Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan PMK Kel 12

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Formulasi dan Uji Aktivitas Salep Dari Ekstrak Biji Rambutan (Nephelium

lappaceum)

Disusun Oleh:
Kelompok 12

Alifa Andayu Ambarwati J0312202190


Atika Yudiana Safitri J0312201120
Faeruz Nurul Ramadhiani J0312201189
Tri Wahyu Kodradi J0312201086

PROGRAM STUDI ANALISIS KIMIA

SEKOLAH VOKASI

IPB UNIVERSITY

2023
Abstract

1 Pendahuluan (alifa)
1.1 Latar Belakang
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) adalah salah satu buah komersial tropis terpenting
yang banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Tenggara, Australia, Amerika Selatan, dan
Afrika (Jahurul et al. 2020). Tanaman ini diketahui memiliki berbagai manfaat dalam pengobatan
penyakit, antara lain yaitu daging buah rambutan dapat mencegah anemia, mencegah kanker,
meningkatkan kesehatan kulit, jantung, dan mata. Kulit buah rambutan untuk mengatasi
sariawan, daun buah rambutan untuk mengatasi diare dan menghitamkan rambut, akar buah
rambutan untuk mengatasi demam dan serat biji buah rambutan untuk mengatasi diabetes
mellitus (Dwinarta et al. 2020). Namun, minimnya pengetahuan masyarakat menyebabkan
bagian dari buah rambutan tersebut dibuang begitu saja, terutama bijinya. Saat ini, biji rambutan
menarik minat ilmiah khusus karena senyawa bioaktifnya (antioksidan, senyawa fenolik, dan
serat makanan) (Thitilertdecha et al. 2008). Berdasarkan beberapa penelitian, biji rambutan telah
dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, yang
dikaitkan dengan kapasitas senyawa bioaktifnya (Jahurul et al. 2020).
Bhat dan Al-daihan (2014) mengungkapkan bahwa biji rambutan dapat menjadi sumber
antibakteri alami yang potensial terhadap patogen manusia (S. aureus, S. pyogenes, B. subtilis, E.
coli, dan P. aeruginosa). Adanya aktivitas antibakteri dapat disebabkan oleh kandungan senyawa
bioaktif atau metabolit sekunder pada biji rambutan seperti senyawa fenolik, tanin, flavonoid,
antioksidan, dan saponin dalam biji rambutan. Salah satu senyawa bioaktif atau metabolit
sekunder pada tanaman yang berkaitan langsung dengan aktivitas antibakteri yaitu senyawa
fenolik atau polifenol berperan sebagai mekanisme pertahanan tanaman untuk melawan berbagai
jenis cekaman akibat patogen, keadaan bencana lingkungan dan luka. Senyawa fenolik ini
mungkin menjadi faktor utama yang menyebabkan sifat antioksidan kuat yang dimiliki oleh
ekstrak tanaman lebih tinggi karena mereka memiliki potensi yang baik untuk mengikat senyawa
radikal karena kemampuannya untuk menyumbangkan atom hidrogen dari gugus hidroksil
fenoliknya. Berbagai senyawa fenolik, seperti corilagin, geraniin, dan asam ellagic ditemukan
dalam biji rambutan, yang dapat bermanfaat bagi kesehatan (Jahurul et al. 2020).
Adanya potensi biji rambutan sebagai antibakteri, maka ekstrak biji rambutan dapat
diaplikasikan dalam bentuk sediaan salep. Salep adalah sediaan setengah padat, mudah dioleskan
yang dapat digunakan sebagai obat luar, dimana bahan obat dapat dilarutkan dalam dasar salep
yang sesuai atau didistribusikan secara homogen (Davis et al.2022). Salep tersebut dipilih karena
komposisinya cocok untuk perawatan kulit yang disebabkan oleh bakteri (Djumaati et al. 2018).
Selain itu, sediaan salep memiliki beberapa keunggulan, antara lain yaitu dapat melindungi
kontak permukaan kulit dengan iritasi kulit, stabil dalam penggunaan dan penyimpanan, mudah
diaplikasikan dan didistribusikan secara merata, serta memiliki efek perlindungan terhadap iritasi
mekanis, termal, dan kimia (Davis et al.2022).
tujuan (atika)
Tujuan dari percobaan yang dilakukan adalah menentukan kandungan total fenolik pada
ekstrak biji rambutan dan aktivitasnya sebagai antibakteri serta menentukan formulasi terbaik
salep ekstrak biji rambutan.

Selain mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin, biji rambutan juga
mengandung berbagai senyawa bioaktif atau metabolit sekunder seperti flavonoid dan polifenol
seperti flavonol, tannin, fenol, alkaloid, dan saponin, sehingga biji rambutan berperan dalam
aktivitas antioksidan dan antibakteri. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan para
peneliti menemukan kandungan senyawa fenolik yang tinggi dalam biji rambutan ekstrak
metanol sebesar 58.6 mg/g. Berbagai senyawa fenolik, seperti corilagin, geraniin, dan asam
ellagic ditemukan dalam biji rambutan (Akhtar et al. 2018). Mehdizadeh et al. (2015)
menghitung konstituen fenolik dalam biji rambutan menggunakan HPLC dan menemukan 98,
423, 94,5, dan 461 mg asam gallic, geraniin, corilagin, dan ellagic diperoleh dari 1 g ekstrak air.
Selain itu, Maisuthisakul et al. (2008) menemukan kandungan flavonoid sebesar 13,3 mg/g RE
dalam ekstrak etanol biji rambutan.

Metode
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain, yaitu sonikator, oven, spektrofotometer UV-Vis,
sentrifuse, tabung sentrifuse, tabung reaksi, vortex, blender, penangas es, neraca analitik, pipet
Mohr 5 mL dan 10 mL, labu takar 25 mL, labu takar 10 mL, gelas piala 100 mL dan 250 mL,
saringan 50 dan 80 mesh, pipet tetes, sudip, batang pengaduk, bulb. Bahan yang digunakan
antara lain yaitu, biji rambutan, metanol 80%, asam format 0,1%, NaOH 2 M, HCl 2 M, serbuk
Mg, HCl Pekat, Amil alkohol, Kloroform:Ammonia (3:1), H2SO4 Pekat, pereaksi Wagner,
Dragendroff, Mayer, FeCl3 1%, dietil eter, pereaksi Libermann Buchard, asam galat, pereaksi
Folin Ciocalteu, Na2So3, akuades,

3.2 Ekstraksi Metanol Biji Rambutan Aceh dengan Metode Ultrasound Assisted Extraction
(UAE)
Ekstraksi biji rambutan aceh dilakukan dengan cara simplisia dikeringkan menggunakan
oven pada suhu 50 derajat selama 2 jam, lalu biji rambutan dipisahkan dari kulit ari nya dan
dipotong kecil. Biji rambutan tersebut dihaluskan menggunakan blender dan disaring
menggunakan saringan 50 dan 80 mesh. Setelah itu, serbuk biji rambutan ditimbang
masing-masing sebanyak 0,5 g menggunakan neraca analitik dalam empat tabung sentrifuse yang
sudah ditimbang bobot kosongnya. Sampel dilarutkan dalam 10 mL pelarut metanol 80%, lalu
larutan disimpan dalam penangas es selama 15 menit. Larutan sampel disentrifugasi dengan
kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi pertama dimasukkan dalam
labu takar 25 mL. Endapan disentrifugasi kembali dengan penambahan 5 mL pelarut metanol
80% dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi kedua
dicampurkan dalam labu takar yang sama dan dimasukkan ke dalam kulkas untuk analisis
lanjutan. Endapan dikeringkan semalam pada suhu ruang.
Sebanyak 0,1 g endapan ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, lalu
ditambahkan 2 mL NaOH 2M dan dihomogenkan menggunakan vortex selama 1 menit. Tabung
sentrifuse ditempatkan ke dalam sonikator selama 60 menit. Setelah itu, HCl ditambahkan untuk
menetralisir larutan, lalu ditambahkan 4 mL asam format 0,1% yang telah dilarutkan dengan
metanol. Sampel divortex selama 1 menit, kemudian disentrifugasi kembali selama 10 menit
dengan kecepatan 4000 rpm. Supernatan dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, kemudian
endapan diekstraksi kembali dengan 4 mL asam format 0,1%. Endapan dihomogenkan
menggunakan vortex selama 1 menit dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 4000
rpm. Supernatan ditampung kembali dalam labu takar dan ditera dengan metanol.

3.3 Formulasi salep serbuk biji rambutan


Tabel 1 Formulasi dasar salep (Avbunudiogba et al. 2014)
Bahan F1(g) F2(g) F3(g)

Wool fat 0,5 0,5 0,5

Paraffin wax 0,5 0,5 0,5

White soft paraffin 8,5 8,5 8,5

Setil alkohol 0,5 0,5 0,5


Serbuk biji rambutan 0,1 0,3 0,5
Ditimbang bahan-bahan untuk setiap formulasi seperti pada tabel 1 pada pinggan
porselen, kemudian semua bahan dilelehkan dengan pemanasan suhu 80℃ di atas water bath
sambil terus diaduk, campuran salep kemudian dikeluarkan dari water bath dan dimasukan ke
dalam mortar, lalu ditambahkan serbuk biji rambutan sambil ditriturasi hingga dingin, kemudian
salep dimasukan ke dalam wadah tertutup.

3.4 Uji fitokimia ekstrak metanol biji rambutan


Flavonoid

Ekstrak metanol dan ekstrak asam format biji rambutan dipanaskan dengan penanangas air
selama 5 menit lalu ditambahkan seujung sudip serbuk mg, 5 tetes HCl pekat, dan amil alcohol
kemudian dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning, jingga menujukkan keberadaan
flavonoid. Endapan ekstrak biji rambutan ditambahkan air panas lalu dikocok hingga homogen.
Larutan kemudian disaring dengan kertas saring lalu dipanaskan dengan penanangas air selama 5
menit dan ditambahkan seujung sudip serbuk mg, 5 tetes HCl pekat, 5 tetes amil alkohol
kemudian dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning, jingga menunjukkan keberadaan
flavonoid.

Alkaloid

Endapan ekstrak biji rambutan ditambahkan akuades lalu dikocok hingga homogen. Larutan
kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan endapan ekstrak biji rambutan,
ekstrak metanol dan ekstrak asam format biji rambutan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Larutan masing-masing ekstrak selanjutnya ditambahkan 5 tetes kloroform:ammonia (3:1) dan 5
tetes H2SO4 lalu didiamkan hingga membentuk 2 lapisan. Lapisan asam diambil dan
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi berbeda lalu masing-masing ditambahkan pereaksi
Wagner, Dragengroff, dan Mayer. Terbentuknya endapan coklat menunjukkan adanya alkaloid
pada pereaksi wagner, terbentuknya warna jingga menunjukkan adanya alkaloid pada pereaksi
Dragengroff, dan terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya alkaloid pada pereaksi
mayer.

Fenol/Tanin

Endapan ekstrak biji rambutan ditambahkan akuades lalu dikocok hingga homogen. Larutan
kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan endapan ekstrak biji rambutan,
ekstrak metanol dan ekstrak asam format biji rambutan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Larutan masing-masing ekstrak selanjutnya ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%. Terbentuknya warna
hijau menunjukkan adanya fenol/tannin pada ekstrak biji rambutan.

Steroid
Endapan ekstrak biji rambutan ditambahkan akuades lalu dikocok hingga homogen. Larutan
kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan endapan ekstrak biji rambutan,
ekstrak metanol dan ekstrak asam format biji rambutan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
Larutan masing-masing ekstrak selanjutnya ditambahkan 5 tetes dietil eter dan 5 tetes pereaksi
Liebermann Burchard. Terbentuknya warna hijau menunjukkan adanya steroid pada ekstrak biji
rambutan.

-total fenol @Atika Yudiana Safitri

Standar asam galat

Larutan induk asam galat 100 ppm dibuat dengan 0,05 g asam galat ditimbang dan dilarutkan
dengan akuades dalam labu takar 50 mL. Larutan induk asam galat diencerkan menjadi 50 ppm
dengan 25 mL larutan asam galat 100 ppm diambil dan diencerkan dengan akuades dalam labu
takar 50 mL. Larutan asam alat 50 ppm kemudian diencerkan lagi untuk membuat standar asam
galat 1 ppm; 2,5 ppm; 5,0 ppm; 7,5 ppm; dan 12,5 ppm dengan larutan asam galat 50 ppm
diambil sebanyak 0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; dan 2,5 mL secara berturut-turut lalu
diencerkan dengan akuades dalam labu takar 10 mL. Masing-masing standar asam galat diambil
0,5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2,5 mL pereaksi Folin
Ciocalteu dan didiamkan dalam ruang gelap selama 5 menit. Setelah 5 menit larutan
ditambahkan 2,0 mL Na2Co3 7,5% lalu di vortex selama 20 detik dan didiamkan dalam ruang
gelap selama 1 jam. Masing-masing larutan standar selanjutnya diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer Uv-Vis dengan panjang gelombang 754 nm.

Total fenol

Sebanyak 0,5 mL ekstrak metanol biji rambutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan 2,5 mL pereaksi Folin Ciocalteu dan didiamkan dalam ruang gelap selama 5 menit.
Setelah 5 menit larutan ditambahkan 2,0 mL Na2Co3 7,5% lalu di vortex selama 20 detik dan
didiamkan dalam ruang gelap selama 1 jam. Larutan sampel selanjutnya diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer Uv-Vis dengan panjang gelombang 754 nm.

3.6 Uji fisik salep biji rambutan


3.6.1. Uji pH salep
Pengujian pH dilakukan dengan cara dioleskan sedikit sediaan salep ke pH
universal dan diamati berapa tingkat keasamannya.
3.6.2. Uji daya sebar salep
Sebanyak 0,5 gram salep diletakkan di atas kaca arloji kemudian diletakan kaca
penutup di atas salep dan ditambahkan beban sebesar 150 gram dan didiamkan selama 1
menit. Diukur diameter dari lempeng salep yang terbentuk.
3.6.3. Uji homogenitas salep
Uji homogenitas dilakukan dengan mengulaskan secukupnya salep pada object
glass dan diulas salep tersebut dengan object glass yang lain, diamati susunan yang
homogen atau tidak.

- Antibakteri @Tri Wahyu Kodradi

3. Hasil dan pembahasan


-pembahasan awal+ekstraksi @Alifa Andayu Ambarwati
Rambutan memiliki biji tunggal lonjong tertutup dengan bekas luka basal putih, yang
mewakili 4–9% dari keseluruhan buah tergantung varietasnya. Benih berwarna coklat dengan
panjang sekitar 1–1,3 cm. Biji rambutan mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral,
vitamin, serta berbagai senyawa bioaktif atau metabolit sekunder flavonoid dan polifenol seperti
flavonol, tannin, fenol, alkaloid, dan saponin, sehingga biji rambutan dapat berperan dalam
aktivitas antioksidan dan antibakteri. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan para
peneliti menemukan kandungan senyawa fenolik yang tinggi dalam biji rambutan ekstrak
metanol sebesar 58.6 mg/g (Jahurul et al. 2020). Berbagai senyawa fenolik, seperti corilagin,
geraniin, dan asam ellagic ditemukan dalam biji rambutan (Akhtar et al. 2018). Mehdizadeh et
al. (2015) menghitung konstituen fenolik dalam biji rambutan menggunakan HPLC dan
menemukan 98, 423, 94,5, dan 461 mg asam gallic, geraniin, corilagin, dan ellagic diperoleh dari
1 g ekstrak air. Selain itu, Maisuthisakul et al. (2008) menemukan kandungan flavonoid sebesar
13,3 mg/g RE dalam ekstrak etanol biji rambutan. Umumnya, untuk mengekstrak senyawa
tersebut dalam biji diperlukan metode ekstraksi yang canggih dan efisien seperti alat ultrasonik
bath karena adanya efek getaran pada alat akan menyebabkan pelarut dapat lebih mudah
menembus dinding sel biji dan menarik senyawa yang terkandung didalamnya.
Ekstraksi dengan Metode Ultrasound Assisted Extraction (UAE) merupakan ekstraksi
yang dilakukan menggunakan energi ultrasound dan pelarut untuk mengekstraksi senyawa target
dari berbagai matriks tanaman. UAE berhasil digunakan untuk ekstraksi polifenol, karotenoid,
aroma, polisakarida dari matriks tanaman. Berdasarkan tinjauan literatur, penggunaan metode
ultrasound semakin banyak diminati dibandingkan metode konvensional seperti maserasi karena
dinilai lebih efektif. Metode ini memiliki keunggulan utama yaitu mengurangi waktu ekstraksi
dan penggunaan volume pelarut. Selain itu, dapat memperbaiki komponen bioaktif yang sensitif
terhadap panas dengan proses pada suhu yang lebih rendah, efek mekanis ultrasound
memberikan penetrasi pelarut yang lebih besar ke dalam bahan seluler, sehingga meningkatkan
perpindahan massa dan dapat menembus dinding sel dengan mudah karena mempengaruhi
permeabilitas membran sitoplasma. Oleh karena itu, senyawa metabolit sekunder yang
terkandung didalam suatu tanaman dapat dilepas dan diekstraksi dengan lebih mudah (Kumar et
al. 2021).
Ekstraksi pada penelitian ini difokuskan untuk mengekstrak senyawa fenolik yang
terkandung dalam biji rambutan. Senyawa tersebut bersifat polar sehingga diperlukan pelarut
yang bersifat polar juga karena suatu senyawa dapat terikat kuat pada senyawa yang sifat
kepolarannya sama berdasarkan prinsip “like dissolves like” (Rifai et al. 2018). Pelarut yang
dapat mengekstrak senyawa fenolik dengan tingkat kepolaran yang cukup tinggi, yaitu metanol.
Metanol merupakan pelarut yang lebih polar dibandingkan dengan etanol karena memiliki
jumlah atom C yang lebih sedikit (Wiraningtyas et al. 2019). Larutan metanol (80%) ditemukan
bermanfaat untuk meningkatkan hasil ekstraksi fenol karena polaritasnya dan meminimalkan
jumlah pelarut. Selain diperlukan pelarut dengan kepolaran yang sama, ekstraksi senyawa
fenolik juga harus berada pada suhu ruang yaitu 20 sampai 30 C dan pada pH 6,5 (Tingting et al.
2022). Oleh karena itu, pada penelitian ditambahkan HCl 2M dan NaOH 2M untuk membuat pH
6,5 pada ekstrak agar senyawa fenolik terekstrak secara maksimum.
Ekstraksi dilakukan pada sampel biji rambutan yang sudah dikeringkan menggunakan
oven pada suhu 50 C selama 2 jam. Suhu tersebut merupakan suhu maksimum bagi senyawa
metabolit sekunder dalam tanaman karena senyawa seperti flavonoid maupun fenolik tidak tahan
terhadap suhu yang lebih tinggi dari 50 C dan akan merusak senyawa tersebut (Yuliantari et al.
2017). Sampel biji rambutan tersebut dihaluskan dan disaring hingga 80 mesh agar dihasilkan
serbuk yang sangat halus sehingga pelarut dapat mengekstrak senyawa fenolik dengan maksimal
karena struktur biji lebih kuat dan kompleks dibandingkan bagian tanaman lainnya. Sampel
tersebut dilarutkan dalam pelarut metanol 80% dan dimasukkan ke dalam penangas es karena
ekstraksi perlu dilakukan pada suhu 4 C agar pada saat proses ekstraksi, senyawa fenolik terikat
dapat terekstrak secara optimal. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara senyawa
fenolik dengan komponen lain yang terkandung dalam rambutan. Endapan dan supernatan yang
dihasilkan dipisahkan untuk digunakan pada uji total fenol sehingga dapat diketahui senyawa
fenolik yang terekstrak.
Endapan dikeringkan selama 24 jam dalam suhu ruang. Endapan tersebut ditambahkan
NaOH 2M dan disonikasi menggunakan sonikator untuk mengekstraksi senyawa fenolik yang
belum terekstrak. HCl ditambahkan untuk menetralisir larutan agar tetap dalam pH 6,5. Asam
format 0,1% digunakan untuk mempermudah identifikasi senyawa fenolik yang terkandung
dalam biji rambutan menggunakan HPLC. Sampel diekstraksi kembali dan dipisahkan antara
supernatan dan endapan yang dihasilkan untuk analisis lebih lanjut. Ekstraksi kedua ini
dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa senyawa fenolik pada ekstraksi pertama
sudah terekstrak seluruhnya dalam larutan, serta memastikan ada atau tidaknya sisa senyawa
fenolik yang belum terekstrak dalam endapan, sehingga akan diketahui kandungan senyawa
fenolik pada larutan dan endapannya.
Hasil ekstraksi yang didapatkan pada penelitian ini tidak maksimal untuk mengekstrak
senyawa metabolit sekunder terutama senyawa polifenol karena larutan hasil ekstraksi tidak
pekat sehingga dapat diduga bahwa sampel serbuk biji rambutan tidak tercampur merata dengan
pelarut metanol. Selain itu, alat yang digunakan tidak sesuai dengan metode yang mana proses
ekstraksi dan pemisahan seharusnya dilakukan menggunakan ultrasound atau sonikator dan
sentrifugasi dengan suhu 4 C, sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan penangas es
yang tidak diketahui suhunya.
-fitokimia @Atika Yudiana Safitri faeruz
-formulasi, uji fisik
Salep merupakan sediaan yang berbentuk setengah padat dan digunakan sebagai obat luar
yang mudah untuk dioleskan ke kulit. Sediaan salep dapat dibuat dengan basis yang bersifat
berlemak dan berminyak dengan pengemulsi air dalam minyak atau minyak dalam air ataupun
dapat bersifat oklusif yang meningkatkan hidrasi (Davis et al. 2022). Bahan yang umum
dijadikan basis salep, yaitu petroleum dan mineral oil atau petrolatum dan kombinasi waxy/fatty
alcohol (Kulkarni dan Shaw 2016). Menurut Depkes RI (1995) Basis salep yang digunakan
sebagai pembawa dibagi menjadi empat jenis, yaitu basis salep senyawa hidrokarbon, basis salep
serap, basis salep yang dapat dicuci dengan air, basis salep larut dalam air. Setiap salep yang
akan dibuat disesuaikan basis salepnya tergantung pada fungsi penggunaannya. Percobaan kali
ini menggunakan basis salep hidrokarbon atau basis salep berlemak, yaitu vaselin putih dan salep
putih. Salep jenis ini umumnya dibuat untuk memperpanjang waktu kontak antara bahan aktif
yang ada di dalam salep dengan kulit karena hanya sedikit jumlah komponen air yang dapat
dicampurkan ke dalamya. Salep jenis ini sukar untuk dicuci dan warnanya tidak berubah untuk
waktu yang lama (Depkes RI 1995).
Salep dari serbuk biji rambutan dibuat dengan tiga variasi formulasi yang berbeda, yaitu
penambahan 0,1 gram serbuk biji rambutan, 0,3 gram serbuk biji rambutan dan 0,5 gram serbuk
biji rambutan. Selain itu, ada penambahan bahan lain sebagai basis salep hidrofobik, yaitu adeps
lanae yang bersifat hidrofobik dan merupakan lemak wol yang terdiri dari 25% air. Adeps lanae
dapat mengurangi reaksi alergi pada kulit serta meningkatkan daya serap terhadap zat aktif yang
ada dalam salep dan akan mempertahankan keseragaman konsistensi salep (Susanti et al. 2022).
Sedangkan paraffin wax merupakan minyak mineral yang merupakan zat pengeras dalam salep
dan umum digunakan untuk meredakan gejala radang sendi, adapun white soft paraffin sebagai
penstabil dan tidak bereaksi dengan bahan aktif lainnya. Kemudian setil alkohol yang berfungsi
sebagai pengental atau stiffening agent (Utari el al.2019).

-total fenol @Atika Yudiana Safitri

-antibakteri @Tri Wahyu Kodradi

4. Daftar pustaka masing2


Akhtar, MT, Ismail SN, Shaari K. 2018. Rambutan (Nephelium lappaceum L.). In (2nd ed.). E.
M. Yahia (Vol. Ed.). Fruit and vegetable phytochemicals: Chemistry and human
health: Vol. II John Wiley and Sons Ltd.
Bhat RS, Al-Daihan S. 2014. Antimicrobial activity of Litchi chinensis and Nephelium
lappaceum aqueous seed extracts against some pathogenic bacterial strains. J of ing
Saud University Science. 26. 79-82.
Davis SE, Tulandi SS, Datu OS, Sangande F, Pareta DN. 2022. Formulasi dan pengujian sediaan
salep ekstrak etanol daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan
berbagai variasi basis salep. J Biofarmasetikal Tropis. 5(1): 66-73.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta (ID).
Djumaati F, Yamlean PVY, Lolo WA. 2018. Formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun kelor
(Moringa oleifera Lamk.) dan uji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus
aureus. J Pharmacon. 7(1): 22-29.
Dwinarta MR, Lubis Z, Kurniawan HA. 2020. Uji efektivitas antimikroba dari formulasi ekstrak
daun kemangi (Ocinum basilicum L.) dan daun rambutan (Nepheliumlappaceum L.)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. J Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian.
3(2): 59-63. Doi: https://doi.org/10.30596/agrintech.v2i2.3660.
Issara U, ZZaman W, Yang TA. 2014. Rambutan seed fat as a potential source of cocoa butter
subsitute in confectionary product. International Food Research Journal. 21(1):
25-31.
Kulkarni dan Shaw. 2016. Essential Chemistry for Formulators of Semisolid and Liquid
Dosages. London(UK): Academic Press
Kumar K, Srivastav S, Sharanagat S. 2021. Ultrasound assisted extraction (UAE) of bioactive
compounds from fruit and vegetable processing by-products.
Ultrasonics-Sonochemistry. 70. 105325. 1-11. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.ultsonch.2020.105325.
Jahurul MHA, Azzatul FS, Sharifudin, Norliza MJ, Hasmadi M, Lee JS, Patricia M, JInap S,
George MRR, Khan MF, Zaidul LSM. 2020. Functional and nutritional properties of
rambutan (Nephelium lappaceum L.) seed and its industrial application. Trends in
Food Science and Technology. 99. 367-374. Doi:
https://doi.org/10.1016/j.tifs.2020.03.016.
Johnson J, Abam K, Ujong U, Odey M, Inekwe V, Dasofunjo K, Inah G. 2013. Vitamins
composition of pulp, seed and rind of fresh and dry rambutan Nephelium lappaceum
and squash Cucurbita pepo L. International Journal of Science and Technology. 2(1):
71–76.
Li W, Zeng J, Shao Y. 2018). Rambutãn—nephelium lappaceum. In Rodrigues S, Silva EO,
Brito ES (Eds.). Exotic fruits (pp. 369–375). Academic Press.
Mahisanunt B, Jom KN, Matsukawa S, Klinkesorn U. 2017. Solvent fractionation of rambutan
(Nephelium lappaceum L.) kernel fat for production of non-hydrogenated solid fat:
Influence of time and solvent type. Journal of King Saud University Science. 29.
32–46.
Maisuthisakul P, Pasuk S, Ritthiruangdej P. 2008. Relation between antioxidant properties and
chemical composition of some Thai plants. Journal of Food Composition and
Analysis. 21. 229–240.
Mehdizadeh S, Lasekan O, Muhammad K, Baharin B. (2015). Variability in the fermentation
index, polyphenols and amino acids of seeds of rambutan (Nephelium lappaceum L.)
during fermentation. Journal of Food Composition and Analysis. 37. 128–135.
Nguyen NHP, Le TT, Vissenaekens H, Gonzales GB, Camp JV, Smagghe G, Raes K. 2019. In
vitro antioxidant activity and phenolic profiles of tropical fruit by-products.
International Journal of Food Science and Technology. 1-10. Doi:
doi:10.1111/ijfs.14093
Rakariyatham K, Zhou D, Rakariyatham N, Shahidi F. 2020. Sapindaceae (Dimocarpus longan
and Nephelium lappaceum) seed and peel byproducts: Potential sources for phenolic
compounds and use as functional ingredients in food and health applications. J of
Functional Foods. 67. 103846. 1-21.
Rifai G, Widarta IWR, Nocianitri KA. 2018. Pengaruh jenis pelarut dan rasio bahan dengan
pelarut terhadap kandungan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan ekstrak biji
alpukat (Persea americana Mill). J ITEPA. 7(2): 22-32.
Tingting Z, Xiuli Z, Kun W, Liping S, Yongliang Z. 2022. Extraction, phytochemicals, and
biological activities of rambutan (Nephelium lappaceum L) peel extract. Heliyon. 8.
E11314. 1-16.https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2022.e11314.
Thitilertdecha N, Teerawutgulrag A, Rakariyatham N. 2008. Antioxidant and antibacterial
activities of Nephelium lappaceum L. extracts. LWT Food Science and Technology.
41. 2029–2035.
Wiraningtyas A, Andini R, Febriani R, Qubra H, Fadilah A, Ruslan, Annafi N. 2019. Ekstraksi
zat warna dari rumput laut Sargassum sp menggunakan pelarut metanol. J Redoks.
2(1): 1-8.
Wong KC, Wong SN, Loi HK, Lim CL. 1996. Volatile constituents from the fruits of four edible
Sapindaceae: Rambutan (Nephelium lappaceum L.), pulasan (N.ramboutan- ake
(Labill.) Leenh.), longan (Dimocarpus longan Lour.), and mata kucing (D.longan
ssp.malesianus Leenh.). Flavour and Fragrance Journal. 11(4), 223–22

5. Simpulan (atika)

Rapihin format 1 laporan (faeruz)

Anda mungkin juga menyukai