Benjeng, Gresik
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Benjeng | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Kabupaten | Gresik |
Populasi | |
• Total | - jiwa |
Kode Kemendagri | 35.25.04 |
Kode BPS | 3525060 |
Desa/kelurahan | - |
Benjeng adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gresik, provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Geografis
[sunting | sunting sumber]Kecamatan Benjeng berada di wilayah selatan Kabupaten Gresik, tepatnya arah Barat Daya. Dari Gresik kota berjarak sekitar 28 km. Dengan batas wilayah sebelah barat Kecamatan Balongpanggang, sebelah timur Kecamatan Cerme, sebelah utara Kecamatan Duduksampeyan, sebelah selatan Kecamatan Kedamean.
Terletak di titik koordinat 07 15’ 46,9” Lintang Selatan dan 112 29’ 54,3 Bujur Timur. Memiliki luas wilayah 6.128,43 Ha. Berada di ketinggian + 4 meter di atas permukaan laut. Sampai dengan tahun 2009 ini, Kecamatan Benjeng membawahi 23 administrasi pemerintahan desa, yang memiliki 79 dusun, 104 RW dan 331 RT. Luas daerah ini sekitar 35.480 m2.
Sebagian besar wilayah Kecamatan Benjeng difungsikan sebagai tanah sawah, pekarangan/halaman, tegal/kebun, tempat permukiman dan usaha. Mata pencaharaian penduduk Kecamatan Benjeng sebagian besar adalah petani, dari jumlah penduduk yang bekerja, hampir 50% menjadi petani.
Nama kecamatan biasanya berasal dari nama salah satu desa, tetapi yang menarik di kecamatan ini Benjeng sebenarnya bukan nama desa, tetapi nama salah satu dusun/kampung di Desa Bulurejo. Desa Bulurejo menjadi Ibu Kota Kecamatan Benjeng. Pusat pemerintahan kecamatan, kantor Muspika, beberapa kantor dinas/instansi, dan pasar desa terletak di sepanjang Jalan Raya Benjeng yang masuk wilayah Desa Bulurejo.
Kata Benjeng, huruf e yang pertama dilafalkan seperti kata Elang dan huruf e yang terakhir diucapkan seperti kata Lonceng. Dan lidah orang Jawa atau orang Gresik mengucapkan Benjeng menjadi “MBENJENG”.
Budaya
[sunting | sunting sumber]1. Makanan Khas, Terdapat beberapa kuliner khas masyarakat Benjeng, diantaranya yaitu lentreh, sebuah jajanan yang hanya dibuat ketika acara sedekah bumi. Lentreh terbuat dari ketan yang disangrai kemudian digiling halus, kemudian dicampur parutan kelapa dan gula pasir. Setelah tercampur, lentreh dibentuk sesuai keinginan masyarakat. Kuliner yang kedua yaitu awuk-awuk, jajanan yang terbuat dari gaplek yang dimasak kemudian dicampur dengan kelapa. Ada pula daerah yang menjadi sentra kuliner seperti desa kedung rukem yang menjadi sentra jajanan opak jepit dan desa nyanyat yang menjadi sentra jajanan krupuk.
2. Tradisi, Masyarakat Benjeng masih kental dengan tradisi jawa seperti sedekah bumi atau tegal desa, ada pula arak tumpeng hasil bumi seperti tumpeng kerupuk, dan sebagainya. Selain itu ada juga procotan atau tingkepan, yaitu tradisi mensyukuri kehamilan. Dan juga tradisi khas jawa lainnya.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Versi 1
[sunting | sunting sumber]Benjeng adalah anak laki-laki dari Bupati yang sedang berkuasa saat itu. Ketika terjadi perang melawan penjajah, kerajaan berhasil dikalahkan dan dikuasai oleh Belanda. Kemudian Raden Benjeng mengasingkan diri ke wilayah ini, dimungkinkan dia sedang menyusun kekuatan.
Tidak beberapa lama setelah kepindahan, di wilayah ini terjadi peperangan, yang buronan utama adalah Raden Benjeng putra Bupati yang dikhawatirkan akan merebut kembali pemerintahan. Karena bala tentara yang kurang dan persenjataan yang kalah modern, mengakibatkan kekalahan pihak putra bupati. Raden Benjeng meninggal dalam pertempuran terkena “dompes” (mesiu/peluru). Selanjutnya daerah ini dikenal luas dengan sebutan BENJENG.
Versi 2
[sunting | sunting sumber]Dimulai dengan adanya sekelompok orang yang bertempat tinggal di daerah yang belum ada namanya. Suatu ketika saat warga tersebut sedang menunggu hasil panen, di tengah musim kemarau sekelompok orang tersebut kehabisan pangan sehingga mengakibatkan mereka berhutang kepada tetengga desa yang jauh. Mereka berhutang pangan (beras dan padi). Mereka berjanji akan membayar saat panen tiba. 3 bulan telah berlalu……….Tiba waktu para warga memanen hasil padinya. Setiap kepala keluarga mempunyai sawah yang luas dan hasil yang bagus. Bisa jadi setiap keluarga dapat hingga 4,5 ton. Anehnya, para warga tak ada yang ingat bahwa mereka mempunyai hutang kepada tetangga desa lain.Tak satupun dari mereka yang ingat bahwa mereka harus bayar pada saat musim panen tiba. Warga menghambur-hamburkan hasil panen dengan mengadakan pesta. Ketika penagih hutang datang, orang-orang tersebut menjawab”mbenjeng mawon wektu panen male”.begitulah jawaban para warga pada penagih hutang. Waktu panen kedua tiba, hasil panen bagus dan melimpah. Namun, anehnya mereka mengulang kejadian serupa yaitu menghabiskan hasil dari panen mereka dengan berfoya-foya. Ketika penagih hutang datang dan hasil panen telah habis, mereka baru sadar. Warga pun hanya berkata”mbenjeng mawon”, setiap orang yang ditagih untuk bayar hutang selalu bilang dengan kata-kata yang sama”mbenjeng” . Kejadian tersebut terdengar hingga desa sebelah, menjadi sebuah berita bahwa warga daerah tersebut jika ditagih utangnya jarang ditepai dan cukup bilang ”mbenjeng”. Dari situ akhirnya warga sekitar menyebut desa tersebut dengan desa BENJENG sampai sekarang. Nama tersebut menyebar dengan sangat cepat dan terkenallah desa BENJENG yang dalam arti jawa berarti besok.Daerah yang mempunyai 23 desa ini pertama kali dipimpin seorang camat bernama bapak Saleh (Alm).
Versi 3
[sunting | sunting sumber]Masuk akal juga asal usul Benjeng dengan cerita di atas. Di zaman dahulu tempat ini selain dihuni warga pribumi, juga menjadi tempat tinggal bangsa pendatang yaitu Cina, dan konon katanya mereka berkembang cukup banyak. Masyarakatnya hidup dalam satu keluarga besar. Tempat tinggal satu keluarga dengan keluarga lainnya letaknya berjauhan, tidak terpusat seperti saat ini. Bangsa pendatang ini membuat akun[pranala nonaktif permanen] rumah tempat tinggal di wilayah baru di sepanjang dusun Benjeng hingga ke Dusun Munggugianti yang sekarang menjadi jalan arteri kabupaten. Hal ini dibuktikan di kedua tempat ini (Munggugianti dan Benjeng Bulurejo) dahulu masih terdapat warga keturunan Cina.
Masyarakat di sekitar wilayah ini mengenal nama desa yang dihuni banyak bangsa Cina tersebut dengan sebutan BENJENG. Asal kata Benjeng mirip dengan kata Beijing, ibu kota RRT, bisa jadi orang-orang Cina yang hidup di desa ini ingin membawa kebesaran ibu kota negaranya di desa ini. Mereka berkeingan menjadikan Benjeng sebagai Kota Raya dari wilayah di sekitarnya. Dalam bahasa Cina, kata Benjeng mungkin mempunyai makna tersendiri. Dan kemungkinan lainnya, Benjeng berasal dari salah nama seseorang atau marga keluarga yang berpengaruh pada saat itu.
Menurut cerita yang saya dapat, Benjeng sendiri adalah pemukiman yang baru muncul, bukan pemukiman lama seperti desa-desa yang ada disekitarnya. Karena di daerah ini tidak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi tempat pemujaan dan sebagainya seperti desa-desa sebelahnya.
Walaupun Benjeng identik dengan nama Cina, namun saat ini mungkin tidak akan pernah berjumpa dengan warga Cina, karena memang cina keturunan yang masih bertempat tinggal di sini sangat jarang. Yang saya tahu, saat ini tidak lebih dari 5 keluarga besar yang masih tinggal dan beranak cucu di Kecamatan Benjeng. Katanya, dahulu banyak yang pindah terutama ke wilayah Kecamatan Balongpanggang karena peluang bisnis di sana lebih menjanjikan.