Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab Ii - 4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Darah

1. Definisi darah

Darah merupakan salah satu jaringan dalam tubuh yang berbentuk cair

berwarna merah. Karena sifat darah yang berbeda dengan jaringan lain,

mengakibatkan darah dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain sehingga

dapat menyebar ke berbagai kompartemen tubuh. Penyebaran tersebut harus

terkontrol dan harus tetap berada pada satu ruangan agar darah benar-benar dapat

menjangkau seluruh jaringan didalam tubuh melalui suatu sistem yang disebut

dengan sistem kardiovaskuler, yang meliputi jantung dan pembuluh darah.

Dengan sistem tersebut darah akan diakomodasikan secara teratur dan diedarkan

menuju organ dan jaringan yang tersebar diseluruh tubuh (Nugraha, 2015).

Darah merupakan pengangkut jarak jauh, transportasi massal bahan-bahan

antara sel dan lingkungan eksternal atau diantara sel itu sendiri. Transportasi yang

demikian penting untuk mempertahankan hemeostasis. Darah terdiri dari cairan

kompleks plasma tempat elemen-elemen selular berada. Eritrosit secara esensial

merupakan membran plasma-kantong tertutup hemoglobin yang mengangkut O2

didalam darah. Leukosit, unit pertahanan mobil sistem imun, diangkut melalui

darah ke tempat terjadinya luka atau invasi oleh mikroorganisme penyebab

penyakit. Platelet (trombosit) penting bagi hemeostasis untuk menghentikan

perdarahan akibat pembuluh yang cedera (Sherwood, 2014).

Komponen non-selular berupa cairan yang disebut plasma dan membentuk

sekitar 55% bagian dari darah. Dalam plasma terkandung berbagai macam

6
molekul makro dan mikro, baik yang bersifat larutan air (hidrofilik) maupun tidak

larut air (hidrofobik), berupa organik maupun anorganik, serta atom-atom maupun

ionik. Plasma yang tidak mengandung faktor-faktor pembekuan darah disebut

serum. Plasma darah terdiri dari air, protein, karbohidrat, lipid, asam amino,

vitamin, mineral dan lain sebagainya. Komponen tersebut ikut mengalir dalam

sirkulasi Bersama darah, baik bebas atau diperantarai molekul lain agar dapat

terlarut di dalam plasma (Nugraha, 2015).

2. Struktur darah

a. Plasma

Plasma adalah cairan darah (55%) sebagian besar terdiri dari air ( 95%),

7% protein, 1% nutrient. Didalam plasma terdapat sel-sel darah dan lempingan

darah, Albumin dan Gamma globulin yang berguna untuk mempertahankan

tekanan osmotik koloid, dan gamma globulin juga mengandung antibodi

(imunoglobulin) seperti: IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE untuk mempertahankan

tubuh terhadap mikroorganisme. Didalam plasma juga terdapat faktor pembeku

darah, komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruloplasmin, kinina, enzim,

polipeptida, glukosa, asam amino, lipida, berbagai mineral, dan metabolit, hormon

dan vitamin-vitamin (Desmawati, 2013).

b. Sel-sel darah

Sel-sel darah/butir darah (bagian padat) kira-kira 45%, terdiri atas eritrosit

atau sel darah merah, leukosit, dan trombosit. Sel darah merah merupakan unsur

terbanyak dari sel darah (44%) sedangkan sel darah putih dan trombosit 1%. Sel

darah putih terdiri dari Basofil, Eusinofil, Neutrofil, Limfosit dan Monosit

(Desmawati, 2013).

7
3. Karakteristik darah

Adapun karakteristik darah menurut Desmawati, 2013 yaitu sebagai berikut :

a. Warna

Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang berikatan

dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah Vena berwarna merah tua /

gelap karena kurang oksigen dibandingkan dengan darah Arteri.

b. Viskositas

Viskositas darah atau kekentalan darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas

air yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066.

c. pH

pH darah bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai 7.45

d. Volume

Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB atau

sekitar 4 sampai 5 liter darah.

4. Jenis-jenis sel darah

a. Sel darah putih

Sel darah putih berfungsi melindungi tubuh dari infeksi dan berpartisipasi

dalam respon imun. Dalam keadaan normal, terdapat lima jenis leukosit dalam

darah diantaranya disebut granulosit, karena sitoplasmanya mengandung granul.

Granulosit terutama berfungsi di jaringan daripada di dalam aliran darah. Sel-sel

ini dapat mencapai jaringan dengan migrasi menembus endotel kapiler.

1) Granulosit yaitu sel darah putih yang didalamnya terdapat granula. Sel-sel ini

dapat dibagi menjadi neutrofil, eusinofil, dan basofil.

8
2) Agranulosit yaitu erupakan bagian dari sel darah putih yang mempunyai 1 sel

lobus dan sitoplasmanya tidak mempunyai granula. Sel-sel ini dapat dibagi

menjadi limfosit dan monosit (Jane, 2012).

b. Sel trombosit

Trombosit merupakan partikel-partikel kecil yang dibentuk dari pecahan

sitoplasma megakariosit di sumsum tulang. Sel ini berfungsi dalam respons

hemostasis primer, dengan membentuk sumbat trombosit pada lokasi luka kecil

pembuluh darah. Trombosit mengubah fosfolipid di permukaannya untuk dapat

berinteraksi dengan faktor koagulasi sehingga mencetuslan pembekuan darah

pada lokasi luka jaringan apabila trombosit aktif. Trombosit hidup sekitar 10 hari

dalam sirkulasi (Jane, 2012).

c. Sel darah merah

Sel darah merah disebut juga sebagai eritrosit, berbeda dengan sebagian

sel tubuh lainnya karena eritrosit tidak memiliki inti sel. Inti sel eritrosit terlepas

pada saat meninggalkan sumsum tulang. Eritrosit matang normal berbentuk diskus

dank arena tidak memiliki nukleus, sel lini menjadi fleksibel. Eritrosit dapat

berubah bentuk dan mengecilkan diri ketika melewati pembuluh kapiler. Eritrosit

memiliki fungsi utama yaitu mengangkut oksigen dari paru ke jaringan perifer,

mengangkut CO2 dari jaringan ke paru dan berperan dalam pengangkutan dan

metabolism nitrit oksida (NO) sehingga membantu pembentukan NO dan

vasodilatasi pada kondisi hipoksia. Eritrosit dapat mencapai umur 120 hari (Jane,

2012).

9
5. Fungsi darah

Darah memiliki fungsi sebagai berikut (Pearce, 2009) :

a. Berperan sebagai sistem transport dalam tubuh, yaitu menghantarkan semua

bahan kimia, oksigen dan zat makanan yang diperlukan tubuh untuk

menjalankan fungsi normalnya dan menyingkirkan karbondioksida dan hasil

buangan lain.

b. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan

sebagian karbondioksida.

c. Sel darah putih menyediakan banyak bahan pelindung melalui mekanisme

fagositosis dari beberapa sel sehingga tubuh terlindung dari serangan bakteri.

d. Pengaturan kesimbangan asam basa.

e. Mengantarkan hormon dan enzim dari organ ke organ.

6. Macam–Macam Darah

a. Darah kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dengan diameter antara 5

-10 mikrometer yang memungkinkan terjadinya pertukaran air, oksigen, karbon

dioksida, nutrient serta limbah dengan sel disekitarnya. Kapiler hanya terdiri dari

satu lapisan endothelium dan sebuah membran basal. Arteri pada akhirnya akan

bercabang ke bagian-bagian kecil yang disebut arteriol dan kemudian menuju

kapiler. Kapiler juga berfungsi membawa darah ke dalam vena (Kirnanoro, 2010).

b. Darah vena

Pembuluh darah vena atau pembuluh balik adalah pembuluh darah kecil

yang umumnya membawa darah terdeoksigenasi ke jantung dari jaringan.

Umumnya, vena membawa darah yang mengandung karbon dioksida, namun ada

10
vena umbikalis yang membawa darah beroksigen dari paru-paru ke jantung.

Setelah darah melalui jaringan tubuh,kapiler akan bergabung ke venula dan

selanjutnya bergabung ke vena. Semua vena pada akhirnya tergabung menjadi dua

vena utama yaitu vena cava superior (dari bagian tubuh diatas jantung) dan vena

cava interior(dari bagian tubuh dibawah jantung). Kedua vena tersebut masuk ke

serambi kanan pada jantung (Kirnanoro, 2010).

B. Hematokrit

1. Definisi hematokrit

Hematokrit adalah persentase volume seluruh eritrosit yang ada di dalam

darah dan diambil dalam volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan

cara memutarnya di dalam tabung khusus dalam waktu dan kecepatan tertentu

yang nilainya dinyatakan dalam persen (%), nilai untuk pria 40-48 vol % dan

untuk wanita 37-43 vol %. Nilai hematokrit dari sampel adalah perbandingan

antara volume eritrosit dengan volume darah secara keseluruhan. Nilai hematokrit

dapat dinyatakan sebagai presentase atau sebagai pecahan desimal (unit SI),

liter/liter (L/L) (Sadikin, 2014).

2. Metode pemeriksaan hematokrit

a. Pemeriksaan hematokrit dengan cara mikrohematokrit

Hematokrit pada metode mikrohematokrit menggunakan darah vena atau

kapiler untuk mengisi sebuah tabung kapiler dengan panjang sekitar 7 cm dan

garis tengah 1 milimeter. Metode ini cepat dan sederhana namun pemusingan

harus dikontrol agar gaya sentifugalnya optmal, dan tabung harus diletakkan

untuk dibaca pada skala pembanding. Teknik ini memungkinkan kita

memperkirakan secara visual volume sel darah putih dan trombosit yang

11
membentuk buffy coat antara sel darah merah dan plasma. Plasma juga harus

diperiksa untuk melihat ada tidaknya ikterus atau hemolisis (Sacher dan

Mcpherson, 2004).

b. Pemeriksaan hematokrit dengan cara otomatis

Salah satu alat automatic hematology analyzer untuk pemeriksaan darah

lengkap dengan metode flow cytometry adalah CELL-DYN Ruby. Sel-sel dari

sampel masuk dalam suatu flow chamber, dibungkus oleh cairan pembungkus.

Sel-sel dialirkan melewati suatu celah atau lubang dengan ukuran kecil yang

memungkinkan sel lewat satu demi satu kemudian dilakukan proses pengukuran.

Aliran yang keluar sel tersebut kemudian melewati medan listrik dan dipisahkan

menjadi tetesan-tetesan sesuai dengan muatanya. Tetesan-tetesan yang telah

terpisah ditampung ke dalam beberapa saluran pengumpul yang terpisah. Apabila

cahaya tersebut mengenai sel, akan dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke

semua arah. Beberapa detector yang diletakkan pada sudut-sudut tertentu akan

menangkap berkas-berkas sinar sesudah melewati sel sehingga dapat diperoleh

jumlah sel (Ariati, 2013).

3. Faktor mempengaruhi hematokrit

a. Faktor invivo

1) Eritrosit

Faktor ini sangat penting pada pemeriksaan hematokrit karena eritrosit

merupakan sel yang diukur dalam pemeriksaan. Hematokrit dapat meningkat pada

polisitemia yaitu peningkatan jumlah sel darah merah dan nilai hematokrit dapat

menurun pada anemia yaitu penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam

sirkulasi (Corwin, 2009).

12
2) Ukuran eritrosit

Faktor terpenting pada pengukuran hematokrit adalah ukuran sel darah

merah dimana dapat mempengaruhi viskositas darah. Viskositas yang tinggi maka

nilai hematokrit juga akan tinggi (Syafaati, 2017).

3) Jumlah eritrosit

Apabila jumlah eritrosit dalam keadaan banyak (polisitemia maka nilai

hematokrit akan meningkat dan jika eritrosit sedikit (anemia) maka nilai

hematokrit akan menurun (Syafaati, 2017).

4) Bentuk eritrosit

Apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akan terjadi trapped

plasma (plasma yang terperangkap) sehingga nilai hematokrit akan meningkat

(Syafaati, 2017).

5) Viskositas darah

Efek hematokrit terhadap viskositas darah adalah semakin besar presentasi

sel darah merah maka makin tinggi hematokritnya dan makin banyak pergeseran

diantara lapisan-lapisan darah, pergeseran inilah yang menentukan viskositas.

Oleh karena itu, viskositas darah meningkat secara drastis ketika hematokrit

meningkat (Guyton, 2007).

6) Obat-obatan

Pengaruh obat seperti antibiotik (kloramfenikol dan penisillin) dan obat

radioaktif dapat menurunkan kadar hematokrit (Syafaati, 2017).

b. Faktor Invitro

1) Pemusingan/centrifuge

13
Penempatan tabung kapiler pada lubang jari-jari sentrifus yang kurang

tepat dan penutup yang kurang rapat dapat menyebabkan hasil pembacaan

hematokrit tinggi palsu. Kecepatan putar sentrifus dan pengaturan waktu

dimaksudkan agar eritrosit memadat secara maksimal. Waktu harus diatur secara

tepat. Pemakaian mikrocentrifuge dalam waktu lama mengakibatkan alat menjadi

panas sehingga dapat mengakibatkan hemolisis dan nilai hematokrit rendah palsu

(Nurlela, 2016).

2) Antikoagulan

Pemeriksaan laboratorium hematologi sering digunakan antikoagulan yaitu

zat untuk mencegah pembekuan darah. EDTA adalah jenis antikoagulan yang

paling sering digunakan dalam pemeriksaan laboratorium hematologi. EDTA

mencegah koagulasi dengan cara mengikat ion kalsium sehingga terbentuk garam

kalsium yang tidak larut, dengan demikian ion kalsium yang berperan dalam

koagulasi menjadi tidak aktif, mengakibatkan tidak terjadinya proses

pembentukan bekuan darah. Darah EDTA harus segera dicampur setelah

pengumpulan untuk menghindari pembentukan gumpalan trombosit dan

pembentukan bekuan mikro.Jumlah EDTA serbuk biasanya digunakan 1 mg

dalam 1 ml darah, sedangkan EDTA cair dengan konsentrasi 10% digunakan

dengan menambahkan 10 uL EDTA ke dalam 1 mldarah. Bila jumlah EDTA yang

diberikan kurang dari takaran, darah akan mengalami koagulasi. Konsentrasi

EDTA yang berlebih menyebabkan penyusutan eritrosit (Nugraha, 2015).

4. Manfaat pemeriksaan hematokrit

Pemeriksaan hematokrit berhubungan dengan beberapa penyakit, diantaranya:

a. Demam Berdarah Dengue (DBD)

14
Pada penderita DBD syok yang terjadi adalah syok hipovolemik akibat dari

adanya kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular yang akan mengakibatkan

terjadinya peningkatan nilai hematokrit. Hematokrit adalah volume eritrosit dalam

100 mL (1 dL) darah dan dinyatakan dalam persen. Pemeriksaan hematokrit

digunakan untuk mengukur konsentrasi eritrosit dalam darah dan merupakan salah

satu pemeriksaan yang berguna dalam membantu diagnosa beberapa penyakit

seperti Demam berdarah. Pada penderita DBD untuk dapat menentukan prognosis

dan mencegah terjadinya syok dapat dilakukan dengan diagnosis yang tepat dan

seawal mungkin serta penilaian yang akurat terhadap kondisi penderita.

Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat

membantu dalam diagnosis dan menentukan prognosis dari DBD (Meilanie,

2019).

b. Anemia

Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi

atau berada dibawah batas normal. Gejala yang sering dialami antara lain lesu,

lemah, pusing, mata berkunang-kunang, dan wajah pucat. Anemia dapat

menimbulkan berbagai dampak pada remaja antara lain menurunkan daya tahan

tubuh sehingga mudah terkena penyakit, menurunnya aktivitas dan prestasi belajar

karena kurangnya konsentrasi. Anemia dapat mengakibatkan penurunan nilai

hematokrit dan hemoglobin (Corwin, 2009).

c. Polisitemia

Polisitemia merupakan peningkatan jumlah sel darah merah. Polisitemia

vera ditandai dengan adanya peningkatan jumlah trombosit dan granulosit serta

sel–sel darah merah juga diyakini sebagai awal terjadinya abnormalitas sel.

15
Didalam sirkulasi darah polisitemia vera terjadi peninggian nilai hematokrit yang

menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma

(Corwin, 2009).

d. Diare berat

Diare Berat adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk

cairan atau setengah cairan (setengah padat) sehingga kandungan air pada tinja

lebih banyak dari biasanya normal 100-200 ml/ jam tinja. Seseorang terkena diare

biasanya akan mengalami dehidrasi yaitu kehilangan cairan sebagai akibat

kehilangan air dari badan baik karena kekurangan pemasukan air atau kehilangan

air yang berlebih dapat menyebabkan nilai hematokrit meningkat akibat

hemokonsentrasi (Syafaati, 2017).

5. Faktor yang memengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium

a. Tahap Pra Analitik atau tahap persiapan awal, dimana tahap ini sangat

menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan dan

mempengaruhi proses kerja berikutnya. Tahap pra analitik meliputi :

1) Kondisi pasien

Sebelum pengambilan spesimen form permintaan laboratorium diperiksa.

Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor

rekam medis dan sebagainya) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Identitas

harus ditulis denganbenar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen. Usia

klien-bayi baru lahir normalnya memiliki kadar hematokrit yang lebih tinggi

karena terjadi hemokosentrasi.

2) Pengambilan sampel

16
Pengambilan sampel idealnya dilakukan waktu pagi hari. Tehnik atau cara

pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai Standard Operating

Procedure (SOP) yang ada. Jika darah diambil dari ekstermitas yang terpasang

jalur IV, nilai hematokrit cenderung rendah. Oleh sebab itu, hindari penggunaan

ekstremitas tersebut. Jika darah diambil untuk tujuan pemantauan hematokrit,

segera setelah pengeluaran darah tahap sedang ke berat terjadi dan setelah

pemberian transfusi, hematokrit mungkin berkadar normal.

3) Spesimen

Spesimen yang akan diperiksa volume mencukupi, kondisi baik tidak lisis,

segar atau tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk,

pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat, ditampung dalam wadah yang

memenuhi syarat dan identitas sesuai dengan data pasien

b. Tahap Analitik adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh

hasil pemeriksaan. Tahap analitik perlu memperhatikan reagen, alat, metode

pemeriksaan, pencampuran sampel dan proses pemeriksaan.

c. Tahap Pasca Analitik atau tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk

meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar –benar valid

atau benar (Widyastuti, 2018).

17

Anda mungkin juga menyukai