Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
USMAN BIN AFFAN (Melacak Akar Pemberontakan dari Isu Nepotisme) Oleh: Marwa, S.Ag., M.H.I. ABSTRAK Rasulullah Saw sebagai Nabi penutup, tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin dengan maksud untuk mendewasakan mereka. Maka di mulailah masa Khilafah Rasyidah yang diawali dengan pembaiatan Abu Bakar al-Shiddiq ra. sebagai Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja, untuk menggantikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Kemudian Umar bin Khattab ra. melanjutkan estafet kepemimpinan Abu Bakar, dan selanjutnya melalui tim formatur terpilihlah Usman bin Affan ra. menggantikan kepemimpinan Umar, dan khilafah Rasyidah ditutup dengan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Di antara keempat Khilafah Rasyidah tersebut, kepemimpinan Khalifah Usman bin Affan memang sangat berbeda. Ini dimungkinkan karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut, sehingga pemerintahan Usman yang berlangsung selama 12 tahun tidak sepenuhnya berjalan mulus. Paruh terakhir kepemimpinan beliau, muncul pemberontakan yang berujung terbunuhnya Khalifah Usman yang salah satu faktornya karena akumulasi dari kekecewaan rakyat akibat kebijaksanaan beliau mengangkat beberapa anggota keluarganya dalam kedudukan tinggi yang dalam zaman ini dikenal dengan istilah nepotisme. Kata Kunci: Usman Bin Affan, Pemberontakan, Nepotisme A. PENDAHULUAN Secara esensial, kehadiran Nabi Muhammad Saw. pada masyarakat Arab menciptakan kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat. Keberhasilan Nabi Muhammad Saw. diikuti oleh sahabat yang terkenal dengan Khulafa-alRasyidi>n, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah sahabat-sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Rasulullah Saw., yang dalam lintasan sejarah pemerintahan Islam pengangkatan mereka sebagai khalifah  Penulis adalah Dosen tetap pada Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah IAIN Ternate. 1 Rasulullah menjadi dasar terbentuknya model pemerintahan kekhalifahan.1 Keempat khalifah tersebut mempunyai cerita dan tempat tersendiri dalam khasanah sejarah awal pembentukan pemerintahan Islam. Abu Bakar dengan cara pemilihan yang berdasarkan penunjukan Rasulullah sebagai pengganti beliau menjadi Imam pada saat Rasululllah sakit, umar yang di tunjuk oleh Abu Bakar, Usman bin Affan yang dipilih oleh tim formatur yang dibentuk oleh khalifah sebelumnya, serta Ali bin Abi Thalib yang terpilih dalam kondisi kontroversi karena khalifah sebelumnya terbunuh. Dalam masa pemerintahan masing-masing khalifah, mereka berusaha dan berjuang untuk menegakkan panji-panji keislaman bukan hanya di wilayah Arab saja namun meluas kewilayah Armenia, Persia serta Mesir. Melalui penaklukan wilayah ini orang Arab telah menguasai bukan saja wilayah geografisnya, tetapi termasuk pusat-pusat peradaban tertua di dunia. Di antara khalifah yang empat itu masa pemerintahan Usmanlah yang tergolong paling lama jika dibandingkan dengan khalifah yang lain, Abu Bakar selama kurang lebih 2 tahun (632-634), Umar bin Khattab yang kurang lebih 10 tahun (634-644), serta Ali bin Abi Thalib, kurang lebih 6 tahun (656- 661).2 Usman bin Affan memiliki masa pemerintahan yang terhitung paling lama (644-656) dan memiliki kisah tersendiri di dalam lembaran sejarah. Mulai dari cara pemilihannya yang dianggap paling demokratis, serta pemerintahan Usman yang dijadikan dasar sebagai akhir dari ekspansi pertama wilayah Islam. Pada awalnya, pemerintahan khalifah Usman berjalan sangat dinamis namun pada akhirnya berakhir dengan sangat tragis, karena diwarnai oleh fitnah dan diakhiri oleh pemberontakan yang menyebabkan Khalifah terbunuh. Dia terhitung cukup tua untuk memimpin sebuah wilayah kekuasaan yang terbilang luas. Usman dipilih menjadi Khalifah pada saat berusia 70 tahun yang kemudian mempercayakan keponakannya sebagai sekretaris pribadinya, serta beberapa kerabat dekatnya untuk memegang jabatan srategis di dalam pemerintahan dan kenyataannya disalahgunakan oleh orang-orang kepercayaan sekaligus kerabat 1 40. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,1993), h.38- 2 Philip K. Hitti, History of the Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Cet. I; Jakarta: Serambi, 2008), h.`220-222. 2 dekatnya, yang dijadikan oleh orang-orang yang memang tidak senang bukan hanya kepada Usman secara pribadi, namun Islam secara umum, sebagai sumber fitnah dengan mengusung isu yang dikenal dengan istilah nepotisme saat ini.3 B. BIOGRAFI SINGKAT USMAN BIN AFFAN Usman bin Affa<n adalah salah seorang sahabat yang termasuk al-sabiqual awwali<n yang masuk Islam atas ajakan Abu Bakar al-Siddiq. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abi> al-As{ bin Umayyah bin Abd alManaf yang berasal dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M enam tahun setelah Rasulullah Saw. lahir. Us{man lahir dari rahim seorang perempuan yang bernama Urwy bin Kuraiz bin Habib bin Abdi al-Syams bin Abd al-Manaf .4 Us}man bin Affa>n mempunyai pertalian silsilah dengan Rasulullah Saw. yang pada akhirnya menjadi mertuanya pada generasi kelima yang kemudian diberi julukan Zun-Nur’ain karena telah mengawini dua putri Rasulullah Saw yakni Rugayyah dan kemudian Ummu Kalsum. Us}man sebelum masuk Islam menjalankan usaha nenek moyangnya yang menjadi pedagang Arab yang terkemuka. Usman masuk Islam pada saat berusia 30 tahun. Pada saat itu Us}man berhijrah ke Abessinia bersama kaum muslimin lainya atas perintah Rasullullah Saw. yang kemudian termasuk muhajirin pertama yang berhijrah ke Madinah.5 Pada masa Rasulullah Saw. masih hidup, Us{man terpilih menjadi salah satu sekretaris sekaligus masuk dalam tim penulis wahyu dan pada masa pemerintahannya Al-Qur’an dibukukan secara tertib yang disebut Mushaf Usmaniy. Ia termasuk orang saleh secara ritual dan sosial. Siang hari ia gunakan untuk shaum dan malamnya untuk shalat. Untuk shalat dua rakaat saja menghabiskan waktu semalaman karena banyaknya ayat yang dibaca. Keshalehan sosialnya terbukti karena ia membeli telaga milik Yahudi seharga 12.000 dirham dan menghibahkannya kepada kaum muslimin pada saat hijrah ke Yastrib. 3 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Ba`ndung: Pustaka Setia, 2008), h. 89. Lihat pula Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan` Dunia Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 28.` 4 Dedi Supriyadi, op. cit., h. 86. 5 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Cet. IX; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 40. 3 Mewakafkan tanah untuk perluasan Mesjid Nabawi, menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, dan sejumlah uang tunai untuk keperluan Jaiz al- usrah pada Perang Tabuk. Setiap hari Jumat ia membebaskan seorang budak laki-laki dan perempuan. Pada masa paceklik, di masa pemerintahan Abu Bakar, Usman menjual dagangannya dengan harga murah bahkan dibagi-bagikan secara gratis. Usman termasuk orang yang sangat penyayang, sehingga pada suatu pagi ia tidak tega membangunkan pelayannya untuk mengambilkan air wudhu, padahal ia sedang sakit dan uzur.6 Usman bin Affa>n senantiasa berperan serta dalam setiap peperangan mempertahankan agama Islam yang baru berkembang, kecuali pada Perang Badar Nabi meminta Usman menjaga istrinya yang dalam kondisi sakit. Sepanjang pemerintahan Abu Bakar dan Umar, Ia menjadi pejabat penting dan pendapatnya tentang masalah penting senantiasa menjadi bahan pertimbangan bagi kedua khalifah sebelumnya.7 Pada masa pemerintahan Usman, kaum muslimin untuk pertama kalinya melancarkan perang laut yang dikenal dengan nama “Perang Zatis Sawari, Perang Tiang Kapal”. Pada tahun 31 H (654 M) Rumawi menyerbu Mesir dengan mengerahkan 500 kapal dengan mengikatkan kapal-kapalnya satu sama lainnya dan dengan perang jarak dekat armada Rumawi dapat ditaklukkan.8 Di masa pemerintahan Usman (644-655), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transonxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Dalam buku Islam A Short History, Karen Armstrong menceritakan bahwa mereka merebut Cyprus dan Byzantium yang akhirnya mengusir mereka dari Mediterania Timur dan di Afrika Utara pasukan mencapai Tripoli yang sekarang Libya, di timur sebagian besar Armenia, kemudian merambat ke Kaukasus sampai ke Sungai Oxus di Iran, Herat di Afghanistan, serta Sind anak benua India, hingga ke Asia.9 6 Ibid., h. 86. Dedi Supriyadi, loc. cit. 8 Jamil Ahmad , op.cit., h. 42. 9 Karen Armstrong, Islam A short History (Cet . III; Yogyakarta: Ikon Teralitera. 2003), 7 h. 39. 4 Selain prestasi dari segi perluasan wilayah, Usman juga mengadakan pembangunan di bidang infrastruktur dengan membangun bendungan untuk menjaga arus banjir dan mengatur pembagian air ke kota-kota, membangun jalan dan jembatan mesjid, dan memperluas mesjid Nabi di Madinah.10 Selama enam tahun pertama kekhalifaan Usman, administrasi pemerintahan tidak kehilangan efektivitasnya, sedang kegiatan pembangunan tetap berlanjut. Setiap Amir melaksanakan tugas atau gubernur adalah wakil khalifah di daerah untuk administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab kepadanya. Kedudukan gubernur di samping kepala pemerintahan daerah juga sebagai pemimpin agama, sekaligus pemimpin ekspedisi militer yang dibantu oleh katib. Administrasi keuangan juga sudah dikelolah dengan baik. Kekuasaan legislatif dipegang oleh dewan penasehat yang disebut Majelis Syura yang bertugas memberi saran, usul, dan nasehat, namun keputusan terakhir tetap berada di tangan khalifah.11 Sepanjang masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affa>n karya besar dan monumental adalah membukukan mushaf Al-Qur’an dengan alasan dan pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan umat Islam, yang dilaksanakan oleh suatu kepanitiaan yang diketuai oleh Z}aid bin Tsabit, yang dalam catatan sejarah bahwa dengan memegang Mus{haf al-Qur’an ini beliau wafat di tangan pemberontak pada tanggal 17 Mei 656 M bertepatan dengan tahun ke-35 H pada saat beliau berumur 82 tahun disaksikan langsung oleh istrinya.12 C. PROSES PENGANGKATAN KHALIFAH USMAN BIN AFFAN DAN PEMERINTAHANNYA Pada saat Khalifah Umar bin Khat}}>>t>a>b dalam kondisi sakit parah atas desakan para sahabat dekatnya beliau membentuk dewan formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak. Dewan formatur yang dibentuk Umar berjumlah 6 orang. Mereka adalah Ali, Usman, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abd alRahman bin ‘Auf, Zubair bin Awwa>m, dan T{alh}ah bin Ubaidillah. Di samping 10 Badri yatim, op. cit., h. 39. Ibid. h. 92 12 Jamil Ahmad, op. cit., h. 45. 11 5 itu, Abdullah bin Umar juga dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara. Mekanisme pemilihan ditentukan sebagai berikut: a. Yang berhak menjadi Khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak b. Apabila suara terbagi secara berimbang, Abdullah bin Umar yang berhak menentukan. c. Apabila campur tangan Abdullah bin Umar tidak diterima, calon yang dipilih oleh Abd al-Rahman bin ‘Auf harus diangkat menjadi khalifah. Sebagai orang yang memiliki suara yang menentukan, Abd al-Rahman meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah untuk membicarakan calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah yang pada akhirnya muncul dua kandidat yaitu Usman dan Ali. Ketika diadakan penjajakan suara di luar sidang formatur terjadi silang pemilihan di mana Ali memilih Usman dan Usman menunjuk Ali, di samping itu Zubair dan Saad bin Abi Waqqas kedua-duanya memilih Usman, sementara Talhah dan Zubair tidak memberikan suaranya karena mereka berada di Madinah. Selain itu, Abd al-Rahman bermusyawarah dengan masyarakat dan sejumlah pembesar di luar anggota formatur. Ternyata suara di masyarakat telah terpecah menjadi dua kubu, Bani H}asyim mendukung Ali dan Bani Umayyah berpihak kepada Usman. Langkah selanjutnya adalah memanggil keduanya pada saat yang berbeda dengan memberikan pertanyaan yang sama “sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan al-Qur’an, Sunnah Rasul, dan kebijaksanaan dua Khalifah sebelumnya”, Ali menjawab dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya, sementara Usman dengan tegas menjawab sanggup. Akhirnya dengan berdasarkan jawaban yang diberikan, Abd al-Rahman memilih Usman.13 Setelah resmi terpilih menjadi khalifah, Usman di dalam melaksanakan roda pemerintahan pada dasarnya tidak jauh berbeda dari pendahulunya. Dalam pidato pembai’atannya, ia memang menegaskan akan meneruskan kebiasaan yang 13 Dedi Supriyadi, op. cit., h. 35. 6 telah dibuat pendahulunya.14 Dalam pidatonya pembaiatannya, Usman mengingatkan beberapa hal: 1. Agar umat Islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari kematian dan akhirat sebagai tempat yang lebih baik yang disediakan oleh Allah; 2. Agar umat Islam jangan terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat mereka lupa kepada Allah; 3. Agar umat Islam mau mengambil iktibar pelajaran dari masa lalu, mengambil yang baik dan menjauhkan yang buruk. 4. Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, di samping ia akan meneruskan apa yang telah dilakukan pendahulunya, dan membuat hal-hal baru yang mengantar kepada kebaikan dan umat Islam boleh mengkritiknya bila ia menyimpang dari ketentuan hukum.15 Untuk melaksanakan administrasi pemerintahan di daerah, Khalifah mempercayakan kepada seorang gubernur untuk setiap provinsi, dan saat itu wilayah kekuasaan Madinah dibagi menjadi sepuluh provinsi.16 Pada masa pemerintahan Usman, beliau juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan, serta dilengkapi sekertaris negara yang merangkap sebagai penasehat pribadi. Pada masa pemerintahan Usman bangsa Arab berada pada posisi permulaan zaman perubahan. Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertumbuhan ekonomi disebabkan aliran kekayaan negara Islam ke tanah Arab seiring dengan semakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama. Pada saat yang bersamaan masyarakat telah mengalami proses transformasi dari kehidupan bersahaja menuju pola hidup masyarakat perkotaan.17 14 Ibid ., h. 90. Ibid., h.91. 16 Ibid., 17 A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, (Cet. XXIX; Jakarta: Widjaya, 1992), h. 67. 15 7 D. ISU NEPOTISME DAN PEMBERONTAKAN Setelah melewati paruh pertama masa pemerintahan Usman, dan memasuki enam tahun kedua kekhalifahan, ketidakpuasan lawan politiknya mulai muncul kembali di permukaan walaupun tidak nampak sebelum itu. Pamor gemilang yang pernah ada mulai memudar, riak-riak ketidakpuasan mulai berubah menjadi gelombang protes, yang diawali oleh prasangka terhadap Abd alRahman yang dicurigai memilih Usman karena faktor kekerabatan.18 Tuduhan nepotisme yang digulirkan oleh lawan politik Usman mulai merebak yang diperkuat oleh kebijakan Usman mengangkat kerabat dekatnya menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan. Tiga dari sepuluh gubernur yang terpilih adalah kerabat dekat Usman. Adapun daftar keluarga Usman dalam pemerintahan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: 1. Muawiyah bin Abu Sufyan, yang diangkat menjadi gubernur Syam, beliau termasuk Sahabat Nabi, keluarga dekat dan satu suku dengan Usman 2. Pimpinan Basrah, Abu Musa al-Asy’ari, diganti oleh Usman dengan Abdullah bin Amir, 3. Pimpinan Kuffah, Sa’ad Bin Abi Waqqas, digantikan oleh Walid bin ‘Uqbah, saudara tiri Usman. Lantas Walid ternyata kurang mampu menjalankan syariat Islam dengan baik akibat minuman keras, maka diganti oleh Sa’id bin ‘Ash, saudara sepupu Usman 4. Pimpinan Mesir, Amr Bin ‘Ash, diganti dengan Abdullah bin Sa’ad bin Abu Sarah, yang merupakan saudara angkat (dalam sumber lain saudara sepersusuan) Usman 5. Marwan bin Hakam, sepupu sekaligus ipar Usman, diangkat menjadi sekertaris Negara.19 Beberapa penulis Muslim mencoba melakukan rasionalisasi bahwa tindakan Usman tersebut bukan tanpa alasan. Hal ini merupakan sebuah upaya pembelaan terhadap Usman, bahwa tindakan Usman bukan nepotisme. Sebagai bentuk rasionalisasi, menyebutkan bahwa Usman mengangkat wali-wali negeri 18 19 Jamil Ahmad , op.cit., h.40. Abu A’la Al Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984), h. 120. 8 dari pihak keluarga beralasan untuk memperkuat wilayah kekuasaan melalui personal yang telah jelas dikenal baik karakteristiknya. Hal ini mengingat wilayah kekhalifaan pada masa Usman semakin meluas. Demikian juga tanggungjawab dakwah di masing-masing wilayah tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Usman mengangkat anggota keluarganya sebagai pejabat publik. Di antaranya adalah Muawiyah bin Abu Sufyan. Sosok Muawiyah dikenal sebagai politisi piawai dan tokoh berpengaruh bagi bangsa Arab yang telah diangkat sebagai Gubernur Syam sejak masa khalifah Umar bin Khatt}ab.20 Muawiyah tercatat menunjukkan prestasi dan keberhasilan dalam berbagai pertempuran menghadapi tentara Byzantium di front utara. Muawiyah adalah sosok negarawan ulung sekaligus pahlawan Islam pada masa khalifah Umar maupun Usman. Dengan demikian tuduhan nepotisme Usman jelas tidak beralasan dengan terpilihnya Muawiyah, sebab Muawiyah telah diangkat sebagai gubernur sejak masa Umar. Selanjutnya penggantian Gubernur Basrah Abu Musa al-Asy’ari dengan Abdullah bin Amir, sepupu Usman ini juga sulit dibuktikan sebagai tindakan nepotisme. Proses pergantian pimpinan tersebut didasarkan atas aspirasi dan kehendak rakyat Basrah yang menuntut Abu Musa al-Asy’ari meletakkan jabatan. Oleh rakyat Basrah, Abu Musa dianggap terlalu hemat dalam membelanjakan keuangan negara bagi kepentingan rakyat dan sikap mengutamakan orang Quraisy dibandingkan penduduk pribumi. Pasca menurunkan jabatan Abu> Musa, Khalifah Usman menyerahkan sepenuhnya urusan pemilihan pimpinan baru kepada rakyat Basrah. Rakyat Basrah kemudian memilih pimpinan dari golongan mereka sendiri. Namun pilihan rakyat tersebut justru dianggap gagal menjalankan roda pemerintahan dan dinilai tidak cakap oleh rakyat Basrah yang memilihnya sendiri. Maka kemudian secara aklamasi rakyat menyerahkan urusan pemerintahan kepada khalifah dan meminta Usman menunjuk pimpinan baru bagi wilayah Basrah. Kemudian khalifah Usman menunjuk Abdullah bin Amir sebagai pimpinan Basrah yang diterima baik oleh rakyat Basrah. Abdullah bin Amir telah 20 A. Hafid Dasuki,et.al., Ensiklopedi Islam, Jilid III (Cet. IV; Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 247. 9 menunjukkan reputasi cukup baik dalam penaklukan beberapa daerah di persia.21 Nepotisme kembali belum terbukti melalui penunjukan Abdullah bin Amir. Sementara di Kufah, terjadi pemecatan atas Mughirah bin Syu’bah karena beberapa kasus yang dilakukan. Pemecatan itu sebenarnya atas perintah khalifah Umar bin Khattab namun baru terealisasi pada masa khalifah Usman. Penggantinya Sa’ad bin Abi Waqqas, kemudian diberhentikan juga oleh khalifah Usman akibat penyalahgunaan jabatan dan kurang transparansinya urusan keuangan daerah. Pengganti Sa’ad bi Abi Waqas adalah Walid bin Uqbah, saudara sepersusuan (dalam literatur lain disebutkan sebagai saudara tiri) khalifah Usman. Namun karena Walid memiliki tabiat buruk (suka minum khamar dan berkelakuan kasar), maka Khalifah Usman memecatnya dan menyerahkan pemilihan pimpinan baru kepada rakyat Kufah. Sama dengan kasus di Basrah, gubernur pilihan rakyat Kufah tersebut terbukti kurang cakap menjalankan pemerintahan dan hanya bertahan beberapa bulan. Atas permintaan rakyat, pemilihan gubernur kembali diserahkan kepada Khalifah. Usman kemudian mengangkat Sa’id bin ‘Ash, kemanakan Khalid bin Walid dan saudara sepupu Usman sebagai gubernur Kufah, karena dianggap cakap dan berprestasi dalam penaklukan front utara, Azarbaijan. Namun terjadi konflik antara Sa’id dengan masyarakat setempat sehingga Khalifah berfikir ulang terhadap penempatan sepupunya.22 Sa’ad kemudian digantikan kedudukannya oleh Abu Musa alAsy’ari, mantan gubernur Basrah. Stabilitas Kufah sukar dikembalikan seperti semula sampai peristiwa tewasnya Khalifah. Nepotisme dalam makna negatif kembali sulit dibuktikan. Sedangkan di Mesir, Usman meminta laporan keuangan kepada Amr bin Ash selaku gubernur dan Abdullah bin Sa’ah bin Abu Sarah selaku Amil. Laporan Amil dinilai timpang sedangkan Amr dianggap telah gagal melakukan 21 William Munir, The Caliphate: Its Rise, Decline, and Fall (E sinbargh, The R.T. Society, 1892), 216-2`17. 22 Salah satu kasus Sa’ad, meminjam uang dari kas propinsi tanpa melaporkannya kepada pemerintah pusat. Pada masa pemerintahan Khulafa al-Rasyidi>n, setiap daerah menikmati otonomi penuh, kecuali dalam masalah keuangan tetap terkait dan berada di bawah koordinasi bendahara pusat. Abdullah bin Mas,ud, dipanggil sebagai saksi dalam pengadilan tersebut yang ternyata terlibat juga dengan masalah itu kemudian dipecat oleh Khalifah Usman. Perlu dicatat, Abdullah bin Mas’ud termasuk keluarga dekat dan satu suku dengan Khalifah Usman. Ibid. 10 pemungutan pajak, padahal negara sedang membutuhkan pendanaan bagi pembangunan armada laut guna menghadapi serangan Byzantium. Khalifah Usman tetap menghendaki Amr bin Ash menjadi gubernur Mesir sekaligus diberi jabatan baru sebagai panglima perang. Amr menolak perintah khalifah dengan cara tidak sopan kemudian Amr bin Ash dipecat dari jabatannya. Selanjutnya Abdullah bin Sa’ah bin Abu Sarah diangkat menggantikannya sebagai gubernur. Kebijakan gubernur baru tentang agraria kurang disenangi rakyat sehingga menuai protes terhadap Khalifah Usman. Peristiwa ini menyebabkan munculnya isu nepotisme dalam pemerintahan Usman. Isu ini beredar dari Mesir .23 Salah satu bukti penguat isu nepotisme yang digulirkan adalah diangkatnya Marwan bin H{akam, sepupu sekaligus ipar Usman, sebagai sekretaris negara. Tuduhan ini pada dasarnya sekedar luapan emosi dan alasan yang dicari-cari. Sebab Marwan bin H}akam adalah tokoh yang memiliki integritas sebagai pejabat negara, dan di sisi lain adalah ahli tata negara yang cukup disegani, bijaksana, ahli bacaan al-Qur’an, periwayat hadis, dan diakui kepiawaiannya dalan banyak hal serta berjasa menetapkan alat takaran atau timbangan. Usman dan Marwan dikenal sebagai sosok yang hidup bersahaja dan jauh dari kemewahan serta tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Pemilihan Marwan bin H}akam adalah keharusan dan kebutuhan negara yang memang harus dilakukan bukan semata-mata atas motif nepotisme dalam kerangka makna negatif. Selain itu tuduhan penggelapan uang negara dan nepotisme dalam pemberian dana al- Khumus yang diperoleh dari kemenangan perang di Laut Tengah kepada Abdullah bin Sa’ad bin Abu Sarah, saudara sepersusuan Usman, dapat dibuktikan telah sesuai dengan koridor yang seharusnya dan diindikasikan tidak ditemukan penyelewengan apa pun. Isu yang berkembang terkait dengan alKhumus adalah Khalifah Usman telah menjualnya kepada Marwan bin al-Hakam dengan harga yang tidak layak. Duduk persoalannya sebenarnya adalah Khalifah Usman tidak pernah memberikan al-Khumus kepada Abdullah bin Sa’ad bin Abu 23 A. Hafidz Dasuki, op. cit,. h. 169 11 Sarah.24 Jumlah ghanimah dari Afrika Utara yang terdiri dari berbagai benda yang terbuat dari emas, perak serta mata uang senilai 500.000 dinar. Abdullah bin Sa’ad kemudian mengambil al-Khumus dari harta tersebut senilai 100.000 dinar dan langsung dikirim kepada Khalifah Usman, selanjutnya sisa ghanimah yang berupa peralatan, perkakas, dan hewan ternak yang cukup banyak, yang merupakan al- khumus (20% dari ghanimah ) tersebut yang dijual kepada Marwan bin H}akam dengan harga 100.000 dirham. Penjualan ghanimah yang berupa barang dan ternak dengan pertimbangan efektifitas dan efesiensi karena alkhumus berupa barang dan ternak sulit diangkut ke Ibu Kota, termasuk faktor keamanan dan kenyamanan dalam proses pengangkutannya. Hasil penjualan alkhumus tersebut kemudian dikirim ke Bait al- Mal. Abdullah bin Sarah mendapatkan pembagian dari 4/5 dari hasil rampasan perang sebab dia telah memimpin penaklukan Afrika Utara. Oleh karena itu tuduhan nepotisme dan korupsi tidak dapat dibuktikan, karena telah sesuai dengan proses yang semestinya. Khalifah Usman diisukan juga telah menyerahkan masing-masing 100.000 dirham dari Bait al- Mal kepada al- Haris bin H}akam dan Marwan bin alHakam. Persoalan sebenarnya, Khalifah Usman menikahkan seorang putranya dengan putri al-Harits bin al-Hakam dengan menyerahkan 100.000 dirham yang berasal dari harta pribadi Usman sebagai bantuan, hal yang serupa terjadi juga pada Marwan bin al-Haris, Khalifah Usman menikahkan putrinya yang bernama Ummu Ibban dengan putra Marwan bin al-H}akam disertai bantuan sejumlah 100.000 dirham.25 Dengan fakta-fakta tersebut, terbukti bahwa khalifah Usman bin Affan tidak melakukan praktek nepotisme dan korupsi selama masa kepemimpinannya. 24 al-Khumus yang dimaksud berasal dari rampasan perang di Afrika Utara. Ghanimah dalam Islam 4/5-nya akan menjadi bagian dari tentara perang sedangkan 1/5-nya yang dikenal sebagai al-Khumus akan masuk ke Bait al- Mal. Musthafa Dieb Al-Bigha, Fiqih Islam. Terjemahan : Ahmad Sunarto dari At Tadzhib Fil Adilati Matnil Ghayyah wa Taqrib( Surabaya: Insan Amanah, 2004), h. 444-450. 25 Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin ( Jakarta: Bulan Bintang; 1979), h. 438-439. 12 Hal ini sesuai dengan pengakuan Usman dalam salah satu khotbahnya yang menyatakan “Mereka menuduhku terlalu mencintai keluargaku, tetapi kecintaanku tidak membuatku bertindak sewenang-wenang. Bahkan aku mengambil tindakan (kepada keluargaku) jika perlu. Aku tidak mengambil sedikit pun dari harta yang merupakan hak kaum muslimin, bahkan pada masa Nabi Saw. Aku memberikan sumbangan yang cukup besar demikian pula pada masa Khalifah Abu> Bakar dan Khalifah Umar”.26 Pada hakekatnya ada tiga alasan awal pemberontakan melawan Usman yaitu: 1. Keberatan yang berkaitan dengan isu yang menuduh Khalifah Usman bin Affan melakukan bid’ah. Salah satu tindakan yang mengundang keberatan kepada Usman adalah tindakan Usman menyeragamkan Al-Qur’an. Usman memutuskan untuk mengumpulkan semua al-Qur’an dan melenyapkan yang lain setelah menyusun satu versi. Usman tidak melakukan konsultasi kepada pihak yang menganggap diri mereka sebagai ahli dari masalah ini, salah seorang diantaranya adalah Abdullah bin Mas’ud yang merasa diabaikan dengan ditunjuknya Said bin Tsabit yang masih muda sebagai penanggung jawab. Tetapi tindakan ini dibenarkan oleh Ali bin Abi T}alib.27 2. Usman mempercayai orang-orang dari beberapa wilayah. Bani Umayah untuk memimpin Kebijakan Us}man memberikan jabatan kepada Bani Umayyah untuk menangani urusan negara semacam “monarki lineal” dalam khilafah Islam, Penonjolan ciri kesukuan dalam pemerintahan ini nampak di semua wilayah kekuasaan khalifah yang diwarnai oleh suku Bani Umayyah, seperti Kufah dan Irak yang dijuluki “Taman Quraisy” dan hal ini mengundang protes dari penduduk di wilayah Irak.28 3. Keberatan ketiga yang memicu pemberontakan kepada Usman adalah sikap boros Bani Umayah. 26 Ibid., h. 439. Rasul Jafariyah, Sejarah Khalifah 11 H- 35 H (Cet. I Jakarta: Al- Huda, 2006), h. 198. 28 Ibid. 27 13 Tuduhan sikap boros ini awalnya ditujukan kepada semua pemuka Quraisy, kemudian hanya kepada Bani Umayah. Kemewahan dan kebangsawanan dalam pemerintahan Us}man mendorong merebaknya oposisi. Seperti misalnya, Usman membangun sebuah rumah yang tidak sebanding dengan kebijakan Umar dari segi keuangan.29 Kufah adalah sumber pemberontakan utama dalam kekhalifahan Usman. Khalifah yang terkenal dengan integritas dan kesederhanaan, kesalehan dan sikapnya yang rendah hati, serta dalam hal kejujuran telah dimanfaatkan oleh orang–orang tertentu. Niat tulus Khalifah untuk membukukan Al-Qur’an ternyata mengundang kekecewaan terhadap orang–orang yang masih ingin mempertahankan tulisan mereka.30 Klimaks dari tuduhan nepotisme adalah terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh prajurit yang tidak puas terhadap pembagian harta rampasan perang yang dimotori oleh ibn Saba seorang Yahudi Yaman yang masuk Islam memanfaatkan prinsip demokrasi untuk menghancurkan Islam dari dalam. Sebenarnya Muawiyah mengetahui gelagat yang kurang baik ini sejak awal sehingga gubernur Syria ini mengundang pemimpin yang alim ini pindah ke Damaskus namun ditolak oleh Khalifah. Akhirnya saat yang genting itu pun tiba. Para pemberontak mengepung Madinah, tekad penduduk Madinah untuk melindungi Khalifah tidak disetujui oleh Usman dengan tujuan untuk menghindari pertumpahan darah antara sesama muslim.31 Salah satu tuntutan pemberontak agar mengangkat Muhammad bin Abu> Bakar menjadi gubernur Mesir disetujui oleh Khalifah meredakan topan keributan. Tapi beberapa hari kemudian pemberontak muncul lagi yang dipicu oleh surat rahasia Khalifah yang isinya memerintahkan gubernur Mesir memenggal kepala Muhammad bin Abu Bakar.32 29 Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan (Cet.V; Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2007), h. 31. 30 Karen Armstrong, op. cit., h 40. 31 Jamil Ahmad, op. cit., h. 40. 14 Setelah tiba di Mesir, surat tersebut dibantah oleh Khalifah, sehingga tuduhan pemalsuan surat itu jatuh kepada Marwan selaku sekretaris negara, dan akhirnya pemberontak menuntut agar Marwan diserahkan kepada mereka. Namun Khalifah menolak dengan alasan tidak ada bukti yang pasti terhadap tuduhan itu. Puncak dari krisis itu terjadi ketika banyak orang muslim Madinah pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Para pemberontak memanfaatkan kesempatan itu. Pemberontak mengepung rumah khalifah selama 40 hari yang dimulai dari bulan Ramadhan sampai bulan Dzulhijah. Meski Usman memiliki kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah. Mereka menyerang dan masuk ke dalam rumah Khalifah dengan memanjat dinding rumah bagian belakang karena mereka tidak berani masuk melalui pintu gerbang yang telah lama dijaga oleh dua putra Ali yang gagah berani. Namun tidak ada yang mampu mengubah takdir Allah terhadap Usman yang memang ditakdirkan mati syahid pada 17 Juni 656 Masehi bertepatan pada hari Jumat 18 Dzulhijah 35 H saat berusia 82 tahun.33 Data sejarah menjelaskan bahwa yang membunuh Khalifah adalah Muhammad bin Abu Bakar, namun di sumber lain dikatakan, yang membunuh Khalifah adalah Saudan bin Hamran al-Muradi, yang menghantam bagian rusuknya hingga jatuh tersungkur di depan istrinya Na’ilah, yang berusaha membela suaminya sehingga jarinya terputus ditebas senjata pemberontak, yang kemudian dimakamkan di pekuburan Baqi di Madinah.34 E. PENUTUP Dari fakta sejarah yang ada, isu Nepotisme yang di tuduhkan kepada khalifah Usman yang berujung pada wafatnya khalifah ternyata tidak beralasan, Pakar sejarah telah menemukan benang merah untuk memperjelas apa yang terjadi pada masa kekhalifaan Usman. Wafatnya Khalifah yang terbunuh secara tragis bukan dipicu oleh tidak cakapnya sang khalifah dalam menjalankan roda kepemimpinannya, tetapi karena 34 Haekal, Muhammad Husain. Usman bin Affan(Cet.I ; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,2006), h. 144. 15 sikap Khalifah yang lebih mementingkan persatuan dan demokrasi, yang kemudian dimanfaatkan oleh orang yang tidak senang bukan hanya kepada Usman sebagai pemimpin, tetapi musuh-musuh Islam yang berusaha memanfaatkan kebijakan khalifah untuk menghancurkan Islam dari dalam, dengan tuduhan nepotisme. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. 2009. Cet. IX; Jakarta: Pustaka Firdaus, Armstrong, Karen. Islam A short History. Cet . III; Ikon Teralitera, Yogyakarta. 2003. Al- Bigha, Musthafa Dieb . Fiqih Islam. Terjemahan : Ahmad Sunarto dari At Tadzhib Fil Adilati Matnil Ghayyah wa Taqrib. Surabaya: Insan Amanah, 2004. A. Hafid Dasuki et.all . Ensiklopedi Islam. jilid III . Cet. IV; Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. Haekal, Muhammad Husain. Usman bin Affan Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan. Cet.V; Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2007. Hitti, Philip k. History Of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Riyadi, Dedi Slamet, Cet. I Jakarta Serambi, 2008. Jafariyah. Sejarah Khalifah 11 H- 35 H. Cet. I Jakarta: Al- Huda, 2006. Al Maududi Abu A’la. Khalifah dan Kerajaan. Bandung: Mizan, 1984. Munir , William. The Caliphate: Its Rise, Decline, and Fall. E sinbargh, The R.T. Society, 1892. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993. Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2008. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang; 1979. Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004. 16 17