Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

MAKALAH PUJI MANURUNG

2024, Puji Manurung

Background. Antibiotic resistance (ABR) is a worldwide problem and Bangladesh is a major contributor to this mwing to its poor healthcare standards, along with the misuse and overuse of antibiotics. This systematic review was conducted to sumanarize the present scenario of ABR in Bangladesh, to identify gaps in surveillance, and to provide recommendations based on the findings. Methods: Google Scholar, PubMed, and Bangladesh Journals Online were searched using relevant. keywords to identify articles related to ARR in Bangladesh published between 2004 and 2018. Indution or exdusion was based on a predefined set of criteria. The resistance of a bacterium to a given drug was presented as the median resistance (MR) and interquartile range (OR) Mesars: Forty-six articles were included in this systematic review. Antimicrobial susceptibility testing was performed by disk diffusion method in 82.5% of studies, while the Clinical and laboratory Standards Institute (CLSI) guidelines were followed in 78.3%. Data regarding the susceptibility testing method, guidelines for interpretation, and source of infection (hospital/community) were absent in 10.9% 19.6%, and 73.9% of the studies, respectively. A high prevalence of resistance was detected in most tested. pathogens, and many of the common first line drugs were mostly ineffective. Resistance to carbapenems was low in most cases. The presence of extended spectrum beta lactamase (ESBL) producing organisms was indicated hy the high resistance to beta-lactams, Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) was identified in four studies. Three studies reported vancomycin susceptibility of enterococci, and the median susceptibility was 100%. Streptococcus pneumoniae exhibited high susceptibility to penicillin (MR 4%), Resistance data were available from only out of the 64 districts of Bangladesh. Conclusions: A high prevalence of resistance to must antibiotics was detected, along with major gaps in surveillance and information gaps in the methodological data of t the studies suscept susceptibility testing method, guidelines for susceptibility interpretation, source of infection) Bated. the findings, we recommend appropriate initiatives to monitor and control the of antibiotics, as well as nationwide surveillance following standardized methodologies.

MAKALAH Antibiotik: Pengertian, Manfaat, dan Pengobatan Diserahkan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah: Mikrobiologi Farmasi Dosen Pengampu: Yayuk Putri Rahayu, S.Si., M.Si. Disusun Oleh : KELAS – 3A PUJI MANURUNG 212114062 PROGRAM SARJANA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA (UMN) AL-WASHLIYAH M E D A N 2024 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Kasih dan Karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah dilimpahkan kepada baginda alam Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Mikrobiologi Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al-Washliyah, Tahun Ajaran 2023-2024, dengan judul makalah yang ditulis yaitu “Antibiotik: Pengertian, Manfaat, dan Pengobatan”. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan dan menghaturkan banyak terima kasih kepada Ibu Yayuk Putri Rahayu, S.Si., M.Si. sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Mikrobiologi Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al-Washliyah yang telah banyak memberikan arahan baik pada perkuliahan maupun dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Saya menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari segala kekurangan, dan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan sarannya guna kesempurnaan dan sebagai pertimbangan karya tulis yang akan datang. Terima kasih. Medan, 5 Oktober 2024 Puji Manurung DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………………………………... i DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. ii BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………..……. 1 Latar Belakang …….………………………………………………….. 1 Rumusan Masalah ….…….……………………………………………. 2 Tujuan ………………….……………………………...………………. 2 Manfaat ……………………………………………….………………. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..…….…………………………..……….……….. 3 Definisi Antibiotik ................…………………………………………. 3 Mekanisme kerja Antibiotik ................................................…..…….… 4 Mekanisme Resistensi Antibiotik .................…….……...……..……… 5 Pengobatan Antibiotik ..................................... . . . .…………….….. 7 BAB 3 PENUTUP ……….…………………..………………….…………………… 9 Kesimpulan …………………………………………………..……….. 9 3.2 Saran ………………….………………………………………..……… 10 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 11 LAMPIRAN ………………………………………………………………………….. 12 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Secara umum obat ini bekerja melalui dua cara, yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri. Sebelum adanya antibiotik (pre-antibiotic era), penyakit akibat infeksi bakteri seringkali dapat mengakibatkan kematian. Infeksi kulit yang tergolong ringan misalnya, bisa memberat dan berakhir dengan kematian karena belum ditemukan obat yang dapat mengatasi infeksi tersebut. Antibiotik tidak dapat disangkal telah menjadi anugerah bagi masyarakat manusia dalam memerangi bakteri, menyelamatkan jutaan nyawa. Namun, jumlah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang resistan terhadap banyak obat (MDR) meningkat di seluruh dunia, dan ancaman infeksi yang tidak dapat diobati telah muncul sejak awal abad ke-21. Meskipun antibiotik telah memungkinkan pengembangan beberapa bidang praktik medis, termasuk hasil efektif dari beberapa operasi bedah dan terapi imunosupresif yang bergantung pada profilaksis antibiotik, dan potensi untuk mengelola komplikasi infeksi, resistensi antimikroba (AMR) menghadirkan tantangan signifikan bagi semua sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Bakteri akan cenderung mengembangkan dan menggunakan strategi resistensi selama obat antibakteri digunakan untuk melawannya (yaitu tekanan seleksi hadir di lingkungan mereka). Resistensi antibiotik merupakan suatu fenomena saat bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik sehingga tidak dapat lagi dibunuh atau dihambat pertumbuhannya oleh antibiotik. Penggunaan antibiotik secara tidak tepat yang dapat mengakibatkan resistensi misalnya penggunaan antibiotik dengan durasi atau dosis yang tidak tepat dan penggunaan antibiotik sembarangan (di luar kasus infeksi bakteri). Bakteri yang sudah kebal terhadap antibiotik dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Selain itu, “kekebalan” yang dimiliki oleh satu bakteri dapat ditularkan ke bakteri lain. Hal itulah yang menyebabkan cepatnya perkembangan resistensi antibiotik. Kecepatan perkembangan resistensi antibiotik ini jauh melebihi kecepatan penemuan antibiotik baru. Saat ini cadangan antibiotik yang tersedia sudah semakin menipis.Meningkatnya kasus resistensi antibiotik menyebabkan beberapa jenisantibiotik tersebut tidak mampu lagi digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Apabila kejadian resistensi antibiotik ini terus meningkat, kita seolah-olah akan kembali ke masa lalu, saat antibiotik belum ditemukan. Saat itu, infeksi bakteri yang ringan sudah dapat mengakibatkan kematian karena tidak ada obatnya. Tidak berlebihan jika resistensi antibiotik dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi dunia kesehatan. Belum terlambat bagi kita untuk membantu menghentikan perkembangan resistensi antibiotik. Cara termudah adalah dengan tidak menggunakan antibiotik sembarangan, misalnya dengan tidak mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dokter dan selalu menggunakan antibiotik sesuai anjuran dari dokter. Penting untuk diingat bahwa penggunaan antibiotik sembarangan tidak hanya berbahaya bagi orang yang menggunakan antibiotik tersebut, tapi juga bagi orang lain karena risiko resistensi antibiotik yang ditimbulkan. Rumusan Permasalahan Bagaimana gambaran penggunaan antibiotik tanpa resep dokter oleh konsumen diapotek? Apakah alasan yang mempengaruhi konsumen menggunakan antibiotik tanpa resep dokter? Jenis antibiotik apa saja yang sering digunakan tanpa resep dokter? Jenis penyakit apa saja yang sering diobati dengan antibiotik tanpa resep dokter? Tujuan Untuk mengetahui gambaran penggunaan antibiotik tanpa resep dokter oleh konsumen diapotek Untuk mengetahui alasan yang mempengaruhi konsumen menggunakan tanpa resep dokter Mengetahui jenis penyakit yang sering digunakan tanpa resep dokter Mengetahui jenis penyakit sering diobati dengan antibiotik tanpa resep dokter Manfaat Agar mengetahui gambaran penggunaan antibiotik tanp resep dokter oleh konsumen di apotek Agar mengetahui alasan yang mempengaruhi konsumen menggunakan tanpa reep dokter Agar mengetahui jenis penyakit yang sering digunakan tanpa resep dokter Agar mengetahui jenis penyakit yang sering diobati dengan antibiotik tana resep dokter  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Antibiotik Antibiotik pertama, asam mikofenolat, yang ditemukan pada tahun 1893 oleh ahli mikrobiologi Italia Bartolomeo Gosio, diisolasi dari P. glaucum,menghambat pertumbuhanBakteri anthracis. Pada tahun 1909, Paul Ehrlich dan rekan kerjanya menemukan Salvarsan (arsphenamine), antibiotik sintetis pertama yang berasal dari arsenik, yang efektif melawanTreponema pallidum, patogen penyebab Sifilis. Neosalvarsan, yang kurang berbahaya dan lebih efektif dalam pengobatan Sifilis dibandingkan prekursornya (Salvarsan), diperkenalkan pada tahun 1913. Karena kedua obat ini memiliki faktor risiko tinggi akibat adanya arsenik, obat ini dikalahkan oleh Prontosil, obat antibakteri sulfonamida (sulfamidochrysoidin) spektrum luas yang ditemukan oleh ahli bakteriologi Jerman Gerhard Domagk pada tahun 1930, dan terutama digunakan dalam pengobatan tentara yang terluka selama Perang Dunia I. Penemuan ini menjadi tonggak sejarah penelitian antibiotik lainnya. Prontosil memiliki peran bakteriostatik terhadap berbagai kelompok bakteri dengan menghambat enzim dihidropteroat sintetase (DHPS) pada jalur asam folat yang akhirnya menghambat sintesis asam nukleat bakteri, namun sulfonamida akhirnya digantikan oleh penisilin, karena bakteri menjadi resisten terhadap Prontosil karena terjadinya mutasi pada enzim DHPS. Pada tahun 1928, ahli bakteriologi Skotlandia Alexander Fleming secara tidak sengaja menemukan bahwa jamur (Penicillium notatum) menghambat perkembangan koloniStafilokokus aureus. Ia menduga bahwa jamur pasti telah mengeluarkan senyawa yang menghambat bakteri, dan pada tahun 1929, ia berhasil mengisolasi molekul aktif dan menamakannya 'penisilin', antibiotik sejati pertama. Namun, karya Howard Walter Florey dan Ernst Boris Chain-lah yang menjelaskan struktur penisilin G (penisilin pertama yang digunakan dalam infeksi bakteri) pada tahun 1939 dan mampu memurnikan antibiotik secara efisien dan meningkatkan produksi. Munculnya penisilin dalam pengobatan pada tahun 1945 adalah terobosan besar berikutnya dalam penemuan antibiotic. Struktur penisilin dijelaskan melalui analisis kristalografi sinar-X oleh Dorothy Crowfoot Hodgkin pada tahun yang sama, sehingga memungkinkannya diklasifikasikan sebagai anggota pertama dari keluarga --laktam antibiotik alami (Udin Mahtab Tanvir, dkk 2021) Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Secara umum obat ini bekerja melalui dua cara, yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri. Sebelum adanya antibiotik (pre-antibiotic era), penyakit akibat infeksi bakteri seringkali dapat mengakibatkan kematian. Infeksi kulit yang tergolong ringan misalnya, bisa memberat dan berakhir dengan kematian karena belum ditemukan obat yang dapat mengatasi infeksi tersebut. Penemuan antibiotik pertama yaitu penisilinoleh Alexander Flemming pada tahun 1928 merupakan sebuah momentum besar dalam dunia kedokteran. Penemuan penisilin selanjutnya diikuti dengan penemuan berbagai jenis antibiotik lainnya. Penyakit akibat infeksi bakteri dapat diatasi dengan relatif mudah setelah ditemukannya berbagai antibiotik. Penggunaan antibiotik secara tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Antibiotik tidak dapat disangkal telah menjadi anugerah bagi masyarakat manusia dalam memerangi bakteri, menyelamatkan jutaan nyawa. Namun, jumlah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang resistan terhadap banyak obat (MDR) meningkat di seluruh dunia, dan ancaman infeksi yang tidak dapat diobati telah muncul sejak awal abad ke-21. Meskipun antibiotik telah memungkinkan pengembangan beberapa bidang praktik medis, termasuk hasil efektif dari beberapa operasi bedah dan terapi imunosupresif yang bergantung pada profilaksis antibiotik, dan potensi untuk mengelola komplikasi infeksi, resistensi antimikroba (AMR) menghadirkan tantangan signifikan bagi semua sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Karena semua organisme mengembangkan mutasi genetik untuk mencegah tekanan seleksi yang mematikan, AMR merupakan hasil evolusi yang tidak dapat dihindari. Bakteri akan cenderung mengembangkan dan menggunakan strategi resistensi selama obat antibakteri digunakan untuk melawannya (yaitu tekanan seleksi hadir di lingkungan mereka). 2.2 Mekanisme kerja antibiotik Fungsi antibiotik adalah jenis obat yang diresepkan oleh dokter guna melawan bakteri. Cara kerja antibiotik dilakukan dengan dua cara, yaitu menghentikan pertumbuhan dan membunuh bakteri. Seseorang membutuhkan antibiotik adalah ketika imunitas tidak kuat lagi untuk menghancurkan bakteri. Ketika bakteri berkembang biak dan menghasilkan masalah kesehatan, pada dasarnya kekebalan tubuh sudah mulai bekerja. Tetapi, ketika komponen sistem imun dalam tubuh sudah tidak kuat lagi dalam menghancurkan bakteri, maka pada saat inilah tepatnya tubuh memerlukan antibiotik. Antibiotik sendiri terbagi menjadi beberapa jenis yang cara kerjanya berbeda, tergantung dari jenisnya, mulai dari amoksisilin, sefalosporin, dan lain-lain. Jenis obat ini juga tersedia dalam beberapa bentuk, di antaranya yaitu, pil, kapsul, krim, losion, semprotan, tetes, hingga suntikan. Resep antibiotik yang tidak tepat Aktivitas antibakteri biasanya diklasifikasikan menjadi salah satu dari lima mekanisme: mengganggu sintesis dinding sel bakteri, menghambat biosintesis protein bakteri, menghambat sintesis asam nukleat bakteri, menghambat jalur metabolisme, dan menghambat fungsi membran bakteri. Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan yang saling terikat. Antibiotik, seperti laktam (penisilin dan turunannya, sefalosporin, dan karbapenem) dan glikopeptida (vankomisin) menghambat biosintesis peptidoglikan, sehingga sel rentan terhadap tekanan osmotik dan autolisis. Akibatnya, antibiotik bakterisida menghambat sintesis dinding sel. Karena sel hewan tidak memiliki peptidoglikan, Penggunaan antibiotik yang tidak memadai dan berlebihan mekanisme kerjanya bersifat selektif. Peptidoglikan, komponen penting dari dinding sel bakteri yang menghasilkan dukungan mekanis, ditemukan pada bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Namun, peptidoglikan tebal (sepuluh hingga empat puluh lapisan) pada bakteri Gram-positif tetapi tipis (satu atau dua lapisan) pada bakteri Gram-negatif. Peptidoglikan terdiri dari rantai glikana yang terdiri dari subunit disakarida N-asetilglukosamin (NAG) dan asam N-asetilmuramat (NAM), yang dihubungkan silang oleh rantai pentapeptida. Melalui pengasilasian transpeptidase yang terlibat dalam pengikatan silang peptida untuk menyusun peptidoglikan, antibiotik --laktam menghambat tahap terakhir dalam sintesis peptidoglikan. Protein pengikat penisilin (PBP) merupakan target utama aktivitas antibiotik --laktam. Hal ini, pada gilirannya, mengganggu mekanisme transpeptidasi terminal, yang mengakibatkan hilangnya viabilitas dan lisis mikroorganisme. Glikopeptida Glikopeptida seperti vankomisin menghambat sintesis dinding sel dengan menempel pada terminal D-Ala-D-Ala dari rantai peptida yang mengembang selama sintesis dinding sel, sehingga mengakibatkan penghambatan transpeptidase, mencegah pemanjangan selanjutnya, dan ikatan silang rantai peptidoglikan. Antibiotik menghambat sintesis protein Ribosom 70S bakteri (berdasarkan laju sedimentasi protein, dinyatakan sebagai unit “Svedberg”) terdiri dari subunit 30S dan 50S. Antibiotik menghambat sintesis protein dengan menargetkan subunit 30S (aminoglikosida dan tetrasiklin) atau 50S (kloramfenikol, makrolida, dan oksazolidinon. 2.3 Mekanisme resistensi antibiotik Resistensi antibiotik merupakan suatu fenomena saat bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik sehingga tidak dapat lagi dibunuh atau dihambat pertumbuhannya oleh antibiotik. Penggunaan antibiotik secara tidak tepat yang dapat mengakibatkan resistensi misalnya penggunaan antibiotik dengan durasi atau dosis yang tidak tepat dan penggunaan antibiotik sembarangan (di luar kasus infeksi bakteri).Bakteri yang sudah kebal terhadap antibiotik dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Selain itu, “kekebalan” yang dimiliki oleh satu bakteri dapat ditularkan ke bakteri lain. Hal itulah yang menyebabkan cepatnya perkembangan resistensi antibiotik. Kecepatan perkembangan resistensi antibiotik ini jauh melebihi kecepatan penemuan antibiotik baru. Saat ini cadangan antibiotik yang tersedia sudah semakin menipis.Meningkatnya kasus resistensi antibiotik menyebabkan beberapa jenisantibiotik tersebut tidak mampu lagi digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Apabila kejadian resistensi antibiotik ini terus meningkat, kita seolah-olah akan kembali ke masa lalu, saat antibiotik belum ditemukan. Saat itu, infeksi bakteri yang ringan sudah dapat mengakibatkan kematian karena tidak ada obatnya. Tidak berlebihan jika resistensi antibiotik dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi dunia kesehatan.Belum terlambat bagi kita untuk membantu menghentikan perkembangan resistensi antibiotik. Cara termudah adalah dengan tidak menggunakan antibiotik sembarangan, misalnya dengan tidak mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dokter dan selalu menggunakan antibiotik sesuai anjuran dari dokter. Penting untuk diingat bahwa penggunaan antibiotik sembarangan tidak hanya berbahaya bagi orang yang menggunakan antibiotik tersebut, tapi juga bagi orang lain karena risiko resistensi antibiotik yang ditimbulkan. Resistensi alami dan yang didapat terhadap antibiotik merupakan dua bentuk utama resistensi antibiotik. Resistensi normal dapat bersifat bawaan (sering kali diekspresikan dalam organisme), atau dimediasi (gen biasanya terdapat dalam bakteri tetapi hanya diaktifkan hingga mencapai tingkat resistensi setelah pengobatan antibiotik). Di sisi lain, resistensi yang didapat mungkin merupakan hasil dari bakteri yang memperoleh materi genetik melalui translasi, konjugasi, atau transposisi, atau mutasi pada DNA kromosomnya sendiri. Mekanisme AMR dapat dibagi menjadi empat kategori: pembatasan penyerapan obat; modifikasi target obat; inaktivasi obat; dan pengeluaran obat. Karena perbedaan struktural dan lainnya, bakteri Gram negatif dapat menggunakan keempat mekanisme tersebut, sedangkan bakteri Gram positif cenderung tidak menggunakan mekanisme pembatasan penyerapan obat (lipopolisakarida di membran luar tidak ada) dan mekanisme pengeluaran obat. Bakteri gram negatif secara intrinsik kurang permeabel terhadap antibiotik tertentu dibandingkan bakteri gram positif, karena membran luarnya menciptakan perisai permeabilitas karena adanya lapisan lipopolisakarida (LPS). Fakta bahwa antibiotik glikopeptida misalnya, vankomisin tidak efektif terhadap bakteri gram negative bakteri karena kurangnya penetrasi melalui membran luar merupakan ilustrasi utama dari efisiensi penghalang alami ini. Molekul hidrofilik termasuk laktam, tetrasiklin, dan fluorokuinolon tertentu sangat terpengaruh karena modifikasi permeabilitas membran luar. Molekul polar mengalami kesulitan memasuki dinding sel enterococci karena penurunan regulasi saluran porin atau bahkan substitusi dengan saluran non-selektif memberikan toleransi inheren terhadap aminoglikosida. Lebih jauh, penelitian terkini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi porin sangat mengarah pada resistensi terhadap obat-obatan seperti karbapenem pada anggota ordo Enterobacterales, Bakteri Acinetobacterspp dan Penyakit pseudomonas Misalnya, resistensi terhadap karbapenem pada Enterobacterales akan muncul tanpa adanya enzim aktivitas karbapenemase, jika mutasi menurunkan produksi porin atau jika alel porin bermutasi hadir. Pembentukan biofilm adalah mekanisme lain yang membantu kolonisasi bakteri. Matriks biofilm meliputi polisakarida, protein, dan DNA, sehingga membuat agen antimikroba sulit masuk ke dalam bakteri dan dengan demikian memberikan pertahanan. Resistensi antibiotik menjadi permasalahan serius dalam dunia kesehatan, dan pemahaman terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko resistensi menjadi kunci dalam upaya pencegahan. Salah satu penyebab utama resistensi antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, termasuk minum antibiotik untuk penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti batuk pilek, dan penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan diagnosis penyakit. Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak teratur, seperti memberi jeda waktu 1-2 hari, juga dapat menjadi faktor risiko resistensi antibiotik. Ketidakpatuhan dalam menghabiskan seluruh resep antibiotik sesuai dengan waktu yang disarankan oleh dokter juga memberikan peluang bagi bakteri untuk mengembangkan resistensi. Melalui pemahaman mendalam terhadap penyebab ini, kita dapat mengambil langkah-langkah preventif yang lebih efektif dalam mengatasi resistensi antibiotik. Cara Penggunaan Antibiotik yang Tepat: Konsultasi dengan Dokter: Hindari membeli antibiotik tanpa resep dokter. Diagnosa yang Akurat: Pastikan antibiotik digunakan untuk infeksi bakteri, bukan virus atau jamur. Habiskan Sesuai Aturan: Jangan berhenti minum antibiotik sebelum habis, meskipun gejala telah mereda. Jangan Menyimpan Sisa Obat: Hindari menyimpan antibiotik yang tidak terpakai di rumah. Jangan Memberikan kepada Orang Lain: Antibiotik yang diresepkan untuk seseorang tidak boleh diberikan kepada orang lain. 2.4 Pengobatan Resistensi Pentingnya menyelesaikan seluruh resep antibiotik menjadi faktor kunci dalam eradicating bakteri penyebab infeksi secara tuntas. Dengan menyelesaikan resep antibiotik secara penuh, kita dapat meminimalkan peluang bakteri untuk mengalami mutasi atau mengembangkan resistensi, sehingga pengobatan pada kunjungan berikutnya tetap efektif. Selain itu, resistensi antibiotik merupakan ancaman serius bagi kesehatan global, di mana penghentian prematur pengobatan dapat meningkatkan risiko bakteri yang selamat mengembangkan mekanisme pertahanan, merugikan efektivitas antibiotik pada masa mendatang.Mencegah resistensi antibiotik juga melibatkan upaya untuk mencegah bakteri menjadi lebih kuat. Bakteri yang selamat dari pengobatan antibiotik cenderung mengalami perkembangan yang membuatnya lebih tangguh. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat tentang antibiotik dan penggunaannya yang bijak menjadi kunci dalam mengatasi resistensi antibiotik. Disiplin dalam mengikuti aturan penggunaan obat sesuai anjuran dokter menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah dampak buruk dari resistensi antibiotic (Kemkes). Pencegahan utama dari kasus resistensi antibiotik adalah terapi yang rasional. (tepat) Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping antibiotika. Penegakan diagnosis infeksi Sebelum pemberian antibiotik, pasien harus tegak diagnosis infeksi baik secara klinis maupun pemeriksaan mikrobiologi. Gejala panas bukan merupakan satu-satunya alasan diagnosis infeksi bakteri. Pemeriksaan kuman penyebab Pemeriksaan kuman penyebab beserta tes kepekaan kuman terhadap antibiotik dapat membantu pemilihan antibiotik secara tepat sehingga pengobatan yang diberikan dapat rasional Pertimbangan perlu atau tidak antibiotik diberikan Antibiotik diberikan pada kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Untuk kasus infeksi yang disebabkan olch virus maka dalam pengobatannya digunakan antivirus, sedangkan untuk kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur maka digunakan antifungi sehingga antibiotik tidak tepat bila digunakan pada kasus infekal selain oleh bakteri Penentuan dosis, lama terapi, dan cara pemberian Dosis, lama terapi dan cara pemberian yang tidak tepat dapat meningkatkan kejadian resistensi sehingga dalam peresepan sangat penting untuk mempertimbangkan dosis, lama terapi dan cara pemberian yang tepat. Edukasi pada masyarakat Edukasi bahwa tidak semua jenis penyakit dapat disembuhkan dengan penggunaan antibiotik. Selain itu, bila pasien yang menerima terapi antibiotik sudah merasakan perbaikan maka pasien tidak boleh langsung menghentikan penggunaan antibiotik. Regulasi Undang-Undang Untuk mencegah penggunaan antibiotik yang semakin meluas, pembatasan penggunaan antibiotik melalui pengobatan sendiri oleh masyarakat diatur melalui Undang-Undang. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter berpotensi menimbulkan berbagai macam risiko antara lain: Peningkatan jumlah kasus infeksi yang disebabkan bakteri patogen yang resisten Peningkatan risiko terjadinya kejadian obat yang tidak dikehendaki (adverse drug events) Penurunan efektivitas terapi Peningkatan biaya kesehatan Kebanyakan pasien menggunakan antibiotik tanpa resep dokter karena disarankan oleh teman/kerabat yang bekerja di bidang kesehatan. Hal ini mengindikasikan model masyarakat Indonesia yang sangat komunal. berikut beberapa jenis obat antibiotik yang sering digunakan tanpa resep dokter sebagai berikut: Amoxicillin Obat antibiotik yang satu ini berinteraksi dengan obat probenesid dan obat asam allopurinol. Umumnya obat ini dikonsumsi sebelum atau setelah makan. Azithromycin Obat antibiotik azithromycin berinteraksi dengan antasida dan digoksin. Pasien yang mengkonsumsi obat antibiotik ini harus sesudah makan Ampicillin Jenis obat antibiotik ampicillin berinteraksi dengan probenesid, kontrasepsi oral, dan allopurinol. Pasien yang mengkonsumsi obat antibiotik ini diwajibkan sebelum makan. Ciprofloxacin Ciprofloxacin adalah jenis obat antibiotik yang berinteraksi dengan antasida, zat besi, dan susu, sehingga penggunaannya dapat diberi jeda sekitar 2 jam. Obat ini bisa dikonsumsi sebelum atau setelah makan Cefadroxil Cefadroxil merupakan salah satu jenis obat antibiotik yang berinteraksi dengan antibiotic golongan penicillin, aminoglikosida, probenesid, dan diuretika. Obat ini juga bisa dikonsumsi saat sebelum atau sesudah makan. Levofloxacin Obat antibiotik jenis ini berinteraksi dengan antasida, obat anti inflamasi non steroid, dan obat antidiabetes. Dianjurkan mengkonsumsi obat antibiotik levofloxacin sebelum makan. Cefalexin Cefalexin adalah obat antibiotik yang dapat berinteraksi dengan obat golongan aminoglikosida, antikoagulan oral, dan antibiotic chloramphenicol. Obat ini bisa dikonsumsi saat sebelum atau sesudah makan. Umumnya, antibiotik digunakan untuk penyakit akibat infeksi bakteri, seperti demam tifoid, meningitis, tuberkulosis, difteri, disentri, infeksi saluran kemih, gonore, dan sifilis. Namun, antibiotik tidak perlu untuk penyakit akibat virus dan kuman, seperti demam dan flu. Saran Pentingnya pemilihan pengobatan antibiotik yang tepat untuk anak. Perlunya kerjasama yang baik antara dokter dan apoteker guna mencegah terjadinya pengobatan yang tidak rasional melalui beberapa usaha diantaranya dengan melakukan MESO (Monitoring Efek Samping). Pentingnya komunikasi dan kerjasama antara tenaga medis dan pasien atau keluarga pasien sehingga tercapai pengobatan yang tepat. Perlu adanya perbaikan dan kejelasan dalam pencataan data rekam medik pasien sehingga memudahkan peneliti serupa yang mengambil data dari rekam medik rumah sakit tersebut. DAFTAR PUSTAKA https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1876034121003403?ref=pdf_download&fr=RR-9&rr=8cccfdb55822be7b https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1201971219300086?ref=pdf_download&fr=RR-9&rr=8cccef420cbe4ad1 LAMPIRAN JURNAL ? 1