Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Hukum dan Etika Komunikasi 5A1 Ganjil 2023/2024 ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 Ilmu Komunikasi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya 202210415178@mhs.ubharajaya.ac.id1, 202210415080@mhs.ubharajaya.ac.id2 Abstrak Penelitian ini membahas pelanggaran etika yang terjadi dalam kasus pemberhentian Anwar Usman, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, terkait dengan keputusan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas calon wakil presiden pada Pemilu tahun 2024. Keputusan ini menjadi kontroversial karena dianggap menguntungkan pihak tertentu yang memiliki hubungan keluarga dengan salah satu hakim yang terlibat dalam pengambilan keputusan perkara tersebut. Penelitian disusun dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan metode studi kepustakaan, penelitian ini memiliki tujuan untuk menjelaskan analisis pelanggaran yang dilakukan oleh Anwar Usman dan konsekuensinya terhadap kredibilitas dan integritas Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegak hukum. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi potensi pola pelanggaran etika yang dapat terulang di masa mendatang. Terdapat beberapa temuan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang dilakukan Anwar Usman, yaitu pelanggaran mencakup 4 prinsip dasar etika Hakim Konstitusi, yaitu independensi, ketidakberpihakan, integritas, dan kesetaraan. Selain itu, Anwar Usman juga melanggar asas penyelenggaraan pemilu berupa asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta melanggar etika teleologi, terutama dalam konteks egoisme dan hedonisme. Hal tersebut berdampak pada hilangnya kepercayaan publik dan meragukan kredibilitas putusan Mahkamah Konstitusi. Kata kunci: Pelanggaran Etika, Mahkamah Konstitusi, dan Pemilu PENDAHULUAN Salah satu ukuran baik buruknya perkembangan sebuah negara adalah melalui pemilihan umum. Sementara itu, etika menjadi salah satu tolak ukur dalam pembentukan demokrasi yang bermartabat. Pemilihan umum berfungsi sebagai alat demokrasi, menciptakan sistem pemerintahan yang berlandaskan kedaulatan rakyat. Pemerintahan negara yang dibentuk melalui proses pemilihan umum berasal dari warga negara, dijalankan sesuai dengan keinginan warga, dan berfokus pada meningkatkan kesejahteraan umum. Salah satu konsep utama dalam menjelaskan dan menganalisis situasi tersebut adalah persaingan dalam pemilihan (Simangunsong et al., 2023). Sebagai sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, Indonesia telah berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas demokrasinya melalui berbagai Prodi Ilmu Komunikasi FIKOM Ubhara Jaya langkah perbaikan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Perbaikan pelaksanaan pemilu dianggap sebagai kunci penting untuk mengatasi berbagai tantangan, mulai dari masalah representasi yang berkualitas dalam demokrasi, hingga bagaimana menjaga kepercayaan publik terhadap pelaksanaan kontestasi yang bebas dan adil. Tidak hanya itu, tetapi perbaikan juga mencakup aspek integritas penyelenggaraan dan penyelenggara pemilu. Semua ini menjadi sangat signifikan karena prosedur pemilu yang baik adalah salah satu indikator utama kualitas demokrasi. Terhubung dengan aspek tersebut, keberadaan penyelenggara pemilu yang memiliki kredibilitas dan profesionalisme sangat esensial dalam menentukan tingkat kualitas demokrasi suatu negara. Satu langkah untuk mencapai pemilu yang berkualitas adalah dengan memastikan 1 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 keberadaan mekanisme pengawasan dan penegakan kode etik bagi penyelenggara pemilu, serta taat dalam menerapkan etika manajemen komunikasi yang baik (Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau et al., 2022). Hans Kelsen (1881-1973) berpendapat bahwa pentingnya adanya lembaga independen yang memiliki wewenang untuk menangani isu inkonstitusionalitas undangundang. Sejalan dengan keyakinan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah mencapai kesepakatan untuk mengesahkan UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Ide utama dari langkah ini adalah untuk menguji dan memastikan agar undangundang tetap sesuai dengan batas konstitusi, sehingga hak-hak konstitusional warga terlindungi dan konstitusionalitas dalam penyelenggaraan negara terjamin (Zulqarnain et al., 2023). Sebagai negara dengan konstitusi, Indonesia harus memastikan bahwa peraturan perundang-undangan dan tindakan otoritas publik selaras dengan konstitusi. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa mungkin ada tindakan otoritas publik yang bertentangan dengan konstitusi (Zulqarnain et al., 2023). Penegakan hukum pemilu adalah suatu proses untuk memastikan bahwa norma hukum diterapkan atau berfungsi sebagai pedoman dalam perilaku atau hubungan hukum selama penyelenggaraan pemilu. Pemilihan yang berkualitas adalah pemilihan yang dilakukan dengan integritas dan keadilan, di mana penegakkan atau tidaknya hukum dapat mengatasi dugaan pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan pemilu (Simangunsong et al., 2023). Pemilihan umum presiden Indonesia tahun 2024, yang biasa disebut Pilpres 2024, menjadi perhatian besar dalam kancah politik. Salah satu perhatian utama adalah terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka, anak dari Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto. Gibran juga merupakan keponakan dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, yang diduga terlibat dalam pelanggaran kode etik terkait keputusan yang menyangkut batas usia minimum bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Pencalonan Gibran sebagai cawapres telah menimbulkan kontroversi karena usianya belum memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden, yang menetapkan batas usia minimal 40 tahun, sedangkan Gibran masih berusia 36 tahun. Namun, akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan keputusan yang membuka peluang bagi individu yang memiliki pengalaman sebagai wali kota, bupati, atau gubernur beserta wakilnya untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden. Putusan tersebut dinilai memuluskan jalan bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres, meskipun usianya baru 36 tahun, di bawah batas usia minimum 40 tahun yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (CNN Indonesia, 2023). Untuk menangani dugaan pelanggaran kode etik ini, MK telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk memeriksa laporan-laporan tersebut. MKMK merupakan lembaga yang berwenang untuk menilai dan menjatuhkan sanksi terhadap hakim konstitusi yang melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama. Sapta Karsa Hutama merupakan pedoman etika dan perilaku hakim konstitusi yang mengandung tujuh prinsip, yaitu prinsip independensi, ketidakberpihakan, integritas, kepantasan dan kesopanan, kesetaraan, kecakapan dan keseksamaan. Tindakan melanggar kode etik yang dilakukan oleh Anwar Usman berdampak serius pada integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Untuk melihat seberapa besar etika mempengaruhi kepercayaan publik, penting untuk membahas bagaimana kasus pelanggaran kode etik ini berkaitan dengan kode etik Mahkamah Konstitusi, kode etik penyelenggaraan pemilu, dan manajemen etika komunikasi (Bintang et al., 2023). Oleh karena itu, tujuan dari artikel ini adalah untuk ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 2 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 mengkaji kontroversi pelanggaran kode etik oleh Anwar Usman dalam masa awal pemilu 2024, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif akan digunakan untuk secara rinci memeriksa peristiwa-peristiwa terkait dan memberikan gambaran mendalam mengenai dinamika serta implikasinya. Dengan demikian, artikel ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap kontroversi tersebut, memfasilitasi analisis yang lebih mendalam terkait pelanggaran kode etik yang mungkin terjadi. Artikel ini terdiri dari lima bagian, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. TINJAUAN PUSTAKA Kode Etik Mahkamah Konstitusi Kode etik Mahkamah Konstitusi Indonesia, yang dikenal sebagai Sapta Karsa Hutama, berfungsi sebagai fondasi moral dan panduan perilaku bagi seluruh hakim di Mahkamah Konstitusi. Kode etik ini diakui sebagai dasar hukum dalam undang-undang yang mengatur Mahkamah Konstitusi, yang menetapkan bahwa setiap hakim konstitusi wajib mematuhi ketentuan dalam kode etik tersebut. Penerapan kode etik Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai pedoman etika bagi hakim konstitusi dalam pelaksanaan tugas mereka. Tujuan utama dari kode etik ini adalah untuk menjaga aspek-aspek seperti martabat, kredibilitas, dan integritas Mahkamah Konstitusi, serta menegakkan standar etika moral bagi hakim konstitusi itu sendiri. Kode etik ini mencerminkan komitmen Mahkamah Konstitusi terhadap supremasi hukum dan keadilan di Indonesia. Isi kode etik Mahkamah Konstitusi, yaitu sebagai berikut (Zulqarnain et al., 2023). 1. Prinsip Independensi. Prinsip ini dianggap sebagai prasyarat pokok untuk menciptakan citra positif dalam negara hukum dan sebagai jaminan tegaknya hukum dan keadilan. Prinsip independensi ini melekat pada seluruh proses pemeriksaan, dari tahap awal hingga pengambilan keputusan atas setiap perkara. Hakim di Mahkamah Konstitusi diharapkan menjalankan tugas mereka tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari pihak manapun, sehingga integritas dan objektivitas proses keputusan dapat tetap terjaga. 2. Prinsip Ketidakberpihakan. Prinsip ini melekat dalam fungsi hakim konstitusi yang diharapkan menjadi pihak yang netral dan tidak memihak dalam semua tahap proses hukum, mulai dari pemeriksaan hingga pengambilan keputusan dalam setiap kasus. Prinsip ini memastikan bahwa hakim konstitusi menjalankan tugas mereka tanpa adanya kecenderungan atau preferensi terhadap pihak tertentu, sehingga integritas dan keadilan proses hukum tetap terjaga. 3. Prinsip Integritas. Prinsip ini mencakup sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan dari kepribadian setiap hakim konstitusi selama menjalankan tugasnya selama masa jabatannya. Integritas hakim konstitusi dianggap sebagai landasan moral yang memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada nilai-nilai etika yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh tekanan eksternal atau kepentingan pribadi. Hakim konstitusi diharapkan untuk bertindak dengan jujur, adil, dan tulus dalam setiap aspek pekerjaan mereka, menjaga reputasi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang bermartabat. 4. Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Prinsip ini mencakup norma-norma pribadi yang harus diterapkan dan tercermin dalam setiap perilaku hakim konstitusi. Prinsip ini hadir untuk memastikan bahwa hakim konstitusi menjalankan tugasnya secara profesional, menggabungkan berbagai aspek dari rasa hormat dan kepercayaan masyarakat melalui perilaku pribadi mereka. Hakim konstitusi diharapkan untuk menunjukkan sikap yang pantas dan sopan dalam setiap interaksi, baik di dalam atau di luar lingkungan kerja. ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 3 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 5. Prinsip Kesetaraan. Prinsip ini menjamin perlakuan yang sama terhadap semua manusia. Prinsip ini bersumber dari nilai-nilai Pancasila, khususnya kemanusiaan yang adil dan beradab. Kesetaraan dalam konteks Kode Etik ini mengartikan bahwa hakim konstitusi harus menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan tidak memandang seseorang berdasarkan latar belakangnya. Prinsip ini menekankan pentingnya pengambilan keputusan yang tidak diskriminatif dan bersifat inklusif, sesuai dengan semangat keadilan dan persamaan hak di hadapan hukum. 6. Prinsip Kecakapan dan Keseksamaan. Prinsip ini menjelma sebagai prasyarat yang sangat penting dalam memastikan pelaksanaan peradilan yang dapat dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Kecakapan, sebagai elemen utama dari prinsip ini, mencerminkan kemampuan profesional hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya. Hal ini mencakup pemahaman mendalam terhadap hukum konstitusi, keahlian teknis yang tinggi, serta pengalaman yang relevan. Kemampuan tersebut tercermin dari kualitas putusan yang dihasilkan oleh hakim konstitusi dan dari pelaksanaan tugas mereka yang telah dilakukan sebelumnya. Di sisi lain, prinsip keseksamaan menuntut perlakuan yang setara terhadap semua pihak yang terlibat dalam proses hukum. Hakim konstitusi diharapkan untuk memastikan bahwa tidak ada diskriminasi dan memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau kepentingan, mendapatkan perlakuan yang adil, sehingga setiap tahap peradilan mencerminkan prinsip-prinsip keadilan dan persamaan hak. 7. Prinsip Kearifan dan Kebijaksanaan. Prinsip ini menekankan pada tuntutan kepada hakim untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan norma hukum serta dengan memperhatikan normanorma lain yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Prinsip ini menggambarkan pentingnya penggunaan kebijaksanaan dan kearifan oleh hakim konstitusi dalam setiap langkah pengambilan keputusan. Kebijaksanaan mengacu pada kemampuan hakim konstitusi untuk mengambil keputusan yang bijak dan berdasarkan pertimbangan yang mendalam. Sedangkan, kearifan menuntut hakim konstitusi untuk memahami dan meresapi nilai-nilai budaya dan etika masyarakat Indonesia. Ini mencakup pemahaman mendalam terhadap dinamika sosial, norma-norma adat, dan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan dalam konteks hukum konstitusi. Berdasarkan kasus pemberhentian Ketua MK Anwar Usman, kode etik menjadi acuan yang sangat penting. Ketika terdapat dugaan pelanggaran etika seperti keberpihakan atau ketidakadilan, hal tersebut dapat dianalisis dengan mengacu pada berbagai pasal yang terdapat dalam kode etik itu sendiri. Evaluasi terhadap kepatuhan terhadap Sapta Karsa Hutama juga menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh MK tetap mematuhi standar etika yang telah ditetapkan dan tidak melanggar kode etik. Oleh karena itu, melakukan analisis yang terperinci terhadap hal ini akan memberikan pandangan yang lebih mendalam mengenai keterkaitannya dengan kasus pemberhentian Ketua MK, Anwar Usman (Zulqarnain et al., 2023). Kode Etik dalam Penyelenggaraan Pemilu Dalam konteks pelaksanaan pemilu, Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat dikaitkan dengan suatu konsep yang mencakup norma moral, etika, dan filosofi yang menjadi panduan bagi perilaku para penyelenggara pemilihan umum. Istilah "Kode Etik" dalam konteks ini dijelaskan sebagai seperangkat aturan yang menetapkan norma-norma moral, etika, dan filosofis yang harus diikuti oleh para penyelenggara pemilu. Kode Etik ini mencakup pedoman mengenai tindakan dan ucapan yang diwajibkan, dilarang, pantas, atau tidak ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 4 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 pantas dilakukan oleh para penyelenggara. Adapun tujuan dari Kode Etik ini adalah untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas para Penyelenggara Pemilu. Kode Etik ini diharapkan dapat memastikan bahwa tindakan dan sikap para penyelenggara pemilu sesuai dengan asasasas Penyelenggaraan Pemilu, seperti mandiri, jujur, adil, memiliki kepastian hukum, tertib, mengutamakan kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Dengan demikian, Kode Etik Penyelenggara Pemilu menjadi suatu panduan yang komprehensif untuk memastikan penyelenggaraan pemilu yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan moral yang tinggi (Tengku Erwinsyahbana & Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sumatera Utara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia, 2018). Manajemen Etika Komunikasi Pembahasan etika komunikasi merupakan komponen penting dari setiap aspek manajemen, pembicaraan tentang manajemen sangat terkait satu sama lain. Seringkali, keberhasilan kegiatan manajemen ditentukan oleh seberapa baik prinsip moral komunikasi diterapkan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan. Dalam konteks manajemen etika komunikasi, dilema etika seringkali muncul sebagai konflik antara kebutuhan individu dan kepentingan organisasi, atau bahkan antara organisasi dan masyarakat secara keseluruhan. Situasi semacam ini dapat memicu ketegangan dan konflik dalam pengambilan keputusan etis. Berbagai faktor mempengaruhi proses pengambilan keputusan etis oleh manajemen, termasuk aspek hukum, peraturan pemerintah, kode etik di perusahaan, tekanan dari lingkungan eksternal, dan ketegangan antara standar individu dan kebutuhan organisasi. Seseorang yang menghadapi situasi pilihan etis yang kompleks cenderung mengadopsi pendekatan normatif dalam mengambil keputusan. Pendekatan ini didasarkan pada norma dan nilai-nilai yang membimbing proses pengambilan keputusan. Dalam konteks etika normatif, terdapat berbagai cabang etika yang digunakan sebagai nilai-nilai acuan dalam membuat keputusan yang etis, seperti Deontology, Teleology/Consequentialism, dan Virtue Ethics. Dengan menggunakan pendekatan ini, dapat mempertimbangkan prinsip-prinsip etis yang mendasari tindakan mereka, sehingga menciptakan manajemen etika komunikasi yang seimbang dan sesuai dengan nilai-nilai yang dipegang oleh individu, organisasi, dan masyarakat (Bintang et al., 2023). 1. Deontology. Dalam konteks manajemen etika komunikasi berkaitan dengan kewajiban untuk mempertimbangkan aturan, kewenangan, dan hak orang lain. Deontology dapat dibagi menjadi tiga pilar, yaitu Contractarianism, yang mengacu pada kepentingan pribadi setiap manusia dan pentingnya berlaku secara moral untuk memaksimalkan kepentingan tersebut. Selanjutnya, terdapat Natural Rights Theory, yang menekankan bahwa setiap manusia memiliki hak-hak dasar yang tidak boleh dicabut dengan cara apa pun. Terakhir, Categorical Imperative, menekankan bahwa moralitas berakar pada kemampuan manusia untuk berpikir rasional berdasarkan pada maksim yang dapat berlaku secara universal. Dengan demikian, Deontology dalam manajemen etika komunikasi menekankan pada pentingnya mempertimbangkan aturan dan hak orang lain, serta melibatkan aspek-aspek seperti kepentingan pribadi, hak dasar, dan prinsip moral yang dapat diterapkan secara umum. 2. Teleology atau Consequentialism. Dalam konteks manajemen etika komunikasi berfokus pada pertimbangan mengenai konsekuensi yang mungkin timbul baik untuk diri sendiri maupun orang lain di sekitar. Teleology terdiri dari tiga aliran, yang pertama adalah Utilitarianism, di mana keputusan atau tindakan terbaik adalah yang memberikan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 5 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 Aliran kedua adalah Egoism, yang mengarah pada tindakan terbaik yang memaksimalkan kebaikan bagi diri sendiri. Terakhir, aliran ketiga adalah Hedonism, yang meyakini bahwa tindakan terbaik adalah yang dapat memaksimalkan kepuasan. Dengan demikian, dalam manajemen etika komunikasi, etika ini menekankan pentingnya mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan atau keputusan, baik untuk kebaikan bersama, kebaikan diri sendiri, maupun untuk memaksimalkan kepuasan. 3. Virtue Ethics. Dalam konteks manajemen etika komunikasi menyoroti peran karakter dan kebajikan dalam kerangka filsafat moral. Virtue Ethics dibagi menjadi tiga aliran, yang pertama adalah Eudaimonism, di mana kebajikan didasarkan pada kemampuan untuk menalar. Selanjutnya, aliran kedua adalah Agent-based, di mana kebajikan diartikan sebagai bertindak sebagaimana kita ingin orang lain bertindak terhadap kita. Terakhir, aliran Ethics of Care menekankan pada nilai-nilai kebajikan yang berbasis femininitas, seperti kepedulian, perawatan, dan kasih sayang. Dengan demikian, dalam manajemen etika komunikasi, Virtue Ethics menitikberatkan pada pengembangan karakter dan prinsipprinsip kebajikan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Aliran-aliran seperti Eudaimonism, Agent-based, dan Ethics of Care memberikan perspektif yang berbeda terkait bagaimana kebajikan dapat diartikan dan diimplementasikan dalam berbagai konteks komunikasi. METODE PENELITIAN Analisis ini disusun dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam proses penyusunan, informasi diperoleh dan diartikan melalui metode studi pustaka, dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan peraturan perundang-undangan terkait sebagai sumber utama. Artikel jurnal daring, berita, pandangan ahli, dan sumber lain yang relevan dengan kasus yang dibahas digunakan sebagai data sekunder. Penggunaan data sekunder, terutama yang terkait dengan pola pelanggaran etika dari data yang tersedia, juga menjadi dasar untuk melakukan analisis untuk mengidentifikasi potensi pola pelanggaran etika yang mungkin terulang. Setiap literatur diteliti, diperiksa, dan dianalisis secara menyeluruh dan mendalam untuk menemukan data atau informasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan hasil penelitian yang akurat dan objektif terkait dengan hukum dan etika komunikasi pada masa awal pemilu 2024. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai lembaga independen dengan banyak wewenang. Namun, otoritasnya seringkali tidak dijalankan sesuai dengan peraturan dan prosedur (Bintang et al., 2023). Proses pengambilan keputusan dalam kasus 90/PUU-XXI/2023 oleh Mahkamah Konstitusi menunjukkan kejanggalan, berdasarkan pendahuluan yang telah ditunjukkan. Melalui keputusan ini, dinyatakan bahwa ada penambahan syarat yang membuat keputusan ini dianggap janggal karena pernyataan Mahkamah Konstitusi tentang kasus serupa tidak konsisten. Pada awalnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa lembaga legislatif harus bertanggung jawab atas masalah ini. Namun, ketika kasus yang sama diajukan lagi, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pada Gibran Rakabuming. Berangkat dari hal ini, muncul dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim terhadap keputusan yang dianggap terlalu politis dan menguntungkan kelompok tertentu. Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang merupakan paman Gibran Rakabuming, yang merupakan pihak yang menguntungkan dan akan maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 (Zulqarnain et al., 2023). Penting untuk diakui bahwa jika undang-undang diubah hanya oleh satu ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 6 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 individu, hal tersebut dapat dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan. Penyalahgunaan ini menjadi lebih merisaukan apabila perubahan tersebut dilakukan semata-mata untuk memenuhi kepentingan individu tertentu. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi, setelah dikeluarkan, memiliki sifat yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat final (Tengku Erwinsyahbana & Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sumatera Utara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia, 2018). Oleh karena itu, sebagai respons terhadap keputusan kontroversial yang memicu banyak laporan dugaan pelanggaran kode etik, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi No. 10 Tahun 2023. Pembentukan MKMK ini dilakukan untuk menanggapi serangkaian laporan yang telah masuk ke Mahkamah Konstitusi, yang mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran etika oleh Anwar Usman dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Selama menjalankan tugasnya, MKMK telah melakukan serangkaian proses pemeriksaan yang melibatkan berbagai tahapan. Proses ini dimulai dengan sidang pendahuluan, dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan, dan mencapai tahapan keputusan akhir. Proses tersebut dilakukan dengan seksama untuk memastikan adanya keadilan dan transparansi dalam menangani dugaan pelanggaran kode etik. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, atau Sapta Karsa Hutama, Anwar Usman terbukti melanggar empat prinsip penting. Keempat prinsip tersebut mencakup prinsip interdependensi, ketidakberpihakan, integritas, dan kesetaraan. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini menjadi dasar bagi MKMK untuk mencapai keputusan akhir terkait sanksi yang akan diberlakukan terhadap Anwar Usman sebagai konsekuensi dari pelanggaran etika yang terbukti. 1. Prinsip independensi merupakan aspek penting dalam menjaga integritas lembaga peradilan, dan keterkaitannya dengan ketidakjujuran dapat menjadi pokok bahasan yang signifikan. Dalam konteks ini, sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyimpulkan bahwa Anwar Usman diduga sengaja membuka peluang untuk adanya intervensi dari pihak luar selama proses pengambilan keputusan No. 90/PUU-XXI/2023. Dalam konteks ketidakjujuran, adanya intervensi eksternal dapat membuka pintu bagi pengaruh yang tidak sah dalam proses hukum. Jika Anwar Usman diduga sengaja memungkinkan intervensi tersebut, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran prinsip independensi, yang seharusnya dijaga dengan sangat ketat dalam sistem peradilan. 2. Prinsip ketidakberpihakan dalam konteks kehakiman menekankan perlunya hakim konstitusi bersikap netral dan tidak memihak dalam mengadili suatu perkara. Salah satu aspek penting dari prinsip ini adalah kewajiban hakim untuk menarik diri dari penanganan suatu kasus jika terdapat hubungan keluarga yang memiliki kepentingan langsung dalam perkara tersebut. Prinsip ini diperkuat oleh UU No. 48 Pasal 17 ayat (3) yang mengatur Kekuasaan Kehakiman. Dalam kasus Anwar Usman, penilaian terhadap penerapan prinsip ketidakberpihakan menjadi kritis. Diketahui bahwa Anwar Usman terlibat dalam penanganan kasus 90/PUU-XXI/2023, namun tidak menunjukkan niat baik untuk mengundurkan diri meskipun adanya indikasi bahwa hubungan keluarganya memiliki kepentingan langsung dalam perkara tersebut. Ketidakmampuan Anwar Usman untuk menjalankan prinsip ketidakberpihakan dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik perilaku hakim. Pada dasarnya, penolakan untuk mengundurkan diri dalam situasi semacam ini dapat ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 7 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 menciptakan keraguan terhadap integritas dan netralitas proses peradilan. 3. Dalam kasus Anwar Usman, dinilai bahwa pelaksanaan prinsip integritas terbukti kurang memuaskan. Banyak narasi kontra yang tersebar luas melalui media dan mendapat kritik dari publik melalui platform media sosial. Kritik tersebut mencerminkan sikap skeptis dan kecurigaan yang merajalela terhadap kredibilitas MK, yang seharusnya menjadi penjaga keadilan dan penegak konstitusi. Tidak hanya gagal membangun kepercayaan masyarakat, Anwar Usman juga dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai Ketua MK dengan tingkat profesionalitas dan integritas yang diharapkan. Adanya narasi kontra dan kritik publik menunjukkan bahwa tindakan dan keputusan yang diambil oleh Anwar Usman mungkin tidak sejalan dengan norma etika yang berlaku dalam jabatannya. Dampak dari kegagalan menerapkan prinsip integritas ini dapat mencakup penurunan reputasi dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap keadilan MK. 4. Prinsip kesetaraan dalam kehakiman adalah prinsip yang menjamin bahwa semua orang memiliki hak yang sama di hadapan hukum tanpa membedakan ras, agama, suku, golongan, atau status sosial. Prinsip ini juga berarti bahwa hakim harus memutuskan perkara berdasarkan bukti dan fakta yang ada tanpa memihak atau dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu. Prinsip kesetaraan dalam kehakiman merupakan salah satu prinsip dasar dalam hukum Islam dan hukum Indonesia. Dinilai berdasarkan kasus Anwar Usman, diduga melakukan konflik kepentingan dalam perkara batas usia capres-cawapres yang menyangkut keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, yang maju sebagai cawapres di Pilpres 2024. Anwar Usman juga diduga menerima tekanan dan imbalan dari pihak-pihak yang ingin memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka. Hal ini menunjukkan bahwa Anwar Usman tidak menjaga prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan yang termaktub dalam Sapta Karsa Hutama. Akibatnya, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada tanggal 7 November 2023. Kasus ini mengancam kemandirian dan kewibawaan MK sebagai lembaga penegak hukum dan demokrasi di Indonesia. Selain melanggar 4 prinsip dasar etika Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman juga melanggar asas penyelenggaraan pemilu. Asas penyelenggaraan pemilu adalah prinsipprinsip yang harus dijunjung tinggi oleh penyelenggara, peserta, dan pemilih dalam proses pemilihan umum. Asas-asas tersebut adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Asas-asas ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung secara demokratis, transparan, dan akuntabel. Dalam kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, diduga melanggar asas penyelenggaraan pemilu, khususnya asas jujur dan adil. Anwar Usman tidak bersikap dan bertindak jujur dalam memeriksa dan memutus perkara batas usia capres-cawapres yang menyangkut keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, yang maju sebagai cawapres di Pilpres 2024. Anwar Usman juga tidak memberikan perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan kepada semua pihak yang terlibat dalam perkara tersebut, karena ia diduga menerima tekanan dan imbalan dari pihakpihak yang ingin memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka. Selain melanggar prinsip dasar etika Mahkamah Konstitusi, dan juga bertentangan dengan asas-asas penyelenggaraan pemilu. Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 juga dianggap melanggar etika teleologi, terutama dalam konteks egoisme dan hedonisme, bila dianalisis dari perspektif etika normatif. ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 8 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 Keputusan ini secara nyata dianggap membantu kepentingan keluarga Jokowi. Efeknya, yaitu memberikan peluang kepada Gibran Rakabuming untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. Meskipun gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tidak secara teknis melanggar undang-undang, namun tidak dapat diabaikan bahwa hal ini menunjukkan adanya potensi promosi jabatan, yang pada akhirnya berdampak pada dinamika perilaku politik. Keputusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya memberikan peluang promosi jabatan kepada Gibran Rakabuming, melainkan juga kepada individu-individu yang mendukungnya secara aktif. Tidak dapat dipungkiri bahwa mereka yang bersimpati dengan Prabowo Subianto dan mendukung Gibran sebagai calon wakilnya merasa puas dengan keputusan tersebut. Sejauh ini, elektabilitas Prabowo Subianto terus mengalami peningkatan perlahan sejak berpasangan dengan Gibran. Hal tersebut terjadi karena adanya kepuasan dari masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi, sehingga pendukung Jokowi beralih dukungan ke Prabowo Subianto, karena alasan penunjukan Gibran Rakabuming sebagai calon wakilnya (Tengku Erwinsyahbana & Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sumatera Utara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia, 2018). Setelah melalui proses pembacaan bukti yang mengungkapkan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim Anwar Usman, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam Putusan No.02/MKMK/L/11/2023 telah menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Keputusan tersebut diambil sebagai bentuk tanggapan tegas terhadap dugaan pelanggaran etika yang terbukti selama Anwar Usman menjabat. Sanksi tersebut tidak hanya mencakup pemberhentian dari jabatannya, melainkan juga menetapkan larangan bagi Anwar Usman untuk mencalonkan diri atau dicalonkan kembali sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatannya berakhir. Larangan tersebut diimplementasikan untuk menegakkan hukuman yang sepadan dengan pelanggaran etika yang dilakukan. Selain itu, Anwar Usman dilarang terlibat atau terlibat dalam proses pengadilan sengketa hasil pemilihan kepala pemerintahan (Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota) dan anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini merupakan langkah preventif untuk memastikan bahwa kehadiran Anwar Usman tidak akan mempengaruhi integritas dan objektivitas dalam proses peradilan yang melibatkan pemilihan umum. Sebagai langkah operasional langsung, MKMK juga menginstruksikan Wakil Ketua MK untuk segera mengatur proses pemilihan pimpinan baru dalam waktu dua puluh empat jam sejak putusan dibacakan. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga keberlanjutan dan stabilitas Mahkamah Konstitusi setelah pemberhentian Anwar Usman. Keseluruhan putusan tersebut mencerminkan komitmen MKMK dalam menjaga etika dan integritas lembaga peradilan serta memberikan sanksi yang proporsional terhadap pelanggaran yang terbukti (Zulqarnain et al., 2023). Dampak dari kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan Anwar Usman pada kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) dapat beragam dan berbeda. Ketika seorang hakim konstitusi diduga melanggar kode etik, ini dapat menimbulkan beberapa konsekuensi, yaitu sebagai berikut (CNN Indonesia, 2023). 1. Kehilangan kepercayaan publik, kredibilitas MK sangat bergantung pada persepsi publik terhadap integritas dan keadilan pengadilan. Kasus pelanggaran kode etik dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap kemampuan MK untuk menjalankan tugasnya dengan adil dan tidak memihak. 2. Pertanyaan tentang putusan sebelumnya, Anwar Usman terlibat dalam putusan yang memungkinkan seseorang di bawah usia 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden. Keputusan ini menimbulkan kecurigaan tentang adanya ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 9 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 benturan kepentingan, yang dapat mengakibatkan publik mempertanyakan putusan MK lainnya yang telah dibuat oleh Anwar Usman. 3. Dampak pada keputusan mendatang, pakar hukum tata negara berpendapat bahwa publik akan selalu meragukan kepercayaan pada MK jika Anwar masih terus meneruskan jabatan sebagai hakim konstitusi. Hal ini menunjukan bahwa kredibilitas MK sebagai penjaga konstitusi bisa terganggu. Berdasarkan hasil yang didapat, penelitian ini dapat menjadi landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan etika komunikasi secara teoritis. Temuan dalam penelitian ini memberikan kontribusi berharga dalam memahami konsep-konsep hukum dan etika yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik di Mahkamah Konstitusi. Melalui perspektif teoritis, penelitian ini dapat menjadi pendorong untuk memperkaya kerangka konseptual yang ada, membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam terhadap kompleksitas isu hukum dan etika komunikasi di lembaga peradilan tertinggi. Selain itu, temuan penelitian ini juga memberikan dampak praktis yang signifikan. Informasi yang dihasilkan dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan pedoman etika khusus yang dapat diterapkan oleh praktisi hukum dan komunikator di Mahkamah Konstitusi. Pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi instrumen praktis untuk mencegah dan menangani potensi pelanggaran kode etik di masa depan, sehingga memperkuat integritas dan kredibilitas lembaga Mahkamah Konstitusi. Tidak hanya bermanfaat dalam lingkup akademis dan lembaga peradilan, temuan penelitian ini juga dapat membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Dengan memahami lebih baik konsekuensi pelanggaran kode etik di Mahkamah Konstitusi, masyarakat dapat lebih aktif dan kritis dalam mengawasi dan mengajukan pertanyaan terkait etika dan integritas lembaga hukum. Selain itu, penelitian ini juga menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain. Hasil dalam penelitian ini dapat memicu minat dan semangat peneliti lain untuk mendalami aspek-aspek terkait pelanggaran kode etik di Mahkamah Konstitusi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan terdapat pelanggaran kode etik oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman dalam menangani kasus 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia cawapres. Pelanggaran mencakup 4 prinsip dasar etika Hakim Konstitusi, yaitu independensi, ketidakberpihakan, integritas, dan kesetaraan. Selain itu, Anwar Usman juga melanggar asas penyelenggaraan pemilu berupa asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta melanggar etika teleologi, terutama dalam konteks egoisme dan hedonisme. Hal tersebut berdampak pada hilangnya kepercayaan publik dan meragukan kredibilitas putusan Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat diberikan sebagai berikut. 1. Meningkatkan transparansi dan peran pengawasan MKMK dalam menegakkan kode etik Hakim MK. 2. Merevisi dan memperkuat aturan serta pedoman etika yang lebih rinci dan tegas bagi Hakim MK. 3. Melaksanakan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat terkait kode etik dan integritas Hakim MK. 4. Menemukan strategi untuk mengembalikan kepercayaan publik dan kredibilitas MK pasca kasus pelanggaran etika tersebut. 5. Meneliti lebih lanjut faktor-faktor yang berkontribusi terhadap implementasi kode etik di lingkungan MK. DAFTAR PUSTAKA [1] Simangunsong, R. T., Situmeang, D. M., & Panggabean, H. 2023. ANALISIS POTENSI PELANGGARAN ETIKA MENUJU PEMILU PARALLEL TAHUN 2024. JURNAL RETENTUM, Vol. 5, No. 2, 316-325. ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 10 Karina Azka Tridewi1, Mohamad Haikal Darmawan2 [2] Ramadhan, D., & Kurniawan, B. M. 2022. LIMITASI ETIKA PEMILU: Evolusi dan Tantangan Penanganan Pelanggaran Etika Pemilu. Jurnal Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau, 4(1), 15-30. [3] Zulqarnain, C. D. M., Zamri, N. S., & Mahardika, R. 2023. ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK DALAM KASUS PEMBERHENTIAN KETUA MK ANWAR USMAN TERKAIT PUTUSAN BATAS USIA CAPRES DAN CAWAPRES PADA PEMILU 2024. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora, 1(2), 85-94. [4] CNN Indonesia. 22 Oktober 2023. MK Kabulkan Syarat Cawapres Berpengalaman Jadi Kepala Daerah. https://www.cnnindonesia.com/nasional/202 31016135035-12-1011830/mk-kabulkansyarat-cawapres-berpengalaman-jadi-kepaladaerah. Diakses tanggal 1 Januari 2024. [5] Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. UU No. 7 Tahun 2017. https://www.mkri.id/public/content/pemilu/U U/UU%20No.7%20Tahun%202017.pdf. Diakses tanggal 1 Januari 2024. [6] Bintang, D., & Roido, M. 2023. PELANGGARAN KODE ETIK: Pelanggaran Kode Etik Yang Dilakukan Oleh Anwar Usman Selaku Ketua Mahkamah Konstitusi. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora, 1(2), 47-54. [7] Erwinsyahbana, T. 2018. Pelanggaran Kode Etik Dan Sanksi Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum. [8] CNN Indonesia. 8 November 2023. Pelanggaran Etik Berat Anwar Usman dan Pengaruhnya di Pilpres 2022. https://www.cnnindonesia.com/nasional/202 31108105758-12-1021402/pelanggaran-etikberat-anwar-usman-dan-pengaruhnya-dipilpres-2024. Diakses tanggal 13 Januari 2024. ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK OLEH KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI ANWAR USMAN DALAM MASA AWAL PEMILU 2024 11