Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani Dr. H. Badrudin, M.Ag. Hikmatullah, M.Sy. a-empat PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani Diterbitkan Pertama Kali oleh Penerbit A-Empat Edisi 1, Januari 2021 All Right Reserved Hak cipta dilindungi undang-undang Penulis: Dr. H. Badrudin, M.Ag. Hikmatullah, M.Sy. Editor: Agus Ali Dzawafi Tata Letak dan Perancang Sampul: Tim kreatif A-Empat Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani vi + 155: 14,8 cm x 21 cm ISBN: 978-602-0846-78-1 Penerbit A-Empat | Anggota IKAPI Puri Kartika Banjarsari C1/1 Serang 42123 www.a-empat.com E-mail: info@a-empat.com Telp. (0254) 7915215 KATA PENGANTAR Bismillah al-rahman al-rahim Segala puji hanya ditujukan bagi Allah, pemberi petunjuk dan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya yang senantiasa berupaya merealisasikan ajaran-Nya di tengah umat. Salawat dan salam, semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. yang amat mencintai pengikutnya untuk mengembangkan risalah Islamiyah, beserta keluarga dan para sahabatnya yang selalu menyertai beliau dalam menegakkan agama Islam. Dengan inayah-Nya, penulis terdorong untuk menyusun sebuah penelitian tentang Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perpektif Syaikh Nawawi Al-Bantani, yang akhirnya dapat diterima oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) UIN “SMH” Banten. Kemudian, dirasa amat bermanfaat untuk dijadikan sebagai acuan bagi pemerhati kajian akhlak dan etika Islami dari kalangan mahasiswa, akademisi, dan masyarakat. Selain itu, diharapkan pula dapat menambah literatur khazanah kepustakaan dalam kajian ke-Islaman. Sehubungan dengan itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Wakil Rektor I, II, III, Ketua LP2M (Dr. Wazin, M.Si) dan Kepala Puslitpen (Dr. H. Ayatullah Humaeni, MA) yang telah memberi kesempatan untuk dapat melakukan tugas mulia ini. Demikian pula kepada semua pihak yang membantu. iii Semoga jasa-jasa mereka menjadi amal ibadah dan diterima oleh Allah Swt. Amin! Serang, 19 Desember 2020 Penulis iv DAFTAR ISI COVER--- i KATA PENGANTAR---iii DAFTAR ISI---v BAB I PENDAHULUAN---1 A. Latar Belakang Masalah---1 B. Perumusan Masalah---6 C. Tujuan Penelitian---7 D. Kerangka Konseptual---7 E. Manfaat Penelitian---11 F. Metodologi Penelitian---13 G. Telaah Pustaka---18 BAB II MENGENAL SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI DAN KARYA TAFSIRNYA---23 A. Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Karya Tafsirnya---23 1. Biografi Syaikh Nawawi---23 2. Karya-karya Syaikh Nawawi dan Pemikirannya--29 B. Tafsir Mara>h Labi>d Syaikh Nawawi---46 1. Sejarah Penulisan Tafsir dan Karakteristiknya---46 2. Orientasi, Metode dan Corak Tafsir---59 BAB III KAJIAN PENDIDIKAN AKHLAK---67 A. Pengertian Pendidikan Akhlak---67 v B. Urgensi Pendidikan Akhlak---74 C. Hakikat Pendidikan Akhlak dalam Islam---79 BAB IV PENAFSIRAN SYAIKH NAWAWI TENTANG AYAT-AYAT PENDIDIKAN AKHLAK---91 A. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Akhlak Menuntut Ilmu--91 B. Penafsiran Syaikh Nawawi terhadap Ayat-ayat Akhlak Menuntut Ilmu---93 C. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Interaksi Laki-laki dan Perempuan dalam Tafsir Mara>h} Labi>d---112 D. Analisis Interpretasi Pendidikan Akhlak dalam Menuntut Ilmu dan Interaksinya---131 BAB V PENUTUP---137 A. Kesimpulan ---137 B. Saran-saran---139 DAFTAR PUSTAKA---141 vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dalam kaitan ini, peranan pendidikan agama Islam di kalangan umat (masyarakat) merupakan manifestasi dari cita-cita hidup Islami dalam melestarikan dan mentransformasikan nilai-nilai religi terhadap pribadi generasi penerusnya. Moral yang terbimbing dalam naungan ilahiyah akan melahirkan Akhlak terpuji dan terarah. Untuk itu nilai-ilai Islam yang diformulasikan dalam cultural religious tetap berfungsi dan berkembang di masyarakat dari masa ke masa.1 Untuk itu pendidikan yang mengarah kepada pembinaan akhlak sangat perlu diberikan dalam pengajaran dan pendidikan baik yang formal, nonformal maupun informal. Akhlak Islami didasarkan pada nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis Nabawi. Kitab suci Al-Qur’an diturunkan penuh dengan keberkahan supaya umat manusia memperlihatkan ayat-ayatnya dan mendapatkan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.2 Dalam pemahaman ini memberi tekanan untuk menyimak dan menganalisa ayat-ayat AlQur’an dan Hadis Nabawi. 1 Encep Safrudin Muhyi, dalam 52/VI/Maret 2007, hlm. 16. 2 QS. Sha>d (38): 29. 1 Dinamika Umat, edisi 2 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Iman merupakan pembenaran dalam hati, pengikraran dengan lisan, dan pengalaman dengan perbuatan (aplikasi dan implementasi dalam kehidupan). Dalam hal ini iman adalah satu kekuatan yang memelihara umat manusia dari nilai-nilai rendah, dan merupakan alat yang menggerakkan manusia untuk meningkatkan nilai luhur dan moral yang bersih. Itulah kiranya Allah berseru kepada manusia supaya berbuat kebajikan dan membenci kejahatan. Demikian ini merupakan syarat utama keimanan yang memenuhi ilmu, iman dan amal. Manakala keyakinan dan keimanan tertanam dengan kokoh, maka moral akan berkembang dengan subur. Dan manakala karakter moral begitu rendah, maka dengan sendirinya iman akan rendah. Oleh sebab itu melalui kebenaran, keimanan, dan dengan usaha untuk selalu menyempurkanak dan meningkatkan ketakwaan, maka seseorang akan terpelihara dan terjamin hingga kelak dapat memtik hasilnya.3 Pendidikan akhlak karimah perlu diberdayakan melalui proses pembelajaran. Dalam hal proses belajar-mengajar tentunya berlandaskan dua asas, yaitu: 1) Dengan menjaga (memperlihatkan) terhadap tingkat kemampuan atau pemikiran yang diajar - dididik, 2) Pengembangan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa-apa yang Muhammad Al-Ghazali, Karakter Muslim (terj), (Bandung : Risalah, 1987), cet. I, hlm. 6-7. 3 Pendahuluan | 3 mengarahkannya kepada kebaikan dan petunjuk/kebenaran.4 Demikian pula menurut al-Qatthon5 bahwa sistem belajarmengajar yang tidak memperlihatkan tingkat pemikiran yang diajar/dididik (thulla>b) dalam tahapan-tahapan pengajaran, bentuk-bentuk bagian yang bersifat menyeluruh dan perpindahan dari yang umum menuju yang khusus atau tidak memperhatikan pertumbuhan aspek-aspek kepribadian yang bersifat intelektual, rohani dan jasmani, maka ia adalah sistem pendidikan yang gagal yang tidak member hasil ilmu pengetahuan kepada umat, selain hanya menambah kebekuan dan kemunduran. Akhlak yang mulia merupakan unsur yang sangat utama di dalam risalah Islamiyah. Dalam syari’at Islam akhlak yang baik adalah manifestasi ibadah.6 Demikian halnya dalam sholat terkandung nilai-nilai akhlak.7 Pokok-pokok akhlak Islami itu mencakup berlaku benar, jujur menunaikan amanah, menepati janji, tawadhu’ (merendahkan diri), berbakti kepada orang tua, menyambung silaturrahmi, berlaku baik kepada tetangga, memuliakan tamu, pemurah, dan dermawan, penyantun dan sabar, mendamaikan manusia, sifat malu berbuat ma’siat, kasih sayang, berlaku adil, dan menjaga 4 Manna>’ al-Qattho>n, Maba>hits fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n, (tth. : Mansyu>ro>t al-’Ashril Hadits, tt.), cet. III, hlm. 116. 5 Ibid., hlm. 117. 6 Fathi Yakan, Sifat dan Sikap Seorang Muslim (terj), (Surabaya : Bina Ilmu, 1982), cet. I, hlm. 22. 7 QS. 29 : 45. 4 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani kesucian diri.8 Itulah diantara akhlak karimah yang perlu kita miliki sifat-sifat yang mulya tersebut. Dengan memperhatikan urgensifitas kajian akhlak karimah dalam kehidupan, maka kita kembali kepada AlQur’an karena dasar-dasar pijakan dalam berakhlak itu dengan nash-nash Qur’ani. Demikian juga sosok figur yang menjadi panutan adalah Nabi Muhammad Saw.9 Dan ditegaskan bahwa akhlak Rasulullah Saw itu tercermin dalam Al-Qur’an. Menurut Syaikh Muhammad al-Ghazali,10 apa yang kita saksikan pada saat ini umat Islam membaca Al-Qur’an hanya dikarenakan mengharap barakah, tanpa analisis kritis dan menghayati maknanya secara mendalam apa yang terkandung dibalik pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an. Dari manakah kita mengambil pelajaran jika kita tidak menghayati makna ayat secara mendalam, atau bagaimana kita bisa memahaminya kalau tidak mengerti maksud kandungannya sebagai tuntunan yang secara prinsip dibutuhkan oleh umat Islam baik secara individual maupun sosial ? Berangkat dari kesadaran semacam ini, umat Islam akan mampu mengisi kekosongan perannya dalam hal-hal kemanusiaan, sekaligus membimbingnya ke jalan kebaikan. Sayangnya, hal semacam Perhatikan dalam Ha>dza Huwa al-Isla>m oleh Ahmad B. Utsman & Adil Asyiddy, hlm. 6-15. 9 QS. 68 : 4. 10 Syaikh Muhammad al-Ghazali lahir pada tahun 1917 di Nakla Al-‘Inab, sebuah desa di Mesir. Beliau banyak menggeluti dunia pendidikan dan kebudayaan, dan sempat menjabat sebagai wakil di Kementerian wakaf. Beliau meninggal pada hari Sabtu tanggal 9 Syawwa>l 1416 H, bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1996 M. 8 Pendahuluan | 5 ini justru sulit kita jumpai (jarang ditemukan). Sifat terpuji, sebagaimana digambarkan Al-Qur’an mestinya merupakan identitas hamba-hamba Allah Swt pada umat ini. Mereka seharusnya menerima seruan Allah melalui ayat-ayat AlQur’an, mendengarkan dan menyaksikan, yang pada gilirannya dari sanalah titik awal pergerakan mereka.11 Pada dekade sebelum Syaikh Muhammad al-Ghazali, ada ulama yang cukup terkenal yaitu Syaikh Nawawi alBantani, seorang Sayyid ulama Hijaz yang disegani. Semasa hidupnya banyak menyumbangkan waktunya untuk aktivitas pendidikan, pengajaran, dan dakwah. Beliau dikenal sebagai seorang ulama dan pengarang/penulis produktif. Karyakaryanya mencakup dalam bidang tauhid, fiqh, tasawuf, Hadis, tafsir Al-Qur’an dan akhlak. Umat Islam Indonesia dalam sejarah percaturan dunia pernah melahirkan ulama berkaliber internasional, ulama yang berkaliber dunia ini adalah Syaikh Nawawi Al-Bantani alJawi. Beliau ini berasal dari pedesaan di wilayah Kecamatan Tanara Kabupaten Serang Provinsi Banten yang meniti karir sebagai penuntut ilmu dan pendidik, sekaligus sebagai ulama dan pengarang di Makkah al-Mukarromah. Reputasinya sebagai ahli ilmu agama dan penulis/pengarang terkenal telah Syaikh Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an (terj), (Bandung : Mizan, 1996), cet. I, hlm. 16. 11 6 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani mengangkat citra Indonesia di dalam kancah pengembangan keilmuan Islam dunia.12 Berkaitan dengan penelitian yang akan penulis coba pahami yaitu tentang pendidikan akhlak karimah dalam AlQur’an bagi pencari ilmu. Dalam hubungan ini merupakan studi kajian Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani. Dalam acuan penelitian ini akan mengupas kandungan Tafsir Munir (Mara> Labi>d) karya Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kajian pendidikan akhlak karimah. Penulis merasa tertarik untuk membahas pemikiran-pemikiran Syaikh Nawawi yang tersebar dalam karya-karyanya dalam kaitannya mengenai pendidikan akhlak menuntut ilmu. B. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan paparan dalam latar belakang permasalahan di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Mengapa kajian pendidikan akhlak Qur’ani itu sangat urgen dipelajari ? 2. Apa saja ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung isyarat tentang pendidikan akhlak dalam menuntut ilmu ? 3. Bagaimana konsep-konsep penafsiran (interpretasi) Syaikh Nawawi al-Bantani tentang pendidikan Akhlak tersebut ? Lihat dalam Pengantar Redaksi karya Samsul Munir, Sayyid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani, (Yogyakarta : Pustaka 12 Pesantren, 2011), cet. II, hlm. V. Pendahuluan | 7 C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang telah disebutkan, tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah menjawab masalah yang telah dirumuskan di atas. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui alasan tentang urgensi pendidikan akhlak Qur’ani. 2. Dapat menyebutkan isyarat-isyarat Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan pendidikan akhlak Islami (akhlak karimah dalam menuntut ilmu). 3. Mengungkapkan tentang pandangan-pandangan Syaikh Nawawi al-Bantani mengenai pendidikan akhlak karimah dalam thalabul ilmi. D. Kerangka Konseptual Eksistensi manusia sebagai makhluk, tentu harus berhadapan pula dengan realitas lain yaitu Sang Khalik (yang menciptakan manusia). Memahami manusia dari apa yang dihasilkannya membawa konsekwensi untuk memahami struktur kehidupannya dalam suatu sistem kebudayaan, sebagai suatu usaha memahami seluruh kegiatan manusia dalam kesatuan yang organis.13 Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam AlQur’an, (Yogyakarta : LESFI, 1992), cet. I, hlm. 12-13. 13 8 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Mustafa Zahri14 menukil pendapat Imam Ghazali bahwa tujuan perbaikan akhlak itu ialah dalam rangka membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan. Urgensi akhlakul karimah merupakan hal yang sangat berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk kebaikan hidup manusia.15 Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 77            Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Membahas manusia dari sisi Akhlaknya biasanya dipakai dalam ilmu-ilmu sosial yang meletakkan manusia Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : Bina Ilmu, 1995), cet. II, hlm. 67. 15 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 15. 14 Pendahuluan | 9 sebagai obyek penyelidikan. Sedangkan penyelidikan terhadap manusia sebagai sebuah ciptaan, akan memandang manusia dari sudut pandang penciptaannya (Tuhan) yang biasanya dipakai dan dikembangkan dalam ilmu agama.16 Akhlakul karimah yang lurus harus berdasarkan nilainilai Tauhid. Dalam arti sesuai dengan ketentuan Ilahiyyah yang memberikan tuntunan-tuntunan Akhlak Islami. Oleh karenanya tauhid adalah esensi pengetahuan dan kebudayaan Islam (sesuai dengan ketentuan Allah) yang memberikan identitas dan mengikat semua unsur-unsur kebudayaan menjadi utuh. Unsur-unsur itu tidak terlepas dari tauhid sebagai sumbernya.17 Figur sentral sosok mulia adalah Nabi Muhammad 18 Saw. Di samping kenabian dan kerasulannya, beliau merupakan negarawan dan panglima perang, sebagai pemimpin dan pendidik yang cemerlang. Para sahabat banyak yang dididik oleh Rasulullah Saw. Mereka dibimbing menjadi manusia yang bertauhid, yang taat, dan setia kepada Rasulullah, kasih sayang kepada sesama dan saling menghargai, mencintai ilmu, penuh tanggung jawab, berani karena benar, dan toleransi serta pemaaf.19 Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 13. Ibid., hlm. 12. Lihat dalam paparan Isma’il Raji al-Faruqi, Tauhid: Its Implications for Thought and Life, (The International of Islamic Thought, 1982), hlm. 18. 18 QS. 68 : 4. 19 Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1999), cet. I, hlm. 359. 16 17 10 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Demikian pula kepada anak-anak, kita tanamkan akhlak yang diajarkan nabi dan sahabat-sahabatnya untuk menghormati orang tua, kewajiban belajar dan sopan santun; Muhammad sebagai Rasulullah adalah sosok teladan semua orang beriman, dari anak-anak sampai orang dewasa, dari semua tingkat dan golongan.20 Beliau tegaskan bahwa dirinya diutus oleh Allah dalam rangka untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (budi pekerti yang tinggi nan agung).21 Eksistensi manusia yang diungkapkan Al-Qur’an sebagai nafs, sesungguhnya mengandung arti sebagai diri atau keakuan.22 Manusia sebagai makhluk yang beraktifitas membentuk kepribadian dalam tindakan dan tingkah laku.23 Dalam hal itu merupakan bentuk aktifitas murni manusiawi.24 Oleh karena itu, pemahaman nafs ada hubungannya dengan budaya dan akhlak manusia, hal ini karena akhlak atau kepribadian manusia itu merupakan wujud penjelmaan pada diri insan yang suka beraktifitas dan bertingkah laku. Konsep-konsep Al-Qur’an tentang akhlakul karimah merupakan aktifitas kreatif dalam upaya pembentukan tingkah laku yang fitrah, dan pada intinya ini termasuk bagian tugas hidup manusia untuk menyebarkan kehidupan yang mulia dari 20 QS. 33: 40. Ali Audah, Loc.Cit. 22 Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, (Chicago : Bibliotheca Islamica, 1980), hlm. 17. Dalam hal ini lihat Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 14. 23 Musa Asy’arie, Ibid. 24 Ibid., dan lihat Moh. Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, (Lahore : M. Ashraf, 1958), hlm. 94-95. 21 Pendahuluan | 11 sisi moral dan akhlaknya. Tingkah laku manusia dalam hal akhlaknya merupakan bagian dari konsep sosiologis. Dalam konsep sosiologi, akhlak dan tingkah polah manusia pada dasarnya adalah merupakan proses perwujudan eksistensi manusia dalam hal cara hidup manusia menghadapi persoalanpersoalan yang dihadapinya. Konsep-konsep pendidikan akhlakul karimah kiranya dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah firman Tuhan yang isinya sebagai petunjuk bagi manusia. Dalam pemahaman ini dapat dibuktikan pada beberapa ayat yang menjelaskannya.25 Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa fungsi diturunkannya, diantaranya sebagai nu>r mubi>n, hudan, syifa, basyi>r atau pembawa berita gembira dan nadzi>r atau pembawa berita peringatan.26 E. Manfaat Penelitian Syaikh Nawawi sebagai seorang pendidik telah mampu menghasilkan kitab-kitab yang banyak dirujuk oleh ulamaulama sesudahnya. Setelah memahami kajian dalam kitabkitabnya, diharapkan memperoleh manfaat baik bersifat teoretis maupun bersifat praktis. Manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pengembangan pemikiran konsep-konsep 25 QS. 2 : 2 dan 185, 16 : 64 dan 89, 27 : 2, 31 : 3 dan 41 : 44 Badrudin, Tema-tema Khusus dalam Al-Qur’an Interpretasinya, (Serang : Suhud Sentrautama, 2007), cet. I, hlm. 3. 26 dan 12 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani pendidikan akhlak, yaitu : (1) Sebagai acuan dalam materi-materi bahasan dan kajian pendidikan akhlak Islami; (2) Sebagai dasar pemikiran pendidikan spiritual dalam pendidikan dan pengajaran; (3) Berkontribusi bagi pengembangan ilmu dalam materi Ilmu Pendidikan Islam; dan (4) Sebagai wacana keilmuan dalam konsep-konsep pendidikan yang berbicara tentang tentang hakekat kewajiban belajar (pencari ilmu), tujuan belajar, pendidik dan peserta didik, metode pengajaran, dan materi pendidikan; dan (5) Pemikiran-pemikiran pendidikan Syaikh Nawawi menjadi pijakan dalam pengembangan pendidikan Islam. Demikian pula penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan di bidang pemikiran pendidikan akhlak Islami dan mengungkap tentang figur Syaikh Nawawi sebagai tokoh pendidik yang mempunyai pengaruh besar di kalangan umat Islam. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan berguna dalam khazanah pengetahuan pendidikan Islam, sekaligus untuk diaplikasikan dan diimplementasikan dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran serta menjadi acuan pengembangan keilmuan dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Pada prinsipnya penelitian ini berguna untuk : (1) Menjadi faktor pendukung pembentukan pribadi yang luhur dalam proses belajarmengajar; (2) Membentuk pribadi yang tangguh dan sabar dalam menjalani kewajiban sebagai peserta didik dan Pendahuluan | 13 pengajar/pendidik; dan (3) Mengimplementasikan konsepkonsep akhlak27 dalam pendidikan Islam. F. Metodologi Penelitian a. Metode Metode merupakan cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan.28 Penulisan penelitian ini menggunakan metode kualitatif. 29 Dalam rangka mengumpulkan data untuk keperluan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) khususnya terhadap naskah-naskah karangan yang dinisbahkan kepada Syaikh Nawawi, dan teknik analisis 27 Pada dasarnya tujuan pokok dipelajari ilmu akhlak yaitu agar setiap orang mempunyai kepribadian mulia dan berbudi pekerti (berakhlak), bertingkah laku Islami, dan berperangai atau beradat-istiadat yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Hal ini mengandung makna akhlak merupakan segala sifat manusia yang terdidik ”Shifa>t alInsa>n al-Ada>biyyah”. Lihat ’Abd. al-Hami>d Yu>nus, Da>irat al-Ma’a>rif II, (Kairo : Al-Sya’b, tth.), hlm. 436. 28 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002), cet. ke-7, hlm. 27. 29 Menurut Denzin dan Lincoln (1987) yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosdakarya, 2010), cet. ke-27, hlm. 5. Objek penelitian kualitatif adalah seluruh bidang / aspek kehidupan manusia, yakni manusia dan segala sesuatu yang dipengaruhi manusia. Objek itu diungkapkan kondisinya sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya ( natural setting). Lihat Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2005), cet. ke-3, hlm. 175. 14 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani datanya dengan content analysis (analisis isi teks) yang bersumber dari hasil pengumpulan data kepustakaan.30 Content analysis adalah teknik yang digunakan untuk menarik simpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.31 Penelitian ini termasuk kajian pustaka, karena prosesnya dilakukan dengan cara menghimpun dan menganalisis data-data sumber kepustakaan yang ada relevansinya dengan masalah yang dikaji. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini melalui paradigma tematis teologis. Musa Asy’arie mengutip Fazlur Rahman bahwa teologi adalah logos of theos, merupakan tafsiran rasional tentang substansi agama mengenai peribadatan, simbol-simbol, dan mitos.32 Dalam kajian ini tentunya tidak terlepas dari pembahasan Kitab Suci sebagai perwujudan dari firman-firman Tuhan. Oleh karena itu pendekatan teologi dalam penelitian ini dengan melakukan analisis doctrinal (tentang ayat-ayat Al-Qur’an) mengenai Akhlak manusia yakni memahami firman-firman Allah tentang Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kwalitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1992), hlm. 76-68. 31 Lihat Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. ke-1, hlm. 157. Menurut Weber (1985: 9) yang dikutip Djam’an Satori dan Aan Komariah menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik simpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Ibid. 32 Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 15. 30 Pendahuluan | 15 akhlakul karimah dari sudut pandang Tuhan dalam perspektif Syaikh Nawawi. Metode yang akan ditempuh dalam penulisan ini adalah analisis isi tematis. Dengan kata lain melakukan analisis terhadap makna yang terkandung dalam ayat-ayat AlQur’an berdasarkan pengelompokan tema-temanya dan kemudian disusun secara logis dalam hubungannya dengan nilai-nilai pendidikan menurut pandangan Syaikh Nawawi. Penyusunan ayat-ayat Al-Qur’an itu didasarkan pada hubungan yang logis antara ayat yang satu dengan ayat lainnya. Sehingga diharapkan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya itu dapat saling menerangkan. Dalam hal ini menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, dan atau ayat-ayat yang semakna lafadz dan makna kandungannya. Selanjutnya mempelajari dan memahami korelasi (munasabat) masing-masing ayat dengan surat-surat dimana ayat tersebut tercantum. Kita ketahui setiap ayat berkaitan dengan tema sentral pada suatu surat.33 Kemudian menyusun pembahasan dalam kerangka yang dibutuhkan sesuai dengan studi, sehingga tidak diikutkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pokok masalah. Dalam kaitan ini kita merujuk interpretasi-interpretasi yang diungkapkan oleh Syaikh Nawai 33 Muhammad bin Alawi al-Maliki menjelaskan tentang munasabat ayat dan surat Al-Qur’an dalam kitabnya Zubdah al-Itqa>n fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n pada halaman 116-118 (Jiddah : Da>r al-Syaru>q, 1983), cet. III. 16 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab tafsirnya. Dan pada akhirnya menyusun kesimpulan-kesimpulan penelitian yang dapat dianggap jawaban Al-Qur’an terhadap masalah yang dibahas. Adapun yang menjadi sumber utama dari data yang dibahas dalam penelitian ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan tentang Akhlak Islami. Sedangkan untuk acuan yang dipakai dalam melakukan analisis kajian adalah kitab Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi atau dengan nama Tafsi>r Munir> karya Syaikh Nawawi (2 jilid), Kitab al-Mu’jam alMufahras li Alfa>dz al-Qura>n al-Kari>m oleh Muhammad Fu’ad ‘Abd. Al-Ba>qi’, Indeks Al-Qur’an oleh Sukmadjaja Asy’arie dan Rosy Yusuf, Klasifikasi Ayat Al-Qur’an karya M. Nuruddin Umar, dan Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an karya Choiruddin Hadhiri. Untuk pedoman analisis semantic adalah kitab Lisa>n al-‘Arab oleh Ibnu Mandzu>r, Kamus al-Munawwir oleh A.W. Munawwir, Mura>qil ’Ubu>diyyah karya Syaikh Nawa>wi, dan Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci karya M. Dawam Raharjo. Untuk itu dapat diungkapkan research paradigm (kerangka penelitiannnya) dalam gambaran skema berikut ini: Pendahuluan | 17 Kerangka Penelitian Research Paradigm Pendekatan Interdisipliner Karya-karya Syaikh Nawawi Content analisis Karya-karya Syaikh Nawawi Metode Library Research b. Analisis Data Adapun langkah-langkah penelitian dalam mengumpulkan data34 yaitu: a) Membaca dan memahami pemikiran-pemikiran Syaikh Nawawi tentang pendidikan akhlak. b) Mengidentifikasi pemikiran-pemikirannya yang menyangkut pendidikan akhlak. c) Memahami teks tentang term-term pendidikan akhlak dalam mencari ilmu dalam buku-buku dan kitab-kitab 34 Tidak ada cara standar untuk memaparkan data yang bisa diterapkan dalam penulisan disertasi atau tesis, yang penting data dipaparkan dengan logika yang bisa difahami oleh pembaca mengenai data atau hasil penelitian. K.E. Rudestam & R.R. Newton, Surviving your Dissertation, (Newbury Park-London: SAGE Publication, 1992), hlm. 79. Lihat Emi Emilia, Menulis Tesis dan Disertasi, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. ke-2, hlm. 204. 18 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani karya Syaikh Nawawi, terutama dalam Tafsi>r Marah> Labi>d dan lain-lainnya. d) Mengkaji dan menganalisis serta memahami korelasi dari berbagai aspek sekitar pendidikan akhlak dan spiritual. e) Menyusun simpulan-simpulan penelitian yang dapat dianggap jawaban tentang pemikiran-pemikiran pendidikan akhlak Syaikh Nawawi.35 G. Tela’ah Pustaka (Penelitian Terdahulu) Karya tulis ilmiah yang menerangkan tentang ketarbiyahan, pendidikan akhlak dan spiritual yang penulis temukan sebagai berikut: 1. Muni>r Ghadhba>n. 1400 H. / 1980 M. Min Ma’i>ni alTarbiyah al-Isla>miyah. Laporan penelitian Maktabah alHaramain Riya>dh. Hasil kajiannya bahwa pendidikan kita terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran Barat yang cenderung sekuler dan jauh dari nilai-nilai pendidikan ruhani (spiritual), untuk itu kita berupaya melepaskan diri dari belenggu konsep-konsep pendidikan Barat yang menyebar luas dan mempengaruhi dunia pendidikan sekarang. Kajian ini berguna bagi para spesialis dan praktisi 35 Pada dasarnya langkah-langkah penelitian dalam penelitian ini termasuk tahapan-tahapan penelitian kualitatif karena langkah-langkahnya melalui prosedur berikut ini: memilih topik kajian, instrumentasi dengan menentukan teknik pengumpulan data, pelaksanaan penelitian, pengolahan data, dan kemudian menentukan hasil penelitian. Lihat Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. ke-1, hlm. 82. Pendahuluan | 19 pendidikan dalam menghadapi berbagai peristiwa yang terjadi dewasa ini.36 2. Abuddin Nata. 2003. Pendidikan Spiritual dalam Tradisi Keislaman. Laporan penelitian Visiting Post-Doctorate Program di Institut of Islamic Studies, Mc Gill University, Montreal, Kanada (Agustus 1999 s/d 2000). Hasil kajiannya menunjukkan bahwa seluruh ajaran Islam mengandung pesan spiritual yang agung, mulia, dan luhur yang tetap relevan untuk membawa umat Islam menjadi umat yang paling baik dan menjadi contoh bagi umat lainnya dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, sosial, politik, dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataannya masih terdapat jurang pemisah antara cita-cita ideal umat Islam dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Umat Islam masih tertinggal jauh dibandingkan umat lainnya. Hal itu terjadi di samping karena belum adanya keinginan yang sungguh-sungguh untuk mengamalkan hikmah, berupa pendidikan spiritual yang terdapat dalam ajaran tersebut. Demikian pula dikarenakan belum dapat menangkap pesan 36 Tulisan buku ini menyoroti hakekat, dasar-dasar dan konsepkonsep pendidikan Islam, di samping membahas pemikiran pendidikan modern dengan kaca mata Islam. Kajian ini merupakan studi ilmiyah yang serius tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam yang diambil dari teks-teks al-Qur’an dan Hadis Nabawiy yang mengarah pada penelitian perpustakaan (Library Research), dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan menentukan tindakan yang diambil dalam kegiatan ilmiah. Untuk lebih jelas lihat Ma’rifah Jurnal Kajian Islam, Vol. 1 Th I, Muharram Rabi>’ al-A<khir 1415 H. hlm. 94. 20 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani spiritual yang lebih substansial yang terdapat di balik peringatan hari-hari besar Islam. 3. Ahmad Rivauzi, 2007. Pendidikan Berbasis Spiritual: Tela’ah Pemikiran Pendidikan Spiritual ‘Abd al-Ra’uf Singkel dalam Kitab Tanbi>h al-Ma>syi. Tesis. Program Pascasarjana IAIN Imâm Bonjol Padang. Hasil penelitiannya bahwa dalam konteks pendidikan berbasis spiritual, al-Qur’an dan Hadits adalah sumber pijakan normatifnya; sedangkan intuitif ruhaniyah dan rasionalitas empiric adalah instrumennya. Bagi seorang mukmin yang muslim, kehidupan adalah lapangan ibadah kepada Allah. Ibadah adalah Nilai aktivitas dan tindakan seorang muslim baik tindakan ruhani (spiritual), rasional, emosional, maupun tindakan lahiriyah sebagai manifestasi kongkritnya dalam kehidupan real. Pendidikan seyogyanya di arahkan kepada upaya membantu peserta didik meng’arifi tujuan penciptaannya sebagai hamba Allâh dan sekaligus sebagai khalifah Allâh di permukaan bumi. 4. Annisaul Jannah. 2011. Konsep Pendidikan Akhlak Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy. Tesis Prodi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tesisi ini fokus kajiannya untuk mendeskripsikan dan mendapatkan informasi mengenai pokok-pokok konsep pendidikan akhlak menurut Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy. Hasil penelitiannya, bahwa Konsep Pendidikan Akhlak Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy menunjukkan: Pertama, pendidikan akhlak dalam perspektif Syaikh ‘Abdul Qadir Pendahuluan | 21 al-Jailaniy adalah melalui ajaran tasawufnya, karena dengan tasawuf tersebut sebagai dasar upaya pembentukan kepribadian peserta didik yang berakhlakul karimah. Kedua, materi dalam pendidikan akhlak Syaikh ‘Abdul Qadir alJailaniy adalah lebih menekankan pada aspek tauhi>d dan penyucian jiwa, sehingga dalam prakteknya perbuatanperbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari selalu mencerminkan akhlak yang baik yang mengandung nilai-nilai ketuhanan. Ketiga, metode yang digunakan adalah metode ceramah, metode pengamalan, latihan, dan metode keteladanan. Metode pengamalan dan latihan ini diharapkan dapat menggugah akhlak pada siswa sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang baik dan istiqomah dalam mencapai kebahagiaan yang hakiki. Metode keteladanan, merupakan salah satu sarana dalam pembentukan kepribadian dengan memberikan contoh teladan yang baik kepada peserta didik, sehingga pendidikan akhlak tidak hanya sekedar dalam materi pelajaran, perintah dan larangan saja. Dengan metode-metode pendidikan ini diharapkan akan mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh pendidikan Islam.37 Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian terdahulu terlihat belum ada pembahasan yang menerangkan tentang pemikiran pendidikan akhlak Syaikh Nawawi yang membahas tentang akhlak pendidik dan peserta didik, dan materi 37 Lihat http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6247 (18-01-2013). 22 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani pendidikan akhlak dalam menuntut ilmu serta interaksiinteraksinya. Pembahasan-pembahasan ini yang akan penulis kaji dalam fokus kajian pendidikan akhlak menurut Syaikh Nawawi. BAB II MENGENAL SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI DAN KARYA TAFSIRNYA A. Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Karya Tafsirnya 1. Biografi Syaikh Nawawi Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani Ibnu Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani, beliau lebih dikenal dengan nama Nawawi al-Bantani, seorang ulama asal Banten. Nawa>wi alBantani nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’ti Muh{ammad Ibn ‘Umar al-Tanara al-Bantani.1 Ia lebih dikenal dengan menyebut Muh{ammad Nawa>wi al-Ja>wi al-Bantani. Penggunaan nisbah al-Ja>wi untuk menyatakan bahwa Syaikh Nawa>wi berasal atau berkebangsaan Jawa. Pada waktu itu, 1 Dilihat setiap karyanya ia selalu menulis namanya sendiri, diantaranya ‫الشيخ محمد نواوى الجاوى البنتانى‬. Lihat Syaikh Nawa>wi, Tija>n alDara>riy, Syarh Risa>lah Ibra>hi>m fi al-Tauhi>d, (Surabaya: Harisma, t.t), hlm.1. Lihat juga Mara>qi> al-‘Ubu>diyyah, Syarh Matn Bida>yah al-Hida>yah, (Surabaya: Nurul Huda, t.t), hlm.1. Lihat juga Nas{o>ihul ‘Iba>d, (Semarang: Al-Alawiyyah, t.t), hlm. 1 Lihat Juga Ka>syifah al-Saja>’, Syarh Safinah anNaja>’, (Surabaya : Da>rul Jawa>hir, t.t), hlm. 1. Lihat juga Tanqi>h al-Qaul, Syarh Luba>bul Hadi>ts, (Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, t.t), hlm.1. Lihat Juga Sulam at-Taufi>q, Syarh Sulam at-Taufi>q, (Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, t.t), hlm. 1. Perhatikan dalam Mara>h{ Labi>d, Tafsir al-Nawa>wi, (Surabaya: Da>r al-‘Ilm, t.t), hlm. 1. ; Lihat Juga Mada>rijus S{u’u>d, (Indonesia : Da>r Ahya>’ al-Kita>b al-‘Arobiyyah, t.t), hlm. 1. Lihat Juga Qat{rul Ghaits, (Indonesia : Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah t.t), hlm. 1. Lihat Juga Riya>d{ul Badi>’ah, (Indonesia : Al-Haramain, t.t), hlm. 1. Lihat Juga Qomi’ At-T{ughya>n, (Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al‘Arobiyyah, t.t), hlm. 1. Lihat Juga Qu>tu H{abi>bil Ghari>b Tausyikh ‘ala> Fath{ul Qori>b, (T.tp: Al-Haramain, t.t), hlm. 1. 23 24 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Jawa lebih dikenal sebagai layaknya suatu negeri karena secara de jure Indonesia itu belum ada. Pada masa Syaikh Nawa>wi, Banten merupakan daerah bekas kerajaan Islam yang kemudian dikuasai oleh penjajah Belanda dan dibentuk menjadi wilayah keresidenan.2 Adanya tambahan al-Bantani dibelakang nama Syaikh Nawawi, yaitu untuk membedakan antara Syaikh Nawawi alBantani dengan Imam Syaraf Yahya al-Nawawi, yang keduaduanya adalah seorang ulama pengarang yang produktif, Imam Nawawi berasal dari daerah Nawa, Damaskus. Yang hidup sekitar abad ke-13 M, sedangkan Syaikh Nawawi al-Bantani hidup pada masa sekitar abad ke-19 M. Syaikh Nawa>wi dilahirkan di Tanara3 Kabupaten Serang Provinsi Banten4 pada tahun 1815 M/1230 H. Ayahnya bernama K.H. ‘Umar, seorang ulama yang memimpin Masjid dan pendidikan Islam di Tanara. Ibunya, Jubaidah, seorang penduduk setempat dan sangat menyayanginya.5 Dari silsilahnya, Syaikh Nawa>wi merupakan keturunan kesultanan 2 M.A. Tihami, “Pemikiran Fiqh Al-Syaikh Muh{ammad Nawa>wi Al-Bantani”, Disertasi Program Pasca Sarjana, (Jakarta : Perpustakaan IAIN Syarif Hidayatullah, 1998), hlm. 19. 3 Tanara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Indonesia. 4 Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dahulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dimekarkan/dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undangundang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang. 5 Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, (Yogyakarta: UII Press, 2006), hlm. 20. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 25 yang ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyalaras (Ta>jul ‘Arsyi).6 Nasabnya bersambung dengan Nabi Muh{ammad melalui Imam Ja’far As S{iddi>q, Imam Muh{ammad al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husen, Fatimah az-Zahra.7 Sekarang garis keturunannya di daerah Banten banyak menyebutnya “Tubagus” yang sering dicantumkan sebelum namanya. Pada umur 15 tahun, Syaikh Nawa>wi al-Bantani berangkat ke Makkah, Arab Saudi untuk belajar dan menetap disana. Syaikh Nawa>wi al-Bantani pertama kali belajar ilmu agama Islam pada ayahnya, ‘Umar bin ‘Arabi (seorang tokoh agama yang disegani pada masanya). Pada usia lima tahun bersama dua saudara kandungnya, Tamin dan Ahmad mereka belajar agama. Ilmu-ilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan dasar bahasa Arab (Ilmu Nahwu dan Sharaf), Fiqih, Ilmu Tauhid dan Tafsir.8 Sejak kecil, Syaikh Nawa>wi sudah menyita perhatian keluarganya serta masyarakat sekitar dikarenakan keunggulannya dalam kecerdasan menerima pelajaran. Bagi Rohimudin Nawa>wi Al-Bantani, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, 6 (Depok: PT Melvana Indonesia, 2017), hlm. 16. 7 Saepul Bahri, Tradisi Intelektual Islam Syaikh Nawa>wi AlBantani, (Menes: An-Najah Press, 2012), hlm. 76. 8 Rohimudin Nawa>wi Al-Bantani, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, ... , hlm. 20. 26 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani para pelajar, santri dan orang-orang haji dari Nusantara, Syaikh Nawa>wi merupakan sumber inspirasi tidak hanya dalam aspek penguasaan ilmu-ilmu keislaman tradisional, tetapi juga cita-cita politik Islam. Karena kecintaan dan penghormatan orang-orang dari Nusantara, tidak jarang hadiah-hadiah berharga mengalir datang ke rumahnya. Namun ia tetap memilih hidup sederhana karena bagi Syaikh Nawa>wi yang paling berharga adalah ilmu pengetahuan. Hujan hadiah, penghargaan dan gemerlap dunia sama sekali tidak menggugahkan hatinya.9 Chaidar menceritakan bahwa, sebelum berangkat menuntut ilmu, Syaikh Nawa>wi yang pada waktu itu berusia 8 tahun terlebih dahulu meminta do’a restu kepada ibunya Nyi Jubaidah. Ibunya kemudian melepas kepergian Syaikh Nawa>wi sambil mengatakan: “Kudo’akan dan kurestui kepergianmu mengaji (belajar), dengan syarat; jangan pulang sebelum kelapa yang sengaja kutanam ini berbuah”.10 Pada usia 15 tahun ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Di sana ia memanfaatkannya untuk belajar Ilmu Kalam, bahasa dan sastra Arab, Ilmu Hadis, Tafsir dan terutama Ilmu Fiqih. Setelah tiga tahun belajar di Mekkah ia kembali ke daerahnya tahun 1833 dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif Tim Peneliti Laboratorium Bantenologi, Biografi Ulama Banten, (Serang: Laboratorium Bantenologi, 2017), hlm. 136. 10 Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawa>wi Al-BantaniIndonesia, (Jakarta: Penerbit CV. Utama, 1978), hlm. 29. 9 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 27 cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para santri.11 Syaikh Nawa>wi yang sejak kecil menunjukan kecerdasannya langsung mendapat simpati dari masyarakat. Kedatangannya membuat pesantren yang dibina ayahnya banyak didatangi oleh santri dari berbagai daerah.12pengaruh kuat dari Syaikh Nawa>wi dan pesantrennya itu cukup mendapat perhatian pemerintah Belanda yang trauma terhadap gerakan pemberontakan santri di Ponegoro (1830). Akan tetapi sebagai seorang keturunan kesultanan, suasana politik saat itu, di mana kekuasaan kerajaan Banten dirampas, sangat mengganggu pikiran Syaikh Nawa>wi. Oleh karenanya, menurut keyakinan Chaedar, karena didorong oleh jiwa kepahlawanannya untuk melawan intervensi kekuatan “kafir” Belanda dan semangat melestarikan kerajaan Islam Banten, Syaikh Nawa>wi memutuskan untuk kembali ke tanah suci Makkah dan menetap selamanya di sana. Kepergiannya merupakan bentuk strategi perlawanannya melalui jalur pendikan, yakni dengan mengkader tokoh-tokoh agama yang datang belajar ke Makkah.13 Selama tinggal di Makkah, beliau tinggal di lingkungan Sya’ib Ali, di sekitarnya banyak warga Indonesia 11 Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ... , hlm. 21. 12 Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawa>wi Al-Bantani- Indonesia , ... , hlm. 6. 13 Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawa>wi Al-BantaniIndonesia, ... , hlm. 5. 28 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani menetap. Pemukiman ini terletak kira-kira 500 meter dari Masjidil Haram. Kediaman beliau bersebelahan dengan rumah Syaikh Arsyad dari Batavia (Sekarang Jakarta) dan Syaikh Syukur Alwan dan Madrasah Da>rul ‘Ulu>m. Selama di Makkah sampai akhir hayatnya, Syaikh Nawa>wi memiliki dua istri, yaitu Nasimah dan Hamdanah. Dari hasil pernikahannya dengan Nasimah, beliau dikaruniai tiga putri cantik, yaitu Maryam, Nafisah dan Ruqayyah. Sementara dari istrinya yang kedua, beliau dikaruniai satu anak bernama Zahro. Menetap dan hidup bahkan menghembuskan nafas terakhirnya di Mekkah Al-Mukarramah dan Madinah AlMunawwaroh merupakan dambaan bagi masyarakat Jawa. Di abad ke- 19 kedua tempat itu diyakini bukan saja sebagai tempat suci akan tetapi juga merupakan pusat pencerahan spiritual. Dalam kosmologi Jawa, seperti halnya banyak kosmologi Asia tenggara, pusat-pusat kosmis, titik temu antara dunia fana dengan alam spiritual memainkan peranan sentral. Kuburan para leluhur, gunung, gua hutan tertentu serta tempat-tempat angker tidak hanya diziarahi sebagai tempat ibadah saja tetapi juga diyakini sebagai tempat mencari ilmu (ngelmu) atau kesaktian dan legitimasi politik. Setelah Islam masuk pusat kosmik tersebut mengalami perubahan. Makkah yang menjadi kiblat umat Islam dalam beribadah dan Madinah yang menjadi tempat pemerintahan Nabi Muh{ammad Saw kemudian menggantikan peran sebagai pusat kosmik tersebut. Kedua tempat tersebut menjadi tempat ngelmu dan pusat pencerahan spiritual bahkan tempat legitimasi kerajaan. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 29 Berziarah dan hidup sampai mati di sana merupakan kemuliaan tersendiri bagi masyarakat Jawa.14 Beliau meninggal di Makkah pada 25 Syawwa>l 1340 H (1897 M) pada usia 84 tahun. Makam beliau terletak di pemakaman Ma’la, di seberang Makam Siti Khadijah, Istri Nabi Muh{ammad Saw, yang juga berdekatan dengan tempat peristirahatan terakhir Asma, putri Khalifah Abu Bakar dan Sahabat Nabi Saw.15 2. Karya-karya Syaikh Nawa>wi dan Pemikirannya Diantara para pemerhati karya Syaikh Nawa>wi tidak ada kesepakatan mengenai jumlah karya tulis yang disusun oleh Syaikh Nawa>wi yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab itu. Keluasan ilmu dan kerendahan hatinya menampilkan sebuah insan yang tidak memisahkan diri dari keagungan ilmu dan kemuliaan adab. Karakter tersebut tentunya lahir dari pandangannya terhadap ilmu itu sendiri sebagai satu kesatuan yang lahir dari keyakinannya sebagai seorang Muslim.16 Dari keluasan ilmu dan kerendahan hati Syaikh Nawawi, beliau adalah termasuk yang mempunyai banyak karya dan gelar penghargaan dari para ulama di antaranya julukan yang sering disandingkan terhadap beliau. 14 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1999), hlm. 42. 15 Rohimudin Nawa>wi Al-Bantani, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, ... , hlm. 18. 16 www.rockettheme.com. 30 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Beliau termasuk yang mempunyai banyak karya dan gelar penghargaan dari para ulama di antaranya julukan yang sering disandingkan terhadap beliau di antaranya yang diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai Al-Imam wa Al-Fahm Al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa sebagai As-Sayyid Al-‘Ulama Al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia. Dan kaum intelektual sering menyebutnya dengan, Imam Nawawi Kedua, dan Sufi Berlian. Sampai separoh dari seluruh usia Syaikh Nawawi dihabiskan sebagai pengajar dan penulis. Keluasan ilmu dan kebaikan budi-pekertinya juga sikapnya yang komunikatif membusat para pencariilmu di Mekah simpati kepadanya. Ketika beliau mengajar di masjidil Haram, beliau dikenal sebagai guru yang sangat sukai banyak murid, tidak kurang dari 200 murid setiap tahun dengan dengan setia menghadiri kuliah-kuliah yang di berikannya. Sebagian besar muridmuridnya berasal dari daerah Jawa. Syaikh Nawawi efektif mengajar di Mekah terhitung selama 15 tahun maka ini berarti sudah ada sekitar 3000 orang pernah menjadi murid Syaikh Nawawi, dan mereka tersebar di seluruh pelosok dunia. Tidak Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 31 sedikit diantara mereka mengajarkan kembali karya-karya Syaikh Nawawi di daerah asalnya.17 Dari peranan muridnya yang ikut serta mengajarkan karya-karya Syaikh Nawawi. Ini memberikan pengaruh tersendiri dalam perkembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an di berbagai kawasan tempat mereka tinggal termasuk tersebar di Nusantara. Syaikh Nawawi dan Karya-karyanya sangat dikenal dikalangan komunitas pesantren, bahkan Syaikh Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tapi juga dianggap sebagai (Maha guru Sejati), karena Nawawi telah banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan pesantren. Beliau juga turut banyak membentuk keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren. Sampai sekarangpun karya-karya Syaikh Nawawi yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional masih banyak dikaji. Menurut sebagian pendapat bahwa ada 38 karya Syaikh Nawa>wi yang sempat diterbitkan dan masih dikaji sampai sekarang. Sementara dalam versi Brocklemen menyebutkan 40 buah buku dan ia mengklasifikasinya dalam tujuh bidang, diantaranya : Pertama, bidang Tafsir. Di bidang ini Syaikh Nawa>wi menulis ‫مراح لبيد لكشف معنى قراّن مجيد‬, yang lebih dikenal dengan ‫ لمنير لمعا لم التنريل المسفر عن وجوه محاسن التأويل التفسير‬diterbitkan di Kairo 1305 H. 17 Ibid. 32 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Kedua, bidang Fiqh, di bidang ini Syaikh Nawa>wi mensyarah kitab ‫( فتح القريب‬Kemenangan Yang Dekat) karya Muh{ammad bin al-Qasi>m al-Gazzi (w. 918 H), sebuah buku komentar terhadap al-Taqri>b karya Abu Syuja’ al-Isfahani. Syarh ini di cetak dalam dua judul kitab: ‫التوشيخ‬ (Memperindah) (Kairo 1305 H, 1310) dan ‫( فوت الحبيب‬Inti Kecintaan) (Kairo 1301, 1305, 1310 H) dan dicetak ulang di Indonesia oleh Maktabah wa Mathba’ah Toha Putra, Semarang di bawah judul ‫على ابن قاسم قوت الحبيب الغريب توشيخ‬ (Hiasan, Menurut Ibn Qasim Qut al-Habib al-Gharib), Nawa>wi juga menulis Syarh Bida>yah al-Hida>yah karya al-Ghazali dengan judul ‫( مراقى العبودية‬Jenjang Tahapan Beribadah) (Bulaq 1293, 1309; Kairo 1294, 1304, 1307, 1308, 1319, 1327). Ia juga mensyarah kitab Manaqib al-Ha>jj karya Muh{ammad Ibn Muh{ammad al-Syirbini al-Khatib (w. 977 H/ 1570) dengan judul ‫( فتح المجيب‬Kemenangan Yang Terkabulkan) (Bulaq 1276, 1292; Kairo 1297, 1298, 1306; Mekkah 1316). Juga menulis Syarh Safinah al-Salah karya Abd Allah ibn Yahya alHadrami dengan judul ‫( سلم المناجات‬Tangga Bermunajat) (Bulaq 1297; Kaira 1301, 1307). Matannya pernah diterjemahkan oleh ulama Indonesia Mustafa Bin Usman al-Jawi al-Qaruti dalam 60 masalah karya Abu al-Abbas Ahmad bin Muh{ammad bin Sulaiman al-Qahiri Sihab al-Di>n al-Zahid al-Syafi’i (w. 819 H.). Safinat an-Naja> karya Ibn Samir dari Sihr di Hadramawi juga pernah disyarh oleh Syaikh Nawa>wi dalam sebuah karyanya berjudul ‫( كاشفة النجا‬Pemecah Kesunyian). Tidak ada bukti bahwa karya ini disempurnakan di Batavia sebagaimana Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 33 pendapat Brockelemann, karena karya ini ditulis pada tahun 1860 Syaikh Nawa>wi tidak pernah pulang ke Banten sejak awal hidup di Mekkah. (Kairo 1292, 1301, 1302, 1303, 1305; Bulaq 1309, dan dicetak ulang di Indonesia oleh Maktabat alIdrus [al-‘Aidarus], tanpa tahun). Ketiga, Bidang Tauhid. Di bidang ini Syaikh Nawa>wi menulis beberapa Syarah, diantaranya ‫( ذريعات اليقين‬Jalanjalan Keyakinan), sebuah syarh tentang Umm al-Barahin karya al-Sanusi (w. 892 H.), dan ‫( نور الظالم‬Cahaya di Kegelapan) sebuah komentar tentang ‘Aqi>dat al-‘Awa>m karya Ahmad alMarzuqi al-Maliki al-Makki (Kairo 1303, Mekah 1311 H di Cetak ulang di Indonesia oleh Maktabah wa Maktabah Toha Putra Semarang, tanpa tahun). Terakhir diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh Musthafa Bisri Rembang dan dalam bahasa Madura oleh Abd al-Madji>d Tamim dari Pamekasan. Syaikh Nawa>wi menulis ‫( تيجان الدرار‬Mahkota Bintang adDara>ri) sebuah komentar Risa>lat fi>> Ilm al-Tauhid karya Syaikh Ibrahim al-Bajuri (Kairo 1301, 1309; Mekkah 1329, di cetak ulang di Indonesia oleh Maktabat wa Matba’at al-Hidayat, Surabaya, tt), dan ia menyusun sebuah komentar tentang AlMasa>il karya Imam Abi al-Lais Nashr bin Muh{ammad ibn Ahmad ibn Ibrahim al-Hanafi al-Samarqandi yang berjudul ‫قطر‬ ‫( الغيث شرح مسائل ابى ليث‬Tetesan Air Hujan Komentar atas Mas’alah Abi Laits) (Kairo 1301, 1303, 1309; Mekkah 1311 dan dicetak ulang di Indonesia oleh Maktabah al-Hidayah, Surabaya, tanpa tahun). 34 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Masih dalam bidang ini Syaikh Nawa>wi menulis Syarh kitab Fath al-Rah{man yang tidak diakui pengarangnya dengan judul ‫( انحلية الصبي‬Hiasan Anak-anak) dicetak dalam bentuk al-Majmu’a>h, (Mekkah 1304 H), selain itu sebuah syarh tentang al-Du>rr al-Farid fi Ilm al-Tauhid karya gurunya Ahmad Nahrawi, ditulis oleh Syaikh Nawa>wi dengan judul ‫( فتح المجيد‬Kemenangan Dzat yang Maha Mulia) (Kairo 1298, dicetak ulang di Indonesia oleh Maktaba Usaha Keluarga, tt). Terhadap karya Muh{ammad ibn Sulaiman Hasb Allah al- Riya>d al-Badi’a>h fi> Ushul al-Di>n Wa Ba’ad Furu’ al-Syari’ah, Syaikh Nawa>wi memberi Syarhnya dengan judul ‫لثمارا اليانعه‬ (Buah Yang Matang) (Kairo 1299, 1308, 1329; Bulaq 1302 H, dicetak ulang di Indonesia oleh Da>r Ihya al-Kutu>b alArabiyya, tanpa tahun). Keempat, di bidang Tasawuf Syaikh Nawa>wi menulis Syarh kitab Mandzu>mah Hidayat al-Adzkiya>’ ila> T{ari>q alAwliya>’ karya Zainuddi>n al-Mali>ba>ri> (w. 928 H) dengan judul ‫( ساللم الفضالء‬Tangga-tangga Orang Mulia), (Kairo 1301, Mekkah 1315, dicetak ulang di Indonesia oleh Da>r Ihya>’ alKutub al-‘Arabiyyah, tt). Kitab Hida>>yat al-Adzkiya> ini terdapat versi jawanya yang diterjemahkan dan diberi Syarh oleh Saleh Darat dengan judul Minha>j al-Atqiya>’ dan oleh ‘Abd al-Jali>l Hami>d al-Qandali Tuhfat al-Asyfiya>’. Tentang Mandzu>ma>t fi> Syu’abi al-I<ma>n Syaikh Nawa>wi menulis ‫الطغيان‬ ‫( قامع‬Pencegah Air Bah Besar) (Kairo1296, dicetak ulang di Indonesia oleh Maktabah wa Matba’ah Usaha Keluarga, Semarang, tanpa tahun). Tentang Al-Manhaj al-Ta>mm fi> Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 35 Tabwi>b al-hika>m karya ‘Ali ibn Husam al-Di>n al-Hindi (w. 975 H) Syaikh Nawa>wi menulis ‫( مصباح الظالم‬Lentra di Kegelapan). Kelima, sejarah kehidupan Nabi. Di bidang ini karya Syaikh Nawa>wi dapat dikatakan literatur yang paling populer, diantaranya ia menulis Syarh berjudul ‫فتح الصمد العالم على مولد‬ ‫الشيخ احمد ابن قاسم والبلوغ الفوزى لبيان الفاظ مولد ابن الجوزى‬ (Kemenangan Tempat Bergantung dan Maha Berilmu Tentang Maulid Syaikh Ahmad Ibn Qasim, dan Puncak Kemuliaan Sebagai Penjelas Redaksi Maulid Ibn al-Jauzy), yang lebih dikenal dengan nama ‫( العروش‬Pengantin Mempelai) (Kairo 1926; Bulaq 1292, dicetak ulang oleh Syirkah Piramid, Surabaya, Indonesia, tanpa tahun). Karya ini juga memiliki judul ‫( بغية العوام في شرح مولد سيد األنام إلبن الجوازى‬Kebutuhan Orang Awam Komentar atas Kelahiran Tuan Seluruh Manusia Karya Ibn al-Jauzy) (Kairo 1297). Nampaknya Syaikh Nawa>wi memang memberikan dua judul untuk karya ini. Selain itu Syaikh Nawa>wi juga menulis Syarh tentang maulid karya Ja’far ibn Hasan ibn Abd al-Karim ibn Muh{ammad ibn alKhadim ibn Zain al-‘A<bidi>n al-Barzanji al-Madani (w. 1179) dalam judul ‫المشتاقين لبيان منظومات زين العابدين البرزنجى ترغيب‬ (Bujukan Orang-orang yang Rindu, Sebuah Penjelas dari Rangkaian Sejak Zinul ‘A<bidi>n al-Barzanji) (Kairo 1292, Mekkah 1311), berikutnya karya ini berjudul ‫مدارج السعود الى‬ ‫( اكتساء البرود‬Jalan Masuk Kebahagiaan Hingga Memakai Celak Mata Menyejukkan) (Bulaq 1296,dicetak ulang oleh Maktabah 36 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani wa Matba’ah Toha Putra, Semarang, tt.).Tentang al-Khasais al-Anbiya> karya Barzanji Syaikh Nawa>wi menulis sebuah Syarh berjudul ‫( الدرر البهى‬Mutiara Indah) Bulaq 1299). Syaikh Nawa>wi juga menulis kutipan-kutipan dari Maulid karya alQasthalani berjudul ‫األبريز الدانى فى مولد سيدنا محمد للسيد العدنان‬ (Sebuah Emas yang Nampak, Penjelasan Tentang Maulid Nabi Karya Sayyid Adnan) (Kairo 1299 H). Keenam, bidang tata bahasa Arab. Dibidang ini Syaikh Nawa>wi menulis kitab ‫( شرح الجرومية‬Komentar Tentang Gramatika) karya Abu ‘Abd Allah Muh{ammad ibn Muh{ammad ibn Dawud al-Sanhaji ibn al-Ajurum (w. 723 H) berjudul ‫( كشف المروطى عن ستار االجرومية‬Menyikap Jaket Beludru dari Penutup Gramatika) (Kairo 1308). Syarh alJurumiyah dalam bentuk syair ditulis dalam ‫غافر الخطية على‬ ‫( فتح الكواكب الجلية فى نظم الجرومية‬Kemenangan Zat Maha Pengampun Segala Kesalahan atas Bintang-bintang yang nampak dalam Rangkaian Sajak al-Jurumiyah) (Bulaq 1298). Kemudian mengenai al-Rauda al-Bahiyya fi> al-Abwab alTasrifiyya ia menulis syarh berjudul ‫( الفصوص الياقوتية‬Pangkal Cincin Permata) (Kairo 1299). Ketujuh, di belakang retorika Syaikh Nawa>wi membuat syarh dari Risa>lat al-Isra>il> iyya>t karya Husain anNawa>wi al-Maliki yang berjudul ‫لباب البيان فى علم البيان‬ (Terangnya Penjelasan Tentang Ilmu al-Baya>n) (Kairo 1301). Dalam menyusun karyanya Syaikh Nawa>wi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 37 dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang sebagaimana terlihat di atas maka dapat dipastikan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria. Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang mudah difahami dan padat isinya ini nama Syaikh Nawa>wi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H/19 M. Karena kemasyhurannya ia mendapat gelar; A’yan ‘Ulama al-Qarn al-Rabi’ ‘Asyar Li al- Hijrah, Al-Imam al-Muhaqqi wa al Fahha>mah al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama al-Hijaz.18 Mengenai jumlah karangannya ini, C. Brockelman menyebutkanada sekitar 40 karya dan mengklasifikasikannya kedalam tujuh disiplin ilmu keagamaan. Sedangkan J.A. Sarkis menyebutkan ada sekitar 39 karya Syaikh Nawawi dalam Dictionary Of Arabic Printed Book-nya sebagaimana yang dinyatakan K.H. Safiudin Zuhri dalam bukunya Sejarah Kebangkitan Islam Dan Perkembangannya Di Indonesia, semantara itu Martin Van Bruisnesen memperkirakan sedikitnya Syaikh Nawawi telah menulis 44 judul dalam berbagai disiplin ilmu yang dipelajari di pesantren. Namun, dalam hitungan Rafiudin Ramli dan Chaidar, karya Syaikh Nawawi lebih dari seratus karya. Hitungan Rafiudin ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh ulama asal Mesir. Syaikh Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ... , hlm. 35-39. 18 38 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Umar Abdul Jabbar dalam kitabnya "Ad-Durûs min Mâdhi atTa’lîm wa Hadhirih bi al-Masjidil al-Harâm” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang pendidikan masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Sebagaimana telah disebutkan, kitab Sala>limul Fudhola> (Tangga-tangga orang-orang mulia) termasuk bagian karya Syaikh Nawawi al-Bantani dalam bidang tasawuf.19 Kitab ini merupakan syarah sya’i<r (Nazham)20 Hida>yatul Adzkiya> ila> Thari<qil Awliya>’ (Petunjuk orang-orang cerdas menuju jalan para wali) karya Syaikh Zainuddi<n bin ‘Aliy alMalibariy (Kakek Zainudin al-Malibari, pengarang kitab Fathul Mu'in). Di bagian-bagian awal kitab Sala>limul Fudhola>’ Syaikh Nawawi menjelaskan mengapa pengarang kitab Hida>yatul Adzkiya>’ ini memilih jalan tasawuf. Bahwasanya Nazhim (penyusun Nazham) ini adalah Syaikh Zainuddin bin Ali Ahmad asy-Syafi'i (madzhab Syafi'i dalam syari'atnya). Beliau dilahirkan di kota Kausyan, satu bagian dari kota-kota 19 Sebagai ulama yang mengajar di Makkah, Syaikh Nawawi menjadi jembatan mata rantai jaringan ulama Nusantara dan Hijaz. Beliau merupakan salah seorang ulama yang mengajar di Masjidil Haram, di Makkah al-Mukarramah. 20 Nazhim ini memiliki banyak karya tulis, seperti Tuhfatul Ahibba>’, Irsya>dul Qo>shidi>n fikhtisha>ri Minha>jil 'A<bidi>n, Syu'abul I<ma>n, yang ditulis dengan bahasa Arab, ringkasan kitab Syu'abul I<ma>n dengan teks bahasa Persia, karya Sayyid Nuruddin al-Ijiy. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 39 Malibar, pada saat matahari telah terbit, di hari Kamis tanggal 12 Sya'ban tahun 872 atau 971. Seorang pamannya Qadhi Zainuddin bin Ahmad telah memindahkan beliau ke kota Fanan disaat beliau masih kecil. Beliau wafat di kota Fanan tersebut pada pertengahan malam kedua, malam Jum'at tanggal 16 Sya'ban tahun 928 Hijriah. Kitab matan ini banyak tersebar di beberapa kota pulau Jawa. Penyebab disusunnya bait-bait ini, sebagaimana yang dikisahkan oleh Nazhim (Syaikh Zainudin bin ‘Ali), bahwasanya beliau bimbang dalam hal ilmu-ilmu apa yang hendak diperdalamnya, apakah ia harus menyibukkan diri dengan kajian fiqih dan ilmu semacamnya, ataukah dalam kajian tasawuf seperti mengkaji kitab 'Awariful Ma'arif dan semacamnya. Lalu beliau melihat saat tidur di malam Rabu tanggal 24 Sya'ban tahun 914 H, seseorang yang mengatakan: "Sesungguhnya tasawuf lebih utama untuk difokuskan, karena sesungguhnya orang yang berenang di dalam air yang mengalir, apabila ia hendak melintas dari satu tepi ke tepi yang lain di tengah-tengah sungai, maka ia akan berenang ke tujuannya dari arah di mana air mengalir dari arah tersebut, yaitu arah paling atas, hingga ia bisa mencapai ke tujuannya. Ia tidak akan berenang di sisi tengah sungai saja, karena sesungguhnya ia tidak akan mencapai dengan berenang seperti itu ke tujuannya, bahkan ia berakhir ke tepian yang lebih rendah. Maka dapat dipahami dengan demikian bahwa menyibukkan 40 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani diri (fokus) dalam kajian ilmu tasawuf dapat mengantarkan ke tujuan, sedangkan menyibukkan diri (fokus) hanya pada ilmu Fiqih dan semacamnya tidak akan menghantarkan kepada tujuan". Setelah mengalami mimpi ini, beliau mulai menyibukkan diri dalam menuliskan bait-bait ini, yang berjumlah 188 bait, lalu beliau menyusun rangkaian bait-bait ini. Pemikiran akhlak tasawuf yang dikembangkan Syaikh Nawawi dapat dilacak dari buah karyanya seperti Sullam atTaufiq, Tanqi<hul Qaul, Mirqa>h Shu’u>d at-Tashdi<q, dan Syarah Mara>qil ‘Ubu>diyyah.21 Bahkan dalam kajian ini bertebaran dalam banyak kitab. Adapun pemikiran-pemikirannya dapat disebutkan berikut ini : Pondasi kokoh dalam kepribadian seorang muslim harus diperkuat oleh tiga hal, (1) iman, (2) Islam, dan (3) ihsan. Setiap muslim harus mampu meningkatkan kualitas seorang hamba Allah menjadi muttaqi<n. Jalan ruhani ada sembilan tahap, yaitu taubat, qana’ah, zuhud, ta’allum al-‘Ilmi al-Syar’i (belajar ilmu syari’at), al-Muha>fadzah ‘ala> al-Sunan (menjaga yang sunnah-sunnah), tawakkal, ikhlas beramal, uzlah (menyepi), hifdzul awqa>t (menjaga waktu supaya diisi dengan amal-amal shalih). Tentang taubat, Syaikh Nawawi mengutip Syaikh ibnul ‘Arabi bahwa taubat terbagi dalam tiga bagian, (1) M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. I, hlm. 268. 21 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 41 taubah, yaitu manusia kembali ke jalan yang benar karena takut siksaan Allah, (2) ina>bah, yaitu manusia kembali ke jalan yang benar karena mengharap pahala Allah, (3) aubah, yaitu manusia yang kembali kepada Allah (ke jalan yang benar) dengan ikhlas tanpa memikirkan siksaan dan pahala-Nya.22 Qana’ah menurut Syaikh Nawawi adalah rela menerima sesuatu yang telah dibagi.23 Beliau menyebutkan, relalah wahai manusia yang menempuh jalan ruhani untuk meninggalkan gaya hidup mewah dari makanan, pakaian, dan tempat. Syaikh menyebut tentang hal ini untuk senantiasa bersikap qana’ah dalam segala keadaan. Apabila Allah cinta kepada seorang hamba maka Allah akan cukupkan rizkinya dengan tidak menambahkan rizki kepadanya karena hal itu bisa membuatnya lalai, dan tidak mengurangi rizkinya karena hal itu bisa menyakiti perasaannya.24 Zuhud adalah menganggap kecil duniawi dan menganggap hina semua perkara yang ada di dalamnya. Sehingga bahagia dan sedihnya bukan karena dunia (bertambah dan berkurangnya bentuk duniawi). Oleh karena itu seorang yang zuhud tidak mengambil sesuatu dari dunia Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, (Singapura Jiddah: AlHaramain, tth), hlm. 14. Menurut Syaikh bahwa taubat itu diharuskan bagi orang mukallaf dengan empat rukun, yaitu, (1) menyesali dosa-dosa yang pernah dilakukan, (2) menyudahi perbuatan dosa yang masih dilakukan, (3) niat (‘azam) meninggalkan dosa seumur hidup dan berniat (‘azam) untuk tidak kembali dalam perbuatan tercela, dan (4) bebas dari tanggungan hak Adami. (ibid., hlm. 15) 23 Ibid., hlm. 19. 24 Ibid., hlm. 19. 22 42 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani kecuali hanya sebagai sarana untuk melaksanakan keta’atan kepada Tuhannya.25 Berkenaan dengan ta’allum al-‘Ilmi al-Syar’i, bahwa ada tiga hal ilmu yang dikategorikan sebagai ilmu syari’at, (1) ilmu yang bisa membenarkan ibadah (Fiqih), (2) ilmu yang bisa meluruskan ‘aqidah (Tauhid), dan (3) ilmu yang bisa membersihkan hati (Tasawuf).26 Dengan mengetahui hokum dzahir, ia harus belajar ilmu yang bisa meluruskan aqidah agar terhindar dari bid’ah yang sesat dan terhindar dari keraguraguan hati dalam bertauhid dan ia juga harus belajar ilmu yang bisa membersihkan hati dari akhlak-akhlak yang tercela.27 Berkaitan dengan al-Muha>fadzah ‘ala> al-Sunan, bahwa seseorang yang dengan kesungguhannya mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan semua kefardhuannya kemudian menjalankan yang sunnah-sunnah, maka Allah akan mendekatkannya di sisi-Nya dan mengangkat derajat iman ke derajat ihsan, sehingga ia akan menyembah Allah dalam keadaan hadir dan rindu kepada-Nya, dan ia beribadah seolah- Ibid., hlm. 20. Zuhud dapat diambil pemahaman bahwa ia merupakan kosongnya hati dari kecenderungan terhadap sesuatu yang lebih dari ukuran kebutuhan duniawi dan kosongnya hati dari ketergantungan terhadap makhluk. 26 Abu Bakar al-Makki Muhammad Syatho al-Dimya>thi, Kifa>yatul Atqiya>, (Singapura Jiddah: Al-Haramain, tth.), hlm. 23. 27 Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 23-24. 25 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 43 olah memandang-Nya dengan mata hati dan menjadikannya dalam keadaan ma’rifatullah.28 Menurut Syaikh Nawawi, tawakal adalah percaya penuh dengan yang badannya bisa digerakkan hanya oleh Allah,29 beliau membaginya menjadi tiga, (1) tingkat bawah, dengan memasrahkan diri kepada Allah, dengan percaya atas tanggungan dan pertolongan Allah; ibarat pasrahnya seseorang yang percaya penuh dengan wakilnya, (2) tingkat tengah, memasrahkan diri kepada Allah dengan percaya penuh atas tanggungan dan kasih sayang Allah ibarat seorang anak kecil yang hanya mengenal ibunya saja, tidak meminta bantuan kecuali kepada ibunya; saat ngoje- ia menangis maka orang yang pertama dipanggil adalah ibunya, dan (3) tingkat tinggi, memasrahkan diri kepada Allah atas semua gerak dan diam dirinya, ibarat seorang mayit yang badannya hanya bisa digerakkan oleh orang yang memandikannya.30 Setiap amal perbuatan yang dicampuri riya maka amal itu menjadi batal. Oleh karena itu jangan sampai menampakkan ketaatan kepada manusia (dengan sengaja) yang menimbulkan perasaan bahwa diri kita lebih mulya. Namun apabila dengan niat supaya orang-orang pada 28 Syaikh Nawawi, Syarah Mara>qil ‘Ubu>diyyah, (ttp., : Da>r Ihya> Kutub al-‘Arabiyyah, tth.), hlm. 9. 29 Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 29. 30 Eko Priyanto, Jalan Rohani Para Wali dalam Pemikiran Nawawi al-Bantani: Kajian Terhadap Kitab Sala>limul Fudhala>, (Serang: Fakultas UDA, 2013), hlm. 74-75. 44 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani mengikutinya dan cinta kepada kebaikan maka hal ini lebih utama denga syarat tidak diiringi dengan riya>’.31 Berkenaan dengan uzlah, cara untuk memilih menyepi adalah dengan menimbang manfaat (faidah) antara menyendiri atau bergaul dengan masyarakat, maka ambillah yang lebih besar manfaatnya.32 Sedangkan dalam membagi waktu (hifdzul awqa>t) setidaknya ada empat bagian, (1) untuk ilmu (belajar dan mengajar). Menurut Syaikh Nawawi33 menggunakan waktu untuk ilmu lebih utama dari pada untuk wiridan dan yang sunnah-sunnah, (2) untuk ibadah seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, dzikir, dan tasbih, (3) untuk tolong menolong, memberikan rasa senang kepada orang lain, (4) untuk usaha dan bekerja dengan selalu membaca AlQur’an, tasbih dan tahlil, bahkan dengan niat agar bisa bershodaqah dengan kelebihan hartanya. Dalam pemahaman tasawuf, Syaikh Nawawi merupakan tokoh sufi beraliran Qadariyah. Aliran ini mendasarkan pemahaman pada ajaran Syaikh ‘Abdul Qadir alJi>la>niy. Pada ranah tasawuf Syaikh Nawawi menulis kitab Sala>lim al-Fudhola>’ yang didasarkan pada teks pelajaran tasawuf Hida>yah al-Adzkiya<’ ila> Thari>q al-awliya>’ karya Zainudin al-Malibari yang ditulis pada 914 H/508 M. Kitab ini sangat populer di pesantren-pesantren tanah Jawa. Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 36. Ibid., hlm. 37-41. 33 Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 43. 31 32 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 45 Bagi Syaikh Nawawi, Pemikiran-pemikiran dalam bidang tasawuf yang disampaikan dalam karya-karyanya, berakar dari telaah sekaligus petualangan batinnya. Ia mengibaratkan syari’at dengan sebuah kapal, tarekat sebagai laut dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang hanya diperoleh dengan kapal yang berlayar di samudra luas. Menurut Imam Nawawi, syari’at dan tarekat merupakan awal perjalanan seorang sufi, sementara hakikat merupakan hasil dari syari’at dan tarekat. Dengan demikian, Imam Nawawi menilai bahwa laku tarekat menjadi jembatan menuju hakikat, asalkan jangan bertentangan dengan syari’at. Dengan demikian, tasawuf bagi Imam Nawawi sebagai jembatan untuk memperbaiki adab dan akhlak manusia. Ada sebuah riwayat yang menyebutkan, seorang lakilaki dari ahli kasyaf dan ahli ilmu berkata: “Tatkala aku berdiri, aku melihat pada malaikat sehingga aku tidak mengenali kepada orang-orang yang ada di depanku.” Jadi, yang dapat kita ambil dari keterangan tersebut adalah keistimewaan akhlak pribadi seorang laki-laki itu yang begitu tunduknya terhadap ilmu ia sangat tekun dalam belajarnya dan sangat memuliakan ilmu serta berakhlak kepada orang yang telah mengjarkan ilmu kepadanya. Akhlak adalah hal terpenting dalam kehidupan manusi, karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah Swt dan sesama makhluk. 46 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Demikian beberapa hal yang menyangkut pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani tentang materi-materi sufistiknya. B. Tafsir Mara>h{ Labi>d Syaikh Nawawi 1. Sejarah Penulisan Tafsir dan Karakteristiknya Mara>h{ Labi>d Li Kasyfi Ma’na> Qur’a>nil Maji>>d adalah kitab tafsir yang ditulis oleh Syaikh Nawa>wi al-Bantani yang lebih dikenal dengan nama Al-Tafsi>r al-Muni>r. Syaikh Nawa>wi mengemukakan bahwa kitab tafsir ini ditulis sebagai jawaban terhadap permintaan beberapa kolegannya agar ia menulis sebuah kitab sewaktu berada di Makkah. Kitab yang ditulis dalam bahasa Arab ini diselesaikan pada periode terakhir masa hidupnya tahun 1305 H/ 1884 M dan diterbitkan pertama kali di Makkah setelah disodorkan terlebih dahulu pada ulama-ulama Makkah untuk diteliti.34 Menurut sebagian informasi bahwa Syaikh Nawawi al-Bantani menulis Tafsir Marâh Labîd atas saran beberapa teman dekatnya. Untuk memenuhi permintaan tersebut Syaikh Nawawi berpikir dalam waktu yang relatif lama, karena merasa khawatir akan termasuk kedalam kelompok manusia yang mendapat ancaman sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw dalam hadis yang dikutip oleh Syaikh Nawawi tanpa menyebutkan perawinya, yaitu sebagai berikut : 34 Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ... , hlm. 40. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 47 35 )‫من قال فى القرأن برأية فأصاب فقد أخطء(روأه الترمذي‬ “Barangsiapa mengatakan (tentang kandungan) dalam AlQur’an dengan akal pikirannya saja, meskipun betul, maka ia telah berbuat kekeliruan” (HR. Tirmidzi) Berdasarkan hadis di atas, bahwa orang yang mengatakan tentang kandungan Al-Qur’an berdasarkan akal pikirannya sendiri tanpa ilmu pengetahuan maka orang tersebut telah berbuat kekeliruan dan akan mendapatkan ancaman atas perbuatannya dengan menyiapkan tempat duduknya di Neraka. Namun demikian karena Syaikh Nawawi ingin mengikuti tradisi ulama salaf yang senantiasa membukukan karya tulis mereka agar dibaca oleh umat Islam sepanjang masa, akhirnya Syaikh Nawawi memenuhi permintaan teman-temannya dengan alasan bahwa setiap masa itu terdapat pembaharuan dalam pemikiran, tetapi untuk memenuhi tujuan tersebut, beliau mengadakan pendekatan pada dasar-dasar penafsiran dan penakwilan ulama salaf tersebut. Syaikh Nawawi menulis Tafsi>r Mara>h Labi>d, dengan alasan mengikuti kaum salaf, berdasarkan kebutuhan pada masa itu serta memenuhi harapan kaum muslimin dan dorongan untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada mereka yang masih dalam keadaan lemah untuk memahami ajaran Islam. Sehingga Tafsirnya diberi judul Marâh Labîd li HR. Tirmidzi no. 2952, Kitab Ja>mi’ Sunan at-Tirmidzi, Bab Mâ Jâ-a Fil ladzî Yufassirul Qur’ân bi Ra’yihi. 35 48 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Kasyf Ma’nâ Qur’an Majîd yang artinya “Tafsir Marâh Labîd untuk mengungkapkan pengertian bacaan yang mulia”. Dalam halaman judul Syaikh Nawawi telah menyebutkan judul dan sebab-sebab penamaannya, judul lengkap Tafsir Syaikh Nawawi adalah Marâh Labîd-Tafsîr an-Nawawîy, At-Tafsîr Al-Munîr li Ma’âllim At-Tanzîl Al-Musaffir ‘an Wujûh Mahâsîn At-Ta’wil, Al-Musammâ tibqan li Ma’nah Marâh Labîd li Kasyf Ma’nâ Qur’an Majîd yang artinya “Tafsir Marâh Labîd itu adalah karangan Syaikh Nawawi yaitu sebuah bentuk Tafsir yang menyinari kandungan lahir ayat-ayat AlQur’an yang diturunkan kepada manusia yang berjalan (menjelaskan) segi-segi keindahan Takwil dinamai sesuai maknanya dengan judul Marâh Labîd li Kasyf Ma’na> Qur’an Maji>d”.36 Karakteristik dari kitab tafsir Mara>h{ Labi>d ini di antaranya: • Penafsiran baru dimulai dari halaman kedua sedangkan halaman pertama dipaparkan dengan pembukaan. • Terdapat kolofon atau penjelasan di bagian akhir tentang penafsiran pada jilid 1 dan jilid 2. • Page ayat selalu berada di dalam kurung. • Huruf-huruf muqoto’ah tidak ditafsirkan; walaupun ada yang ditafsirkan itu juga menggunakan kata ‫ قيل‬yang nilainya dikategorikan lemah. Asnawi, Pemahaman Syaikh Nawawi tentang Ayat Qadar dan Ayat Jabar dalam Tafsir Mara>h Labi>d Studi Teologi Islam, (Jakarta : 36 Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), hlm. 50-52. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 49 • Terkadang menggunakan kata (ayyu ha>z\a) sebelum penafsiran. Akan tetapi ada juga yang tidak. • Diawali dengan penyebutan nama surat, periode makiyah dan madaniyyah. • Terdapat penyebutan tentang jumlah ayat bahkan menyebutkan jumlah huruf dan jumlah kalimat. Hal ini menunjukan bahwa beliau itu sangat teliti. • Terdapat juga penjelasan tentang asba>b an-Nuzu>l, ragam qira’at, dan penjelasan tentang nahwu dan sharaf.37 Sejak diterbitkan di Kairo tafsir ini tertulis di halaman covernya dengan nama; ‫▪ مراح لبيد – تفسير النواوى‬ ‫▪ التفسير المنير لمعالم التنزيل المسفر عن وجوه محاسن التأويل‬ ‫▪ المسمى مراح لبيد لكشف معنى قرأن مجيد‬ Artinya: ▪ Mara>h{ Labi>d, tafsir karya Syaikh Nawa>wi. ▪ Suatu bentuk tafsir yang menyinari kandungan lahir ▪ ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada manusia yang menjelaskan segi-segi keindahan Takwil. Yang dinamai sesuai maknanya dengan judul Mara>h{ Labi>d Li Kasyfi Ma’na> Qur’a>n Maji>d. Dilihat dari sudut tampilan cover, tafsir ini memiliki dua nama; pertama al-Muni>r kedua al-Tafsir Mara>h{ Labi>d. Dua kalimat pertama di atas diperkirakan nama tersebut diberikan Aang Saeful Milah, Konsepsi Semantik Syaikh Nawa>wi Al-Bantani dalam Tafsir Mara>h{ Labi>d, (Serang: Penerbit FTK Banten Press dan LP2M 37 IAIN Banten, 2014), hlm. 23-24. 50 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani oleh pihak penerbit. Sedangkan di baris terakhir berasal dari pihak penulis langsung.38 Dalam pendahuluannya Syaikh Nawa>wi mengatakan : “Dan saya beri nama tafsir ini sesuai dengan konteks situasi masanya; Mara>h{ Labi>d untuk menyingkap makna alQur’an yang mulia. Hanya kepada Dzat yang Maha Mulia dan Maha Pemberi keputusan saya berpegang teguh dan hanya kepada-Nya saya menyerahkan diri dan bersandar. Kini saya berinspiratif menulis tafsir hanya karena kebaikan taufiq-Nya. Dia yang Maha Menolong bagi setiap orang yang berserah diri kepada-Nya”.39 Tujuan penamaan kitab dengan istilah Mara>h{ Labi>d tidak ditemukan secara eksplisit dalam tafsirnya ini. Namun setidaknya kita bisa meneropong dari pengertian secara harfiah dalam judul tafsir tersebut. Dari sudut bahasa Mara>h{ Labi>d adalah susunan kata berbahasa Arab yang terdiri dari dua kata: ‫ مراح‬dan ‫ لبيد‬Dalam kamus Munjid kata ‫ مراح‬berasal dari kata ‫ روحا – يروح – راح‬yang memiliki arti datang dan pergi di sore hari untuk berkemas dan mempersiapkan kembali berangkat. Kata Mara>h{ adalah kata benda yang menunjukan tempat (isim maka>n) dari kata tersebut di sana diartikan ‫بروح‬ ‫( الموضع لقوم منه اواليه‬suatu tempat peristirahatan bagi orangMamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ... , hlm. 40-41. 39 Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d, (Surabaya: Da>r al-‘Ilmi, t.t), Juz 1, hlm. 3. 38 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 51 orang yang datang dan pergi). Sedangkan ‫ لبيد‬seakar kata dengan ‫ لبد – يلبد‬yang memiliki arti berkumpul mengintari sesuatu. Kemudian istilah labi>d sendiri termasuk suatu istilah dalam ilmu hayawan (zoology), sama dengan kata ‫اللبادى – اللباد‬ yang berarti sejenis burung yang senang di daratan dan hanya terbang bila diterbangkan. Jadi mungkin setiap penelusuran setiap kata, Mara>h{ Labi>d secara harfiyah memiliki arti “Terminal Burung” atau dengan istilah lain “tempat peristirahatan yang nyaman bagi orang-orang yang datang dan pergi. Syaikh Nawa>wi hendak menjadikan tafsirnya sebagai tempat rujukan yang menyenangkan bagi umat Islam yang tidak pernah meninggalkan al-Qur’an. Oleh karena itu, tujuan dari kitab tafsir ini tersirat dari judul tafsirnya, bahwa Syaikh Nawa>wi berhasrat ingin menempatkan al-Qur’an sebagai penerang di tengah-tengah umat.40 Dalam tafsirnya dikatakan bahwa sebenarnya sebelum menulis tafsir ini ia ragu melakukannya, ia berpikir lama karena khawatir termasuk dalam kelompok orang yang sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muh{ammad Saw: “Barang siapa berkata tentang al-Qur’an dengan pikirannya, walaupun benar tetap dinyatakan salah”. “Barang siapa berkata tentang al-Qur’an dengan pikirannya, sama Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ... , hlm. 42. 40 52 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani dengan mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan tempat di dalam neraka”.41 Mempertimbangkan kekhawatiran tersebut Syaikh Nawa>wi tidak berambisi menjadikan tafsir sebagai target transmisi ilmu yang baru, tetapi dengan ketawaduannya ia hanya akan mengikuti contoh para pendahulunya dalam menafsirkan al-Qur’an. Sejak awal dipendahuluannya ia mengatakan bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an dirujuk beberapa kitab tafsir standar yang menurutnya otoritatif dan kompeten, diantaranya adalah ‫ الفتوحات االلهية‬karya Sulaiman alJamal (w. 1570), ‫ مفاتح الغيب‬karya Fakhru al-Di>n al-Razi (w. 1209), ‫ سراج المنير‬karya al-Syirbini (w. 1570), ‫ارشاد العقل السليم‬ karya Ibn Su’u>d (w. 1574), juga merujuk pada ‫تنوير المقباس‬ karya al-Fairu>za>ba>diy (w. 1415).42 Kitab-kitab ini sebenarnya bisa dibilang jarang beredar dan tidak mudah didapatkan, tetapi saat itu Syaikh Nawa>wi dapat memperoleh dan menggunakannya sebagai referensi. Dalam studi ilmu tafsir ada tiga ciri pokok yang perlu dilihat dalam setiap membahas metode suatu karya tafsir, yakni teknik (metode), bentuk (dalam penukilannya) dan coraknya. Ciri pertama adalah mencari teknik (metode) penafsirannya, yaitu bagaimana suatu tafsir menggunakan teknik pembahasannya. Apakah ia menggunakan teknik Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d , ... , hlm. 2. 42 Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d, ... , hlm. 3. 41 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 53 analisis (tahlily),43 global (ijmali)44, perbandingan (muqaran)45, tematik (al-Maudhu’i)46. Berikut ini contoh penafsiran Syaikh Nawa>wi pada surah Yu>suf ayat 1- 4 dalam kitab tafsirnya: ‫سورة يوسف عليه السالم مكيه وهى مائة واحدى عشرة اّية‬ ‫وألف وتسعمائة وست و تسعون كلمة وسبع اّالف ومائة وستة وسبعون حرفا‬ ‫(بسم هللا الرحمن الرحيم ) وعن ابن عباس أنه قال سألت االيهون النبي صلى هللا‬ ‫عليه وسلم فقالوا حدثنا عن أمريعقوب وولده وشأن يوسف فترلت هذه السورة (الر‬ ‫تلك ايات المبين) اى تلك االيات التى نزلت اليك فى هذه السورة المسماة الرهى‬ ‫اّيات الكتاب المبين وهو القراّن الذى بين الهدى وقصص األولين (انا أنزلناه) أى‬ ‫هذا الكتاب الذى الذى فيه قصة يوسف فى حال كونه (قراّنا عربيا لعلكم تعقلون) أى‬ ‫لكى تفهموا معانيه فى أمر الدين فتعلوا أن قصه كذالك ممن لم يتعلم القصص معجز‬ ‫اليتصور اال بااليحاء (نحن نقص عليك احسن القصص بما أوحينا اليك هذا‬ ‫القراّن) أى بسبب ايحائنا اليك يا أكرم الرسل هذه السورة لما فيه من العبر من انه‬ ‫المنع من قدرة هللا تعالى وأن الحسد سبب للخدالن وأن الصبر مفتاح الفرج (وان‬ ‫قلت من قبله) أى وانه أى الشأن كنت من قبل ايحائنا اليك هذه السورة (لمن‬ Metode tafsir tahli>ly ini memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta : Amzah, 2014), hlm.130. 44 Metode tafsir ijmali ini pembahasannya yang singkat, ringkas, tanpa uraian detail, tanpa perbandingan dan tidak mengikuti suatu tema tertentu. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm.130. 45 Metode tafsir muqaran ini memiliki cakupan yang sangat luas karena tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat, tetapi juga membandingkan ayat dengan hadis dan pendapat mufasir lainnya. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm.131. 46 Metode tafsir maudhu’i ini membahas ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan dengan tema. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dari berbagai aspek dengan didukung dalil-dalil yang dapat dipertanggungjawabkan. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm.132. 43 ‫‪54 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani‬‬ ‫الغافلين) عن هذه القصة لم تخطر ببالك ولم تقرع سمعك قط (اذ قال يوسف)‬ ‫منصوب بقال يابني أى قال يعقوب يابني وقت قول يوسف له كيت وكيت او بدل‬ ‫من احسن القصص بدل اشتمال (ألبيه) يعقوب بن اسحاق بن ابراهيم عليهم الصالة‬ ‫والسالم (ياابت انى رأيت) فى منام النهار (احد عشر كوكبا والشمس والقمر رايتهم‬ ‫لى ساجدين) قال وهب رأى يوسف عليه السالم وهو ابن سبع سنين أن احدى‬ ‫عشرة عصا طواال كانت مركوزة فى األرض كهيئة الدائرة واذا عصا صغيرة‬ ‫وثبت عليها حتى ابتلعها فذكر ذالك ألبيه فقال إياك أن تذكر هذا الخوتك ثم رأى‬ ‫وهو ابن ثنتى عشرة الشمس والقمر الكواكب تسجد له فقصها على أبيه قفال‬ ‫التذكرها لهم فيبغو لك الغائل روى عن جابر رضى هللا عنه أن يهوديا جاء الى‬ ‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال يامحمد أخبرنى عن النجرم التى راّهن يوسف‬ ‫عليه السالم فسكت النبى صلى هللا عليه وسلم فترل جبريل عليه السالم فأخبره بذلك‬ ‫فقال صلى هللا عليه وسلم لليهودى اذا أخبرتك بذالك هل تسلم فقال نعم قال جريان‬ ‫والطارق و الذيال وقابس وعمودان والفليق والمصبح والضروخ والفرغ ووثاب‬ ‫وذوالكتفين راّها يوسف عليه السالم والشمس والقمر نزلن من السماء وسجدن له‬ ‫‪47‬‬ ‫فقال اليهودى إى وهللا إنها ألسماؤها‪.‬‬ ‫‪Artinya:‬‬ ‫‪(Surat Yusuf a.s. Makiyyah yaitu seratus dua belas ayat‬‬ ‫‪seribu sembilan ratus tujuh puluh enam huruf).‬‬ ‫‪1. (Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih dan‬‬ ‫‪Penyayang). Dari Ibn Abbas bahwa orang-orang Yahudi‬‬ ‫‪bertanya pada Rasulullah Saw. mereka berkata kabarkan‬‬ ‫‪pada kami cerita tentang Nabi Ya’qub dan anaknya serta‬‬ ‫‪Yasuf. Maka turunlah surat ini (Alif La>m Ra. Ini adalah‬‬ ‫‪ayat-ayat yang Nyata) Artinya ayat-ayat yang diturunkan‬‬ ‫‪padamu di dalam surat ini yang dinamakan Alif Lam Ra‬‬ ‫‪Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d , ...‬‬ ‫‪, hlm. 399.‬‬ ‫‪47‬‬ Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 55 2. 3. adalah ayat-ayat kitab yang jelas yakni al-Qur’an yang menjelaskan antara petunjuk, kisah-kisah orang terdahulu. (Sesungguhnya kami turunkan al-kitab) artinya kitab terssebut yang di dalamnya terdapat kisah Yusuf dimana kitab tersebut merupakan (al-Qur’an berbahasa Arab supaya kamu memahaminya), Artinya supaya kamu memahami makna-maknanya dalam perkara agama. Dengan begitu kamu mengetahui kisah tersebut yang diperoleh dari orang yang tidak mempelajari masalah kisah tersebut merupakan mukjizat yang hanya dapat digambarkan melalui wahyu. (Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu) artinya wahai Rasul yang paling mulia surat tentang kisah ini turun karena aku mewahyukan padamu sebab didalam cerita tersebut terdapat pelajaran. (‘Ibrah) bahwa tidak ada yang dapat mencegah kehendak Allah ta’ala, dan sifat hasud itu penyebab dari sikap tidak mau mnenolong orang, serta kesabaran itu kunci penyelesaian masalah. (Dan sesungguhnya kamu sebelemnya) Artinya sesungguhnya kondisi kamu dulu sebelum kami wahyukan surat tersebut pada kamu sekalian (termasuk orang-orang yang belum mengetahui) tentang kisah ini yang tidak pernah terbetik dalam benakmu dan tidak pernah terdengar ditelingamu sama sekali. 56 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani 4. (Yusuf berkata) Dinasabkan dengan lafadz Qa>la ya> bunayya [berkata wahai anakku] artinya Ya’qub berkata wahai anakku Yusuf berkata padanya begini begitu atau menjadi badal dari kalimat Ahsanal Qas{as{i berupa badal Isytimal (pada bapaknya) Ya’qub bin Ishaqa bin Ibrahim a.s. (Hai bapakku sesungguhnya aku bermimpi melihat) di tidur siang (Sebelas bintang dan matahari dan rembulan bersujud padaku) Wahab berkata waktu Yusuf berusia tujuh tahun ia bermimpi sebelas tongkat panjang terbenam di bumi seperti bentuk lingkara, satu diantaranya tongkat kecil terkurung ditengah-tengah lalu ia ditelan mereka. Kemudian diceritakanlah pada ayahnya. Tetapi ayahnya berkata: “jangan kau ceritakan mimpi itu pada saudara-saudaramu.” Kemudian di usia dua belas tahun Yusuf bermimpi lagi tentang matahari, bulan dan bintang bersujud padanya. Lalu diceritakan peristiwa itu pada ayahnya. Lagi-lagi ayahnya berkata “jangan kau ceritakan pada mereka nanti mereka akan berbuat jahat padamu.” Diriwayatkan dari Jabir r.a bahwa seorang Yahudi datang pada Rasul dan berkata: “Hai Muh{ammad kabarkan pada saya tentang bintang-bintang yang diimpikan Yusuf a.s.” Lalu Nabi terdiam sejenak dan turunlah Jibril a.s dan menceritakan kisah tersebut. Kemudian Nabi berkata pada orang Yahudi tersebut “kalau aku ceritakan cerita itu maukan kamu masuk Islam.” Dia pun menjawab “Iya”. Lalu Nabi melanjutkan bicara “Jiryan, al-Tari>q, al-Dziyal, Qabis, ‘Amudan, al- Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 57 Faliq, al-Musbih, al-Darukh, al-Farag, Wasab dan Dzurkatifain adalah mereka yang diimpikan Yusuf, matahari dan bulan turun dari langit dan sujud padanya.” Setelah itu orang Yahudi berkata “benar, demi Allah itulah nama-nama mereka.” Sebagaimana terlihat dalam kutipan, teknik pemaparan yang dipakai Mara>h{ Labi>d tidak juah berbeda dengan tafsir Jala>lain, yakni ringkas tapi mencakup. Dibandingkan dengan tafsir lain ia termasuk tafsir yang mudah dimengerti, menggunakan bahasa yang sederhana, serta pembahasannya tidak terlalu jauh dari konteks lafadz ayat.48 Jadi, tafsir alMuni>r ini dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan menggunakan metode ijmali (global). Dikatakan ijmali karena dalam menafsirkan ayat, Syaikh Nawa>wi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat. Sistematika penulisannya pun mengikuti susunan ayat-ayat dalam mushaf. Tafsir ini terlihat sangat detail dalam menafsirkan setiap kata dan ayat.49 Demikian pula dalam menentukan bentuk penafsirannya, dengan menggunakan teknik Ijma>li terkadang sulit ditentukan sejauhmana Mara>h{ Labi>d menggunakan sumber Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ... , hlm. 48. 49 Aang Saeful Milah, Konsepsi Semantik Syaikh Nawa>wi Al-Bantani dalam Tafsir Mara>h{ Labi>d, ... , hlm. 23. 48 58 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani penafsiran sehingga dapat disimpulkan termasuk tafsir Bi alMa’su>r50 dan Bi al-Ra’yi51. Dalam setiap menafsirkan mula-mula Syaikh Nawa>wi menjelaskan terlebih dahulu jumlah ayat, kalimat dan huruf suatu surat. Tidak diketahui secara persis motivasi penyebutan jumlah tersebut, tapi yang jelas ia mengikuti langkah kitab tafsir referensinya yakni Abu Su’ud dan al-Sira>j al-Muni>r yang selalu menyebut jumlah ayat, kalimat dan huruf setiap surat. Dalam kitab Niha>yat al-Zai>n Syaikh Nawa>wi menyinggung tentang jumlah ayat dalam al-Qur’an. Ia sependapat dengan pendapat yang mengatakan bahwa jumlah ayat al-Qur’an sebanyak 6666 ayat. Berbeda dengan Ulama yang mengkatagorikan jumlah ayat ke dalam beberapa disiplin ilmu, Syaikh Nawa>wi justru membagi berdasarkan muatan isi ayat. Diantara 6666 ayat tersebut terdiri dari 1000 tentang janji (wa’d), 1000 tentang ancaman (wa’id), 1000 khabar dan cerita, 1000 tentang ta’bir dan perumpamaan (‘Abr wa amsal), 50 Tafsir Bi al-Ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipankutipan yang sahih. Yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang paling mengetahui kitabullah, atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat. Badrudin, Diklat Mata Kuliah Mazahib Tafsir, (Serang: IAIB, 2009), hlm. 7. 51 Tafsir Bi ar-Ra’yi ialah tafsir yang didasari oleh hasil ijtihad. Adapun ijtihad dilakukan harus sesuai dengan kaidah yang benar. Tafsir Bi al-Ra’yi juga sering disebut tafsir dengan tafsir al-‘Aqli. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm. 159. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 59 500 tentang penjelasan haram dan halal, 100 tentang naskh dan mansukh, 66 tentang do’a, istighfar dan dzikir.52 Kadang-kadang Syaikh Nawa>wi juga menyebut beberapa macam nama surat selain nama yang dikenal, sesekali ia menyebutkan sumber informasi penamaan tersebut. Nama-nama surat yang ditampilkan banyak yang mengindikasikan bahwa itu merupakan satu tema dalam surat yang bersangkutan. Misalnya dalam surat al-Mumtahanah. Di sana Syaikh Nawa>wi menyebutkan juga nama alMuba>sysyiratun, al-Fadhil>ah dan Bara>’ah.53 Seakan Syaikh Nawa>wi hendak mengatakan bahwa surat yang bersangkutan berada dalam satu kesatuan tema tersebut. 2. Orientasi, Metode dan Corak Tafsir a. Orientasi Penafsiran (Al-Itija>h al-Tafsi>r) Menurut Petter Riddel, sebagaimana yang dikutip Noor Huda, pada akhir abad ke-19, Kota Makkah dan Madinah telah didominasi oleh pemikiran kaum reformis yang menentang beberapa praktek ajaran Sufi. Ide-ide baru dimenangkan oleh Jamal al-Din al-Afgani dan Muhammad Abduh di Mesir, dan ulama-ulama Wahabi di Makkah. Untuk mendapatkan persetujuan dari penguasa, Syaikh Nawawi menghadirkan Muh{ammad Nawa>wi, Niha>yat al-Zai>n fi> Irsya>d al-Mubtadi’in, (ttp. : al-Haromain, tth.), hlm. 80. 53 Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d Juz 2, ... , hlm. 369. 52 60 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani sebuah pendekatan yang selaras dengan semangat reformasi di wilayah ini.54 Berdasarkan pendapat para peneliti, Syaikh Nawawi sudah banyak menjalin hubungan dengan beberapa ulama Azhar. Disamping itu majalah Waqa’i al-Mishriyah yang beredar di Timur Tengah setidaknya telah memberikan pengaruh terhadap pembaharuan pemikiran Syaikh Nawawi alBantani. Kemasyhuran Syaikh Nawawi al-Bantani meluas di seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar tertutama di negara-negara yang menganut paham syafi’iyyah. Kitab tafsirnya itu yang terbit di Kairo sangat terkenal dan diakui ketinggian mutunya karena memuat persoalan-persoalan penting hasil diskusi perdebatannya dengan ulama Azhar. Pada kitab tafsir cetakan Kairo dipajang julukan Namanya ”Sayyid Ulama Hijaz”.55 Kitab tafsir ini dicetak pada tahun 1887, tafsir ini masih diajarkannya langsung kepada mahasiswanya56 Dalam pengantarnya Nawawi mengatakan bahwa ia butuh waktu lama membangun keberanian untuk menulis tafsir ini sekalipun dorongan yang bertubi-tubi datang dari berbagai pihak. Ia khawatir terjerumus pada ancaman Nabi yang mengatakan, “Barang siapa berbicara tentang al-Qur’an dengan ra’yunya, maka silahkan mengambil tempat di 54 Noor Huda... hlm. 196. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES,< 2011). 56 Umar Abdul Jabbar, Al-Siyar Wa al-Tara>jim Baina ‘Ulama>ina> fi> 55 Al-Qarni al-Ra>bi’ ‘Asyar. Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 61 neraka”. Setelah berhasil membangun keberanian, Nawawi akhirnya memutuskan untuk menulis tafsir ini. Ia menyebutnya sebagai upaya meneladani para ulama salaf yang senantiasa menulis dan membukukan pemikiran-pemikirannya. 57 Pada dasarnya orientasi tafsir Syaikh Nawawi menggunakan gaya tafsir fiqhi tradisional yang banyak memakai pemikiran salafi. Kemudian Syaikh Nawawi alBantani mempunyai pemahaman kalam berfikir qadariyah, baik dalam sistem dan pendapat-pendapat teologinya maupun cara penakwilan ayat-ayat jabar dengan ayat qadar sebagaimana terdapat dalam tafsirnya Mara>h Labi>d. Beliau lebih banyak menggunakan pendekatan pada faham kaum Maturidiyah Samarkand dan ketimbang melakukan pendekatan Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara.58 b. Metode Penafsiran (Manhaj al-Tafsir) Metode yang digunakan Nawawi adalah metode tahlili, yakni metode penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat Al-Qur’an dengan meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, munasabah, dengan bantuan asbab nuzul, riwayat dari Rasul, sahabat, maupun tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan 57 58 Nawawi al-Bantani, Mara>h Labi>d,...hlm. 2 . Asnawi, Pemahaman Syaikh Nawawi....hlm. 316. 62 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat. Maka dilihat dari cara penyusunan ayat, Syaikh Nawawi menggunakan metode tahlili, yakni berurutan dari surat pertama sampai surat terakhir sebagaimana yang tersusun dalam mushaf.59 Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan kebudayaan masa Nabi sampai tabi’in, terkadang pula diisi dengan uraian kebahasaan dan materi khusus lainnya. Para mufassir tidak seragam dalam mengoperasionalkan metode ini. Ada yang menguraikannya secara ringkas, ada pula yang menguraikannya secara rinci.60 Tafsir Marâh Labîd atau al-Munîr ini dapat digolongkan juga sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali (global), karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syaikh Nawawi menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat, sehingga mudah dipahami.61 Jadi Tafsir Mara>h Labi>d ini termasuk menggunakan metode Ijmali dan Tahlili. Secara teknis, penulisan tafsir Nawawi dimulai dengan penulisan ayat demi ayat. Penulisan ayat tidak menggunakan nomor atau pun tanda akhir ayat. Adapun pemisah antar surat ditandai dengan penulisan basmalah, kecuali antar surat alBadrudin, Paradigma Metodologis Penafsiran Al-Qur’an, (Serang: Pustaka Nurul Hikmah, 2018), hlm. 151. 60 ‘Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 23-4. 61 Aang Saeful Milah, Konsepsi Semantik Syaikh Nawawi alBantani dalam Tafsir Marâh Labîd, (Serang : FTK Banten Press dan LP2M IAIN SMH Banten, 2014), hlm. 22. 59 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 63 Anfa>l dan at-Tawbah, disertai penjelasan tentang nama surat, kelompok Makkiyah/Madaniyah, dan jumlah ayat, kalimat, serta huruf. Pada surat-surat tertentu yang masih diperselisihkan Makkiyah/Madaniyah-nya, Nawawi selalu menuliskan “Makkiyah atau Madaniyah”, seperti pada surat al-Fa>tihah. Pada surat-surat tertentu, dimana sebagian ayatnya termasuk kelompok yang berbeda, Nawawi juga memberikan penjelasan, sebagaimana pada surat at-Tawbah dimana dua ayat terakhirnya Makkiyah, sekalipun at-Tawbah termasuk kategori Madaniyah62 c. Corak Tafsir dan Langkah-langkahnya (Lawn Tafsi>r wa Thuru>quhu) Kata corak dalam literatur sejarah tafsir, biasanya digunakan sebagai terjemahan dari kata al-lawn yang artinya warna. Jadi corak adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran. Mengenai corak yang digunakan Syaikh Nawawi dalam Tafsir Mara>h Labi>d yaitu corak Tafsi>r bil Ma’tsu>r.63 Tafsir bil Ma’tsu>r sendiri mempunyai arti yaitu Tafsir yang bertumpu pada dalil naqli atau riwayat yang shahih seperti Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an dengan 62 Nawawi halaman 7 pada cetakan-cetakan terbaru sudah dilengkapi dengan nomor ayat. 63 Saeful Milah, Konsepsi Semantik, hlm. 25. 64 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani hadis, Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan sahabat, dan Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan tabi’in.64 Sistematika penulisan Tafsir Mara>h Labi>d itu mengikuti susunan ayat dalam mushaf. Pada jilid pertama ini dimulai dari surah al-Fa>tihah sampai dengan surah al-Kahfi dan jilid dua dimulai dari surah Maryam sampai dengan anNâs. Penafsiran yang terlihat dalam kitab Marâh Labîd terdapat dalam garis, sedangkan di luar garis adalah kitab alWajir Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz oleh Imam Abi Hasan Ali bin ahmad al-Wahidi.65 Langkah-langkah Nawawi dalam menafsirkan AlQur’an tidak jauh berbeda dengan mufassir pada umumnya. Yaitu 1. menafsirkan ayat dengan ayat. Misalnya, pada (Q.S 6:82). Lafadz dzulm pada ayat tersebut ditafsirkan dengan syirk, sebagaimana penjelasan yang terdapat dalam (Q.S. 31:13)66, 2. menafsirkan ayat dengan Hadis. Misalnya pada (Q.S. 6:84) Nawawi menjelaskan pengertian Ihsan berdasarkan Hadis Nabi, yakni “beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat- Manna>>’ Al-Qaththa>n, Maba>hits Fi> ‘Ulumil Qur’a>n, Dasar-Dasar Ilmu al-Qur’a>n, Penerj. Umar Mujtahid, (Jakarta : Ummul Qura, 2016), hlm. 530. 65 Saeful Milah, Konsepsi Semantik,… hlm. 22. 66 Nawawi Al-Bantani, Mara>h ... hlm. 248. 64 Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 65 Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu”67. Namun demikian, dalam menyebutkan Hadis, Nawawi tidak menyebutkan rangkaian sanadnya, serta tidak pula mengemukakan kualitas Hadisnya. 3. menafsirkan ayat dengan pendapat sahabat dan atau tabi’in. Misalnya (Q.S. 2:226) tentang sumpah ila’ (bersumpah untuk tidak menyetubuhi isterinya). Berdasarkan pendapat Ibnu Abbas, Nawawi menafsirkan ayat tersebut dengan “jika seseorang meng ila’ isterinya, kemudian menarik sumpahnya sebelum empat bulan, maka ia boleh menyetubuhi isterinya kembali dengan disertai membayar kaffarat, tetapi bila telah mencapai masa empat bulan, maka otomatis jatuh talak satu.68 4. menggunakan pendekatan ra’yu yang didasarkan pada analisis bahasa serta kaidah-kaidahnya. Secara umum, pendekatan inilah yang digunakan Nawawi dalam tafsirnya, sehingga tafsir ini lebih tepat disebut sebagai tafsir bi al-ra’yi yang mahmu>d. Disebut mahmu>d karena ia mengkombinasikan kaidah bahasa dengan syari’at. Misalnya ketika menjelaskan makna al-Rahma>n pada Q.S. 1:3. Nawawi menafsirkannya dengan “Yang Maha 67 68 Nawawi Al-Bantani, Mara>h... hlm. 249. Nawawi Al-Bantani, Mara>h... hlm. 62. 66 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Pengasih, baik kepada orang yang taat maupun yang tidak taat, yaitu memberi rizki di dunia ini”69 Dalam tafsir ini, Syaikh Nawawi tidak banyak mengupas muna>sabah, bisa disebut sebagai salah satu kelemahannya. Sekalipun pada bagian tertentu ia menyinggung muna>sabah, tetapi sangat jarang sekali sehingga merupakan kesulitan tersendiri menemukan contohnya. Salah satu diantara yang dijelaskan muna>sabah-nya oleh Nawawi adalah Q.S. 2:6-7. Ayat tersebut (6) menurut Nawawi menjelaskan sifat orang kafir yang tidak mau beriman terhadap apa yang dibawa Rasul berupa Al-Qur’an, kemudian Allah menjelaskan penyebab mereka tidak beriman pada ayat berikutnya (ayat7), yaitu karena Allah telah mengunci hati, pendengaran dan penglihatan mereka70. Nawawi Al-Bantani, Marah ... hlm. 3. Nawawi, Mara>h, vol. 2272, 4 69 70 BAB III KAJIAN PENDIDIKAN AKHLAK A. Pengertian Pendidikan Akhlak Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syari’ah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, mu’amalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut. Akhlak secara bahasa adalah bentuk jamak dari Khalqun atau Khuluqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabi’at. Kata akhlak berasal dari kata kerja Khalaqa yang artinya menciptakan. Khaliq maknanya pencipta atau Tuhan dan Makhluk artinya yang diciptakan, sedangkan Khalaq maknanya penciptaan. Kata akhlak merupakan jalinan yang mengikat atas kehendak Tuhan dan manusia, maksudnya tata perilaku seseorang terhadap orang lain yang didasarkan atas kehendak Kha>liq (Tuhan) maka hal itu disebut sebagai akhlak haqiqi. Menurut pemahaman etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata khulq, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau 67 68 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani tabiat.1 Sedangkan Ahmad Amin mengatakan, bahwa akhlak adalah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan dalam ujud tingkah laku, maka kebiasaan itu akan disebut akhlak. Contohnya; bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu disebut akhlak dermawan.2 Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan, bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral), yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya, dan terhadap sesama manusia.3 Senada dengan pemahaman ini, Imam Ghazali mengungkapkan dalam kitab Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n pengertian akhlak sebagai berikut: ‫اخللق عبارة عن هيئة ىف النفس را سخة عنها تصدر االفعال بسهولة ويسر من غري‬ ‫حاجة إىل فكر ورويّة عقال وسرعا‬ Al-khuluq ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan, secara logis dan cepat.4 Jadi pada hakikatnya khulq atau budi pekerti atau akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap Luis Ma’lu>f, Kamus Al-Munjid, (Beirut: Al-Maktabah AlKatulikiyah, tth.), hlm. 194. 2 Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, (Kairo: Da>r Al-Kutub AlMishriyah, tth.) hlm. 15. 3 Soegarda Purbakawaca, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm. 9 4 Imam Al-Ghazali, Ihya> ’Ulu>m al-Di>n, Juz III, (Beirut: Da>r Ihya>’ al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth.), hlm. 58. 1 Kajian Pendidikan Akhlak | 69 dalam jiwa dan menjadi keperibadian, hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan yang secara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tersebut timbul tingkah laku yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dikatakan telah memiliki akhlak atau budi pekerti mulia. Namun sebaliknya apabila yang lahir adalah kelakuan yang buruk yang bertentangan dengaan syari’at Islam dan norma-norma yang ada dalam masyarakat, maka disebutlah ia telah melakukan perbuatan tercela dan tidak berakhlak. Al-Khulq disebut sebagai suatu kondisi atau sifat yang telah meresap atau terpatri dalam jiwa. Seandainya dalam situasi spontan dan secara tiba-tiba seseorang berinfak, padahal berinfak bukanlah menjadi kebiasaannya, maka orang seperti ini belumlah bisa disebut sebagai orang dermawan, karena berinfak tersebut bukanlah pantulan dari keperibadianya. Juga disyaratkan suatu perbuatan dapat dinilai baik apabila timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Sebab seandainya ada seseorang yang memaksakan dirinya untuk mendermakan hartanya untuk seseorang atau memaksakan hatinya untuk berbuat setelah dipikir-pikir lebih dahulu, apakah berderma ini menguntungkan bagi dirinya atau tidak, maka orang seperti ini belumlah disebut sebagai orang yang berakhlak dermawan. 70 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Dalam kaitan pengertian akhlak ini, Ulil Amri Syafri mengutip pendapat Nashiruddin Abdullah, yang menyatakan bahwa, secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq al-karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan albenar menurut syari’at Islam, dan akhlaq madzmu>mah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syari’at Islam. Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlaq al-madzmu>mah adalah perbuatan atau perkataan yang mungkar, serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at Allah, baik itu perintah maupun larangan Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan fitrah yang sehat.5 Memahami jenis akhlak seperti yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa akhlak yang terpuji, adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syari’at Islam yang diwujudkan dalam tingkah laku untuk beramal, baik dalam bentuk amalan batin seperti dzikir dan do’a, maupun dalam bentuk amalan lahir seperti ibadah dan berinteraksi dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan akhlak yang tercela, adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar ketentuan syari’at ajaran Islam yang diujudkan dalam tingkah laku Ulil Amri Syafri, MA., Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014), cet. II, hlm. 74-75. 5 Kajian Pendidikan Akhlak | 71 tercela. Baik dalam bentuk perbuatan batin seperti hasad, dengki, sombong, takabbur, dan riya, maupun perbuatan lahir seperti berzina, menzalimi orang lain, korupsi dan perbuatanperbuatan buruk lainnya. Akhlak secara terminologi menurut Imam Ghozali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.6 Pendidikan akhlak adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menanamkan nilai-nilai, ataupun norma-norma tentang budi pekerti, sehingga manusia dapat memahami dan mengerti, serta mengamalkan norma-norma tentang budi pekerti itu sendiri. Baik buruknya akhlak ataupun budi pekerti seseorang adalah satu penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh manusia.7 Parameter ukuran baik buruknya perbuatan manusia itu diukur berdasarkan norma-norma agama, ataupun normanorma adat istiadat dari masyarakat itu sendiri. Islam menentukan, bahwa untuk mengukur baik buruknya suatu perbuatan manusia adalah berdasarkan syari’at agama yang bersumber dari wahyu Allah Swt, yaitu Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw. Melaksanakan pendidikan akhlak, adalah bertujuan untuk mewujudkan ketenteraman, keteraturan dan 6 9. Badrudin, Akhlak Tasawuf, (Serang : IAIB Press, 2015), hlm. 7- M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, (Jakarta : Lentera hati, 2012), hlm. 755. 7 72 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Dengan akhlak yang tertanam di dalam diri seseorang, maka orang tersebut tentu akan berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi diriya dan juga bagi masyarakatnya. Dalam ajaran Islam masalah akhlak bukanlah hanya sekedar untuk mewujudkan ketenteraman di tengah-tengah masyarakat, tetapi juga berhubungan dengan kualitas keimanan seorang muslim. Karena akhlak seseorang pasti mempengaruhi tingkah laku. Orang yang tidak memiliki akhlak, maka perbuatan dan tingkah lakunya akan jauh dari sikap terpuji. Maraknya perbuatan maksiat yang oleh masyarakat dinilai sebagai sebuah perbuatan yang lazim, adalah sebuah bukti telah terjadinya krisis akhlak di tengahtengah masyarakat. Akhlak sebagai suatu tatanan nilai, merupakan sebuah pranata sosial yang berdasarkan pada ajaran syari’at Islam. Sedangkan akhlak sebagai sebuah tingkah laku atau tabi’at manusia, adalah merupakan perwujudan sikap hidup manusia yang menjelma menjadi sebuah perbuatan atau tindakan. Untuk menentukan perbuatan dan tindakan manusia itu baik atau buruk, Islam menggunakan parameter syari’at agama Islam yang berdasarkan wahyu Allah Swt. Sedangkan masyarakat umum lainnya ada yang menggunakan normanorma adat istiadat ataupun tatanan nilai masyarakat yang dirumuskan berdasarkan norma akhlak dan moral. Dalam Islam, tatanan nilai yang menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk dirumuskan dalam konsep Kajian Pendidikan Akhlak | 73 akhlakul karimah, yang merupakan suatu konsep yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan sang Maha Pencipta yaitu Allah Swt., dan manusia dengan alam sekitarnya. Secara lebih khusus juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dari keseluruhan konsep akhlak tersebut, dapat diketahui beberapa ruang lingkup dari akhlak. Ruang lingkup akhlak adalah seluruh aspek kehidupan seseorang sebagai individu, yang bersinggungan dengan sesuatu yang ada di luar dirinya. Karena sebagai individu, dia pasti berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya, dan juga berinteraksi dengan berbagai kelompok kehidupan manusia secara sosiologis, dan juga berinteraksi secara methaphisik dengan Allah swt. sebagai pencipta alam semesta. Dengan memperhatikan paparan di atas, pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya tanpa dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu.8 Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka pendidikan akhlak dalam Islam sangat diutamakan. Sehingga Islam sangat mendorong pelaksanaan pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Abdul Khamid, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif Imam Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nashaih al-‘Ibad, POTENSIA : Jurnal 8 Kependidikan Islam , Vol. 5, No. 1, (Januari-Juni 2019), hlm.33. 74 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani B. Urgensi Pendidikan Akhlak Menurut Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas yang dikutip oleh H. Mahmud9 bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya dalam menanamkan sesuatu ke dalam diri manusia. Sesuatu yang dimaksudkan di sini mengacu pada ilmu sebagai isi atau materi pendidikan. Dengan demikian, pandangannya menyebutkan bahwa pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Dalam proses ini mengisyaratkan adanya usaha yang bertahap (berangsur-angsur). Hal ini memang tidak terlepas dalam pendidikan karena mewujudkan manusia yang sesuai dengan yang dicita-citakan. Sehingga dalam pendidikan sangat diperlukan tahapan-tahapan dan tidak bisa sekali jadi. Misi pendidikan pada dasarnya adalah upaya memenuhi berbagai tuntutan kualitas generasi bangsa, yakni tuntutan budaya, sosial, dan perkembangan dari generasi ke generasi berikutnya yang terus berkelanjutan.10 Allâh Swt 9 Op. Cit., hlm. 217. 10 Muhammad Quthb, berpendapat bahwa hakekat pendidikan Islam ialah pembinaan ruhani, pendidikan intelektual dan pembinaan jasmani. Hubungannya dengan pembinaan ruhani, Muhammad Quthb menjelaskan bahwa ruhani adalah pusat eksistensi manusia yang menjadi titik perhatian. Ruhani adalah landasan, tempat dan penuntun kepada kebenaran. Dalam pendidikan intelektual, Quthb menjelaskan bahwa Islam memberi kemungkinan kepada manusia untuk mengetahui hal-hal yang gaib sebesar kemampuannya. Sedangkan dalam pembinaaan jasmani, ia menjelaskan bahwa Islam begitu menghormati jasmani, tidak membiarkannya apa adanya, sebab apabila dibiarkan maka ia tidak menjadi energi yang bermanfaat, melainkan justru merusak eksistensi jasmani itu Kajian Pendidikan Akhlak | 75 telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia untuk kebaikan dunia dan akhirat. Manusia yang mengikutinya merupakan jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.11 Inilah hakekat tujuan pendidikan Islam. Dalam Islam, pendidikan merupakan bagian inheren dari agama itu sendiri. Untuk memenuhi tuntutan beribadah kepada Allâh, seorang muslim dituntut belajar tentang hukum-hukum keagamaan.12 Al-Qur’ân sebagai pedoman hidup manusia mengatur kehidupan dari berbagai aspek mulai dari aspek sosial, ekonomi, ibadah, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam aspek pendidikan, al-Qur’an menegaskan tentang pentingnya menuntut ilmu dan derajat orang yang berilmu,13 tujuan pendidikan,14 metode pengajaran dan pendidikan,15 sampai dengan pentingnya peserta didik dalam dunia pendidikan.16 sendiri. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikan-islam.html (12-4-2013). 11 ‘Abd al-Hamîd al-Shaid al-Zantaniy, Asas al-Tarbiyah alIslâmiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Libiya : Al-Dar al-‘Arabiyyah li al-Kitab, 1984), cet. ke-2, hlm. 5. 12 M. Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’ân, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke-2, hlm. 427. 13 QS. al-Mujâdalah (58) : 11. 14 QS. al-Baqarah (2) : 201. 15 QS. al-Nahl (16) : 125. 16 Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan Islam, dan peserta didik juga termasuk raw material (bahan mentah) di dalam proses transformasi yang disebut pendidikan. Lihat Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), cet. ke8, hlm. 77. 76 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Untuk itu dengan adanya pendidikan akan dapat menjawab segala hal problematika di masyarakat, bahkan pendidikan Islam harus dikenai bidikan dari proyek dekonstruksi-rekonstruksi berkelanjutan yang digagas oleh banyak pemikir muslim kontemporer.17 Dalam kaitan ini menurut Choirul Mahfud,18 relasi pendidikan dengan masyarakat sangat signifikan. Artinya, di dunia pendidikan, masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Untuk itu setiap masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan. Sehingga upaya memberdayakan masyarakat di dunia pendidikan merupakan hal penting untuk kemajuan pendidikan dengan menciptakan hubungan yang sinergis dan harmonis antara keduanya. Dengan memperhatikan paparan di atas, akan nampak urgensi pendidikan Islam dalam ranah kehidupan umat manusia yang berperan positif bagi perkembangan dan kemajuan budaya masyarakat. Hal ini bisa dimaklumi karena pendidikan hadir di tengah-tengah masyarakat memiliki banyak fungsi yang tidak hanya untuk mencerdaskan Syamsu Kurniawan dan Erwin Mahrus, Op.cit., hlm. 16. Lihat M. ‘Âbid al-Jâbiriy, Al-Turâts wa al-Hadatsah: Dirâsat wa Munâqashât, (Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafîy al-‘Arabiy, 1991), hlm. 42. 18 Op. Cit., hlm. 15-16. 17 Kajian Pendidikan Akhlak | 77 kehidupan bangsa an sich, tetapi juga berfungsi sebagai pencerdasan diri, sosial, negara, bangsa, dan bahkan dunia.19 Menurut M. Athiyah al-Abrasyi,20 urgensi pendidikan Islam adalah untuk membentuk budi pekerti atau menjadi manusia yang berakhlak mulia.21 Dalam syari’at Islam bahwa mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam.22 Urgensi pendidikan Islam secara makna diisyaratkan al-Qur’an dalam surat al-Hujura>t ayat 13 yaitu: "Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling 19 Ibid., hlm. 48. Muhammad ‘Atiyah al-Abrasyi, Educational Theory a Quranic Outlook, terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 15. 20 21 ‫الخلق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر وروية‬ ”Akhlak adalah gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pikiran dan pertimbangan.” lihat Ibnu Miskawaih, Tahdzîb al-Akhâk wa Tathhir al-A’ra>q, (Mesir : Al-Mathba’ah al-Mishriyyah. 1934), cet. ke-1, hlm. 40. Menurut A. Tafsi>r sifat ini masih umum (belum spesifik). Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), cet. ke-2, hlm. 46. 22 Iman Al-Ghazali berpendapat bahwa urgensi pendidikan Islam ialah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allâh Swt. Pendidikan Islam bukan sekedar mengisi otak dengan segala macam ilmu yang berorientasi pragmatis, melainkan mendidik akhlak dan jiwa (spiritual), juga mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci berlandaskan iman dan takwa. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikanislam.html (12-4-2013). lebih lanjut lihat Ismail SM, et.al. (editor), Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, 2001), cet. ke-1, hlm. 40. 78 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani kenal mengenal dan menghargai dan sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allâh adalah orang yang paling bertakwa…” (Q.S. al-Hujura>t (49) : 13). Pendidikan merupakan bagian dari tugas kekhalifahan manusia. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan mesti dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab yang mengarah pada kesempurnaan manusia yang berujung pada taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allâh untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.23 Dalam hal ini Islam memberikan pandangan bahwa seseorang bisa mulia karena keimanan dan keilmuannya. Firman Allah Swt: "Allâh akan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan …..” (Q.S. al-Muja>dalah (58) : 11). Tujuan akhir dari akhlak yaitu memutuskan diri kita dari cinta kepada dunia, dan menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah Swt.24 Maka tidak ada lagi sesuatu yang dicintai selain berjumpa dengan dzat Ilahi Rabbi, dan tidak menggunakan semua hartanya kecuali karenanya. Dan rasa bencinya, syahwatnya yang sudah menetap dalam dirinya tidak semena-mena digunakan kecuali karena untuk menuju kepadaNya. Dan itulah apabila akhlak ditimbang melalui Ibid. Lihat Fathiyah Hasan Sulaiman, Madzâhib fî al-Tarbiyah, (Kairo: Ahdah, 1964), hlm. 16. 24 Al-Ghozali, Mengobati penyakit Hati tarjamah Ihya>’ 23 ‘Ulu>muddi>n, dalam Tahdzi>b al-Akhlaq wa Mu’a>laja>t Amra>dh al-Qulu>b, (Bandung : Karisma, 2000), hlm. 31. Kajian Pendidikan Akhlak | 79 timbangan syara' dan akal. Maka kesenangan dan kebahagian jiwa dan kenikmatan ruh adalah tujuan tertinggi dari akhlak. Yaitu cinta kepada Allah dan tidak mencintai dunia, dan tidak ada sesuatu yang dicintai kecuali bertemu dengan-Nya. Dan bertemu dengan Dzat ila>hirabbi adalah kebahagian jiwa. Ini semua berdasarkan penilaian syara' dan akal.25 Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Syaikh Nawawi merupakan sosok mulia dalam penuturannya mengenai Akhlak secara umum. Karena beliau menempatkan kebahagian akhirat sebagai puncak tujuan akhir. Dan beliau juga berpegang kepada dua landasan dalam mendasari segala tindakan yaitu al-Qur’an dan Hadis Nabawi. C. Hakikat Pendidikan Akhlak dalam Islam Orientasi pemahaman pendidikan akhlak Islami diarahkan pada dua hal penting.26 Pertama, mengajak untuk memperbincangkan tujuan hidup manusia. Hal ini dikarenakan dalam tujuan pendidikan pada dasarnya identik dengan tujuan hidup manusia. Kita ketahui pendidikan merupakan suatu alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan Imam Ghazali menerangkan: "Apabila kecenderungan jiwa kepada hikmah dan cinta kepada Allah, ma'rifat kepadanya dan beribadah kepadanya seperti kecenderungan kepada makan dan minum. Maka itu sangat tepat sekali dengan fitrah hati yaitu berkaitan dengan Tuhan. Karena sesungguhnya makanan hati adalah hikmah, ma'rifat dan cinta kepada Allah Swt" 25 26 Lihat dalam tulisan Andewi Suhartini, editor Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung : Angkasa, 2004), cet. ke-1, hlm. 14-15. 80 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Kedua, membahas tentang masalah pendidikan yang berorientasi pada pencapaian kehadiran Allah dalam diri manusia (sa>lik). Hal ini manusia dituntut tidak hanya beragama secara ritual tetapi juga beragama secara spiritual. Agama tidak hanya dipahami sebagai sebuah tuntunan ritual ibadah tetapi merupakan satu kesatuan antara aspek eksoteris dan esoteris secara ideal.27 Orientasi pendidikan spiritual Islam itu berkaitan dengan nilai-nilai ideal Islam yang mengarah pada tujuan pendidikan dalam konteks kemanusiaan mempunyai relasi dengan alam semesta dan kehidupannya.28 Di sisi lain, pada hakekatnya manusia dididik dalam rangka untuk mencapai tujuan hidupnya itu, dan tujuan hidupnya itu ditentukan oleh pandangan hidup setiap 29 manusia. Dalam kontek Qur’ani, manusia diciptakan oleh 27 Kenikmatan dan keindahan dalam beragama tidak hanya bersandar pada aspek rasio, tetapi juga batin. Muhammad Aziz, Suara Muhammadiyah 15/98, 24 Ramadhan – 8 Syawwal 1434 H., hlm. 49. 28 Menurut Hajid ‘Arsyan al-Kailani, secara filosofis Islam menetapkan manusia itu adalah makhluk Allâh yang memiliki multi relasi; ia berhubungan dengan Penciptanya (al-‘Alaqah baina al-Khâliq wa alInsân), dengan alam (al-‘Alaqah baina al-Insân wa al-Kaun), dengan manusia lain (al-‘Alâqah baina al-Insân wa al-Insân), dengan kehidupan (dunia) (al-‘alâqah baina al-Insân wa al-Hayâh), dengan kehidupan akhirat (al-‘Alâqah baina al-Insân wa al-Âkhirah). Lihat Hajid ‘Arsyan al-Kailani, Falsafah al-Tarbiyah al-Islâmiyah, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah Hadi, 1987), hlm. 83. 29 Menurut T.S. Eliot (yang dikutip oleh Du Bois), dalam pendidikan, yang amat penting itu adalah tujuannya diambil dari pandangan hidupnya atau nilai-nilai yang dianut dalam hidup dan Kajian Pendidikan Akhlak | 81 Allah Swt hanya untuk beribadah dan menjadi khalifah-Nya di muka bumi.30 Dalam kaitan ini menurut hemat penulis tujuan pendidikan Islam adalah dalam rangka pengabdian hamba terhadap Tuhannya dengan mengharapkan ridha-Nya dan menjadi hamba saleh yang selalu dekat dengan-Nya. Dalam kaitan ini, hakekat pendidikan akhlak dalam Islam mencakup usaha membangun dan mewariskan nilai-nilai Islami yang akan menjadi penolong dan penuntun umat dalam menjalani kehidupannya. Dan menjadi pengarah dalam memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Oleh karena itu tanpa pendidikan umat manusia akan stagnan dan statis, bahkan manusia sekarang tidak ada bedanya dengan manusia lampau dalam perkembangan kebudayaannya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa maju mundurnya peradaban suatu bangsa akan ditentukan bagaimana pendidikan dan akhlak yang dijalaninya dalam kehidupan.31 kehidupannya. Lihat Nelsen F. Du Bois, Educational Psichology and Instructional Decision, (Homewood Illionis: The Dorsey Press, 1979), hlm. 14. Lihat pula dalam Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), hlm. 35. 30 Perhatikan dalam QS. al-Dza>riya>t (51) : 56, dan QS. al-Baqarah (2) : 21 & 30. 31 Hakekat pendidikan dalam perspektif Imâm al-Ghazali (dikutip oleh Abdul Munif dan Abdurrahman Assegaf) adalah mengedepankan kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela, karena ilmu merupakan ibadahnya hati, shalat yang bersifat rahasia dan sarana pendekatan batin kepada Allâh. Abdul Munif, “Pemikiran Pendidikan Islam Klasik”. Dalam Abdurrahman Assegaf. Pendidikan Islam di Indonesia. (Yogyakarta: SUKA-Press. 2007), hlm. 16-17. Lihat juga Syamsul 82 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Pendidikan spiritual Islam mengarah pada perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah. Oleh karena itu Islam memandang, kegiatan pendidikan merupakan satu-kesatuan (integral) yang melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Ia harus berjalan harmoni dan seimbang serta menjadi tanggung jawab manusia secara keseluruhan dalam melahirkan kehidupan yang sehat, bersih dan benar (Islami). Pendidikan Islam yang memiliki tujuan besar dan universal ini, bukan berlangsung temporal, tapi dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas-batas tertentu, terhitung sampai dunia ini berakhir. Pendidikan yang memiliki makna demikian ini adalah menjadi tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan. Adapun karakteristik Pendidikan Akhlak Islam mempunyai ciri khas sya>mil-ka>mil-mutakammil (sistem yang integral, sempurna dan menyempurnakan) yang terintegrasi antara ilmu dan amal, serta antara aspek lahir dan batin. Selain itu, berdimensi manusiawi dengan paket pembinaan akhlak yang bertahap dan tawa>zun, yakni penuh keseimbangan dalam segala sisi kehidupannya baik hubungan vertikal maupun hubungan horizontal. Oleh karena itu suatu keniscayaan untuk mendidik individu agar terbiasa menjalankan adab-adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikhis yang mulia dengan bersumber pada ‘aqi>dah Isla>miyah yang abadi, dan perasaan Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. ke-1, hlm. 89. Kajian Pendidikan Akhlak | 83 keimanan yang mendalam, agar di dalam masyarakat nanti ia bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana. Tujuan pendidikan modern banyak yang diarahkan menuju material dan rasa cinta terhadap pekerjaan dan produksi dengan mengesampingkan nilai-nilai dan normanorma kemasyarakatan. Sehingga madrasah-madrasah modern telah nampak mengalami kemerosotan mutu pada setiap skala dalam dua dimensi, yaitu dimensi syar’iyyah dan dimensi ‘ilmiyyah paedagogis. Ini artinya, madrasah-madrasah itu bukan sekedar tidak Islami tapi juga tidak mampu berfungsi sebagai salah satu sarana pendidikan.32 Selayaknya aktivitas pendidikan Islam itu berupaya untuk menghasilkan perwujudan manusia yang bermanfaat (khair al-nâs anfa’uhum li al-nâs) bagi dirinya dan masyarakatnya serta senantiasa mengamalkan dan mengimplementasikan ajaran Islam. Oleh karenanya keserasian dalam memenuhi kepentingan duniawi dan ukhrawi sangat dipentingkan dalam mencapai orientasi pendidikan spiritual Islam. 32 Karena problem serius inilah umat Islam perlu segera mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu pendidikan dan pembinaan Islam yang dilaksanakan dalam konteks kehidupan modern. Untuk mengatur kembali iptek dan menggunakannya bagi manfaat manusia dan kehidupan secara luas, dan yang lebih penting lagi, untuk mengembalikan penghambaan manusia hanya kepada Allâh semata. Lihat Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 31. 84 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Pendidikan masyarakat modern dalam implementasinya banyak yang sudah jauh dari hakekat pendidikan Islam. Pendidikan modern memang melibatkan sarana alat canggih namun dari pendidikan modern ini kita tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan ruhani. Fenomena-fenomena yang kita temukan adalah penindasan antar manusia, tawuran antar sekolah, pertumpahan darah, dan merosotnya moral. Karena problem serius inilah umat Islam perlu segera mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu pendidikan dan pembinaan Islami yang dilaksanakan dalam konteks kehidupan modern. Untuk mengatur kembali iptek dan menggunakannya bagi kemanfaatan umat manusia dan kehidupan secara luas, dan yang lebih penting lagi, untuk mengembalikan penghambaan manusia hanya kepada Allâh semata. Salah satu keutamaan Islam bagi umat manusia adalah adanya sistem yang paripurna dan konsisten di dalam membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia dari kegelapan syirik, kebodohan, dan kesesatan menuju cahaya tauhîd, ilmu, dan hidayah.33 “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allâh, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allâh menunjuki orangorang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allâh mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (QS. al-Ma>idah (5) : 15-16). 33 Kajian Pendidikan Akhlak | 85 Oleh karena itu orientasi pendidikan dalam Islam berkaitan dengan unsur akhlak34 dan spiritualitas. Untuk itu selayaknya pengajaran Ilmu Pendidikan Islam dilakukan secara seimbang antara aspek esoteris dengan aspek eksoteris. Karena tanpa ada pengajaran yang seimbang dengan aspek esoteris, anak didik kurang menghayati makna ajaran Islam.35 Akar kata ”akhlak” dari Akhlaqa-yukhliqu-ikhla>qan mengandung makna perangai, kelakuan, tabi’at, watak dasar, kebiasaan (adat), fitrah (naluri atau pembawaan), al-muru>’ah (keprawiraan, kejantanan, dan kekesatriaan), kepatutan atau pantas, dan al-dîn. Lihat Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, (Beirut : Al-Maktabah al-Katulikiyah, tth.), hlm. 19; Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka. 1991), hlm. 19; lihat pula A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir ArabIndonesia, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), edisi II, cet. ke-14, hlm. 363-364. Ima>m al-Ghazaliy menyebutkan : 34 ‫الخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة ويسر من‬ ‫غير حاجة إلى فكر ورؤية‬ ”Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan” Imâm Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulum al-dîn, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.), jilid 3, hlm. 56. Menurut Ahmad Amîn : ‫الخلق عادة اإلرادة‬ ”Khuluq (akhlak) adalah membiasakan kehendak.” Ahmad Amin, Al-Akhlâq, terj. K.H. Farid Ma’rûf, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang. 1993), cet. ke-7, hlm. 62. Dari berbagai definisi di atas, definisi yang disampaikan oleh Ahmad Amin lebih jelas menampakkan unsur yang mendorong terjadinya akhlak yaitu kebiasaan dan iradah (kehendak). 35 Dalam tataran praktis, pengajaran Tauhîd misalnya, lebih banyak dikemukakan argumen tentang adanya Tuhan, dan kurang diajarkan tentang makna kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia. Makna kehadiran Tuhan merupakan aspek esoteris. Untuk itu, apa pun bidang kajian yang ditempuh sebaiknya tidak berhenti pada aspek eksoteris, tetapi selalu berusaha menyelami makna yang terkandung dalam suatu ajaran, sehingga pemahaman Islam menjadi lebih komprehensif, universal, dan 86 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Dalam hal ini antara kekuatan akal dan hati mesti ada keserasian yang mapan, akal untuk berfikir dari sesuatu yang nyata, sedangkan hati untuk mengiyakan dari sesuatu yang tidak nyata (ghaib). Seseorang yang hanya mementingkan rasio nanti pada akhirnya tidak tercapai kepuasan, dan seseorang yang hanya mementingkan hati menimbulkan kebekuan dan bisa jadi keterbelakangan dalam hal keduniaan. Sebagai agama yang sejalan dengan fitrah manusia, maka tujuan hidup manusia menurut Islam adalah kebahagiaan dalam dua dimensi, di dunia dan di akhirat. Hal ini merupakan orientasi tujuan utama pendidikan spiritual Islam.36 Orientasi hakikat pendidikan akhlak Islam berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan kepribadian yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk kebaikan hidup manusia.37 Allâh berfirman dalam surat al-Hajj ayat 77 yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah utuh. Dengan kurangnya pengajaran aspek esoteris dalam pembelajaran yang selama ini berkembang, berarti nilai-nilai pendidikan Islam masih kurang sempurna. Lihat Sudirman Tebba, Tasawuf Positif: Manfaat Tasawuf dalam Kehidupan Sehari-hari, (Ciputat: Pustaka Irvan, 2008), cet. ke-2, hlm. 147. 36 M. Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke-2, hlm. 447. 37 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 15. Kajian Pendidikan Akhlak | 87 Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” Dalam hal ini terkandung inspirasi, Akhlak pendidikan Islami berdasarkan nilai-nilai tauhi>d, dalam arti sesuai dengan ketentuan Ila>hiyyah yang memberikan tuntunan-tuntunan Akhlak Islami. Oleh karenanya tauhi>d adalah esensi dan dasar amaliah (sesuai dengan ketentuan Allah) yang memberikan identitas dan mengikat semua unsur yang tidak terlepas dari prinsip-prinsip Qur’ani dan Sunnah Rasulullah sebagai sumbernya.38 Kesempurnaan sistem Islam tersebut terlihat pula dalam sistem pendidikan Rasûlullâh dalam mendidik para shahabatnya yang telah menghasilkan generasi yang tak ada duanya. Generasi yang disebut-sebut sebagai generasi terbaik yang pernah muncul di muka bumi ini. Tak ada yang mampu menandinginya baik sebelum dan sesudah generasi shahabat tersebut. Namun bukan berarti sepeninggal Rasûlullâh, kita tak akan merasakan dan tak mampu melaksanakan pendidikan Islam. Sebab beliau telah meninggalkan dua kitab rujukan yang dapat kita pakai acuan dalam mendidik manusia yakni alQur’ân dan al-Sunnah.39 38 Ibid., hlm. 12. Lihat dalam paparan Isma’il Raji al-Faruqi, Tauhîd: Its Implications for Thought and Life , (ttp. : The International of Islamic Thought. 1982), hlm. 18. 39 http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/urgensipendidikan-dalam-membina-muslim.html (diakses 12-4-2013). lihat paparan Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia. 1986), cet. ke-1, hlm. 17-19. 88 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Menurut Komaruddin Hidayat sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata bahwa orientasi atau tujuan pendidikan spiritual Islam (sufisme Islam) mempunyai tiga tujuan, yaitu : (1) Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual; (2) Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun non-Islam, khususnya terhadap masyarakat Barat; dan (3) Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam merupakan jantung ajaran Islam. sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain dalam ajaran Islam. Inti sari pendidikan akhlak Islami bertujuan memperoleh hubungan langsung (secara sadar) dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadhirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan sementara.40 Orientasi konsep pendidikan spiritual Islam bertujuan menumbuhkan keseimbangan pada kepribadian manusia, yang mengarah pada perwujudan penyerahan mutlak kepada Allâh, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya. 40 Sikap dan pandangan sufistik ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang gersang. Lihat Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 294295. Kajian Pendidikan Akhlak | 89 Spiritualitas ihsân sebagai salah satu pilar penting dari ajaran Islam mengajarkan kebaikan.41 Spiritualitas ihsân ini memberikan keteduhan jiwa bagi manusia yang tengah kehausan ruhani akibat mengalami banyak problem kejiwaan dalam kehidupannya. Oleh karena itu kegiatan hidup ini seharusnya diarahkan pada keseimbangan duniawi dan ukhrawi dengan kepentingan akhirnya untuk kebaikan akhirat dan mencapai ridha Allah Swt. Lihat pada kajian sajian utama dalam Suara Muhammadiya, 15 / 98, 1-15 Agustus 2013, hlm. 9. Aspek terpenting dalam kehidupan keberagamaan adalah unsur spiritualitas ihsân dengan tiga model pendekatan, yaitu pendekatan bayâniy dan burhâniy yang bersumber pada nalar, serta pendekatan ‘irfâni yang bersumber pada hati. Pendekatan ‘irfâni merupakan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalaman batin, dzawq, qalb, wijdân, bashîrah dan intuisi. Salah satu metode yang dipergunakan adalah manhaj kasyfi yang didapat dari riya>dhah dan muja>hadah. Muhammad Aziz, Suara Muhammadiyah 15/98, 1 – 15 Agustus 2013 / 24 Ramadhan – 8 Syawwâl 1434 H., hlm. 49. 41 90 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani BAB IV PENAFSIRAN SYAIKH NAWAWI TENTANG AYAT-AYAT PENDIDIKAN AKHLAK A. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Akhlak Menuntut Ilmu 1. Q.S. Al-Muja>dalah ayat 11 ‫َّللا‬ ٰ َّ ‫ِس َفا ْف َسح ُْوا َيف َس ُح‬ ِ ‫َيأ َ ُي َها الَ ِذي َْن آ َم ُن ْو ا َِذا قِ ْي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح ُْوا فِى ال َم َجا ل‬ ‫لَ ُك ْم‬ “Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu “berlapang-lapanglah dalam majlis” maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu” 2. Q.S. Al-Kahfi ayat 60 ‫ْن اَ ْو اَمْ ضِ َي‬ ِ ‫َوا ِْذ َقا َل مُو َسى لِ َف َتاهُ ََل اَب َْر ُح َح ٰتى أَ ْبلُغَ َمجْ َم َع ال َبحْ َري‬ ‫ُحقُوبًا‬ “Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya “aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun” 3. Q.S. Al-Kahfi ayat 69 َّ ‫َقا َل َس َت ِج ُدنِيْ إنْ َشا َء‬ ‫ك أَ ْمرً ا‬ َ َ‫صابِرً ا َو ََل اَ ْمصِ ى ل‬ َ ُ‫َّللا‬ “Musa berkata: Insyaallah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusanpun” 4. Q.S. Al-Kahfi ayat 70 َ ‫َقا َل َفإِ ِن ا َّت َبعْ َتنِى َف ََل َتسْ َئ ْل ِنى َعنْ َشيْ ٍء َح َّتى أُحْ ِد‬ ‫ك ِم ْن ُه ذ ِْكرً ا‬ َ َ‫ث ل‬ 91 92 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani “Dia berkata:”jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu” 5. Q.S. Al-Kahfi ayat 73 ُ ‫قا َ َل ََل ُتؤاَخ ِْذنِيْ ِب َما َنسِ ي‬ ‫ى عُسْ رً ا‬ ِ ‫ْت َو ََل ُترْ ِه ْقنِيْ مِنْ أَمْ ِر‬ “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku” 6. Q.S. Al-Kahfi ayat 75 ‫صبْرً ا‬ َ ‫ِي‬ َ ‫ك لَنْ َتسْ َتت َِع َمع‬ َ ‫ك إ َّن‬ َ َّ‫َقا َل أَلَ ْم أَقُ ْل ل‬ “Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku’.” 7. Q.S. Al-Kahfi ayat 78 ُ ‫َقا َل ٰه َذا ف َِر‬ ‫صبْرً ا‬ َ ‫ك َسأ ُ َن ِّب ُئ َك ِبتأْ ِو ِل َما لَ ْم َتس َتعْ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫اق َب ْينِيْ َو َب ْين‬ “Khidir berkata: “inilah perpisahan antara aku dengan kamu, kelak akan keberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya” 8. Q.S. An-Nahl ayat 43 َ‫ك ا‬ ‫إَل ِرجا َ ًَل ُّن ْوحِي إِلي ِْه ْم َفسْ َئلُ ْوا أهْ َل الذ ِْك ِر إنْ ُك ْن ُت ْم‬ َ ِ‫َو َمآ أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل‬ ‫ََل َتعْ لَم ُْو َن‬ “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang (laki-laki) yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 93 yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” 9. Q.S. Al-‘Ankabu>t ayat 69 َّ َّ‫َوالَ ِذي َْن َجا َهد ُْوا َف ْي َنا لَ َن ْه ِد َي َّن ُه ْم ُس ُب َل َنا َوإِن‬ ‫َّللا لَ َم َع المُحْ سِ نِي َْن‬ “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) kami, benar-benar akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” 10. Q.S. Luqma>n ayat 18 ُّ‫َّللا ََل ُيحِب‬ َ ‫صعِّرْ َخ َّد‬ َ ‫َو ََل ُت‬ ِ ْ‫ْش فِى األَر‬ َ َّ َّ‫ض َم َرحً ا إن‬ ِ ‫اس َو ََل َتم‬ ِ ‫ك لِل َّن‬ ‫ُك ُّل م ُْخ َتا ٍل َف ُخ ْو ٍر‬ “Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” 11. Q.S. Al-Insyira>h ayat 7 ْ‫صب‬ َ ‫َفإِ َذا َف َر ْغتَ َفا ْن‬ “Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain” B. Penafsiran Syaikh Nawawi terhadap Ayat-ayat Akhlak Menuntut Ilmu 1. Q.S. Al-Mujadalah ayat 11 (‫ِس َفا ْف َسح ُْوا‬ ِ ‫) َيأ َ ُي َها الَ ِذي َْن آ َم ُن ْو ِا َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح ُْوا فِى ال َم َجا ل‬ ‫‪94 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani‬‬ ‫َّللا َل ُك ْم) فى كل‬ ‫فس ُح َّ ٰ‬ ‫اي إذا قيل لكم لتوسع بعضكم عن بعض فتوسعوا ( َي َ‬ ‫ما تريدون التواسع فيه من المكان والرزق والصدر والقبر والجنة وهذه‬ ‫األية تدل على أن كل من واسع على عبادَّللا ابواب الخير والراحة وسع َّللا‬ ‫عليه خيرت الدنيا واألخرة والمراد من هذا التواسع ايصال الخير الى‬ ‫المسلم وادخل السرور فى قلبه و قرأ الحسن وداودبن أبى هند تفاسحوا‬ ‫وقرأ عاصم فى المجالس بصيغة الجمع ألن لكل جالس موضع جاوس‬ ‫على حدة والباقون فى المجالس بالتواحيد على أن المراد به الجنس وقرئ‬ ‫فى المجالس بفتح الَلم قيل نزلت هذه األية نفر من اهل البدر منهم ثابت‬ ‫بن قيس بن شماس جاءوا إلى النبي صلى َّللا عليه وسلم وكان النبي جالسا‬ ‫فى صفة صفية يوم الجمعة فلم يجدوا مكانا يجلسون فيه فقاموا على رأس‬ ‫المجلس فقال النبي صلى َّللا عليه وسلم لمن لم يكن من اهل البدر يا فَلن‬ ‫قم من مكانك ليجلس فيه من كان من اهل بدروكان النبي صلى َّللا عليه‬ ‫وسلم يكرم اهل بدر من المهاجرين واألنصار فعرف النبي صلى َّللا عليه‬ ‫وسلم الكراهيتوا لمن أقامة من المجلس فأنزل َّللا فيهم هذه األية يوم الجمعة‬ ‫وروي عن ابن عباس أنه قال نزلت هذه األية فى ثابت بن قيس شماس‬ ‫وذالك أنه دخل المسجد وقد أخذ القوم مجالسهم وكان يريد القرب من‬ ‫رسول َّللا صلى َّللا عليه وسلم للوقرالذى كان فى أذانيه فوسعوا له حتى‬ ‫قرب منه صلى َّللا عليه وسلم ثم ضايقه بعضهم و جرى بينه و بينهم كَلم‬ ‫وذكر للرسول محبة القرب منه ليسمع منه وان فَلنا لم يفسح له فأمر القوم‬ ‫بأن يواسعوا وَل يقوم أحد ألحد فنزلت هذه األية ‪ ،‬مسئلة إذا أمر إنسان‬ ‫إنسانا ان يبكر إلى الجميع فيأخذله مكانا يقعد فيه َل يكره فإذا جاء األمر‬ ‫يقوم من المواضع أما إذا أرسل سجادة لتفرش له فى المسجد حتى يحضر‬ ‫‪1‬‬ ‫هو فيجلس عليها فذالك حرام لما فيه من تحجير المسجد بَل فائدة‬ ‫‪Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir an-Nawawi,‬‬ ‫‪jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 359-360.‬‬ ‫‪1‬‬ Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 95 Terjemahan : (Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu “berlapang-lapanglah dalam majlis” maka lapangkanlah) yakni apabila dikatakan kepadamu agar kamu memberikan tempat dengan melapangkan sebagian kamu atas sebagian yang lainnya dalam suatu majlis, maka berlapang-lapanglah, (niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu) dalam segala urusan yang kamu kehendaki keluasan padanya, menyangkut tempat, rezeki, dada, kubur, dan surga. Dapat disimpulkan dari makna ayat ini bahwa setiap orang yang memberikan kelapangan kepada sesama hamba Allah mengenai pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, maka Allah akan membukakan baginya kebaikan dunia dan akhirat. Termasuk ke-dalam pengertian memberikan keluasan adalah menyampaikan kebaikan kepada orang muslim dan memasukkan kegembiraan ke-dalam hatinya. Al-Hasan dan Dawud ibnu Abu Hindun membacanya Tafâsahû, ‘Ashim membacanya dalam bentuk jamak pada Majâlis, karena setiap orang yang duduk mempunyai tempat yang tersendiri baginya. Sedangkan ulama yang lain membacanya Fil Majlis dalam bentuk tunggal, karena yang dimaksud adalah isim jenis. Ada pula yang membacanya Fil Majlas dengan lam di-fathah-kan. Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari ahli Badar, diantaranya adalah Tsabit ibnu Qois ibnu Syammâs. Mereka datang kepada Nabi Saw, ketika Nabi Saw beliau 96 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani sedang duduk di Shaf Siti Shafiyyah pada hari Jum’at, lalu mereka tidak menemukan tempat duduk untuk duduk mereka, akhirnya mereka hanya bisa berdiri di depan majlis. Maka Nabi Saw bersabda kepada orang-orang yang bukan dari kalangan ahli Badar: ‫ان مِنْ أَهْ ِل َب ْد ٍر‬ َ ‫س فِ ْي ِه َمنْ َك‬ َ ِ‫ياَفُ ََلنُ قُ ْم و يا َ فُ ََلنُ قُ ْم مِنْ َم َكان َِك لِ َيجْ ل‬ “Wahai Fulan berdirilah! Wahai Fulan berdirilah! dari tempatmu, agar orang dari kalangan ahli Badar bisa duduk ditempatmu” Nabi Saw selalu menghormati ahli Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshor, namun Nabi Saw mengetahui bahwa orang-orang yang beliau suruh untuk berdiri merasa keberatan, sehingga Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan mereka pada hari Jum’at. Selain itu, telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang telah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Tsabit Ibnu Qais Ibnu Syammas. Hal itu karena dia memasuki masjid, sedangkan kaum telah menduduki tempatnya masing-masing. Dia bermaksud untuk mengambil tempat di dekat Rasulullah Saw karena dia ingin mendengarkan sesuatu dari Nabi Saw. Maka mereka memberikan kelapangan baginya hingga ia dapat berada di dekat Nabi Saw, kemudian ada sebagian kaum yang tidak memberinya tempat duduk, lalu terjadilah perang mulut antara dia dan mereka. Dia mengemukakan alasannya bahwa ia ingin berada di dekat Rasul untutk mendengarkan sesuatu darinya dan ia sangat menyukai hal itu. Lalu, disampaikan kepada Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 97 beliau bahwa si Fulan tidak memberikan tempat baginya, sehingga Nabi memerintahkan kepada kaum untuk memberikan tempat, akan tetapi tiada seorang pun yang mau berdiri memberikan tempat bagi orang lain, lalu turunlah ayat ini. Sebuah masalah: apabila seseorang menyuruh orang suruhannya agar pergi ke masjid secara dini lalu mengambil suatu tempat duduk yang kelak tempat itu untuk orang yang menyuruhnya, apabila orang yang menyuruhnya tiba, maka ia berdiri dari tempat itu agar diduduki oleh orang yang menyuruhnya, maka hukumnya tidak makruh. Adapun jika dia mengirimkan sajadah untuk digelarkan di masjid pada suatu tempat sampai ia datang lalu duduk di atasnya, maka yang demikian itu haram hukumnya, karena membatasi tempat di masjid tanpa manfaat.2 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan akhlak menuntut ilmu adalah bahwa setiap penuntut ilmu harus mempunyai akhlak ketika berada di majlis ilmu misalkan berlapang-lapang dalam majlis, memberi tempat duduk kepada penuntut ilmu yang lain atau kepada orang yang dihormati dan orang-orang lemah. Sesungguhnya orang yang memberi kelapangan kepada orang lain, maka akan diberi kelapangan oleh Allah, dan orang yang memberi tempat duduk kepada 2 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 6, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), hlm.323-325. 98 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani orang lain, maka dia akan mendapat kebaikan dari Allah Swt, seperti dalam hal belajar misalnya diberi kemudahan untuk memahami ilmu. 2. Q.S. Al-Kahfi ayat 60 ‫(وا ِْذ َقا َل) اي واذكرحين قال (مُو َسى لِ َف َتاهُ) يوشع بن نون بن افرايم بن يوسف‬ َ ‫عليه السَلم وكان يوشع من اشراف بنى اسرائيل وإنما سمي فتى موسى عليه‬ ‫السَلم ألنه كان يخذمه وكان موسى عليه السَلم وقع فى قلبه ان ليس فى األرض‬ ‫احد أعلم منى فقال َّللا يا موسى ان لى فى األرض عبدا أعبدلى منك وأعلم وهو‬ ‫الخضر فقال موسى يا رب دلني عليه فقال َّللا له خذ سمكا مالحا وامض على‬ ‫شاطئ البحر حتى تلقى صخرة عندها عين الحياة فانضح على السمكة منها حتى‬ ‫تحيا السمكة فثم تلقى الخضر فأخذ حوتا فجعله فى مكتل فقال لفتاه إذا فقدت‬ ‫الحوت فاخبرني فذهب يمشيان ( ََل اَب َْر ُح) اي َل أزال سائرا ( َح ٰتى أَ ْبلُغَ َمجْ َم َع‬ ‫ْن) اي ملتقى بحرفارس وروم مما يلى المشرق (اَ ْو اَ ْمضِ َي ُحقُوبًا) او اسير‬ ِ ‫ال َبحْ َري‬ 3 ‫زمانا طويَل اتيقن معه فوات الطلب او اسير ثمانين سنة‬ Terjemahan: (Dan ingatlah ketika berkata) yakni ingatlah ketika (Musa kepada muridnya) yaitu Yusya’ ibnu Nun ibnu Ifrayim ibnu Yusuf As. Yusya adalah salah seorang pemuka kaum Bani Israil yang dihormati. Dia disebutkan Fatâ karena dia selalu melayaninya dan menjadi pembantunya. Kisahnya bermula ketika dalam hati Musa terbetik suatu perasaan bahwa tiada seorang pun yang lebih ‘alim daripada dirinya. Maka Allah berfirman, “Hai Musa, sesungguhnya Aku di bumi ini mempunyai seorang hamba yang lebih banyak beribadah kepada ku, dan lebih alim Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 502-503. 3 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 99 daripada kamu, dia adalah Khidir.” Musa bertanya, “Wahai Tuhanku, tunjukkanlah tempat tinggalnya kepadaku.” Allah berfirman kepadanya, “Ambilah ikan yang telah diasin kemudian telusurilah pantai laut ini hingga engkau menjumpai sebuah batu besar yang di dekatnya terdapat sebuah mata air yaitu Tirta Kehidupan. Lalu, ikan asin itu terkena cipratan air dari mata air tersebut, maka dengan serta merta ikan itu menjadi hidup, dan di tempat itulah kamu akan bersua dengan Khidir.” Lalu, Musa mengambil ikan asin dan meletakkannya di sebuah keranjang, dan Musa berkata kepada muridnya, “Apabila ikan ini hilang, maka beritahukanlah kepadaku,” selanjutnya keduanya pergi dengan berjalan kaki menelusuri pantai laut itu. (Aku tidak akan berhenti) yakni aku tidak akan berhenti dari langkahku ini, (sebelum sampai ke pertemuan dua lautan) yakni tempat bertemunya Laut Persia dan Laut Romawi yang ada di sisi belahan timur, (atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun) atau aku berjalan terus dalam waktu yang cukup lama sampai aku merasa yakin kehilangan sesuatu yang dicari, atau aku akan berjalan selama delapan puluh tahun.4 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu adalah semangat dalam menuntut Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), hlm. 6224 623. 100 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani ilmu yakni seorang penuntut ilmu harus siap melakukan perjalanan yang jauh untuk menuntut ilmu dan harus kuat menanggung segala kesulitan yang berhubungan dengan menuntut ilmu, seperti halnya nabi Musa As yang rela berjalan dengan jarak yang jauh dalam rangka menemui nabi Khidir As untuk menuntut ilmu, hal ini menunjukan bahwa antusiasme nabi Musa As dalam menuntut ilmu itu sangat besar. 3. Q.S. Al-Kahfi ayat 69 َّ ‫ج ُدنِيْ إنْ َشا َء‬ ) ً‫ك أَمْ ر‬ َ َ‫ص ِابرً ا َو ََل اَ ْمصِ ى ل‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫(قال) له موسى ( َس َت‬ ‫عطف على صابرا على أرى منك وغير مخالف‬ 5 ‫ألمرك‬ Terjemahan : (Musa Berkata) kepada Khidir (“Insyaallah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusanpun”) lafal ini di-athaf-kan kepada Shâbiran, yakni engkau akan mendapati aku seorang yang sabar terhadap segala hal yang kulihat darimu dan tidak akan menentang perintahmu.6 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu yaitu penuntut ilmu harus mematuhi perintah dan aturan dari gurunya, selama tidak Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm.504. 6 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm. 627. 5 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 101 memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah Swt, seperti nabi Musa As yang mendapatkan peraturan yang ketat saat menuntut ilmu kepada nabi Khidir As, yakni tidak boleh bertanya tentang apa saja yang dilakukan oleh nabi Khidir As sampai nabi Khidir As sendiri yang akan menjelaskannya. 4. Q.S. Al-Kahfi ayat 70 ‫(قال) له الخضر ( َفإِ ِن ا َّت َبعْ َتنِى) اي صحبتني ( َف ََل َتسْ َئ ْلنِى َعنْ َشيْ ءٍ) تشاهده من‬ َ ‫الظاهر(ح َّتى أُحْ ِد‬ ‫ك ِم ْن ُه ذ ِْكرً ا) اي حتى أبتدئ‬ ‫افعلى ولو منكرايحسب علمك‬ َ َ‫ث ل‬ َ ‫بأ خبرك ببيان ذالك الشيء وقرأ ابن عامرا فَل تسألن بانون الثقلة و بغير ياء‬ ‫وروي عنه تسألنى مثقلة مع الياء و هي قرأة نافع و قرأ بقى السبعة بالسكون‬ ‫الَلم وتخفيف النون وقرأ أبو جعفر هنا تسلن بالفتح السين و الَلم و تشديد‬ 7 ‫النون من غير همز‬ Terjemahan : (Khidir berkata) kepada Musa (Jika engkau mengikutiku) yakni tetap bersikeras menemaniku (maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang apa pun) yang kamu saksikan dari perbuatan-perbuatanku nanti sekalipun hal itu kamu ingkari menurut ilmu lahiriahmu. (Sampai aku menerangkannya kepadamu) yakni sampai aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu. Ibnu ‘Amir membacanya dengan memakai Nun yang ditasydid-kan menjadi Tas’alanni tanpa memakai Ya, sebagaimana Qiraat Nafi’. Ulama Qiraat Sab’ah yang lainnya membacanya dengan men-sukun-kan Lam dan meringankan Nun. Abu Ja’far dalam ayat ini membacanya dengan Sin dan Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 504. 7 102 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Lam yang di-fathah-kan kedua-duanya disertai dengan Nun yang di-tasydid-kan tanpa Hamzah menjadi tas’alanni.8 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu yaitu menyenangkan hati guru, salah satunya adalah seorang penuntut ilmu tidak banyak bertanya yang berlebihan sehingga akan merepotkan guru, atau bertanya dengan niat untuk merendahkan guru. 5. Q.S. Al-Kahfi ayat 73 َ ‫(قال) موسى‬ ُ ‫(َل ُتؤاَخ ِْذنِيْ ِب َما َنسِ ي‬ ‫ْت) اي بما تركت من وصيتك أول مرة او هذا‬ ‫من التورية وايهام خَلف المراد فيتقى موسى بها الكذب مع التوصل إلى‬ ‫الغرض وهو بسط عذره فى اإلنكار فالمراد بما نسيه شيء أخر غير الوصية‬ ‫ى عُسْ رً ا) اي َل تكلفني مشقة في أمر‬ َ ‫لكنه أو انها المنسية‬ ِ ‫(و ََل ُترْ ِه ْقنِيْ ِمنْ أَمْ ِر‬ 9 ‫صحبني إياك فقبل الخضر عذر موسى فخرج من السفينة‬ (Musa berkata) kepada Khidir (Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku) yakni Terjemahan : karena kelupaanku kepada pesanmu yang sebelumnya. Atau ungkapan ini termasuk kata sindiran yang memberikan pengertian seakan-akan bertentangan dengan yang dimaksud, sehingga Musa terhindar dari dusta tetapi ungkapan yang digunakan sampai kepada tujuan, yaitu menerangkan alasan keingkarannya. Yang dimaksud dengan apa yang dilupakan Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm.6278 628 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 504. 9 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 103 oleh Musa adalah sesuatu yang lain bukan pesan tersebut akan tetapi diungkapkannya seakan-akan wasiat itulah yang dilupakannya. (Dan janganlah engkau bebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku) yakni janganlah engkau membebaniku dengan kesulitan dalam urusanku menemanimu. Khidir menerima alasan Musa dan permintaan maafnya. Kemudian keduanya keluar dari perahu itu.10 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu adalah belajar untuk bersabar yakni seorang yang menuntut ilmu itu harus melatih kesabarannya. Jika tidak memahami sesuatu saat belajar maka harus bersabar untuk mencari kejelasan, sampai guru mengijinkan untuk bertanya tentang ketidakjelasan tersebut. 6. Q.S. Al-Kahfi ayat 75 ‫ك) يا موسى زاد الخضر لك هن تقريعا لموسى وتحامَل‬ َ َّ‫(قال) االخضر(أَلَ ْم أَقُ ْل ل‬ ‫صبْرً ) قيل ان يشيع كان يقول لموسى يا نبي َّللا‬ َ ‫ِي‬ َ ‫ك لَنْ َتسْ َتت َِع َمع‬ َ ‫فى الخطأ (إ َّن‬ 11 ‫اذكر العهد الذي أنت عليه‬ Terjemahan : (Khidir berkata) kepada Musa As (Bukankah sudah kukatakan kepadamu) wahai Musa, dalam ungkapan ini Khidir memakai Laka sebagai teguran kepada Musa dan memojokakannya (bahwa sesungguhnya kamu tidak akan mampu sabar bersamaku) menurut suatu pendapat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm. 629. 11 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 504. 10 104 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani disebutkan bahwa Yusya’ mengatakan kepada Musa, “Wahai Nabi Allah, ingatlah janjimu”.12 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu adalah kesabaran, penuntut ilmu harus bisa bersabar dalam mentaati peraturan dari sang guru, karena kesabaran adalah kunci keberhasilan ilmu, dan mentaati guru adalah kunci keberkahan ilmu selama guru tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah. Ketidaksabaran nabi Musa As yang menjadikan nya gagal untuk menuntut ilmu kepada nabi Khidir As. 7. Q.S. Al-Kahfi ayat 78 ُ ‫(ه َذا ف َِر‬ ٰ ‫( َقا َل) له الخضر‬ ‫ك) اي هذا اإلنكارعلى ترك األجر سبب‬ َ ِ‫اق َب ْينِيْ َو َب ْين‬ ‫صبْرً ا) السين لتأكيد‬ َ ‫ك ِبتأْ ِو ِل َما لَ ْم َتس َتعْ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫فراق حصل بيني و بينك ( َسأ ُ َن ِّب ُئ‬ ‫َل لإلستقبال لعدم تراخى التنبئة اي اظهر لك بيان وجه مالم تصبر عليه اي‬ 13 ‫حكمة هذه األ مور الثَلثة قبل فراقي لك‬ Terjemahan : (Khidir berkata) kepada Musa (inilah perpisahan antara aku dengan kamu) yakni protesmu terhadap perbuatan tidak mengambil upah ini menjadi penyebab perpisahan antara aku dengan kamu (aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya) huruf Sin bermakna Ta’kid bukan bermakna istiqbal karena tidak ada tenggang waktu bagi pemberitahuan ini, yakni aku akan menceritakan Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid) jilid 4, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm.1. 13 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, 12 jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 505. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 105 kepadamu alasan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak tahan terhadapnya, yakni hikmah dibalik ketiga perkara tersebut akan kuceritakan kepadamu sekarang sebelum aku berpisah denganmu.14 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu adalah penuntut ilmu harus menerima keputusan atau teguran dari guru karena kesalahan yang telah dilakukan, dan berusaha untuk memperbaikinya di masa yang akan datang. 8. Q.S. An-Nahl ayat 43 َ ‫ك) ياأكرم الرسل إلى األمم من طوائف البشر ا‬ ‫(إَل ِرجا َ ًَل‬ َ ِ‫(و َمآ أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل‬ َ ‫ُّن ْوحِي) بواسطة الملئكة وهذا رد لقريش حين قالو َّللا أعلى و أعظم من ان يكون‬ ‫رسوله واحدا من البشر بل لو أراد بعثه رسول إلينا لبعث ملكا ( َفسْ َئلُ ْوا أهْ َل‬ ‫ال ِذ ْك ِر) اي أهل العلم بأخبار الماضين فإذا سألوهم فَل بد ان يجيب بأن الرسول‬ ْ‫الذين ارسلوا إليهم كانو بشرا فإذا أخبروهم بذالك زالت الشبهة من قلوبهم (إن‬ 15 ‫ُك ْن ُت ْم ََل َتعْ لَم ُْون) ان الرسول من البشر‬ Terjemahan : (Dan kami tidak mengutus sebelum kamu) wahai Rasul yang paling mulia, kepada umat-umat dari berbagai jenis bangsa (kecuali dari beberapa orang lakilaki yang kami beri wahyu) melalui malaikat. Hal ini merupakan jawaban terhadap orang-orang Quraisy yang mengatakan bahwa Allah Mahatinggi dan Mahabesar bila Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 4, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), hlm.4. 15 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, 14 jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 454-455. 106 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Dia mengirimkan utusan-Nya seorang manusia, bahkan seandainya Dia menghendaki untuk mengutus Rasul kepada kami tentulah Dia mengutus malaikat bukan manusia. (Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan) yaitu ahlul ‘ilmi tentang berita orang-orang terdahulu. Jika mereka bertanya kepada ahlul ‘ilmi maka pastilah jawaban mereka mengatakan bahwa para rasul yang telah diutus kepada mereka adalah manusia. Apabila ahlul ’ilmi memberitahukan kepada mereka tentang hal tersebut, pastilah akan lenyap keraguan yang ada dalam hati mereka, (jika kamu tidak mengetahui) bahwa rasul-rasul itu dari kalangan manusia.16 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu adalah bertanya kepada orang yang memahami ilmu ketika tidak mengetahui, agar dapat mendapat ilmu dan terhindar dari kebodohan. Namun, dalam bertanya kepada guru harus disertai adab yang mulia oleh penuntut ilmu diantaranya yaitu mengucapkan salam, memberitahu nama yang jelas, singkat, padat, dan jangan pernah menanyakan sesuatu yang sudah diketahui jawabannya serta jangan bertanya sesuatu dengan niat merendahkan guru. 9. Q.S. Al-Ankabu>t ayat 69 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 3, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), hlm. 431. 16 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 107 ‫(والَ ِذي َْن َجا َهد ُْوا فِ ْي َنا لَ َن ْه ِد َي َّن ُه ْم ُس ُب َل َنا) اي والذين جاهدوا فى طاعتنا لنهدينهم سبل‬ َ َّ َ ‫(وإِنَّ َّللا ل َم َع‬ َ ‫ثوابنا ويقال والذين نظروا فى دَلثلنا لنحصل فيهم العلم ينا‬ ‫المُحْ سِ نِيْن) اي لمعينهم فى القول والفعل بالتوفيق والعصمة وهذا إشارة إلى‬ ‫درجة أعلى من اإلستدَلل كأن َّللا تعلى يقول من الناس من يكون بعيد اَل‬ ‫يتقرب وهم الكفار ومنهم من يتقرب بالنظر والساوك فيهديهم َّللا تعلى ويقربهم‬ ‫ومنهم من يكون َّللا معه ويكون قريبا منه تعلى يعلم األشياء منه تعلى وَل يعلمه‬ ‫من األشياء فقوله تعلى ومن اظلم اشارة إلى األول وقوله الذين جاهدوا فينا‬ 17 ‫إشارة إلى الثانى وقوله وإن َّللا لمع المحسنين اشارة إلى الثالث‬ Terjemahan : (Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan jalan-jalan kami kepada mereka) yakni orang-orang yang berupaya keras dalam ketaatan kepada kami, benar-benar kami akan menunjukkan jalan kepada mereka yang menghasilkan pahala kami. Selain itu, dapat pula diartikan bahwa orang-orang yang memikirkan dalil-dalil kami, benar-benar akan kami hasilkan ilmu mengenai kami bagi mereka. (Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orangorang yang berbuat baik) yakni akan menolong mereka dalam ucapan dan perbuatannya dengan memberi taufik dan pemeliharaan. Hal ini mengisyaratkan tingkatan tertinggi istidlal18, seakan-akan Allah berfirman kepada manusia 17 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 161. 18 Istidla>l berasal dari kata istidalla yang berarti minta petunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Imam al-Dimyathi memberikan arti istidla>l secara umum yaitu mencari dalil untuk mencapai tujuan yang diminta. 108 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani bahwa barang siapa yang jauh tidak mau mendekatkan diri, mereka adalah orang-orang kafir. Diantara mereka ada orang yang mendekatkan dirinya melalui berfikir dan menempuh jalan yang benar, maka Allah memberi mereka taufik dan menjadikan mereka dekat dengan Allah dan Allah mengajarinya berbagai hal yang belum pernah diketahuinya.19 Pada dasarnya hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu menunjukkan bahwasanya orang-orang yang berjihad di jalan Allah maka Dia akan menunjukan kepada mereka jalan menuju kebaikan. Berjihad bisa melalui berfikir yakni menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh dan diniatkan untuk mencari keridhaan Allah, maka Allah akan memudahkannya dalam menuntut ilmu. Seorang penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh dengan niat untuk mencari keridhaan Allah dalam menuntut ilmu agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat. 10. Q.S. Lukman ayat 18 ‫اس) اي َل تعرض وجحك من الناس تكبرا ويقال َل تحقر‬ َ ‫صعِّرْ َخ َّد‬ َ ‫(و ََل ُت‬ َ ِ ‫ك لِل َّن‬ َّ َّ‫ض َم َرحً ا) اي إختياَل (إن‬ ‫َّللاَ ََل ُيحِبُّ ُك ُّل‬ َ ‫فقراء المسلمين‬ ِ ْ‫ْش فِى األَر‬ ِ ‫(و ََل َتم‬ ‫م ُْخ َتا ٍل َف ُخ ْو ٍر) فالمختال من يكون به خيَلء وهو الذي يرى الناس عظمة نفسه‬ ‫وهو التكبروالفخور من يكون مفتخرا بنفسه خيَلء وهو الذي يرى الناس عظمة‬ 20 ‫لنفسه فى عينه‬ Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 5, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm.17 20 Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, 19 jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 171. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 109 Terjemahan : (Dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari manusia) yakni janganlah engkau palingkan mukamu dari manusia dengan sikap yang sombong. Pendapat lain menyebutkan, bahwa janganlah engkau menghina orang fakir miskin dari kalangan muslim. (Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh) yakni dengan tingkah yang angkuh dan sombong. (Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri) makna Mukhtâl adalah orang yang angkuh yang memperlihatkan kebesaran dirinya alias Takabur kepada orang lain, dan Fakhûr adalah orang yang melihat kebesaran dirinya atau membanggakan diri.21 Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan Akhlak menuntut ilmu adalah seorang penuntut ilmu tidak boleh sombong baik dengan Mukhtâl atau Fakhûr karena itu akan menyebabkan tidak manfaatnya ilmu yang didapat. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Agar mendapatkan berkah ilmu maka kita harus berbuat baik kepada orang yang mengajarkan ilmu kepada kita, karena bagaimana mungkin akan mendapatkan ilmu jika kita tidak mencintai pemilik ilmu tersebut, karena logikanya kita merasa tidak suka atau benci terhadap seseorang maka kita akan merasa enggan Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 5, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011), 21 hlm. 64. 110 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani untuk mendengarkannya bahkan ingin memalingkan wajah dari orang tersebut. Begitupun dalam menuntut ilmu jika kita tidak suka terhadap guru kita atau bahkan merasa bahwa kita lebih baik darinya (membanggakan diri) maka kita akan jauh dari keberkahan ilmu yang didapat. 11. Q.S. Al-Insyiro>h ayat 7 ‫صبْ ) اي فإذا فرغت من عبادة فأتبعها بعبادة أخرى بأن‬ َ ‫( َفإِ َذا َف َر ْغتَ َفا ْن‬ ‫تواصل بين بعض العبادات وبعض وان تخلى وقتا من اوقاتك منها قال قتادة‬ ‫والضحاك ومقاتل اذا فرغت من الصَلة المكتوبة فاتعب فى الدعاء وارغب إلى‬ ‫ربك فى المسئلة يعطك وقال الشعى اذا فرغت من التشهد فادع لدنياك وأخرتك‬ ‫وقال مجاحد اذا فرغت من امر دنياك فاتعب وصل وقال عبد َّللا بن مسعود إذا‬ ‫فرغت من الفرائض فاتعب فى قيام الليل وقال ابن حبان عن الكلبى إذا فرغت‬ ‫من تبليغ الرسالة فاتعب واستغفرلذنبك وللمؤمنين وقال علي بن أبي طلحة إذا‬ ‫كنت صحيحا فاجعل فراغك تعبا فى العبادة قال عمر بن الخطاب رضي َّللا عنه‬ 22 ‫إني أكره أن أرى أحدكم فارغا فى عمل الدنيا وَل فى عمل األخرة‬ Terjemahan : (Maka apabila telah menyelesaikan suatu urusan, maka tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain) yakni apabila engkau telah menyelesaikan suatu ibadah, maka iringilah dengan mengerjakan ibadah yang lain. Misalnya, dengan melanjutkan sebagian ibadah dengan sebagian yang lainnya, dan janganlah engkau kosongkan waktumu tanpa melakukan ibadah. Qatadah, Ad-Dahhak dan Muqatil mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini bahwa apabila engkau telah mengerjakan shalat fardhu, maka iringilah dengan doa Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi, jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 453. 22 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 111 dan mintalah dengan penuh harap kepada Tuhanmu, niscaya Dia akan memberi apa yang engkau minta. Asy-Sya’bi mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini bahwa apabila engkau telah menyelesaikan tasyahhud, maka berdoalah untuk kepentingan urusan dunia dan akhiratmu. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini bahwa apabila engkau telah menyelesaikan urusan duniamu, maka iringilah dengan mengerjakan shalat. Sahabat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud mengatakan dalam takwilnya terhadap ayat ini bahwa apabila engkau telah mengerjakan shalat-shalat fardhu, maka lelahkanlah dirimu dengan melakukan qiya>mul lail. Ibnu Hibban telah mengatakan dari Al-Kalabi bahwa apabila engkau telah menyampaikan risalah, maka iringilah dengan memohon ampun kepada Allah bagi dosamu dan kaum mukmin. Ali ibnu Abu Talhah mengatakan bahwa apabila engkau dalam keadaan sehat, maka jadikanlah waktu senggangmu untuk melelahkan diri dengan mengerjakan ibadah. Umar ibn Khathab Ra telah mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak suka bila melihat seseorang diantara mereka dalam keadaan senggang tidak melakukan kerja untuk dunia juga tidak melakukan amal untuk akhiratnya.23 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 6, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011), 23 hlm. 794. 112 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani C. Penafsiran Syaikh Nawawi Tentang Interaksi Laki-laki dan Perempuan dalam Tafsir Mara<h} Labi><d 1. Pembagian Ruang Kehidupan Laki-laki dan Perempuan: Privat dan Publik Dalam al-Qur’an Allah swt telah memberikan keterangan tentang ruang privat di dalam Q.S. Al-Nu>r: 27. ِ ِ ِ ‫سلِّ ُموا َعلَى أَ ْه ِل َها ذَلِ ُك ْم َخيْ ٌر لَ ُك ْم‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬ َ ُ‫سوا َوت‬ ُ ‫آمنُوا ال تَ ْد ُخلُوا بُيُوتًا غَيْ َر بُيُوت ُك ْم َحتَّى تَ ْستَأْن‬ َّ ‫ل ََعلَّ ُك ْم تَذ‬ )27 :‫َك ُرو َن (النور‬ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian, agar kalian (selalu) ingat.” (Q.S. Al-Nu>r : 27)24 Syaikh Nawawi dalam tafsirnya menyatakan: Penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan seorang perempuan dari kalangan Ans}ar yang mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak suka bila berada di dalam rumahku dalam satu keadaan tiba-tiba ada seseorang melihatku dalam keadaan seperti itu, baik ayah maupun anakku. Ayahku sering masuk menemuiku bersama dengan seorang laki-laki dari kalangan keluargaku sedangkan aku dalam keadaan seperti itu.” Maka turunlah ayat ini.25 LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 352. Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, (Surabaya : Kharisma, tt), Vol. 2, hlm. 80. 24 25 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 113 Ayat ini merupakan larangan bagi orang beriman memasuki rumah orang lain tanpa memiliki izin terlebih dahulu dari pemiliknya. Hendaknya ia juga mengucapkan salam kepada penghuninya ketika meminta izin masuk.26 Sebagaimana sabda Nabi saw. ٍ ‫ث م َّر‬ ‫ات فَِإ ْن أ ُِذ َن لَهُ َد َخ َل َوإَِّال َر َج َع‬ َّ ‫َّسلِيْ َم أَ ْن يَ ُق ْو َل‬ َ َ ‫الس ََلمُ عَلَيْ ُك ْم أَأَ ْد َخ َل ثَََل‬ ْ ‫إِ َّن الت‬ “Sesungguhnya penyampaian salam itu dengan mengucapkan ‘assalamu‘alaikum, bolehkah aku masuk?’ sebanyak tiga kali. Jika diizinkan maka boleh masuk, jika tidak maka ia harus pergi.”27 Mengucapkan salam dan meminta izin itu lebih baik dilakukan bagi orang mukmin daripada salam penghormatan jahiliah. Dan merupakan sebuah kebinasaan yakni memasuki ruang privat seseorang tanpa izin pemiliknya.28 Sebagaimana hadis Nabi saw. yang dikutip oleh Syaikh Nawawi tanpa disebutkan sanad, rawi dan kualitas hadis. ِ ‫استِ ْئ َذانِِه فَ َق ْد َد َّم َر‬ ْ ‫َم ْن َسبَ َق‬ ْ ‫ت َع ْي نُهُ م ْن‬ 26 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 79. Syekh Nawawi mengutip hadis Nabi Saw. di atas tanpa menyebutkan sanad, rawi dan kualitas hadis. 27 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 79-80. 28 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80. 114 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani “Siapa saja yang mendahulukan matanya (pandangannya ke dalam rumah) dari permintaan izinnya, maka sungguh ia telah membinasakan.” Berdasarkan ayat ini bisa kita lihat bahwa memang dalam kehidupan laki-laki dan perempuan terdapat pembagian ruang antara ruang privat dan ruang publik. Dalam ruang privat diperlukan izin pemiliknya bila hendak memasukinya. Sedangkan ruang publik merupakan ruang sosial yang siapa saja bebas memasukinya, baik laki-laki atau pun perempuan, keduanya dibolehkan bertemu di dalamnya dalam kondisi yang diperintahkan oleh Allah swt dalam firman-Nya. ِ ‫وتَ عاونُوا َعلَى الْبِ ِّر والتَّ ْقوى وال تَ عاونُوا َعلَى اإلثْ ِم والْع ْدو‬ )2 :‫ان (المائدة‬ َ ُ َ ََ َ َ َ َََ “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Q.S. Al-Ma>’idah: 2)29 Secara khusus ayat ini tidak memberikan spesifikasi ruang publik, namun kita bisa menemukan beberapa perintah di dalam al-Qur’an yang membolehkan laki-laki dan perempuan bertemu atau melakukan interaksi dalam beberapa kondisi. ِ ِ ِ َّ ‫الزَكاةَ وارَكعوا مع‬ )43 : ‫ين (البقرة‬ َّ ‫يموا‬ َ َ ُ ْ َ َّ ‫الصَلةَ َوآتُوا‬ َ ‫الراكع‬ ُ ‫َوأَق‬ “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (Q.S. Al-Baqarah: 43)30 29 LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 106. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 115 Ayat ini mengandung perintah untuk mengerjakan sholat lima waktu dengan sempurna dan menunaikan zakat dari harta benda, serta ruku‘ yakni sholat lima waktu berserta orang-orang yang sholat dengan melakukan sholat berjamaah bersama mereka.31 ِ َّ ُ‫ومو َن إِال َك َما يَ ُقومُ الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُه‬ ‫ك بِأَنَّ ُه ْم قَالُوا‬ ِّ ‫ين يَأْ ُكلُو َن‬ َ ِ‫س ذَل‬ ِّ ‫الشيْطَا ُن ِم َن ال َْم‬ ُ ‫الربَا ال يَ ُق‬ َ ‫الَّذ‬ ‫َف‬ ِّ ‫َح َّل اللَّهُ الْبَ ْي َع َو َح َّرَم‬ ِّ ‫إِنَّ َما الْبَ ْي ُع ِمثْ ُل‬ َ ‫الربَا فَ َم ْن َجاءَهُ َم ْو ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَانْ تَ َهى فَلَهُ َما َسل‬ َ ‫الربَا َوأ‬ )275 : ‫اب النَّا ِر ُه ْم فِ َيها َخالِ ُدو َن (البقرة‬ َ ِ‫اد فَأُولَئ‬ َ ‫َوأ َْم ُرهُ إِلَى اللَّ ِه َوَم ْن َع‬ ْ ‫كأ‬ ُ ‫َص َح‬ “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah: 275) LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 7. Muhammad bin ‘Umar Nawawi al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an al-Maji>d, (Beirut: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmiah, 1997), Juz I, hlm. 18. 30 31 116 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Ayat ini menerangkan bahwa Allah menghalalkan jual beli bagi orang-orang mukmin untuk meraih keuntungan dan mengharamkan riba yakni meraih penambahan harta dengan menangguhkan waktu pembayaran.32 ِ َ‫استَ ْش ِه ُدوا َش ِهي َديْ ِن ِمن ِرجالِ ُكم فَِإ ْن لَم ي ُكونَا رجل َْي ِن فَرجل و ْامرأَت‬ ُّ ‫ض ْو َن ِم َن‬ ‫الش َه َد ِاء‬ َ ‫ان ِم َّم ْن تَ ْر‬ ْ ‫َو‬ َُ َ ْ ْ َ ْ َ َ ٌ َُ ِ َ‫أَ ْن ت‬ ِّ ‫اه َما فَ تُذ‬ )282 : ‫اه َما األ ْخ َرى (البقرة‬ ُ ‫َك َر إِ ْح َد‬ ُ ‫ضلَّ إِ ْح َد‬ “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada saksi (laki-laki) di antara kamu, maka boleh (seorang) laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya.” (Q.S. Al-Baqarah: 282)33 Ayat ini menjelaskan tentang persaksian bahwa dua orang perempuan bisa menggantikan satu laki-laki sebagai saksi di peradilan. Yakni sesungguhnya disyaratkan berbilang kepada saksi perempuan disebabkan untuk mencegah bila salah seorang di antara keduanya lupa karena lemah akalnya sehingga saksi perempuan lainnya bisa mengingatkannya.34 ِ ‫ات م َقام إِب ر ِاهيم ومن َد َخلَه َكا َن‬ ِ ‫َّاس ِح ُّج الْبَ ْي‬ ِ ‫آمنًا َولِلَّ ِه َعلَى الن‬ ‫َاع إِل َْي ِه‬ ٌ َ‫فِ ِيه آي‬ َ ‫استَط‬ ُ ْ ‫ت َم ِن‬ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ ٌ َ‫ات بَيِّ ن‬ ِ ِ ِ )97 : ‫ين (ال عمران‬ َ ‫َسبيَل َوَم ْن َك َف َر فَِإ َّن اللَّهَ غَن ٌّي َع ِن ال َْعالَم‬ Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm. 102 LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 48. 34 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm. 105. 32 33 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 117 “Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah) maka amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (Q.S. A<li ‘Imra>n : 97)35 Ayat ini merupakan keumuman bagi laki-laki dan perempuan untuk melakukan ziarah ke tanah suci dengan cara yang khusus, yakni bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.36 ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ‫س ُحوا فِي ال َْم َجال‬ ‫يل‬ َّ ‫يل لَ ُك ْم تَ َف‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬ َ ‫ْس ُحوا يَ ْف‬ َ ‫س فَاف‬ َ ‫س ِح اللهُ لَ ُك ْم َوإذَا ق‬ َ ‫آمنُوا إذَا ق‬ ٍ ‫ش ُزوا ي رفَ ِع اللَّهُ الَّ ِذين آمنُوا ِم ْن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا الْعِلْم َدرج‬ ‫ات َواللَّهُ بِ َما تَ ْع َملُو َن َخبِ ٌير‬ ُ ْ‫ان‬ ََ َ َ َ ْ َ ُ ْ‫ش ُزوا فَان‬ َ َْ )11 : ‫(المجادلة‬ “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. 35 36 LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 62. Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm. 142 118 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Muja>dalah : 11)37 Ayat ini memberikan penjelasan tentang sebagian orang untuk memberikan tempat dengan melapangkan dalam satu majelis kepada sebagian yang lain.38 Beberapa ayat tersebut juga berkaitan dengan interaksi laki-laki dan perempuan secara umum di dalam ruang publik yang sudah ditetapkan dalam beberapa aspek kehidupan sebagai bagian dari memenuhi perintah Allah Swt yang diambil dari perspektif Tafsir Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an karya Syaikh Nawawi al-Bantani. 2. Perintah Untuk Menundukkan Pandangan Allah swt. berfirman: ٰ ِ ِ ِ ِ ‫قُل لِّل‬ .‫صنَ عُ ْو َن‬ َ ِ‫صا ِرِه ْم َويَ ْح َفظ ُْوا فُ ُرْو َج ُه ْم ٰذل‬ ْ َ‫ك اَ ْزٰكى ل َُه ْم ا َّن اللهَ َخبِ ْي ٌر بِ َما ي‬ َ ْ‫ْم ْؤمن ْي َن يَغُض ُّْوا م ْن اَب‬ ُ ْ ِ ‫ضن ِمن أَب‬ ِ ِ َ‫وقُل لِلْم ْؤِمن‬ ‫ين ِزينَتَ ُه َّن إِال َما ظ ََه َر ِم ْن َها‬ ُ ْ‫ات يَغ‬ َ ْ ْ َْ ‫ض‬ َ ‫ْن فُ ُر‬ َ ‫وج ُه َّن َوال يُ ْبد‬ َ ‫صا ِره َّن َويَ ْح َفظ‬ ُ ْ َ :‫(النور‬ )31-30 “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka 37 38 LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 543 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm.502 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 119 perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) terlihat darinya....” (Q.S. Al-Nu>r : 3031)39 Syaikh Nawawi dalam menafsirkan kalimat ‫قُ ْل لِّل ُْم ْؤِمنِيْ َن‬ menyatakan bahwa maqu>l al-qaul-nya berbentuk amar, yang telah dibuang karena keberadaannya yang telah ditunjukkan oleh jawabnya, yaitu katakanlah kepada mereka “Tundukkanlah pandanganmu!” Selanjutnya kalimat ‫يَغُض ُّْوا ِم ْن‬ ‫صا ِرِه ْم‬ َ ْ‫ اَب‬berarti agar mereka laki-laki menjaga pandangannnya dari hal-hal yang haram dilihat. Begitu juga dalam kalimat ِ ْ ‫ض‬ ‫صا ِرِه َّن‬ ُ ْ‫ يَغ‬terdapat larangan bagi perempuan melihat َ ْ‫ض َن م ْن أَب‬ sesuatu yang tidak dihalalkan bagi mereka untuk melihatnya.40 Adapun huruf min adalah za>idah atau tab‘i>d}, karena menghindarkan diri dari pandangan pertama merupakan hal yang tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga hal itu dimaafkan baik dilakukan dengan sengaja atau tidak. Tetapi tidak boleh mengulangi pandangan kepada perempuan non mahram, begitu juga sebaliknya bagi perempuan.41 Karena sabda Nabi saw. LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353. Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80. 41 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80. 39 40 120 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani ِ ‫َك‬ ‫الألخ َرة‬ َ ‫ست ل‬ َ ‫علي ال تُتب ِع النَّظرةَ النَّظرةَ فإنَّما ل‬ ُّ ‫يا‬ َ ْ‫َك األولى ولَي‬ “Wahai Ali, janganlah kamu mengiringi satu pandangan dengan pandangan yang lain, karena sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan pertama dan pandangan yang berikutnya tidak halal bagimu.” Selain itu pada kalimat ‫ َويَ ْح َفظ ُْوا فُ ُرْو َج ُه ْم‬dan ‫وج ُه َّن‬ َ ‫ْن فُ ُر‬ َ ‫َويَ ْح َفظ‬ Allah juga telah memerintahkan kepada kaum laki-laki dan perempuan untuk menjaga kemaluannya dari keharaman dengan memlihara diri dari perbuatan zina. Yang demikian itu menahan pandangan mata dari memandangnya dan menjaga kemaluan. Itu lebih menjauhkan mereka dari tuduhan kotor dan lebih baik dari segala hal yang bermanfaat. Perintah menahan pandangan lebih didahulukan daripada perintah memlihara kemaluan, karena pandangan mata merupakan perantara zina dan penuntut kefasikan, serta musibah yang ditimbulkannya lebih besar.42 3. Perintah Agar Laki-laki dan Perempuan Menutup Aurat Serta Ketentuan Khusus Pakaiannya Apa saja yang tidak halal dilihat dari laki-laki ataupun perempuan oleh lawan jenisnya, maka akan dibahas dalam hukum batasan aurat. a) Batasan Aurat Laki-Laki 42 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 121 ٰ ‫قُل لِّلْم ْؤِمنِين ي غُضُّوا ِمن اَبصا ِرِهم ويح َفظُوا فُروجهم ٰذلِك اَ ْزٰكى لَهم اِ َّن‬ ‫اللهَ َخبِ ْي ٌر بِ َما‬ َ ْ ُ َ ُْ ْ ْ ََ ْ َ ْ ْ ْ َ َ ْ ُ ْ ُْ )30 :‫صنَ عُ ْو َن (النور‬ ْ َ‫ي‬ “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (Q.S. Al-Nu>r : 30)43 Secara umum ayat tersebut merupakan perintah dari Allah swt untuk laki-laki agar menutup auratnya. Meski batasan auratnya tidak dijelaskan secara rinci, hanya sebatas perintah agar laki-laki memelihara kemaluannya. Maka, Syaikh Nawawi di dalam Q.S. AlNu>r : 30 tak membahas aurat laki-laki secara jelas. Namun pada Q.S. Al-Nu>r : 31 terdapat pembahasan batasan aurat laki-laki budak di hadapan majikannya, dikatakan bahwa majikan perempuan boleh melihat bagian selain dari antara pusar dan kedua lutut.44 b) Batasan Aurat Perempuan di Hadapan Mahram ِ ‫ضن ِمن أَب‬ ِ ِ َ‫وقُل لِلْم ْؤِمن‬ ‫ين ِزينَتَ ُه َّن إِال َما ظ ََه َر‬ ُ ْ‫ات يَغ‬ َ ْ ْ َْ ‫ض‬ َ ‫ْن فُ ُر‬ َ ‫وج ُه َّن َوال يُ ْبد‬ َ ‫صا ِره َّن َويَ ْح َفظ‬ ُ ْ َ ِ ِ ْ ‫ِم ْن ها ولْي‬ ِ ِ ‫ين ِزينَتَ ُه َّن إِال لِبُ عُولَتِ ِه َّن أ َْو آبَائِ ِه َّن أ َْو آبَا ِء‬ ََ َ َ ‫ض ِربْ َن ب ُخ ُم ِره َّن َعلَى ُجيُوب ِه َّن َوال يُ ْبد‬ ‫بُعُولَتِ ِه َّن أ َْو أَبْنَائِ ِه َّن أ َْو أَبْ نَ ِاء بُعُولَتِ ِه َّن أ َْو إِ ْخ َوانِ ِه َّن أ َْو بَنِي إِ ْخ َوانِ ِه َّن أ َْو بَنِي أَ َخ َواتِ ِه َّن أ َْو‬ 43 44 LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353. Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 81. 122 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani ِ ِ ِِ ِ ِ ِّ ‫اإلربَِة ِمن‬ ‫َم‬ ْ ‫سائِ ِه َّن أ َْو َما َملَ َك‬ ْ ‫ين ل‬ َ ‫الر َجال أَ ِو الطِّ ْف ِل الَّذ‬ َ ْ ‫ين غَيْ ِر أُولي‬ َ ‫ت أَيْ َمانُ ُه َّن أَ ِو التَّابع‬ َ‫ن‬ ِ ِ ِ ْ ‫ات النِّس ِاء وال ي‬ ِ ِ ‫يظ َْهروا َعلَى َعور‬ ‫ين ِم ْن ِزينَتِ ِه َّن َوتُوبُوا إِلَى اللَّ ِه‬ َ َ َ َْ َ ‫َم َما يُ ْخف‬ َ ‫ض ِربْ َن بأ َْر ُجل ِه َّن ليُ ْعل‬ ُ َ )31 :‫يعا أَيُّ َها ال ُْم ْؤِمنُو َن ل ََعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن (النور‬ ً ‫َج ِم‬ “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) terlihat darinya.’ Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayanpelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al-Nu>r : 31)45 45 LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 123 ِ Pada kalimat ‫ين ِزينَتَ ُه َّن‬ َ ‫ َوال يُبْد‬dalam Q.S. Al-Nu>r : 31, Syaikh Nawawi menjelaskan bahwa perempuan tidak boleh menampakkan perhiasannya.46 Dalam hal kategori perhiasan ini, Syaikh Nawawi mengklasifikasikan dalam tiga macam. Pertama, pakaian rumah. Kedua, perhiasan seperti cincin, gelang tangan, gelang kaki, anting-anting, kalung, liontin, dan semacamnya. Ketiga, kosmetik seperti celak mata, pacar pada kedua tangan dan kedua kaki, penebal bulu alis, dan sebagainya. Yang hanya boleh diperlihatkan kepada mahram saja.47 Batasan aurat perempuan ini hanya berlaku untuk ruang khusus. Di mana semua orang yang disebutkan dalam Q.S. Al-Nu>r ayat 31, termasuk kategori mahram boleh melihat batasan aurat perempuan tersebut. Pertama, suami. Sesungguhnya perhiasan yang istri kenakan adalah untuk suaminya, agar suami dapat melihat seluruh tubuhnya hingga tempat kemaluannya, akan tetapi makruh dilihat.48 Kedua, ayahnya atau nasab ke atasnya, baik dari jalur ayah ataupun jalur ibu, yakni kakek dari ayah atau kakek dari ibu. Ketiga, ayah suaminya atau nasab ke atasnya, baik dari jalur ayah ataupun ibu.49 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 80. Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 80. 48 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. 49 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. 46 47 124 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Keempat, anak-anaknya baik dalam hal nasab atau persusuan. Kelima, Anak laki-laki suaminya dari istri yang lain dan nasab ke bawahnya.50 Ke-enam, saudara laki-laki baik dalam hal nasab atau persusuan. Ketujuh, putra laki-laki dari saudara lakilaki (keponakan) juga demikian (dalam hal nasab dan persusuan).51 Kedelapan, putra laki-laki dari saudara perempuan (keponakan). Karena sudah pasti mereka banyak bergaul dengan keponakannya, sehingga keponakannya boleh melihat bagian auratnya yang lazim terlihat saat beraktivitas.52 Tidak disebutkan para paman dan bibi adalah sebagai tindakan kehati-hatian, agar perempuan tersebut menutup auratnya dari hadapan para paman dan bibi sebagai kehati-hatian dari disifatinya perempuan tersebut kepada anak laki-laki mereka. Untuk itu sebagai tindakan kehati-hatian dianjurkan mereka untuk menutup aurat bila menemui para paman dan bibi.53 Kesembilan, para perempuan yang merdeka dan seiman. Kesepuluh, hamba sahaya yang mereka miliki, yaitu budak perempuan bukan budak laki-laki. Karena sesungguhnya budak laki-laki itu berkedudukan sama dengan laki-laki non mahram bagi majikan-majikan Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. 52 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. 53 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. 50 51 Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 125 mereka. Namun menurut pendapat lain yang dimaksud budak adalah budak laki-laki dan perempuan. Sehingga mereka diperbolehkan membuka bagian selain dari antara pusar dan lutut. Para budak itu boleh memandang majikannya, begitu juga sebaliknya. Tetapi dengan syarat menjaga kehormatan dan tidak disertai dengan birahi dari kedua belah pihak.54 Kesebelas, para pelayan laki-laki yang tidak memiliki hasrat terhadap perempuan, yakni orang-orang yang mengikuti orang lain untuk memperoleh sebagian dari kelebihan makanan mereka, dan mereka tidak memiliki keinginan kepada perempuan karena mereka idiot dan tidak mengetahui apapun urusan kaum perempuan, atau mereka adalah orang tua yang sholeh dan birahi mereka sudah hilang, apabila berada bersama para perempuan tersebut maka orang-orang tua itu selalu menundukkan pandangan matanya, atau karena mereka telah dikebiri.55 Kedua belas, anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan, yakni anak-anak yang masih belum mengerti aurat perempuan dan belum mengetahuinya, karena masih belum tamyi>z, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qutaibah. Atau orang-orang yang belum balig untuk mendatangi perempuan, 54 55 Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81. 126 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani sebagaimana yang dikatakan al-Farra dan al-Zuja>j. Sehingga mereka diperbolehkan memperlihatkan bagian selain dari antara pusar dan lutut kepada pelayan-pelayan yang tidak punya hasrat kepada perempuan dan anakanak.56 c) Ketentuan Menutup Aurat Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Ah}za>b : 33. ِ ‫الزَكاةَ وأ‬ ِ ‫وقَر َن فِي ب يوتِ ُك َّن وال تَ ب َّرجن تَ ب ُّرج الْج‬ ِ ‫َط ْع َن‬ َّ ‫اهلِيَّ ِة األولَى َوأَقِ ْم َن‬ َ َ َ َْ َ َ ُُ ْ َ َ َّ ‫ين‬ َ ‫الصَلةَ وآت‬ ِ ِ ِ : ‫ِّرُك ْم تَطْ ِه ًيرا (األحزاب‬ ِّ ‫ب َع ْن ُك ُم‬ َ ‫اللَّهَ َوَر ُسولَهُ إِنَّ َما يُ ِري ُد اللَّهُ ليُذْه‬ َ ‫س أ َْه َل الْبَ ْيت َويُطَه‬ َ ‫الر ْج‬ )33 “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu. Dan janganlah kamu bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Q.S. Al-Ah}za>b : 33)57 Ayat Q.S. Al-Ah}za>b: 33 di atas memerintahkan agar kaum perempuan diam di dalam rumahnya dan berpenampilan yang baik. Kalimat ‫ َوال تَ بَ َّر ْج َن‬bermakna janganlah perempuan memakai perhiasan seperti 56 57 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 81. LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 322. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 127 perhiasan orang kafir dalam berpakaian yang tipis menerawang warna kulit.58 d) Batasan Aurat Perempuan di Hadapan Non Mahram Adapun pendapat Syaikh Nawawi tentang batasan aurat perempuan di hadapan laki-laki non mahram, bahwa beliau menyebutkan ada tiga macam aurat perempuan yang tidak boleh ditampakkan ke hadapan laki-laki nonmahram. Yakni pakaian rumah, perhiasan, dan kosmetik. Kecuali apa yang biasa terlihat darinya, yakni secara lazim ketika perempuan melakukan aktivitas-aktivitas memang harus terlihat. Seperti cincin, celak mata, pacar pada kedua tangan, kedipan mata, dan pakaian rumah. Artinya pergelangan tangan beserta jari-jarinya, mata, boleh dilihat oleh non mahram. Sebab dibolehkannya melihat yaitu apabila ditutup, maka akan menimbulkan kesulitan. Karena perempuan tersebut pasti mengambil sesuatu menggunakan tangannya, dan perlu menyingkapkan wajahnya saat bersaksi, sidang pengadilan, dan menikah. Dalam hal tersebut terkandung larangan untuk memperlihatkannya bukan pada tempatnya.59 e) Khima>r (Kerudung) )31 :‫ض ِربْ َن بِ ُخ ُم ِرِه َّن عَلَى ُجيُوبِ ِه َّن (النور‬ ْ َ‫َولْي‬ 58 59 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 183. Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80. 128 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. Al-Nu>r : 31)60 Maksudnya para perempuan hendaknya menjulurkan kain kerudungnya untuk menutupi dadanya. Sungguh kebiasaan perempuan pada masa jahiliah adalah mereka menjulurkan khima>r-nya ke arah belakang, sehingga terlihat bagian bawah leher dan kalung-kalung di bagian juyu>b-nya. Maka mereka diperintahkan untuk menjulurkan kerudung-kerudung mereka sampai juyu>b untuk menutupi bagian leher dan bagian atas dada mereka.61 f) Jilba>b : Pakaian Khusus Perempuan di Ruang Publik Salah satu kewajiban bagi perempuan yang Allah swt tetapkan adalah mengenakan jilba>b. Sebagaimana firman Allah Swt. ِ ِ ِ ِ ِ‫ك ون‬ ِ َ ‫اج‬ ِ ‫يا أَيُّ َها النَّبِ ُّي قُل أل ْزو‬ ‫ك أَ ْدنَى أَ ْن‬ َ ِ‫ين َعل َْي ِه َّن ِم ْن َجَلبِيبِ ِه َّن َذل‬ َ َ ‫ين يُ ْدن‬ َ ‫ساء ال ُْم ْؤمن‬ َ ْ َ َ َ ‫ك َوبَنَات‬ ِ ‫ي عرفْن فََل ي ْؤذَين وَكا َن اللَّه غَ ُف‬ )59 :‫يما (األحزاب‬ ً ُ ً ‫ورا َرح‬ َ َ ْ ُ َ َُْ “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah 60 61 LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353. Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 129 adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Q.S. AlAh}za>b : 59)62 Syaikh Nawawi menyebutkan bahwa yang ِ dimaksud kalimat ‫ين َعل َْي ِه َّن ِم ْن َجَلبِيبِ ِه َّن‬ َ ‫ يُ ْدن‬yakni agar mereka para wanita mengulurkan jilba>b-nya melewati leher dan kerah baju mereka. Dan yang dimaksud jilbab oleh Syaikh Nawawi yakni pakaian rumah mereka diselimuti dengan jilba>b untuk menutupi seluruh tubuhnya.63 Dengan menutupi seluruh tubuh itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal bahwa mereka adalah perempuan merdeka. Sebab mereka perempuan yang tertutup (seluruh auratnya) tidak mungkin menginginkan perzinaan, karena orang yang menutupi wajahnya tidak menginginkan untuk membuka auratnya. Sehingga mereka tidak diganggu oleh orang-orang yang biasa mengganggu para budak.64 Dulu para pezina sering membuntuti perempuan ketika malam hari untuk menyelesaikan hajatnya. Mereka memberikan isyarat kepada perempuan itu. Dan jika dia diam, mereka akan mengikutinya. Tetapi jika perempuan itu menghardik dan mengusir, maka mereka akan pergi menjauh dan tidak lagi mengganggunya. Awalnya para pezina itu tidak berani melakukan hal tersebut kecuali LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 426. Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 189. 64 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 189. 62 63 130 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani kepada hamba sahaya perempuan, akan tetapi ada kalanya mereka mengganggu perempuan merdeka, karena pakaian keduanya sama ketika keluar mengenakan dir’u (pakaian rumah) dan khima>r. Lalu turunlah ayat Q.S. Al-Ah}za>b : 59.65 Dalam penafsiran su>rah lain, yakni Q.S. Al-Nu>r ayat 60: ِ ‫والْ َقو‬ ِ ِ ِ ‫اع ُد ِمن الن‬ ‫ض ْع َن ثِيَابَ ُه َّن غَ ْي َر‬ َ َ‫اح أَ ْن ي‬ ٌ َ‫س َعل َْي ِه َّن ُجن‬ ً ‫ِّساء الَلتي ال يَ ْر ُجو َن ن َك‬ َ َ َ َ َ ‫احا فَل َْي‬ ِ ‫ات بِ ِزينَ ٍة وأَ ْن يست ع ِف ْفن َخي ر لَه َّن واللَّه س ِم‬ ٍ ‫متَب ِّرج‬ )60 : ‫يم (النور‬ ٌ َ ُ َ ُ ٌْ َ ْ َْ َ َ َ َُ ٌ ‫يع َعل‬ “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. an-Nu>r : 60)66 Syaikh Nawawi menegaskan bahwa jilba>b adalah pakaian luar yang dipakai di atas pakaian penutup aurat (pakaian rumah) seperti milh}afah. Ini menjadi suatu kewajiban bagi perempuan yang masih muda untuk 65 66 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 189. LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 358. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 131 mengenakan jilba>b bila hendak menemui laki-laki non mahram, untuk memelihara kehormatan diri.67 Dikecualikan pada perempuan tua yang sudah menopause dan tidak ingin menikah lagi, untuk diperbolehkan menanggalkan pakaian luar-nya (jilba>b) di depan laki-laki, yakni pakaian yang dikenakan di atas pakaian penutup aurat (pakaian rumah). dengan tidak bermaksud memperlihatkan kecantikan dan perhiasannya yang tersembunyi.68 Meski memelihara kehormatan diri dengan tidak menanggalkan jilba>b adalah lebih baik bagi mereka dari pada menanggalkannya. Karena hal ini lebih menghindarkan diri dari kecurigaan. Bila terdapat unsur yang mencurigakan, maka mereka diharuskan untuk mengenakan jilbabnya sebagaimana hal itu diharuskan bagi perempuan muda.69 D. Analisis Interpretasi Pendidikan Akhlak dalam Menuntut Ilmu dan Interaksinya Pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 89. Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 89. 69 Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 89. 67 68 132 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani sendirinya tanpa dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu.70 Menurut Syaikh Nawawi, tujuan memperoleh ilmu adalah untuk mendapat ridha Allah, memberantas kebodohan, memajukan Islam, melestarikan Islam dengan kaidah-kaidah ilmu serta sebagai perwujudan rasa syukur karena telah diberi akal dan tubuh yang sehat.71 Adapun unsur-unsur pendidikan akhlak dalam Akhlak menuntut ilmu menurut Syaikh Nawawi al-Bantani adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Akhlak Kepada Allah Dalam hal ini Syaikh Nawawi al-Bantani berpendapat bahwa pendidikan akhlak kepada Allah ada 2 yaitu : a. Rela dengan apa yang menjadi keputusan Allah atau takdir Allah, Akhlak peserta didik dapat memahami dan menyadari akan keputusan Allah, dengan begitu dia akan berprasangka baik kepada Allah atas semua takdirnya. b. Pendidikan untuk mencintai Allah Swt, Syaikh Nawawi menjelaskan bahwa ketika seseorang menuntut ilmu hendaklah mencintai Allah yang 70 Abdul Khamid, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif Imam Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nasha>ih al-‘Iba>d, POTENSIA : Jurnal Kependidikan Islam , Vol. 5, No. 1, (Januari-Juni 2019), hlm. 33. 71 Mukhtar Luthfie Al-Anshory, dkk., Kontekstualisasi Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani tentang Pendidikan Akhlak di Madrasah Tsanawiyah, el-Hikmah Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam, Vol.13, No.1 (Juni 2020), hlm. 11. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 133 maha memahamkan dan memudahkan dalam segala hal, karena ketika Allah mencintai hambanya maka Allah akan memudahkan segala urusannya termasuk dalam hal menuntut ilmu.72 2. Pendidikan Akhlak Kepada Guru Syaikh Nawawi al-Bantani menjelaskan adab murid kepada guru dalam kitab Mara>qi al-‘Ubu>diyah ada 13 yaitu : 1. Memberi salam dan meminta izin masuk kedalam majlis. 2. Sedikit bicara di hadapannya. 3. Tidak berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya. 4. Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya 5. Tidak menyanggah guru dengan perkataan si fulan yang berbeda dengan yang engkau katakan atau semacam itu. 6. Tidak menyanggah pendapat guru bila berbeda denganmu, sehingga menjatuhkan martabatnya dan mengurangi berkah. 7. Janganlah bertanya kepada teman di majlisnya dan jangan tertawa ketika berbicara dengannya. Mukhtar Luthfie Al-Anshory, dkk., Kontekstualisasi Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani tentang Pendidikan Akhlak di Madrasah Tsanawiyah, el-Hikmah Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam, 72 Vol.13, No.1 (Juni 2020), hlm. 34. 134 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani 8. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi duduk sambil menundukkan pandangannya dengan tenang dan sopan seakan-akan ia dalam keadaan shalat. 9. Tidak banyak bertanya ketika gurunya sedang jemu atau bersedih. 10. Apabila guru berdiri, maka siswa pun berdiri untuk menghormatinya. 11. Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya. 12. Tidak bertanya di jalan, tetapi tunggulah sampai ia tiba di rumahnya atau tempat duduknya. 13. Tidak berburuk sangka kepada guru mengenai perbuatan-perbuatan yang secara dzohirnya adalah munkar (tidak diridhoi Allah) menurut siswa, karena guru lebih mengetahui tentang rahasiarahasianya. Ingatlah kisah Nabi Musa yang berkata kepada Nabi Khidir As bernama Balya bin Mulkan: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang berakibat menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan besar.” Perbuatan tersebut pada dzohirnya adalah munkar, oleh karena itu Musa As menyalahkan gurunya Khidir As pertama kalinya, akan tetapi pada hakikatnya perbuatan Khidir As itu sesuai dengan batin syari’at, dan akhirnya Musa membenarkan perbuatan gurunya. Hendaklah seorang siswa ingat bahwa dia bersalah ketika Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 135 mempersalahkan gurunya dengan mengandalkan dzahirnya, ketahuilah bahwa guru mengetahui rahasia-rahasianya. 3. Pendidikan Akhlak kepada Teman Pendidikan akhlak kepada teman dijelaskan dalam kitab Mara>qi al-‘Ubu>diyah oleh Syaikh Nawawi al-Bantani diantaranya : a. Mencari teman yang berakal cerdas, berakhlak baik, tidak fasik, dan tidak tamak terhadap dunia. b. Memberi bantuan saat keadaannya susah. c. Memanggil temannya dengan nama yang paling disukainya. d. Memafkan kesalahan-kesalahannya apabila dia berbuat salah e. Menyimpan rahasia atau aib-aibnya. f. Melapangkan tempat duduk ketika berada di dalam majlis.73 Termasuk akhlak menuntut ilmu, dalam belajar mengkaji ilmu pengetahuan harus istiqamah dan sabar sampai tuntas, setelah tuntas kemudian beralih ke ilmu yang lainnya agar penuntut ilmu mempunyai spesifikasi dasar ilmu pengetahuan secara mendalam. 73 Muhammad Nawawi al-Jawi, Penerj. Zaid Husein al-Hamid, Muro>qil ‘Ubu>diyyah Syarah Bida>yah al-Hida>yah, (Surabaya : Mutiara Ilmu, 2010), hlm. 238-253. 136 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hakikat akhlak diperlukan adab dan tatakrama yang mesti dipegang oleh manusia baik secara vertikal yaitu antara dirinya sendiri dengan Sang Maha Pemilik Ilmu (Allah), maupun secara horizontal yaitu antara dirinya sendiri dengan masyarakat, maupun dengan lingkungan dan sesama manusia. Urgensi mengkaji pendidikan akhlak Qur’ani berperan positif bagi perkembangan dan kemajuan budaya masyarakat. Pendidikan akhlak hadir memiliki banyak fungsi yang tidak hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa an sich, tetapi juga berfungsi sebagai pencerdasan diri, sosial, negara, bangsa, dan bahkan dunia. Akhlak menuntut ilmu dalam al-Qur’an terdapat dalam Q.S. al-Muja>dalah ayat 11, Q.S. al-Kahfi ayat 60, 69,70,73,75, dan 78, Q.S. an-Nahl ayat 43, Q.S. al-‘Ankabu>t ayat 69, Q.S. Luqman ayat 18, dan Q.S. al-Insyiro>h ayat 7. Penafsiran ayatayat ini dalam perspektif Syaikh Nawawi dapat dipahami dalam Tafsi>r Mara>h Labi>d. Akhlak menuntut ilmu berdasarkan perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani terdapat juga dalam kitab Mara>qil ‘Ubu>diyyah. Hal ini dapat disebutkan diantara akhlak dalam menuntut ilmu yaitu memberi salam dan meminta izin masuk ke dalam majelis, sedikit bicara di hadapan gurunya (sebatas hal yang dianggap penting), tidak 137 138 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani berbicara selama tidak ditanya oleh guru, dan tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya. Pada intinya konsep penafsiran Syaikh Nawawi dalam kaitan ini menyebutkan, interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam ruang publik berporos pada lima aktivitas. Pertama, dalam perkara ibadah. Kedua, perkara mu’amalah. Ketiga, perkara pendidikan. Keempat, perkara kesehatan. Kelima, perkara peradilan. Dalam berinteraksi baik dalam ruang privat maupun publik, diperintahkan bagi laki-laki dan perempuan non mahram untuk sama-sama menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan, dan memelihara kemaluannya. Hal ini meniscayakan agar keduanya sama-sama menutup auratnya dengan sempurna. Adapun syarat penutup aurat yang telah ditetapkan hukum syara‘ adalah kain yang tidak transparan, sehingga tidak menerawang warna kulit. Terlebih bagi kaum perempuan untuk menyempurnakan menutup auratnya dengan mengenakan khima>r dan jilba>b. Selain itu syara‘ juga tidak menghalalkan perempuan berlaku tabarru>j di ruang publik, yakni menarik pandangan laki-laki non mahram dengan menampakkan kecantikannya. Karena tabarruj dapat menyalakan perasaan dan membangkitkan naluri seksual baik dalam diri laki-laki ataupun perempuan untuk mendorong nafsu seksual. Termasuk di dalamnya urusan belajar dan mengajar. Penutup | 139 B. Saran-saran Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam penulisan karya tulis ini. Akan tetapi ini merupakan hasil dari usaha yang telah penulis lakukan. Semoga Allah Swt memberikan manfaat dari karya ini untuk ummat guna menambah tsaqofah (budaya) Islamiyah. Penulis mengharapkan kritik dari para pembaca apabila ditemukan kesalahan, baik dari sisi penulisan atau pemahaman. Juga saran yang akan membantu menyempurnakan karya tulis ini. Sehingga layak untuk dibaca dan dijadikan rujukan ilmiah. Penulis menyarankan agar penelitian tentang pendidikan akhlak Qur’ani terus dikembangkan, yang perlu diperhatikan bahwa penelitian ini dilakukan bukan untuk sekadar kepuasan intelektual. Lebih dari itu, penelitian ini dilakukan guna mencari solusi terbaik untuk mengubah kondisi interkasi atau pergaulan masyarakat yang sudah sangat hancur. Sehingga diharapkan agar hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di dalam masyarakat dan bernegara sebagai pondasi utama yang menentukan kebijakan publik terkait pengaturan hubungan mu’amalah. 140 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani DAFTAR PUSTAKA ‘Abdul Ba>qiy, M. Fu’a>d, Mu’jam li Alfa>z al-Qur’a>n al-Kari>m, Beirut : Da>r al Ma’rifah, 2003. Abdullah, Luba>but Tafsi>r min Ibni Katsi>r, Jilid 3, terj. M. Abdul Ghoffar, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004. Ahsin Sakho, Muh{ammad, Oase Al-Qur’an, ttp. : PT Qaf Media Kreativa, 2017. Al-Abrasyi, Muhammad ‘Atiyah, Educational Theory a Quranic Outlook, terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Al-Ashifi, Muh{ammad Mahdi, Mencerdaskan Hawa Nafsu, Jakarta : Penerbit Misbah, 2004. Al-Bantani, Rohimudin Nawawi, Syekh Nawawi al-Bantani Ulama Indonesia yang Jadi Imam Besar di Masjidil Haram, Depok: Mentari Media, 2017. ________, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, Depok: PT Melvana Indonesia, 2017. Al-Bantani, Muhammad Nawa>wi, Nas{aihul ‘Iba>d ‘Kuat Bertauhid, Ta’at Beribadah dan Manfaat Menjalani Hidup’, Jakarta : Republika Penerbit, 2004. Al-Bantani, Muhammad Nawa>wi, Mara>h Labid li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d, Surabaya : Da>r al-‘Ilm, tth. 141 142 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Al-Bantani, Muhammad Nawa>wi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an al-Maji>d, Jilid I & II. Beirut : Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmiah, 1997. ________, Muhammad Nawawi, Mara>h Labi>d Tafsir alNawawi, Surabaya: Kharisma, Vol. 2, tth. ________, Muhammad Nawawi, Tafsir al-Muni>r (Mara>h} Labi>d), Terj. Bahrun Abu Bakar, L.C., Bandung: Sinar Baru Algensindo, Vol. 4, dan 5 2016. ________, Muhammad Nawawi, Qomi>’ at-T{ughya>n, Indonesia: Da>r Ihya>’. ________, Muhammad Nawawi, Tija>n al-Darary, Syarh Risalah Ibrahim fi al-Tauhid, Surabaya: Harisma, tth. ________, Muhammad Nawawi, Mara>qi al-‘Ubu>diyyah, Syarh Matn Bidayah al-Hidayah, Surabaya : Nurul Huda, tth. ________, Muhammad Nawawi, Kasyifah al-Saja>’, Syarh Safinah an-Naja’, Surabaya: Darul Jawahir, tth. ________, Muhammad Nawawi, Niha>yat al-Zain fi Irsya>d alMubtadi’in, ttp.: al-Haromain, tth. ________, Muhammad Nawawi, Qu>tu H{abi>bil Ghari>b Tausykh ‘ala Fath{ul Qori>b, ttp. : Al-Haramain, tth. ________, Muhammad Nawawi, Riya>d{ul Badi>’ah, Indonesia: Al-Haramain, tth. ________, Muhammad Nawawi, Qat{rul Ghaits, Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, tth. Daftar Pustaka | 143 ________, Muhammad Nawawi, Mada>rijus S{u’u>d, Indonesia: Da>r Ihya>’ al-Kita>b al-‘Arobiyyah, tth. ________, Muhammad Nawawi, Syarh Sulam at-Taufi>q, Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, tth. ________, Muhammad Nawawi, Tanqi>h al-Qaul, Syarh Luba>bul Hadis, Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al‘Arobiyyah, tth. ________, Muhammad Nawawi, Sala>limul Fudhala>, Singapura Jiddah: Al-Haramain, tth. ________, Muhammad Nawawi, Syarah Mara>qil ‘Ubu>diyyah, ttp., : Da>r Ihya> Kutub al-‘Arabiyyah, tth. Al-Dimya>thi, Abu Bakar al-Makki Muhammad Syatho, Kifa>yatul Atqiya>, Singapura Jiddah: Al-Haramain, tth. Al-Farmawi, ‘Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudlu’i, Bandung : Pustaka Setia, 2002. Al-Faruqi, Isma’il Raji, Tauhid: Its Implications for Thought and Life, ttp. :The International of Islamic Thought, 1982. Al-Ghazali, Imam, Ihyâ’ ‘Ulum al-dîn, Beirut : Dâr al-Fikr, tth., jilid 3. ________, Ihyâ’ ‘Ulum al-dîn, Juz III, Beirut : Da>r Ihya>’ alKutub al-‘Ilmiyah, tth. Al-H{adda>d, Barkatul Ana>m Ba’lawi, Nas{oi> hud Di>niyah, ttp. : Al-Haromain, 2008. 144 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Al-Hasyimi, Muh{ammad Ali, Kepribadian Seorang Muslim, Riyadh : Internasional Islamic Publishing House, 2006. Al-Jâbiriy, M. ‘Âbid, Al-Turâts wa al-Hadatsah: Dirâsat wa Munâqashât, Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafîy al‘Arabiy, 1991. Al-Kailani, Hajid ‘Arsyan, Falsafah al-Tarbiyah al-Islâmiyah, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Hadi, 1987. Al-Maliki, Muhammad bin Alawi, Zubdah al-Itqa>n fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n Jiddah : Dar al-Syauq, 1983, cet. III. Al-Ma’ruf, Abi Bakar, Kifa>yah al-Atqiya>’, Indonesia: AlHaromain, tth. Al-Nabha>ni>, Taqi> al-Di>n, al-Niz}a>m al-Ijtima>’i> fi> al-Isla>m, Libanon : Da>r al-Ummah, 2003, cet. 4. ________, Taqi> al-Di>n, Muqaddimatu al-Dustu>ri au al-Asba>bi al-Maujubati lahu>, Beirut: Da>r al-Ummah, tth. Al-Nawa>wi, Yahya bin Syari>fuddi>n, Arba’i>n Nawa>wi, Surabaya: Maktabah Imami, tth. Al-Qattho>n, Manna>’, Maba>hits fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n, tt. : Mansyu>ro>t al-’Ashril Hadi>ts, tth., cet. III. ________, Maba>hits Fi> ‘Ulumil Qur’a>n, Dasar-Dasar Ilmu alQur’a>n, Penerj. Umar Mujtahid, Jakarta : Ummul Qura, 2016. Al-Syirazi, Makarim Nashir, Al-Amtsa>l fi Tafsi>r Kita>b Alla>h al-Munzal, Jilid I terj. Ahmad Sobandi dkk, Jakarta : Gerbang Ilmu Press, tth. Daftar Pustaka | 145 Al-Zantaniy, ‘Abd al-Hamîd al-Shaid, Asas al-Tarbiyah alIslâmiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Libiya : Al-Dar al-‘Arabiyyah li al-Kitab, 1984, cet. ke-2. Ali, Mufti, Biografi Ulama Banten Seri ke 1, Serang: Laboratorium Bantenologi, 2014. Amin, Ahmad, Al-Akhlâq, terj. K.H. Farid Ma’rûf, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta : Bulan Bintang. 1993, cet. VII. Amin, Ahmad, Kitab Al-Akhlak, Kairo: Da>r Al-Kutub AlMishriyah, tth. Asnawi, Pemahaman Syaikh Nawawi tentang Ayat Qadar dan Ayat Jabar dalam Tafsir Mara>h Labi>d Studi Teologi Islam, Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006. As-Sidany, Utsman Zahid, Fiqih Busana Muslimah, Yogyakarta: Quwwah, 2019. Asyarie, Sukmadjaya & Rosy Yusuf, Indeks Al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 1996. Asy’arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam AlQur’an, Yogyakarta : LESFI, 1992, cet. I. Audah, Ali, Dari Khazanah Dunia Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999, cet. I. Badrudin, Pengantar Ilmu Akhlak, Serang: IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2013. ________, Diklat Mata Kuliah Mazahib Tafsir, Serang : IAIB, 2009. ________, Akhlak Tasawuf, Serang: IAIB PRESS, 2015. 146 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Khusus dalam Al-Qur’an dan Interpretasinya, Serang : Suhud Sentrautama, 2007, ________,Tema-tema cet. I. ________, Paradigma Metodologis Penafsiran Al-Qur’an, Serang: Pustaka Nurul Hikmah, 2018. Bahri, Saepul, Tradisi Intelektual Islam Syaikh Nawa>wi Al Bantani, Menes-Pandeglang: An-Najah Press, 2012. Baidan, Nasruddin Metode Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1999. Burhanuddin, Mamat S., Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, Yogyakarta: UII Press, 2006. Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syekh Nawawi al-Bantani Indonesia, Jakarta: CV. Sarana Utama, 1978. Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah, Bandung : PT Sygma Exagrafika, 2009. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES,< 2011. Du Bois, Nelsen F., Educational Psichology and Instructional Decision, Homewood Illionis: The Dorsey Press, 1979. Emilia, Emi, Menulis Tesis dan Disertasi, Bandung: Alfabeta, 2009, cet. II. Daftar Pustaka | 147 Fadhlullah, Husain, Persembahan untuk Tuhan, Bogor: Cahaya, 2003. Fuad, Abu, Penjelasan Kitab Sistem Pergaulan Dalam Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2007. Hadhiri, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 1993. Hasbi Ash-Shiddiqy, Tengku Muh{ammad, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jakarta : PT. Pustaka Rizki Putra Semarang, 1995. Hude, M. Darwis, et.al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, cet. II. Iqbal, Moh., The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Lahore: M. Ashraf, 1958. Ismail SM, et.al. (editor), Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, 2001, cet. I. Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid I, II, III, VI, dan X. Jakarta: Widya Cahaya, 2011. Kuntjojo, Metodologi Penelitian, Kediri : tp., 2009. Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, cet. I. LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m dan Terjemahnya, Jakarta: Pustaka al-Hanan, 2009. Ma’luf, Louis, Kamus al-Munjid, Beirut : Al-Maktabah alKatulikiyah, tth. 148 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Noeng, Metodologi Penelitian Kwalitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1992. Milah, Aang Saeful, Konsepsi Semantik Syaikh Nawawi AlBantani dalam Tafsir Mara>h Labi>d, Serang: FTK Banten Press dan LP2M IAIN Banten, 2014. Mughni, Abdul, Intisari Ajaran Syaikh Abdul Qadir Jailani, Surabaya: Pustaka Medika, tth. Mu’in, Fathul, Konsep Takwa dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir Tematik, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, 2017. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya, 2010, cet. ke-27. Munafar, La Ode, Indonesia Tanpa Pacaran, Yogyakarta: Gaul Fresh, 2016. Munawwir, A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997, edisi II, cet. ke14. Munir, Samsul, Sayyid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2011, cet. II. Muplihin, Iin Yunus, Pengaruh Pemikiran Politik Syekh Muhajir, Nawawi al-Bantani (1230 H/1813 M) terhadap Perjuangan Melawan Kolonialisme Belanda di Banten, Skripsi, Program Sarjana, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996 dan 2009. Daftar Pustaka | 149 Nawawi, Hadari dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2005, cet. III. Noviany, Ratu, Syekh Nawawi al-Bantani : Riwayat Hidup dan Kontribusinya Bagi Islam (1813-1897), Skripsi, Program Sarjana, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012. Paranto, Pius A. dan M. Dahlan A.B., Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arloka, tth. Priyanto, Eko, Jalan Rohani Para Wali dalam Pemikiran Nawawi al-Bantani: Kajian Terhadap Kitab Sala>limul Fudhala>, Serang: Fakultas UDA, 2013. Purbakawaca, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976. Qutub, Sayyid Tafsir Fi Dzilalil Qur’an, Jilid VI, terj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 2002. Rahimah, Takwa dalam Perspektif Allamah Sayyid Abdullah bin Husain bin Thahir, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara, Medan, 2018. Rahman, Fazlur, Major Themes of the Qur’an, Chicago: Bibliotheca Islamica, 1980. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2010, cet. VIII. Rudestam, K.E., & R.R. Newton, Surviving your Dissertation, Newbury Park-London: SAGE Publication, 1992. 150 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Sa‘ad, Suadi, Pendidikan Akhlaq dalam Pandangan Syeikh Nawawi al-Bantani, Serang: LP2M IAIN SMH Banten, 2014. Sahil, Azharuddin, Indeks Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2001. Salim, Abd Muin, Mardan dan Achmad Abu, Metodologi Penelitian Tafsir Maudhu’i, Jakarta: Pustaka Mapan, 2012. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014. Satori, Djam’an dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009, cet. ke-1. Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002. ________, Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan Pustaka, 2008. ________, Membumikan Al-Qur’an, Jilid 2, Jakarta: Lentera hati, 2012. Siregar, Mhd. Ikhsan Kolba, Metode Syaikh Nawawi alBantani dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Skripsi, Program Sarjana, UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, 2011. Solihin, M. dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2008, cet. I. Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2011. Suhartini, Andewi, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Angkasa, 2004, cet. I. Daftar Pustaka | 151 Sulaiman, Fathiyah Hasan, Madzâhib fî al-Tarbiyah, Kairo: Ahdah, 1964. Syafri, Ulil Amri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014, cet. II, Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002, cet. VII. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994, cet. II. Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif: Manfaat Tasawuf dalam Kehidupan Sehari-hari, Ciputat: Pustaka Irvan, 2008, cet. II. Tihami, M.A, Pemikiran Fiqh Al-Syaikh Muh{ammad Nawa>wi Al-Bantani, Disertasi Program Pasca Sarjana, Jakarta : Perpustakaan IAIN Syarif Hidayatullah, 1998. ________, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Nawawi Al-Bantani, Serang: Laboratorium Bantenologi, 2016. Tim Peneliti Laboratorium Bantenologi, Biografi Ulama Banten, Serang: Laboratorium Bantenologi, 2017. Tim Penulis, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2004. ________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 1991. Umar, M. Nuruddin, Klasifikasi Ayat Al-Qur’an, Surabaya: Al-Ikhlas, tth. 152 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Yahya, Muhammad Taufiq Ali, Kuburku Syurgaku, Jakarta: Lentera, 2005. Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: PT Mahmud Yunus wa Dzurriyah, 2007. Yu>nus, ’Abd. al-Hami>d, Da>irat al-Ma’a>rif II, Kairo : AlSya’b, tth. Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya : Bina Ilmu, 1995, cet. II. Zaini, Syahminan, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1986, cet. I. Zuhri Adnan, Afton, Pembentukan Karakter dalam al-Qur’an Studi Surat Luqman Ayat 13-18 Perspektif Tafsir Mara>h{ Labi>d, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan, Lampung, 2018. Sumber dari Internet: 1. Al-Nabha>ni>, Taqi> al-Di>n, Review Kitab Tafsi>r Mara>h Labi>d li Kasyfi Ma‘na> al-Qur’a>n al-Maji>d, PDF, Sumber: https://www.academia.edu/36363273/ 2. Brainly, Aplikasi Belajar, https://brainly.co.id/tugas/305735. Diakses pada 04 Februari 2020. 3. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikanislam.html (12-4-2013). 4. https://archive.org/details/ArbaunFiThalibAlIlm Daftar Pustaka | 153 5. http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6247. Diakses pada 18 Januari 2013. 6. http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/urgensipendidikan-dalam-membina-muslim.html. Diakses 12 April 2013. 7. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikanislam.html. Diakses 12 April 2013. 8. KBBI Daring, kbbi.kemendikbud.go.id/entri/Ruang%20publik. Diakses pada 28 Mei 2020 9. KBBI Daring, https://www.kbbi.web.id/interaksi. Diakses pada 02 Februari 2020. 10. KBBI Daring, kbbi.kemendikbud.go.id/entri/Ruang%20privat. Diakses pada 28 Mei 2020 11. Online, NU Jabar, “Marah Labid: Tafsir al-Qur’an Terlengkap Karya Syekh Nawawi al-Bantani,” Jawa Barat, 24 Juli 2017, https://nujabar.or.id/marah-labidtafsir-al-quran-terlengkap-karya-syaikh-nawawi-albantani/. Diakses pada 19 Desember 2019, 09.16). 12. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Interaksi Sosial, https://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi_sosial. Diakses pada 16 Januari 2020. 154 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani Sumber dari Jurnal Ilmiah, Majalah dan Media Cetak: Abdul Khamid, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif Imam Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nashaih al‘Ibad, POTENSIA : Jurnal Kependidikan Islam , Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2019. Ansor Bahary, Tafsir Nusantara : Studi Kritis Terhadap Marah Labid Nawawi al-Bantani, Ulul Albab, Vol. XVI, No. 2, 2015. ‘At}a’ bin Khalil Abu Al-Rasytah, Hukum Syari’at Seputar Ikhtilat}, al-Wa‘ie : Media Politik dan Dakwah, Edisi Juma>di> al-Akhi>r 1440 H, Februari, 2019. ________, Antara ‘Illat Hukum dan Hikmah Kewajiban Jilbab Bagi Wanita, Al-Wa‘ie : Media Politik dan Dakwah, Edisi Juma>di> al-Akhi>r 1440 H, Februari, 2019. Edi Purwanto, "Privatisasi Ruang Publik dari Civic Centre Menjadi Central Business District," Tata Loka, Vol. 16, No. 3, Agustus, 2014. Encep Safrudin Muhyi, dalam Dinamika Umat, edisi 52/VI/Maret 2007. Jemmy R. Mocodompis, Pola Interaksi Sosial Masyarakat dalam Menunjang Pelaksanaan Pemerintahan Desa, Jurnal Polotico, Vol. 4, No. 1, 2015. M. Su’ud dan Abdullah Affandi, Antara Takwa dan Takut Kajian Semantik Leksikal dan Historis Terhadap Al- Daftar Pustaka | 155 Qur’an, Jurnal al-Hikmah Vol. 4 No. 2 Oktober, 2016. Masnida, Karakteristik dan Manhaj Tafsi>r Mara>h} Labi>d Karya Syekh Imam Nawawi al-Bantani, Darussalam : Jurnal Pendidikan, Komunikasi, dan Pemikiran Hukum Islam, Vol. VIII, No.1, 189-201, September, 2016. Mat Saichon, Makna Takwa dan Urgensitasnya dalam AlQur’an, Jurnal Usrah Vol.3 No.1 Juni 2017. Moh. Abid Mabrur, Pengaruh Karya Syekh Nawawi al- Bantani Dalam Tradisi Kajian Kitab Kuning (Kitab Klasik) di Pesantren Buntet, Jurnal Tamaddun, Vol. 4, Juli-Desember, 2016. Muhammad Aziz, Suara Muhammadiyah 15/98, 24 Ramadhan – 8 Syawwal 1434 H. Nur Rachma Permatasary dan R. Indriyanto, Interaksi Sosial Penari Bujangganong Pada Sale Creative Community di Desa Sale Kabupaten Rembang, Jurnal Seni Tari UNNES, Vol 5, No. 1, 2016.