Penyuka buku dan radio, sesekali menulis untuk senang-senang Supervisors: Rahayu, Elfia Farida, Agus Pramono, Anna Erliyana, Dian Puji N. Simatupang, and Yu Un Oppusunggu Address: Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 31, Jakarta Pusat 10210
Buku ini unik karena mencoba untuk memadukan topik panduan mengikuti seleksi CPNS yang jamak bere... more Buku ini unik karena mencoba untuk memadukan topik panduan mengikuti seleksi CPNS yang jamak beredar di pasaran dan wawasan teoretis mengenai seluk beluk profesi jaksa dan institusi kejaksaan di Indonesia. Buku-buku kiat sukses CPNS tampaknya satu dari sedikit jenis buku musiman yang selalu laku keras sejak satu dasawarsa terakhir. Apa pasal, sejak 2013 pemerintah nyaris saban tahun membuka pendaftaran CPNS dengan kuota yang kian tahun kian meningkat. Kendati PNS dan/atau ASN adalah profesi yang tidak pernah sepi dari hujatan netizen, pengumuman pembukaan pendaftarannya selalu ditunggu-tunggu dan diikuti dengan penuh harap oleh netizen yang sama.
Buku "The Future of Auditing" karya David Hay menawarkan wawasan mendalam tentang dunia audit, ba... more Buku "The Future of Auditing" karya David Hay menawarkan wawasan mendalam tentang dunia audit, baik dari perspektif teoretis maupun praktis. David Hay, yang merupakan profesor dalam bidang audit di Universitas Auckland, Selandia Baru, berhasil menyajikan isu-isu mendasar terkait audit dengan ringkas dan jelas. Buku ini mencakup berbagai topik seperti nilai audit, pengendalian manajemen, regulasi audit, dan independensi auditor, serta menyediakan tinjauan singkat terhadap literatur yang luas dalam bidang audit. Buku ini terdiri dari empat bagian utama.
Tulisan yang pertama kali disiarkan di rubrik "Kolom" pada majalah Warta Pemeriksa edisi Januari ... more Tulisan yang pertama kali disiarkan di rubrik "Kolom" pada majalah Warta Pemeriksa edisi Januari 2023 terbitan Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Tulisan singkat yang terbit di harian Analisa (21/1/2019) untuk menanggapi tulisan Yusril Ihza Ma... more Tulisan singkat yang terbit di harian Analisa (21/1/2019) untuk menanggapi tulisan Yusril Ihza Mahendra tentang perda syariah.
Ulasan dan kritik saya atas buku "Hukum dan Masyarakat: Sejarah, Politik, dan Perkembangannya" ka... more Ulasan dan kritik saya atas buku "Hukum dan Masyarakat: Sejarah, Politik, dan Perkembangannya" karangan Bakhrul Amal di harian Radar Cirebon, 10 November 2018.
Esai tanggapan atas esai Iqbal Aji Daryono di Detik.com (18/9/2018), "Hukum, Perdamaian, dan Kesa... more Esai tanggapan atas esai Iqbal Aji Daryono di Detik.com (18/9/2018), "Hukum, Perdamaian, dan Kesalahpahaman". Terbit di harian "Analisa", Medan, pada 3 Oktober 2018.
Buku ini unik karena mencoba untuk memadukan topik panduan mengikuti seleksi CPNS yang jamak bere... more Buku ini unik karena mencoba untuk memadukan topik panduan mengikuti seleksi CPNS yang jamak beredar di pasaran dan wawasan teoretis mengenai seluk beluk profesi jaksa dan institusi kejaksaan di Indonesia. Buku-buku kiat sukses CPNS tampaknya satu dari sedikit jenis buku musiman yang selalu laku keras sejak satu dasawarsa terakhir. Apa pasal, sejak 2013 pemerintah nyaris saban tahun membuka pendaftaran CPNS dengan kuota yang kian tahun kian meningkat. Kendati PNS dan/atau ASN adalah profesi yang tidak pernah sepi dari hujatan netizen, pengumuman pembukaan pendaftarannya selalu ditunggu-tunggu dan diikuti dengan penuh harap oleh netizen yang sama.
Buku "The Future of Auditing" karya David Hay menawarkan wawasan mendalam tentang dunia audit, ba... more Buku "The Future of Auditing" karya David Hay menawarkan wawasan mendalam tentang dunia audit, baik dari perspektif teoretis maupun praktis. David Hay, yang merupakan profesor dalam bidang audit di Universitas Auckland, Selandia Baru, berhasil menyajikan isu-isu mendasar terkait audit dengan ringkas dan jelas. Buku ini mencakup berbagai topik seperti nilai audit, pengendalian manajemen, regulasi audit, dan independensi auditor, serta menyediakan tinjauan singkat terhadap literatur yang luas dalam bidang audit. Buku ini terdiri dari empat bagian utama.
Tulisan yang pertama kali disiarkan di rubrik "Kolom" pada majalah Warta Pemeriksa edisi Januari ... more Tulisan yang pertama kali disiarkan di rubrik "Kolom" pada majalah Warta Pemeriksa edisi Januari 2023 terbitan Badan Pemeriksa Keuangan RI.
Tulisan singkat yang terbit di harian Analisa (21/1/2019) untuk menanggapi tulisan Yusril Ihza Ma... more Tulisan singkat yang terbit di harian Analisa (21/1/2019) untuk menanggapi tulisan Yusril Ihza Mahendra tentang perda syariah.
Ulasan dan kritik saya atas buku "Hukum dan Masyarakat: Sejarah, Politik, dan Perkembangannya" ka... more Ulasan dan kritik saya atas buku "Hukum dan Masyarakat: Sejarah, Politik, dan Perkembangannya" karangan Bakhrul Amal di harian Radar Cirebon, 10 November 2018.
Esai tanggapan atas esai Iqbal Aji Daryono di Detik.com (18/9/2018), "Hukum, Perdamaian, dan Kesa... more Esai tanggapan atas esai Iqbal Aji Daryono di Detik.com (18/9/2018), "Hukum, Perdamaian, dan Kesalahpahaman". Terbit di harian "Analisa", Medan, pada 3 Oktober 2018.
This paper, which uses an interdisciplinary, historical, and literary approach, aims to answer th... more This paper, which uses an interdisciplinary, historical, and literary approach, aims to answer the questions of how the process of discussing changes to Article 33 of the Indonesian constitution led to the formulation of the article as it is known today. Second, how did the amendment of Article 33 of the Indonesian Constitution pave the way for the emergence of neoliberal legal products in Indonesia? Third, how is the democratic economic system (sistem ekonomi kerakyatan), as an economic system with a strong historical and constitutional foundation in Indonesia, affirmed by the deviationist doctrine from the perspective of critical legal studies (CLS)? This paper discusses the debates that took place in the agenda to amend Article 33 of the Indonesian constitution as the background of today's anomie. From a CLS perspective, the inclusion of the concept of efficiency in Article 33 of the Indonesian constitution after the amendment shows the infiltration of neoliberalism into Indonesia's basic law, riding on the political and legal reform agenda after the collapse of the authoritarian regime. To counter the excesses of neoliberalism, a legal scholar in the CLS perspective can engage in radical legal practice centred on the deviationist doctrine by, among other things, tracing legal principles back to their roots. Based on the deviationist doctrine, the formulation of Article 33 of the 1945 Constitution is a credo of political economy as well as the original legal policy of a sovereign, anti-colonialist, anti-imperialist, anti-capitalist independent state, and therefore cannot be arbitrarily changed and/or abolished.
The audit recommendations of the Indonesian supreme audit institution (Badan Pemeriksa Keuangan, ... more The audit recommendations of the Indonesian supreme audit institution (Badan Pemeriksa Keuangan, BPK) acquired new significance after the collapse of the authoritarian state in 1998 and constitutional amendments in 1999–2002 that reformed the regulation and institutional governance of public sector audit in Indonesia. However, while the reform of public sector audit regulation was carried out through a strong adoption of private sector audit standards and the Westminster SAI model, the BPK retained some of its Napoleonic legacy. This syncretic organisation led to confusion about the BPK’s role and position in the Indonesian legal system. Using a historical and case study approach, this paper analyses the relationship between the BPK’s audit recommendations and the Indonesian legal system. It argues that it is important for the BPK to develop auditing standards that take full account of higher rules, administrative law, and national interests, or at least not to adopt and abolish auditing standards that are counterproductive to its judicial function – not merely to accommodate private international law instruments developed by private non-state actors operating outside the legal framework of a sovereign state.
This paper seeks to discuss the judicial review of the Supreme Audit Board's duty to implement sp... more This paper seeks to discuss the judicial review of the Supreme Audit Board's duty to implement special purpose audit. This paper wants to analyze two problems. First is regarding the arguments of the petitioners contained in the reasons for the petition (posita) and second is the legal standing of the petitioners. The conclusion of this paper shows that, first, the petitioners did not understand-even fatally mistakenly understoodthe special purpose audit carried out by the Supreme Audit Board so their requests became unclear or obscure (obscuur libel). Second, the petitioners do not have a legal standing. This paper recommends the Constitutional Court to decide that the petition of the petitioners cannot be accepted (niet ontvankelijk verklaard).
Percikan Pemikiran Makara Merah: Dari FHUI untuk Indonesia (Edisi Keenam), 2023
Satu dari 48 tulisan untuk merayakan Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2023... more Satu dari 48 tulisan untuk merayakan Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2023 (99 tahun pendidikan tinggi hukum).
Di tengah masa sulit pandemi, dunia maya telah bertransformasi menjadi rimba pertemuan virtual. P... more Di tengah masa sulit pandemi, dunia maya telah bertransformasi menjadi rimba pertemuan virtual. Pada satu sisi, pertemuan virtual itu memudahkan diseminasi informasi. Pada sisi lain, ruang virtual menjadi ruang diskusi yang seringnya serba-serius. Kadang malah kelewat serius. Barangkali, di tengah kejengahan itulah “Simposium One Piece” ini digelar. Niatan awalnya, acara ini dirancang untuk jadi semacam “oase” di tengah belantara kopdar daring yang melulu serius tadi. Sekaligus, tentu saja, untuk mengobati rindu dalam penantian terbitnya tiap chapter petualangan Luffy.
Apa yang disajikan di sini adalah hasil tulisan dari “Simposium Pusat Kajian One Piece” yang diselenggarakan oleh Komunitas Payung & Komunitas Kalamkopi pada 9 dan 13 Juni 2020 lalu. Total terkumpul 10 tulisan yang terbentang dari berbagai topik. Meskipun niat awal dari simposium ini adalah untuk menghindar sejenak dari pembahasan rapat daring yang bikin dahi berkerut, tapi apa daya, ternyata tulisan-tulisan yang dikirimkan juga tidak kalah serius.
Prosiding ini dibuka oleh A.P. Edi Atmaja yang dengan jeli melihat antara pertemuan tradisi dan ilmu pengetahuan dari perjumpaan Noland dengan Kalgara. Lalu ada Kelvin yang dengan cantik memotret diskriminasi yang dialami oleh manusia ikan yang dalam semesta One Piece adalah warga “kelas dua”. Ghofar, yang kebetulan juga aktivis Walhi, dengan apik memaparkan soal krisis ekologi yang bertautan dengan struktur sosial dalam setting kekuasaan totaliter-monopolistik dari Kaido dan Orochi. Rian Adhivira dan Albertus Argayuda memberikan penekanan bahwa kekuasaan tidak hanya diperoleh dan dilanggengkan dengan pentungan saja, namun juga penguasaan atas sejarah. Keduanya memberikan contoh atas peristiwa di Dressrosa dan tentu saja, Ohara.
Dalam simposium ini, ada juga fanboy yang mengirimkan pembahasan khusus akan karakter yang disukainya. Rasyid berbicara soal kehendak bebas Zoro, tokoh yang paling sering “tersesat”. Ada juga pembahasan tentang Kozuki Oden sebagai padanan dari Ishikawa Goemon di Jepang dengan isu utama soal redistribusi ala Robin Hood. Penjelasan tentang Oden itu disampaikan oleh Hang Tuah.
Romi Maulana secara unik mengamati soal hukuman mati di One Piece. Alih-alih berfungsi untuk memamerkan kengerian agar para penjahat jera, namun pada kenyataannya hukuman mati justru menjadi pemantik era bajak laut. Prosiding ini ditutup dengan teropong Saiful Anwar yang mencoba menguliti anasir Marxisme dalam One Piece. Marxisme dalam One Piece atau perspektif One Piece dalam Marxisme? Entahlah, tapi bisa dikatakan kalau tulisan Anwar adalah yang paling serius di antara yang lain. Selain itu, ada pula tulisan Gerry yang dengan cukup lihai mampu memblejeti tiap tulisan yang hadir dalam diskusi daring kemarin. Alhasil tulisan Gerry menjadi semacam epilog yang tidak hanya merekam masing-masing tulisan. Namun juga menyodorkan sebuah ulasan ciamik.
Dan terakhir, sambil menunggu Luffy menyelesaikan petualangannya, kami pikir semua pasti sepakat kalau genosida di Ohara, manipulasi Doflamingo, penguasaan monopolistik Kaido, hingga diskriminasi manusia Ikan adalah hal yang tidak dapat dibenarkan. Mari kita dukung Luffy dengan menjadi bagian untuk mengakhiri penindasan macam itu. Selamat membaca!
Uploads
Esai by A.P. Edi Atmaja
Apa yang disajikan di sini adalah hasil tulisan dari “Simposium Pusat Kajian One Piece” yang diselenggarakan oleh Komunitas Payung & Komunitas Kalamkopi pada 9 dan 13 Juni 2020 lalu. Total terkumpul 10 tulisan yang terbentang dari berbagai topik. Meskipun niat awal dari simposium ini adalah untuk menghindar sejenak dari pembahasan rapat daring yang bikin dahi berkerut, tapi apa daya, ternyata tulisan-tulisan yang dikirimkan juga tidak kalah serius.
Prosiding ini dibuka oleh A.P. Edi Atmaja yang dengan jeli melihat antara pertemuan tradisi dan ilmu pengetahuan dari perjumpaan Noland dengan Kalgara. Lalu ada Kelvin yang dengan cantik memotret diskriminasi yang dialami oleh manusia ikan yang dalam semesta One Piece adalah warga “kelas dua”. Ghofar, yang kebetulan juga aktivis Walhi, dengan apik memaparkan soal krisis ekologi yang bertautan dengan struktur sosial dalam setting kekuasaan totaliter-monopolistik dari Kaido dan Orochi. Rian Adhivira dan Albertus Argayuda memberikan penekanan bahwa kekuasaan tidak hanya diperoleh dan dilanggengkan dengan pentungan saja, namun juga penguasaan atas sejarah. Keduanya memberikan contoh atas peristiwa di Dressrosa dan tentu saja, Ohara.
Dalam simposium ini, ada juga fanboy yang mengirimkan pembahasan khusus akan karakter yang disukainya. Rasyid berbicara soal kehendak bebas Zoro, tokoh yang paling sering “tersesat”. Ada juga pembahasan tentang Kozuki Oden sebagai padanan dari Ishikawa Goemon di Jepang dengan isu utama soal redistribusi ala Robin Hood. Penjelasan tentang Oden itu disampaikan oleh Hang Tuah.
Romi Maulana secara unik mengamati soal hukuman mati di One Piece. Alih-alih berfungsi untuk memamerkan kengerian agar para penjahat jera, namun pada kenyataannya hukuman mati justru menjadi pemantik era bajak laut. Prosiding ini ditutup dengan teropong Saiful Anwar yang mencoba menguliti anasir Marxisme dalam One Piece. Marxisme dalam One Piece atau perspektif One Piece dalam Marxisme? Entahlah, tapi bisa dikatakan kalau tulisan Anwar adalah yang paling serius di antara yang lain. Selain itu, ada pula tulisan Gerry yang dengan cukup lihai mampu memblejeti tiap tulisan yang hadir dalam diskusi daring kemarin. Alhasil tulisan Gerry menjadi semacam epilog yang tidak hanya merekam masing-masing tulisan. Namun juga menyodorkan sebuah ulasan ciamik.
Dan terakhir, sambil menunggu Luffy menyelesaikan petualangannya, kami pikir semua pasti sepakat kalau genosida di Ohara, manipulasi Doflamingo, penguasaan monopolistik Kaido, hingga diskriminasi manusia Ikan adalah hal yang tidak dapat dibenarkan. Mari kita dukung Luffy dengan menjadi bagian untuk mengakhiri penindasan macam itu. Selamat membaca!