:

1. Hakekat zikir.

2. Kedudukan zikir.

3. Metode zikir.

4. Bentuk-bentuk zikir: tanpa suara, bersuara (jahar), diam.

5. Aturan dan tata cara berzikir.

6. Hal-hal yang menggerogoti jiwa.

7. Pengaruh dosa terhadap ketenangan jiwa.

14
Halimah Sadiah, Skripsi, (Fakultas Ushuluddin,Tafsir Hadits, UIN Sultan Syarif Kasim
Riau, 2000).
15
David Amnur, Skripsi, (Fakultas Ushuluddin,Tafsir Hadits, UIN Sultan Syarif Kasim
Riau, 2010).

12
8. Pengaruh zikir terhadap ketenangan jiwa.

3. HUBUNGAN ANTARA ZIKIR DENGAN KEMAMPUAN MENGATASI

STRES (Studi Terhadap Kelompok Khalawat/Kelompok Zikir Di Pondok

Pesantren Darussalam Desa Kabun Kabupaten Kampar).16 Penelitian ini

mengunkapkan steres bisa hilang dengan berzikir.

4. METODE ZIKIR SEBAGAI TERAPI PEMBINAAN AKHLAK REMAJA DI

YAYASAN SAHABAT ISLAM DAN IMAN MALAYSIA (SIDIM).

Penelitian ini mengungkapkan apakah degan berzikir akhlak remaja bisa

dibina.17

5. MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENGHAFAL ZIKIR DAN

DO’A SETELAH SHALAT MELALUI METODE DRIIL MATA

PELAJARAN AGAMA ISLAM KELAS VI MADRASAH IBTIDAIYAH

MUHAMMADIYAH SIMPANG KUBU KABUPATEN KAMPAR.

Penelitian ini mengungkapkan meningkatkan kemampuan siswa menghafal

zikir dan do’a.18

6. SETUDI KUALITAS HADITS TENTANG ZIKIR SESUDAH SHALAT

FARDHU DENGAN SUARA KERAS.19

Secara umum dari skripsi yang telah saya temukan belum ada yang meneliti

makna kata dzikr dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, maka penelitian akan lebih

memfokuskan kajiannya pada makna kata dzikr dalam al-Qur’an dengan tema
16
Basri, Skripsi , (Fakultas Psikologi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2004).
17
Muhammad Rozi Bin Mustafha, Skripsi, (Fakultas Ushuluddin, Aqidah Filsafat, UIN
Sultan Syarif Kasim Riau, 2011).
18
Nur Witri, Skripsi, (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sultan Syarif Kasim Riau,
2008).
19
Nazri, Skripsi, (Fakultas Ushuluddin, Tafsir Hadits, UIN Sultan Syarif Kasim Riau,
2004).

13
MAKNA KATA DZIKR DALAM AL-QUR’AN (Kajian Komparatif antara

Musthafa Al-Maraghi dan Hamka).

G. Metode Penelitian

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research)

yang mayoritasnya membaca beberapa literature sebagai rujukan yang erat

hubungannya dengan permasalahan yang diteliti, proses penyajian analisa

masalah makna kata dzikr dalam al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan

tafsir komparatif (muqarin), maka untuk itu langkah yang di ambil adalah:

1. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan

kepada dua hal, yaitu: Pertama, data primer yang terdiri dari dua kitab tabsir

yaitu: 1. Tafsir al-Maraghi (juz 1, 4, 9, 16, 18, 23, 28). 2. Tafsir al-Azhar (jilid

1, 2, 4, 6, 8, 10). Kedua, data skunder diperoleh dari kitab-kitab yang berkaitan

dengan tafsir, yaitu: Mu’jam al-Mufahras lima’ani al-Qur’ani al-‘Azhimi,

Mu’jam al-Mufahras li al-Fazhi al-Qur’ani al-Karimi, Metodologi Tafsir,

Studi Ilmu-ilmu alQur’an, Metode Penafsiran al-Qur’an, I’rab al-Qur’an al-

Karim, Kamus Al-Munawwir, serta buku-buku atau literatur lain yang berkaitan

lagi mendukung bagi pembahasan ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai tahapan yang penulis tempuh dalam dalam melakukan

pengumpulan data adalah dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

14
a. Mengumpulkan buku-buku yang merupakan data primer dan skunder.

b. Mengklasifikasikan berbagai literature yang diperoleh sesuai dengan

permasalahan yang dibahas.

c. Membaca dan menelaah berbagai literature, kemudian melakukan

pengutipan secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam melacak keberadaan ayat, penulis menggunakan Mu’jam al-

Mufahras Li al-fazhi al-Qur’ani al-Karimi karya Muhammad Fu’ad Abdul

Baqi. Selanjutnya data-data yang terkumpul dianalisis dengan pendekatan tafsir

komparatif (Muqarin) dengan menjadikan kitab mufassir sebagai rujukan

utama, dalam hal ini adalah Tafsir al-Maraghi dan Tafsir al-Azhar, serta di

dukung oleh kitab-kitab yang berkenaan dengannya.

3. Penyajian dan Analisis Data

Setelah semua data dikumpulkan, maka data tersebut disajikan secara

sistematis dengan menggunakan metode komparatif beserta langkah-

langkahnya20:

a. Menetapkan permasalahan yang akan dikaji, dalam hal ini adalah Makna

Kata Dzikr Dalam al-Qur’an.

b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang dijadikan objek studi, dalam hal

ini penulis menggunakan Mu’jam Mufahras Li al-Fazhi al-Qur’ani al-

Karimi karya Muhammad Fu’ad Abdul Baqi.

20
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 68.

15
c. Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat

tersebut.

d. Membandingkan pendapat-pendapat mereka, dan dari membandingkan

pendapat mereka ini kita juga akan mendapatkan informasi berkenaan

dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufassir, serta

kecenderungan-kecenderungan mereka dan aliran-aliran yang mereka anut

(yang mempengaruhi mereka).

e. Menyusun ayat-ayat tersebut secara berurutan, disertai pengetahuan

mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbabul nuzul.

f. Mengetahui korelasi (hubungan) ayat tersebut dalam masing-masing

ayatnya.

g. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna

dan utuh.

h. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, bila dipandang perlu

sehingga pembahasan menjadi semakin lebih sempurna dan jelas.

i. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara sistematis dan menyeluruh dengan

cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa,

mengkompromikan antara pengertian ‘amm21 dan khass22 , antara mutlaq23

21
‘Amm adalah lafaz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya
tanpa ada pembatasnya. Lebih jelas lihat Manna Khalil al-Qattan, hlm.311. Sebagian Ulama’
berpendapat, di dalam bahasa terdapat sighat-sighat tertentu yang secara hakiki dibuat untuk
menunjukkan makna umum dan dipergunakan secara majaz pada selainnya. Yakni mengungkapkan
sejumlah argument dari dalil-dalil Nassiyah dalam surat Hud ayat 45-46 dan surat al-Angkabut ayat
31-32, Ijma’iyah dalam surat an-Nur ayt 2 dan surat al-Maidah ayat 38. Dan maknawiyah yaitu
makna umum yang dipahami dari penggunaan lafaz-lafaz tertentu yang menunjukkan demikian.
Dan masih banyak pembagian tentang ‘amm baca, Manna Khalil al-Qattan, hlm. 312-314.
22
Khass adalah lawan kata dari ‘amm, karena ia tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa pembatasan. Dan masih banyak kaitannya dengan selapas dengan khass, lebih
jelas baca, Manna Khalil alQattan, hlm. 317-322.

16
dan muqayyad24, mengsingkronkan ayat-ayat yang lahirnya kontrdiktif,

menjelaskan ayat nasikh25 dan mansukh26 sehigga ayat tersebut bertemu

pada satu muara atau topik, tanpa perbedaan dan kontrdiksi atau tindakan

pemaksaan terhadap sebahagian ayat kepada makna-makna yang

sebenarnya.

4. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan diuraikan dalam lima bab, dan masing-masing bab

terdiri dari beberapa sub-bab, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab satu merupakan Pendahuluan, ini terdiri dari uraian mengenai Latar

Belakang Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Penegasan Istilah, Batasan dan

Rumusan Masalah,Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Kepustakaan,

Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab dua Biografi Singkat Al-Maraghi dan Hamka. Menjelaskan biografi

singkat mufassir yang menjadi rujukan penulis, mencakup: Kelahiran dan

Wafatnya, Pendidikan dan Profesi Mufassir, Karya-karya mufassir, dan Latar

Belakang Penulisan Tafsir.

Bab tiga berisi Makna Kata Dzikr Dalam Al-Qur’an, berupa Pengertian

Zikir, Kata Dzikr dalam Al-Qur’an, Macam-macam Makna Kata Dzikr,

23
Mutlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakiki tanpa sesuatu qayid (pembatas).
Jadi hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat tersebut. Lebih jelas lihat ,
Manna Khalil al-Qattan, hlm. 348-349.
24
Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayyid (batasan). Lebih
jelasnya tentang mutlaq dan muqayyad macam-macamnya serta hukum-hukumnya baca, Manna
Khalil al-Qattan, hlm. 349-355.
25
Naskh meurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan). Dan menurut istilah
adalah mengankat (menghapuskan) hokum syara’ dengan dalil hokum (kitab) syara’ yang lain.
Untuk lebih jelas ruang lingkupnya baca, Manna Khalil al-Qattan, hlm. 324-347.
26
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Hukum yang mansukh
adalah hokum syara’. Lebih jelas baca, Manna Khalil al-Qattan, hlm. 325-347.

17
Penafsiran Kata Dzikr Menurut Al-Maraghi, Penafsiran Kata Dzikr Menurut

Hamka.

Bab empat Analisa Terhadap makna Kata Dzikr dalam Al-Qur’an, berisi,

Analisa Data, Persamaan dan Perbedaan antara Al-Maraghi dan Hamka

Memaknai Kata Dzikr dalam Al-Qur’an, Persamaan antara Al-Maraghi dan

Hamka Memaknai Kata Dzikr dalam Al-Qur’an, Perbedaan antara Al-Maraghi

dan Hamka Memaknai Kata Dzikr dalam Al-Qur’an, Tabel Perbandingan

Persamaan dan Perbedaan antara Al-Maraghi dan Hamka Memaknai Kata

Dzikr dalam Al-Qur’an. Pembahasan ini memaparkan analisa terhadap

penafsiran Ulama Mufassir disertai indikasi penafsiran kata dzikr, meliputi

ayat : surat al-Baqarah/2: 152, surat Ȃli ‘Imrân/3: 103, surat al-A’râf/7: 63,

surat Thâhâ/20: 124, surat al-Mukminûn/23: 71, surat ash-Shâffât/37: 168,

surat Shâd/38: 87, surat al-Jumu’ah/62: 9, surat al-Munâfiqûn/63: 9, surat al-

Thalâq/65: 10.

Bab lima Penutup Berisi uraian mengenai Kesimpulan dan Saran-saran,

ditambah dengan Daftar Kepustakaan.

18

Anda mungkin juga menyukai