Bahasa lisan
Bahasa lisan adalah bahasa yang langsung dilafalkan oleh penutur bahasa kepada pendengar bahasa. Pemahaman makna atas bahasa lisan ditentukan oleh intonasi.[1] Bahasa lisan menggunakan sistem bunyi dengan aturan tertentu.[2] Situasi penggunaan bahasa lisan bersifat dinamis dibandingkan dengan bahasa tulisan.[3] Komunikasi dalam bahasa lisan dilakukan secara umum dan efektif dengan berbicara.[4] Bahasa lisan umumnya dimiliki oleh seluruh bahasa yang ada di dunia.[5] Peran dari bahasa lisan adalah sebagai sumber bahasa yang utama.[6] Situasi pemakaian bahasa lisan dapat pada kondisi pembicaraan formal, semiformal maupun nonformal.[7] Namun pada penderita gangguan berbahasa khususnya ketulian, bahasa lisan menjadi bahasa kedua, sedangkan bahasa pertama yang diajarkan ialah bahasa isyarat.[8]
Karakteristik
[sunting | sunting sumber]Bahasa lisan memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan dengan penerapan unsur-unsur bahasa seperti isyarat, sintaksis, struktur bahasa, dan konstruksi pasif. Isyarat pada bahasa lisan berjenis paralinguistik sehingga sintaksisnya kurang terstruktur dan sering terulang. Selain itu, struktur bahasa lisan menggunakan pola topik-sebutan dan jarang menggunakan konstruksi pasif. Bahasa lisan juga dapat diperhalus selama pembicaraan berlangsung.[9]
Analisis
[sunting | sunting sumber]Bahasa lisan dapat dianalisis menggunakan analisis wacana. Objek analisis ialah penutur yang merupakan penyampai pesan, dan pendengar sebagai penerima pesan. Analisis wacana menentukan struktur pesan dalam suatu komunikasi serta penelaahan terhadap ragam bahasa dan fungsi bahasa.[10] Bahasa lisan dapat dipahami dengan kegiatan menyimak selama komunikasi lisan berlangsung. Menyimak dilakukan dengan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan perhatian penuh disertai dengan pemahaman. Selain itu, informasi dari suatu bahasa lisan dapat diperoleh dengan menyimak jika disertai argumentasi dan penafsiran.[11]
Kegunaan
[sunting | sunting sumber]Komunikasi lisan
[sunting | sunting sumber]Bahasa lisan digunakan untuk komunikasi lisan. Media berupa bunyi digunakan untuk menyampaikan informasi kepada pihak lain yang menjadi penerima informasi. Gagasan, pikiran atau perasaan disampaikan dengan menghasilkan bunyi yang pengirimannya diperantarai oleh udara. Penerima informasi kemudian mendengar bunyi tersebut untuk melakukan apresiasi sehingga dapat memahami makna dari bunyi tersebut. Komunikasi lisan telah terjadi ketika bunyi yang disampaikan telah dipahami oleh pendengar.[12]
Pemerolehan bahasa tulis
[sunting | sunting sumber]Bahasa lisan diperlukan oleh anak usia prasekolah untuk pemerolehan bahasa tulis. Pada masa ini, anak memiliki perbendaharaan kata yang terbatas. Namun kemampuan penambahan kosakata menjadi meningkat secara pesat. Posisi bahasa lisan pada pemerolehan bahasa tulis ialah sebagai tahap awalnya. Anak secara perlahan beralih dari bahasa lisan ke bahasa tulisan melalui media bahasa yang baru, yaitu tulisan.[13]
Sastra lisan
[sunting | sunting sumber]Sastra lisan adalah sastra yang menampilkan ekspresi kebudayaan dari suatu masyarakat. Ekspresi ini umumnya diwariskan secara turun-temurun menggunakan bahasa lisan. Penyebaran sastra lisan dilakukan menggunakan media bahasa yaitu mulut. Salah satu ciri dari sastra lisan ialah menggunakan bahasa lisan yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.[14]
Pembelajaran bahasa
[sunting | sunting sumber]Metode pembelajaran bahasa yang menggunakan banyak bahasa lisan disebut metode langsung. Asumsi pembelajaran bahasa menggunakan metode ini ialah adanya naluri dalam penguasaan dan pengembangan bahasa melalui pengalaman dan ekspresi secara langsung. Pada metode langsung, latihan berbahasa lisan memperoleh waktu terbanyak dibandingkan dengan latihan berbahasa lainnya. Penguasaan terhadap bahasa lisan diutamakan sedangkan penggunaan bahasa perantara tidak diperbolehkan. Pada metode langsung, pembelajaran bahasa dibuat serupa dengan pemerolehan bahasa ibu. Metode induktif digunakan untuk mengajarkan pola dan struktur kalimat.[15]
Kesalahan berbahasa
[sunting | sunting sumber]Kesalahan berbahasa pada bahasa lisan sering terjadi pada frasa. Berbagai hal dapat menjadi penyebabnya. Pengaruh bahasa daerah merupakan penyebab terawal dari kesalahan berbahasa dalam bahasa lisan. Selain itu, kesalahan berbahasa pada bahasa lisan juga disebabkan oleh penggunaan preposisi, resiprokal dan susunan kata yang tidak tepat, penggunaan unsur bahasa dan superlatif yang berlebihan, atau adanya penjamakan yang ganda.[16]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Sukawati, S., dan Ramdaniati, S. (2020). Modul Bahasa Indonesia di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (PDF). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. hlm. 25. ISBN 978-623-301-104-4.
- ^ Purwito, dkk. (2016). Cinta Bahasa Indonesia, Cinta Tanah Air: Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Seni (PDF). Bantul: Badan Penerbit ISI Yogyakarta. hlm. 1. ISBN 978-602-6509-02-4.
- ^ Malabar, Sayama (2015). Mirnawati, Mira, ed. Sosiolinguistik (PDF). Gorontalo: Ideas Publishing. hlm. 26. ISBN 978-602-0889-24-5.
- ^ Robingatin dan Ulfah, Z. (2019). Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini: Analisis Kemampuan Bercerita Anak (PDF). Sleman: Ar-Ruzz Media. hlm. 33. ISBN 978-602-313-482-3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-13.
- ^ Nurdjan, S., Firman, dan Mirnawati (2016). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Makassar: Aksara Timur. hlm. 24. ISBN 978-602-73433-6-8.
- ^ Rosyidi, A. W., dan Ni’mah, M. (2011). Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab (PDF). Malang: UIN-MALIKI Press. hlm. 8. ISBN 978-602-958-409-7.
- ^ Tim Dosen Bahasa Indonesia Universitas Islam Bandung (2017). Buku Ajar Bahasa Indonesia (PDF). Bandung: Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Universitas Islam Bandung. hlm. 13. ISBN 978-602-71823-7-0.
- ^ Indah, Rohmani Nur (2017). Gangguan Berbahasa: Kajian Pengantar (PDF). Malang: UIN-MALIKI Press. hlm. 53. ISBN 978-602-958-401-1.
- ^ Fradana, A. N., dan Suwarta, N. (2020). Rezania, Vanda, ed. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Sidoarjo: Umsida Press. hlm. 28. ISBN 978-623-6833-95-7.
- ^ Rohana dan Syamsuddin (2015). Analisis Wacana (PDF). Makassar: CV. Samudra Alif Mim. hlm. 10–11. ISBN 978-602-73810-1-8.
- ^ Hijriyah, Umi (2016). Menyimak: Strategi dan Imlikasi dalam Kemahiran Berbahasa (PDF). Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, IAIN Raden Intan Lampung. hlm. 2. ISBN 978-602-423-005-0.
- ^ Purwadi (2007). Komprehensi Lisan. Yogyakarta. hlm. 7.
- ^ Karmila, M. dan Purwadi (2019). Pembelajaran Bahasa untuk Anak Usia Dini (PDF). Semarang: UPT Penerbitan Universitas PGRI Semarang Press. hlm. 68–69. ISBN 978-602-5784-71-2.
- ^ Suarjana, I. N., dkk. (1995). Sastra Lisan Tetun (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. hlm. 3. ISBN 979-459-505-5.
- ^ Krissandi, A. D. S., Widharyanto, B., dan Dewi, R. P. (2017). Diman, Thomas, ed. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SD: Pendekatan dan Teknis (PDF). Bekasi: Penerbit Media Maxima. hlm. 16. ISBN 978-602-8847-87-2.
- ^ Ginting, Lita Septia Dewi Br. (2020). Pulungan, Rosmilan, ed. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia (PDF). Guepedia. hlm. 21. ISBN 978-623-7752-90-5.