PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
MENURUT AL-QUR’AN
(Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)
Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon
Oleh:
ROBEAH FERAWATI
NIM. 06410341
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2011 M / 1432 H
ABSTRAK
ROBEAH FERAWATI
: “Pendidikan Anak Dalam Keluarga Menurut
Al-Qur’an (Studi Analisis Terhadap
Q.S
Luqman ayat 12-19)"
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh
kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan di akherat kelak. Konsep-konsep yang
dibawa al-qur’an selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena ia
turun untuk memberikan penjelasan tentang pendidikan dalam beberapa surat
didalamnya salah satunya terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui isi kandungan tentang
pendidikan dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 menurut pendapat Mufassirin,
untuk mengetahui tentang konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu
pendidikan Islam, untuk mengetahui tentang analisis terhadap pendidikan anak yang
terkandung dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19.
Berangkat dari kerangka pemikiran bahwa pentingnya pentingnya pendidikan
dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya, anak merupakan amanat Allah bagi orang tuanya. Oleh karena itu orang tua
dituntut untuk menjadi pendidik yang mampu memberikan pengetahuan pada anakanaknya, dan memberikan sikap yang positif dengan mengikuti konsep pendidikan
yang dipakai Luqman kepada anaknya.
Penelitian ini dilakukan dengan cara eksplorasi terhadap paparan para
mufassirin melalui kitab-kitab yang ditulisnya, diantaranya: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir
Jalalain, Tafsir Fi Zhilail Qur’an, Tafsir Al-Misbah. Serta dilengkapi dengan bukubuku yang berkaitan dengan pendidikan anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an surat Luqman ayat 1219. Isi kandungan dalam Qur'an Surat Luqman ayat 12-19 bahwa Luqman adalah
orang yang saleh yang diberi hikmah oleh Allah SWT berupa ilmu pengetahuan.
Pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam yang telah
diterapkan adalah bahwa Anak merupakan makhluk yang masih membawa
kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Analisis yang
terdapat dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 adalah meliputi materi tentang
pendidikan tauhid, materi tentang pendidikan akhlak, materi tentang pendidikan
ibadah dan materi tentang pendidikan sosial.
“PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN
(Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”
PERSETUJUAN
Oleh:
ROBEAH FERAWATI
NIM. 06410341
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Mahbub Nuryadien, M.Ag
NIP. 19670109 200312 1 001
Drs. H. Suteja, M.Ag.
NIP. 19630305 199903 1 001
Ketua Jurusan PAI
Drs. H. Suteja, M.Ag.
NIP. 19630305 199903 1 001
NOTA DINAS
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Di Cirebon
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah melaksanakan bimbingan, telaah, arahan dan koreksi terhadap
penulisan skripsi saudari ROBEAH FERAWATI NIM. 06410341, berjudul:
“PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi
Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”.
Kami berpendapat bahwa skripsi tersebut di atas sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk dimunaqosahkan.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Pembimbing I
Drs. H. Suteja, M.Ag.
NIP. 19630305 199903 1 001
Pembimbing II
Drs. Mahbub Nuryadien, M.Ag
NIP. 19670109 200312 1 001
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI
Bismilahirrohmanirrahim
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PENDIDIKAN
ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis
Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”.
ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang sesuai dengan
etika yang berlaku dalam keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/ sanksi apapun yang akan
dijatuhkan kepada saya sesuai dengan peraturan yang berlaku apabila dikemudian
hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan atau ada klaim terhadap
keaslian karya saya ini.
Cirebon, Januari 2011
Yang membuat pernyataan
ROBEAH FERAWATI
NIM. 06410341
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Penulis :
1. Nama
: Robeah Ferawati
2. Tempat / Tanggal Lahir : Cirebon, 16 Maret 1987
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Agama
: Islam
5. Alamat Rumah
: Desa Pesanggrahan
Blok Karang Anyar
Plumbon - Cirebon.
6. Nama Orang Tua
: a. Ayah
b. Ibu
: Syahidin (Alm)
: Suranti
Riwayat Pendidikan:
1. SDN 3 Kaliwadas – Cirebon, lulus tahun 1999
2. MTs Ash-Shiddiqiyyah Sumber - Cirebon, lulus tahun 2002
3. MA Ash-Shiddiqiyyah Sumber Cirebon, lulus tahun 2005
4. IAIN Syekh Nurjati Cirebon sampai sekarang (mengambil Fakultas
Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam)
“PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN
(Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”
Oleh:
ROBEAH FERAWATI
NIM. 06410341
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2011 M / 1432 H
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19) ”
oleh ROBEAH FERAWATI, Nomor Pokok: 06410341, telah diujikan dalam sidang
Munaqosah pada tanggal 27 Januari 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI),
Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon.
Cirebon, 27 Januari 2011
Sidang Munaqosah,
Ketua
Sekretaris
Merangkap Anggota,
Merangkap Anggota,
Drs. H. Suteja, M.Ag.
NIP. 19630305 199903 1 001
Akhmad Affandi, M.Ag.
NIP. 19721214 200312 1 003
Anggota,
Penguji I
Drs. Taqiyuddin, M.Pd.
NIP. 19630522 199403 1 003
Penguji II
Sopidi, S.Ag. SS.MA.
NIP. 19691102 199903 1 002
KATA PENGANTAR
Bismilahirrohmanirrahim
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi yang
berjudul . “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT ALQUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”
Skripsi disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama
Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan, fasilitas dan kesempatan yang
didapat selama ini. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. DR. H. Maksum, MA.. Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
2. Dr. Septi Gumiandari, M.Ag., Pgs. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh
Nurjati Cirebon.
3. Drs. H. Suteja, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Drs. H. Suteja, M.Ag., Pembimbing I
5. Drs. Mahbub Nuryadien, M.Ag, Pembimbing II
6. Dan Semua pihak yang telah memberikan bantuan, kerja sama, waktu dan
semangat, motivasi moril dan spiritual.
i
Didalam penulisan skripsi ini penulis menyadari betul bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan
maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan semoga skripsi ini dapat memberikan
kemanfaatan bagi kita semua. Amin.
Cirebon, Februari 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
PERSETUJUAN
PENGESAHAN
NOTA DINAS
PERNYATAAN OTENTISITAS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
BAB I
:PENDAHULUAN...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
7
C. Tujuan Penelitian..................................................................
8
D. Kerangka Pemikiran..............................................................
8
E. Langkah-langkah Penelitian.................................................
11
F. Sistematika Penulisan...........................................................
14
:TAFSIR AYAT 12-19 QUR’AN SURAT LUQMAN..............
15
A. Pendekatan Bahasa................................................................
15
1. Biografi Luqman ...........................................................
15
2. Teks dan Terjemah..........................................................
16
3. Penjelasan Kosa Kata......................................................
18
BAB II
iii
4. Isi Kandungan Qur’an Surat Luqman ayat 12-19...........
20
B. Pendapat Mufassir ...............................................................
21
1. Mufassir Klasik..............................................................
21
2. Mufassir Modern ...........................................................
28
C. Pendapat Ahli Didik Muslim Tentang Ayat 12-19 Qur’an
BAB III
Surat Luqman........................................................................
54
1. Ahmad Zayidi dan Abdul Majid.....................................
54
2. Fachrudin........................................................................
56
: KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA 7-12 TAHUN............
60
A. Teori Tentang Anak Usia 7-12 Tahun..................................
60
1. Karakter Umur Anak. ............................................. .......
60
2. Perkembangan Fisik Anak.............................................
63
3. Perkembangan Intelek Anak ................................... ....
66
4. Perkembangan Moral Anak...........................................
72
5. Perkembangan Sosial Anak..............................................
74
6. Perkembangan Keagamaan Anak....................................
76
B. Teori Tentang Pendidikan Anak.................................... ... ....
80
1. Dasar dan Tujuan...................................................... ...
80
2. Pendidik .................................................................... ..
84
3. Materi………………………………………………….
86
4. Metode.........................................................................
88
5. Media ......................................................................... ..
95
C. Urgensi Pendidikan Anak................................................. ....
iv
97
BAB IV
: ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN ANAK YANG
TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN SURAT
LUQMAN AYAT 12-19 .......................................................
100
A. PendidikanTauhid ..................................................... …. ...
100
1. Pengertian Pendidikan Tauhid........................................
100
2. Metode Penanaman Keimanan kepada Anak.................
101
B. Pendidikan Akhlak ................................................ ……. ......
102
1. Pengertian Akhlak Secara Etimologi dan
Terminologi..................................................................... 102
2. Bentuk Perbuatan Akhlak...............................................
104
3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak........
106
4. Metode Pembentukan Akhlak........................................
108
5. Hikmah Pendidikan Akhlak terhadap Kejiwaan Anak...
109
C. Pendidikan Ibadah................................................... ... .. .....
109
1. Pengertian Ibadah.........................................................
109
2. Macam-macam Ibadah............................................... ..
110
3. Hikmah Pendidikan Ibadah terhadap Kejiwaan Anak.
111
D. Pendidikan Sosial .......................................................... ...
BAB V
112
1. Pengertian Pendidikan Sosial........................................
112
2. Hikmah Pendidikan Sosial terhadap Kejiwaan Anak....
114
: KESIMPULAN .....................................................................
DAFTAR PUSTAKA
v
115
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian dari fenomena interaksi kehidupan sosial
manusia, artinya didalam kehidupan ini manusia membutuhkan pendidikan untuk bisa
berinteraksi dengan baik dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Pendidikan
sebagai proses upaya meningkatkan nilai peradaban individu atau masyarakat dari
suatu keadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik, secara institusional
peranan dan fungsinya semakin dirasakan oleh sebagian besar masyarakat
(Taqiyuddin, 2008: 42 ).
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam
lingkungan tertentu. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan
keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pendidikan berfungsi membantu
peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi,
kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif baik bagi dirinya
maupun lingkungannya.
Islam adalah syari’at Allah yang diturunkan melalui para Rosul kepada
manusia agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Hal ini sesuai dengan Q.S
Adz-dzariyat : 56.
2
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. (DEPAG RI, 2000: 862)
Pelaksanaan syari’at ini menuntut adanya pendidikan manusia sehingga
manusia pantas untuk memikul amanat dan menjalankan perintah dari Allah,
pendidikan yang dimaksud adalah pendidkan Islam. Pendidikan Islam adalah
pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya
berdasarkan agama Islam, dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di kehidupan
individu dan masyarakat yakni dalam seluruh lapangan kehidupan (Abdurrahman anNahlawi, 1996: 49).
Pendidikan Islam merupakan pendidikan mutlak dapat dilaksanakan
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Pengertian tersebut lebih menekankan
pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju yang baik, cara mengubah
tingkah laku itu melalui pengajaran.
Ahmad Supardi mengartikan pendidikan Islam yang berdasarkan ajaran
Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi
muslim yang bertakwa kepada Allah SWT adalah cinta kasih pada orang tua dan
sesama hidupnya juga kapada tanah airnya sebagai karunia yang diberikan oleh Allah
SWT (Tedi Priatna, 2004: 30).
3
Keterpaduan antara manusia dan pendidikan itu sangat erat hubungannya
dan karena manusia membutuhkan pendidikan maka keluarga sebagai wahana
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak.
Keluarga merupakan pokok pertama yang mempengaruhi anak karena di
lingkungan ini anak diperkenalkan kehidupan sosial, adanya interksi anggota
keluarga yang satu dengan yang lainnya, selain itu anak dapat mempelajari sifat-sifat
mulia, seperti kasih sayang, tolong menolong dan sopan santun. Dengan demikian
dalam keluargalah anak akan dibentuk watak, budi pekerti dan kepribadiannya.
Anak merupakan amanat dari Allah. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007: 16) bahwa anak adalah keturunan yang kedua atau manusia yang
masih kecil. Oleh karena anak merupakan manusia yang masih kecil maka anak perlu
mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari orang tua, agar anak menjadi anak yang
baik dan memiliki penyesuaian sosial yang baik juga. Jadi, pendidikan dalam
keluarga memiliki peranan yang sangat urgen bagi anak.
Perkembangan anak akan terganggu, apabila orang tua tidak mampu
memberikan 2 (dua) jenis makanan dan kebutuhan tersebut. Faktor psiko-edukatif ini
prosesnya akan mengalami gangguan bilamana dalam keluarga mengalami disfungsi
keluarga. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi ini
mempunyai resiko lebih besar untuk terganggu tumbuh kembang jiwanya, dari pada
anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan utuh (keluarga sakinah).
Jadi, ibu-bapak yang beriman dan ta’at beribadah, tentram jiwanya dan senantiasa
4
mendo’akan anaknya dan keturunannya agar senantiasa beriman dan bertaqwa kepada
Allah swt., sejak anak mulai berada dalam kandungannya. (Ahmad Tafsir, 2004 :111)
Pengaruh keluarga terhadap kepribadian anak itu sangat besar, dimana
sebagai orang tua dituntut untuk mengajar, membimbing, dan mendidik mereka.
Proses itu dilakukan orang tua mulai anak lahir terus berangsur meningkat ke usia
remaja dan sampai menjadi dewasa. Rosulullah bersabda:
َْ و َ ﺳ ﻠﱠ َ ﻢ ﻣ ﺎَ ِ ﻣ ﻦ
َﷲ ُ َ ﻋ ﻠ
َُ ﻛ َ ﻤ ﺎ ﺗُ ْﻨ ﺘَ ُ ﺞ ا ْﻟ ﺒَ َ ﻤ ﺔ
َ ﺻ ﻠﱠ ﻰ
ِﷲ
ﻗ ﺎَ َ ل رَ ُ ﺳ ﻮْ ُ ل: ﷲُ َ ﻋ ْﻨ ﻗ ﺎَ َ ل
ِﱢ ﻮ َ د ا ﻧِ اَ وْ ﻨَ ﱢ ﺼ َ ﺮ ا ﻧِ اَ وْ َ ﻤ ﱢ ﺠ َ ﺴ ﺎ ﻧ
ﺮَ َ ﺮ ةَ َ ر ﺿِ َ ﻲ
ُﻮْ ﻟَ ُ ﺪ َ ﻋ ﻠَ ﻰ ا ْﻟ ﻔِ ْﻄ َ ﺮ ِة ﻓَ ﺎَ ﺑَ َ ﻮ ا ه
(ﻞْ ﺗُ ِ ﺤ ﱡ ﺴ ﻮْ نَ ﻓِ ﺎ ِ ﻣ ﻦْ ُ ﺟ ْ ﺪ َ ﻋ ﺎ ِ ء ) ر و ا ه ا ﻟ ﺒ ﺨ ﺎ ر ى
ِﺚُ اَ ﺑ
َﺣ
َ ﻣ ﻮْ ﻟُ ﻮْ ٍ د إِ ﻻﱠ
ﺑَ َ ﻤ ﺔَ ﺟَ ْ ﻤ َ ﻌ ﺎ َ ء
Artinya: “Di riwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallahu’anhu. Dia telah
berkata: Rosulullah Shallallahu’alaih wasallam telah bersabda : “ setiap
anak dilahirkan menurut fitrahnya, kedua orangtuanya lah yang membuatnya
menjadi yahudi, nasrani, atau majusi, sebagaimana seekor ternak yang
melahirkan anaknya dengan sempurna, apakah kamu pernah merasa bahwa
ia akan lahir cacat?” (Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Abdullah,
2004: 579).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa setiap anak yang lahir itu menurut
fitrahnya, ia dalam keadaan bersih dan memeluk agama Islam, tergantung orang
tuanya dalam mendidik anak, ia akan dibuat menjadi manusia yang baik atau yang
jahat, itu semua sudah ditakdirkan oleh Allah SWT.
Keluarga sering diidentikan dengan negara kecil ditengah masyarakat, maka
dalam perspektif ini baik buruknya negara akan terbentuk dari baik buruknya sebuah
keluarga. Oleh karena itu untuk menjadi keluarga muslim yang baik pentingnya
5
menggali kembali suatu konsep pendidikan Islam dengan mengikuti pendidikan yang
diajarkan Luqman kepada anaknya dengan menggunakan metode mau’idzah
(nasehat).
Di dalam buku Ellen J. Langer (2008) mengenai “membongkar 7 mitos
pembelajaran yang menyesatkan” mengatakan bahwa:
1. Ketika
dalam
pembelajaran
terdapat
membuahkan ketidaksempurnaan.
latihan
yang
kemudian
Salah satu mitos yang paling
dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan atau pelatihan adalah bahwa
untuk mempelajari suatu keterampilan, seseorang harus melatihnya hinga
mampu melakukannya tanpa berpikir (Ellen J. Langer, 2008: 10)
2. Adanya pengalihan perhatian yang kreatif. Ketika anak-anak atau orang
dewasa teralihkan, mereka menaruh perhatian pada sesuatu yang lain.
(Ellen J. Langer, 2008: 38)
3. Mitos kepuasan tertunda. Agar anak-anak belajar bahwa mereka harus
menunda kesenangan yang segera dan menggunakan waktu dan tenaga
untuk aktivitas-aktivitas yang akan memberikan ganjaran yang lebih
besar dikemudian hari, mereka berasumsi bahwa dunia itu adil, teratur,
dan bisa diramalkan. (Ellen J. Langer, 2008: 60)
4. Bahaya Menghafal. Menghafal adalah strategi untuk menyerap materi
yang tidak memiliki arti personal. Bahaya cara belajar menghafal sudah
diperlihatkan selama bertahun-tahun. Salah satunya adalah meningkatnya
tingkat kebosanan siswa. (Ellen J. Langer, 2008: 77-78)
6
5. Pandangan baru tentang lupa. Orang yang paling terganggu oleh
pandangan negatif tentang lupa adalah orang-orang yang sudah lanjut
usia. (Ellen J. Langer, 2008: 96)
6. Mindfulness dan kecerdasan. Kemampuan untuk menempatkan serpihanserpihan pengalaman kita dalam relasinya satu sama lain merupakan
salah satu kriteria yang digunakan untuk menilai kecerdasan (Ellen J.
Langer, 2008: 112)
7. Ilusi tentang jawaban yang benar. Ketika hendak mengajar pendidik
seringkali toleran terhadap kesalahan siswa-khususnya ketika kita
percaya bahwa siswa-siswa itu memiliki kecerdasan yang terbatas-tetapi
kita tidak terpikir untuk melihat jawaban mereka bukan sebagai
kesalahan, melainkan sebagai respons terhadap konteks yang berbeda.
(Ellen J. Langer, 2008:144)
Dari sebuah permasalahan yang ada didalam buku “membongkar 7 mitos
pembelajaran yang menyesatkan”. Sebenarnya pendidikan keluarga bagi anak, tidak
harus seperti itu. Karena di dalam Al-Qur’an telah diajarkan mengenai pendidikan
keluarga bagi anaknya. Hal itu, terdapat dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.
Penulis
Karena Al-Qur’an adalah sumber yang pertama dan utama dalam
pengambilan rujukan yang memuat peraturan hidup bagi setiap orang yang beriman
termasuk didalamnya masalah pendidikan. Secara umum di dalam al-Qur'an
7
terkandung banyak unsur dan nilai-nilai pendidikan Islam dalam rangka membimbing
umat manusia pada kehidupan sehari-hari. Salah satu kandungan al-Qur'an yang sarat
dengan nilai-nilai pendidikan adalah surat Luqman ayat 12-19. Sekalipun dalam surat
ini hanya sebatas kisah yang menceritakan tentang nasehat Luqman kepada anaknya,
namun dalam ayat-ayat tersebut sebenarnya menunjukkan keseluruhan nasehat dan
hikmah-hikmah bagi umat manusia dalam sisi pengalamannya.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam penulisan
skripsi dengan judul “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT
AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam dalam skripsi ini penulis membagi ke dalam tiga
bagian, yaitu:
1. Identifikasi Penelitian
a. Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian dalam menyusun Skripsi ini adalah tafsir Tarbawi.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian yang di gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah
menggunakan pendekatan normatif yakni semua bahan yang di butuhkan
bersumber dari bahan- bahan tertulis.
c. Jenis Masalah
8
Jenis masalah dalam penelitian ini adalah masyarakat belum memahami
secara benar tentang konsep pendidikan yang terdapat dalam Qur’an surat
Luqman ayat 12-19.
2. Pembatasan Masalah
Untuk
menghindari
ketidakjelasan
dalam
masalah
ini,
maka
permasalahan akan di batasi pada konsep Pendidikan Keluarga yang terkandung
dalam Qur’an Surat Luqman ayat12-19 dengan mengemukakan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya.
3. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana isi kandungan dalam Qur’an Surat Luqman ayat 12-19 menurut
pendapat Mufassirin?
b. Bagaimana konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu
pendidikan Islam?
c. Bagaimana analisis terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam alQur’an surat Luqman ayat 12-19?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memperoleh data isi kandungan tentang pendidikan dalam Qur’an
surat Luqman ayat 12-19 menurut pendapat Mufassirin.
2. Untuk memperoleh data tentang konsep pendidikan anak dalam keluarga
menurut ilmu pendidikan Islam.
9
3. Untuk memperoleh data tentang analisis terhadap pendidikan anak yang
terkandung dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.
D. Kerangka Pemikiran
Pentingnya Pendidikan dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, anak merupakan amanat Allah bagi
orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang mampu
memberikan pengetahuan pada anak-anaknya, dan memberikan sikap yang positif.
Dalam ilmu pendidikan kita mengenal tiga macam lingkungan pendidikan
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Ketiganya sering memberi pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak
dalam upaya mencapai kedewasaannya (Abdul Rahman Shaleh, 2005 : 270).
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan dalam keluarga
diharapkan dapat mencetak anak yang mempunyai kepribadian yang baik agar dapat
dikembangkan dalam lingkungan pendidikan berikutnya, dengan demikian akan ada
kombinasi pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan pendidikan dari sekolah serta
lingkungan masyarakat.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, merupakan lingkungan
budaya yang pertama dan utama menanamkan norma dan mengembangkan berbagai
kebiasaan dan perilaku yang diangggap bagi kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat (Ahmad Tafsir, 2004 : 92).
10
Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya
adalah:
1. Dasar pendidikan budi pekerti, memberi norma pandangan hidup tertentu
walaupun masih dalam yang sederhana kepada anak didik.
2. Dasar pendidikan sosial, melatih anak dalam tata cara bergaul yang baik
terhadap lingkungan dikitarnya.
3. Dasar pendidikan intelek, anak diajarkan kaidah pokok dalam percakapan,
bertutur bahasa yang baik, kesenian yang disajikan dalam bentuk permainan.
4. Dasar Pembentukan Kebiasaan, pembinaan kepribadian yang baik dan wajar
yaitu membiasakan kepada anak untuk hidup yang teratur, bersih, tertib dan
disiplin.
5. Dasar pendidikan kewarganegaraan, memberikan norma nasionalisme dan
patrotisme, cinta tanah air dan berperikemanusiaan yang tinggi.
6. Dasar pendidikan agama, melatih dan membiasakan ibadah kepada Allah
SWT (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008:229).
Keluarga Muslim akan mendidik anak-anak mereka dengan bertanggung
jawab dalam didikannya, Allah telah memerintahkan kepada setiap orang tua untuk
mendidik anak-anaknya sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surat AtTahrim Ayat 6 sebagai berikut:
11
ْ◌
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”. (DEPAG RI, 2000: 951)
Ayat di atas adalah bentuk tanggung jawab orang tua sebagai pendidik dalam
keluarga , dengan melihat tanggung jawab orang tua begitu besar dalam pendidikan
maka tanggung jawab keluarga dalam pendidikan sangat dominan dalam membentuk
kepribadian anak. Oleh karena itu untuk dapat mendidik anak dengan baik
dibutuhkan konsep pendidikan dalam keluarga yang terdapat dalam Qur’an Surat
Luqman Ayat 12-19.
E. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang di gunakan oleh Penulis dalam penulisan Skripsi ini
sebagai berikut:
1. Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode Tafsir Maudhu’i,
yaitu metode yang di tempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh
ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah atau tema (maudlu’) serta
mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara)
12
turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam Al-Qur’an dan berbeda pula
waktu dan tempat turunnya (Said Agil Husin Al-Munawar, 2003:75).
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode maudhu’i adalah:
a. Memilih tema.
b. Menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengannya.
c. Menentukan urutan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya dan
mengemukakan asbab-alnuzul-nya.
d. Menjelaskan munasabah (relevansi) antar ayat.
e. Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan lengkap
dengan out linenya yang mencakup semua segi dan tema kajian.
f. Mengemukakan hadis-hadis yang berkaitan dengan tema, lalu diakhrij
untuk diterangkan derajat hadis-hadis tersebut.
g. Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bahasa) Arab dan syairsyair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang
terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema.
h. Kajian terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dilakukan
lafadz ‘am, khasb, muqayyad, mutlak syarat, jawab, hukum-hukum fiqh,
nasikh dan yang mansukh, jika ada unsur balaghah dan i’jaz, berusaha
memadukan anara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat lain yang diduga
kontradiktif dengannya atau dengan hadis yang tidak sejalan dengannya
atau dengan teori-teori ilmiah, menolak kesamaran-kesamaran yang
dengan sengaja ditaburkan oleh lawan Islam, menyebutkan penjelasan
13
berbagai qira’at, menerangkan makna ayat-ayat terhadap kehidupan
kemasyarakatan dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju tema
kajian (Said Agil Husin Al-Munawar, 2003:75)
2. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data Normatif yaitu data
yang ada hubungan dan Relevansinya dengan penelitian ini yang diperoleh dari
Teori-teori yang terdapat dalam literatur kepustakaan.
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer, diperoleh dari beberapa tafsir yaitu Tafsir AlMishbah karya M.Quraish Shihab, Tafsir Jalalain karya Imam
Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Ibn katsir
karya Ibn katsir, dan tafsir Fiidzilalil Qur’an karya Sayyid Quthb.
b. Sumber data sekunder, diperoleh dari buku kedua yaitu Cakrawala
Pemikiran Pendidikan Islam karya Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dan literatur
kepustakaan lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data
kepustakaan.
5. Tehnik Analisis Data
dalama
penelitian
ini
menggunakan
penelitian
14
Data yang terkumpulkan dan diolah kemudian di analisa dengan pendekatan
kualitatif yaitu mengadakan sistemisasi terhadap bahan-bahan tertulis, terutama yang
berkaitan dengan penelitian ini, antara lain kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Menginfentarisasi Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah
Konsep Pendidikan dalam Keluarga menurut ajaran Islam.
b. Menghimpun pendapat para ahli tafsir dalam memahami penjelasan
terhadap nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Qur’an surat Luqman ayat 1219 tentang Konsep Pendidikan dalam keluarga.
F. Sistematika Penulisan
Agar lebih terarah dan sistematika dalam pembahasan skripsi ini, penulis
mencoba menggunakan sistematika dan pembahasan dalam lima bab dan dari lima
bab tersebut di rinci lagi menjadi sub bab sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan, terdiri dari enam sub bab yaitu latar belakang
masalah,
pemikiran,
rumusan
masalah,
langkah-langkah
tujuan
masalah,
penelitian
dan
kerangka
Sistematika
penulisan.
BAB II
Tafsir ayat Q.S Luqman 12-19, yang terdiri dari tiga sub bab
yaitu pendekatan bahasa, pendapat mufassir, dan pendapat ahli
didik muslim.
BAB III
Pendidikan keluarga bagi anak usia 7-12 tahun, yang terdiri
dari tiga sub bab yaitu teori tentang anak usia 7-12 tahun, teori
15
tentang penddikan anak, dan urgensi pendidikan anak usia 7-12
tahun.
BAB IV
Analisis terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam AlQur’an surat Luqman 12-19, yang terdiri dari empat sub bab
yaitu materi tentang pendidikan tauhid, materi tentang
pendidikan akhlak, materi tentang pendidikan ibadah, dan
materi tentang pendidikan sosial.
BAB V
Kesimpulan.
16
BAB II
TAFSIR AYAT 12-19 QUR’AN SURAT LUQMAN
A. Pendekatan Bahasa
1. Biografi Luqman Al-Hakim
Nama lengkapnya Luqman bin 'Anqo' bin Sadun, anaknya bernama Tsaron, Ia
seorang hamba yang shalih, bukan seorang nabi. Menurut tarikh tentang umat-umat
dan agamanya, maka bani Israil mengakui bahwa Luqman termasuk dari
golongannya. Ia hidup di masa nabi Daud as dan memilih diberi hikmah daripada
kenabian.
Sedangkan
orang
Yunani
mengaku
ia
dari
golongannya.
Dan
memanggilnya Isyub dari desa Amartum yang dilahirkan sesudah berdirinya kota
Roma selang 200 tahun. Adapun daerah asalnya menurut hadits yang mu’tamad
berasal dari Sudan.
Karena keshalihannya dan untaian nasihatnya bagaikan mutiara, namanya
diabadikan dalam al-Qur'an, yaitu dalam surat Luqman, surat ke-31. Ia telah
mendapatkan ilmu hikmah sehingga dijuluki al-Hakim (ahli hikmah).
Namanya
diabadikan dalam salah satu surah dalam al-Quran. Namanya dilekatkan oleh Allah
dengan cara/pedoman bagi para orang tua muslim/muslimah dalam mendidik anakanaknya agar tumbuh menjadi anak-anak yang soleh/solehah. Dialah Luqman al-
16
Hakim. Diantara hikmah yang diberikan Allah kepada Luqman adalah ilmu,
keagamaan, ketepatan dalam perkataan, dan banyak hikmah yang lainnya.
Mengenai makam Luqman menurut keterangan al-Suyuti berada di tanah
Ramalah, yaitu nama tempat antara masjid Ramalah dan pasarnya, dimana terdapat
makam 70 nabi setelah Luqman. Dikatakan dalam kitab fath al-Rahman bahwa
kuburan Luqman berada di daerah Sarfandi, yaitu daerah di luar kota Palestina yang
terletak diantara Syam dan Mesir. ( Miftahul Huda, 2008:191)
2. Teks dan Terjemah
ð ð
17
Artinya: 12“Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji". 13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". 14. Dan kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka
Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. 16. (Luqman
berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha Mengetahui. 17.Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai (DEPAG RI, 2008: 411).
18
3. Penjelasan Kosa Kata
ﻟ ﻘ ﻤ ﺎ ن- Luqman : dia adalah seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia
termasuk diantara penduduk Mesir yang berkulit hitam, serta dia adalah orang yang
hidup sederhana, Allah telah memberinya hikmah dan menganugerahkan kenabian
kepadanya.
ا ﻟ ﺤ ﻜ ﻤ ﺔ- Al-Hikmah : artinya kebijaksanaan dan kecerdikan banyak perkataan
bijak yang berasal dari Luqman, antara lain perkataannya kepada anak lelakinya,
“Hai anakku, sesungguhnya dunia tu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya
banyak manusi yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah perahumu di dunia
bertakwa kepada Allah SWT. muatannya iman dan lautannya bertawakkal kepada
Allah. Barangkali saja kamu dapat selamat (tidak tenggelam ke dalamnya) akan
tetapi aku yakin kamu dapat selamat.”
ا ﻟ ﺸ ﻜ ﺮ- Asy-Syukru : memuji kepada Allah, menjurus kepada perkara yang
hak, cinta kebaikan untuk manusia, dan mengarahkan seluruh anggota tubuh serta
semua nikmat yang diperoleh kepada ketaatan kepada-Nya.
ا ﻟ ﻌ ﻈ ﺔ- Al-‘Idzah
: mengingatkan dengan cara baik, hingga hati orang
yang diingatkan lunak karenanya.
- Al-Wahn
: lemah.
19
ا ﻟ ﻔ ﺼ ﺎ ل- Al-Fisal
: menyapih.
- Jaahadaka : keduanya menginginkan sekali kamu mengikuti
keduanya dalam kekafiran.
أﻧﺎ ب
- Anabu
ا ﻟ ﻤ ﺜ ﻘ ﺎ ل- Al-Misqalu
: kembali (bertaubat).
: sesuatu yang dijadikan standar timbangan. Dan
lafadz Misqalu Habbatil Khardal merupakan suatu peribahasa yang menunjukkan arti
sesuatu yang bentuknya sangat kecil.
- Latifun
: ilmu Allah meliputi yang samar dan tidak kelihatan.
- Khabirun : Maha mengetahui eksistensi segala sesuatu hakikat-hakikatnya.
ﻣ ﻦ ﻋ ﺰ م ا ﻷ أ ﻣ ﻮ ر- Min ‘azmil Umur : termasuk diantara perkara-perkara yang telah
diwajibkan oleh allah untuk dilaksanakan.
اﻟ ﺨﻠ ﺪ
- Tash’irul khaldi
: memalingkan muka dan menampakkan
bagian samping muka (pipi), perbuatan seperti ini merupakan sikap yang biasa
dilakukan oleh orang-orang yang sombong.
ﺻﻌ ﺮ
ا ﻷ- Al-As’ar
karena sombong.
: artinya seseorang yang memalingkan mukanya
20
ﻣ ﺮ ﺣ ﺎ- Marahan
: gembira yang dibarengi dengan rasa sombong.
ا ﻟ ﻤ ﺨ ﺘ ﺎ ل- Al-Mukhatal
: orang yang bersikap angkuh dalam berjalan.
ا ﻟ ﻔ ﺨ ﻮ ر- Al-Fakhur
: berasal dari mashdar al-Fakhr, artinya orang yang
membangga-banggakan
harta
dan
kedudukan
yang
dimilikinya,
serta
membanggakan hal-hal lainnya.
أ ﻗ ﺼ ﺪ- Aqsid
ﺾ
ﺻ ﻮا ت
أ ﻏ ﻀ-Ughdud
: bersikap pertengahanlah atau bersikap sederhanalah.
: rendahkanlah dan kurangilah kekerasan suaramu.
أ ﻧ ﻜ ﺎ ر ا ﻷ- Ankarul Aswat
: suara yang paling buruk dan tidak enak
didengar oleh telinga. Kata itu berasal dari lafaz Nukr, Nukarah, artinya sulit
(Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1992:145-152).
4. Isi Kandungan Qur’an Surat Luqman ayat 12-19
Dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 terdapat isi yang terkandung
didalamnya, isi kandungan ayat tersebut adalah:
a. Luqman adalah orang yang saleh yang diberi hikmah oleh Allah SWT
berupa ilmu pengetahuan. Baik dalam pengetahuan, pemahaman, benar
dalam perkataan dan perbuatan sehingga ia dikenal dengan Lukman alHakim orang yang bijaksana.
21
b. Sikap bijak Luqman ditunjukkan dengan menerapkan rasa syukur kepada
Allah SWT.
c. Luqman memberikan nasehat atau mendidik anaknya yang mencakup
materi tentang pendidikan akidah, syari’ah dan pendidikan akhlak.
B. Pendapat Mufassir
1. Mufassir Klasik
a. Ibnu Katsier (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 411-415)
Ibnu katsier memberikan tafsiran ayat 12 adalah berbeda pendapat para
ulama ahli tafsir tentang siapakah Luqman yang termaksud dalam ayat ini?
Apakah ia seorang nabi atau hanya seorang yang salehtanpa diberi kenabian? Dan
pendapat yang kedua inilah yang dianut oleh kebanyakan ulama, bahkan
kebanyakan diantara mereka mengatakan bahwa Luqman adalah seorang berkulit
hitam dari afrika, seorang sahaya dari Sudan. Dikisahkan bahwa pada sutu waktu
ia diperintah oleh majikannyamenyembelih seekor kambing, kemudian setelah
disembelihnya, ia disuruh mengeluarkan dua potong (dua suap) yang paling enak
dimakan dari anggota kambing itu, maka diberikanlah kepada sang majikan hati
dan lidah kambing yang disembelih itu.
Selang beberapa waktu kemudian, Luqman disuruh lagi menyembelih
seekor kambing oleh majikannya dan mengeluarkan dari kambing yang
disembelih itu dua potong (dua suap) yang paling busuk, maka dikeluarkanlah
oleh Luqman hati dan lidah itupula. Berkata sang majikan menegur: “aku
22
perintahkan kepadamu tempo hari untuk mengeluarkan dua potong yang terbaik,
maka engkau berikan kepadaku hati dan ldah, dan sekarang engkau berikan
kepadaku juga hati dan lidah, padahal aku minta dua potong yang busuk”.
Luqman menjawab: “memang tidak ada yang lebih dari kedua anggota itu jika
sudah menjadi baik dan tidak ada yang lebih busuk dari keduanyajika sudah
menjadi busuk”. (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 411-413)
Selanjutnya tafsiran ayat 13-15 adalah Allah Swt.
berfirman
mengkisahkan Luqman tatkala memberi pelajaran dan nasihat kepada puteranya
yang bernama Tsaran. Berkata Luqman kepada puteranya yang paling disayang
dan dicintai itu: “Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan
Allah, karena syirik itu adalah perbuatan kedzaliman yang besar”. dan Allah
memerintahkan kepada hamba-Nya, agar berbakti dan bertaubat baik kepada ibu
bapaknya, karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah ditambah
kelemahan si janin, kemudian setelah lahir, memiaranya dengan menyusuinya
selama dua tahun, mak hendaklah engkau bersyukur kepada Allah dan bersyukur
kepada kedua orang tuamu. Dan walaupun hendaknya engkau berbakti dan
berlaku baik kepada ibu bapakmu, namun bila keduanya mamaksamu untuk
mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan menyembah selain-Nya, maka
janganlah engkau mengikuti dan menyerah kepada paksaan mereka itu. Dalam
pada itu hendaklah engkau tetap menggauli dan menghubungi mereka dengan
baik, hormat dan sopan. Dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman kepada
23
Allah dan kembali bertaat dan bertaubat kepada-Nya. (Al-Imam Ibn Katsir, 2006:
413)
Pada ayat 16-19 menafsirkan tentang beberapa nasehat dan wasiat yang
bermanfaat yang dilukiskan oleh ayat-ayat diatas sebagai diucapkan oleh Luqman
kepada anaknya. Berkata Luqman: “Hai anakku, perbuatan dosa dan maksiat
walau seberat dan sekecil biji sawi dan berada didalam batu, di langit atau di bumi
akan didatangkanlah oleh Allah di hari kiamat untuk memperoleh balasannya,
burukkah perbuatan itu atau baik akan mendapat balasan yang setimpal,
sesungguhnya Allah Maha Halus, ilmunya meliputi segala sesuatu bagaimanapun
kecilnya, sehingga seekor semut yang melata dimalam yang gelap gulitapun tidak
akan luput dari pengetahuan-Nya.
Berkata selanjutnya Luqman: “Hai anakku, dirikanlah shalat laksanakannya
tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan-ketentuannya, syarat-syaratnya dan
rukun-rukunnya, lakukanlah amar ma’ruf nahi mungkar sekuat tenagamu dan
bersabarlah atas gangguan dan rintangan yang engkau hadapi selagi engkau
melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi mungkar itu. Dan janganlah engkau
memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan memandang rendah
orang yang berada didepanmu dan janganlah engkau berjalan di muka bumi Allah
dengan angkuh, karena Allah sekali-kali tidak tidak menyukai orang yang
sombong dan membanggakan diri. Dan hendaklah engkau berlaku sederhana
kalau berjalan, jangan terlampau cepat dan buru-buru dan jangan pula terlampau
lamban bermalas-malasan, demikian pula bila engkau berbicara lunakkanlah
24
suaramu dan janganlah berteriak-teriak tanpa ada perlunya, karena seburukburuknya suara adalah suara keledai. (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 414-415)
b. Jalalain (Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti,
2008: 474-478)
Tafsir ayat 12 yaitu:
( و ﻟ ﻘ ﺪDan sesungguhnya telah kami berikan kepada Luqman
hikmah) antara lain ilmu, agama dan tepat pembicaraannya, dan kata-kata mutiara
yang diucapkannya cukup banyak serta diriwayatkan secara turun temurun.
Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi Rasul, dia selalu memberikan fatwa, dan dia
sempat mengalami zaman diutusnya Nabi Daud, lalu ia meninggalkan fatwa dan
belajar menimba ilmu dari Nabi Daud. Sehubungan dengan hal ini Luqman pernah
mengatakan: “Aku tidak pernah merasa cukup apabila aku merasa berkecukupan”.
Pada suatu hari pernah ditanyakan orang kepadanya: “Siapakah orang yang paling
buruk itu?” Luqman menjawab: :Dia adalah orang yang tidak memperdulikan orang
lain sewaktu mengerjakan keburukan” - ( أ نyaitu) dan kami katakan kepadanya,
hendaklah –
(bersyukurlah kamu kepada Allah) atas hikmah yang telah
dilimpahkan-Nya kepadamu.-
( و ﻣ ﻦDan barang siapa yang
bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri)
karena pahala bersyukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri
و ﻣ ﻦ ﻛﻔ ﺮ
(dan
barang siapa yang tidak bersyukur) atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya
25
kepadanya -
ﻏﻨ ﻲ
ﷲ
ﻓﺈ ن
(maka sesungguhnya Allah Maha Kaya) tdak
membutuhkan makhluk-Nya -
(lagi Maha Terpuji) Maha Terpuji didalam
ciptaan-Nya (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008:474475).
Tafsir ayat 13 yaitu:
( إ ذketika Luqman berkata
( وDan) ingatlah -
kepada anaknya, di waktu ia menasihatnya: “Hai anak) lafaz bunayya adalah
bentuk tasghir, yang dimaksud adalah memanggil anak dengan nama
kesayangannya- إ ن ا ﻟ ﺸ ﺮ ك
( ﻻjanganlah kamu mempersekutukan) Allah
( ﻟ ﻈ ﻠ ﻢadalah benar-benar kedzaliman yang besar”) maka anaknya itu
itu -
bertobat kepada Allah dan masuk Islam (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam
Jalaludin As-Suyuti, 2008:475).
Tafsir ayat 14 yaitu:
(Dan kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang
ibu bapaknya) maksudnya Kami perintahkan manusi untuk berbakti kepada kedua
orang ibu bapaknya payah -
(ibunya telah mengandungnya) dengan susah
(dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah) ia lemah
karena mengandung, lemah sewaktu mengeluarkan bayinya, dan lemah sewaktu
mengurus anaknya di kala bayi lagi –
( وdan menyapihnya) tidak menyusuinya
( ﻓ ﻲdalam dua tahun, Hendaknya) Kami katakan kepadanya - أ ﺷ ﻜ ﺮ
26
(bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu) yakni kamu akan kembali (Imam
Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008: 475-476).
Tafsir ayat 15 yaitu:
-(Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu) yakni
pengetahuan
yang
sesuai
kenyataannya,
dengan
(maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan cara yang makruf)
yaitu dengan berbakti kepada keduanya dan menghubungkan silaturahmi dengan
keduanya
orang yang
( و اdan ikutilah jalan) tuntunan ب
bertaubat - ا ﻟ ﻲ
(kepada-Ku)
ﺛ ﻢ اﻟ ﻲ ﻣ ﺮ ﺟ ﻌ ﻜ ﻢ ﻓﺄﻧﺒﺄ ﻛ ﻢ ﺑ ﻤﺎ ﻛﻨﺘ ﻢ ﺗ ﻌ ﻤﻠ ﻮ ن
( ﻣ ﻦ أ ﻧ ﺎorang yang kembali)
dengan
melakukan
ketaatan
(kemudian hanya kepada-Kulah kembali
kalian, maka Kuberitahukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan) (Imam
Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008: 476).
Tafsir ayat 16 yaitu:
ض
(Hai anakku, sesungguhnya) perbuatan yang buruk itu إ ن ﺗ ﻚ ﻣ ﺘ ﻘ ﺎ ل ﺣ ﺒ ﺔ
ﺻ ﺨ ﺮ ة أ و ﻓ ﻲ اﻟ ﺴ ﻤ ﻮا ت أ و ﻓ ﻲ ا ﻷ ر
( ﻣ ﻦ ﺧ ﺮ د ل ﻓ ﺘ ﻜ ﻦ ﻓ ﻲjika ada sekalipun hanya biji sawi,
dan barada dalam batu atau di langit atau di bumi atau disuatu tempat yang paling
tersembunyi pada tempat-tempat tersebut -
(niscaya Allah akan
27
( ا ن
mendatangkannya) maksudnya Dia kelak akan menghisabnya.
(lagi Maha
Sesungguhnya Allah Maha Halus) untuk mengeluarkannya-
waspada) tentang tempatnya (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin AsSuyuti, 2008: 476-477).
Tafsir ayat 17 yaitu:
ﺑﻨ ﻲ ا ﻗ ﻢ اﻟ ﺼ ﻼ ة وأ ﻣ ﺮ
(Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah
mereka dari perbuatan mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu) disebabkan amar ma’ruf dan nahi mungkar-mu itu. – ﻋ ﺰ م
إ ن ذﻟ ﻚ ﻣ ﻦ
( ا ﻷ ﻣ ﻮ رsesungguhnya yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu- (termasuk
hal-hal yang ditekankan untuk diamalkan) karena mengingat hal-hal tersebut
merupakan hal-hal yang wajib (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin
As-Suyuti, 2008: 477).
Tafsir ayat 18 yaitu:
( و ﻻ ﺗ ﺼ ﻌ ﺮDan janganlah kamu memalingkan) - س
ﺧ ﺪ ك ﻟﻨﺎ
(mukamu dari manusia)
janganlah kamu memalingkannya dari mereka dengan rasa takabburض ﻣ ﺮ ﺣﺎ
و ﻻ ﺗﻤ ﺶ
( ﻓ ﻲ ا ﻷ رdan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh) dengan
rasa sombong. – ﻛ ﻞ ﻣ ﺨ ﺘ ﺎ ل
( ا نSesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong) yakni orang-orang yang sombong di dalam berjalan -
28
ﻓ ﺨ ﻮ ر
(lagi membanggakan diri) atas manusia (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan
Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008:477).
Tafsir ayat 19 yaitu:
وأ ﻗ ﺼ ﺪ
(Dan sederhanalah kamu dalam berjalan) ambillah sikap
pertengahan dalam berjalan, yaitu antara pelan-pelan dan berjalan cepat, kamu
harus tenang dan anggun - ﺾ
ا ن اﻧ ﻜ ﺮا ﻷ ﺻ ﻮا ت
paling jelek itu -
( و ا ﻏ ﻀdan lunakkanlah) rendahkanlah- ﺻ ﻮ ﺗ ﻚ
ﻣ ﻦ
(suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara) suara yang
(ialah suara keledai”) yakni pada permulaannya
adalah ringkikkan, kemudian disusul oleh lengkingan-lengkingan yang sangat
tidak enak didengar (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti,
2008: 477-478).
2. Mufassir Modern
a. Fi Zhilalil Qur’an (Sayyid Quthb, 2004:173-178)
Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat 12 adalah Luqman yang dipilih oleh
Al-Qur’an untuk memaparkan dengan lisannya tentang perkara akhirat ini,
berbeda-beda dan bermacam-macam riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah
seorang nabi. Dan ada pula yang mengatakan bahwa dia hanyalah seorang hamba
yang saleh bukan seorang nabi, dan kebanyakan ulama mendukung pendapat ini.
29
Kemudian ada pendapat bahwa dia seorang yang berasal dari Habasyah
(Etiopia). Ada pula yang mengatakan bahwa dia seorang Nambia. Ada juga yang
mengatakan bahwa dia seorang hakim di antara hakim-hakim yang ada dalam
bangsa bani Israel. Siapa pun yang bernama Luqman itu, Al-Qur’an telah
menetapkan bahwa dia adalah seorang yang diberi hikmah dan kebijaksanaan oleh
Allah, yaitu hikmah yang mengandung dan menuntut kesyukkuran kepada Allah.
Ayat 12 ini merupakan pengarahan Al-Qur’an yang mengandung seruan
kepada kesyukuran kepada Allah sebagai sikap meneladani Luqman yang
bijaksana, dimana Al-Qur’an memaparkan kisah-kisahnya dan nasihatnya.
Disamping pengarahan yang terkandung itu, terdapat pula pengarahan yang
lain.
Karena,
kesyukuran
hanyalah
bekal
yang
tersimpan
bagi
yang
menyatakannya dan ia bermanfaat baginya. Sedangkan Allah adalah Maha kaya
dan tidak membutuhkannya. Jadi, Allah dengan diri-Nya sendiri pasti terpuji
walaupun tidak seorang pun dari hamba-Nya yang memuji-Nya. Jadi, sangat jahil
dan sebodoh-bodohnya orang bila dia tidak bertolak belakang dengan hikmah ini
dan tidak membekali dirinya dengan bekal itu (Sayyid Quthb, 2004:173)
Tafsir ayat 13 yaitu:
Sesungguhnya nasihat seperti ini tidak menggurui dan tidak mengandung
tuduhan. Karena, orang tua tidak menginginkan bagi anaknya melainkan kebaikan,
dan orang tua hanya menjadi penasehat bagi anaknya. Luqman melarang anaknya
30
dari berbuat syirik, dan dia memberikan alasan atas kezaliman yang besa.
Pernyataan Luqman tentang hakikat ini dipeerkuat dengan dua tekanan. Yang
pertama dengan mengawalinya dengan larangan berbuat syirik dan alasannya. Dan
yang kedua dengan huruf inna ‘sesungguhnya’ dan huruf la ‘benar-benar’.
Jadi, maksudnya nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah bebas dari
segala syubhat dan jauh dari segala prasangka. Sesungguhnya perkara tauhid dan
larangan berbuat syirik merupakan perkara lama yang selalu diserukan oleh orangorang yang dianugerahkan hikmah oleh Allah di antara manusia. Tidak ada
kehendak lain dibaliknya melainkan kebaikan semata-mata, dan sama sekali tidak
meenghendaki selain yang demikian (Sayyid Quthb, 2004:173-174).
Tafsir ayat 14 dan 15 yaitu:
Dalam nuansa nasihat seorang bapak kepada anaknya, AlQur’an
memaparkan hubungan antara kedua orang tua dengan anak-anak mereka dalam
tata bahasa yang detail dan teliti. Ia menggambarkan hubungan dalam gambaran
yang mengisyaratkan kasih sayang dan kelembutan. Walaupun demikian,
sesungguhnya ikatan akidah harus dikedepankan dari hubungan darah yang kuat itu.
Wasiat bagi anak untuk berbakti kepada orang tuanya muncul berulangulang dalam Al-Qur’an yang mulia dan dalam wasiat Rosulullah. Namun, wasiat
buat orang tua tentang anaknya sangat sedikit. Kalaupun ada, ia kebanyakan muncul
dalam tema kasih sayang (yaitu keadaan khusus dalam situasi yang khusus pula)
31
karena fitrah itu sendiri telah menjamin pengasuhan orang tua terhadap anakanaknya. Jadi, fitrah selalu mendorong seseorang agar mengasuh generasi baru
yang tumbuh untuk menjamin penerusan kehidupan manusia di bumi ini
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.
Sesungguhnya orang tua pasti mengeluarkan segalanya bagi anak-anaknya
baik apapun yang mereka miliki dalam jasadnya, dalam umurnya, dalam ototnya
maupun segala yang mereka miliki dengan penuh kasih sayang. Walaupun hal itu
sangat sulit dan dibayar dengan mahal, mereka tidak pernah mengeluh dan
mengadu. Bahkan, tanpa menghtung-hitung malah sangat bersemangat, gembira,
dan senang seolah-olah mereka berdualah yang menikmatinya.
Jadi, maksud dari gambaran yang mengisyaratkan itu fitrah saja sudah
cukup sebagai wasiat bagi orang tua untuk menjamin kehidupan anak-anaknya
tanpa memerlukan wasiat-wasiat lain. Sedangkan, anak-anak membutuhkan wasiat
yang berulang-ulang agar menoleh dan mengingat generasi yang telah berkorban,
berlalu dan telah hilang dari lembaran kehidupan setelah menghabiskan umurnya,
ryhnya, dan kekuatannya untuk generasi yang sedang menghadapi masa depan
dalam kehidupan. Seorang anak tidak mungkin dapat dan tidak akan sampai mampu
membalas budi kedua orang tuanya, walaupun anak tersebut mewakafkan seluruh
umurnya bagi keduanya. Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung
dan dahsyat.
Seorang ibu dengan tabiatnya harus menanggung beban yang lebih berat
dan kompleks. Namun, luar biasa ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan
32
cnta yang lebih dalam, lembut, dan halus. Diriwayatkan oleh hafidz Abu Bakar alBazzar dalam musnadnya dari sanadnya Buraid dari ayahnya bahwa seorang sedang
dalam barisan tawaf menggendong ibunya untuk membawanya bertawaf . kemudian
dia bertantanya kepada Nabi Muhammad saw, “apakah aku telah menunaikan
haknya?” Rosulullah menjawab, “Tidak, walaupun satu tarikan napas.”
Demikianlah, walaupun satu tarikan napas baik dalam proses kehamilan dan
kelahirannya, tetap tidak dapat dibalas oleh seorang anak. Pasalnya, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah.
Dari sela-sela nuansa gambaran yang diliputi dengan kasih sayang itu, AlQur’an mengarahkan agar bersyukur kepada Allah sebagai Pemberi nikmat yang
pertama. Kemudian berterima kasih kepada kedua orang tua sebagai dua orang yang
menjadi sarana nikmat itu pada urutan berikutnya.
Namun, ikatan antara kedua orang tua dengan anaknya walaupun terikat
dengan segala kasih sayang dan segala kemuliaan, ia tetap dalam urutan setelah
ikatan akidah. Hingga bila orang tua menyentuh titik syirik ini, jatuhlah kewajiban
taat kepadanya, dan ikatan akidah harus mengalahkan dan mendominasi segala
ikatan lainnya. Walaupun kedua orang tua telah mengeuarkan segala upaya, usaha,
tenaga, dan pandangan yang memuaskan untuk menggoda anaknya agar
menyekutukan Allah dimana ia tidak mengetahui tentang ketuhanannya (dan setiap
yang disembah selain Allah pasti tidak memiliki sifat ketuhanan, karena itu
camkanlah), maka pada saat itu anak diperintahkan agar jangan taat. Dan perintah
itu berasal dari Allah sebagai Pemilik hak pertama dalam ketaatan.
33
Namun, perbedaan akidah dan perintah dari Allah agar tidak taat kepada
orang tua dalam perkara yang melanggar akidah, tidaklah menjatuhkan hak kedua
orang tua dalam bermuamalah dengan baik dan dalam menjalin hubungan yang
memuliakan mereka (Sayyid Quthb, 2004: 174-176).
Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat 16 adalah:
Tidak ada satu pun ungkapan lain yang dapat menggambarkan tentang
ketelitian dan keluasan ilmu Allah yang meliputi segalanya, tentang kekuasaan
Allah, dan tentang hisab teiti dan timbangan yang adil...melebihi gambaran yang
dilukiskan oleh ungkapan ayat ini. Inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an
sebagai mukjizat, dimana susunanya sangat indah dan sentuhannya sangat dalam.
“....sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi....”
Kecil, remeh, dan tidak memiliki nilai dan harga.
“.... Dan berada dalam batu...”
Keras dan ia tersebar didalamnya, tidak tampak dan tidak memungkinkan
sampai kepadanya dan menemukannya,
“...Atau di langit...”
Dalam benda berwujud yang besar dan luas ini, dimana bintang yang besar pun
tampak seperti titik kecil yang mengambang dan biji sawi yang mengapung.
“...Atau di dalam bumi,...”
Hilang dalam tanahnya dan pasirnya sehingga tidak jelas.
“...Niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya)...”
34
Jadi, ilmu Allah dapat mendeteksinya, dan kekuasaan-Nya tidak akan luput
darinya (Sayyid Quthb, 2004:176).
Tafsir ayat 17 yaitu:
Redaksi meneruskan kisah Luqman kepada anaknya, yaitu menghadap Allah
dengan mendirikan shalat dan mengarahkan kepada manusia untuk berdakwah
kepada Allah. Juga bersabar atas beban-beban dan konsekuensi yang pasti ditemui.
Inilah jalan yang telah dirumuskan. Yaitu, mengesakan Allah, merasakan
pengawasan-Nya, mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya, yakin kepada keadilanNya, dan takut terhadap pembalasan dari-Nya. Kemudian ia beralih kepada dakwah
untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan mereka, serta menyuruh mereka
kepada yang makruf dan mencegah mereka dari yang mungkar. Juga bersiap-siap
sebelum itu untuk menghadapi peperangan melawan kemungkaran, dengan bekal
yang pokok dan utama yaitu bekal ibadah dan menghadap kepada-Nya (dengan
mendirikan shalat, serta bersabar atas segala yang menimpa dai di jalan Allah).
Azmil umur adalah melewati rintangan dan meyakinkan diri untuk
menempuh jalan setelah membulatkan tekad dan keinginan (Sayyid Quthb,
2004:176).
Tafsir ayat 18-19 yaitu:
Luqman meneruskan secara panjang lebar tentang wasiatnya yang
diceritakan oleh Al-Qur’an di sini hingga sampai kepada bahasan tentang adab
seorang dai kepada Allah. Mendakwahi manusia kepada kebaikan tidaklah
35
membolehkan dan mengizinkan seseorang berbusung dada atas manusia dan
bersombong diri atas nama pemimpin bagi mereka kepada kebaikan. Apalagi bila
ketinggian hati dan kesombongan itu dilakukan oleh orang yang tidak mengajak
kepada kebaikan, maka hal itu adalah lebih buruk dan lebih hina.
Ash-Sha’ru adalah sebuah penyakit yang menimpa onta sehingga
membengkokkan lehernya. Gaya bahasa Al-Qur’an dalam memilih ungkapan ini
bertujuan agar manusia lari dari gerakan yang mirip dengan gerakan ash-sha’ru ini.
Yaitu, gerakan sombong dan palsu, dan memalingkan muka dari manusia karena
sombong dan merasa tinggi hati.
Berjalan di mika bumi dengan membusung adalah cara berjalan dengan cara
yang dibuat-buat, bersiul dan sedikit acuh tak acuh terhadap orang. Ia adalah
perilaku yang dibenci dan dilaknat oleh Allah dan juga oleh para makhluk. Ia
merupakan gambaran tentang perasaan yang sakit dan penyakit jiwa yang tidak
percaya terhadap diri sendiri. Sehingga, timbulnya dalam gaya jalannya yaitu gaya
jalan-jalan orang yang sombong.
Kata al-qashdu dalam ayat ini bisa berasal dari kesederhanaan yang
dimaksudkan dengan berjalan biasa dan tidak berlebih-lebihan, dan tidak
menghabiskan tenaga untuk mendapatkan pujian, siulan, dan kekaguman.
Disamping itu kata al-qashdu bisa juga berasal dari makna maksud dan
tujuan yang ditargetkan pencapaiannnya. Sehingga gaya berjalan itu tidak
menyimpang, sombong, dan mengada-ada. Namun, ia harus ditujukan guna meraih
maksudnya dengan sederhana dan bebas.
36
Kemudian di dalam sikap menahan suara terdapat adab dan keyakinan
terhadap diri sendiri,serta ketenangan terhadap diri sendirikebenaran pembicaraan
dan kekuatannya. Seseorang tidak akan berteriak atau mengeraskan dalam
pembicaraannya, melainkan dia adalah orang yang buruk adabnya, ragu terhadap
nilai perkataannya atau nilai kepribadiannya, dan dia berusaha untuk menutupi
keraguannya itu dengan bahasa yang pedas, keras, dan berteriak yang mengejutkan
(Sayyid Quthb, 2004: 176-178).
b. Al-Mishbah (Quraish Shihab, 2002: 120-140)
Quraish Shihab memandang bahwa pada ayat 12 ada hubungannya dengan
ayat sebelumnya (6). Adapun dalam menafsirkan ayat ini Quraish Shihab
mengambil beberapa kata yaitu:
Kata dan pada ayat 12 di atas, berhubungan dengan ayat 6 yang lalu, yaitu
“Dan di antara manusia ada yang membeli ucapan yang melengahkan.” Ia berfungsi
menghubungkan kisah an-Nadhr Ibn al-Harits itu dan kisah Luqman disini, atas
dasar persamaan keduanya dalam daya tarik kejadian dan keanehan. Yang pertama
keanehan dalam kesesatan, dan yang kedua dalam perolehan hidayah dan hikmah.
Al-Biqa’i menghubungkannya dengan sifat Allah al-Aziz al-Hakim/ Yang
Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana, atau satu kalimat yang dihasilkan oleh
kesimpulan ayat yang lalu tentang orang-orang kafir. Seakan-akan ayat ini
37
menyatakan: Allah telah menyesatkan mereka berdasar hikmah kebijaksanaan-Nya
dan sungguh Kami (Allah) telah menganugerahkan kepada Luqman.
Kata hikmah telah disinggung makna dasarnya ketika menafsirkan ayat 2
diatas. Disini, Quraish Shihab menambahkan bahwa para ulama mengajukan
aneka keterangan tentang makna hikmah. Antara lain al-Biqa’i memandang
bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik
pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan ilmu ilmiah. Ia
adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat didukung oleh ilmu.
Imam al-Ghazali memandang kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang
sesuatu yang paling utama- ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung
– yakni Allah swt. jika demikian – menurut al-Ghazali- Allah adalah Hakim yang
sebenarnya. Karena Dia yang paling mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat
serta sifat-Nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan.
Hanya Dia yang mengetahui wujud yang paling mulia, karena hanya Dia yang
mengenal
hakikat,
dzat,
sifat
dan
perbuatan-Nya.
Jika
Allah
telah
menganugerahkan hikmah kepada seseorang, maka yang dianugerahi memperoleh
kebajikan yang banyak.
Kata Syukur terambil dari kata syakara yang maknanya berkisar antara lain
pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah
dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat
dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan
38
rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil
melaksanakan apa yang di dikehendaki-Nya dari penganugerahan itu. Syukur
didefinisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang
diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh
penganugerahannya, sehingga penggunaannya itu mengarah sekaligus menunjuk
penganugerah. Tentu saja untuk maksud ini, yang bersyukur perlu mengenal
penganugerah (dalam hal ini Allah swt), mengetahui nikmat yang dianugerahkan
kepadanya, serta fungsi dan cara menggunakan nikmat itu sebagaimana
dikehendaki-Nya,
sehingga
yang
dianugerahi
nikmat
itu
benar-benar
mengunakannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Penganugerah. Hanya
dengan demikian, anugerah dapat berfungsi sekaligus menunjuk kepada Alllah,
sehingga ini pada gilirannya mengantar kepada pujian kepada-Nya yang lahir dari
rasa kekaguman atas diri-Nya dan kesyukuran atas anugerah-Nya.
Firman-Nya: (
) أ نan usykur lillah adalah hikmah itu sendiri yang
dianugerahkan kepadanya itu. Bahwa hikmah adalah syukur, karena dengan
bersyukur seperti dikemukakan diatas, seseorang mengenal Allah dan mengenal
anugerah-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh kepadaNya, dan dengan mengenal Allah dan mengetahui fungsi anugerah-Nya,
seseorang akan memiliki pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan kesyukuran
39
itu, ia akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya, sehingga amal
yang lahir adalah amal yang tepat pula.
Ayat di atas menggunakan bentuk mudhari’/ kata kerja masa kini dan datang
untuk menunjuk kesyukuran (
) yasykur, sedang ketika berbicara tentang
kekufuran, digunakan bentuk kata kerja lampau ( ) ﻛ ﻔ ﺮ. Al-Biqa’i memperoleh
kesan dari penggunaan bentuk mudhari’ itu bahwa siapa yang datang kepada
Allah pada masa apapun, Allah menyambutnya dan anugerah-Nya akan senantiasa
tercurah kepadanya sepanjang amal yang dilakukannya. Thabatha’i memperoleh
kesan lain bahwa. Di sisi lain kesyukurannya itu hendaknya ditampilkan secara
bersinambung dari saat ke saat. Ssebaliknya penggunaan bentuk kata kerja masa
lampau pada kekufuran / ketiadaan syukur ( ) ﻛ ﻔ ﺮadalah untuk mengisyaratkan
bahwa jika itu terjadi, walau sekali maka Allah akan berpaling dan tidak
menghiraukannya.
Kata ( ) ﻏ ﻨ ﻲghaniyyun/Maha Kaya terambil dari akar kata yang terdiri dari
huruf-huruf ( ) غghain, ( ) نnun dan ( ) يya’ yang yang maknanya berkisar pada
dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta maupun selainnya.
Menurut Imam al-Ghazali, Allah yang bersifat Ghaniyy, adalah “Dia yang
tidak mempunyai hubungan dengan selain-Nya, tidak dalam Dzay-Nya, tidak pula
dalam sifat-Nya, bahkan Dia Maha Suci dalam segala macam hubungan
ketergantungan.”
40
Kata (
huruf-huruf (
) Hamid/Maha Terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari
)ha’ ( ) مmim dan ( ) دdal, yang maknanya adalah antonim
tercela. Kata hamid /pujian digunakan untuk memuji yang diperoleh oleh kita.
Berbeda dengan kata syukur yang digunakan untuk konteks nikmat yang
diperoleh oleh kita. Jika demikian saat kita berkata Allah hamid/ Maha Terpuji,
maka ini adalah pujian kepada-Nya baik kita memperoleh nikmat atau tidak,
sedang bila kita mensyukurinya, maka itu karena kita merasakan adanya anugerah
yang kita peroleh.
Ada tiga unsur dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar apa
yang dilakukannya dapat terpuji.
1. Perbuatannya indah atau baik.
2. Dilakukannya secara sadar
3. Tidak atas dasar terpaksa atau dipaksa
Kata Ghaniyy yang merupakan sifat Allah pada umumnya – didalam alQur’an – dirangkaikan dengan kata Hamid. Ini mengisyaratkan bahwa bukan saja
pada sifat-Nya yang terpuji, tetapi juga jenis dan kadar bantuan/anugerah kekayaanNya. Itu pun terpuji karena tepatnya anugerah itu dengan kemaslahatan yang diberi.
Disisi lain, pujian yang dismpaikan oleh siapa pun, tidak dibutuhkan-Nya, karena
Dia Maha Kaya, tidak membutuhkan suatu apapun (Quraish Shihab, 2002:120124).
41
Tafsir ayat 13 yaitu:
Setelah ayat yang lalu menguraikan hikmah dianugerahkan kepada Luqman
yang intinya adalah kesyukuran kepada Allah, dan yang tercermin pada
pengenalan terhadap-Nya dan anugerah-Nya, kini melalui ayat 13 dilukiskan
pengamalan hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariaannya pada kepada anaknya.
Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Kepada Nabi
Muhammad saw. atau siapa saja, diperintahkan untuk merenungkan anugerah
Allah kepada Luqman itu dan mengingatkan orang lain. Ayat ini berbunyi: dan
ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke
saat
menasihatinya
mempersekutukan
bahwa
Allah
wahai
dengan
anakku
sesuatu
sayang!
apa
pun,
Janganlah
dan
engaku
jangan
juga
mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan
yang jelas maupun tersembunyi. Sesungguhnya syirik yakni mempersekutukan
Allah adalah kezaliman yang sangat besar. itu adalah penempatan sesuatu yang
agung ke tempat yang sangat buruk.
Kata Luqman yang disebut oleh surah ini ayat ke-13 adalah seorang tokoh
yang diperselisihkan identitasnya. Orang arab mengenal dua tokoh yang bernama
Luqman. Pertama, Luqman Ibn ‘ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa,
kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan
sebagai permisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim
yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perupamaan-perumpamaannya.
42
Banyak pendapat mengenai siapa Luqman al-Hakim. Ada yang mengatakan
bahwa ia berasal dari Nuba, dari penduduk Ailah. Ada juga yang menyebutnya
dari Etiopia. Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir Selatan yang
berkulit hitam. Ada lagi yang menyatakan bahwa ia seorang Ibrani. Profesinya
pun diperselisihkan. Ada yang berkata dia penjahit atau pekerja pengumpul kayu
atau tukang kayu atau juga penggembala.
Hampir semua riwayat yang menceritakan bahwa Luqman bukan seorang
Nabi. Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang Nabi.
Kesimpulan lain yang diambil dari riwayat –riwayat yang menyebutkannya adalah
bahwa ia adalah bukan orang arab. Ia seorang yang bijak. Ini pun dinyatakan
dalam al-Qur’an.
Kata ( û
) ya’izhuhu terambil dari kata ( ) و ﻋ ﻆwa’azh yaitu nasihat
menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang
mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penyebutan kata ini sesudah dia berkata
untuk memberi tentang bagaimana
perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak tidak membentak, tetapi penuh kasih
sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak.
Kata ( ) ﺑ ﻨ ﻲbunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan.
Asalnya adalah ( ) ا ﺑ ﻨ ﻲibniy, dari kata ( ) ا ﺑ ﻦibn yakni anak lelaki. Pemungilan
tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat
43
diatas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh kasih sayang
terhadap peserta didik (Quraish Shihab, 2002:124-127).
Quraish Shihab memberikan tafsiran pada ayat 14 kedalam penggalan satu
ayat yaitu:
Kata (
) wahnan pada ayat 14 berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang
dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan
dan pemeliharaan anak. Patron kata yang mengisyaratkan betapa lemahnya sang
ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala
sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu dalam dirinya dan
dipikulnya.
Firman-Nya : (
) wafishaluhu fi ‘amaini / dan
penyapiannya didalam dua tahun, mengisyaratkan betapa penyusuan anak sangat
penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk
menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima (Quraish
Shihab, 2002:127-131).
Tafsir ayat 15 yaitu:
Setelah ayat yang lalu menekankan pentingnya berbakti kepada ibu bapak,
maka kini diuraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati perintah kedua
orang tua, sekaligus menggarisbawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang
keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimana pun.
Ayat di atas menyatakan : Dan jika keduanya – apa lagi kalau hanya salah
44
satunya, lebih-lebih kalau orang lain – bersungguh-sungguh memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
apalagi setelah Aku dan rasul-rasul menjelaskan kebatilan mempersekutukan
Allah, dan setelah engkau mengetahui bila menggunakan nalarmu, maka
janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun demkian jangan memuruskan
hubungan dengannya atau tidak menghormatinya. Tetapi tetaplah berbakti kepada
keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran agamamu, dan pergaulilah
keduanya di dunia yakni selama mereka hidup dan dalam urusan keduniaan –
bukan akidah- dengan cara pergaulan yang baik, tetapi jangan sampai hal ini
mengorbankan prinsip agamamu, karena itu perhatikan tuntunan agama dan
ikutilah jalan orang yang selalu kembali kepada-Ku dalam segala urusanmu,
karena semua urusan dunia kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah
juga di akhirat nanti-bukan kepada siapa pun selain-Ku – kembali kamu semua,
maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan
keburukan, lalu masing-masing Ku-beri alasan dan ganjaran.
Kata (
) jahadaka pada ayat ke-15 terambil dari kata (
) juhd
yakni kemampuan. Patron kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya
upaya sungguh-sungguh. Kalau upaya sungguh-sungguh pun dilarangnya, yang
dalam hal ini bisa dalam bentuk ancaman, maka tentu lebih-lebih lagi bisa sekedar
himbauan, atau peringatan.
45
Yang dimaksud dengan (
ﻟ ﻚ
) ﻣ ﺎma laisa laka bihi ‘ilm/yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, artinya tidak ada pengetahuan tentang
kemungkinan terjadinya. Tiadanya pengetahuan berarti tidak adanya obyek yang
diketahui. Ini berarti tidak ada wujudnya sesuatu yang dapat dipersekutukan
dengan Allah SWT. bukti-bukti tentang keesaan Allah dan tiada sekutu bagi-Nya
terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini merupakan penegasan tentang
larangan mengikuti siapa pun – walau kedua orang tua dan walau dengan
memaksa anaknya mempersekutukan Allah.
Kata ( ) ﻣ ﻌ ﺮ و ﻓ ﺎma’rufan mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat
baik, selama tidak
bertentangan dengan akidah islamiah.dalam konteks
diriwayatkan bahwa Asma puteri Sayyidina Abu Bakr ra. Pernah didatangi oleh
ibunya yang ketika itu masih musrikah. Asma’ bertanya kepada Nabi sebagaimana
seharusnya ia bersikap. Maka Rosul saw. memerintahkannya untuk tetap menjalin
hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjugi dan
menyambut kunjungannya.
Inb ‘Asyur berpendapat bahwa kewajiban menghormati orang tua dan
menjalin hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama
berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang
kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang
meminumnya. Karena meminum minuman keras bagi orang kafir bukanlah
sesuatu yang mungkar.
46
Thabatha’i menjelaskan kata (
) ad-dunya mengandung tiga pesan
yang pertama, bahwa mempergauli dengan baik itu, hanya dalam urusan
keduniaan, bukan keagamaan. Kedua, bertujuan meringankan beban tugas itu,
karena ia hanya untuk sementara yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya
terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan
yang ketiga, bertujuan memperhadapkan kata dunia dengan hari kembali kepada
Allah yang dinyatakan di atas dengan kalimat hanya kepada-ku kembali kamu
(Quraish Shihab, 2002:131-133).
Tafsir ayat 16 yaitu:
Ketika menafsirkan kata ( ﺧ ﺮ د ل
) khardal pada Q.S al-Anbiya ayat 47,
Quraish Shihab mengutip penjelasan Tafsir al-Muntakhab yang melukiskan biji
tersebut. Disana dinyatakan bahwa satu kilogram biji khardal/ moster terdiri atas
913.000 butir. Dengan demikian berat satu butir biji moster hanya sekitar satu
perseribu gram, atau ± 1 mg, dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui
umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu biji ini sering digunakan oleh alQur’an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.
Kata (
) lathif pada ayat ke-16 terambil dari akar kata ( ) ﻟ ﻄ ﻒlathafa
yang huruf-hurufnya terdiri dari ( ل
) lam, ( ط
) tha dan ( ف
) fa’, kata ini
mengandung makna lembut, halus atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir
makna ketersembunyian dan ketelitian.
47
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini
adalah yang mengetahui perincian kemaslahatan dan seluk beluk rahasianya, yang
kecil dan yang halus, kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada
yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan.
Kalau bertemu kelemahlembutan dalam perlakuan, dan perincian dalam
pengetahuan, maka wujudlah apa yang dinamai al-luthf, dan menjadilah
pelakunya wajar menyandang nama Lathif. Ini tentunya tidak dapat dilakukan
kecuali oleh allah yang Maha Mengetahui itu.
Sekelumit dari bukti “kelemahlembutan” Illahi (kalau istilah ini dapay
dibenarkan) dapat terlihat bagaiman Dia memelihara janin dalam perut ibu dan
melindunginya dalam tiga kegelapan, kegelapan perut, kegelapan dalam rahim,
dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim. Demikian juga
memberinya makan melalui tali pusar sampai ia lahirkemudian mengilhaminya
menyusu, tanpa diajar oleh siapa pun. Termasuk juga dalam bukti-bukti
kewajaran-nya menyandang sifat ini apa yang dihamparkan-Nya di alam raya
untuk makhluk-Nya, memberi melebihi kebutuhan, namun tidak membebani
mereka dengan beban berat yang tidak terpikul.
Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah lathif, karena Dia
selalu menghendaki untuk makhluk-Nya, kemaslahatan dan kemudahan lagi
menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya. Dia yang bergegas
menyingkirkan kegelisahan pada saat terjadinya cobaan, serta melimpahkan
anugerah sebelum terbetik dalam benak. Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah
48
berbuat baik, apalagi kepada orang tua yang berbeda agama, merupakan salah satu
bentuk dari luthf Allah swt. karena betapa pun perbedaan atau perselisihan antara
anak dan ibu bapak, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap
berbekas di hati masing-masing.
) khabir, terambil dari kata yang terdiri dari huruf-huruf ( خ
Kata (
kha’
( ب
) ba’ dan ( ر
)
) ra’ yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu
pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir dari segi bahasa dapat berarti yang
mengetahui dan juga tumbuhan yang lunak. Sementara pakar berpendapat bahwa
kata ini terambil dari kata (
ض
ﺧﺒ ﺮ ت ا ﻷ ر
) khabartu al-ardha dalam arti
membelah bumi. Dan dari sinilah lahir pengertian”mengetahui”, seakan-akan yang
bersangkutan
membahas
sesuatu
sampai
dia
membelah
bumi
untuk
menemukannya. Menurut Imam al-Ghazali, Allah adalah khabir karena tidak
tersembunyi bagi-Nya hal-hal yang sangat dalam dan yang disembunyikan, serta
tidak terjadi sesuatu apapun dalam kerajaan-Nya dibumi maupun dialam raya
kecuali diketahui-Nya. Tidak bergerak satu zarrah atau diam, tidak bergejolak
jiwa, tidak juga tenang, kecuali ada beritanya di sisi-Nya.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kalau ayat yang lalu berbicara tentang
keesaan
Allah
dan
larangan
mempersekutukan-Nya,
maka
ayat
ini
menggambarkan Kuasa Allah melakukan perhitungan atas amal-amal perbuatan
manusia di akhirat nanti. Demikian, melalui keduanya tergabung uraian tentang
49
keesaan Allah dan keniscayaan hari kiamat. Dua prinsip dasar akidah Islam yang
seringkali mewakili semua akidahnya (Quraish Shihab:2002:133-136).
Tafsir ayat 17 yaitu:
Luqman as. melanjutkan nasihatnya kepada anaknya nasihat yang dapat
menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Illahi dalam kalbu sang anak.
Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan panggilan mesra: wahai
anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna syarat, rukun dan sunahsunahnya. Dan disampng engkau memperhatikan dirimu dan membentenginya
dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan pula orang lain berlaku serupa. Karena
itu perintahkanlah secara baik-baik siapa pun yang mampu engkau ajak
mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran. Memang
engkau akan mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam melaksanakan
tuntunan Allah, karena itu tabah dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu
dalam melaksanakan aneka tugasmu. Sesungguhnya yang demikian itu yang
sangat tinggi kedudukannya dan jauh tingkatnya dalam kebaikan yakni shalat,
amar ma’ruf dan nahi mungkar atau kesabaran termasuk hal-hal yang diperintah
Alah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya.
Nasihat Luqman di atas menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amalamal saleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang
tercermin dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang
membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
50
Menyuruh mengerjakan ma’ruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya,
karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian
juga melarang kemungkaran, menuntut agar agar yang melarang terlebih dahulu
mencegah dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak
memerintahkan anaknya melaksanakan ma’ruf dan menjauhi mungkar, tetapi
memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak
melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalamdirinya jiwa kepemimpinan serta
kepedulian sosial.
Kata ma’ruf pada ayat ke-17 adalah “Yang baik menurut pandangan umum
suatu masyarakat dan telah mereka kenal luas”, selam sejalan dengan al-khair
(kebajikan), yaitu nilai-nilai llahi. Mungkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh
mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai illahi.
Kata ( ﺻ ﺒ ﺮ
(ص
)
shad , ( ب
) shabr terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf
) ba’ dan ( ) رra’. Maknanya berkisar pada tiga hal yaitu
menahan, ketinggian sesuatu, dan sejenis batu. Dari makna menahan, lahir makna
konsisten/bertahan, karena yang bersabar bertahan menahan diri pada satu sikap.
Seseorang yang menahan gejolak hatinya, dinamai bersabar. Yang ditahan
dipenjara sampai mati dinamai mashburah. Dari makna kedua, lahir kata shubr,
yang berarti puncak sesuatu. Dan dari makna ketiga, muncul kata ash-shubrah,
yakni batu yang kukuh lagi kasar, atau potongan besi.
51
Ketiga makna tersebut dapay kait berkait, apalagi pelakunya manusia.
Seorang yang sabar, akan menahan diri, dan untuk itu memerlukan kekukuhan
jiwa, dan mental baja, agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya. Sabar
adalah menahan gejolak nafsu demi mencapai yang baik atau yang terbaik.
Kata ( ‘ ) ﻋ ﺰ مazm dari segi bahasa berarti keteguuhan hati dan tekad untuk
melakukan sesuatu. Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek,
sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi mungkarserta kesabaran- merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah untuk
dibulatkan atasnya tekad manusia. Thabatha’i menjelaskan makna bersabar yakni
menahan diri termasuk dalam ‘azm dari sisi bahwa ‘azm yakni tekad dan
keteguhan akan terus bertahan selama masih ada sabar. Dengan demikian,
kesabaran diperlukan oleh tekad serta kesinambungannya (Quraish Shihab,
2002:136-138).
Selanjutnya ayat 18-19 melanjutkan nasihat Luqman yang di ambil dari
tafsir beberapa penggalan ayat.
Nasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun
berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran akidah beliau selingi
dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan
satu materi, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
52
Beliau menasehati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, disamping
butir-butir nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu
yakni mukamu dari manusia – siapa pun dia – didorong oleh penghinaan dan
kesombongan. Tetapi tampilah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh
rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi
dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih
sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan
jangan merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan
juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga
tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya
tarikan nafas yang buruk.
Kata ( ) ﺗ ﺼ ﻌ ﺮtusha’ir dalam ayat ke- 18 terambil dari kata ( ) ا ﻟ ﺼ ﻌ ﺮashsha’ar yaitu penyakit yyang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo,
sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan
tidak tetuju kepada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata
inilah ayat diatas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap
angkuh dan menghina orang lain.
53
Kata ( ض
) ﻓ ﻲ ا ﻷ رfi al-ardh/di bumi disebut oleh ayat diatas menurut al-
Biqa’i untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga ia
hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh ditempat itu.
Sedang Ibn ‘Asy’ur menjelaskan bahwa bumi adalah tempat berjalan semua
orang, yang kuat dan yang lemah, yang miskin dan yang kaya, penguasa dan
rakyat jelata. Mereka semua sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama,
menyombongkan diri dan merasa melebihi orang lain.
Kata ( ) ﻣ ﺨ ﺘ ﺎ ﻻmukhtalan terambil dari akar kata yang sama dengan khayal.
Karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkahlakunya diarahkan
oleh khayalannya, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang
semacam ini berjalan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan
dibandingkan dengan orang lain. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata ( ) ﻓ ﺨ ﻮ ر ا
fakhuran, yakni sering kali membanggakan diri. Kedua kata ini yakni mukhtal dan
fakhur mengandung makna kesombongan, kata yang pertama bermakna
kesombongan yang terlihat dalam tingkah laku, sedang yang kedua adalah
kesombongan yang terdenggar darii ucapan-ucapan.
Kata ( ﺾ
) ا ﻏ ﻀughdhudh pada ayat ke-19 terambil dari kata ( ﺾ
) ﻏ
ghadhah dalam arti penggunaan seseuatu tidak dalam potensinya yang sempurna.
Dengan perintah diatas, seseorang diminta untuk tidak berteriak sekuat
kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus berbisik.
54
Demikian Luqman al-Hakim mengakiri nasihat kepada anaknya yang
mencakup pokok-pokok tuntunan agama. Disana ada akidah, syariat, dan akhlak,
tiga unsur ajaran Al-Qur’an. Disana ada akhlak terhadap Allah, terhadap sesama
manusia dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan
ciri dari segala macam kebijakan, serta perintah bersabar yang merupakan syarat
mutlak meraih sukses, duniawi dan juga ukhrawi (Quraish Shihab, 2002:138-140)
C. Pendapat Ahli Didik Muslim Tentang Ayat 12-19 Qur’an Surat Luqman
Dalam penulisan ini selain pendapat dari Mufassir, penulis ingin
menambahkan pendapat dari ahli didik mengenai konsep pendidikan yang Luqman
ajarkan kepada anaknya. Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Ahmad Zayidi dan Abdul Majid
Ahmad Zayidi dan Abdul Majid mengatakan bahwa, Ungkapan-ungkapan
Luqman patut dijadikan teladan oleh siapa pun pada zaman ini. Sistematika
nasihatnya yang dikemas dengan indah, tersusun dengan teratur dan di dukung oleh
contoh dan budi pekerti yang amat mulia sehingga terhujam ke dalam hati. Ia mulai
menaburkan nasihatnya dengan tauhid atau mengesakan Allah, mengajak untuk
mendekatkan diri kepada Allah (beribadah) dan menanamkan budi pekerti yang
mulia (akhlak al-karimah) yang telah di firmankan oleh Allah SWT dalam surat
Luqman ayat 13:
55
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar” (Q.S Luqman :13).
Ayat tersebut berhubungan dengan surat An-Nisa yang berbunyi:
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa
yang besar” (Q.S An-Nisa : 48).
Syirik merupakan aniaya yang besar, karena mengandung perbuatan
menyamakan dalam masalah ibadah antara yang berhak disembah, antara Dzat
pemberi nikmat dan orang yang di beri nikmat, antara Dzat yang Maha kuat dengan
sesuatu yang lemah tak berdaya, antara Dzat yang Maha Pencipta dengan sesuatu
yang diciptakan.
Diriwayatkan, putra Luqman bertanya kepada ayahnya tentang biji-bijian
yang jatuh di dasar lautan, apakah Allah akan mengetahuinya? Luqman menjawab,
sebagaimana dalam firman Allah:
56
(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus
dan Maha Mengetahui (Q.S Luqman:16).
Kemudian Luqman meneruskan wasiat kepada putera- puteranya unttuk
senantiasa memelihara dan memupuk rasa keimanan kepada Allah dengan
senantiasa mengadakan komunikasi dengan Allah melalui ibadah Shalat,
mengerjakan yang baik dan mencegah yang mungkar dan bersabar atas segala
sessuatu yang menimpanya.
Lebih lanjut Luqman mengingatkan putera-puteranya untuk menjaga,
memelihara dan menampilkan akhlak yang mulia. Saling mengasihi diantara
mereka, tidak sombong dan angkuh, apa lagi sampai membuang muka. (Ahmad
Zayidi dan Abdul Majid, 2005: 176-178).
2. Fachrudin
Sedangkan dalam ayat 13 menurut Fahrudin mengatakan bahwa, Luqman
seorang ahli hikmat yang kenamaan, diterangkan dalam Al-Qur’an bahwa dia
mengajar anaknya supaya mentauhidkan Allah, mempercayai Keesan-Nya, tiada
memuja selain-Nya atau memujanya di samping Allah. Ini dinamakan syirik dan
syirik itu suatu kesalahan yang amat berat hukumannnya.
57
Dari keterangan ayat di atas kita dapat mengambil pengertian, bahwa
didikan Ketuhanan dan keagamaan, hendaklah dimulai dari rumah tangga, dari ibu
dan bapak kepada anaknya. Apabila didikan keagamaan itu berjalan dengan baik
dalam rumah tangga, maka untuk selanjutnya pendidikan di luar rumah tangga,
misalnya di sekolah, kepramukaan, gerakan pemuda, masyarakat dan pemerintah
akan lebih berhasil. Tetapi apabila pendidikan dalam rumah tangga itu kosong dari
jiwa keagamaan dan Ketuhanan, akibatnya pendidikan di luar rumah tangga lebih
tidak berhasil. Apa yang dilakukan Luqman kepada anaknya, memberikan ajaran
tentang Ketuhanan, patut menjadi teladan.
Pada ayat 14 dijelaskan bahwa, perintah Tuhan supaya berbakti kepada ibu
dan bapak, mengingatkan kesusahan ibu di waktu mengandung, menceraikan
menyusu dalam dua tahun, bersyukur kepada Allah dan kepada ibu bapak,
pelaksanaanya bersangkut paut dengan pendidikan keagamaan dan Ketuhanan
dalam rumah tangga,. Setiap ibu bapak mengharapkan supaya ankanya berbakti dan
syukur kepadanya. Tetapi harapan itu hendaklah sejalan dengan memberikan
pendidikan keagamaan kepada anak-anaknya. Kalu tidak begittu mungkin harapan
tinggal harapan. Jangan hanya ingin memetik buah, tetapi enggan menanam dan
memelihara pohonnya.
Menurut Fahrudin ayat 15 berbicara tentang berbakti dan bersyukur kepada
ibu bapak tidak boleh sampai kepada mematuhi perintah keduanya supaya
mempersekutukan Allah. Kalau samapi disitu, kepatuhan mesti berhenti dan
dilarang mematuhiinya. Walaupun antara anak dan ibu bapak timbul perbedaan
58
pandangan tentang keimanan dan akidah, nmaun dalam kehidupan dan pergaulan
sehari-hari dengan ibu bapak tetap baik, sopan dan hormat. Jangan sampai hati
antara keduanya menjadi renggang dan berisah.
Yang baik dan patut diturut ialah jalan orang yang kembali kepada Tuhan,
menempuh jalan yang benar dan bukan jalan yang sesat. Kita semua akan kembali
kepada Tuhan, lalusegala perbuatan yang pernah kita kerjakan di dunia akan
diberitakan semuanya dan diminta pertanggungjawabannya. Kita dilarang
menempuh jalan sesat, biarpun dengan alasan mematuhi ibu bapak dann mengikuti
nenek moyang, karena manusia telah dikaruniai akal dan pikiran untuk memilih
mana yang baik dan mana yang salah.
Pada
ayat
16
Fahrudin
menjelaskan,
Luqman
selanjutnya
lebih
memperdalam jiwa Ketuhanan untuk anaknya, dengan mengajarkan bahwa Tuhan
itu mengetahui dengan mengeerti segala apa yang dikerjakan manusia, bagaimana
juapun kecilnya dan tersmbunyi pula dalam batu atau jauh dilangit tinggi. Semua
itu akan dikemukakan dan diperlihatkan selengkapnya. Sebab itu janganlah suatu
kesalahan dianggap enteng dan remeh, biar kecil atau pun besar, karena semuanya
akan diperhitungkan dihadapan Pengadilan Illahi.
Ayat 17 berbicara mengenai menyuruh berbuat baik dan melarang
mengerjakan perbuatan jahat, apabila sepintas lalu, tampaknya suatu pekerjaan yang
ringan, sedang pada hakikatnya bukan demikian. Pekerjaan yang mulia itu
menimbulkan resiko yang berat, berupa serangan dan ancaman, halangan dan
rintangan, karena tidak semua orang merasa senang apabila perbuatannya yang
59
salah mendapat teguran dan celaan. Kesabaran menanggung resiko yang berat, tidak
semua orang tahan menerimanya. Karena itu diperingatkan Tuhan, bahwa hal tu
adalah urusan yang memerlukan kesungguhan hati dan keteguhan hati.
Selanjutnya pada ayat 18 dan 19 Luqman mengajarkan anaknya supaya
berbudi luhur dan meningkatkan moral, malarang beersifat sombong dan takabbur,
memandang rendah kepada orang lain dan berlagak sebagai orang yang paling besar
di dunia. Luqman mengajarkan anaknya dengan ajaran yang berjiwa Ketuhanan,
mengesakan
Tuhan
dan
tiada
mempersekutukan-Nya,
merasakan
pertanggungjawaban kepada Tuhan terhadap segala perbuatan, biar bagaimanapun
kecilnya dan tersembunyi. Mengokohkan hubungan dengan Tuhan karena
mengerjakan ssembahyang. Berusaha supaya manusia menajdi baaik, dengan
menyuruh mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan salah. Selanjutnya
supaya berbudi luhur, tiada sombong dan tiada membanggakan diri (Fachrudin,
1985: 160-164)
Dari pendapat para ahli didik tersebut dapat di katakan bahwa, apabila orang
tua mengajarkan, membimbing, dan mengarahkan anak-anaknya dengan megikuti
konsep pendidikan yang Luqman ajarkan pada anaknya, maka besar harapan
generasi yang akan datang menjadi generasi yang baik.
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA 7-12 TAHUN
A. Teori Tentang Anak Usia 7-12 Tahun
Dalam pembahasan ini penulis akan berbicara mengenai konsep pendidikan
anak usia 7-12 tahun, karena menurut penulis pada masa-masa ini lebih mudah untuk
mendidik, membimbing, dan mengarahkan anak dalam pendidikan. Dalam konsep
pendidikan anak perlunya untuk mengetahui teori-teori dalam mendidik anak dengan
memperhatikan karakter anak dan setiap perkembangan yang terjadi pada anak.
1. Karakter Umur Anak
Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang
konsisten secara lahiriah dan batiniyah. Karakter adalah hasil kegiatan yang sangat
mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa ke arah pertumbuhan sosial
(Djaali, 2008:48).
Erikson membagi delapan tahapan perkembangan karakter anak dan memberi
gambaran sebagai berikut:
a. Masa bayi (infancy). Terjaminnya rasa aman tercermin dari rasa sayang
sentuhan cinta kasih, dan makanan yang baik merupakan bahan dasar rasa
kepercayaan. Rasa percaya atau tidak merupakan kekuatan psikososial
yang amat fundamental bagi taraf perkembangan selanjutnya.
61
b. Masa kanak-kanak awal (early childhood). Terjamin atau tidaknya
mengembangkan self control tanpa mengurangi self esteem-nya akan
menumbuhkan rasa otonom/mandiri, atau sebaliknya diliputi rasa raguragu dan malu.
c. Masa kanak-kanak (childhood). Terjamin atau tidaknya kesempatan untuk
berprakarsa dalam menumbuhkan insiatif sebaliknya bila sering dilarang
akan timbul rasa bersalah dan rasa berdosa (gulity).
d. Masa anak sekolah (school age/midle childhood). Pada periode ini,
umumnya anak dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan
dengan baik dan sempurna. Dari hal demikian akan timbul rasa
kepercayaan dan kecakapan menyelesaikan suatu tugas. Apabila individu
tersebut tidak mampu maka lahir bibit perasaan rendah diri (inferiority)
yang akan dibawanya pada tahapan hidup selanjutnya.
e. Masa remaja (adolescense). Pada masa ini remaja dituntut mampu
menjawab pertanyaan tentang peran diri dan masa depannya di
masyarakat.
Dengan
berbekal
kepercayaan
pada
lingkungannya,
kemandirian, inisiatif, percaya pada kecakapan dan kemampuannya,
individu yang demikian akan mampu mengintegrasikan seluruh unsur
kepribadiannya sehingga mampu menemukan jati dirinya. Sebaliknya bila
gagal individu yang demikian mengalami kebingungan dan kekacauan
(confusion).
62
f. Masa dewasa muda (young adulthood). Setelah terbentuk jati diri dan
identitas diri secara definitif, kini individu tersebut dituntut untuk mampu
membina untuk kehidupan bersama. Kalau individu itu mampu
memelihara keseimbangan antara aku, kami, dan kita akan tumbuh rasa
keakraban (intimacy). Sebaliknya bila tidak mampu akan tumbuh rasa
keterasingan (isolation).
g. Masa dewasa (adulthood). Pada masa ini apakah orang dewasa
mempunyai kesempatan dan kehidupan secara kreatif, produktif, dan
bermanfaat dalam membina kehidupan generasi yang akan datang.
Apabila individu tersebut mampu hidup kreatif dan produktif akan tumbuh
gairah hidup, bila hanya cukup puas dengan keadaan yang ada.
h. Masa hari tua (old age/aging). Mereka yang masa dewasanya sukses akan
memperoleh penghargaan dari masyarakat dan individu tersebut
merupakan bagian dari masyarakat (integerity). Apabila sebaliknya akan
dianggap sepi oleh masyarakatnya sehingga timbul rasa kurang berharga
(Djaali, 2008: 60-61).
Menurut Ericson setiap anak mempunyai karakter atau tingkah laku yang
berbeda dalam setiap perkembangan usianya, semakin meningkat usia anak maka
semakin meningkat pula karakter yang dimilikinya. Periode yang paling efektif untuk
membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun, pada masa ini diharapkan
63
dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak, oleh karena itu
lingkungan yang kondusif sangat membantu dalam pembentukan karakter anak.
2. Perkembangan Fisik Anak
Ada empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor
(fisik) anak yang memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam
mengarahkannya, yaitu:
Pertama, Pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf (nervous system).
Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan
serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central nervous system, yakni pusat
sistem jaringan syaraf yang ada di otak. Pertumbuhan syaraf dan perkembangan
kemampuannya membuat inteligensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong
timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik pertumbuhan kemampuan
sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pun pola-pola
tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya berbeda dengan organ tubuh lainnya,
organ sistem syaraf apabila rusak tidak dapat diganti atau tumbuh lagi.
Kedua, pertumbuhan otot-otot. Otot adalah jaringan sel-sel yang dapat
berubah memanjang dan sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki
daya mengkerut (contractile unit). Di antara fungsi-fungsi pokoknya ialah sebagai
pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan
sari makanan. Peningkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan
64
dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini
tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan demikian
banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau
membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari
masa ke masa. Perlu di ketahui bahwa dalam pengembangan keterampilan terutama
dalam berkarya nyata sepeti membuat mainan sendiri, melukis dan seterusnya,
peningkatan dan perluasan (infestifikasi dan ekstensifikasi) pendayagunaan otot-otot
anak tadi bergantung pada kualitas pusat sistem syaraf dalam otaknya.
Ketiga, perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
(endrocine glands). Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah,
seperti getah, seperti kelenjar keringat. Selanjutnya, kelenjar endokrin secara umum
merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan ke
seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Lawan endokrin adalah eksorin
(exorine) yang memiliki pembuluh tersendiri untuk menyalurkan hasil sekresinya
(proses pembuatan cairan atau getah) seperti kelenjar ludah. Berubahnya fungsi
kelenjar-kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan memproduksi
bermacam-macam hormon termasuk hormon seks), dan kelenjar pituitan (kelenjar di
bagian bawah otak yang memproduksi dan mengatur berbagai hormon pemgembang
indung telur dan sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku anak ketika
menginjak remaja.
65
Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya
pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan itu
dapat berupa seringnya melakukan kerjasama dalam belajar atau berolah raga,
berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain perubahan pola perilaku yang
bermaksud menarik perhatian lawan jenis. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seharusnya bersikap antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan
perilaku seksual yang tidak dikehendaki demi kelangsungan perkembangan para
siswa remaja yang menjadi tanggung jawabnya.
Keempat, perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak akan
semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan
bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh
terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills. Kecepatan berlari,
kecekatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran,keindahan melukis, dan
sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses penyempurnaan strukrur
jasmani siswa. Namun kemungkinan perbedaan hasil belajar psikomotor seorang
siswa dengan siswa lainnya selalu ada, karena kapasitas ranah kognitif juga banyak
berperan dalam menentukan kualitas dan kuantitas prestasi ranah karsa. Pengaruh
perubahan fisik anak juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain,
kaperna perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self concept) siswa
tersebut. Self concept atau konsep diri ialah totalitas sikap dan persepsi seorang
66
terhadap dirinya sendiri. Keseluruhan sikap dan pandangan tersebut dapat dianggap
deskripsi kepribadian orang yang bersangkutan (Muhibin Syah, 2003:18-21).
Empat periode dalam perkembangan fisik anak yang telah dijelaskan dan
perubahan karakter salah satunya disebabkan karena adanya perhatian dari orang tua
dengan memberi makanan yang bergizi agar anak bertumbuh dan berkembang
dengan cepat dan baik. Perhatian semacam ini hendaknya dilakukan sampai anak
mengerti makanan yang sehat untuk dikonsumsi, karena selain untuk membantu
dalam perkembangan fisik anak dapat pula mempengaruhi perkembangan kognitif
anak untuk berkreasi.
3. Perkembangan Intelek Anak
Pieget pernah melakukan penelitian mengenai tahap-tahap perkembangan
dikaitkan dengan perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar. Pieget
membagi perkembangan kognitif menjadi 4 fase sebagai berikut:
a. Tahap sensori - motorik (usia 0-2 tahun)
Selama perkembangan dalam periode ini yang berlangsung dari sejak
anak lahir sampai usia 2 tahun, inteligensi yang dimiliki anak tersebut masih
berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka.
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis
(practical intelligence) yang berfaedah bagi anak usia 0-2 tahun untuk
67
belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir
mengenai apa yang sedang ia perbuat. Anak pada periode ini belajar
bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar
mnimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia perbuat
kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan tersebut.
Ketika seorang bayi berinteraksi dengan lingkungannya, ia akan
mengasimilasikan
skema
sensori-motor
sedemikian
rupa
dengan
mengerahkan kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai
ekulibrium
yang
memuaskan
kebutuhannya.
Proses
asimilasii
dan
akomodasi dalam mencapai ekulibrium seperti diatas selalu dilakukan bayi,
baik ketika ia memenuhi dorongan lapar dan dahaganya maupun ketika
bermain benda-benda mainan yang ada disekitarnya.
b. Tahap pra operasional (usia 2-7 tahun)
Periode perkembangan kognitif pra-operasional terjadi dalam diri
anak ketika berumur 2 tahun sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula
pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object
permanence. Artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap
eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda
tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak tak dilihat atau tak didengar lagi.
Jadi pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan
68
pada
periode
sensori-motor,
yakni
tidak
lagi
bergantung
pada
pengamatannya belaka.
Dalam
periode
perkembangan
pra-operasional,
disamping
diperolehnya kapasitas-kapasitas seperti tersebut diatas. Yang juga sangat
penting ialah diperolehnya kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak
mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula
mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
c. Tahap operasi konkret (usia 7-11 tahun)
Dalam periode konkret operasional yang berlangsung hingga usia
menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut
system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah
berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan
idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.
Dalam inteliginsi operasional anak sedang berada tahap konkretoperasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi:
1. Conservation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak
dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume
dan jumlah.
2. Addition of calasses (penambahan golongan benda) yakni
kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan
69
beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah.
Seperti mawar dan melati, dan menghubungkannya dengan
golongan benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga. Di
samping itu, kemampuan ini juga meliputi kecakapan memilahmilah benda-benda yang tergabung dalam sebuah benda yang
berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah,
misalnya dari bunga menjadi mawar, melati, dan seterusnya.
3. Multiplication of calases (pelipatgandaan golongan benda) yakni
kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara
mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna dan tipe
bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti
mawar merah, mawar putih, dan seterusnya). Selain itu
kemampuan ini juga meliputi kemampuan memahami cara
sebaliknya, yakni cara memisahkan gabungan golongan benda
menjadi dimensi-dimensi tersendiri atas merah, putih, dan
kuning.
Berdasarkan
hasil-hasil
eksperimen
dan
observasinya,
pieget
menyimpulkan bahwa pemahaman terhadap aspek kuantitas materi,
pemahaman
terhadap
penambahan
golongan
benda,
dan
terhadap
pelipatgandaan golongan benda merupakan ciri khas perkembangan kognitif
anak berusia 7-11 tahun. Perolehan pemahaman tersebut diiringi dengan
70
banyak berkurangnya egosentrisme anak. Artinya, anak sudah mulai memiliki
kemampuan mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain dengan
pandangannya sendiri dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya
hanyalah salah satu dari sekian banyak pandangan orang. Jadi, pada dasarnya
perkembangan kognitif anak tersebut ditinjau dari sudut karakteristiknya
sudah sama dengan kognitif orang dewasa.
Namun demikian, masih ada keterbatasan-keterbatasan kapasitas anak
dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Anak-anak dalam rentang usia 7-11
tahun baru mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwaperistiwa yang konkret.
d. Tahap operasi formal (usia 11 tahun ke atas)
Dalam tahap perkembangan formal-operasional, anak yang sudah
menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahu, akan
dapat mengatasi keterbatasan pemikiran konkret-operasional.
Dalam perkembangan kognitif tahap akhir in seorang remaja telah
memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak)
maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
1. Kapasitas
menggunakan
hipotesis,
dengan
kapasitas
menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan
mampu berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal
71
pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang
relevandengan lingkungan yang ia respons.
2. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip, dengan menggunakan
kapasitas ini remaja tersebut akan mampu mempelajari materimateri pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama (dalam hal ini
misalnya ilmu tauhid), ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak
lainnya dengan luas dan lebih mendalam.
3. Dua macam kapasitas kognitif yang sangat beragam terhadap
kualitas skema kognitif itu tentu telah dimiliki pula oleh orangorang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah
berhasil menempuh proses perkembangan formal-operasional
secara kognitif dianggap telah mulai dewasa (Muhibin Syah,
2008: 69-74).
Itulah empat tahap tentang perkembangan anak menurut
Pieget, dalam perkembangan intelektual anak ada beberapa faktor
yang perlu di perhatikan oleh orang tua antara lain kesehatan gizi dan
bimbingan dari orang tua. Makanan yang bergizi dapat mempengaruhi
perkembangan intelek anak untuk aktif dan berkreasi. Dalam
perkembangan intelek anak guru juga ikut berperan penting karena
guru yang akan selalu memperhatikan setiap perkembangan kognitif
72
anak di lingkungan sekolah melalui empat tahap yang sudah
dijelaskan.
4. Perkembangan Moral Anak
Selain ke-empat tahap perkembangan kognitif anak yang telah dijelaskan,
Pieget mengemukakan tentang tahap perkembangan moral pada anak.
Menurut Piaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan yang
jelas. Tahap pertama disebut “tahap realisme moral” atau “moralitas oleh
pembatasan.” Tahap kedua disebutnya “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas
oleh kerjasama atau hubungan timbal balik.”
Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis
terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang
tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti
peraturan yang diberikan pada mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya.
Dalam tahap perkembangan moral ini, anak menilai tindakan sebagai
“benar”atau “salah” atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi
di belakangnya. Mereka sama sekali mengabaikan tujuan tindakan tersebut.
Sebagai contoh suatu tindakan dianggap “salah” karena mengakibatkan hukuman
dari orang lain atau dari kekuatan alami atau adikodrati.
73
Dalam tahap kedua perkembangan moral, anak menilai perilaku atas
dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8
dan berlanjut hingga usia 12 dan lebih. Antara usia 5 dan 7 atau 8 tahun, konsep
anak tentang keadilan mulai berubah. Gagasan yang kaku dan tidak luwes
mengenai benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, secara bertahap
dimodifikasi. Akibatnya, anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang
berkaitan dengan sesuatu pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia 5 tahun
“berbohong selalu buruk,” tetapi anak yang lebih besar menyadari bahwa
berbohong dibenarkan dalam situasi tertentu dan karenanya tidak selalu “buruk”.
Tahap kedua perkembangan moral ini bertahapan dengan “tahapan
operasi formal” dari Piaget dalam perkembangan kognitif, tatkala anak mampu
mempertimbangkan kesemua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah
tertentu dan dapat bernalar atas dasar hipotesis dan dalil. Ini memungkinkan anak
untuk
melihat
masalahnya
dari
berbagai
sudut
pandangan
dan
mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkannya (Elizabeth B.
Hurlock, tt: 79-80)
Dari penjelasan Piaget tersebut dalam dua tahapan perkembangan moral
anak, sebagai orang tua harus selalu mencontohkan sifat dan sikap yang positif
terhadap anak karena seperti yang dikatakan oleh Piaget bahwa orang dewasa
lebih mempunyai wewenang atas peraturan dan semua aktifitas yang dilakukan
akan selalu diikuti oleh anak. Disinilah letak betapa penting konsep pendidikan
74
moral yang harus ditanamkan oleh pendidik, baik dilingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat.
5. Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial menurut Zakiah Daradjat adalah kecenderungan
anak usia 6-9 tahun untuk bergaul dengan teman sebaya sangat besar. mulai usia
7-9 tahun anak-anak condong kepada membentuk kelompok teman sebaya.
Mereka bercerita, mendongeng, membuat kesepakatan diantara mereka. Temantemanya itu kadang lebih mendapat perhatian dan prioritas daripada orang
tuanya. Pada umur ini, mereka mulai agak menjauh dari orang dewasa, karena
mereka ingin berbincang dan bercerita dengan sesama mereka, tanpa diganggu
oleh orang dewasa. Mereka tidak ingin terkucil dari teman-temanya. Apa yang
dilakukan teman-temanya, ia pun ingin melakukannya. Model pakaian, cara
berbicara, gaya berjalan, dan sebagainya ingin ia tiru seperti teman-teman dalam
kelompoknya. Jika teman-temannnya pergi mengaji, ia pun mengaji.
Anak-anak pada tahap usia 10-12 tahun, telah mampu menghubungkan
agama dan masyarakatnya. Misalnya, mereka tahu bahwa masjid adalah milik
orang Islam, gereja milik orang Kristen, dan pura milik orang Hindu, bagi anakanak yang hidup di kota besar. Boleh jadi anak-anak yang hidup di pedesaan
Islam, yang dikenalnya hanya agama Islam dengan masjid, surau dan langgarnya.
75
Pada umur tersebut, anak-anak sudah mampu menghubungkan agama
dengan penganutnya. Mereka sudah tahu bahwa mencela atau melecehkan
agama, menyakiti pemeluknya adalah tidak baik. Mereka juga telah memahami
pengelompokkan masyarakat berdasarkan agama. Oleh karena itu, kefanatikan
dan kecintaan kepada agamanya semakin nyata. Orang tua dapat mengarahkan
agar tidak menjurus kepada mencela atau memusuhi orang yang tidak seagama
dengan dirinya. Harus pula dijaga jangan sampai terpahami oleh anak-anak
bahwa agama itu sama karena jika hal itu terjadi kebanggaan dan kecintaan
kepada agamanya (Islam) akan menjadi berkurang (Ahmad Tafsir, 2002: 105106).
Dalam perkembangan sosial anak dibutuhkan lingkungan yang positif,
karena lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan tingkah laku anak. Oleh
karena umur anak yang pada umumnya pada usia itu anak lebih memilih temantemannya daripada orang tuanya, maka lagi-lagi orang tua yang harus lebih
memperhatikan setiap perkembangan yang dialami anak terutama dalam
pergaulan anak dengan teman-temanya. Dengan demikian orang tua hendaknya
menyediakan lingkungan yang positif untuk anaknya, lingkungan yang dapat
memberikan dorongan atau motifasi agar anak bisa menerima, mempelajari,
memahami, dan mengamalkan ajaran Islam.
76
6. Perkembangan Keagamaan Anak
Berbicara mengenai perkembangan keagamaan anak tidak terlepas dari
perkembangan kehidupan kejiwaan manusia seperti perkembangan pikiran,
perkembangan pengenalan dan perkembangan tugas kehidupan.
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah baik fisik maupun psikis,
walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan
yang bersifat latent. Potensi yang dibawa ini hanya memerlukan pengembangan
melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap.
Ajaran Islam mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang religius,
yang membawa potensi keagamaan sejak lahir. Menurut hasil penelitian Ernast
Hermas dalam bukunya “The Development of Religious on Children” bahwa:
perkembangan penghayatan keagamaan pada anak-anak melalui tiga tingkatan
yaitu:
a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 - 6 tahun, pada
tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh
fantasi dan emosi. Tingkat perkembangan ini sseakan-akan anak itu
menghayati konsep ketuhanan itu kurang masuk akal, sesuai dengan
perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak
dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agamapun
77
anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongengdongeng yang kurang masuk akal.
b. The Realistis Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga ke
usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah
mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan
(realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan
pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide
keagamaan pada anak didasarkan atas emosional. Berdasarkan hal itu
maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga
keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa dalam
lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka
ikuti dan tertarik untuk mempelajarinya.
c. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling
tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan
yang individualistik ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
1. Konsep keTuhanan yang convensional dan koservatif
dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh luar.
78
2. Konsep keTuhanan yang lebih murni dinyatakan dengan
pandangan yang bersifat personal (perorangan).
3. Konsep keTuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah
menjadi
ethos
humanis
dalam
diri
mereka dalam
menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkat
dipengaruhi oleh faktor interen yaitu perkembangan usia
dan faktor eksteren berupa pengaruh luar yang dialaminya
( Ramayulis, 1990:43).
Fitrah
beragama
merupakan
kemampuan
dasar
yang
mengandung
kemungkinan untuk berkembang, namun mengenai perkembangannya sangat
bergantung pada proses pendidikan melalui faktor lingkungan keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Perkembangan penghayatan anak pada usia Sekolah dasar 6-12 tahun, pada
masa ini kesadaran beragama anak ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif, namun sudah disertai
dengan pengertian.
2. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman kepada indikatorindikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya
(contohnya: dalam menjelaskan tentang Allah sebagai pencipta yang
79
Maha Agung, dapat dimulai dengan mempertanyakan fenomenafenomena alam yang sudah diketahui oleh anak, seperti dimulai dengan
siapa yang membuat dirinya berikut bagian-bagian tubuhnya, siapa yang
membuat tanah, air, udara, buah-buahan dan alam semesta lainnya?.
Melalui tanya jawab dengan mereka, serta pemberian penjelasan bahwa
semuanya itu merupakan anugrah atau kenikmatan dari Allah, maka akan
berkembang pada diri mereka nilai-nilai keimanan atau keyakinan
kepada Allah SWT.
3. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan
ritual diterimanya sebagai keharusan moral.
Kepercayaan anak kepada Tuhan pada usia ini, bukanlah keyakinan
hasil pemikiran, akan tetapi sikap emosi yang berhubungan erat dengan
kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan perlindungan. Oleh karena itu dalam
mengenalkan Tuhan kepada anak, sebaiknya ditonjolkan sifat-sifat pengasih
dan penyayangnya, jangan menonjolkan sifat-sifat Tuhan yang menghukum,
mengadzab atau memberikan siksaan di neraka (Syamsu Yusuf, 2002:51).
Oleh karena anak masih dalam proses pertumbuhan, maka perlu
dibimbing agar jiwa beragama mereka tumbuh dengan baik dan apabila
pendidikan itu diberikan secara teratur maka akan memantapkan sikap
beragama mereka.
80
B. Teori Tentang Pendidikan Anak
Setelah membahas mengenai teori anak usia 7-12 tahun yang pada masa itu
orang tua dianjurkan untuk memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi pada
anak, maka untuk melengkapi hal itu penulis ingin menambahkan bahasan tentang
teori pendidikan yang harus diterapkan pada anak, yang meliputi:
1. Dasar dan Tujuan
Dari segi teori pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang
proses kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah kemampuan
optimal anak didik yang berlangsung diatas landasan nilai-nilai ajaran Islam.
Ilmu pendidikan Islam mengandung kesesuaian pandangan dengan teori-teori
dalam ilmu pedagogik. Terutama yang menyangkut masalah anak didik,
pendidik, alat-alat pendidikan dan metode yang akan digunakan. Secara teori
pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsep pendidikan yang
mengandung berbagai teori dan dapat dikembangkan yang bersumber dari AlQur’an dan Hadis.
Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama dalam pendidikan Islam
diturunkan untuk seluruh umat manusia disegala zaman dan tempat. Petunjukpetunjuknya patut menjadi pegangan bagi seluruh umat manusia di mana pun
mereka berada dan kapan pun mereka membutuhkannya. Seandainya umat
81
manusia senantiasa berpegang teguh kepadanya niscaya mereka tidak akan
sesat selama-lamanya. Hal ini sesuai dengan Hadis Nabi saw, yang berbunyi:
(ﷲ و ﺳ ﻨ ﺘ ﻲ ) ر و ا ه ا ﻟ ﺤ ﺎ ﻛ ﻢ ﻋ ﻦ أ ﺑ ﻲ ھﺮﯾﺮة
ﺗ ﺮ ﻛ ﺖ ﻓﯿﻜﻢ ﺷﯿﺄﯾﻦ ﻟ ﻦ ﺗ ﻀ ﻠ ﻮ ﺑـﻌﺪھﻤﺎ ﻛ ﺘ ﺎ ب
“Telah ku tinggalkan dua pusaka selama kalian berpegang teguh
pada keduanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahnya: Kitab (AlQur’an) dan Sunnahku” (HR. al-Hakim dari Abu Hurairah).
Hadis diatas merupakan aplikasi dari firman Allah SWT di dalam Surat AlBaqarah ayat 185 yang berbunyi:
(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
(Erwati Aziz, 2003:1).
Kesempurnaan ajaran islam bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi yang
sekaligus merupakan pedoman bagi kaum muslimin untuk menentukan suatu nilai
benar atau salah dalam menjalani kehidupan.
Al-Qur’an menekankan bahwa Rosulullah SAW, berfungsi menjelaskan
maksud-maksud firman Allah, Allah berfirman:
82
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.S.An-Nahl:44)
.
Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar dalam bukunya Al-Sunah fi
Makanatiha wa fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah mempunyai fungsi sehubungan
dengan pembinaan hukum syara’. Dengan menunjuk kepada pendapat Al- Syafi’i
dalam Al-Risalah, Abdul halim menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan AlQur’an, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak diperselisihkan, yaitu yang pertama
sekedar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat didalam AlQur’an, sedangkan yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian
lahir dari ayat-ayat Al-Qur’an (Quraish Shihab, 2004:122).
Dari keterangan Hadis dan ayat tersebut jelaslah bahwa yang menjadi dasar
ideal bagi kehidupan yang meliputi berbagai aspek baik tentang keimanan, ekonomi,
sosial, ibadah, dan pendidikan pedoman manusia yang beriman adalah Al-Qur’an dan
Hadis Nabi. Didalam menetapkan dasar dan tujuan pendidikan manusia akan selalu
berpedoman pada pandangan hidup dan hukum-hukum dasar yang dipegang dalam
kehidupannya.
Pekerjaan pendidik mengandung makna sebagai proses kegiatan menuju ke
arah tujuannya, karena pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan
ketidakpastian dalam proses kegiatannya. Oleh karena pekerjaan mendidik yang
bersasaran pada hidup psikologis anak didik yang masih berada pada taraf
83
perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses
kependidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, materi dan metode-metode yang
digunakan sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan.
Nur Uhbiyati (1990: 41) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi tiga yaitu:
1. Tujuan umum atau tujuan akhir
Tujuan umum dari penddikan Islam ialah tujuan yang akan dicapai
dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan
cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi
sikap, tingkah laku, penampilan kebiasaan, dan pandangan. Tujuan umum
pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional negara,
tempat dimana pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan
dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan.
2. Tujuan sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara membentuk insan
kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran
sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada
pribadi anak didik.
3. Tujuan operasional
84
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu dalam satu unit kegiatan pendidikan
dengan bahan-bahan yang sudah dpersiapkan dan diperkirakan akan
mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional, lebih banyak dituntut
dari anak didik agar memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat
operasionalnya
lebih
ditonjolkan
daripada
sifat
penghayatan
dan
kepribadiannya (Sama’un Bakry, 2005:38).
2. Pendidik
Pendidik atau guru menjadi faktor penting dalam pendidikan, istilah
pendidik merujuk pada pembinaan dan pengembangan
pengetahuan anak
didik.
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam pembentukan
kepribadian anak didiknya. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya, agar anak didik dimaksud mencapai tingkat kedewasaannya
sehingga ia mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan,
makhluk sosial dan makhluk individu (pribadi) yang mandiri (Suryo
Subroto,1990:26).
Seorang guru atau pendidik agama Islam yang profesional adalah orang
yang menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan
85
transfer ilmu atau pengetahuan serta amaliah (implementasi), mampu
menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan
daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masyarakatnya, mampu menjadi
model atau sentral identifikasi diri dan konsultan bagi peserta didik, memiliki
kepekaan informasi, intelektual dan moral-spiritual serta mengembangkan
bakat, minat dan kemampuan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam
membangun peradaban yang diridhai oleh Allah swt (Muhaimin, 2005:51).
Agar tercapai tujuan pendidikan seorang pendidik harus memiliki
kompetensi-kompetensi tersebut dengan demikian dapat mengembangkan
anak didiknya dengan baik, baik dari ranah kognitif, afektif maupun
psikomotor.
Dalam hal ini bukan saja seorang guru yang disebut sebagai pendidik
namun orang tua juga disebut pendidik dalam lingkungan keluarga, orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya karena orang tua
sangat menentukan pendidikan anak-anaknya di rumah. Peran orang tua
sangat membantu untuk membentuk kreativitas anak dalam pendidikan.
Dengan demikian ada kombinasi antara pendidikan di lingkungan
sekolah dan pendidikan di lingkungan keluarga, sehingga terbentuknya
kepribadian anak yang mantap pada tahap selanjutnya dan dengan begitu anak
akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
86
3. Materi
Pendidikan merupakan persoalan yang kompleks, menyangkut semua
komponen yang terkandung didalamnya. Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah selain mempunyai tujuan keilmuan
juga mempunyai tujuan menjadikan manusia sebagai khalifah yang dapat
menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk memperoleh tujuan yang mulia ini
ada beberapa tahap yang harus dilalui, diantaranya dengan merencanakan
tujuan secara matang dan menentukan materi yang akan diberikan kepada anak
didik, karena pendidikan mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku anak,
maka dalam merumuskan semua ini benar-benar direncanakan secara matang
tanpa melupakan substansi ilmu dan relevansinya dengan zaman yang dihadapi
anak.
Agus Sujono mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan bahan
atau materi pendidikan adalah segala sesuatu yang disajikan pendidikan
sebagai perangsang guna perkembangan anak didik dalam usaha mencapai
tujuannya menjadi dewasa, mampu berdiri sendiri dan bertanggung jawab
menunaikan tugasnya, bahan atau materi itu untuk semua jenis pendidikan
yang tercantum dalam kurikulum (Ahmad Tafsir,dkk, 2004:48).
Ada beberapa pendapat ulama tentang materi yang harus diberikan
kepada anak didik yaitu:
87
1. Menurut Umar bin Khatab, seorang anak hendaknya diajarkan
berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dan sajak-sajak yang
terbaik. Semua ini diajarkan setelah anak mengetahui prinsipprinsip agama Islam, menghafal Al-Qur’an dan mempelajari alHadis.
2. Ibnu Sina mengemukakan, bahwa pendidikan anak hendaknya
dimulai dengan pelajaran Al-Qur’an. Kemudian diajarkan syairsyair pendek yang berisi tentang kesopanan, setelah anak selesai
menghafal Al-Qur’an dan mengerti tata bahasa arab disamping di
beri petunjuk dan bimbingan agar mereka dapat mengamalkan
ilmunya sesuai dengan bakat kesediannya.
3. Abu Thawam berpendapat, setelah anak hafal Al-Qur’an
hendaknya anak tersebut diajarkan menulis, berhitung, dan
berenang.
4. Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan
Al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar, hukum-hukum
agama, dan sajak-sajak yang tidak menyebut soal cinta dan pelakupelakunya.
5. M. Jahiz, dalam bukunya “Risalat al-mu’allimin”, mengemukakan
bahwa sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukkan dengan ilmu
nahwu semata cukup sampai mereka dapat membaca, menulis, dan
bicara dengan benar. Anak-anak seharusnya diberikan pelajaran
88
berhitung, mengarang, serta keterampilan membaca buah pikiran
dari bacaannya (Armai Arief, 2002:30-31).
Pendapat para ulama diatas, dapat dipahami bahwa materi pendidikan
Islam yang paling utama adalah Al-Qur’an, mula-mula anak diajarkan
membaca, menulis, menghafal, keterampilan, menganalisa dan sekaligus
mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain materi
yang disebutkan oleh para ulama, dalam Al-Qur’an masih banyak ilmu-ilmu
yang harus dipelajari seperti yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman
Pendidikan yang Luqman ajarkan kepada anaknya menggambarkan
penekanan materi pendidikan anak yang meliputi pendidikan akidah, syari’ah
dan akhlak. Hal ini dimaksudkan agar ajaran yang terkandung didalam AlQur’an tertanam dalam jiwa anak didik sejak dini.
4. Metode
Dalam ilmu pendidikan, metode merupakan bagian perangkat dari
proses pembelajaran. Dengan adanya metode diharapkan dapat membantu ada
interaksi belajar yang lebih efektif antara siswa dan guru dalam proses
pembelajaran.
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos”.
Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau
melewati dan “hodos” yaitu berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan
89
yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut
“Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah” cara yang
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”,
sehingga dapat
dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan
bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Armai Arief, 2002:40).
Dari pengertian tersebut metode merupakan cara yang paling tepat
digunakan untuk menyampaikan suatu bahan pelajaran, sehingga tujuan dapat
tercapai. Dalam pengajaran agama, pendidik berusaha agar siswa dapat
memahami makna pendidikan agama Islam. Oleh karena itu, guru harus mampu
memilih dan melaksanakan metode yang tepat dan bervariasi.
Dalam penggunaan metode pendidikan Islam, yang perlu dipahami
adalah bagaimana seorang guru dapat menguasai hakikat metode dan
relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi
beriman yang senantiasa mengabdi kepada Allah Swt. Disamping itu, para guru
harus memahami metode-metode intruksional aktual yang ditunjukkan oleh AlQur’an.
Metode yang dipakai Al-Qur’an adalah menggunakan ayat yang indah.
Menurut Al-Jamali (1995:105), metode pendidikan dalam Al-Qur’an itu
bermacam-macam, diantaranya adalah dengan perbuatan, menyentuh hati
90
dengan perasaan, menggunakan logika, dengan pertanyaan, cerita, nasihat, katakata hikmah, perumpamaan dan lain-lain (Muhamad Nurdin, 2004:105).
Menurut Muhammad Quthb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah
Islamiyah menyatakan bahwa tehnik metode pendidikan Islam itu ada delapan
macam, yaitu:
a. Pendidikan Melalui Teladan
Pendidikan melalui teladan adalah merupakan salah satu tehnik yang
efektif dan sukses. Menurut Muhammad Quthb mengarang buku pendidikan
itu mudah begitu juga menyusun suatu metodologi pendidikan yang
membutuhkan ketelitian, keberanian, dan pendekatan yang menyeluruh.
Agar manusia mampu melakukan hal tersebut dengan baik, maka Allah
mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi teladan bagi manusia. Di dalam
diri beliau terdapat suatu bentuk sempurna metodologi Islam yang harus di
contoh oleh manusia. Begitu pun para orang tua harus mampu
mencontohkan sikap yang positif bagi anak-anaknya.
b. Pendidikan Melalui Nasihat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata
yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu katakata harus diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya ke
dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Dalam Al-Qur’an penuh berisi
91
dengan nasihat-nasihat dan tuntunan yang salah satunya terdapat dalam surat
Luqman.
c. Pendidikan melalui Hukuman
Apabila tehnik pendidikan melalui teladan dan nasihat tidak mempan,
maka letakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah
hukuman. Namun dalam hal ini hukuman sebenarnya tidak mutlak
diperlukan dan disesuaikan dengan sikap anak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Abadari, sifat-sifat anak yang
berbuat salah itu harus diteliti, dan satu pandangan mata dan kerlingan saja
terhadap si anak, mungkin cukup untuk pencegahan dan perbaikan.
Sebaliknya mungkin ada anak-anak lain yang memang membutuhkan celaan
sebagai hukumannya, di samping mungkin ada pula anak-anak yang harus
dipukul dan dihinakan baru ia dapat diperbaiki, seharusnya seorang pendidik
tidak boleh mempergunakan tongkat kecuali kalau memang sudah putus ada
dari mempergunakan jalan-jalan perbaikan yang sifatnya halus dan lemah
lembut. Jika terpaksa harus menjatuhkan hukuman atas anak kecil, dan
cukuplah kiranya diberi tiga pukulan ringan, kalau perlu jangan sampai lebih
dari sepuluh kali.
Dari pendapat ahli didik di atas, hal ini menunjukkan supaya orang tua
dalam mendidik anaknya menggunakan segala macam jalan untuk mendidik
anak mulai dari kecil sampai mereka terbiasa dengan kebiasaan yang baik di
waktu dewasa, sehingga tidak lagi memerlukan hukuman. Oleh karena itu
92
dalam menggunakan tehnik hukuman yang merupakan alat pendidikan,
pendidik harus memikirkan dengan baik sebab hukuman belum tentu
merupakan alternatifyang sangat tepat untuk diberikan kepada anak.
d.
Pendidikan Melalui Cerita
Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan manusia.
Karena bagaimanapun perasaan, cerita itu pada kenyaannya sudah merajut
hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka.
Al-Qur’an
mempergunakan cerita sebagai alat pendidikan seperti cerita tentang Nabi
dan Rasul terdahulu, cerita kaum hidup terdahulu baik yang ingkar kepada
Allah ataupun yang beriman kepada-Nya.
e. Pendidikan Melalui Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia,
Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu tehnik pendidikan,
lalu menetapkan sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat
menunaikan kebiasaan tanpa susah payah, tanpa kehilangan banyak tenaga
dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Oleh karena itu orang tua
hendaknya membimbing
anak-anaknya untuk membiasakan sikap yang
baik.
f. Menyalurkan Kekuatan
Di antara banyak tehnik Islam dalam membina manusia dan juga
dalam memperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang
tersimpan dalam jiwa, tumbuh dari diri sendiri dan tidak memendamnya
93
kecuali potensi-potensi itu memang tertumpu untuk lepas. Kekuatan yang
mampu memikirkan apa yang dibutuhkan dalam membuat perencanaan dan
aturan. Yang dinamakan dengan kekuatan akal, kekuatan berbicara, insting,
dan jiwa yang tenang dan dikatakan pula sebagai kekuatan yang menjadi
dasar untuk memahami hakikat, keinginan untuk memperhatikan akibatakibat setiap perbuatan, dan membedakan antara yang mendatangkan
manfaat dan menghasilkan kerusakan.
Islam mengisi hati dan tubuh dengan berbagai muatan, yaitu
kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu berbentuk selama manusia
itu sehat. Seterusnya Islam melepaskan muatan-muatan itu ke dalam upaya
pembangunan.
g. Mengisi Kekosongan
Apabila Islam menyalurkan kekuatan tubuh dan jiwa ketika sudah
menumpuk, dan tidak menyimpannya karena penuh resiko, maka Islam
sekaligus tidak senang dengan kekosongan. Kekosongan merusak jiwa,
seperti halnya kekuatan yang terpendam juga merusak, tanpa adanya suatu
keadaan yang baik. Kerusakan utama yang timbul oleh kekosongan adalah
hanya orang itu membiasakan pada sikap buruk yang dilakukannya untuk
mengisi kekosongan itu. Oleh karena itu, Islam ingin sekali memfugsikan
manusia secara baik semenjak ia bangun dari tidur, sehingga orang tersebut
tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya, dan
kekuatan itu pada jalannya semula.
meluruskan
94
h. Pendidikan Melalui Peristiwa-peristiwa
Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan
berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri, maupun
karena sebab-sebab di luar kemauannya. Guru yang baik tidak akan
membiarkan peristiwa-peristiwa itu berlalu begitu saja, tanpa di ambil
hikmahnya dan menjadi pengalaman yang berharga. Hendaknya ia mampu
menggunakannya untuk membina, mengasah dan mendidik jiwa, oleh
karena itu pengaruhnya tidak boleh hanya sesaat itu saja.
Keistimewaan peristiwa-peristiwa itu dari tehnik pendidikan ini adalah
peristiwa- peristiwa itu menimbulkan suatu situasi yang khas di dalam
perasaan karena suatu peristiwa secara lengkap sangat membekas pada
perasaan, yang mengirimkan satu jawaban
dan reaksi keras yang kadang-
kadang dapat meluluhkan perasaan. Hal ini tidak terjadi setiap hari dan tidak
mudah sampai ke dalam hati, kecuali hati itu tenang, cerah, dan tidak
tertekan (Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, 2001: 195-202).
Metode sangat dibutuhkan dalam mendidik anak, mengingat setiap
metode mempunyai kelebihan dan kekurangan oleh karena itu pendidik harus
bisa menentukan metode yang tepat dalam menerapkannnya dan disesuaikan
juga dengan materinya.
Sebagaimana dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 penulis
menemukan metode yang efektif untuk mendidik anak-anaknya dalam
keluarga. Luqman mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang dan dalam
95
menyampaikan pelajaran baik dalam aspek akidah, syariah maupun ibadah
menggunakan metode ceramah atau mau’idhah.
5. Media
Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan berbagai alat dan
metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang hingga dikenal saat ini adalah
media pendidikan. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang paling
penting adalah metode mengajar dan media pengajaran, kedua aspek ini saling
berkaitan.
Media pendidikan adalah semua bentuk peralatan yang dipergunakan
untuk menyampaikan informasi, gagasan kepada peserta didik. Media harus
diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran, karena ia dimaksudkan untuk
lebih meningkatkan mutu pembelajaran. Media pendidikan Islam dengan
demikian, dapat memanfaatkan berbagai media yang bersumber dari
pengalaman guru, pengalaman murid, pengalaman hidup keseharian yang
berlangsung dalam masyarakat, serta media yang bersumber dari gejala alam
semesta ciptaan Allah (Suteja, 2009:17).
Inti dari pengertian diatas alat atau media pendidikan meliputi segala
sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan dan dapat
dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran yaitu sebagai alat
96
bantu mengajar yang turut mempengaruhi kondisi dan lingkungan belajar yang
diciptakan oleh guru.
Ada beberapa bentuk alat pendidikan yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, misalnya:
a. Media tulis atau cetak seperti Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, sejarah dan
sebagainya.
b. Benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, zat
padat, zat cair dan sebagainya.
c. Gambar-gambar, lukisan, diagram, peta dan grafik. Alat ini dapat
dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam buku-buku
teks atau bahan bacaan lain.
d. Audio recording (alat untuk didengar) seperti kaset tape, radio dan
lainnya yang diwarnai dengan ajaran agama.
e. Gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa suara
seperti foto, slide, film strip, televisi dan sebagainya (Zakiah Daradjat,
dkk., 2000: 81).
Uraian diatas sejalan dengan pendapat Yunus (1942: 78) dalam
bukunya Attarbiyatyu wa Ta’lim mengungkapkan yang artinya sebagai berikut
: “bahwasannya media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan
lebih dapat menjamin pemahaman, orang yang mendengarkan saja tidaklah
97
sama tingkat pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya,
dibandingkan dengan mereka yang melihat dan mendengarkannya.”
Selanjutnya, Ibrahim (1967:432) menjelaskan betapa pentingnya
media pengajaran karena: “Media pengajaran membawa dan membangkitkan
rasa senang dan gembira bagi murid-murid dan memperbaharui semangat
mereka, membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta
menghidupkan pelajaran.” (Abdul Latief, 2006:153).
Dengan adanya media pendidikan perhatian anak didik terhadap
pelajaran lebih besar dan membantu berkembangnya pengetahuan anak
sehingga tujuan kegiatan pembelajaran akan tercapai.
C. Urgensi Pendidikan Anak
Seperti yang sudah penulis katakan dalam bahasan sebelumnya bahwa
manusia itu membutuhkan pendidikan untuk bisa berinteraksi dengan lingkungannya,
dengan teori-teori yang sudah dijelaskan di atas manusia dapat mengembangkan
pengetahuan dan potensi yang mereka miliki.
Anak adalah makhluk
yang masih membawa kemungkinan untuk
berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai
taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun bagian-bagian pertimbangannya. Ia
98
juga mempunyai berbagai kebutuhan seperti makan, bermain, berolah raga dan
sebagainya. Selain itu anak juga mempunyai kebutuhan rohaniah seperti ilmu
pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai
kemasyarakatan dan kebutuhan akan kasih sayang. Oleh karena itu, pendidik harus
membimbing dan meenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang
tersebut.
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua untuk mempersiapkan
anak agar mampu hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugasnya
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu orang tua mempunyai kepentingan untuk
menanamkan nilai-nilai yang positif kepada anak sebagai generasi penerus.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Nur Uhbiyati,1998: 220).
Adanya kerja sama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah hal ini
menunjukan bahwa pendidikan sangat penting untuk anak-anak. Di dalam keluarga
anak mendapatkan bimbingan dan penanaman sifat terpuji dari orang tuanya selain
itu, untuk memenuhi usaha orang tua dalam mempersiapkan anak untuk bisa hidup
mandiri dan memilki kepribadian yang baik maka orang tua menyekolahkan anaknya
99
di lembaga pendidikan untuk memperoleh pendidikan yang belum ia peroleh di dalam
keluarga.
Sekolah dibangun untuk tujuan yang khusus, yaitu mendidik anak-anak
dengan pendidikan yang sempurna, diantaranya adalah membentuk akhlak anak-anak,
menegapkan jasmaninya dan menajamkan otaknya, serta melatih tangan dan hatinya.
Dalam hal ini keluarga dan lingkungan anak-anak haruslah turut bekerjasama dengan
sekolah yang mendidik anak-anak itu karena keluarga dan lingkungan anak-anak
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendidikan anak (Mahmud Yunus,
1990:23).
Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik
adalah sejak lahir sampai meninggal dunia. Manusia lahir memerlukan pendidikan,
selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan sepanjang hidupnya. Berangkat dari
pendidikan Islam menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat, sehingga
manusia dalam rentang kehidupannya memerlukan pendidikan, pembentukan,
pengarahan dan pengalaman. Semua itu dilakukan secara bertahap dan disesuaikan
dengan kebutuhan pada perkembangan usianya. Begitupun pada pendidikan anak,
masa kanak-kanak sangat baik untuk bisa dibimbing dan diarahkan dalam
pembentukan kepribadiannya.
100
101
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN ANAK YANG TERKANDUNG
DALAM AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Dalam teori pendidikan Islam mengemukakan bahwa cakupan pendidikan
Islam itu luas sekali, seperti pendidikan jasmani, pendidikan akal, pendidikan akhlak,
pendidikan tauhid, pendidikan sosial, pendidikan kesenian, dan sebagainya. Namun,
dalam pembahasan ruang lingkup pendidikan surat Luqman ayat 12-19 ini, penulis
hanya akan membaicarakan empat aspek pendidikan yang diisyaratkan Allah di
dalam surat itu, yaitu aspek pendidikan tauhid, aspek pendidikan akhlak, aspek
pendidikan ibadah dan aspek pendidikan sosial.
A. Pendidikan Tauhid
1. Pengertian Pendidikan Tauhid
Islam adalah agama tauhid, perkataan tauhid erat hubungannya dengan kata
wahid (satu atau esa) dalam bahasa Arab, sebagai istilah yang dipergunakan dalam
membahas ketuhanan (segala sesuatu mengenai Tuhan). Tauhid adalah keyakinan
akan keesaan Tuhan yang dalam ajaran Islam disebut Allah. Allah itu berjumlah,
berdzat, bersifat, dan berbuat esa (unicum). Artinya, jumlah-Nya, Dzat-Nya, sifatNya, dan perbuatan-Nya adalah satu, satu-satunya, tidak ada duanya, lain dari pada
yang lain, tidak sama dan tidak ada persamaannya dengan yang ada (Zainudin Ali,
2007:2).
101
Dalam Islam, akidah merupakan ajaran pokok dan merupakan misi yang di
emban para Nabi. Baik dan tidaknya seseorang dapat dilihat dari akidahnya sebab
amal saleh hanyalah pancaran dari akidah yang sempurna.
Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai
Tuhan yang wajib di sembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimah
syahadat, yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi
Muhammad SAW. sebagai utusan-Nya, perbuatan dengan amal saleh. Akidah
demikian mengandung arti bahwa pada orang yang beriman, tidak ada rasa dalam
hati atau ucapan di mulut dan perbuatan, melainkan secara keseluruhan
menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan
yang di kemukakan oleh seorang beriman itu, kecuali yang sejalan dengan kehendak
Allah (Rosihon Anwar dkk, 2009: 127).
2. Metode Penanaman Keimanan kepada Anak
Upaya penanaman keimanan kepada anak dapat ditempuh dengan berbagai
cara dan dalam memilih cara yang baik, hendaknya memilih cara yang memudahkan
anak untuk bisa menerima pengajaran yang diberikan serta disesuaikan dengan usia
dan perkembangan anak.
Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya menganjurkan tentang asas pendidikan
keimanan ini agar diberikan anak sejak dini, yakni “ ketahuilah, bahwa apa yang telah
kami sebutkan itu mengenai penjelasan akidah (keyakinan) maka sebaiknya
102
didahulukan kepada anak-anak pada awal pertumbuhannya. Supaya dihafalkan
dengan baik, kemudian senantiasalah terbuka sedikit demi sedikit sewaktu dia telah
dewasa. jadi permulaannya dengan menghafal, lalu memahami kemudian beri’tikad,
mempercayai dam membenarkan, dan yang berhasil pada anak-anak tanpa
memerlukan bukti” (Zainudin dkk, 1991: 98).
Menurut Al-Ghazali bahwa pendidikan tauhid itu sebaiknya didahulukan dari
pada pendidikan yang lainnya, hal ini sesuai dengan pendidikan yang diberikan
Luqman kepada anaknya yang terkandung dalam ayat 13, sebelum mengajarkan
pendidikan moral dan pendidikan ibadah kepada anaknya Luqman mendahulukan
pendidikan keimanan yang menurutnya paling urgen.
B. Pendidikan Akhlak
1.
Pengertian Akhlak Secara Etimologi dan Terminologi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian Akhlak adalah budi
pekerti, kelakuan (Surayin, 2001: 7) Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang
berarti: (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar ) ُ ﺧ ﻠُ ٌ ﻖ, (b) kejadian, buatan,
ciptaan (diambil dari kata dasar ) ُ ﺧ ﻠُ ٌ ﻖadapun pengertian akhlak secara terminologis,
para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Maskawaih dalam bukunya
Tahzib al-Akhlaq, beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran
dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ’Ulum al-Din
menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang
103
daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.(Muhammad Alim, 2006: 151)
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan
buruk, disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaannya. (Asmaran As, 2002: 1)
Dari beberapa definisi akhlak diatas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa
suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ketiga, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura
atau karena bersandiwara. (Muhammad Alim, 2006: 151-152)
Jadi pada hakikatnya definisi akhlak (budi pekerti) adalah suatu kondisi atau
sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situlah
akan muncul macam-macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuatbuat dan tanpa memerlukan pemikiran.
104
Di dalam kehidupan duniawi manusia di tuntut untuk memiliki akhlak jika
berhadapan dengan masyarakat, hal ini dimaksud adalah akhlak pergaulan sesama
manusia. Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 juga dijelaskan mengenai
akhlak terhadap Allah, orang tua, sesama manusia dan diri sendiri, yang meliputi:
a. Akhlak terhadap Allah; dalam surat Luqman ayat 12 dan 13 dijelaskan
bahwa Luqman mengajarkan anaknya untuk bersyukur atas segala nikmat
yang diberi oleh Allah SWT, maka jangan sekali-kali menyekutukan-Nya.
b. Akhlak terhadap orang tua; Luqman dalam nasehatnya kepada anaknya
yang terkandung dalam ayat 14 dan 15, Luqman mengajarkan agar
anaknya berbakti kepada kedua orang tuanya.
c. Akhlak terhadap sesama manusia; dalam ayat 17 Luqman mengajarkan
anaknya untuk berbuat baik dan mempererat silaturahmi kepada sesama
manusia tujuannya mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran.
d. Akhlak terhadap diri sendiri; Luqman mengajarkan anaknya agar memiliki
kepribadian yang baik, hal ini terkandung dalam ayat 18-19.
2. Bentuk Perbuatan Akhlak
Bentuk akhlak manusia di dunia ini di bagi menjadi 2 macam yaitu akhlak
baik dan akhlak buruk. Adapun menurut Zahruddin AR & Hasanuddin Sinaga
(2004:153-160) dalam buku ”Pengantar Studi akhlak” bahwa bentuk akhlak, yaitu:
105
1). Akhlak tercela (Akhlaqul Madzmumah).
Menurut Imam Al-Ghazali Akhlak tercela adalah segala tingkah laku manusia
yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri. Adapun contoh
dari akhlak tercela adalah maksiat. Dan arti dari maksiat adalah bahwa maksiat
berasal dari bahasa Arab, ma’siyah artinya ”pelanggaran oleh orang yang berakal
balig (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan
pekerjaan yang diwajibkan oleh syari’at Islam.
Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
a. Maksiat Lahir; maksiat lahir terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: maksiat lisan,
maksiat telinga, maksiat mata, dan maksiat tangan.
b. Maksiat Batin; maksiat Batin lebih berbahaya daripada maksiat lahir, karena
maksiat batin tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Diantara maksiat
batin meliputi: Marah (ghadab), dengki (hasad), Sombong (takabur).
2). Akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah)
Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah) artinya
”menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam
agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian
membiasakan kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya”.
106
Selain itu, akhlak terpuji juga dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Taat Lahir; taat lahir adalah melakukan seluruh amal ibadah yang
diwajibkan Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan
lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota lahir. Diantara taat lahir
meliputi: Tobat, amar ma’ruf dan nahi munkar, syukur.
2. Taat Batin; taat Batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang
dilakukan oleh anggota batin (hati). Diantara taat batin meliputi:
Tawakkal, Sabar, dan Qana’ah.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Insting (Naluri); naluri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir, pembawaan alami yang
tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; Insting; perbuatan atau
reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk
mempertahankan hidup, terdapat semua jenis makhluk hidup (Surayin,
2001: 366) Insting adalah aneka corak sikap, tindakan dan perbuatan
manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting
seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting merupakan
seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog
menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator penggerak
107
yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain: naluri makan, naluri
berjodoh, naluri keibubapakan, naaluri berjuangan dan naluri ber-Tuhan.
b. Adat/Kebiasaan; adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan
seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, olahraga
dan sebagainya. Dengan demikian, Abu Bakar Zikri berpendapat bahwa:
”Perbuatan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga
menjadi mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan”.
c. Wirotsah (Keturunan); wirotsah (keturunan) adalah berpindahnya sifatsifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan).
Sifat-sifat yang biasa diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam
yaitu: 1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot
dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya; dan 2)
Sifat-sifat rohaniah, yakni lemah atau kuatnya ssuatu naluri dapat
diturunkan pula oleh oraang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku
anak cucunya.
d. Milieu; milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi
taanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang
mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat. Dengan
kala lain, milieu adalah segala apa yang melingkupi manusia daalam arti
yang seluas-luasnya. Milieu itu adaa 2 macam yaaitu: milieu alam
108
(lingkungan alam), 2) milieu rohani/sosial (lingkungan pergaulan).
(Zahruddin AR & Hasanudin Sinaga, 2004: 93-101)
4. Metode Pembentukan Akhlak
Terdapat poin penting yang harus penulis kemukakan dalam masalah
pembentukan akhlak. Yakni, tidak mungkin akhlak dapat terbentuk dengan
sendirinya; haruslah ada upaya untuk membentuknya. Apabila telah terbentuk, maka
itu harus segera diikat agar tidak menjadi lepas dan hilang. Terdapat beberapa faktor
penting yang mempengaruhi pembentukannya, sebagaimana juga mempengaruhi
penjagaannya agar tidak hancur, seluruhnya dapat dirinci sebagai berikut:
a. Motivasi; setiap anak memiliki keinginan untuk menjadi orang yang baik
dan bersih. Ini merupakan peluang besar lantaran kecenderungan ini ada
pada setiap manusia semenjak dilahirkan.
b. Figur Teladan; keinginan anak dapat terealisasi apabila ia melihat figur
teladan, yang menarik perhatiannya. Kedua orang tua dan guru harus
membangun akhlaknya sendiri untuk memotivasi anak agar mau
mengikutinya. Karena semakin anak merasa kagum, maka semakin besar
pula keinginannya untuk meneladani.
c. Pengulangan; tatkala anak haus akan perilaku bajik, maka ia akan
berusaha mengulanginya dan mencari sarana yang dapat mewujudkan
keinginan tersebut. Dalam keadaan seperti ini adalah tepat sekali apabila
109
orang tua memerintahkan anaknya untuk melakukan sebagian pekerjaan
bajik yang disukainya. (Ali Qaimi, 2003: 185-186).
5. Hikmah Pendidikan Akhlak terhadap Kejiwaan Anak
Melalui pendidikan akhlak diharapkan para peserta didik akan memiliki
akhlak yang mahmudah (terpuji) dan mampu menjauhkan diri dari akhlak yang
madzmumah (buruk). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap
warga masyarakat, sebab maju mundurnya suatu bangsa atau Negara amat
tergantung kepada akhlak tersebut. (Syamsu Yusuf, 2005: 75)
C. Pendidikan Ibadah
1. Pengertian Ibadah
Secara etimologis, Ibadah berasal dari bahasa Arab, dari fi’il madhi: ‘abadaya’budu-‘ibadatan, yang artinya “mengesakan, melayani dan patuh.” Adapun secara
terminologis beberapa ahli pendidikan mengartikannya sesuai dengan disiplin ilmu
yang dimilikinya.
Para ulama tauhid mengartikan ibadah dengan mengesakan Allah dan
menta’zhimkan-Nya (mengagungkan-Nya) dengan sepenuh arti serat menundukan
dan merendahkan diri kepada-Nya. Selanjutnya ulama akhlak mengartikan ibadah
dengan beramal secara badaniyyah dan menyelenggarakan segala syari’at. Menurut
110
ulama tasawuf, ibadah adalah mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan
keinginan nafsunya, untuk membesarkan Tuhan-Nya. Menurut ulama fiqh, ibadah
adalah mengerjakan sesuatu untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahalaNya di akhirat.
Adapun menurut Prof. Dr. Mahmud Syalthut mengartikan ibadah sebagai
suatu perbuatan yang dikerjakan kaum Muslimin untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan serta mengingat-ingat keagungan-Nya, yang akan menjadi tanda bukti bagi
keimanan kepada Allah dan pengawasan diri, serta menghadapkan hati sepenuhnya
kepada-Nya (Amin Syukur, 2010: 86-87).
2. Macam-macam Ibadah
Secara keseluruhan, ibadah dibagi menjadi dua yaitu:
a. Ibadah khusus; adalah semua ketentuan dan aturan pelaksanaannya sudah
ditetapkan melalui Al-Qur’an dan Hadits.
b.
Ibadah umum; adalah segala amal perbuatan yang titik tolaknya adalah
ikhlas, titik tujuannya adalah ridha Allah dan garis amalnya adalah amal
shaleh.
Istilah ibadah dalam pengertian khusus dan dalam pengertian umum, bisa juga
disebut ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdhah (ibadah murni dan ibadah tidak
murni). Ibadah dalam pengertian yang pertama lebih condong kepada rukun Islam
yang lima, sedangkan ibadah dalam pengertian yang kedua lebih condong kepada
mu’amalah (Amin Syukur, 2010: 88-89).
111
Hal ini merupakan penjelasan dari Qur’an surat Luqman ayat 17 tentang aspek
pendidikan ibadah dalam mendirikan shalat, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dengan
demikian pengertian ibadah adalah sangat luas, seluas aspek kehidupan manusia
asalkan mengerjakannya didasari dengan iman kepada Allah SWT, murni karena-Nya
dan perbuatan itu benar-benar baik serta bermanfaat untuk diri dan masyarakat.
Biarpun amal perbuatan yang dilaksanakan itu seakan-akan menyerupai amal
perbuatan dunia seperti berdagang, bermasyarakat dan berseni serta berolahraga yang
didasari
dengan
beriman
kepada
Allah
dan
ikhlas
karena-Nya,
untuk
memperjuangkan diri, masyarakat, Negara dan agama, maka hal itu adalah termasuk
dalam pengertian ibadah.
Selanjutnya dalam surat Al-Isra ayat 23 menjelaskan
tentang beribadah hanya ditujukan kepada Allah SWT saja, pendidikan ibadah ini
adalah pendidikan yang urgen yang didalamnya mencakup penyembahan kepada
Allah SWT saja. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 23:
% & $ # !"
Artinya: “
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia”.
3. Hikmah Pendidikan Ibadah terhadap kejiwaan Anak
Pendidikan Ibadah bagi anak, siswa, atau peserta didik bertujuan agar
mereka memiliki pemahaman tentang berbagai aspek yang terkait dengan ibadah,
112
dan kebiasaan dalam mengamalkan ibadah tersebut (baik ibadah mahdhoh
maupun ibadah ghoiru mahdhah)
Ibadah merupakan buah dari Iman, sebagai perwujudan ketaatan dan sikap
bersyukur manusia kepada Allah atas semua kenikmatan yang telah diterimanya.
Melalui ibadah (khususnya shalat) manusia dapat berkomunikasi rohaniah secara
langsung dengan Allah SWT. Pada saat itulah manusia melakukan ibadah yang
dapat mengangkat harkat dan martabat kemanusiannya ke posisi yang mulia disisi
Allah. Ibadah juga merupakan “tazkiyatunnafsi” (proses pensucian diri dari dosa
dan noda) agar tetap berada dalam kondisi fitrah (Syamsu Yusuf, 2005: 68).
D. Pendidikan Sosial
1. Pengertian Pendidikan Sosial
Ajaran Islam di bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena
seluruh ajaran Islam, sebagaimana telah disebutkan, pada akhirnya ditujukan
untuk kesejahteraan manusia. Namun, khusus pada bidang sosial ini, Islam
menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasehati tentang hak dan
kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa dan
kebersamaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan
ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, jenis
kelamin dan sebagainya yang berbau rasialis. Kualitas dan ketinggian derajat
113
seseorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditentukan oleh prestasi kerjanya
yang bermanfaat bagi manusia. (Rosihon Anwar, dkk., 2009: 131-132).
Selanjutnya dalam surat Luqman ayat 17 yang menjelaskan bahwa sesama
manusia agar saling mengajak kepada kebaikan, berkaitan dengan hai ini maka
Allah berfirman dalam surat Al-‘Imran ayat 104:
(
+8
) 4 ' .
/ 6 7 0 * 5
*4 .
*,0 * 2 3 4 1 .
/0 -, (
+, '(
) *
Artinya:“Hendaklah semua kamu menjadi umat yang menjadi kepada
kebaikan, memerintahkan pada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar”.
Menurut Al-Ghazali terdapat beberapa lingkungan pergaulan di dalam
masyarakat:
a. Lingkungan keluarga; jauh dekatnya hubungan ini dilihat dari hubungan
mahram dan yang paling kuat haknya adalah kedua orang tua (ayah ibu
kandung).
b. Lingkungan tetangga; dilihat dari jauh dan dekat rumah tempat
tinggalnya.
c. Lingkungan sahabat; dilihat dari kepentingannya. Misalnya dalam
menuntut ilmu pengetahuan, bekerja dan sebagainya.
d. Lingkungan persaudaraan Islam; inilah yang paling luas, karena meliputi
semua manusia yang beragama Islam dari seluruh penjuru dunia.
Lingkungan ini dilihat dari segi ikatan persaudaraan satu agama.
(Zainuddin dkk., 1991: 123)
114
2. Hikmah Pendidikan Sosial terhadap Kejiwaan Anak
Keluarga mempunyai tugas untuk mengantarkan anak ke dalam kehidpan
sosial yang lebih luas. Untuk mencapai kehidupan ini, anak melalui bantuan orang tua
harus dapat melatih diri dalam kehidupan sosial. Semua ini hanya dapat dilakukan
berdasarkan suatu sistem norma yang dianut yang berlaku dalam masyarakat dimana
anak itu hidup.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai
makhluk sosial di sepanjang kehidupannya, dari ketika ia dilahirkan sampai akhir
hayatnya. Kewajiban orang tua pada proses sosialisasi di masa kanak-kanak ini
adalah untuk membentuk kepribadian anak-anaknya. (Ahmad Tafsir, 2004:125)
Manusia sangat membutuhkan pendidikan sosial, baik di lingkungan
keluarga, di sekolah maupun dalam masyarakat. Anak-anak harus dibiasakan dari
masa kecil, supaya mentaati peraturan, menyayangi saudaranya, bersikap sopan,
tolong menolong dan mendahulukan kepentingan bersama dari kepentingan diri
sendiri. Pendidikan kemasyarakatan ini hendaknya dimulai dari lingkungan
keluarga sampai di sekolah dan masyarakat.
115
116
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,
penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Isi kandungan dalam Qur'an Surat Luqman ayat 12-19 bahwa: Luqman adalah
orang yang saleh yang diberi hikmah oleh Allah SWT berupa ilmu pengetahuan.
Baik dalam pengetahuan, pemahaman, benar dalam perkataan dan perbuatan
sehingga ia dikenal dengan Lukman al-Hakim orang yang bijaksana. Sikap bijak
Luqman dtunjukkan dengan menerapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Luqman
memberikan nasehat atau mendidik anaknya yang mencakup materi tentang
pendidikan akidah, syari’ah dan pendidikan akhlak.
2. Konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam yang
diterapkan di dalam surat Luqman ayat 12-19 bahwa Anak adalah makhluk yang
masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani.
Didalamnya meliputi: dasar pendidikan agama, dasar pendidikan budi pekerti,
dasar pendidikan sosial, dasar pendidikan intelek dan dasar pembentukan
kepribadian.
3. Sedangkan Analisis yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 adalah
meliputi materi tentang pendidikan tauhid, materi tentang pendidikan akhlak,
materi tentang pendidikan ibadah dan materi tentang pendidikan sosial.
116
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama Republik Indonesia,
2008, Alhikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Diponegoro: Bandung.
,
2000, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Karya Utama: Surabaya.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti,
2008, Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat,
Sinar Baru Algensindo: Bandung.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa,
1992, Tafsir Al-Maraghi, Karya Toha Putera: Semarang.
Al-Munawar, Said Agil Husin,
2003, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
Ciputat Press: Jakarta Selatan
Alim, Muhammad,
2006, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim, Remaja Rosdakarya: Bandung.
An-Nahlawi,Abdurrahman,
1996, Prinsip-Prinsip Dan Metoda Pendidikan Islam,
Diponegoro: Jakarta.
AR, Zahruddin & Hasanuddin Sinaga,
2004, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Arief, Armai,
2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Ciputat Press: Jakarta.
As, Asmaran.,
2002, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Aziz, Erwati,
2003, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam,
Tiga Serangkai Mandiri: Solo.
Bakry, Sama’un,
2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam,
Pustaka Bani Quraish: Bandung.
Daradjat, Zakiah dkk.,
2000, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta.
Djaali,
2008, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta.
Hakim, Atang dan Jaih Mubarok,
2006, Metodologi Studi Islam, Remaja Rosda Karya: Bandung.
Huda, Miftahul,
2008, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak,
UIN Malang Press: Malang.
Hurlock, Elizabeth,
tt. Perkembangan Anak Jilid 2, Erlangga: Jakarta.
Ibn Katsir, Al-Imam,
2006, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim,
Maktabah. Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah: Beirut-Libanon.
Ihsan, Hamdani & Fuad Ihsan,
2001, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia: Bandung.
Lathief, Abdul,
2006, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam,
Pustaka Bani Quraish: Bandung.
Mahalli, Ahmad Mudjab dan Ahmad Rodli Hasbullah.
2004, Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Munakahat dan
Muamalah, Kencana: Jakarta.
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir,
2006, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana : Jakarta.
Muhaimin,
2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi,
Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Priatna, Tedi,
2004, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Ikhtiar Mewujudkan
Pendidikan Bernilai Ilahiah dan Insaniah,
Bani Quraisy: Bandung.
Qaimi, Ali,
2003, Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran Pada Anak,
Cahaya: Bogor.
Quthb, Sayyid,
2004, Tafsir Fizhilalil Qur’an, Gema Insani: Jakarta.
Ramayulis, dkk.,
2001, Pendidikan Islam Rumah Tangga, Kalam Mulia : Jakarta
Ramayulis,
1990, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Kalam Mulia: Jakarta
Saleh, Abdurrahman,
2005, Penddikan Agama dan Pembangunan watak Bangsa,
Raja Grafindo persada : Jakarta.
Subroto, Suryo,
1990, Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan Islam,
Gramedia: Jakarta.
Surayin,
2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
CV. Yrama Widya: Bandung
Suteja,
2009, Pendidikan Berbasis Al-Qur’an (Tafsir Ayat Pendidikan),
Pangger Press: Cirebon.
Syukur, Amin,
2010, Pengantar Studi Islam, Pustaka Rizki Putra: Semarang.
Shihab, M.Quraish,
2004, Membumikan Al-Qur’an. Mizan Pustaka: Bandung.
,
2002, Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati: Jakarta.
Syah, Muhibbin,
2003, Psikologi Belajar, Raja Grafindo Persada: Jakarta.
,
2008, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
Remaja Rosda Karya: Bandung.
Tafsir, Ahmad,
2002, Pendidikan Agama Dalam Keluarga,
Remaja Rosda Karya: Bandung.
Tafsir, Ahmad, dkk.,
2004, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam,
Mimbar Pustaka: Bandung.
Taqiyuddin,
2008, Sejarah Pendidikan Islam Melacak Geneologi Pendidikan
Islam Indonesia, Mulia Press: Bandung.
Uhbiyati, Nur,
1998, Ilmu Pendidikan Islam, Pusaka Setia: Bandung.
Yunus, Mahmud,
1990, Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Hidakarya Agung: Jakarta.
Yusuf, Syamsu,
2005, Psikologi Pembelajaran Agama (Perspektif Agama Islam),
Pustaka Bani Quraish: Bandung.
Zainudin, dkk.,
1991, Seluk beluk Pendidikan dari Al-Ghazali,
Bumi Aksara: Jakarta.
Zayadi, Ahmad dan Abdul Majid,
2005, TADZKIRAH (Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
berdasarkan Pendekatan Kontekstual,
Raja Grafindo Persada: Jakarta.