ABSTRAK
Nisrina Atikah Hasdar , Tinjauan Yuridis Hak Ekslusif Merek Pierre Cardin Terhadap Pelak... more ABSTRAK
Nisrina Atikah Hasdar , Tinjauan Yuridis Hak Ekslusif Merek Pierre Cardin Terhadap Pelaksanaan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dan TRIPS Agreement (Studi Kasus Putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015) yang dibimbing oleh Winner Sitorus dan Nurfaidah Said. Suatu merek mirip atau similar terkait dengan konsep seperti pada salah satu doktrinal yang menyebut “a likelihood of confusion”. Faktor yang paling penting bahwa pemakaian merek yang memiliki “persamaan pada pokoknya” menimbulkan semacam persamaan yang membingungkan (a likelihood confusion) dan menganggu ketertiban umum. Berdasarkan uraian diatas, sengketa merek kasus putusan Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/2015 sehingga isu hukum penelitian ini adalah kedudukan perlindungan hukum pada merek terkenal terhadap pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan pada jenis kelas yang sama.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan terhadap merek terkenal merek dagang dan LOGO PIERRE CARDIN ditinjau dari perangkat normatif yaitu Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 dan TRIPs Agreement serta konsekuensi yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/205 terhadap merek terkenal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kemudian bahan hukum tersebut dianalasis secara kualitatif dan disajikan secara preskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penetapan putusan pengadilan oleh majelis hakim telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Merek No.15 Tahun 2001 tetapi aspek TRIPS Agreement tapi belum diperhatikan seutuhnya, aspek keadilan dan kesejahteraan yang seharusnya mempertimbangan dampak ekonomi dan moril kerugian oleh pemakai atau pemilik nama terkenal tersebut.; 2) Konsekuensi yuridis dari putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015 adalah merek terkenal yang masuk ke Indonesia haruslah mengikuti dengan peraturan perundang-undangan nasional Indonesia, meskipun secara subtantif telah terdaftar di beberapa negara dan mendapatkan keterkenalan merek secara global.
Perlindungan terhadap rakyat adalah tugas pokok negara yang dalam hal ini ditunaikan oleh pemerin... more Perlindungan terhadap rakyat adalah tugas pokok negara yang dalam hal ini ditunaikan oleh pemerintah berasaskan konsensus yang di buat antara rakyat dan pemerintah dalam kontrak social sebelum kemudian terbentuk sebagai suatu negara yang berdaulat sehingga penunaian hak baik hak asasi manusia maupun hak konstitusional adalah harga mati yang harus ditunaikan oleh negara, baik melalui regulasi aturan normative maupun tindakan-tindakan. Apalagi jika mengingat hak ikat Indonesia sebagai Negara hukum yang mengakui kedaulatan rakyat, maka hal ini haruslah pula dimaknai bahwa kebaradaan LBH harus pula sejalan beriringan dengan konsep kedaulatan rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Persoalannya kemudian adalah tidak adanya jaminan kualitas bantuan hukum yang diberikan, mengingat bantuan hukum diberikan baru saat di pengadilan, padahal penanganan sebuah kasus hukum membutuhkan keterlibatan seorang advokat sejak awal untuk mempersiapkan penanganan perkara dan pembelaan dengan baik. Konsep pemberian bantuan hukum seperti ini seolah menunjukkan bahwa hukum selalu netral dan berfungsi secara ideal. Padahal faktanya tidak demikian. Belum lagi mengenai keterbatasan anggaran pengadilan untuk menyediakan dana bantuan hukum juga ketersediaan pos bantuan hukum yang ada di pengadilan, belum di semua pengadilan ada pos bantuan hukum. Ini mengakibatkan akses bantuan hukum tidak memiliki jaminan kepastian dan keberlanjutan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulisan ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui kondisi kekinian aksesibilitas masyarakat terhadap LBH. Kedua, untuk mengetahui konsep demokratisasi LBH sebagai langkah strategis dalam mewujudkan aksesibilitas hukum bagi masyarakat Indonesia dan pembangunan hukum nasional. Adapun metode penulisan yang digunakan yakni menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dari analisis yang dilakukan dibuat suatu solusi yang diharapkan dapat diterapkan oleh pemerintah dalam mewujudkan aksesibilitas hukum bagi rakyat Indonesia dan pembangunan hukum nasional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang kemudian diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan kesimpulan. Dari hasil penelitian, maka kesimpulan dalam penulisan ini adalah pertama, aksesibilitas masyarakat terhadap LBH masih sangat rendah disebabkan adanya kesenjangan yang dalam antara jumlah masyarakat marginal yang membutuhkan bantuan hukum dengan pemenuhannya. Kedua, pengembalian entitas LBH dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu penguatan dan penegasan anggaran dari APBN/APBD, pemberdayaan aparatur desa dan revisi UU Bantuan Hukum dan Advokat. Sedangkan saran dari penulis adalah perlu adanya pengaturan khusus melaui anggaran dari APBN/APBD untuk pembiayaan lembaga bantuan hukum demi menjamin kelangsungan bantuan hukum bagi masyarakat Indonesia serta dilakukannya revisi terhadap Undang-undang Bantuan Hukum dan Advokat untuk melindungi kaum marjinal, pengaturan khusus mengenai sanksi bagi advokat yang tidak memberi bantuan hukum yang tidak optimal, perluasan peruntukkan lembaga bantuan hukum, penegasan anggaran dari APBN/APBD. Kata Kunci: Aksesibilitas Hukum, Demokrasi, Lembaga Bantuan Hukum, Pembangunan Hukum
ABSTRAK
Nisrina Atikah Hasdar , Tinjauan Yuridis Hak Ekslusif Merek Pierre Cardin Terhadap Pelak... more ABSTRAK
Nisrina Atikah Hasdar , Tinjauan Yuridis Hak Ekslusif Merek Pierre Cardin Terhadap Pelaksanaan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dan TRIPS Agreement (Studi Kasus Putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015) yang dibimbing oleh Winner Sitorus dan Nurfaidah Said. Suatu merek mirip atau similar terkait dengan konsep seperti pada salah satu doktrinal yang menyebut “a likelihood of confusion”. Faktor yang paling penting bahwa pemakaian merek yang memiliki “persamaan pada pokoknya” menimbulkan semacam persamaan yang membingungkan (a likelihood confusion) dan menganggu ketertiban umum. Berdasarkan uraian diatas, sengketa merek kasus putusan Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/2015 sehingga isu hukum penelitian ini adalah kedudukan perlindungan hukum pada merek terkenal terhadap pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan pada jenis kelas yang sama.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan terhadap merek terkenal merek dagang dan LOGO PIERRE CARDIN ditinjau dari perangkat normatif yaitu Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 dan TRIPs Agreement serta konsekuensi yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/205 terhadap merek terkenal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kemudian bahan hukum tersebut dianalasis secara kualitatif dan disajikan secara preskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penetapan putusan pengadilan oleh majelis hakim telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Merek No.15 Tahun 2001 tetapi aspek TRIPS Agreement tapi belum diperhatikan seutuhnya, aspek keadilan dan kesejahteraan yang seharusnya mempertimbangan dampak ekonomi dan moril kerugian oleh pemakai atau pemilik nama terkenal tersebut.; 2) Konsekuensi yuridis dari putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015 adalah merek terkenal yang masuk ke Indonesia haruslah mengikuti dengan peraturan perundang-undangan nasional Indonesia, meskipun secara subtantif telah terdaftar di beberapa negara dan mendapatkan keterkenalan merek secara global.
Perlindungan terhadap rakyat adalah tugas pokok negara yang dalam hal ini ditunaikan oleh pemerin... more Perlindungan terhadap rakyat adalah tugas pokok negara yang dalam hal ini ditunaikan oleh pemerintah berasaskan konsensus yang di buat antara rakyat dan pemerintah dalam kontrak social sebelum kemudian terbentuk sebagai suatu negara yang berdaulat sehingga penunaian hak baik hak asasi manusia maupun hak konstitusional adalah harga mati yang harus ditunaikan oleh negara, baik melalui regulasi aturan normative maupun tindakan-tindakan. Apalagi jika mengingat hak ikat Indonesia sebagai Negara hukum yang mengakui kedaulatan rakyat, maka hal ini haruslah pula dimaknai bahwa kebaradaan LBH harus pula sejalan beriringan dengan konsep kedaulatan rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Persoalannya kemudian adalah tidak adanya jaminan kualitas bantuan hukum yang diberikan, mengingat bantuan hukum diberikan baru saat di pengadilan, padahal penanganan sebuah kasus hukum membutuhkan keterlibatan seorang advokat sejak awal untuk mempersiapkan penanganan perkara dan pembelaan dengan baik. Konsep pemberian bantuan hukum seperti ini seolah menunjukkan bahwa hukum selalu netral dan berfungsi secara ideal. Padahal faktanya tidak demikian. Belum lagi mengenai keterbatasan anggaran pengadilan untuk menyediakan dana bantuan hukum juga ketersediaan pos bantuan hukum yang ada di pengadilan, belum di semua pengadilan ada pos bantuan hukum. Ini mengakibatkan akses bantuan hukum tidak memiliki jaminan kepastian dan keberlanjutan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulisan ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui kondisi kekinian aksesibilitas masyarakat terhadap LBH. Kedua, untuk mengetahui konsep demokratisasi LBH sebagai langkah strategis dalam mewujudkan aksesibilitas hukum bagi masyarakat Indonesia dan pembangunan hukum nasional. Adapun metode penulisan yang digunakan yakni menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dari analisis yang dilakukan dibuat suatu solusi yang diharapkan dapat diterapkan oleh pemerintah dalam mewujudkan aksesibilitas hukum bagi rakyat Indonesia dan pembangunan hukum nasional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang kemudian diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan kesimpulan. Dari hasil penelitian, maka kesimpulan dalam penulisan ini adalah pertama, aksesibilitas masyarakat terhadap LBH masih sangat rendah disebabkan adanya kesenjangan yang dalam antara jumlah masyarakat marginal yang membutuhkan bantuan hukum dengan pemenuhannya. Kedua, pengembalian entitas LBH dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu penguatan dan penegasan anggaran dari APBN/APBD, pemberdayaan aparatur desa dan revisi UU Bantuan Hukum dan Advokat. Sedangkan saran dari penulis adalah perlu adanya pengaturan khusus melaui anggaran dari APBN/APBD untuk pembiayaan lembaga bantuan hukum demi menjamin kelangsungan bantuan hukum bagi masyarakat Indonesia serta dilakukannya revisi terhadap Undang-undang Bantuan Hukum dan Advokat untuk melindungi kaum marjinal, pengaturan khusus mengenai sanksi bagi advokat yang tidak memberi bantuan hukum yang tidak optimal, perluasan peruntukkan lembaga bantuan hukum, penegasan anggaran dari APBN/APBD. Kata Kunci: Aksesibilitas Hukum, Demokrasi, Lembaga Bantuan Hukum, Pembangunan Hukum
Uploads
Papers by Nisrina Atikah
Nisrina Atikah Hasdar , Tinjauan Yuridis Hak Ekslusif Merek Pierre Cardin Terhadap Pelaksanaan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dan TRIPS Agreement (Studi Kasus Putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015) yang dibimbing oleh Winner Sitorus dan Nurfaidah Said.
Suatu merek mirip atau similar terkait dengan konsep seperti pada salah satu doktrinal yang menyebut “a likelihood of confusion”. Faktor yang paling penting bahwa pemakaian merek yang memiliki “persamaan pada pokoknya” menimbulkan semacam persamaan yang membingungkan (a likelihood confusion) dan menganggu ketertiban umum. Berdasarkan uraian diatas, sengketa merek kasus putusan Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/2015 sehingga isu hukum penelitian ini adalah kedudukan perlindungan hukum pada merek terkenal terhadap pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan pada jenis kelas yang sama.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan terhadap merek terkenal merek dagang dan LOGO PIERRE CARDIN ditinjau dari perangkat normatif yaitu Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 dan TRIPs Agreement serta konsekuensi yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/205 terhadap merek terkenal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kemudian bahan hukum tersebut dianalasis secara kualitatif dan disajikan secara preskripsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penetapan putusan pengadilan oleh majelis hakim telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Merek No.15 Tahun 2001 tetapi aspek TRIPS Agreement tapi belum diperhatikan seutuhnya, aspek keadilan dan kesejahteraan yang seharusnya mempertimbangan dampak ekonomi dan moril kerugian oleh pemakai atau pemilik nama terkenal tersebut.; 2) Konsekuensi yuridis dari putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015 adalah merek terkenal yang masuk ke Indonesia haruslah mengikuti dengan peraturan perundang-undangan nasional Indonesia, meskipun secara subtantif telah terdaftar di beberapa negara dan mendapatkan keterkenalan merek secara global.
Kata Kunci :HKI, Merek Terkenal, Pierre Cardin
Kata Kunci: Aksesibilitas Hukum, Demokrasi, Lembaga Bantuan Hukum, Pembangunan Hukum
Nisrina Atikah Hasdar , Tinjauan Yuridis Hak Ekslusif Merek Pierre Cardin Terhadap Pelaksanaan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dan TRIPS Agreement (Studi Kasus Putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015) yang dibimbing oleh Winner Sitorus dan Nurfaidah Said.
Suatu merek mirip atau similar terkait dengan konsep seperti pada salah satu doktrinal yang menyebut “a likelihood of confusion”. Faktor yang paling penting bahwa pemakaian merek yang memiliki “persamaan pada pokoknya” menimbulkan semacam persamaan yang membingungkan (a likelihood confusion) dan menganggu ketertiban umum. Berdasarkan uraian diatas, sengketa merek kasus putusan Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/2015 sehingga isu hukum penelitian ini adalah kedudukan perlindungan hukum pada merek terkenal terhadap pendaftaran merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan pada jenis kelas yang sama.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan terhadap merek terkenal merek dagang dan LOGO PIERRE CARDIN ditinjau dari perangkat normatif yaitu Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 dan TRIPs Agreement serta konsekuensi yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 557K/Pdt.Sus-HKI/205 terhadap merek terkenal di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kemudian bahan hukum tersebut dianalasis secara kualitatif dan disajikan secara preskripsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penetapan putusan pengadilan oleh majelis hakim telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Merek No.15 Tahun 2001 tetapi aspek TRIPS Agreement tapi belum diperhatikan seutuhnya, aspek keadilan dan kesejahteraan yang seharusnya mempertimbangan dampak ekonomi dan moril kerugian oleh pemakai atau pemilik nama terkenal tersebut.; 2) Konsekuensi yuridis dari putusan No.557K/Pdt.Sus-hki/2015 adalah merek terkenal yang masuk ke Indonesia haruslah mengikuti dengan peraturan perundang-undangan nasional Indonesia, meskipun secara subtantif telah terdaftar di beberapa negara dan mendapatkan keterkenalan merek secara global.
Kata Kunci :HKI, Merek Terkenal, Pierre Cardin
Kata Kunci: Aksesibilitas Hukum, Demokrasi, Lembaga Bantuan Hukum, Pembangunan Hukum