Etika kerja Protestan
Etika kerja Protestan atau etika kerja Kalvinis[1] atau etika kerja Puritan[2] adalah sebuah konsep etika kerja dalam teologi, sosiologi, ekonomi, yang menekankan bahwa kerja keras, disiplin, dan hemat adalah hasil dari seseorang yang menerapkan nilai-nilai Protestanisme, terkhusus Kalvinisme.[3]
Istilah ini pertama kali dipakai oleh Max Weber dalam bukunya Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (1905).[4] Weber menyatakan bahwa etika dan nilai-nilai Protestan, bersama-sama dengan doktrin Kalvinisme tentang predestinasi melahirkan konsep kapitalisme, yaitu pemanfaatan kapital untuk diinvestasikan atau diakumulasikan, alih-alih dipergunakan dengan sembrono/dihambur-hamburkan.[5] Sama halnya dengan golongan rohaniawan yang dianggap memiliki panggilan dari Tuhan untuk pekerjaan mereka, menurut etika kerja Protestan, pekerja kasar pun memiliki panggilan mulia dalam pekerjaannya.
Konsep
[sunting | sunting sumber]Weber mendefinisikan ‘semangat kapitalisme sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya Barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru. Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana. Agar suatu cara hidup yang teradaptasi dengan baik dengan ciri-ciri khusus kapitalisme dapat mendominasi yang lainnya, hidup itu harus dimulai di suatu tempat, dan bukan dalam diri individu yang terisolasi semata, melainkan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.[6]
Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi. Weber menulis bahwa kapitalisme berevolusi ketika Etika Protestan (terutama Calvinis) mempengaruhi sejumlah orang untuk bekerja dalam dunia sekuler, mengembangkan perusahaan mereka sendiri dan turut beserta dalam perdagangan dan pengumpulan kekayaan untuk investasi. Dalam kata lain, Etika Protestan adalah sebuah kekuatan belakang dalam sebuah aksi massal tak terencana dan tak terkoordinasi yang menuju ke pengembangan kapitalisme.
Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Ukuran sukses dunia – juga merupakan ukuran bagi sukses di akhirat. Sehingga hal ini mendorong suatu semangat kerja yang tinggi di kalangan pengikut Calvinis. Ukuran sukses dan ukuran gagal bagi individu akan dilihat dengan ukuran yang tampak nyata dalam aktivitas sosial ekonominya. Kegagalan dalam memperoleh kehidupan dunia – akan menjadi ancaman bagi kehidupan akhirat, artinya sukses hidup didunia akan membawa pada masa depan yang baik di akhirat dengan “jaminan” masuk surga, sebaliknya kegagalan yang tentu berhimpitan dengan kemiskinan dan keterbelakangan akan menjadi “jaminan” pula bagi individu itu masuk neraka.
Weber mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai bentuk kebiasaan yang sangat mendukung pengejaran rasionalitas terhadap keuntungan ekonomi. Semangat seperti itu telah menjadi kodrat manusia-manusia rasional, artinya pengejaran bagi kepentingan-kepentingan pribadi diutamakan daripada memikirkan kepentingan dan kebutuhan kolektif seperti yang dikehendaki oleh Karl Marx.
Etika Protestan dan kapitalisme
[sunting | sunting sumber]Kaum Marxisme menegaskan bahwa agama Protestant merupakan suatu refleksi ideologis dari perubahan-perubahan ekonomi yang didatangkan dengan perkembangan awal kapitalisme. Dengan menolak hal ini sebagai suatu titik pengelihatan yang wajar, karya Weber bermula dari keganjilan penyimpangan yang jelas terlihat dan yang diidentifikasinya serta penjelasannya merupakan orisinalitas sebenarnya dari Etika Protestan. Biasanya demikianlah bahwa mereka yang hidupnya terpaut dengan kegiatan ekonomi dan dengan pengejaran keuntungan, bersikap acuh tidak acuh terhadap agama, bahkan suka bermusuhan dengan agama, karena kegiatan-kegiatan mereka tertuju pada dunia ‘materil’. Akan tetapi agama Protestan disiplin yang lebih keras daripada penganut agama Katolik, dan dengan demikian memasukkan suatu faktor keagamaan di semua bidang kehidupan para penganutnya. Dari sini dapat dilihat hubungan antara agama Protestan dengan kapitalisme modern.
Bahwa kepercayaan-kepercayaan dalam agama Protestan telah merangsang kegiatan ekonomi.
Contoh:
Berkembang dan suksesnya kapitalisme di Eropa merupakan contoh nyata dari penerapan teori ini. Pada awal mulanya kapitalisme muncul karena adanya ajaran Protestan oleh Calvin yang mengajarkan bahwa untuk dapat masuk surga nantinya, manusia harus berbuat kebaikan sebanyak mungkin didunia. Hal ini membuat orang-orang termotivasi untuk bekerja keras dan bersungguh-sungguh untuk memperoleh sesuatu. Hal ini nantinya akan berdampak pada pembangunan ekonomi.
Berbagai bentuk lain dari kapitalisme yang ditemukan oleh Weber, semuanya didapatkan dalam masyarakat-masyarakat yang ditandai secara khas oleh ‘tradisionalisme ekonomi’. Sikap-sikap terhadap kerja, yang menandai secara khas tradisionalisme, dijelaskan secara grafis, oleh pengalaman majikan-majikan kapitalisme modern, yang telah berusaha memperkenalkan metode-metode produksi kontemporer ke dalam komunitas-komunitas yang belum pernah mengenal metode-metode tersebut sebelumnya.
Bilamana sang majikan tertarik untuk memperoleh daya upaya yang setinggi-tingginya, memperkenalkan suatu pengupahan menurut satuan hasil kerja, sehingga para pekerja secara potensial dapat meningkatkan pendapatannya jauh di atas penghasilan yang mereka bisa peroleh, sering kali hasil dari cara pengupahan ini, ialah kemunduran jumlah kerja dan bukan kebalikannya. Pekerja tradisional tidak berpikir dalam konteks untuk berusaha meningkatkan upah hariannya setinggi mungkin. Tetapi dia lebih memikirkan berapa banyak pekerjaan yang harus dia lakukan agar bisa memperoleh penghasilan yang bisa menutupi kebutuhan biasanya. Orang tidak secara “alamiah” menghendaki berpenghasilan banyak, akan tetapi dia ingin hidup sebagaimana biasa dia hidup, serta sebagaimana dia sudah terbiasa untuk hidup dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan kebutuhan kehidupan biasanya. Jadi tradisionalisme sama sekali bertolak belakang dengan ketamakan untuk memperoleh kekayaan.
Weber juga berpendapat bahwa, keserakahan pribadi terdapat di semua masyarakat, dan dalam kenyataan keserakahan itu lebih menjadi ciri khas dari masyarakat pra-kapitalis daripada masyarakat kapitalis. Kapitalisme modern, pada kenyataannya bukan didasarkan atas pengejaran keuntungan yang tidak bermoral, akan tetapi berdasarkan kewajiban bekerja dengan disiplin sebagai suatu tugas.[7]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]- Perekonomian Anglo-Saxon
- Protestantisme
- Revolusi Industri
- The Idler (1993)
- Teologi kemiskinan
- Etos kerja
- Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
- Teologi prestasi
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ The Idea of Work in Europe from Antiquity to Modern Times by Catharina Lis
- ^ Ryken, Leland (2010). Worldly Saints: The Puritans As They Really Were. Harper Collins. hlm. 51–. ISBN 978-0-310-87428-7.
- ^ "Protestant Ethic". Believe: Religious Information Source. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-19. Diakses tanggal 2020-07-06.
- ^ Weber, Max (2003) [First published 1905]. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Diterjemahkan oleh Parsons, Talcott. New York: Dover. ISBN 9780486122373.
- ^ "Weber, Calvinism and the Spirit of Modern…". tutor2u. March 22, 2020.
- ^ Chodorov, Frank. The Radical Rich, Mises Institute
- ^ Becker, Sascha O.; Wößmann, Ludger (2007), Was Weber Wrong? A Human Capital Theory of Protestant Economic History - Munich Discussion Paper No. 2007-7 (PDF), Munich: Department of Economics University of Munich, hlm. A5 Appendix B, diakses tanggal 12 September 2012
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]- Guus Boone and Leendert Groenendijk. The Dutch Calvinist Moral Offensive and the Colonial Training of Sailors and Tradesmen, 1595-1790. In: António Nóvoa, The Colonial Experience in Education. Historical Issues and Perspectives (Gent, 1995), 95-114.]
- Max Weber. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Chas. Scribner's sons, 1959.
- Robert Green, editor. The Weber Thesis Controversy. D.C. Heath, 1973, covers some of the criticism of Weber's theory.
- Niall Ferguson. "The World; Why America Outpaces Europe (Clue: The God Factor)." New York Times, 8 June 2003. http://www.nytimes.com/2003/06/08/weekinreview/the-world-why-america-outpaces-europe-clue-the-god-factor.html
- Sascha O. Becker and Ludger Wossmann. "Was Weber Wrong? A Human Capital Theory of Protestant Economics History." Munich Discussion Paper No. 2007-7, 22 January 2007. http://epub.ub.uni-muenchen.de/1366/1/weberLMU.pdf
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Article on the Protestant Ethic from EH.NET's Encyclopedia Diarsipkan 2008-03-18 di Wayback Machine. by economist Donald Frey
- History of the Work Ethic - Roger B. Hill Diarsipkan 2012-07-30 di Wayback Machine.