Sidayu, Gresik
Sidayu | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Kabupaten | Gresik |
Populasi | |
• Total | 37,871 *(Sensus 2.010) jiwa |
Kode Kemendagri | 35.25.09 |
Kode BPS | 3525130 |
Luas | 47,13 Km2 |
Desa/kelurahan | 21 desa/kelurahan |
Sidayu adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Gresik, provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Kecamatan Sidayu hanyalah satu di antara 18 kecamatan di Kabupaten Gresik saat ini. Namun, kecamatan tersebut meninggalkan bukti-bukti sejarah kebesaran sebagai bekas sebuah Kadipaten.
Sidayu merupakan Kota tua, jejak sejarah Kabupaten Gresik tertapak jelas di bekas Kadipaten Sedayu yang kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan masih membekas sebagai ikon sebuah kadipaten di zaman penjajahan Belanda. Ada pintu gerbang dan pendapa keraton. Ada pula masjid dan alun-alun, telaga dan sumur sebagai sumber air Sedayu. Bangunan tersebut termasuk sebuah situs yang kini seperti onggokan bangunan tidak bermakna.
Diperkirakan, situs itu berusia satu abad. Situs tersebut dibangun menjelang perpindahan Kadipaten Sedayu ke wilayah Kadipaten Jombang oleh penjajah Belanda pada sekitar 1910. Sejak berdiri pada 1675, Kadipaten Sedayu dipimpin oleh sedikitnya sepuluh adipati. Adipati yang paling dikenal adalah Kanjeng Sepuh Sedayu.
Meski hanya sebuah kecamatan, Sidayu memiliki alun-alun yang cukup luas dan bangunan-bangunan tua yang cukup megah. Itu merupakan pertanda bahwa Sedayu, atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kecamatan Sidayu, dulu merupakan kota tua yang pernah jaya.
Sebelum akhirnya menjadi bagian yang terintegrasi dengan Kabupaten Gresik, Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri pada masa pemerintahan Mataram. Istimewanya, Kadipaten Sedayu saat itu mempunyai koneksitas kewilayahan secara langsung di bawah kekuasaan Raja Mataram Prabu Amangkurat I dengan adipati pertama bernama Raden Kromo Widjodjo.
Nama-nama bupati yang pernah memerintah di kabupaten Sidayu adalah sebagai berikut:
- Raden Kromo Widjojo
- Adipati Probolinggo
- Raden Kanjeng Soewargo
- Raden Kanjeng Sido Ngawen
- Raden Kanjeng Sido Banten
- Kanjeng Kudus
- Kanjeng Djoko
- Kanjeng Sepuh
- Kanjeng Pangeran
- Ragen Badru
Namun, sejarah Kadipaten Sedayu mencatat nama harum adipati ke-8, yaitu Kanjeng Sepuh Sedayu. Kanjeng Sepuh dianggap sebagai aulia dan pemimpin besar Kadipaten Sedayu yang layak mendapatkan penghormatan.
Kanjeng Sepuh tersohor lantaran dia adalah seorang bupati yang ulama atau ulama yang menjadi seorang bupati. Dia sangat dicintai masyarakatnya karena dia sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya terutama kawula alit. Kecintaan itu hingga kini tidak luntur. Hal ini dibuktikan diantaranya dengan diabadikannya nama dia sebagai nama Majid Besar Sidayu dan nama Lembaga Pendikan terbesar di kecamatan Sidayu yaitu Taman Pendidikan Kanjeng Sepuh atau lebih dikenal dengan singkatan TPKS. Pada masa hidupnya dia mempunyai kegemaran memelihara kuda baik sebagai kuda tunggangan maupun kuda penarik kereta. Suatu saat dia mendengar bahwa di Ujungpangkah ada seorang yang mempunyai kuda yang bagus. Orang itu bernama Jayeng Katon. Dia ingin sekali mendatanginya untuk berguru cara merawat kuda. Dia terkagum-kagum melihat kuda Jayeng Katon. Kuda itu badannya tinggi, tubuhnya ramping, kulitnya hitam, bulunya mengkilat. Kuda itu diberi nama kuda Sembrani. Kuda iyu sangat penurut kepada majikannya. Meskipun tan ada seutas tali yang mengikatnya, kuda tidak mau pergi meninggalkan tempatnya. Kuda pintar sekali terhadap bahasa isyarat yang diberikan oleh majikannya. Kuda itu menuruti segala perintah tuannya. Kanjeng Sepuh sangat takjub dan tertarik terhadap kuda itu. Dia ingin sekali mempunyai kuda-kuda seperti kuda yang dimiliki Jayeng Katon. Dia lebih takjub lagi kepada pemilik kuda itu. Jayeng Katon ternyata seorang ulama yang alim, bersahaja, dan memiliki ilmu kanoragan yang tinggi. Jayeng Katon juga sebagai pemangku pondok Ujungpangkah Dia bisa mengukur kedalam ilmu seseorang karena dia sendiri seorang ulama. Kanjeng Sepuh mengirimkan kuda-kuda dia ke Ujungpangkah untuk dirawatkan kepada Jayeng Katon. Kuda-kuda itu ditempatkan di sebuah tanah lapang sekitar enam ratus meter ke timur dari pondok Ujungpangkah atau rumah Jayeng Katon. Kuda-kuda itu dibiarkan bebas di tanah lapang itu. Jayeng Katon menyediakan tempat berteduh kuda-kuda itu secara terbuka. Tidak ada pagar atau batas. Namun, kuda-kuda itu tidak meninggalkan area tanah lapang tempat merumput. Tempat itu dikenal dengan nama Monok karena di tempat itu banyak penekan atau tumpukan kotoran kuda. Di bagian selatan tanah lapang itu disediakan jambangan atau bejana yang selalu penuh diisi air untuk tempat minum kuda-kuda Kanjeng Sepuh. Tempat itu dikenal dengan sebutan Jambangan. Suatu ketika, Kanjeng Sepuh bersilaturrahim ke Pondok Ujungpangkah yang diasuh oleh Jayeng Katon sambil ingin melihat-melihat kuda-kuda yang telah dititipkan. Dia sangat senang melihat kuda-kuda dia. Dia tidak menyangka kuda-kuda itu berubah
Kiprahnya yang kritis terhadap kekuasaan dan kooptasi Belanda atau kerajaan lain waktu itu dikenang cukup positif. Di mata warga Sedayu maupun keturunannya, hingga kini nama Kanjeng Sepuh tetap harum sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat selama memerintah Sedayu pada 1816-1855.
Catatan (alm) K. Ridwad Ahmad dari Djawatan Penerangan RI Kecamatan Sidayu tanggal 25 Februari 1957 menyebut, Kanjeng Sepuh Sedayu seorang ahli strategi. Banyak jasa Kanjeng Sepuh untuk menenteramkan rakyatnya sekaligus melindungi mereka dari berbagai teror selama masa penjajahan, (Gus Amrullah, tokoh muda Sedayu yang masih keturunan ke-5 Kanjeng Sepuh).
Keberanian Kanjeng Sepuh menantang kebijakan Belanda tentang pajak juga menjadi catatan. Adipati dengan berani mengusulkan memberi nama sebuah pasar di Surabaya dengan nama Kabean, yang berarti untuk semua, dalam sebuah rapat dengan pemerintah Belanda waktu itu. Maksudnya, dia menolak diskriminasi dan kenaikan pajak yang dikehendaki Belanda. Sebab, waktu itu Belanda punya iktikad untuk membeda-bedakan pedagang dengan maksud menaikkan pajak. Pasar tersebut saat ini dikenal dengan nama Pasar Pabean.
Dia juga dekat dengan rakyat. Diam-diam, di malam hari, dia berkeliling ke seluruh wilayah kadipaten, yang meliputi Sedayu, Lamongan, Babat, hingga Jombang, untuk melihat keseharian dan problem masyarakatnya. Itu seperti yang dilakukan Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab. (Gus Amrullah dan H. A. Khoiruzzaman/Ketua Remaja Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu).
Berbagai peninggalan sejarah Sidayu telah mendapatkan perhatian Dinas Purbakala Trowulan. Namun, yang terawat baru kompleks masjid dan makam. Sisa bangunan lain berupa situs. Status pertanahan sisa-sisa sejarah itu kini belum tersentuh. Salah satunya, reruntuhan asli bekas bangunan masjid di Desa Mriyunan, Sumur Dhahar di Desa Golokan, dan Telaga Rambit di Desa Purwodadi yang tampak tidak terawat.
Puing reruntuhan bangunan masjid tersebut kini terletak di dalam kompleks SMPN Negeri I dan III Sidayu. Kondisinya memprihatinkan. Sama sekali tidak ampak ada upaya pemeliharaan dari Pemkab Gresik. Sekadar identitas bangunan bersejarah pun tidak ada. Bahkan, sebagian bekas puing bisa ditemukan di kandang ayam.
Belum lagi kondisi Sumur Dhahar yang kini menjadi tempat pembuangan sampah. Tidak terdapat museum atau bau harum ketika kita berkunjung ke sana, namun bukitan sampah yang kotor dan berbau menyengat.
Tetapi terlepas dari semua itu, Sidayu yang kini menghadapi perkembangan modernitas masyarakat, ia bisa tetap eksis sebagai salah satu kecamatan yang begitu berkembang di wilayah Gresik utara. Bukanlah sesuatu yang istimewa, jika Sedayu saat ini bisa menjadi pusat peradaban masyarakat pesisir utara yang begitu berkembang, baik di wilayah Gresik Utara (Sidayu ; Bungah, Dukun, Ujung Pangkah, dan Panceng), maupun wilayah Lamongan (Paciran, Brondong, Solokuro, Babat). Karena Sedayu sudah pernah mengalami masa kejayaan pada masa lalu.
Dengan bukti adanya ratusan Pondokan Cilik (pesantren anak-anak) yang tersebar di seantero Kota Sedayu, kota ini juga mampu mempertahankan sebutan kota santri yang telah melekat dan menjadi ikon Kabupaten Gresik. Karena secara kultural, kehidupan masyarakat Sedayu adalah kehidupan yang sangat islami, baik dalam bidang sosial-masyarakat, politik, hukum, dan ekonomi.
Nama Sidayu
[sunting | sunting sumber]Beruntunglah Kabupaten Gresik memiliki wilayah kecamatan bernama Sidayu. Sebuah kecamatan yang berada di Gresik utara yang mempunyai potensi keagungan masa lalu dan potensi kemajuan masa kini. Membaca atau mendengar sebutan Sidayu, barangkali banyak orang merasa aneh. Jamak yang biasa didengar adalah Sedayu, bukan Sidayu.
Termasuk yang kerap muncul di layar televisi jualan rumah mewah… Agung Sedayu Grup. Sejatinya kalau nama Agung Sedayu sendiri adalah nama tokoh protagonist dalam serial silat Api di Bukit Menoreh’’ karya SH Mintarja.
Persamaan lain yang merujuk tempat, nama Sedayu merupakan sebuah nama kecamatan di Kabupaten Bantul, dekat kampung halaman mantan Presiden Soeharto di Kemusuk, Sleman. ataupun nama sebuah desa Sedayu Lawas di Kecamatan Brondong kabupaten lamongan.
Kembali kepada dualisme penyebutan Sedayu dan Sidayu. Keduanya sama-sama dipakai dan resmi. Sehingga nama pemimpin paling popular Kanjeng Sepuh Sedayu menggunakan nama Sedayu, bukan Sidayu. Pun demikian dengan penyebutan Kadipaten Sedayu masa lalu, denga Sedayu, bukan Sidayu.
Sedangkan nama Sidayu, sekarang menjadi nama resmi secara administratif Kecamatan Sidayu. Dicari-cari asbabul nuzulnya dualisme Sedayu dan Sidayu tersebut tidak ada data otentik yang menjelaskan akan hal itu. Kuat dugaan nama Sedayu akhirnya bermetaporfosis menjadi Sidayu karena adanya kerancuan bahasa, dalam tradisi tutur warga setempat. Karena pengaruh dialek bahasa setempat yang dekat dengan bahasa Jawa Gresik pesisir Utara, nama Sedayu lama-lama lebur dalam penyebutan menjadi Sidayu. Termasuk ketika kecamatan tersebut masuk secara resmi dalam wilayah Kabupaten Surabaya, dan Kabupaten Gresik beberapa tahun kemudian, penyebutan nama Sidayu tetap dilestarikan. ‘’Apalah artinya sebuah nama’’, ungkapan Sharkespeare mudah-mudahan bisa menetralisir dualism makna dan penyebutan tersebut.
Letak Geografis
[sunting | sunting sumber]Dengan luas wilayah 47,13 Km2. Terdiri dari tanah sawah 1,069,610 Ha, pekarangan/ halaman 171,020 Ha, tegal/ kebun 1,153,720 Ha, tambak 1,439,310 Ha, dan lainya 879,740 Ha. Ketinggian daerah kurang lebih sekitar 7 meter di atas permukaan air laut. Kecamatan Sidayu berbatasan langsung dengan Kecamatan Ujung Pangkah di sebelah utara. Kecamatan Bungah di sebelah selatan. Kecamatan Dukun dan Kecamatan Panceng di sebelah barat. Serta dengan Selat Madura di sebelah timur. Ibukota Kecamatan Sidayu ditetapkan di beberapa desa yang masuk kawasan ibu kota kecamatan, yaitu desa Kauman, Pengulu, Mriyunan, Asempapak, Raci Tengah, Bunderan, Purwodadi, Sedagaran, Sidomulyo.
Perekonomian
[sunting | sunting sumber]Walet adalah satu hasil utama Sidayu. Sidayu juga merupakan penghasil perikanan yang cukup signifikan, baik perikanan laut maupun tambak. Selain itu perekonomian masyarakat Sidayu juga banyak ditopang dari sektor wiraswasta. Salah satunya yaitu Industri Garment (konveksi) dan Pembuatan Pupuk Dolomite di Desa Wadeng. Dengan demikian perekonomian masyarakat Sidayu banyak ditopang oleh sektor ekonomi perdagangan barang dan jasa.
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Sidayu sejak dulu dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan di Kabupaten Gresik, berbagai lembaga pendidikan ada di Sidayu yang jarak lembaga satu dengan yang lainnya bisa dikatakan sangat dekat, dan yang unik adalah kebanyakan pelajarnya justru datang dari luar Sidayu guna untuk menuntut ilmu.
Perguruan Tinggi
[sunting | sunting sumber]Lembaga Pendidikan
[sunting | sunting sumber]- Taman Pendidikan Nurul Huda (TPNH) di desa Wadeng. . Menyelenggarakan pendidikan TK, PAUD,TPQ, Madrasah Diniyah, MI, MTs, dan MA.
- Perguruan Muhammadiyah. Menyelenggaran pendidikan TK, TPA, MI, SD, SDLB, SMP, SMPLB, MTs, MA, SMA dan SMALB.
- Taman Pendidikan Kanjeng Sepuh (TPKS). Menyelenggarakan pendidikan TK, TPA, MI, SD, MTs, MA, dan SMA.
- Yayasan Pendidikan Islamiyah (YPI). Menyelenggarakan pendidikan TK, TPA, dan MI.
- Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ummah di desa Golokan. Menyelenggarakan pendidikan TK, MI, dan TPQ.
- Yayasan lain yang tersebar diseluruh Kecamatan Sidayu.
- Dan Lembaga Lembaga Swasta Lainnya yang tersebar di hampir semua daerah.
Lembaga Pendidikan Negeri
[sunting | sunting sumber]- Sekolah Dasar Negeri (SD Negeri) hampir terdapat disetiap desa di Sidayu.
- Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP Negeri) terdiri dari SMPN 1 Sidayu di Mriyunan, SMPN 2 Sidayu di Wadeng, SMPN 3 Sidayu di Mriyunan dan SMPN 4 Sidayu di Lasem.
- Sekolah Menengah Atas Negeri I Sidayu (SMA Negeri 1 Sidayu) di Ngawen.
- Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK Negeri 1 Sidayu) di Wadeng.
Pesantren
[sunting | sunting sumber]- Yayasan Pondok Pesantren Mambaul Hisan (PPMH). Menyelenggarakan pendidikan TK/TPA, MI, MTs, MA, dan Madrasah Diniyyah dengan sistem Boarding School.
- Yayasan Pondok Pesantren Qiyaumul Manar. Menyelanggarakan pendidikan Hifdzul Qur'an dan Madrasah Diniyyah di Sidomulyo.
- Yayasan Ma'had al-Bayyinah. Menyelanggarakan pendidikan Madrasah Diniyyah di Sedagaran.
- Yayasan Ma'had al-Furqon. Menyelanggarakan pendidikan Setingkat SD, SMP, SMA, dan D3 di Srowo.
- Yayasan Ma'had Muhammadiyah Al Hikmah di jl.KH Munawwar Pengulu Sidayu
- Pondok Pesantren Ta'lim & Tahfidh Al-Qur'an "AL-MUNAWWAR" Jl. K.H. Munawwar 12 Kauman, Sidayu, Gresik 61153
Lembaga Kursus
[sunting | sunting sumber]Penduduk
[sunting | sunting sumber]Jumlah penduduk Sidayu perTahun 2010 adalah 37.871 jiwa dengan perbandingan laki-laki 18.832 dan perempuan 19.039. Yang menjadikan penduduk Sidayu merupakan yang terkecil kedua di Kabupaten Gresik setelah Kecamatan Tambak di pulau Bawean. Sidayu masa lampau adalah sebuah Kadipaten, sebagai salah satu tempat pusat penyebaran Islam serta tempat perdagangan sekaligus pelabuhan yang merupakan tempat berkumpulnya suku bangsa yang ada di nusantara juga etnis dari warga penjajah Belanda, warga penyebar Islam Arab, serta warga pedagang Tionghoa, hal ini dapat dilihat dari bekas jejak pecinan serta makam cina yang ada di Sidayu. Dan hal ini memungkinkan adanya percampuran ras antara berbagai macam etnis pada masa lampau di Sidayu.
Suku Bangsa
[sunting | sunting sumber]Suku Jawa adalah suku bangsa mayoritas di Sidayu. hampir semua warga sidayu adalah suku jawa.. Dalam akhir dekade ini banyak juga warga pendatang dari wilayah lain yang tinggal di Sidayu.
Sebagai pusat pendidikan di Gresik Utara, Sidayu juga menjadi tempat tinggal para santri dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia. Karena Sidayu memiliki beberapa ma'had yang menjadi rujukan
Agama
[sunting | sunting sumber]Agama Islam adalah agama mayoritas penduduk Sidayu. Mengingat Sidayu merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam awal di tanah Jawa.
Agama Islam dapat dikatakan sebagai agama tunggal di Sidayu, mengingat hampir seratus persen penduduknya memeluk Agama Islam. Dan kebanyakan dari mereka berafiliasi pada organisasi sosial-keagamaan mayoritas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama serta minoritas Salafi-Wahabi dan lain-lain. Demografi penyebaran Organisasi Keagamaan Di Sidayu: Organisasi Muhammadiyah Mayoritas banyak terkonsentrasi di wilayah desa-desa yang mencakup kawasan pusat ibu kota kecamatan, sedangkan Organisasi Nahdlatul ulama Mayoritas banyak terkonsentrasi di wilayah desa-desa perbatasan Kecamatan, dan untuk minoritas Salafi-DDII terkonsentrasi di Desa Srowo dan sekitarnya.
Bahasa
[sunting | sunting sumber]Sidayu memiliki dialek khas Gresik Utara yang hampir mirip dengan Bahasa Jawa Surabaya yang dikenal dengan Boso Suroboyoan meskipun sejatinya memiliki perbedaan yang mencolok, di samping itu setiap desa yang ada diwilayah Kecamatan Sidayu memiliki Dialeknya masing-masing yang cukup terlihat, hal ini memungkinkan bahwa dahulu banyak para pendatang yang menetap dan membentuk komunitas-komunitas yang sekarang telah melebur dan membawa sebagian pengaruh bahasa dari daerahnya dahulu. Dialek jawa Suroboyoan dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, termasuk Gresik, Sidoarjo, malang dan Mojokerto. Serta memiliki pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dan juga mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa Jawa standar pada umumnya, meskipun ada banyak juga yang pandai dalam menggunakan unggah ungguh bahasa.
Kuliner
[sunting | sunting sumber]Makanan khas Sidayu adalah Sego Rawon, Sego Jagung Lodeh Ikan Asin, Sego Bebek,Tempe Penyet, Sego Bali Bandeng, Otak-otak Bandeng dan Kelo Bandeng. Selain itu ada pula camilan yang sangat khas di Sidayu yaitu Bonggolan (sejenis Cireng di Jawa Barat dan pempek di palembang ), yang terbuat dari tepung dan ikan, serta ada pula Gimbal atau disebut juga dadar jagung atau bakwan jagung untuk daerah lain dan juga Krupuk Tayamum atau kerupuk goreng pasir.
Pariwisata
[sunting | sunting sumber]Sejumlah pariwisata andalan di Sidayu adalah:
- Wisata Religi Makam Kanjeng Sepuh di Desa Kauman.
- Makam Ki Joko Bodo di Makam Islam ceret Desa Srowo,
- Wisata Bahari Bengawan Solo di Desa Randuboto.
- Wisata Sejarah Telaga Rambit di Desa Purwodadi.
- Situs Peninggalan Masjid Sidayu di Desa Mriyunan.
- Sumur Dhahar di Desa Golokan.
- Wisata Belanja di Pasar Pahing yang menjual beraneka ragam hasil laut dan tambak,di Desa Mriyunan.
- Dua TPI nelayan SROWO, dua TPI nelayan Ujung Bruk, Randuboto
- Alun-Alun yang luas terbagi empat area