Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content

JR PB

Gunung Sinabung sempat tidak aktif selama 400 tahun, namun meletus lagi pada tahun 2010 dan menjadi aktif sejak saat itu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memantau dan menganalisis deformasi tanah vertikal bulanan di sekitar gunung... more
Gunung Sinabung sempat tidak aktif selama 400 tahun, namun meletus lagi pada tahun 2010 dan menjadi aktif sejak saat itu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memantau dan menganalisis deformasi tanah vertikal bulanan di sekitar gunung berapi Sinabung dari tahun 2021 hingga akhir tahun 2022, dan menghasilkan peta time-series area tersebut untuk mendeteksi tren deformasi. Penelitian ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) khususnya data Sentinel 1 dan teknik Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar (DInSAR). Hasil penelitian ini menunjukkan pergerakan permukaan tanah yang signifikan dan perubahan distribusi spasial kawasan gunung berapi. Beberapa daerah mengempis, sementara yang lain menggembung. Statistik deformasi yang diamati berfluktuasi dari bulan ke bulan tanpa pola yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan di sekitar gunung berapi telah menggembung (4.098,33 Ha). Kisaran deformasi yang terukur antara -0,010 hingga +0,099 meter, dengan rata-rata +0,055 meter. Di dalam
Maret 2021, total terjadi 13 letusan eksplosif yang menghasilkan awan abu setinggi 5.000 m. Kebetulan, inflasi sekitar 0,038 m diamati di sekitar gunung berapi beberapa bulan sebelumnya. Terjadi 26 letusan pada April 2021, dengan letusan terbesar menghasilkan awan abu setinggi 1600 m. Dari April hingga Agustus 2021, deformasi berkisar antara -0,01 hingga 0,01 meter. Setelah letusan lagi pada Agustus 2021 dengan tinggi awan abu 4.500 m, deformasi tersebut terus mengalami inflasi sekitar 0,038 m. Terjadi inflasi drastis pada bulan Oktober yang mencapai 0,033 m, kemudian menurun drastis menjadi -0,037 m pada bulan November 2022. Hal ini mengindikasikan adanya aktivitas tektonik di sekitar gunung api yang disebabkan oleh perubahan tekanan magma yang terus menerus di bawahnya, menandakan bahwa gunung api tersebut masih sangat aktif. .
Di Indonesia terdapat banyak hewan endemik yang berstatus konservasi, salah satunya adalah beruang madu. Masalah lingkungan akhir-akhir ini yang berdampak signifikan terhadap satwa liar antara lain perubahan tutupan lahan, berkurangnya... more
Di Indonesia terdapat banyak hewan endemik yang berstatus konservasi, salah satunya adalah beruang madu. Masalah lingkungan akhir-akhir ini yang berdampak signifikan terhadap satwa liar antara lain perubahan tutupan lahan, berkurangnya sumber makanan (vegetasi), pembangunan infrastruktur, dan dampak yang jelas pada konflik manusia dengan satwa liar seperti beruang madu. Penelitian ini bertujuan untuk membuat zonasi konflik dengan teknologi geospasial dan merencanakan prioritas mitigasi konflik. Data yang digunakan adalah Citra Satelit Sentinel 2A, peta RBI Badan Informasi Geospasial, dan catatan insiden konflik satwa dari BKSDA Sumbar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah interaksi spasial menggunakan dasar jarak Euclidean, logaritma natural, dan logistik regresi, semua metode diterapkan dalam sistem informasi geografis dan entropi maksimum. Kami telah menemukan distribusi energi di setiap variabel ekosistem lanskap, yang mempengaruhi zona konflik. Prediksi AUC rata-rata adalah 0,91, yang menunjukkan kinerja model ini sangat baik. Kontribusi terkuat dalam pemodelan ini diberikan oleh variabel tepi hutan dengan nilai persentase 39,2%, pangan alternatif (perkebunan) berkontribusi 31,4%, fragmentasi hutan dengan kontribusi persentase 16,9%. Zona konflik ini dibagi menjadi kelas-kelas untuk prioritas pengelolaan. Penanganan konflik harus diterapkan dalam skala regional hingga skala lokal, yang perlu disinergikan dengan rencana tata ruang wilayah.
Peatlands are the stretch of ecosystem landscape with unique characteristics, both physically, chemically, and biodiversity. Anthropogenic activities in peatland use and disasters pose a threat to the preservation of the peatland... more
Peatlands are the stretch of ecosystem landscape with unique characteristics, both physically, chemically, and biodiversity. Anthropogenic activities in peatland use and disasters pose a threat to the preservation of the peatland ecosystem, which has impacts toward abiotic to the element of biodiversity (biotic). The purpose of this research is to model how the threat of the peatland ecosystem by using spatial data modeling. The method in this research using cloud-based GIS data analysis from Google earth engine, modeling distance parameter to variable modeling of interaction among landscapes on the peatland, and weight sum the value over raster-based spatial layer to determinate the thereat in the peatland ecosystem. The results of this study found zones where hot spots often occur. Modeling with euclidean distance to all modeling variables (except temperature) gives a clear effect on how the threats from each landscape interact with each other. We found that the threat of peatland damage in the high threat class dominates the plantation area reaching 30.9% of the total peatland area, whereas the forest landscape only has a high threat with a percentage of 1.9% and a low threat which the ecosystem is stable and natural reaching over 34.7 %. From this model, we succeeded in bringing up the idea to determine the priority area for policies where need to be done in handling the protection of peatland ecosystems, especially in plantations where the highest percentage of the ecosystem threat is in the high level with integrated peatland management.
Jorong Kampuang Nan Limo, Jorong Bulaan Kamba, Jorong Gurun Aua, Jorong Mato Jariang, Jorong Lukok, Jorong Kuruak Pakan Akat, Jorong Balai Bagamba, Jorong Aia Kaciak, Jorong Lurah, Jorong Kubu Katapiang, Jorong Pincuran Landai, Jorong... more
Jorong Kampuang  Nan Limo, Jorong Bulaan Kamba, Jorong Gurun Aua, Jorong Mato Jariang, Jorong Lukok, Jorong Kuruak Pakan Akat, Jorong Balai Bagamba, Jorong Aia Kaciak, Jorong Lurah, Jorong Kubu Katapiang, Jorong Pincuran Landai, Jorong Kalumpang, Peta Peta
Modul ini memuat konsep dasar penginderaan jauh baik secara teoritis, beberapa algoritma transformasi citra dan dilengkapi dengan tutorial pengolahan citra satelit penginderaan jauh dengan ENVI. Indeks vegetasi atau biasa disebut sebagai... more
Modul ini memuat konsep dasar penginderaan jauh baik secara teoritis, beberapa algoritma transformasi citra dan dilengkapi dengan tutorial pengolahan citra satelit penginderaan jauh dengan ENVI.
Indeks vegetasi atau biasa disebut sebagai VI (vegetation index), adalah bentuk perhitungan matematis nilai kecerahan digital yang biasa digunakan untuk pengukuran kandungan biomasa atau kondisi aspek vegetasi. Indeks vegetasi merupakan hasil dari kombinasi berbagai nilai spectral dengan proses perhitungan matematis seperti penambahan, pengurangan, pengalian ataupun dibagi, yang mana cara ini dirancang untuk menghasilkan citra dengan nilai tunggal yang menunjukkan jumlah atau kekuatan pantulan vegetasi dalam satu piksel. Tingginya nilai piksel pada citra tunggal hasil indeks vegetasi merepresentasikan besarnya tutupan vegetasi sehat pada area tersebut. Berbagai jenis Indeks vegetasi telah banyak dikembangkan seperti NDVI, EVI, SAVI, TDVI, VI.