Catur Maharaja Kayika
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Menurut kepercayaan Buddhis, Catur Maharaja Kayika atau Empat Maharaja Langit adalah empat dewa yang masing-masing mengawasi salah satu mata angin dunia ini. Mereka adalah empat raja dewa, para jenderal dewa Sakra yang tinggal di keempat sisi Gunung Meru dan bertugas untuk menjaga dunia dari serangan roh-roh jahat (Asura).[1]
Di China, mereka berempat disebut sebagai Hu Shi Si Tianwang (Hanzi: 护世四天王; Pinyin: hù Shì sì tiānwáng; lit. Empat Raja Dewa, Pelindung Dunia)[1] dan Feng Tiao Yu Shun (Hanzi sederhana: 风调雨顺; Hanzi tradisional: 風調雨順; Pinyin: Fēng Tiáo Yǔ Shùn; lit. "Iklim Baik").
Nomenklatur
[sunting | sunting sumber]Nama keempat Maharaja Langit dalam berbagai bahasa adalah sebagai berikut.
Bahasa | Tulisan | Romanisasi | Terjemahan |
---|---|---|---|
Sanskrit | चतुर्महाराज | caturmahārāja | Empat Raja Agung |
Lokapāla | Pelindung Dunia | ||
Sinhala | සතරවරම් දෙවිවරු | Satharawaram Dewi | Empat Dewa Mulia |
Burma | စတုလောကပါလ စတုမဟာရာဇ်နတ် |
IPA: [sətṵ lɔ́ka̰ pàla̰] IPA: [sətṵ məhà ɹɪʔ naʔ] |
Empat Pelindung Duniawi Empat Raja Agung Nat |
Tionghoa | 天王 | Tiānwáng | Raja Surgawi |
四天王 | Sì Tiānwáng | Empat Raja Surgawi | |
四大天王 | Sì Dà Tiānwáng | Empat Maharaja Surgawi | |
Korea | 천왕 | Cheonwang | Raja Surgawi |
사천왕 | Sacheonwang | Empat Raja Surgawi | |
사대천왕 | Sadae Cheonwang | Empat Maharaja Surgawi | |
Jepang | 四天王 | Shitennō | Empat Raja Surgawi |
Vietnam | 四天王 | Tứ Thiên Vương | Empat Raja Surgawi |
Tibet | རྒྱལ༌ཆེན༌བཞི༌ | rgyal chen bzhi | Empat Maharaja |
Mongolia | Махаранз | maharanja | (Empat) Maharaja |
Thai | จาตุมหาราชา | Chatumaharacha | Empat Maharaja |
จตุโลกบาล | Chatulokkaban | Empat Pelindung Dunia |
Catur Maharaja Kayika dalam Buddhisme
[sunting | sunting sumber]Empat Maharaja Langit dipercaya tinggal di alam surga Cāturmahārājika (Pāli Cātummahārājika, "Untuk Empat Maharaja") yang terletak di tepi Gunung Sumeru, yaitu alam terendah dari keenam alam dewa menurut Kāmadhātu. Mereka adalah para pelindung dunia dan pahlawan yang melawan kejahatan, masing-masing mengomando sebuah legiun makhluk-makhluk supranatural untuk melindungi Dharma.
Dalam Shurangama Sutra Bab VII disebutkan:
- "Ananda, terdapat orang-orang yang tidak mencari sesuatu yang abadi karena mereka masih belum dapat melepaskan cinta mereka pada pasangannya masing-masing. Namun mereka tidak pula melakukan perzinahan sehingga pikiran mereka jernih dan terang. Setelah kematiannya mereka akan dilahirkan kembali di daerah dekat dengan matahari dan bulan yang disebut surga dari Empat Maharaja."
Catur Maharaja Kayika adalah pengikut Śakra, pemimpin para dewa di Trāyastriṃśa. Setiap tanggal 8, 14, dan 15 penanggalan bulan, Catur Maharaja Kayika akan mengirim para utusan atau pergi sendiri untuk mengamati kebajikan dan moralitas yang terjadi di dunia manusia. Selanjutnya, mereka melaporkan hasil pengamatan mereka pada kumpulan dewa di Trāyastriṃśa.
Atas perintah Śakra, mereka dan para pengiringnya berjaga-jaga melindungi Trāyastriṃśa dari serangan lain para Asura yang bermaksud menghancurkan kerajaan para dewa. Mereka juga bersumpah untuk melindungi Buddha, Dharma, dan para pengikuti Buddha dari mara bahaya.
Menurut Vasubandhu, para dewa yang lahir di surga Cāturmahārājika memiliki tinggi 1/4 krośa (sekitar 750 kaki atau 228,6 meter). Mereka berusia 500 tahun, setiap harinya setara dengan 50 tahun di dunia manusia; sehingga total usia mereka adalah sekitar sembilan juta tahun (sumber lain menyebutkan 90.000 tahun).
Lambang-lambang yang dibawa mereka juga menghubungkan mereka dengan para pengikutnya; misalnya Naga, makhluk yang dapat mengubah wujud dari manusia dan ular, dipimpin oleh Virūpākṣa, ditampilkan oleh ular; gandharva adalah pemusik surga, dipimpin oleh Dhṛtarāṣṭra, ditampilkan oleh pipa (alat musik). Payung adalah lambang kedaulatan raja di India kuno, dan pedang adalah lambang kemahiran beladiri. Tupai milik Vaiśravaṇa, yang memuntahkan permata dari mulutnya, merupakan lambang kemurahan hati dan kebalikan dari keserakahan.
Mahayana China
[sunting | sunting sumber]Patung Catur Maharaja Kayika sering kali menjadi penghias kuil-kuil agama Buddha atau kelenteng.
Jepang
[sunting | sunting sumber]Tamon-ten
(utara) |
||
Kōmoku-ten
(barat) |
Raja-Raja Langit (Jepang) |
Jikoku-ten
(timur) |
Zōjō-ten
(selatan) |
-
Jikoku-ten (timur)
-
Zōjō-ten (selatan)
-
Kōmoku-ten (barat)
-
Tamon-ten (utara)
Keempat Maharaja Langit
[sunting | sunting sumber]Berikut ini adalah keempat Catur Maharaja Kayika dalam berbagai bahasa.
Dewanagari Sanskerta romanisasi |
वैश्रवण (कुबेर) Vaiśravaṇa (Kubera) |
विरूढक Virūḍhaka |
धृतराष्ट्र Dhṛtarāṣṭra |
विरूपाक्ष Virūpākṣa |
Arti | Ia yang mendengar segalanya | Ia yang menyebabkan pertumbuhan | Ia yang menahan alam | Ia yang melihat segalanya |
Dewanagari Pāli romanisasi |
वेस्सवण (कुवेर) Vessavaṇa (Kuvera) |
विरूळ्हक Virūḷhaka |
धतरट्ठ Dhataraṭṭha |
विरूपक्ख Virūpakkha |
Sinhala romanisasi |
වෛශ්රවණ Vessavaṇa |
විරෑඪ Virūḷhaka |
දෘතරාෂ්ට Dhataraṭṭha |
විරූපාක්ශ Virūpakkha |
Thai romanisasi |
ท้าวกุเวร Thao Kuwen |
ท้าววิรุฬหก Thao Wirunhok |
ท้าวธตรฐ Thao Thatarot |
ท้าววิรูปักษ์ Thao Wirupak |
เวสวัณ, เวสสุวัณ Wetsawan, Wetsuwan | ||||
Burma | ကုဝေရ Wéthawún Nat Min |
ဝိရဠက Virúlaka Nat Min |
ဓတရဌ Daddáratá Nat Min |
ဝိရုပက္ခ Virúpekka Nat Min |
Mandarin Tradisional/sederhana Hanyu Pinyin |
多聞天王 / 多闻天王 Duō Wén Tiānwáng |
增長天王 / 增长天王 Zēng Zhǎng Tiānwáng |
持國天王 / 持国天王 Chí Guó Tiānwáng |
廣目天王 / 广目天王 Guăng Mù Tiānwáng |
毗沙門天 / 毗沙门天 | 留博叉天 / 留博叉天 | 多羅吒天 / 多罗吒天 | 毗琉璃天 / 毗琉璃天 | |
kanji alih aksara Hepburn |
多聞天 (毘沙門天) Tamon-ten (Bishamon-ten) |
増長天 Zōjō-ten |
持国天 Jikoku-ten |
広目天 Kōmoku-ten |
治国天 Zōchō-ten | ||||
Hangul romanisasi Korea |
다문천왕 Damun-cheonwang |
증장천왕 Jeungjang-cheonwang |
지국천왕 Jiguk-cheonwang |
광목천왕 Gwangmok-cheonwang |
Sino-Vietnam | Đa Văn Thiên | Tăng Trưởng Thiên | Trì Quốc Thiên | Quảng Mộc Thiên |
Romanisasi Tibet | rnam.thos.sras (Namthöse) | phags.skyes.po (Phakyepo) | 'yul.'khor.srung (Yülkhorsung) | spyan.mi.bzang (Chenmizang) |
Warna | kuning | merah | hijau | putih |
Simbol | payung | pedang | pipa (alat musik) | ular naga |
tupai | stupa | |||
stupa | permata | |||
Pengikut | yakṣas | kumbhāṇḍas | gandharvas | Naga |
Arah | utara | selatan | timur | barat |
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Chaudhuri, Saroj Kumar. Hindu Gods and Goddesses in Japan. New Delhi: Vedams eBooks (P) Ltd., 2003. ISBN 81-7936-009-1.
- Nakamura, Hajime. Japan and Indian Asia: Their Cultural Relations in the Past and Present. Calcutta: Firma K.L. Mukhopadhyay, 1961. Pp. 1–31.
- Potter, Karl H., ed. The Encyclopedia of Indian Philosophies, volume 9. Delhi: Motilal Banarsidass, 1970–. ISBN 81-208-1968-3, ISBN 81-208-0307-8 (set).
- Thakur, Upendra. India and Japan: A Study in Interaction During 5th cent.–14th cent. A.D.. New Delhi: Abhinav Publications, 1992. ISBN 81-7017-289-6. Pp. 27–41.
- ^ a b Buddhist Door. Akses=25 Juli 2013. Buddhist Dictionary: catur-mahārāja-kāyika[pranala nonaktif permanen].