Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Skip to main content
Ahmad Alwajih
  • Yogyakarta, Indonesia
Artikel ini mencoba menganalisis pergeseran sosial musik dangdut terkait relasinya dengan media. Argumentasi dasar mengenai keterkaitan antara dangdut dan media terletak pada dua basis teoritik: Pertama,tanpa adanya proses mediasi yang... more
Artikel ini mencoba menganalisis pergeseran sosial musik dangdut terkait relasinya dengan media. Argumentasi dasar mengenai keterkaitan antara dangdut dan media terletak pada dua basis teoritik: Pertama,tanpa adanya proses mediasi yang berarti diproduksi dan didistribusikan secara massif, dangdut akan kesulitan bersaing dengan genre musik lain seperti pop atau jazz. Kedua, pengertian pertama mengerucut ke tahap dominasi media atas pusat perubahan sosial (mediatization, mediatisasi). Dalam pengertian ini, media tidak saja mempengaruhi kontur musik dangdut dari masa ke masa, melainkan juga mempengaruhi diskursus sosial, kultural, dan politik
Research Interests:
Many scholars believe that professional journalism is independence structure, so it plays importance role in democracy process. However, this notion is inadequate. There are critics came from the scholars who thought that journalism is no... more
Many scholars believe that professional journalism is independence structure, so it plays importance role in democracy process. However, this notion is inadequate. There are critics came from the scholars who thought that journalism is no longer independent. It now depends on larger structures, such as markets and political interests. This article tries to map these two sides through the Anthony Giddens’s theoretical perspective, which puts journalism as a social agent and always confronts with other larger structures.
Di tengah-tengah konflik Timur Tengah, media berperan sebagai mata dan telinga bagi masyarakat internasional, khususnya di Indonesia. Tak terkecuali media berformat online yang turut memberitakannya. Namun, jika dicermati, berita-berita... more
Di tengah-tengah konflik Timur Tengah, media berperan sebagai mata dan telinga bagi masyarakat internasional, khususnya di Indonesia. Tak terkecuali media berformat online yang turut memberitakannya. Namun, jika dicermati, berita-berita yang dipublikasikan di media-media online di Indonesia tersebut ternyata merangkum dari news agencies Barat yang dikenal dengan istilah The Big Four. Semakin sering merujuk dari agensi berita Barat, kecenderungan ideologis tak terelakkan. Dengan demikian, bias pemberitaan juga elemen yang sulit dihindari. Maka, masihkah media-media online di Indonesia bisa dikatakan jurnalisme yang profesional? Apakah epistemologi baru ini sejalan dengan standar profesionalisme jurnalistik ataukah justru menegasikannya? Sebab, tidak hanya berita konflik, berita hiburan pun juga diproses dengan cara yang sama, yaitu merangkum. Artikel ini bertujuan untuk merefleksikan kepingan fakta di media online terkait bagaimana media online merangkum dari beberapa sumber berita dengan literatur yang relevan.
Artikel yang ditulis oleh William H. Melody dan Robin E.Mansell ini menuturkan perbedaan paling fundamental antara dua kiblat riset komunikasi, yaitu riset kritis dan riset administratif. Lebih dari sekedar perbedaan yang ditunjukkannya... more
Artikel yang ditulis oleh William H. Melody dan Robin E.Mansell ini menuturkan perbedaan paling fundamental antara dua kiblat riset komunikasi, yaitu riset kritis dan riset administratif. Lebih dari sekedar perbedaan yang ditunjukkannya dalam judul artikel, tetapi keduanya juga tenggelam dalam perdebatan panjang seolah tak berkesudahan. Selain akar filsafat mereka yang bertolak belakang, mereka juga saling menuding bahwa metode penelitian masing-masing disiplin memiliki banyak kecacatan.
Research Interests:
Artikel singkat ini bertujuan untuk membaca peta besar pemikiran Sardar dalam buku How Do You Know sekaligus mengajukan beberapa pertanyaan kritis yang bisa didiskusikan bersama, agar dapat landing dalam konteks 2024 kekinian. Sardar,... more
Artikel singkat ini bertujuan untuk membaca peta besar pemikiran Sardar dalam buku How Do You Know sekaligus mengajukan beberapa pertanyaan kritis yang bisa didiskusikan bersama, agar dapat landing dalam konteks 2024 kekinian. Sardar, sejauh pembacaan penulis, tidak sekedar mengajukan pertanyaan besar para sarjana muslim kontemporer seputar quo vadis (epistemologi) Islam, dikotomi barat-islam, atau mencoba menarik garis penghubung antara islam dengan sains (model) barat secara semena-mena. Namun, ia justru mencoba mendudukkan segenap tarik-menarik Islam vs Barat ke dalam paradigma posmodernisme (membongkar tatanan pemikiran), bahkan menuju gagasan futuristik ke arah transmodernisme sebagai suatu tawaran gagasan.
Research Interests: