PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN:
Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani
Dr. H. Badrudin, M.Ag.
Hikmatullah, M.Sy.
a-empat
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN:
Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani
Diterbitkan Pertama Kali oleh Penerbit A-Empat
Edisi 1, Januari 2021
All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
Penulis:
Dr. H. Badrudin, M.Ag.
Hikmatullah, M.Sy.
Editor:
Agus Ali Dzawafi
Tata Letak dan Perancang Sampul:
Tim kreatif A-Empat
Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif
Syaikh Nawawi Al-Bantani
vi + 155: 14,8 cm x 21 cm
ISBN: 978-602-0846-78-1
Penerbit A-Empat | Anggota IKAPI
Puri Kartika Banjarsari C1/1 Serang 42123
www.a-empat.com
E-mail: info@a-empat.com
Telp. (0254) 7915215
KATA PENGANTAR
Bismillah al-rahman al-rahim
Segala puji hanya ditujukan bagi Allah, pemberi petunjuk
dan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya yang senantiasa berupaya
merealisasikan ajaran-Nya di tengah umat. Salawat dan salam,
semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. yang amat
mencintai pengikutnya untuk mengembangkan risalah Islamiyah,
beserta keluarga dan para sahabatnya yang selalu menyertai beliau
dalam menegakkan agama Islam.
Dengan inayah-Nya, penulis terdorong untuk menyusun
sebuah penelitian tentang Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an:
Studi Tarbawi Perpektif Syaikh Nawawi Al-Bantani, yang
akhirnya dapat diterima oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (LP2M) UIN “SMH” Banten. Kemudian,
dirasa amat bermanfaat untuk dijadikan sebagai acuan bagi
pemerhati kajian akhlak dan etika Islami dari kalangan mahasiswa,
akademisi, dan masyarakat. Selain itu, diharapkan pula dapat
menambah literatur khazanah kepustakaan dalam kajian ke-Islaman.
Sehubungan dengan itu, ucapan terima kasih disampaikan
kepada Bapak Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, Wakil Rektor I, II, III, Ketua LP2M (Dr.
Wazin, M.Si) dan Kepala Puslitpen (Dr. H. Ayatullah Humaeni,
MA) yang telah memberi kesempatan untuk dapat melakukan tugas
mulia ini. Demikian pula kepada semua pihak yang membantu.
iii
Semoga jasa-jasa mereka menjadi amal ibadah dan diterima oleh
Allah Swt. Amin!
Serang, 19 Desember 2020
Penulis
iv
DAFTAR ISI
COVER--- i
KATA PENGANTAR---iii
DAFTAR ISI---v
BAB I PENDAHULUAN---1
A. Latar Belakang Masalah---1
B. Perumusan Masalah---6
C. Tujuan Penelitian---7
D. Kerangka Konseptual---7
E. Manfaat Penelitian---11
F. Metodologi Penelitian---13
G. Telaah Pustaka---18
BAB II MENGENAL SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI
DAN KARYA TAFSIRNYA---23
A. Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Karya Tafsirnya---23
1. Biografi Syaikh Nawawi---23
2. Karya-karya Syaikh Nawawi dan Pemikirannya--29
B. Tafsir Mara>h Labi>d Syaikh Nawawi---46
1. Sejarah Penulisan Tafsir dan Karakteristiknya---46
2. Orientasi, Metode dan Corak Tafsir---59
BAB III KAJIAN PENDIDIKAN AKHLAK---67
A. Pengertian Pendidikan Akhlak---67
v
B. Urgensi Pendidikan Akhlak---74
C. Hakikat Pendidikan Akhlak dalam Islam---79
BAB IV PENAFSIRAN SYAIKH NAWAWI TENTANG
AYAT-AYAT PENDIDIKAN AKHLAK---91
A. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Akhlak Menuntut Ilmu--91
B. Penafsiran Syaikh Nawawi terhadap Ayat-ayat Akhlak
Menuntut Ilmu---93
C. Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Interaksi Laki-laki
dan Perempuan dalam Tafsir Mara>h} Labi>d---112
D. Analisis Interpretasi Pendidikan Akhlak dalam
Menuntut Ilmu dan Interaksinya---131
BAB V PENUTUP---137
A. Kesimpulan ---137
B. Saran-saran---139
DAFTAR PUSTAKA---141
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan. Dalam kaitan ini, peranan pendidikan agama Islam
di kalangan umat (masyarakat) merupakan manifestasi dari
cita-cita hidup Islami dalam melestarikan dan mentransformasikan nilai-nilai religi terhadap pribadi generasi penerusnya.
Moral yang terbimbing dalam naungan ilahiyah akan
melahirkan Akhlak terpuji dan terarah. Untuk itu nilai-ilai
Islam yang diformulasikan dalam cultural religious tetap
berfungsi dan berkembang di masyarakat dari masa ke masa.1
Untuk itu pendidikan yang mengarah kepada pembinaan
akhlak sangat perlu diberikan dalam pengajaran dan
pendidikan baik yang formal, nonformal maupun informal.
Akhlak Islami didasarkan pada nilai-nilai Al-Qur’an
dan Hadis Nabawi. Kitab suci Al-Qur’an diturunkan penuh
dengan keberkahan supaya umat manusia memperlihatkan
ayat-ayatnya dan mendapatkan pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai pikiran.2 Dalam pemahaman ini memberi
tekanan untuk menyimak dan menganalisa ayat-ayat AlQur’an dan Hadis Nabawi.
1
Encep Safrudin Muhyi, dalam
52/VI/Maret 2007, hlm. 16.
2
QS. Sha>d (38): 29.
1
Dinamika Umat, edisi
2 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Iman merupakan pembenaran dalam hati, pengikraran
dengan lisan, dan pengalaman dengan perbuatan (aplikasi dan
implementasi dalam kehidupan). Dalam hal ini iman adalah
satu kekuatan yang memelihara umat manusia dari nilai-nilai
rendah, dan merupakan alat yang menggerakkan manusia
untuk meningkatkan nilai luhur dan moral yang bersih. Itulah
kiranya Allah berseru kepada manusia supaya berbuat
kebajikan dan membenci kejahatan. Demikian ini merupakan
syarat utama keimanan yang memenuhi ilmu, iman dan amal.
Manakala keyakinan dan keimanan tertanam dengan
kokoh, maka moral akan berkembang dengan subur. Dan
manakala karakter moral begitu rendah, maka dengan
sendirinya iman akan rendah. Oleh sebab itu melalui
kebenaran, keimanan, dan dengan usaha untuk selalu
menyempurkanak dan meningkatkan ketakwaan, maka
seseorang akan terpelihara dan terjamin hingga kelak dapat
memtik hasilnya.3
Pendidikan akhlak karimah perlu diberdayakan melalui
proses pembelajaran. Dalam hal proses belajar-mengajar
tentunya berlandaskan dua asas, yaitu: 1) Dengan menjaga
(memperlihatkan) terhadap tingkat kemampuan atau
pemikiran yang diajar - dididik, 2) Pengembangan potensi
akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa-apa yang
Muhammad Al-Ghazali, Karakter Muslim (terj), (Bandung :
Risalah, 1987), cet. I, hlm. 6-7.
3
Pendahuluan | 3
mengarahkannya kepada kebaikan dan petunjuk/kebenaran.4
Demikian pula menurut al-Qatthon5 bahwa sistem belajarmengajar yang tidak memperlihatkan tingkat pemikiran yang
diajar/dididik (thulla>b) dalam tahapan-tahapan pengajaran,
bentuk-bentuk bagian yang bersifat menyeluruh dan
perpindahan dari yang umum menuju yang khusus atau tidak
memperhatikan pertumbuhan aspek-aspek kepribadian yang
bersifat intelektual, rohani dan jasmani, maka ia adalah sistem
pendidikan yang gagal yang tidak member hasil ilmu
pengetahuan kepada umat, selain hanya menambah kebekuan
dan kemunduran.
Akhlak yang mulia merupakan unsur yang sangat
utama di dalam risalah Islamiyah. Dalam syari’at Islam akhlak
yang baik adalah manifestasi ibadah.6 Demikian halnya dalam
sholat terkandung nilai-nilai akhlak.7 Pokok-pokok akhlak
Islami itu mencakup berlaku benar, jujur menunaikan amanah,
menepati janji, tawadhu’ (merendahkan diri), berbakti kepada
orang tua, menyambung silaturrahmi, berlaku baik kepada
tetangga, memuliakan tamu, pemurah, dan dermawan,
penyantun dan sabar, mendamaikan manusia, sifat malu
berbuat ma’siat, kasih sayang, berlaku adil, dan menjaga
4
Manna>’ al-Qattho>n, Maba>hits fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n, (tth. :
Mansyu>ro>t al-’Ashril Hadits, tt.), cet. III, hlm. 116.
5
Ibid., hlm. 117.
6
Fathi Yakan, Sifat dan Sikap Seorang Muslim (terj), (Surabaya :
Bina Ilmu, 1982), cet. I, hlm. 22.
7
QS. 29 : 45.
4 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
kesucian diri.8 Itulah diantara akhlak karimah yang perlu kita
miliki sifat-sifat yang mulya tersebut.
Dengan memperhatikan urgensifitas kajian akhlak
karimah dalam kehidupan, maka kita kembali kepada AlQur’an karena dasar-dasar pijakan dalam berakhlak itu dengan
nash-nash Qur’ani. Demikian juga sosok figur yang menjadi
panutan adalah Nabi Muhammad Saw.9 Dan ditegaskan bahwa
akhlak Rasulullah Saw itu tercermin dalam Al-Qur’an.
Menurut Syaikh Muhammad al-Ghazali,10 apa yang
kita saksikan pada saat ini umat Islam membaca Al-Qur’an
hanya dikarenakan mengharap barakah, tanpa analisis kritis
dan menghayati maknanya secara mendalam apa yang
terkandung dibalik pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an. Dari
manakah kita mengambil pelajaran jika kita tidak menghayati
makna ayat secara mendalam, atau bagaimana kita bisa
memahaminya kalau tidak mengerti maksud kandungannya
sebagai tuntunan yang secara prinsip dibutuhkan oleh umat
Islam baik secara individual maupun sosial ? Berangkat dari
kesadaran semacam ini, umat Islam akan mampu mengisi
kekosongan perannya dalam hal-hal kemanusiaan, sekaligus
membimbingnya ke jalan kebaikan. Sayangnya, hal semacam
Perhatikan dalam Ha>dza Huwa al-Isla>m oleh Ahmad B. Utsman
& Adil Asyiddy, hlm. 6-15.
9
QS. 68 : 4.
10
Syaikh Muhammad al-Ghazali lahir pada tahun 1917 di Nakla
Al-‘Inab, sebuah desa di Mesir. Beliau banyak menggeluti dunia
pendidikan dan kebudayaan, dan sempat menjabat sebagai wakil di
Kementerian wakaf. Beliau meninggal pada hari Sabtu tanggal 9 Syawwa>l
1416 H, bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1996 M.
8
Pendahuluan | 5
ini justru sulit kita jumpai (jarang ditemukan). Sifat terpuji,
sebagaimana digambarkan Al-Qur’an mestinya merupakan
identitas hamba-hamba Allah Swt pada umat ini. Mereka
seharusnya menerima seruan Allah melalui ayat-ayat AlQur’an, mendengarkan dan menyaksikan, yang pada gilirannya
dari sanalah titik awal pergerakan mereka.11
Pada dekade sebelum Syaikh Muhammad al-Ghazali,
ada ulama yang cukup terkenal yaitu Syaikh Nawawi alBantani, seorang Sayyid ulama Hijaz yang disegani. Semasa
hidupnya banyak menyumbangkan waktunya untuk aktivitas
pendidikan, pengajaran, dan dakwah. Beliau dikenal sebagai
seorang ulama dan pengarang/penulis produktif. Karyakaryanya mencakup dalam bidang tauhid, fiqh, tasawuf, Hadis,
tafsir Al-Qur’an dan akhlak.
Umat Islam Indonesia dalam sejarah percaturan dunia
pernah melahirkan ulama berkaliber internasional, ulama yang
berkaliber dunia ini adalah Syaikh Nawawi Al-Bantani alJawi. Beliau ini berasal dari pedesaan di wilayah Kecamatan
Tanara Kabupaten Serang Provinsi Banten yang meniti karir
sebagai penuntut ilmu dan pendidik, sekaligus sebagai ulama
dan pengarang di Makkah al-Mukarromah. Reputasinya
sebagai ahli ilmu agama dan penulis/pengarang terkenal telah
Syaikh Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an
(terj), (Bandung : Mizan, 1996), cet. I, hlm. 16.
11
6 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
mengangkat citra Indonesia di dalam kancah pengembangan
keilmuan Islam dunia.12
Berkaitan dengan penelitian yang akan penulis coba
pahami yaitu tentang pendidikan akhlak karimah dalam AlQur’an bagi pencari ilmu. Dalam hubungan ini merupakan
studi kajian Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi Al-Bantani.
Dalam acuan penelitian ini akan mengupas kandungan Tafsir
Munir (Mara> Labi>d) karya Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam
kajian pendidikan akhlak karimah. Penulis merasa tertarik
untuk membahas pemikiran-pemikiran Syaikh Nawawi yang
tersebar dalam karya-karyanya dalam kaitannya mengenai
pendidikan akhlak menuntut ilmu.
B. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan paparan dalam latar belakang
permasalahan di atas, penulis merumuskan permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengapa kajian pendidikan akhlak Qur’ani itu sangat
urgen dipelajari ?
2. Apa saja ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung isyarat
tentang pendidikan akhlak dalam menuntut ilmu ?
3. Bagaimana konsep-konsep penafsiran (interpretasi) Syaikh
Nawawi al-Bantani tentang pendidikan Akhlak tersebut ?
Lihat dalam Pengantar Redaksi karya Samsul Munir, Sayyid
Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani, (Yogyakarta : Pustaka
12
Pesantren, 2011), cet. II, hlm. V.
Pendahuluan | 7
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah disebutkan,
tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah menjawab masalah yang telah dirumuskan di atas.
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui alasan tentang urgensi pendidikan akhlak
Qur’ani.
2. Dapat menyebutkan isyarat-isyarat Al-Qur’an yang ada
hubungannya dengan pendidikan akhlak Islami (akhlak
karimah dalam menuntut ilmu).
3. Mengungkapkan tentang pandangan-pandangan Syaikh
Nawawi al-Bantani mengenai pendidikan akhlak karimah
dalam thalabul ilmi.
D. Kerangka Konseptual
Eksistensi manusia sebagai makhluk, tentu harus
berhadapan pula dengan realitas lain yaitu Sang Khalik (yang
menciptakan manusia). Memahami manusia dari apa yang
dihasilkannya membawa konsekwensi untuk memahami
struktur kehidupannya dalam suatu sistem kebudayaan,
sebagai suatu usaha memahami seluruh kegiatan manusia
dalam kesatuan yang organis.13
Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam AlQur’an, (Yogyakarta : LESFI, 1992), cet. I, hlm. 12-13.
13
8 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Mustafa Zahri14 menukil pendapat Imam Ghazali
bahwa tujuan perbaikan akhlak itu ialah dalam rangka
membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan
amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin
yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.
Urgensi akhlakul karimah merupakan hal yang sangat
berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas
kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan
akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk kebaikan hidup manusia.15
Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 77
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan.
Membahas manusia dari sisi Akhlaknya biasanya
dipakai dalam ilmu-ilmu sosial yang meletakkan manusia
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya :
Bina Ilmu, 1995), cet. II, hlm. 67.
15
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2009), hlm. 15.
14
Pendahuluan | 9
sebagai obyek penyelidikan. Sedangkan penyelidikan terhadap
manusia sebagai sebuah ciptaan, akan memandang manusia
dari sudut pandang penciptaannya (Tuhan) yang biasanya
dipakai dan dikembangkan dalam ilmu agama.16
Akhlakul karimah yang lurus harus berdasarkan nilainilai Tauhid. Dalam arti sesuai dengan ketentuan Ilahiyyah
yang memberikan tuntunan-tuntunan Akhlak Islami. Oleh
karenanya tauhid adalah esensi pengetahuan dan kebudayaan
Islam (sesuai dengan ketentuan Allah) yang memberikan
identitas dan mengikat semua unsur-unsur kebudayaan
menjadi utuh. Unsur-unsur itu tidak terlepas dari tauhid
sebagai sumbernya.17
Figur sentral sosok mulia adalah Nabi Muhammad
18
Saw.
Di samping kenabian dan kerasulannya, beliau
merupakan negarawan dan panglima perang, sebagai
pemimpin dan pendidik yang cemerlang. Para sahabat banyak
yang dididik oleh Rasulullah Saw. Mereka dibimbing menjadi
manusia yang bertauhid, yang taat, dan setia kepada
Rasulullah, kasih sayang kepada sesama dan saling
menghargai, mencintai ilmu, penuh tanggung jawab, berani
karena benar, dan toleransi serta pemaaf.19
Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 13.
Ibid., hlm. 12. Lihat dalam paparan Isma’il Raji al-Faruqi,
Tauhid: Its Implications for Thought and Life, (The International of
Islamic Thought, 1982), hlm. 18.
18
QS. 68 : 4.
19
Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, (Jakarta : Pustaka
Firdaus, 1999), cet. I, hlm. 359.
16
17
10 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Demikian pula kepada anak-anak, kita tanamkan
akhlak yang diajarkan nabi dan sahabat-sahabatnya untuk
menghormati orang tua, kewajiban belajar dan sopan santun;
Muhammad sebagai Rasulullah adalah sosok teladan semua
orang beriman, dari anak-anak sampai orang dewasa, dari
semua tingkat dan golongan.20 Beliau tegaskan bahwa dirinya
diutus oleh Allah dalam rangka untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia (budi pekerti yang tinggi nan agung).21
Eksistensi manusia yang diungkapkan Al-Qur’an
sebagai nafs, sesungguhnya mengandung arti sebagai diri atau
keakuan.22 Manusia sebagai makhluk yang beraktifitas
membentuk kepribadian dalam tindakan dan tingkah laku.23
Dalam hal itu merupakan bentuk aktifitas murni manusiawi.24
Oleh karena itu, pemahaman nafs ada hubungannya dengan
budaya dan akhlak manusia, hal ini karena akhlak atau
kepribadian manusia itu merupakan wujud penjelmaan pada
diri insan yang suka beraktifitas dan bertingkah laku.
Konsep-konsep Al-Qur’an tentang akhlakul karimah
merupakan aktifitas kreatif dalam upaya pembentukan tingkah
laku yang fitrah, dan pada intinya ini termasuk bagian tugas
hidup manusia untuk menyebarkan kehidupan yang mulia dari
20
QS. 33: 40.
Ali Audah, Loc.Cit.
22
Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, (Chicago :
Bibliotheca Islamica, 1980), hlm. 17. Dalam hal ini lihat Musa Asy’arie,
Op. Cit., hlm. 14.
23
Musa Asy’arie, Ibid.
24
Ibid., dan lihat Moh. Iqbal, The Reconstruction of Religious
Thought in Islam, (Lahore : M. Ashraf, 1958), hlm. 94-95.
21
Pendahuluan | 11
sisi moral dan akhlaknya. Tingkah laku manusia dalam hal
akhlaknya merupakan bagian dari konsep sosiologis. Dalam
konsep sosiologi, akhlak dan tingkah polah manusia pada
dasarnya adalah merupakan proses perwujudan eksistensi
manusia dalam hal cara hidup manusia menghadapi persoalanpersoalan yang dihadapinya.
Konsep-konsep pendidikan akhlakul karimah kiranya
dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah
firman Tuhan yang isinya sebagai petunjuk bagi manusia.
Dalam pemahaman ini dapat dibuktikan pada beberapa ayat
yang menjelaskannya.25 Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa
fungsi diturunkannya, diantaranya sebagai nu>r mubi>n, hudan,
syifa, basyi>r atau pembawa berita gembira dan nadzi>r atau
pembawa berita peringatan.26
E. Manfaat Penelitian
Syaikh Nawawi sebagai seorang pendidik telah mampu
menghasilkan kitab-kitab yang banyak dirujuk oleh ulamaulama sesudahnya. Setelah memahami kajian dalam kitabkitabnya, diharapkan memperoleh manfaat baik bersifat
teoretis maupun bersifat praktis. Manfaat tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan bermanfaat
untuk
pengembangan
pemikiran
konsep-konsep
25
QS. 2 : 2 dan 185, 16 : 64 dan 89, 27 : 2, 31 : 3 dan 41 : 44
Badrudin, Tema-tema Khusus dalam Al-Qur’an
Interpretasinya, (Serang : Suhud Sentrautama, 2007), cet. I, hlm. 3.
26
dan
12 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
pendidikan akhlak, yaitu : (1) Sebagai acuan dalam
materi-materi bahasan dan kajian pendidikan akhlak
Islami; (2) Sebagai dasar pemikiran pendidikan spiritual
dalam pendidikan dan pengajaran; (3) Berkontribusi bagi
pengembangan ilmu dalam materi Ilmu Pendidikan Islam;
dan (4) Sebagai wacana keilmuan dalam konsep-konsep
pendidikan yang berbicara tentang tentang hakekat
kewajiban belajar (pencari ilmu), tujuan belajar, pendidik
dan peserta didik, metode pengajaran, dan materi
pendidikan; dan (5) Pemikiran-pemikiran pendidikan
Syaikh Nawawi menjadi pijakan dalam pengembangan
pendidikan Islam. Demikian pula penelitian ini
diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan di
bidang pemikiran pendidikan akhlak Islami dan
mengungkap tentang figur Syaikh Nawawi sebagai tokoh
pendidik yang mempunyai pengaruh besar di kalangan
umat Islam.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan berguna dalam
khazanah pengetahuan pendidikan Islam, sekaligus untuk
diaplikasikan dan diimplementasikan dalam kegiatan
pendidikan dan pengajaran serta menjadi acuan
pengembangan keilmuan dalam proses belajar mengajar di
lembaga pendidikan. Pada prinsipnya penelitian ini
berguna untuk : (1) Menjadi faktor pendukung
pembentukan pribadi yang luhur dalam proses belajarmengajar; (2) Membentuk pribadi yang tangguh dan sabar
dalam menjalani kewajiban sebagai peserta didik dan
Pendahuluan | 13
pengajar/pendidik; dan (3) Mengimplementasikan konsepkonsep akhlak27 dalam pendidikan Islam.
F. Metodologi Penelitian
a. Metode
Metode merupakan cara atau jalan yang ditempuh
seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan.28 Penulisan
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. 29 Dalam rangka
mengumpulkan data untuk keperluan penelitian, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research) khususnya terhadap naskah-naskah karangan yang
dinisbahkan kepada Syaikh Nawawi, dan teknik analisis
27
Pada dasarnya tujuan pokok dipelajari ilmu akhlak yaitu agar
setiap orang mempunyai kepribadian mulia dan berbudi pekerti
(berakhlak), bertingkah laku Islami, dan berperangai atau beradat-istiadat
yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Hal ini mengandung
makna akhlak merupakan segala sifat manusia yang terdidik ”Shifa>t alInsa>n al-Ada>biyyah”. Lihat ’Abd. al-Hami>d Yu>nus, Da>irat al-Ma’a>rif II,
(Kairo : Al-Sya’b, tth.), hlm. 436.
28
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002), cet. ke-7, hlm. 27.
29
Menurut Denzin dan Lincoln (1987) yang dikutip oleh Lexy J.
Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Lihat Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosdakarya, 2010),
cet. ke-27, hlm. 5. Objek penelitian kualitatif adalah seluruh bidang / aspek
kehidupan manusia, yakni manusia dan segala sesuatu yang dipengaruhi
manusia. Objek itu diungkapkan kondisinya sebagaimana adanya atau
dalam keadaan sewajarnya ( natural setting). Lihat Hadari Nawawi dan
Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta : Gajah Mada University
Press, 2005), cet. ke-3, hlm. 175.
14 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
datanya dengan content analysis (analisis isi teks) yang
bersumber dari hasil pengumpulan data kepustakaan.30
Content analysis adalah teknik yang digunakan untuk menarik
simpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan
dilakukan secara obyektif dan sistematis.31 Penelitian ini
termasuk kajian pustaka, karena prosesnya dilakukan dengan
cara menghimpun dan menganalisis data-data sumber
kepustakaan yang ada relevansinya dengan masalah yang
dikaji.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
melalui paradigma tematis teologis. Musa Asy’arie mengutip
Fazlur Rahman bahwa teologi adalah logos of theos,
merupakan tafsiran rasional tentang substansi agama
mengenai peribadatan, simbol-simbol, dan mitos.32 Dalam
kajian ini tentunya tidak terlepas dari pembahasan Kitab Suci
sebagai perwujudan dari firman-firman Tuhan. Oleh karena itu
pendekatan teologi dalam penelitian ini dengan melakukan
analisis doctrinal (tentang ayat-ayat Al-Qur’an) mengenai
Akhlak manusia yakni memahami firman-firman Allah tentang
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kwalitatif, (Yogyakarta:
Rake Sarasin, 1992), hlm. 76-68.
31
Lihat Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. ke-1, hlm. 157. Menurut Weber
(1985: 9) yang dikutip Djam’an Satori dan Aan Komariah menyatakan
bahwa kajian isi adalah metodologi yang memanfaatkan seperangkat
prosedur untuk menarik simpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen. Ibid.
32
Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 15.
30
Pendahuluan | 15
akhlakul karimah dari sudut pandang Tuhan dalam perspektif
Syaikh Nawawi.
Metode yang akan ditempuh dalam penulisan ini
adalah analisis isi tematis. Dengan kata lain melakukan
analisis terhadap makna yang terkandung dalam ayat-ayat AlQur’an berdasarkan pengelompokan tema-temanya dan
kemudian disusun secara logis dalam hubungannya dengan
nilai-nilai pendidikan menurut pandangan Syaikh Nawawi.
Penyusunan ayat-ayat Al-Qur’an itu didasarkan pada
hubungan yang logis antara ayat yang satu dengan ayat
lainnya. Sehingga diharapkan antara ayat yang satu dengan
ayat yang lainnya itu dapat saling menerangkan. Dalam hal ini
menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas, dan atau ayat-ayat yang semakna lafadz
dan makna kandungannya.
Selanjutnya mempelajari dan memahami korelasi
(munasabat) masing-masing ayat dengan surat-surat dimana
ayat tersebut tercantum. Kita ketahui setiap ayat berkaitan
dengan tema sentral pada suatu surat.33 Kemudian menyusun
pembahasan dalam kerangka yang dibutuhkan sesuai dengan
studi, sehingga tidak diikutkan hal-hal yang tidak berkaitan
dengan pokok masalah. Dalam kaitan ini kita merujuk
interpretasi-interpretasi yang diungkapkan oleh Syaikh Nawai
33
Muhammad bin Alawi al-Maliki menjelaskan tentang
munasabat ayat dan surat Al-Qur’an dalam kitabnya Zubdah al-Itqa>n fi>
’Ulu>m al-Qur’a>n pada halaman 116-118 (Jiddah : Da>r al-Syaru>q, 1983),
cet. III.
16 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
dalam kitab tafsirnya. Dan pada akhirnya menyusun
kesimpulan-kesimpulan penelitian yang dapat dianggap
jawaban Al-Qur’an terhadap masalah yang dibahas.
Adapun yang menjadi sumber utama dari data yang
dibahas dalam penelitian ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang
berkenaan tentang Akhlak Islami. Sedangkan untuk acuan
yang dipakai dalam melakukan analisis kajian adalah kitab
Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi atau dengan nama Tafsi>r
Munir> karya Syaikh Nawawi (2 jilid), Kitab al-Mu’jam alMufahras li Alfa>dz al-Qura>n al-Kari>m oleh Muhammad Fu’ad
‘Abd. Al-Ba>qi’, Indeks Al-Qur’an oleh Sukmadjaja Asy’arie
dan Rosy Yusuf, Klasifikasi Ayat Al-Qur’an karya M.
Nuruddin Umar, dan Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an karya
Choiruddin Hadhiri. Untuk pedoman analisis semantic adalah
kitab Lisa>n al-‘Arab oleh Ibnu Mandzu>r, Kamus al-Munawwir
oleh A.W. Munawwir, Mura>qil ’Ubu>diyyah karya Syaikh
Nawa>wi, dan Ensiklopedi Al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-konsep Kunci karya M. Dawam Raharjo.
Untuk itu dapat diungkapkan research paradigm
(kerangka penelitiannnya) dalam gambaran skema berikut ini:
Pendahuluan | 17
Kerangka Penelitian
Research Paradigm
Pendekatan
Interdisipliner
Karya-karya
Syaikh
Nawawi
Content
analisis
Karya-karya
Syaikh
Nawawi
Metode
Library
Research
b. Analisis Data
Adapun
langkah-langkah
penelitian
dalam
mengumpulkan data34 yaitu:
a) Membaca dan memahami pemikiran-pemikiran Syaikh
Nawawi tentang pendidikan akhlak.
b) Mengidentifikasi
pemikiran-pemikirannya
yang
menyangkut pendidikan akhlak.
c) Memahami teks tentang term-term pendidikan akhlak
dalam mencari ilmu dalam buku-buku dan kitab-kitab
34
Tidak ada cara standar untuk memaparkan data yang bisa
diterapkan dalam penulisan disertasi atau tesis, yang penting data
dipaparkan dengan logika yang bisa difahami oleh pembaca mengenai data
atau hasil penelitian. K.E. Rudestam & R.R. Newton, Surviving your
Dissertation, (Newbury Park-London: SAGE Publication, 1992), hlm. 79.
Lihat Emi Emilia, Menulis Tesis dan Disertasi, (Bandung: Alfabeta, 2009),
cet. ke-2, hlm. 204.
18 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
karya Syaikh Nawawi, terutama dalam Tafsi>r Marah>
Labi>d dan lain-lainnya.
d) Mengkaji dan menganalisis serta memahami korelasi dari
berbagai aspek sekitar pendidikan akhlak dan spiritual.
e) Menyusun simpulan-simpulan penelitian yang dapat
dianggap
jawaban
tentang
pemikiran-pemikiran
pendidikan akhlak Syaikh Nawawi.35
G. Tela’ah Pustaka (Penelitian Terdahulu)
Karya tulis ilmiah yang menerangkan tentang
ketarbiyahan, pendidikan akhlak dan spiritual yang penulis
temukan sebagai berikut:
1. Muni>r Ghadhba>n. 1400 H. / 1980 M. Min Ma’i>ni alTarbiyah al-Isla>miyah. Laporan penelitian Maktabah alHaramain Riya>dh. Hasil kajiannya bahwa pendidikan kita
terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran Barat yang
cenderung sekuler dan jauh dari nilai-nilai pendidikan
ruhani (spiritual), untuk itu kita berupaya melepaskan diri
dari belenggu konsep-konsep pendidikan Barat yang
menyebar luas dan mempengaruhi dunia pendidikan
sekarang. Kajian ini berguna bagi para spesialis dan praktisi
35
Pada dasarnya langkah-langkah penelitian dalam penelitian ini
termasuk tahapan-tahapan penelitian kualitatif karena langkah-langkahnya
melalui prosedur berikut ini: memilih topik kajian, instrumentasi dengan
menentukan teknik pengumpulan data, pelaksanaan penelitian, pengolahan
data, dan kemudian menentukan hasil penelitian. Lihat Djam’an Satori dan
Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2009), cet. ke-1, hlm. 82.
Pendahuluan | 19
pendidikan dalam menghadapi berbagai peristiwa yang
terjadi dewasa ini.36
2. Abuddin Nata. 2003. Pendidikan Spiritual dalam Tradisi
Keislaman. Laporan penelitian Visiting Post-Doctorate
Program di Institut of Islamic Studies, Mc Gill University,
Montreal, Kanada (Agustus 1999 s/d 2000). Hasil kajiannya
menunjukkan bahwa seluruh ajaran Islam mengandung
pesan spiritual yang agung, mulia, dan luhur yang tetap
relevan untuk membawa umat Islam menjadi umat yang
paling baik dan menjadi contoh bagi umat lainnya dalam
berbagai bidang kehidupan, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, sosial,
politik, dan lain sebagainya. Namun dalam kenyataannya
masih terdapat jurang pemisah antara cita-cita ideal umat
Islam dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Umat
Islam masih tertinggal jauh dibandingkan umat lainnya. Hal
itu terjadi di samping karena belum adanya keinginan yang
sungguh-sungguh untuk mengamalkan hikmah, berupa
pendidikan spiritual yang terdapat dalam ajaran tersebut.
Demikian pula dikarenakan belum dapat menangkap pesan
36
Tulisan buku ini menyoroti hakekat, dasar-dasar dan konsepkonsep pendidikan Islam, di samping membahas pemikiran pendidikan
modern dengan kaca mata Islam. Kajian ini merupakan studi ilmiyah yang
serius tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam yang diambil dari teks-teks
al-Qur’an dan Hadis Nabawiy yang mengarah pada penelitian perpustakaan
(Library Research), dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara
lengkap dan menentukan tindakan yang diambil dalam kegiatan ilmiah.
Untuk lebih jelas lihat Ma’rifah Jurnal Kajian Islam, Vol. 1 Th I,
Muharram Rabi>’ al-A<khir 1415 H. hlm. 94.
20 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
spiritual yang lebih substansial yang terdapat di balik
peringatan hari-hari besar Islam.
3. Ahmad Rivauzi, 2007. Pendidikan Berbasis Spiritual:
Tela’ah Pemikiran Pendidikan Spiritual ‘Abd al-Ra’uf
Singkel dalam Kitab Tanbi>h al-Ma>syi. Tesis. Program
Pascasarjana IAIN Imâm Bonjol Padang. Hasil
penelitiannya bahwa dalam konteks pendidikan berbasis
spiritual, al-Qur’an dan Hadits adalah sumber pijakan
normatifnya; sedangkan intuitif ruhaniyah dan rasionalitas
empiric adalah instrumennya. Bagi seorang mukmin yang
muslim, kehidupan adalah lapangan ibadah kepada Allah.
Ibadah adalah Nilai aktivitas dan tindakan seorang muslim
baik tindakan ruhani (spiritual), rasional, emosional,
maupun tindakan lahiriyah sebagai manifestasi kongkritnya
dalam kehidupan real. Pendidikan seyogyanya di arahkan
kepada upaya membantu peserta didik meng’arifi tujuan
penciptaannya sebagai hamba Allâh dan sekaligus sebagai
khalifah Allâh di permukaan bumi.
4. Annisaul Jannah. 2011. Konsep Pendidikan Akhlak Syaikh
‘Abdul Qadir al-Jailaniy. Tesis Prodi Pendidikan Islam
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tesisi ini
fokus kajiannya untuk mendeskripsikan dan mendapatkan
informasi mengenai pokok-pokok konsep pendidikan akhlak
menurut Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy. Hasil
penelitiannya, bahwa Konsep Pendidikan Akhlak Syaikh
‘Abdul Qadir al-Jailaniy menunjukkan: Pertama,
pendidikan akhlak dalam perspektif Syaikh ‘Abdul Qadir
Pendahuluan | 21
al-Jailaniy adalah melalui ajaran tasawufnya, karena dengan
tasawuf tersebut sebagai dasar upaya pembentukan
kepribadian peserta didik yang berakhlakul karimah. Kedua,
materi dalam pendidikan akhlak Syaikh ‘Abdul Qadir alJailaniy adalah lebih menekankan pada aspek tauhi>d dan
penyucian jiwa, sehingga dalam prakteknya perbuatanperbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
selalu mencerminkan akhlak yang baik yang mengandung
nilai-nilai ketuhanan. Ketiga, metode yang digunakan
adalah metode ceramah, metode pengamalan, latihan, dan
metode keteladanan. Metode pengamalan dan latihan ini
diharapkan dapat menggugah akhlak pada siswa sehingga ia
tumbuh menjadi pribadi yang baik dan istiqomah dalam
mencapai kebahagiaan yang hakiki. Metode keteladanan,
merupakan salah satu sarana dalam pembentukan
kepribadian dengan memberikan contoh teladan yang baik
kepada peserta didik, sehingga pendidikan akhlak tidak
hanya sekedar dalam materi pelajaran, perintah dan
larangan saja. Dengan metode-metode pendidikan ini
diharapkan akan mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh
pendidikan Islam.37
Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian terdahulu
terlihat belum ada pembahasan yang menerangkan tentang
pemikiran pendidikan akhlak Syaikh Nawawi yang membahas
tentang akhlak pendidik dan peserta didik, dan materi
37
Lihat http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6247 (18-01-2013).
22 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
pendidikan akhlak dalam menuntut ilmu serta interaksiinteraksinya. Pembahasan-pembahasan ini yang akan penulis
kaji dalam fokus kajian pendidikan akhlak menurut Syaikh
Nawawi.
BAB II
MENGENAL SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI
DAN KARYA TAFSIRNYA
A. Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Karya Tafsirnya
1. Biografi Syaikh Nawawi
Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani Ibnu Umar bin
Arabi al-Jawi al-Bantani, beliau lebih dikenal dengan nama
Nawawi al-Bantani, seorang ulama asal Banten. Nawa>wi alBantani nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’ti
Muh{ammad Ibn ‘Umar al-Tanara al-Bantani.1 Ia lebih dikenal
dengan menyebut Muh{ammad Nawa>wi al-Ja>wi al-Bantani.
Penggunaan nisbah al-Ja>wi untuk menyatakan bahwa Syaikh
Nawa>wi berasal atau berkebangsaan Jawa. Pada waktu itu,
1
Dilihat setiap karyanya ia selalu menulis namanya sendiri,
diantaranya الشيخ محمد نواوى الجاوى البنتانى. Lihat Syaikh Nawa>wi, Tija>n alDara>riy, Syarh Risa>lah Ibra>hi>m fi al-Tauhi>d, (Surabaya: Harisma, t.t),
hlm.1. Lihat juga Mara>qi> al-‘Ubu>diyyah, Syarh Matn Bida>yah al-Hida>yah,
(Surabaya: Nurul Huda, t.t), hlm.1. Lihat juga Nas{o>ihul ‘Iba>d, (Semarang:
Al-Alawiyyah, t.t), hlm. 1 Lihat Juga Ka>syifah al-Saja>’, Syarh Safinah anNaja>’, (Surabaya : Da>rul Jawa>hir, t.t), hlm. 1. Lihat juga Tanqi>h al-Qaul,
Syarh Luba>bul Hadi>ts, (Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, t.t),
hlm.1. Lihat Juga Sulam at-Taufi>q, Syarh Sulam at-Taufi>q, (Indonesia:
Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, t.t), hlm. 1. Perhatikan dalam Mara>h{
Labi>d, Tafsir al-Nawa>wi, (Surabaya: Da>r al-‘Ilm, t.t), hlm. 1. ; Lihat Juga
Mada>rijus S{u’u>d, (Indonesia : Da>r Ahya>’ al-Kita>b al-‘Arobiyyah, t.t), hlm.
1. Lihat Juga Qat{rul Ghaits, (Indonesia : Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah
t.t), hlm. 1. Lihat Juga Riya>d{ul Badi>’ah, (Indonesia : Al-Haramain, t.t),
hlm. 1. Lihat Juga Qomi’ At-T{ughya>n, (Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al‘Arobiyyah, t.t), hlm. 1. Lihat Juga Qu>tu H{abi>bil Ghari>b Tausyikh ‘ala>
Fath{ul Qori>b, (T.tp: Al-Haramain, t.t), hlm. 1.
23
24 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Jawa lebih dikenal sebagai layaknya suatu negeri karena secara
de jure Indonesia itu belum ada. Pada masa Syaikh Nawa>wi,
Banten merupakan daerah bekas kerajaan Islam yang
kemudian dikuasai oleh penjajah Belanda dan dibentuk
menjadi wilayah keresidenan.2
Adanya tambahan al-Bantani dibelakang nama Syaikh
Nawawi, yaitu untuk membedakan antara Syaikh Nawawi alBantani dengan Imam Syaraf Yahya al-Nawawi, yang keduaduanya adalah seorang ulama pengarang yang produktif, Imam
Nawawi berasal dari daerah Nawa, Damaskus. Yang hidup
sekitar abad ke-13 M, sedangkan Syaikh Nawawi al-Bantani
hidup pada masa sekitar abad ke-19 M.
Syaikh Nawa>wi dilahirkan di Tanara3 Kabupaten
Serang Provinsi Banten4 pada tahun 1815 M/1230 H. Ayahnya
bernama K.H. ‘Umar, seorang ulama yang memimpin Masjid
dan pendidikan Islam di Tanara. Ibunya, Jubaidah, seorang
penduduk setempat dan sangat menyayanginya.5 Dari
silsilahnya, Syaikh Nawa>wi merupakan keturunan kesultanan
2
M.A. Tihami, “Pemikiran Fiqh Al-Syaikh Muh{ammad Nawa>wi
Al-Bantani”, Disertasi Program Pasca Sarjana, (Jakarta : Perpustakaan
IAIN Syarif Hidayatullah, 1998), hlm. 19.
3
Tanara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi
Banten, Indonesia.
4
Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia.
Provinsi ini dahulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun
dimekarkan/dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undangundang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota
Serang.
5
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren,
(Yogyakarta: UII Press, 2006), hlm. 20.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 25
yang ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin
(Sultan Banten I) yang bernama Sunyalaras (Ta>jul ‘Arsyi).6
Nasabnya bersambung dengan Nabi Muh{ammad melalui Imam
Ja’far As S{iddi>q, Imam Muh{ammad al-Baqir, Imam Ali Zainal
Abidin, Sayyidina Husen, Fatimah az-Zahra.7 Sekarang garis
keturunannya di daerah Banten banyak menyebutnya
“Tubagus” yang sering dicantumkan sebelum namanya.
Pada umur 15 tahun, Syaikh Nawa>wi al-Bantani
berangkat ke Makkah, Arab Saudi untuk belajar dan menetap
disana. Syaikh Nawa>wi al-Bantani pertama kali belajar ilmu
agama Islam pada ayahnya, ‘Umar bin ‘Arabi (seorang tokoh
agama yang disegani pada masanya). Pada usia lima tahun
bersama dua saudara kandungnya, Tamin dan Ahmad mereka
belajar agama. Ilmu-ilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan
dasar bahasa Arab (Ilmu Nahwu dan Sharaf), Fiqih, Ilmu
Tauhid dan Tafsir.8
Sejak kecil, Syaikh Nawa>wi sudah menyita perhatian
keluarganya
serta
masyarakat
sekitar
dikarenakan
keunggulannya dalam kecerdasan menerima pelajaran. Bagi
Rohimudin Nawa>wi Al-Bantani, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani
Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram,
6
(Depok: PT Melvana Indonesia, 2017), hlm. 16.
7
Saepul Bahri, Tradisi Intelektual Islam Syaikh Nawa>wi AlBantani, (Menes: An-Najah Press, 2012), hlm. 76.
8
Rohimudin Nawa>wi Al-Bantani, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani
Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, ... , hlm.
20.
26 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
para pelajar, santri dan orang-orang haji dari Nusantara,
Syaikh Nawa>wi merupakan sumber inspirasi tidak hanya
dalam aspek penguasaan ilmu-ilmu keislaman tradisional,
tetapi juga cita-cita politik Islam. Karena kecintaan dan
penghormatan orang-orang dari Nusantara, tidak jarang
hadiah-hadiah berharga mengalir datang ke rumahnya. Namun
ia tetap memilih hidup sederhana karena bagi Syaikh Nawa>wi
yang paling berharga adalah ilmu pengetahuan. Hujan hadiah,
penghargaan dan gemerlap dunia sama sekali tidak
menggugahkan hatinya.9
Chaidar menceritakan bahwa, sebelum berangkat
menuntut ilmu, Syaikh Nawa>wi yang pada waktu itu berusia 8
tahun terlebih dahulu meminta do’a restu kepada ibunya Nyi
Jubaidah. Ibunya kemudian melepas kepergian Syaikh Nawa>wi
sambil mengatakan: “Kudo’akan dan kurestui kepergianmu
mengaji (belajar), dengan syarat; jangan pulang sebelum
kelapa yang sengaja kutanam ini berbuah”.10
Pada usia 15 tahun ia mendapat kesempatan untuk
pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Di sana ia
memanfaatkannya untuk belajar Ilmu Kalam, bahasa dan
sastra Arab, Ilmu Hadis, Tafsir dan terutama Ilmu Fiqih.
Setelah tiga tahun belajar di Mekkah ia kembali ke daerahnya
tahun 1833 dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif
Tim Peneliti Laboratorium Bantenologi, Biografi Ulama Banten,
(Serang: Laboratorium Bantenologi, 2017), hlm. 136.
10
Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawa>wi Al-BantaniIndonesia, (Jakarta: Penerbit CV. Utama, 1978), hlm. 29.
9
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 27
cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para
santri.11
Syaikh Nawa>wi yang sejak kecil menunjukan
kecerdasannya langsung mendapat simpati dari masyarakat.
Kedatangannya membuat pesantren yang dibina ayahnya
banyak didatangi oleh santri dari berbagai daerah.12pengaruh
kuat dari Syaikh Nawa>wi dan pesantrennya itu cukup
mendapat perhatian pemerintah Belanda yang trauma terhadap
gerakan pemberontakan santri di Ponegoro (1830).
Akan tetapi sebagai seorang keturunan kesultanan,
suasana politik saat itu, di mana kekuasaan kerajaan Banten
dirampas, sangat mengganggu pikiran Syaikh Nawa>wi. Oleh
karenanya, menurut keyakinan Chaedar, karena didorong oleh
jiwa kepahlawanannya untuk melawan intervensi kekuatan
“kafir” Belanda dan semangat melestarikan kerajaan Islam
Banten, Syaikh Nawa>wi memutuskan untuk kembali ke tanah
suci Makkah dan menetap selamanya di sana. Kepergiannya
merupakan bentuk strategi perlawanannya melalui jalur
pendikan, yakni dengan mengkader tokoh-tokoh agama yang
datang belajar ke Makkah.13
Selama tinggal di Makkah, beliau tinggal di
lingkungan Sya’ib Ali, di sekitarnya banyak warga Indonesia
11
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala
Pesantren, ... , hlm. 21.
12
Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawa>wi Al-Bantani-
Indonesia , ... , hlm. 6.
13
Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawa>wi Al-BantaniIndonesia, ... , hlm. 5.
28 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
menetap. Pemukiman ini terletak kira-kira 500 meter dari
Masjidil Haram. Kediaman beliau bersebelahan dengan rumah
Syaikh Arsyad dari Batavia (Sekarang Jakarta) dan Syaikh
Syukur Alwan dan Madrasah Da>rul ‘Ulu>m. Selama di Makkah
sampai akhir hayatnya, Syaikh Nawa>wi memiliki dua istri,
yaitu Nasimah dan Hamdanah. Dari hasil pernikahannya
dengan Nasimah, beliau dikaruniai tiga putri cantik, yaitu
Maryam, Nafisah dan Ruqayyah. Sementara dari istrinya yang
kedua, beliau dikaruniai satu anak bernama Zahro.
Menetap dan hidup bahkan menghembuskan nafas
terakhirnya di Mekkah Al-Mukarramah dan Madinah AlMunawwaroh merupakan dambaan bagi masyarakat Jawa. Di
abad ke- 19 kedua tempat itu diyakini bukan saja sebagai
tempat suci akan tetapi juga merupakan pusat pencerahan
spiritual. Dalam kosmologi Jawa, seperti halnya banyak
kosmologi Asia tenggara, pusat-pusat kosmis, titik temu
antara dunia fana dengan alam spiritual memainkan peranan
sentral. Kuburan para leluhur, gunung, gua hutan tertentu serta
tempat-tempat angker tidak hanya diziarahi sebagai tempat
ibadah saja tetapi juga diyakini sebagai tempat mencari ilmu
(ngelmu) atau kesaktian dan legitimasi politik. Setelah Islam
masuk pusat kosmik tersebut mengalami perubahan. Makkah
yang menjadi kiblat umat Islam dalam beribadah dan Madinah
yang menjadi tempat pemerintahan Nabi Muh{ammad Saw
kemudian menggantikan peran sebagai pusat kosmik tersebut.
Kedua tempat tersebut menjadi tempat ngelmu dan pusat
pencerahan spiritual bahkan tempat legitimasi kerajaan.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 29
Berziarah dan hidup sampai mati di sana merupakan
kemuliaan tersendiri bagi masyarakat Jawa.14
Beliau meninggal di Makkah pada 25 Syawwa>l 1340 H
(1897 M) pada usia 84 tahun. Makam beliau terletak di
pemakaman Ma’la, di seberang Makam Siti Khadijah, Istri
Nabi Muh{ammad Saw, yang juga berdekatan dengan tempat
peristirahatan terakhir Asma, putri Khalifah Abu Bakar dan
Sahabat Nabi Saw.15
2. Karya-karya Syaikh Nawa>wi dan Pemikirannya
Diantara para pemerhati karya Syaikh Nawa>wi tidak ada
kesepakatan mengenai jumlah karya tulis yang disusun oleh
Syaikh Nawa>wi yang sebagian besar ditulis dalam bahasa
Arab itu. Keluasan ilmu dan kerendahan hatinya menampilkan
sebuah insan yang tidak memisahkan diri dari keagungan ilmu
dan kemuliaan adab. Karakter tersebut tentunya lahir dari
pandangannya terhadap ilmu itu sendiri sebagai satu kesatuan
yang lahir dari keyakinannya sebagai seorang Muslim.16 Dari
keluasan ilmu dan kerendahan hati Syaikh Nawawi, beliau adalah
termasuk yang mempunyai banyak karya dan gelar penghargaan
dari para ulama di antaranya julukan yang sering disandingkan
terhadap beliau.
14
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung : Mizan, 1999), hlm. 42.
15
Rohimudin Nawa>wi Al-Bantani, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani
Ulama Indonesia yang Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, ... , hlm.
18.
16
www.rockettheme.com.
30 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Beliau termasuk yang mempunyai banyak karya dan gelar
penghargaan dari para ulama di antaranya julukan yang sering
disandingkan terhadap beliau di antaranya yang diberikan oleh
Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor
Ketuhanan. Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya
sebagai Al-Imam wa Al-Fahm Al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar
dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi
bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa sebagai As-Sayyid
Al-‘Ulama Al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud
dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut
Saudi Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya
sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia. Dan kaum intelektual
sering menyebutnya dengan, Imam Nawawi Kedua, dan Sufi
Berlian.
Sampai separoh dari seluruh usia Syaikh Nawawi
dihabiskan sebagai pengajar dan penulis. Keluasan ilmu dan
kebaikan budi-pekertinya juga sikapnya yang komunikatif
membusat para pencariilmu di Mekah simpati kepadanya.
Ketika beliau mengajar di masjidil Haram, beliau dikenal
sebagai guru yang sangat sukai banyak murid, tidak kurang
dari 200 murid setiap tahun dengan dengan setia menghadiri
kuliah-kuliah yang di berikannya. Sebagian besar muridmuridnya berasal dari daerah Jawa. Syaikh Nawawi efektif
mengajar di Mekah terhitung selama 15 tahun maka ini berarti
sudah ada sekitar 3000 orang pernah menjadi murid Syaikh
Nawawi, dan mereka tersebar di seluruh pelosok dunia. Tidak
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 31
sedikit diantara mereka mengajarkan kembali karya-karya
Syaikh Nawawi di daerah asalnya.17
Dari peranan muridnya yang ikut serta mengajarkan
karya-karya Syaikh Nawawi. Ini memberikan pengaruh
tersendiri dalam perkembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an di
berbagai kawasan tempat mereka tinggal termasuk tersebar di
Nusantara. Syaikh Nawawi dan Karya-karyanya sangat
dikenal dikalangan komunitas pesantren, bahkan Syaikh
Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tapi
juga dianggap sebagai (Maha guru Sejati), karena Nawawi
telah banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan
batasan-batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan
pesantren. Beliau juga turut banyak membentuk
keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren. Sampai
sekarangpun karya-karya Syaikh Nawawi yang tersebar di
pesantren-pesantren tradisional masih banyak dikaji.
Menurut sebagian pendapat bahwa ada 38 karya
Syaikh Nawa>wi yang sempat diterbitkan dan masih dikaji
sampai sekarang. Sementara dalam versi Brocklemen
menyebutkan 40 buah buku dan ia mengklasifikasinya dalam
tujuh bidang, diantaranya :
Pertama, bidang Tafsir. Di bidang ini Syaikh Nawa>wi
menulis مراح لبيد لكشف معنى قراّن مجيد, yang lebih dikenal dengan
لمنير لمعا لم التنريل المسفر عن وجوه محاسن التأويل التفسيرditerbitkan di
Kairo 1305 H.
17
Ibid.
32 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Kedua, bidang Fiqh, di bidang ini Syaikh Nawa>wi
mensyarah kitab ( فتح القريبKemenangan Yang Dekat) karya
Muh{ammad bin al-Qasi>m al-Gazzi (w. 918 H), sebuah buku
komentar terhadap al-Taqri>b karya Abu Syuja’ al-Isfahani.
Syarh ini di cetak dalam dua judul kitab: التوشيخ
(Memperindah) (Kairo 1305 H, 1310) dan ( فوت الحبيبInti
Kecintaan) (Kairo 1301, 1305, 1310 H) dan dicetak ulang di
Indonesia oleh Maktabah wa Mathba’ah Toha Putra,
Semarang di bawah judul على ابن قاسم قوت الحبيب الغريب توشيخ
(Hiasan, Menurut Ibn Qasim Qut al-Habib al-Gharib), Nawa>wi
juga menulis Syarh Bida>yah al-Hida>yah karya al-Ghazali
dengan judul ( مراقى العبوديةJenjang Tahapan Beribadah) (Bulaq
1293, 1309; Kairo 1294, 1304, 1307, 1308, 1319, 1327). Ia
juga mensyarah kitab Manaqib al-Ha>jj karya Muh{ammad Ibn
Muh{ammad al-Syirbini al-Khatib (w. 977 H/ 1570) dengan
judul ( فتح المجيبKemenangan Yang Terkabulkan) (Bulaq
1276, 1292; Kairo 1297, 1298, 1306; Mekkah 1316). Juga
menulis Syarh Safinah al-Salah karya Abd Allah ibn Yahya alHadrami dengan judul ( سلم المناجاتTangga Bermunajat) (Bulaq
1297; Kaira 1301, 1307). Matannya pernah diterjemahkan oleh
ulama Indonesia Mustafa Bin Usman al-Jawi al-Qaruti dalam
60 masalah karya Abu al-Abbas Ahmad bin Muh{ammad bin
Sulaiman al-Qahiri Sihab al-Di>n al-Zahid al-Syafi’i (w. 819
H.). Safinat an-Naja> karya Ibn Samir dari Sihr di Hadramawi
juga pernah disyarh oleh Syaikh Nawa>wi dalam sebuah
karyanya berjudul ( كاشفة النجاPemecah Kesunyian). Tidak ada
bukti bahwa karya ini disempurnakan di Batavia sebagaimana
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 33
pendapat Brockelemann, karena karya ini ditulis pada tahun
1860 Syaikh Nawa>wi tidak pernah pulang ke Banten sejak
awal hidup di Mekkah. (Kairo 1292, 1301, 1302, 1303, 1305;
Bulaq 1309, dan dicetak ulang di Indonesia oleh Maktabat alIdrus [al-‘Aidarus], tanpa tahun).
Ketiga, Bidang Tauhid. Di bidang ini Syaikh Nawa>wi
menulis beberapa Syarah, diantaranya
( ذريعات اليقينJalanjalan Keyakinan), sebuah syarh tentang Umm al-Barahin karya
al-Sanusi (w. 892 H.), dan ( نور الظالمCahaya di Kegelapan)
sebuah komentar tentang ‘Aqi>dat al-‘Awa>m karya Ahmad alMarzuqi al-Maliki al-Makki (Kairo 1303, Mekah 1311 H di
Cetak ulang di Indonesia oleh Maktabah wa Maktabah Toha
Putra Semarang, tanpa tahun). Terakhir diterjemahkan ke
dalam bahasa Jawa oleh Musthafa Bisri Rembang dan dalam
bahasa Madura oleh Abd al-Madji>d Tamim dari Pamekasan.
Syaikh Nawa>wi menulis ( تيجان الدرارMahkota Bintang adDara>ri) sebuah komentar Risa>lat fi>> Ilm al-Tauhid karya Syaikh
Ibrahim al-Bajuri (Kairo 1301, 1309; Mekkah 1329, di cetak
ulang di Indonesia oleh Maktabat wa Matba’at al-Hidayat,
Surabaya, tt), dan ia menyusun sebuah komentar tentang AlMasa>il karya Imam Abi al-Lais Nashr bin Muh{ammad ibn
Ahmad ibn Ibrahim al-Hanafi al-Samarqandi yang berjudul قطر
( الغيث شرح مسائل ابى ليثTetesan Air Hujan Komentar atas
Mas’alah Abi Laits) (Kairo 1301, 1303, 1309; Mekkah 1311
dan dicetak ulang di Indonesia oleh Maktabah al-Hidayah,
Surabaya, tanpa tahun).
34 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Masih dalam bidang ini Syaikh Nawa>wi menulis Syarh
kitab Fath al-Rah{man yang tidak diakui pengarangnya dengan
judul ( انحلية الصبيHiasan Anak-anak) dicetak dalam bentuk
al-Majmu’a>h, (Mekkah 1304 H), selain itu sebuah syarh
tentang al-Du>rr al-Farid fi Ilm al-Tauhid karya gurunya
Ahmad Nahrawi, ditulis oleh Syaikh Nawa>wi dengan judul
( فتح المجيدKemenangan Dzat yang Maha Mulia) (Kairo 1298,
dicetak ulang di Indonesia oleh Maktaba Usaha Keluarga, tt).
Terhadap karya Muh{ammad ibn Sulaiman Hasb Allah al-
Riya>d al-Badi’a>h fi> Ushul al-Di>n Wa Ba’ad Furu’ al-Syari’ah,
Syaikh Nawa>wi memberi Syarhnya dengan judul لثمارا اليانعه
(Buah Yang Matang) (Kairo 1299, 1308, 1329; Bulaq 1302 H,
dicetak ulang di Indonesia oleh Da>r Ihya al-Kutu>b alArabiyya, tanpa tahun).
Keempat, di bidang Tasawuf Syaikh Nawa>wi menulis
Syarh kitab Mandzu>mah Hidayat al-Adzkiya>’ ila> T{ari>q alAwliya>’ karya Zainuddi>n al-Mali>ba>ri> (w. 928 H) dengan judul
( ساللم الفضالءTangga-tangga Orang Mulia), (Kairo 1301,
Mekkah 1315, dicetak ulang di Indonesia oleh Da>r Ihya>’ alKutub al-‘Arabiyyah, tt). Kitab Hida>>yat al-Adzkiya> ini
terdapat versi jawanya yang diterjemahkan dan diberi Syarh
oleh Saleh Darat dengan judul Minha>j al-Atqiya>’ dan oleh
‘Abd al-Jali>l Hami>d al-Qandali Tuhfat al-Asyfiya>’. Tentang
Mandzu>ma>t fi> Syu’abi al-I<ma>n Syaikh Nawa>wi menulis الطغيان
( قامعPencegah Air Bah Besar) (Kairo1296, dicetak ulang di
Indonesia oleh Maktabah wa Matba’ah Usaha Keluarga,
Semarang, tanpa tahun). Tentang Al-Manhaj al-Ta>mm fi>
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 35
Tabwi>b al-hika>m karya ‘Ali ibn Husam al-Di>n al-Hindi (w.
975 H) Syaikh Nawa>wi menulis ( مصباح الظالمLentra di
Kegelapan).
Kelima, sejarah kehidupan Nabi. Di bidang ini karya
Syaikh Nawa>wi dapat dikatakan literatur yang paling populer,
diantaranya ia menulis Syarh berjudul فتح الصمد العالم على مولد
الشيخ احمد ابن قاسم والبلوغ الفوزى لبيان الفاظ مولد ابن الجوزى
(Kemenangan Tempat Bergantung dan Maha Berilmu Tentang
Maulid Syaikh Ahmad Ibn Qasim, dan Puncak Kemuliaan
Sebagai Penjelas Redaksi Maulid Ibn al-Jauzy), yang lebih
dikenal dengan nama ( العروشPengantin Mempelai) (Kairo
1926; Bulaq 1292, dicetak ulang oleh Syirkah Piramid,
Surabaya, Indonesia, tanpa tahun). Karya ini juga memiliki
judul ( بغية العوام في شرح مولد سيد األنام إلبن الجوازىKebutuhan
Orang Awam Komentar atas Kelahiran Tuan Seluruh Manusia
Karya Ibn al-Jauzy) (Kairo 1297). Nampaknya Syaikh Nawa>wi
memang memberikan dua judul untuk karya ini. Selain itu
Syaikh Nawa>wi juga menulis Syarh tentang maulid karya
Ja’far ibn Hasan ibn Abd al-Karim ibn Muh{ammad ibn alKhadim ibn Zain al-‘A<bidi>n al-Barzanji al-Madani (w. 1179)
dalam judul المشتاقين لبيان منظومات زين العابدين البرزنجى ترغيب
(Bujukan Orang-orang yang Rindu, Sebuah Penjelas dari
Rangkaian Sejak Zinul ‘A<bidi>n al-Barzanji) (Kairo 1292,
Mekkah 1311), berikutnya karya ini berjudul مدارج السعود الى
( اكتساء البرودJalan Masuk Kebahagiaan Hingga Memakai Celak
Mata Menyejukkan) (Bulaq 1296,dicetak ulang oleh Maktabah
36 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
wa Matba’ah Toha Putra, Semarang, tt.).Tentang al-Khasais
al-Anbiya> karya Barzanji Syaikh Nawa>wi menulis sebuah
Syarh berjudul ( الدرر البهىMutiara Indah) Bulaq 1299). Syaikh
Nawa>wi juga menulis kutipan-kutipan dari Maulid karya alQasthalani berjudul األبريز الدانى فى مولد سيدنا محمد للسيد العدنان
(Sebuah Emas yang Nampak, Penjelasan Tentang Maulid Nabi
Karya Sayyid Adnan) (Kairo 1299 H).
Keenam, bidang tata bahasa Arab. Dibidang ini
Syaikh Nawa>wi menulis kitab ( شرح الجروميةKomentar
Tentang Gramatika) karya Abu ‘Abd Allah Muh{ammad ibn
Muh{ammad ibn Dawud al-Sanhaji ibn al-Ajurum (w. 723 H)
berjudul ( كشف المروطى عن ستار االجروميةMenyikap Jaket
Beludru dari Penutup Gramatika) (Kairo 1308). Syarh alJurumiyah dalam bentuk syair ditulis dalam غافر الخطية على
( فتح الكواكب الجلية فى نظم الجروميةKemenangan Zat Maha
Pengampun Segala Kesalahan atas Bintang-bintang yang
nampak dalam Rangkaian Sajak al-Jurumiyah) (Bulaq 1298).
Kemudian mengenai al-Rauda al-Bahiyya fi> al-Abwab alTasrifiyya ia menulis syarh berjudul ( الفصوص الياقوتيةPangkal
Cincin Permata) (Kairo 1299).
Ketujuh, di belakang retorika Syaikh Nawa>wi
membuat syarh dari Risa>lat al-Isra>il> iyya>t karya Husain anNawa>wi al-Maliki yang berjudul لباب البيان فى علم البيان
(Terangnya Penjelasan Tentang Ilmu al-Baya>n) (Kairo 1301).
Dalam menyusun karyanya Syaikh Nawa>wi selalu
berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, sebelum naik
cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 37
dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya
mengalami cetak ulang sebagaimana terlihat di atas maka
dapat dipastikan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke
berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria.
Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan
bahasa yang mudah difahami dan padat isinya ini nama Syaikh
Nawa>wi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama
besar di abad ke 14 H/19 M. Karena kemasyhurannya ia
mendapat gelar; A’yan ‘Ulama al-Qarn al-Rabi’ ‘Asyar Li al-
Hijrah, Al-Imam al-Muhaqqi wa al Fahha>mah al-Mudaqqiq,
dan Sayyid ‘Ulama al-Hijaz.18
Mengenai jumlah karangannya ini, C. Brockelman
menyebutkanada sekitar 40 karya dan mengklasifikasikannya
kedalam tujuh disiplin ilmu keagamaan. Sedangkan J.A. Sarkis
menyebutkan ada sekitar 39 karya Syaikh Nawawi dalam
Dictionary Of Arabic Printed Book-nya sebagaimana yang
dinyatakan K.H. Safiudin Zuhri dalam bukunya Sejarah
Kebangkitan Islam Dan Perkembangannya Di Indonesia,
semantara itu Martin Van Bruisnesen memperkirakan
sedikitnya Syaikh Nawawi telah menulis 44 judul dalam
berbagai disiplin ilmu yang dipelajari di pesantren. Namun,
dalam hitungan Rafiudin Ramli dan Chaidar, karya Syaikh
Nawawi lebih dari seratus karya. Hitungan Rafiudin ini hampir
sama dengan yang dikemukakan oleh ulama asal Mesir. Syaikh
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ...
, hlm. 35-39.
18
38 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Umar Abdul Jabbar dalam kitabnya "Ad-Durûs min Mâdhi atTa’lîm wa Hadhirih bi al-Masjidil al-Harâm” (beberapa kajian
masa lalu dan masa kini tentang pendidikan masa kini di
Masjidil Haram) menulis bahwa Syaikh Nawawi sangat
produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul
lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya
yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.
Sebagaimana telah disebutkan, kitab Sala>limul
Fudhola> (Tangga-tangga orang-orang mulia) termasuk bagian
karya Syaikh Nawawi al-Bantani dalam bidang tasawuf.19
Kitab ini merupakan syarah sya’i<r (Nazham)20 Hida>yatul
Adzkiya> ila> Thari<qil Awliya>’ (Petunjuk orang-orang cerdas
menuju jalan para wali) karya Syaikh Zainuddi<n bin ‘Aliy alMalibariy (Kakek Zainudin al-Malibari, pengarang kitab
Fathul Mu'in).
Di bagian-bagian awal kitab Sala>limul Fudhola>’ Syaikh
Nawawi menjelaskan mengapa pengarang kitab Hida>yatul
Adzkiya>’ ini memilih jalan tasawuf. Bahwasanya Nazhim
(penyusun Nazham) ini adalah Syaikh Zainuddin bin Ali
Ahmad asy-Syafi'i (madzhab Syafi'i dalam syari'atnya). Beliau
dilahirkan di kota Kausyan, satu bagian dari kota-kota
19
Sebagai ulama yang mengajar di Makkah, Syaikh Nawawi
menjadi jembatan mata rantai jaringan ulama Nusantara dan Hijaz. Beliau
merupakan salah seorang ulama yang mengajar di Masjidil Haram, di
Makkah al-Mukarramah.
20
Nazhim ini memiliki banyak karya tulis, seperti Tuhfatul
Ahibba>’, Irsya>dul Qo>shidi>n fikhtisha>ri Minha>jil 'A<bidi>n, Syu'abul I<ma>n,
yang ditulis dengan bahasa Arab, ringkasan kitab Syu'abul I<ma>n dengan
teks bahasa Persia, karya Sayyid Nuruddin al-Ijiy.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 39
Malibar, pada saat matahari telah terbit, di hari Kamis tanggal
12 Sya'ban tahun 872 atau 971. Seorang pamannya Qadhi
Zainuddin bin Ahmad telah memindahkan beliau ke kota
Fanan disaat beliau masih kecil. Beliau wafat di kota Fanan
tersebut pada pertengahan malam kedua, malam Jum'at
tanggal 16 Sya'ban tahun 928 Hijriah.
Kitab matan ini banyak tersebar di beberapa kota pulau
Jawa. Penyebab disusunnya bait-bait ini, sebagaimana yang
dikisahkan oleh Nazhim (Syaikh Zainudin bin ‘Ali),
bahwasanya beliau bimbang dalam hal ilmu-ilmu apa yang
hendak diperdalamnya, apakah ia harus menyibukkan diri
dengan kajian fiqih dan ilmu semacamnya, ataukah dalam
kajian tasawuf seperti mengkaji kitab 'Awariful Ma'arif dan
semacamnya. Lalu beliau melihat saat tidur di malam Rabu
tanggal 24 Sya'ban tahun 914 H, seseorang yang mengatakan:
"Sesungguhnya tasawuf lebih utama untuk difokuskan,
karena sesungguhnya orang yang berenang di dalam air yang
mengalir, apabila ia hendak melintas dari satu tepi ke tepi
yang lain di tengah-tengah sungai, maka ia akan berenang ke
tujuannya dari arah di mana air mengalir dari arah tersebut,
yaitu arah paling atas, hingga ia bisa mencapai ke tujuannya.
Ia tidak akan berenang di sisi tengah sungai saja, karena
sesungguhnya ia tidak akan mencapai dengan berenang seperti
itu ke tujuannya, bahkan ia berakhir ke tepian yang lebih
rendah.
Maka dapat dipahami dengan demikian bahwa menyibukkan
40 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
diri (fokus) dalam kajian ilmu tasawuf dapat mengantarkan ke
tujuan, sedangkan menyibukkan diri (fokus) hanya pada ilmu
Fiqih dan semacamnya tidak akan menghantarkan kepada
tujuan".
Setelah mengalami mimpi ini, beliau mulai
menyibukkan diri dalam menuliskan bait-bait ini, yang
berjumlah 188 bait, lalu beliau menyusun rangkaian bait-bait
ini.
Pemikiran akhlak tasawuf yang dikembangkan Syaikh
Nawawi dapat dilacak dari buah karyanya seperti Sullam atTaufiq, Tanqi<hul Qaul, Mirqa>h Shu’u>d at-Tashdi<q, dan Syarah
Mara>qil ‘Ubu>diyyah.21 Bahkan dalam kajian ini bertebaran
dalam banyak kitab. Adapun pemikiran-pemikirannya dapat
disebutkan berikut ini :
Pondasi kokoh dalam kepribadian seorang muslim
harus diperkuat oleh tiga hal, (1) iman, (2) Islam, dan (3)
ihsan. Setiap muslim harus mampu meningkatkan kualitas
seorang hamba Allah menjadi muttaqi<n. Jalan ruhani ada
sembilan tahap, yaitu taubat, qana’ah, zuhud, ta’allum al-‘Ilmi
al-Syar’i (belajar ilmu syari’at), al-Muha>fadzah ‘ala> al-Sunan
(menjaga yang sunnah-sunnah), tawakkal, ikhlas beramal,
uzlah (menyepi), hifdzul awqa>t (menjaga waktu supaya diisi
dengan amal-amal shalih).
Tentang taubat, Syaikh Nawawi mengutip Syaikh
ibnul ‘Arabi bahwa taubat terbagi dalam tiga bagian, (1)
M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), cet. I, hlm. 268.
21
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 41
taubah, yaitu manusia kembali ke jalan yang benar karena
takut siksaan Allah, (2) ina>bah, yaitu manusia kembali ke jalan
yang benar karena mengharap pahala Allah, (3) aubah, yaitu
manusia yang kembali kepada Allah (ke jalan yang benar)
dengan ikhlas tanpa memikirkan siksaan dan pahala-Nya.22
Qana’ah menurut Syaikh Nawawi adalah rela
menerima sesuatu yang telah dibagi.23 Beliau menyebutkan,
relalah wahai manusia yang menempuh jalan ruhani untuk
meninggalkan gaya hidup mewah dari makanan, pakaian, dan
tempat. Syaikh menyebut tentang hal ini untuk senantiasa
bersikap qana’ah dalam segala keadaan. Apabila Allah cinta
kepada seorang hamba maka Allah akan cukupkan rizkinya
dengan tidak menambahkan rizki kepadanya karena hal itu
bisa membuatnya lalai, dan tidak mengurangi rizkinya karena
hal itu bisa menyakiti perasaannya.24
Zuhud adalah menganggap kecil duniawi dan
menganggap hina semua perkara yang ada di dalamnya.
Sehingga bahagia dan sedihnya bukan karena dunia
(bertambah dan berkurangnya bentuk duniawi). Oleh karena
itu seorang yang zuhud tidak mengambil sesuatu dari dunia
Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, (Singapura Jiddah: AlHaramain, tth), hlm. 14. Menurut Syaikh bahwa taubat itu diharuskan bagi
orang mukallaf dengan empat rukun, yaitu, (1) menyesali dosa-dosa yang
pernah dilakukan, (2) menyudahi perbuatan dosa yang masih dilakukan, (3)
niat (‘azam) meninggalkan dosa seumur hidup dan berniat (‘azam) untuk
tidak kembali dalam perbuatan tercela, dan (4) bebas dari tanggungan hak
Adami. (ibid., hlm. 15)
23
Ibid., hlm. 19.
24
Ibid., hlm. 19.
22
42 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
kecuali hanya sebagai sarana untuk melaksanakan keta’atan
kepada Tuhannya.25
Berkenaan dengan ta’allum al-‘Ilmi al-Syar’i, bahwa
ada tiga hal ilmu yang dikategorikan sebagai ilmu syari’at, (1)
ilmu yang bisa membenarkan ibadah (Fiqih), (2) ilmu yang
bisa meluruskan ‘aqidah (Tauhid), dan (3) ilmu yang bisa
membersihkan hati (Tasawuf).26 Dengan mengetahui hokum
dzahir, ia harus belajar ilmu yang bisa meluruskan aqidah agar
terhindar dari bid’ah yang sesat dan terhindar dari keraguraguan hati dalam bertauhid dan ia juga harus belajar ilmu
yang bisa membersihkan hati dari akhlak-akhlak yang
tercela.27
Berkaitan dengan al-Muha>fadzah ‘ala> al-Sunan, bahwa
seseorang yang dengan kesungguhannya mendekatkan diri
kepada Allah dengan menjalankan semua kefardhuannya
kemudian menjalankan yang sunnah-sunnah, maka Allah akan
mendekatkannya di sisi-Nya dan mengangkat derajat iman ke
derajat ihsan, sehingga ia akan menyembah Allah dalam
keadaan hadir dan rindu kepada-Nya, dan ia beribadah seolah-
Ibid., hlm. 20. Zuhud dapat diambil pemahaman bahwa ia
merupakan kosongnya hati dari kecenderungan terhadap sesuatu yang lebih
dari ukuran kebutuhan duniawi dan kosongnya hati dari ketergantungan
terhadap makhluk.
26
Abu Bakar al-Makki Muhammad Syatho al-Dimya>thi, Kifa>yatul
Atqiya>, (Singapura Jiddah: Al-Haramain, tth.), hlm. 23.
27
Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 23-24.
25
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 43
olah memandang-Nya dengan mata hati dan menjadikannya
dalam keadaan ma’rifatullah.28
Menurut Syaikh Nawawi, tawakal adalah percaya
penuh dengan yang badannya bisa digerakkan hanya oleh
Allah,29 beliau membaginya menjadi tiga, (1) tingkat bawah,
dengan memasrahkan diri kepada Allah, dengan percaya atas
tanggungan dan pertolongan Allah; ibarat pasrahnya seseorang
yang percaya penuh dengan wakilnya, (2) tingkat tengah,
memasrahkan diri kepada Allah dengan percaya penuh atas
tanggungan dan kasih sayang Allah ibarat seorang anak kecil
yang hanya mengenal ibunya saja, tidak meminta bantuan
kecuali kepada ibunya; saat ngoje- ia menangis maka orang
yang pertama dipanggil adalah ibunya, dan (3) tingkat tinggi,
memasrahkan diri kepada Allah atas semua gerak dan diam
dirinya, ibarat seorang mayit yang badannya hanya bisa
digerakkan oleh orang yang memandikannya.30
Setiap amal perbuatan yang dicampuri riya maka amal
itu menjadi batal. Oleh karena itu jangan sampai
menampakkan ketaatan kepada manusia (dengan sengaja)
yang menimbulkan perasaan bahwa diri kita lebih mulya.
Namun apabila dengan niat supaya orang-orang pada
28
Syaikh Nawawi, Syarah Mara>qil ‘Ubu>diyyah, (ttp., : Da>r Ihya>
Kutub al-‘Arabiyyah, tth.), hlm. 9.
29
Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 29.
30
Eko Priyanto, Jalan Rohani Para Wali dalam Pemikiran Nawawi
al-Bantani: Kajian Terhadap Kitab Sala>limul Fudhala>, (Serang: Fakultas
UDA, 2013), hlm. 74-75.
44 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
mengikutinya dan cinta kepada kebaikan maka hal ini lebih
utama denga syarat tidak diiringi dengan riya>’.31
Berkenaan dengan uzlah, cara untuk memilih menyepi
adalah dengan menimbang manfaat (faidah) antara menyendiri
atau bergaul dengan masyarakat, maka ambillah yang lebih
besar manfaatnya.32 Sedangkan dalam membagi waktu
(hifdzul awqa>t) setidaknya ada empat bagian, (1) untuk ilmu
(belajar dan mengajar). Menurut Syaikh Nawawi33
menggunakan waktu untuk ilmu lebih utama dari pada untuk
wiridan dan yang sunnah-sunnah, (2) untuk ibadah seperti
shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, dzikir, dan tasbih, (3)
untuk tolong menolong, memberikan rasa senang kepada orang
lain, (4) untuk usaha dan bekerja dengan selalu membaca AlQur’an, tasbih dan tahlil, bahkan dengan niat agar bisa
bershodaqah dengan kelebihan hartanya.
Dalam pemahaman tasawuf, Syaikh Nawawi
merupakan tokoh sufi beraliran Qadariyah. Aliran ini
mendasarkan pemahaman pada ajaran Syaikh ‘Abdul Qadir alJi>la>niy. Pada ranah tasawuf Syaikh Nawawi menulis kitab
Sala>lim al-Fudhola>’ yang didasarkan pada teks pelajaran
tasawuf Hida>yah al-Adzkiya<’ ila> Thari>q al-awliya>’ karya
Zainudin al-Malibari yang ditulis pada 914 H/508 M. Kitab ini
sangat populer di pesantren-pesantren tanah Jawa.
Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 36.
Ibid., hlm. 37-41.
33
Syaikh Nawawi, Sala>limul Fudhala>, hlm. 43.
31
32
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 45
Bagi Syaikh Nawawi, Pemikiran-pemikiran dalam
bidang tasawuf yang disampaikan dalam karya-karyanya,
berakar dari telaah sekaligus petualangan batinnya. Ia
mengibaratkan syari’at dengan sebuah kapal, tarekat sebagai
laut dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang hanya
diperoleh dengan kapal yang berlayar di samudra luas.
Menurut Imam Nawawi, syari’at dan tarekat merupakan awal
perjalanan seorang sufi, sementara hakikat merupakan hasil
dari syari’at dan tarekat. Dengan demikian, Imam Nawawi
menilai bahwa laku tarekat menjadi jembatan menuju hakikat,
asalkan jangan bertentangan dengan syari’at. Dengan
demikian, tasawuf bagi Imam Nawawi sebagai jembatan untuk
memperbaiki adab dan akhlak manusia.
Ada sebuah riwayat yang menyebutkan, seorang lakilaki dari ahli kasyaf dan ahli ilmu berkata: “Tatkala aku
berdiri, aku melihat pada malaikat sehingga aku tidak
mengenali kepada orang-orang yang ada di depanku.” Jadi,
yang dapat kita ambil dari keterangan tersebut adalah
keistimewaan akhlak pribadi seorang laki-laki itu yang begitu
tunduknya terhadap ilmu ia sangat tekun dalam belajarnya dan
sangat memuliakan ilmu serta berakhlak kepada orang yang
telah mengjarkan ilmu kepadanya. Akhlak adalah hal
terpenting dalam kehidupan manusi, karena akhlak mencakup
segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter
manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya
dengan Allah Swt dan sesama makhluk.
46 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Demikian beberapa hal yang menyangkut pemikiran
Syaikh Nawawi al-Bantani tentang materi-materi sufistiknya.
B. Tafsir Mara>h{ Labi>d Syaikh Nawawi
1. Sejarah Penulisan Tafsir dan Karakteristiknya
Mara>h{ Labi>d Li Kasyfi Ma’na> Qur’a>nil Maji>>d adalah
kitab tafsir yang ditulis oleh Syaikh Nawa>wi al-Bantani yang
lebih dikenal dengan nama Al-Tafsi>r al-Muni>r. Syaikh
Nawa>wi mengemukakan bahwa kitab tafsir ini ditulis sebagai
jawaban terhadap permintaan beberapa kolegannya agar ia
menulis sebuah kitab sewaktu berada di Makkah. Kitab yang
ditulis dalam bahasa Arab ini diselesaikan pada periode
terakhir masa hidupnya tahun 1305 H/ 1884 M dan diterbitkan
pertama kali di Makkah setelah disodorkan terlebih dahulu
pada ulama-ulama Makkah untuk diteliti.34
Menurut sebagian informasi bahwa Syaikh Nawawi
al-Bantani menulis Tafsir Marâh Labîd atas saran beberapa
teman dekatnya. Untuk memenuhi permintaan tersebut Syaikh
Nawawi berpikir dalam waktu yang relatif lama, karena
merasa khawatir akan termasuk kedalam kelompok manusia
yang mendapat ancaman sebagaimana sabda nabi Muhammad
Saw dalam hadis yang dikutip oleh Syaikh Nawawi tanpa
menyebutkan perawinya, yaitu sebagai berikut :
34
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala
Pesantren, ... , hlm. 40.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 47
35
)من قال فى القرأن برأية فأصاب فقد أخطء(روأه الترمذي
“Barangsiapa mengatakan (tentang kandungan) dalam AlQur’an dengan akal pikirannya saja, meskipun betul, maka ia
telah berbuat kekeliruan” (HR. Tirmidzi)
Berdasarkan hadis di atas, bahwa orang yang
mengatakan tentang kandungan Al-Qur’an berdasarkan akal
pikirannya sendiri tanpa ilmu pengetahuan maka orang
tersebut telah berbuat kekeliruan dan akan mendapatkan
ancaman atas perbuatannya dengan menyiapkan tempat
duduknya di Neraka. Namun demikian karena Syaikh Nawawi
ingin mengikuti tradisi ulama salaf yang senantiasa
membukukan karya tulis mereka agar dibaca oleh umat Islam
sepanjang masa, akhirnya Syaikh Nawawi memenuhi
permintaan teman-temannya dengan alasan bahwa setiap masa
itu terdapat pembaharuan dalam pemikiran, tetapi untuk
memenuhi tujuan tersebut, beliau mengadakan pendekatan
pada dasar-dasar penafsiran dan penakwilan ulama salaf
tersebut.
Syaikh Nawawi menulis Tafsi>r Mara>h Labi>d, dengan
alasan mengikuti kaum salaf, berdasarkan kebutuhan pada
masa itu serta memenuhi harapan kaum muslimin dan
dorongan untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada
mereka yang masih dalam keadaan lemah untuk memahami
ajaran Islam. Sehingga Tafsirnya diberi judul Marâh Labîd li
HR. Tirmidzi no. 2952, Kitab Ja>mi’ Sunan at-Tirmidzi, Bab
Mâ Jâ-a Fil ladzî Yufassirul Qur’ân bi Ra’yihi.
35
48 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Kasyf Ma’nâ Qur’an Majîd yang artinya “Tafsir Marâh Labîd
untuk mengungkapkan pengertian bacaan yang mulia”. Dalam
halaman judul Syaikh Nawawi telah menyebutkan judul dan
sebab-sebab penamaannya, judul lengkap Tafsir Syaikh
Nawawi adalah Marâh Labîd-Tafsîr an-Nawawîy, At-Tafsîr
Al-Munîr li Ma’âllim At-Tanzîl Al-Musaffir ‘an Wujûh
Mahâsîn At-Ta’wil, Al-Musammâ tibqan li Ma’nah Marâh
Labîd li Kasyf Ma’nâ Qur’an Majîd yang artinya “Tafsir
Marâh Labîd itu adalah karangan Syaikh Nawawi yaitu sebuah
bentuk Tafsir yang menyinari kandungan lahir ayat-ayat AlQur’an yang diturunkan kepada manusia yang berjalan
(menjelaskan) segi-segi keindahan Takwil dinamai sesuai
maknanya dengan judul Marâh Labîd li Kasyf Ma’na> Qur’an
Maji>d”.36
Karakteristik dari kitab tafsir Mara>h{ Labi>d ini di
antaranya:
• Penafsiran baru dimulai dari halaman kedua sedangkan
halaman pertama dipaparkan dengan pembukaan.
• Terdapat kolofon atau penjelasan di bagian akhir tentang
penafsiran pada jilid 1 dan jilid 2.
• Page ayat selalu berada di dalam kurung.
• Huruf-huruf muqoto’ah tidak ditafsirkan; walaupun ada
yang ditafsirkan itu juga menggunakan kata قيلyang
nilainya dikategorikan lemah.
Asnawi, Pemahaman Syaikh Nawawi tentang Ayat Qadar dan
Ayat Jabar dalam Tafsir Mara>h Labi>d Studi Teologi Islam, (Jakarta :
36
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), hlm. 50-52.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 49
• Terkadang menggunakan kata (ayyu ha>z\a) sebelum
penafsiran. Akan tetapi ada juga yang tidak.
• Diawali dengan penyebutan nama surat, periode makiyah
dan madaniyyah.
• Terdapat penyebutan tentang jumlah ayat bahkan
menyebutkan jumlah huruf dan jumlah kalimat. Hal ini
menunjukan bahwa beliau itu sangat teliti.
• Terdapat juga penjelasan tentang asba>b an-Nuzu>l, ragam
qira’at, dan penjelasan tentang nahwu dan sharaf.37
Sejak diterbitkan di Kairo tafsir ini tertulis di halaman
covernya dengan nama;
▪ مراح لبيد – تفسير النواوى
▪ التفسير المنير لمعالم التنزيل المسفر عن وجوه محاسن التأويل
▪ المسمى مراح لبيد لكشف معنى قرأن مجيد
Artinya:
▪ Mara>h{ Labi>d, tafsir karya Syaikh Nawa>wi.
▪ Suatu bentuk tafsir yang menyinari kandungan lahir
▪
ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan kepada manusia
yang menjelaskan segi-segi keindahan Takwil.
Yang dinamai sesuai maknanya dengan judul Mara>h{
Labi>d Li Kasyfi Ma’na> Qur’a>n Maji>d.
Dilihat dari sudut tampilan cover, tafsir ini memiliki dua
nama; pertama al-Muni>r kedua al-Tafsir Mara>h{ Labi>d. Dua
kalimat pertama di atas diperkirakan nama tersebut diberikan
Aang Saeful Milah, Konsepsi Semantik Syaikh Nawa>wi Al-Bantani
dalam Tafsir Mara>h{ Labi>d, (Serang: Penerbit FTK Banten Press dan LP2M
37
IAIN Banten, 2014), hlm. 23-24.
50 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
oleh pihak penerbit. Sedangkan di baris terakhir berasal dari
pihak penulis langsung.38
Dalam pendahuluannya Syaikh Nawa>wi mengatakan :
“Dan saya beri nama tafsir ini sesuai dengan konteks
situasi masanya; Mara>h{ Labi>d untuk menyingkap makna alQur’an yang mulia. Hanya kepada Dzat yang Maha Mulia dan
Maha Pemberi keputusan saya berpegang teguh dan hanya
kepada-Nya saya menyerahkan diri dan bersandar. Kini saya
berinspiratif menulis tafsir hanya karena kebaikan taufiq-Nya.
Dia yang Maha Menolong bagi setiap orang yang berserah diri
kepada-Nya”.39
Tujuan penamaan kitab dengan istilah Mara>h{ Labi>d tidak
ditemukan secara eksplisit dalam tafsirnya ini. Namun
setidaknya kita bisa meneropong dari pengertian secara
harfiah dalam judul tafsir tersebut. Dari sudut bahasa Mara>h{
Labi>d adalah susunan kata berbahasa Arab yang terdiri dari
dua kata: مراحdan لبيدDalam kamus Munjid kata مراحberasal
dari kata روحا – يروح – راحyang memiliki arti datang dan pergi
di sore hari untuk berkemas dan mempersiapkan kembali
berangkat. Kata Mara>h{ adalah kata benda yang menunjukan
tempat (isim maka>n) dari kata tersebut di sana diartikan بروح
( الموضع لقوم منه اواليهsuatu tempat peristirahatan bagi orangMamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ...
, hlm. 40-41.
39
Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d,
(Surabaya: Da>r al-‘Ilmi, t.t), Juz 1, hlm. 3.
38
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 51
orang yang datang dan pergi). Sedangkan لبيدseakar kata
dengan لبد – يلبدyang memiliki arti berkumpul mengintari
sesuatu. Kemudian istilah labi>d sendiri termasuk suatu istilah
dalam ilmu hayawan (zoology), sama dengan kata اللبادى – اللباد
yang berarti sejenis burung yang senang di daratan dan hanya
terbang bila diterbangkan. Jadi mungkin setiap penelusuran
setiap kata, Mara>h{ Labi>d secara harfiyah memiliki arti
“Terminal Burung” atau dengan istilah lain “tempat
peristirahatan yang nyaman bagi orang-orang yang datang dan
pergi. Syaikh Nawa>wi hendak menjadikan tafsirnya sebagai
tempat rujukan yang menyenangkan bagi umat Islam yang
tidak pernah meninggalkan al-Qur’an. Oleh karena itu, tujuan
dari kitab tafsir ini tersirat dari judul tafsirnya, bahwa Syaikh
Nawa>wi berhasrat ingin menempatkan al-Qur’an sebagai
penerang di tengah-tengah umat.40
Dalam tafsirnya dikatakan bahwa sebenarnya sebelum
menulis tafsir ini ia ragu melakukannya, ia berpikir lama
karena khawatir termasuk dalam kelompok orang yang
sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muh{ammad Saw:
“Barang siapa berkata tentang al-Qur’an dengan
pikirannya, walaupun benar tetap dinyatakan salah”. “Barang
siapa berkata tentang al-Qur’an dengan pikirannya, sama
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ...
, hlm. 42.
40
52 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
dengan mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan tempat di
dalam neraka”.41
Mempertimbangkan kekhawatiran tersebut Syaikh
Nawa>wi tidak berambisi menjadikan tafsir sebagai target
transmisi ilmu yang baru, tetapi dengan ketawaduannya ia
hanya akan mengikuti contoh para pendahulunya dalam
menafsirkan al-Qur’an. Sejak awal dipendahuluannya ia
mengatakan bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an dirujuk
beberapa kitab tafsir standar yang menurutnya otoritatif dan
kompeten, diantaranya adalah الفتوحات االلهيةkarya Sulaiman alJamal (w. 1570), مفاتح الغيبkarya Fakhru al-Di>n al-Razi (w.
1209), سراج المنيرkarya al-Syirbini (w. 1570), ارشاد العقل السليم
karya Ibn Su’u>d (w. 1574), juga merujuk pada تنوير المقباس
karya al-Fairu>za>ba>diy (w. 1415).42 Kitab-kitab ini sebenarnya
bisa dibilang jarang beredar dan tidak mudah didapatkan,
tetapi saat itu Syaikh Nawa>wi dapat memperoleh dan
menggunakannya sebagai referensi.
Dalam studi ilmu tafsir ada tiga ciri pokok yang perlu
dilihat dalam setiap membahas metode suatu karya tafsir,
yakni teknik (metode), bentuk (dalam penukilannya) dan
coraknya. Ciri pertama adalah mencari teknik (metode)
penafsirannya, yaitu bagaimana suatu tafsir menggunakan
teknik pembahasannya. Apakah ia menggunakan teknik
Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d , ...
, hlm. 2.
42
Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d, ...
, hlm. 3.
41
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 53
analisis (tahlily),43 global (ijmali)44, perbandingan (muqaran)45,
tematik (al-Maudhu’i)46.
Berikut ini contoh penafsiran Syaikh Nawa>wi pada surah
Yu>suf ayat 1- 4 dalam kitab tafsirnya:
سورة يوسف عليه السالم مكيه وهى مائة واحدى عشرة اّية
وألف وتسعمائة وست و تسعون كلمة وسبع اّالف ومائة وستة وسبعون حرفا
(بسم هللا الرحمن الرحيم ) وعن ابن عباس أنه قال سألت االيهون النبي صلى هللا
عليه وسلم فقالوا حدثنا عن أمريعقوب وولده وشأن يوسف فترلت هذه السورة (الر
تلك ايات المبين) اى تلك االيات التى نزلت اليك فى هذه السورة المسماة الرهى
اّيات الكتاب المبين وهو القراّن الذى بين الهدى وقصص األولين (انا أنزلناه) أى
هذا الكتاب الذى الذى فيه قصة يوسف فى حال كونه (قراّنا عربيا لعلكم تعقلون) أى
لكى تفهموا معانيه فى أمر الدين فتعلوا أن قصه كذالك ممن لم يتعلم القصص معجز
اليتصور اال بااليحاء (نحن نقص عليك احسن القصص بما أوحينا اليك هذا
القراّن) أى بسبب ايحائنا اليك يا أكرم الرسل هذه السورة لما فيه من العبر من انه
المنع من قدرة هللا تعالى وأن الحسد سبب للخدالن وأن الصبر مفتاح الفرج (وان
قلت من قبله) أى وانه أى الشأن كنت من قبل ايحائنا اليك هذه السورة (لمن
Metode tafsir tahli>ly ini memaparkan berbagai aspek yang
terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an. Samsurrohman, Pengantar Ilmu
Tafsir, (Jakarta : Amzah, 2014), hlm.130.
44
Metode tafsir ijmali ini pembahasannya yang singkat, ringkas,
tanpa uraian detail, tanpa perbandingan dan tidak mengikuti suatu tema
tertentu. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm.130.
45
Metode tafsir muqaran ini memiliki cakupan yang sangat luas
karena tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat, tetapi juga
membandingkan ayat dengan hadis dan pendapat mufasir lainnya.
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm.131.
46
Metode tafsir maudhu’i ini membahas ayat-ayat al-Qur’an
berdasarkan dengan tema. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian
dikaji secara mendalam dari berbagai aspek dengan didukung dalil-dalil
yang dapat dipertanggungjawabkan. Samsurrohman, Pengantar Ilmu
Tafsir, ... , hlm.132.
43
54 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
الغافلين) عن هذه القصة لم تخطر ببالك ولم تقرع سمعك قط (اذ قال يوسف)
منصوب بقال يابني أى قال يعقوب يابني وقت قول يوسف له كيت وكيت او بدل
من احسن القصص بدل اشتمال (ألبيه) يعقوب بن اسحاق بن ابراهيم عليهم الصالة
والسالم (ياابت انى رأيت) فى منام النهار (احد عشر كوكبا والشمس والقمر رايتهم
لى ساجدين) قال وهب رأى يوسف عليه السالم وهو ابن سبع سنين أن احدى
عشرة عصا طواال كانت مركوزة فى األرض كهيئة الدائرة واذا عصا صغيرة
وثبت عليها حتى ابتلعها فذكر ذالك ألبيه فقال إياك أن تذكر هذا الخوتك ثم رأى
وهو ابن ثنتى عشرة الشمس والقمر الكواكب تسجد له فقصها على أبيه قفال
التذكرها لهم فيبغو لك الغائل روى عن جابر رضى هللا عنه أن يهوديا جاء الى
رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال يامحمد أخبرنى عن النجرم التى راّهن يوسف
عليه السالم فسكت النبى صلى هللا عليه وسلم فترل جبريل عليه السالم فأخبره بذلك
فقال صلى هللا عليه وسلم لليهودى اذا أخبرتك بذالك هل تسلم فقال نعم قال جريان
والطارق و الذيال وقابس وعمودان والفليق والمصبح والضروخ والفرغ ووثاب
وذوالكتفين راّها يوسف عليه السالم والشمس والقمر نزلن من السماء وسجدن له
47
فقال اليهودى إى وهللا إنها ألسماؤها.
Artinya:
(Surat Yusuf a.s. Makiyyah yaitu seratus dua belas ayat
seribu sembilan ratus tujuh puluh enam huruf).
1. (Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih dan
Penyayang). Dari Ibn Abbas bahwa orang-orang Yahudi
bertanya pada Rasulullah Saw. mereka berkata kabarkan
pada kami cerita tentang Nabi Ya’qub dan anaknya serta
Yasuf. Maka turunlah surat ini (Alif La>m Ra. Ini adalah
ayat-ayat yang Nyata) Artinya ayat-ayat yang diturunkan
padamu di dalam surat ini yang dinamakan Alif Lam Ra
Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d , ...
, hlm. 399.
47
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 55
2.
3.
adalah ayat-ayat kitab yang jelas yakni al-Qur’an yang
menjelaskan antara petunjuk, kisah-kisah orang terdahulu.
(Sesungguhnya kami turunkan al-kitab) artinya kitab
terssebut yang di dalamnya terdapat kisah Yusuf dimana
kitab tersebut merupakan (al-Qur’an berbahasa Arab
supaya kamu memahaminya), Artinya supaya kamu
memahami makna-maknanya dalam perkara agama.
Dengan begitu kamu mengetahui kisah tersebut yang
diperoleh dari orang yang tidak mempelajari masalah
kisah tersebut merupakan mukjizat yang hanya dapat
digambarkan melalui wahyu.
(Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik
dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu) artinya
wahai Rasul yang paling mulia surat tentang kisah ini
turun karena aku mewahyukan padamu sebab didalam
cerita tersebut terdapat pelajaran. (‘Ibrah) bahwa tidak
ada yang dapat mencegah kehendak Allah ta’ala, dan sifat
hasud itu penyebab dari sikap tidak mau mnenolong
orang, serta kesabaran itu kunci penyelesaian masalah.
(Dan sesungguhnya kamu sebelemnya) Artinya
sesungguhnya kondisi kamu dulu sebelum kami wahyukan
surat tersebut pada kamu sekalian (termasuk orang-orang
yang belum mengetahui) tentang kisah ini yang tidak
pernah terbetik dalam benakmu dan tidak pernah
terdengar ditelingamu sama sekali.
56 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
4.
(Yusuf berkata) Dinasabkan dengan lafadz Qa>la ya>
bunayya [berkata wahai anakku] artinya Ya’qub berkata
wahai anakku Yusuf berkata padanya begini begitu atau
menjadi badal dari kalimat Ahsanal Qas{as{i berupa badal
Isytimal (pada bapaknya) Ya’qub bin Ishaqa bin Ibrahim
a.s. (Hai bapakku sesungguhnya aku bermimpi melihat) di
tidur siang (Sebelas bintang dan matahari dan rembulan
bersujud padaku) Wahab berkata waktu Yusuf berusia
tujuh tahun ia bermimpi sebelas tongkat panjang
terbenam di bumi seperti bentuk lingkara, satu
diantaranya tongkat kecil terkurung ditengah-tengah lalu
ia ditelan mereka. Kemudian diceritakanlah pada ayahnya.
Tetapi ayahnya berkata: “jangan kau ceritakan mimpi itu
pada saudara-saudaramu.” Kemudian di usia dua belas
tahun Yusuf bermimpi lagi tentang matahari, bulan dan
bintang bersujud padanya. Lalu diceritakan peristiwa itu
pada ayahnya. Lagi-lagi ayahnya berkata “jangan kau
ceritakan pada mereka nanti mereka akan berbuat jahat
padamu.” Diriwayatkan dari Jabir r.a bahwa seorang
Yahudi datang pada Rasul dan berkata: “Hai Muh{ammad
kabarkan pada saya tentang bintang-bintang yang
diimpikan Yusuf a.s.” Lalu Nabi terdiam sejenak dan
turunlah Jibril a.s dan menceritakan kisah tersebut.
Kemudian Nabi berkata pada orang Yahudi tersebut
“kalau aku ceritakan cerita itu maukan kamu masuk
Islam.” Dia pun menjawab “Iya”. Lalu Nabi melanjutkan
bicara “Jiryan, al-Tari>q, al-Dziyal, Qabis, ‘Amudan, al-
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 57
Faliq, al-Musbih, al-Darukh, al-Farag, Wasab dan
Dzurkatifain adalah mereka yang diimpikan Yusuf,
matahari dan bulan turun dari langit dan sujud padanya.”
Setelah itu orang Yahudi berkata “benar, demi Allah
itulah nama-nama mereka.”
Sebagaimana terlihat dalam kutipan, teknik pemaparan
yang dipakai Mara>h{ Labi>d tidak juah berbeda dengan tafsir
Jala>lain, yakni ringkas tapi mencakup. Dibandingkan dengan
tafsir lain ia termasuk tafsir yang mudah dimengerti,
menggunakan bahasa yang sederhana, serta pembahasannya
tidak terlalu jauh dari konteks lafadz ayat.48 Jadi, tafsir alMuni>r ini dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan
menggunakan metode ijmali (global). Dikatakan ijmali karena
dalam menafsirkan ayat, Syaikh Nawa>wi menjelaskan setiap
ayat dengan ringkas dan padat. Sistematika penulisannya pun
mengikuti susunan ayat-ayat dalam mushaf. Tafsir ini terlihat
sangat detail dalam menafsirkan setiap kata dan ayat.49
Demikian pula dalam menentukan bentuk penafsirannya, dengan menggunakan teknik Ijma>li terkadang sulit
ditentukan sejauhmana Mara>h{ Labi>d menggunakan sumber
Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika Al-Qur’an Ala Pesantren, ...
, hlm. 48.
49
Aang Saeful Milah, Konsepsi Semantik Syaikh Nawa>wi Al-Bantani
dalam Tafsir Mara>h{ Labi>d, ... , hlm. 23.
48
58 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
penafsiran sehingga dapat disimpulkan termasuk tafsir Bi alMa’su>r50 dan Bi al-Ra’yi51.
Dalam setiap menafsirkan mula-mula Syaikh Nawa>wi
menjelaskan terlebih dahulu jumlah ayat, kalimat dan huruf
suatu surat. Tidak diketahui secara persis motivasi penyebutan
jumlah tersebut, tapi yang jelas ia mengikuti langkah kitab
tafsir referensinya yakni Abu Su’ud dan al-Sira>j al-Muni>r yang
selalu menyebut jumlah ayat, kalimat dan huruf setiap surat.
Dalam kitab Niha>yat al-Zai>n Syaikh Nawa>wi
menyinggung tentang jumlah ayat dalam al-Qur’an. Ia
sependapat dengan pendapat yang mengatakan bahwa jumlah
ayat al-Qur’an sebanyak 6666 ayat. Berbeda dengan Ulama
yang mengkatagorikan jumlah ayat ke dalam beberapa disiplin
ilmu, Syaikh Nawa>wi justru membagi berdasarkan muatan isi
ayat. Diantara 6666 ayat tersebut terdiri dari 1000 tentang
janji (wa’d), 1000 tentang ancaman (wa’id), 1000 khabar dan
cerita, 1000 tentang ta’bir dan perumpamaan (‘Abr wa amsal),
50
Tafsir Bi al-Ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipankutipan yang sahih. Yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, dengan
sunnah karena ia berfungsi menjelaskan kitabullah, dengan perkataan
sahabat karena merekalah yang paling mengetahui kitabullah, atau dengan
apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar karena pada umumnya mereka
menerimanya dari para sahabat. Badrudin, Diklat Mata Kuliah Mazahib
Tafsir, (Serang: IAIB, 2009), hlm. 7.
51
Tafsir Bi ar-Ra’yi ialah tafsir yang didasari oleh hasil ijtihad.
Adapun ijtihad dilakukan harus sesuai dengan kaidah yang benar. Tafsir Bi
al-Ra’yi juga sering disebut tafsir dengan tafsir al-‘Aqli. Samsurrohman,
Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm. 159.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 59
500 tentang penjelasan haram dan halal, 100 tentang naskh
dan mansukh, 66 tentang do’a, istighfar dan dzikir.52
Kadang-kadang Syaikh Nawa>wi juga menyebut
beberapa macam nama surat selain nama yang dikenal,
sesekali ia menyebutkan sumber informasi penamaan tersebut.
Nama-nama surat yang ditampilkan banyak yang
mengindikasikan bahwa itu merupakan satu tema dalam surat
yang bersangkutan. Misalnya dalam surat al-Mumtahanah. Di
sana Syaikh Nawa>wi menyebutkan juga nama alMuba>sysyiratun, al-Fadhil>ah dan Bara>’ah.53 Seakan Syaikh
Nawa>wi hendak mengatakan bahwa surat yang bersangkutan
berada dalam satu kesatuan tema tersebut.
2. Orientasi, Metode dan Corak Tafsir
a. Orientasi Penafsiran (Al-Itija>h al-Tafsi>r)
Menurut Petter Riddel, sebagaimana yang dikutip Noor
Huda, pada akhir abad ke-19, Kota Makkah dan Madinah telah
didominasi oleh pemikiran kaum reformis yang menentang
beberapa praktek ajaran Sufi. Ide-ide baru dimenangkan oleh
Jamal al-Din al-Afgani dan Muhammad Abduh di Mesir, dan
ulama-ulama Wahabi di Makkah. Untuk mendapatkan
persetujuan dari penguasa, Syaikh Nawawi menghadirkan
Muh{ammad Nawa>wi, Niha>yat al-Zai>n fi> Irsya>d al-Mubtadi’in, (ttp.
: al-Haromain, tth.), hlm. 80.
53
Nawa>wi al-Bantani, Mara>h{ Labi>d li Kasyfi Ma’na Qur’a>n Maji>d Juz
2, ... , hlm. 369.
52
60 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
sebuah pendekatan yang selaras dengan semangat reformasi di
wilayah ini.54
Berdasarkan pendapat para peneliti, Syaikh Nawawi
sudah banyak menjalin hubungan dengan beberapa ulama
Azhar. Disamping itu majalah Waqa’i al-Mishriyah yang
beredar di Timur Tengah setidaknya telah memberikan
pengaruh terhadap pembaharuan pemikiran Syaikh Nawawi alBantani. Kemasyhuran Syaikh Nawawi al-Bantani meluas di
seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar tertutama
di negara-negara yang menganut paham syafi’iyyah. Kitab
tafsirnya itu yang terbit di Kairo sangat terkenal dan diakui
ketinggian mutunya karena memuat persoalan-persoalan
penting hasil diskusi perdebatannya dengan ulama Azhar. Pada
kitab tafsir cetakan Kairo dipajang julukan Namanya ”Sayyid
Ulama Hijaz”.55
Kitab tafsir ini dicetak pada tahun 1887, tafsir ini masih
diajarkannya langsung kepada mahasiswanya56 Dalam
pengantarnya Nawawi mengatakan bahwa ia butuh waktu
lama membangun keberanian untuk menulis tafsir ini
sekalipun dorongan yang bertubi-tubi datang dari berbagai
pihak. Ia khawatir terjerumus pada ancaman Nabi yang
mengatakan, “Barang siapa berbicara tentang al-Qur’an
dengan ra’yunya, maka silahkan mengambil tempat di
54
Noor Huda... hlm. 196.
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES,< 2011).
56
Umar Abdul Jabbar, Al-Siyar Wa al-Tara>jim Baina ‘Ulama>ina> fi>
55
Al-Qarni al-Ra>bi’ ‘Asyar.
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 61
neraka”. Setelah berhasil membangun keberanian, Nawawi
akhirnya memutuskan untuk menulis tafsir ini. Ia
menyebutnya sebagai upaya meneladani para ulama salaf yang
senantiasa menulis dan membukukan pemikiran-pemikirannya.
57
Pada dasarnya orientasi tafsir Syaikh Nawawi
menggunakan gaya tafsir fiqhi tradisional yang banyak
memakai pemikiran salafi. Kemudian Syaikh Nawawi alBantani mempunyai pemahaman kalam berfikir qadariyah,
baik dalam sistem dan pendapat-pendapat teologinya maupun
cara penakwilan ayat-ayat jabar dengan ayat qadar
sebagaimana terdapat dalam tafsirnya Mara>h Labi>d. Beliau
lebih banyak menggunakan pendekatan pada faham kaum
Maturidiyah Samarkand dan ketimbang melakukan
pendekatan Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara.58
b. Metode Penafsiran (Manhaj al-Tafsir)
Metode yang digunakan Nawawi adalah metode
tahlili, yakni metode penafsiran yang berusaha menerangkan
arti ayat-ayat Al-Qur’an dengan meneliti semua aspeknya dan
menyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna
kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan,
munasabah, dengan bantuan asbab nuzul, riwayat dari Rasul,
sahabat, maupun tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan
57
58
Nawawi al-Bantani, Mara>h Labi>d,...hlm. 2 .
Asnawi, Pemahaman Syaikh Nawawi....hlm. 316.
62 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat.
Maka dilihat dari cara penyusunan ayat, Syaikh Nawawi
menggunakan metode tahlili, yakni berurutan dari surat
pertama sampai surat terakhir sebagaimana yang tersusun
dalam mushaf.59
Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan
kebudayaan masa Nabi sampai tabi’in, terkadang pula diisi
dengan uraian kebahasaan dan materi khusus lainnya. Para
mufassir tidak seragam dalam mengoperasionalkan metode ini.
Ada yang menguraikannya secara ringkas, ada pula yang
menguraikannya secara rinci.60
Tafsir Marâh Labîd atau al-Munîr ini dapat digolongkan
juga sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali (global),
karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syaikh Nawawi
menjelaskan setiap ayat dengan ringkas dan padat, sehingga
mudah dipahami.61 Jadi Tafsir Mara>h Labi>d ini termasuk
menggunakan metode Ijmali dan Tahlili.
Secara teknis, penulisan tafsir Nawawi dimulai dengan
penulisan ayat demi ayat. Penulisan ayat tidak menggunakan
nomor atau pun tanda akhir ayat. Adapun pemisah antar surat
ditandai dengan penulisan basmalah, kecuali antar surat alBadrudin, Paradigma Metodologis Penafsiran Al-Qur’an, (Serang:
Pustaka Nurul Hikmah, 2018), hlm. 151.
60
‘Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i, (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), hlm. 23-4.
61
Aang Saeful Milah, Konsepsi Semantik Syaikh Nawawi alBantani dalam Tafsir Marâh Labîd, (Serang : FTK Banten Press dan LP2M
IAIN SMH Banten, 2014), hlm. 22.
59
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 63
Anfa>l dan at-Tawbah, disertai penjelasan tentang nama surat,
kelompok Makkiyah/Madaniyah, dan jumlah ayat, kalimat,
serta huruf. Pada surat-surat tertentu yang masih
diperselisihkan Makkiyah/Madaniyah-nya, Nawawi selalu
menuliskan “Makkiyah atau Madaniyah”, seperti pada surat
al-Fa>tihah. Pada surat-surat tertentu, dimana sebagian ayatnya
termasuk kelompok yang berbeda, Nawawi juga memberikan
penjelasan, sebagaimana pada surat at-Tawbah dimana dua
ayat terakhirnya Makkiyah, sekalipun at-Tawbah termasuk
kategori Madaniyah62
c. Corak Tafsir dan Langkah-langkahnya (Lawn Tafsi>r
wa Thuru>quhu)
Kata corak dalam literatur sejarah tafsir, biasanya
digunakan sebagai terjemahan dari kata al-lawn yang artinya
warna. Jadi corak adalah nuansa atau sifat khusus yang
mewarnai sebuah penafsiran.
Mengenai corak yang digunakan Syaikh Nawawi
dalam Tafsir Mara>h Labi>d yaitu corak Tafsi>r bil Ma’tsu>r.63
Tafsir bil Ma’tsu>r sendiri mempunyai arti yaitu Tafsir yang
bertumpu pada dalil naqli atau riwayat yang shahih seperti
Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an dengan
62
Nawawi halaman 7 pada cetakan-cetakan terbaru sudah
dilengkapi dengan nomor ayat.
63
Saeful Milah, Konsepsi Semantik, hlm. 25.
64 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
hadis, Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan sahabat, dan Tafsir
Al-Qur’an dengan perkataan tabi’in.64
Sistematika penulisan Tafsir Mara>h Labi>d itu
mengikuti susunan ayat dalam mushaf. Pada jilid pertama ini
dimulai dari surah al-Fa>tihah sampai dengan surah al-Kahfi
dan jilid dua dimulai dari surah Maryam sampai dengan anNâs. Penafsiran yang terlihat dalam kitab Marâh Labîd
terdapat dalam garis, sedangkan di luar garis adalah kitab alWajir Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz oleh Imam Abi Hasan Ali bin
ahmad al-Wahidi.65
Langkah-langkah Nawawi dalam menafsirkan AlQur’an tidak jauh berbeda dengan mufassir pada umumnya.
Yaitu
1. menafsirkan ayat dengan ayat. Misalnya, pada (Q.S
6:82). Lafadz dzulm pada ayat tersebut ditafsirkan
dengan syirk, sebagaimana penjelasan yang terdapat
dalam (Q.S. 31:13)66,
2. menafsirkan ayat dengan Hadis. Misalnya pada (Q.S.
6:84) Nawawi menjelaskan pengertian Ihsan berdasarkan
Hadis Nabi, yakni “beribadah kepada Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat-
Manna>>’ Al-Qaththa>n, Maba>hits Fi> ‘Ulumil Qur’a>n, Dasar-Dasar
Ilmu al-Qur’a>n, Penerj. Umar Mujtahid, (Jakarta : Ummul Qura, 2016),
hlm. 530.
65
Saeful Milah, Konsepsi Semantik,… hlm. 22.
66
Nawawi Al-Bantani, Mara>h ... hlm. 248.
64
Mengenal Syaikh Nawawi al-Bantani dan Karya Tafsirnya | 65
Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu”67. Namun
demikian, dalam menyebutkan Hadis, Nawawi tidak
menyebutkan rangkaian sanadnya, serta tidak pula
mengemukakan kualitas Hadisnya.
3. menafsirkan ayat dengan pendapat sahabat dan atau
tabi’in. Misalnya (Q.S. 2:226) tentang sumpah
ila’ (bersumpah untuk tidak menyetubuhi isterinya).
Berdasarkan pendapat Ibnu Abbas, Nawawi menafsirkan
ayat tersebut dengan “jika seseorang meng ila’ isterinya, kemudian menarik sumpahnya sebelum
empat bulan, maka ia boleh menyetubuhi isterinya
kembali dengan disertai membayar kaffarat, tetapi bila
telah mencapai masa empat bulan, maka otomatis jatuh
talak satu.68
4. menggunakan pendekatan ra’yu yang didasarkan pada
analisis bahasa serta kaidah-kaidahnya. Secara umum,
pendekatan inilah yang digunakan Nawawi dalam
tafsirnya, sehingga tafsir ini lebih tepat disebut sebagai
tafsir bi al-ra’yi yang mahmu>d. Disebut mahmu>d karena
ia mengkombinasikan kaidah bahasa dengan syari’at.
Misalnya ketika menjelaskan makna al-Rahma>n pada
Q.S. 1:3. Nawawi menafsirkannya dengan “Yang Maha
67
68
Nawawi Al-Bantani, Mara>h... hlm. 249.
Nawawi Al-Bantani, Mara>h... hlm. 62.
66 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Pengasih, baik kepada orang yang taat maupun yang
tidak taat, yaitu memberi rizki di dunia ini”69
Dalam tafsir ini, Syaikh Nawawi tidak banyak mengupas
muna>sabah, bisa disebut sebagai salah satu kelemahannya.
Sekalipun pada bagian tertentu ia menyinggung muna>sabah,
tetapi sangat jarang sekali sehingga merupakan kesulitan
tersendiri menemukan contohnya. Salah satu diantara yang
dijelaskan muna>sabah-nya oleh Nawawi adalah Q.S. 2:6-7.
Ayat tersebut (6) menurut Nawawi menjelaskan sifat orang
kafir yang tidak mau beriman terhadap apa yang dibawa Rasul
berupa Al-Qur’an, kemudian Allah menjelaskan penyebab
mereka tidak beriman pada ayat berikutnya (ayat7), yaitu
karena Allah telah mengunci hati, pendengaran dan
penglihatan mereka70.
Nawawi Al-Bantani, Marah ... hlm. 3.
Nawawi, Mara>h, vol. 2272, 4
69
70
BAB III
KAJIAN PENDIDIKAN AKHLAK
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang
ingin dicapai dengan menjalankan syari’ah agama itu hanya
dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang
keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai
formalitas belaka, mu’amalah yang hanya merupakan
peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah
merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Akhlak secara bahasa adalah bentuk jamak dari
Khalqun atau Khuluqun yang artinya budi pekerti, tingkah
laku, perangai atau tabi’at. Kata akhlak berasal dari kata kerja
Khalaqa yang artinya menciptakan. Khaliq maknanya pencipta
atau Tuhan dan Makhluk artinya yang diciptakan, sedangkan
Khalaq maknanya penciptaan. Kata akhlak merupakan jalinan
yang mengikat atas kehendak Tuhan dan manusia, maksudnya
tata perilaku seseorang terhadap orang lain yang didasarkan
atas kehendak Kha>liq (Tuhan) maka hal itu disebut sebagai
akhlak haqiqi.
Menurut pemahaman etimologi, kata akhlak berasal
dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata khulq, yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau
67
68 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
tabiat.1 Sedangkan Ahmad Amin mengatakan, bahwa akhlak
adalah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu
bila dibiasakan dalam ujud tingkah laku, maka kebiasaan itu
akan disebut akhlak. Contohnya; bila kehendak itu dibiasakan
memberi, maka kebiasaan itu disebut akhlak dermawan.2
Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan, bahwa
akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik
dan moral), yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari
sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya, dan terhadap
sesama manusia.3 Senada dengan pemahaman ini, Imam
Ghazali mengungkapkan dalam kitab Ihya>’ ‘Ulu>m al-Di>n
pengertian akhlak sebagai berikut:
اخللق عبارة عن هيئة ىف النفس را سخة عنها تصدر االفعال بسهولة ويسر من غري
حاجة إىل فكر ورويّة عقال وسرعا
Al-khuluq ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan,
secara logis dan cepat.4
Jadi pada hakikatnya khulq atau budi pekerti atau
akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
Luis Ma’lu>f, Kamus Al-Munjid, (Beirut: Al-Maktabah AlKatulikiyah, tth.), hlm. 194.
2
Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, (Kairo: Da>r Al-Kutub AlMishriyah, tth.) hlm. 15.
3
Soegarda Purbakawaca, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta:
Gunung Agung, 1976), hlm. 9
4
Imam Al-Ghazali, Ihya> ’Ulu>m al-Di>n, Juz III, (Beirut: Da>r Ihya>’
al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth.), hlm. 58.
1
Kajian Pendidikan Akhlak | 69
dalam jiwa dan menjadi keperibadian, hingga dari situ
timbullah berbagai macam perbuatan yang secara spontan dan
mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Apabila dari kondisi tersebut timbul tingkah laku yang baik
dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka
ia dikatakan telah memiliki akhlak atau budi pekerti
mulia. Namun sebaliknya apabila yang lahir adalah kelakuan
yang buruk yang bertentangan dengaan syari’at Islam dan
norma-norma yang ada dalam masyarakat, maka disebutlah ia
telah melakukan perbuatan tercela dan tidak berakhlak.
Al-Khulq disebut sebagai suatu kondisi atau sifat yang
telah meresap atau terpatri dalam jiwa. Seandainya dalam
situasi spontan dan secara tiba-tiba seseorang berinfak,
padahal berinfak bukanlah menjadi kebiasaannya, maka orang
seperti ini belumlah bisa disebut sebagai orang dermawan,
karena berinfak tersebut bukanlah pantulan dari
keperibadianya. Juga disyaratkan suatu perbuatan dapat dinilai
baik apabila timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai
suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Sebab
seandainya ada seseorang yang memaksakan dirinya untuk
mendermakan hartanya untuk seseorang atau memaksakan
hatinya untuk berbuat setelah dipikir-pikir lebih dahulu,
apakah berderma ini menguntungkan bagi dirinya atau tidak,
maka orang seperti ini belumlah disebut sebagai orang yang
berakhlak dermawan.
70 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Dalam kaitan pengertian akhlak ini, Ulil Amri Syafri
mengutip pendapat Nashiruddin Abdullah, yang menyatakan
bahwa, secara garis besar dikenal dua jenis akhlak;
yaitu akhlaq al-karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan
albenar
menurut
syari’at
Islam,
dan akhlaq
madzmu>mah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak
benar menurut syari’at Islam. Akhlak yang baik dilahirkan
oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian sebaliknya akhlak
yang buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang
dimaksud dengan akhlaq al-madzmu>mah adalah perbuatan
atau perkataan yang mungkar, serta sikap dan perbuatan yang
tidak sesuai dengan syari’at Allah, baik itu perintah maupun
larangan Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan fitrah yang
sehat.5
Memahami jenis akhlak seperti yang disebutkan di
atas, maka dapat disimpulkan, bahwa akhlak yang terpuji,
adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang
berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syari’at Islam yang
diwujudkan dalam tingkah laku untuk beramal, baik dalam
bentuk amalan batin seperti dzikir dan do’a, maupun dalam
bentuk amalan lahir seperti ibadah dan berinteraksi dalam
pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan
akhlak yang tercela, adalah merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar ketentuan
syari’at ajaran Islam yang diujudkan dalam tingkah laku
Ulil Amri Syafri, MA., Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014), cet. II, hlm. 74-75.
5
Kajian Pendidikan Akhlak | 71
tercela. Baik dalam bentuk perbuatan batin seperti hasad,
dengki, sombong, takabbur, dan riya, maupun perbuatan lahir
seperti berzina, menzalimi orang lain, korupsi dan perbuatanperbuatan buruk lainnya.
Akhlak secara terminologi menurut Imam Ghozali
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.6 Pendidikan
akhlak adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk menanamkan nilai-nilai, ataupun norma-norma tentang
budi pekerti, sehingga manusia dapat memahami dan
mengerti, serta mengamalkan norma-norma tentang budi
pekerti itu sendiri. Baik buruknya akhlak ataupun budi pekerti
seseorang adalah satu penilaian yang diberikan oleh
masyarakat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh manusia.7
Parameter ukuran baik buruknya perbuatan manusia itu
diukur berdasarkan norma-norma agama, ataupun normanorma adat istiadat dari masyarakat itu sendiri. Islam
menentukan, bahwa untuk mengukur baik buruknya suatu
perbuatan manusia adalah berdasarkan syari’at agama yang
bersumber dari wahyu Allah Swt, yaitu Al-Qur’an dan hadis
Rasulullah Saw. Melaksanakan pendidikan akhlak, adalah
bertujuan untuk mewujudkan ketenteraman, keteraturan dan
6
9.
Badrudin, Akhlak Tasawuf, (Serang : IAIB Press, 2015), hlm. 7-
M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, (Jakarta :
Lentera hati, 2012), hlm. 755.
7
72 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
kedamaian di tengah-tengah masyarakat. Dengan akhlak yang
tertanam di dalam diri seseorang, maka orang tersebut tentu
akan berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi diriya dan juga
bagi masyarakatnya.
Dalam ajaran Islam masalah akhlak bukanlah hanya
sekedar untuk mewujudkan ketenteraman di tengah-tengah
masyarakat, tetapi juga berhubungan dengan kualitas
keimanan seorang muslim. Karena akhlak seseorang pasti
mempengaruhi tingkah laku. Orang yang tidak memiliki
akhlak, maka perbuatan dan tingkah lakunya akan jauh dari
sikap terpuji. Maraknya perbuatan maksiat yang oleh
masyarakat dinilai sebagai sebuah perbuatan yang lazim,
adalah sebuah bukti telah terjadinya krisis akhlak di tengahtengah masyarakat.
Akhlak sebagai suatu tatanan nilai, merupakan sebuah
pranata sosial yang berdasarkan pada ajaran syari’at Islam.
Sedangkan akhlak sebagai sebuah tingkah laku atau tabi’at
manusia, adalah merupakan perwujudan sikap hidup manusia
yang
menjelma
menjadi
sebuah
perbuatan
atau
tindakan. Untuk menentukan perbuatan dan tindakan manusia
itu baik atau buruk, Islam menggunakan parameter syari’at
agama Islam yang berdasarkan wahyu Allah Swt. Sedangkan
masyarakat umum lainnya ada yang menggunakan normanorma adat istiadat ataupun tatanan nilai masyarakat yang
dirumuskan berdasarkan norma akhlak dan moral.
Dalam Islam, tatanan nilai yang menentukan suatu
perbuatan itu baik atau buruk dirumuskan dalam konsep
Kajian Pendidikan Akhlak | 73
akhlakul karimah, yang merupakan suatu konsep yang
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia
dengan sang Maha Pencipta yaitu Allah Swt., dan manusia
dengan alam sekitarnya. Secara lebih khusus juga mengatur
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dari keseluruhan
konsep akhlak tersebut, dapat diketahui beberapa ruang
lingkup dari akhlak.
Ruang lingkup akhlak adalah seluruh aspek kehidupan
seseorang sebagai individu, yang bersinggungan dengan
sesuatu yang ada di luar dirinya. Karena sebagai individu, dia
pasti berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya, dan juga
berinteraksi dengan berbagai kelompok kehidupan manusia
secara sosiologis, dan juga berinteraksi secara methaphisik
dengan Allah swt. sebagai pencipta alam semesta.
Dengan memperhatikan paparan di atas, pendidikan
akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri sesuai
kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok
sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya
tanpa dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu.8
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka pendidikan akhlak
dalam Islam sangat diutamakan. Sehingga Islam sangat
mendorong pelaksanaan pendidikan akhlak dalam kehidupan
sehari-hari.
Abdul Khamid, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif Imam
Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nashaih al-‘Ibad, POTENSIA : Jurnal
8
Kependidikan Islam , Vol. 5, No. 1, (Januari-Juni 2019), hlm.33.
74 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
B. Urgensi Pendidikan Akhlak
Menurut Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas yang
dikutip oleh H. Mahmud9 bahwa pendidikan pada hakekatnya
merupakan suatu upaya dalam menanamkan sesuatu ke dalam
diri manusia. Sesuatu yang dimaksudkan di sini mengacu pada
ilmu sebagai isi atau materi pendidikan. Dengan demikian,
pandangannya menyebutkan bahwa pendidikan adalah suatu
proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Dalam
proses ini mengisyaratkan adanya usaha yang bertahap
(berangsur-angsur). Hal ini memang tidak terlepas dalam
pendidikan karena mewujudkan manusia yang sesuai dengan
yang dicita-citakan. Sehingga dalam pendidikan sangat
diperlukan tahapan-tahapan dan tidak bisa sekali jadi.
Misi pendidikan pada dasarnya adalah upaya
memenuhi berbagai tuntutan kualitas generasi bangsa, yakni
tuntutan budaya, sosial, dan perkembangan dari generasi ke
generasi berikutnya yang terus berkelanjutan.10 Allâh Swt
9
Op. Cit., hlm. 217.
10
Muhammad Quthb, berpendapat bahwa hakekat pendidikan
Islam ialah pembinaan ruhani, pendidikan intelektual dan pembinaan
jasmani. Hubungannya dengan pembinaan ruhani, Muhammad Quthb
menjelaskan bahwa ruhani adalah pusat eksistensi manusia yang menjadi
titik perhatian. Ruhani adalah landasan, tempat dan penuntun kepada
kebenaran. Dalam pendidikan intelektual, Quthb menjelaskan bahwa Islam
memberi kemungkinan kepada manusia untuk mengetahui hal-hal yang
gaib sebesar kemampuannya. Sedangkan dalam pembinaaan jasmani, ia
menjelaskan bahwa Islam begitu menghormati jasmani, tidak
membiarkannya apa adanya, sebab apabila dibiarkan maka ia tidak menjadi
energi yang bermanfaat, melainkan justru merusak eksistensi jasmani itu
Kajian Pendidikan Akhlak | 75
telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia
untuk kebaikan dunia dan akhirat. Manusia yang
mengikutinya merupakan jalan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.11 Inilah hakekat tujuan pendidikan Islam. Dalam
Islam, pendidikan merupakan bagian inheren dari agama itu
sendiri. Untuk memenuhi tuntutan beribadah kepada Allâh,
seorang muslim dituntut belajar tentang hukum-hukum
keagamaan.12 Al-Qur’ân sebagai pedoman hidup manusia
mengatur kehidupan dari berbagai aspek mulai dari aspek
sosial, ekonomi, ibadah, pendidikan dan lain sebagainya.
Dalam aspek pendidikan, al-Qur’an menegaskan tentang
pentingnya menuntut ilmu dan derajat orang yang berilmu,13
tujuan pendidikan,14 metode pengajaran dan pendidikan,15
sampai dengan pentingnya peserta didik dalam dunia
pendidikan.16
sendiri. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikan-islam.html
(12-4-2013).
11
‘Abd al-Hamîd al-Shaid al-Zantaniy, Asas al-Tarbiyah alIslâmiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, (Libiya : Al-Dar al-‘Arabiyyah li
al-Kitab, 1984), cet. ke-2, hlm. 5.
12
M. Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’ân,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke-2, hlm. 427.
13
QS. al-Mujâdalah (58) : 11.
14
QS. al-Baqarah (2) : 201.
15
QS. al-Nahl (16) : 125.
16
Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam sistem
pendidikan Islam, dan peserta didik juga termasuk raw material (bahan
mentah) di dalam proses transformasi yang disebut pendidikan. Lihat
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), cet. ke8, hlm. 77.
76 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Untuk itu dengan adanya pendidikan akan dapat
menjawab segala hal problematika di masyarakat, bahkan
pendidikan Islam harus dikenai bidikan dari proyek
dekonstruksi-rekonstruksi berkelanjutan yang digagas oleh
banyak pemikir muslim kontemporer.17 Dalam kaitan ini
menurut Choirul Mahfud,18 relasi pendidikan dengan
masyarakat sangat signifikan. Artinya, di dunia pendidikan,
masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap
perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta
didik. Untuk itu setiap masyarakat memiliki peranan dan
tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses
pendidikan. Sehingga upaya memberdayakan masyarakat di
dunia pendidikan merupakan hal penting untuk kemajuan
pendidikan dengan menciptakan hubungan yang sinergis dan
harmonis antara keduanya.
Dengan memperhatikan paparan di atas, akan nampak
urgensi pendidikan Islam dalam ranah kehidupan umat
manusia yang berperan positif bagi perkembangan dan
kemajuan budaya masyarakat. Hal ini bisa dimaklumi karena
pendidikan hadir di tengah-tengah masyarakat memiliki
banyak fungsi yang tidak hanya untuk mencerdaskan
Syamsu Kurniawan dan Erwin Mahrus, Op.cit., hlm. 16. Lihat
M. ‘Âbid al-Jâbiriy, Al-Turâts wa al-Hadatsah: Dirâsat wa Munâqashât,
(Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafîy al-‘Arabiy, 1991), hlm. 42.
18
Op. Cit., hlm. 15-16.
17
Kajian Pendidikan Akhlak | 77
kehidupan bangsa an sich, tetapi juga berfungsi sebagai
pencerdasan diri, sosial, negara, bangsa, dan bahkan dunia.19
Menurut M. Athiyah al-Abrasyi,20 urgensi pendidikan
Islam adalah untuk membentuk budi pekerti atau menjadi
manusia yang berakhlak mulia.21 Dalam syari’at Islam bahwa
mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan Islam.22 Urgensi pendidikan Islam
secara makna diisyaratkan al-Qur’an dalam surat al-Hujura>t
ayat 13 yaitu:
"Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
19
Ibid., hlm. 48.
Muhammad ‘Atiyah al-Abrasyi, Educational Theory a Quranic
Outlook, terj. Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry, Dasar-dasar Pokok
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 15.
20
21
الخلق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر وروية
”Akhlak adalah gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
dengan tidak membutuhkan pikiran dan pertimbangan.” lihat Ibnu
Miskawaih, Tahdzîb al-Akhâk wa Tathhir al-A’ra>q, (Mesir : Al-Mathba’ah
al-Mishriyyah. 1934), cet. ke-1, hlm. 40. Menurut A. Tafsi>r sifat ini masih
umum (belum spesifik). Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam
Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), cet. ke-2, hlm. 46.
22
Iman Al-Ghazali berpendapat bahwa urgensi pendidikan Islam
ialah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allâh Swt. Pendidikan Islam
bukan sekedar mengisi otak dengan segala macam ilmu yang berorientasi
pragmatis, melainkan mendidik akhlak dan jiwa (spiritual), juga
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci berlandaskan
iman dan takwa. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikanislam.html (12-4-2013). lebih lanjut lihat Ismail SM, et.al. (editor),
Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali
Songo, 2001), cet. ke-1, hlm. 40.
78 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
kenal mengenal dan menghargai dan sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allâh adalah orang yang
paling bertakwa…” (Q.S. al-Hujura>t (49) : 13).
Pendidikan merupakan bagian dari tugas kekhalifahan
manusia. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan mesti
dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab yang
mengarah pada kesempurnaan manusia yang berujung pada
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allâh untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat.23 Dalam hal ini Islam memberikan
pandangan bahwa seseorang bisa mulia karena keimanan dan
keilmuannya. Firman Allah Swt:
"Allâh akan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan …..” (Q.S. al-Muja>dalah
(58) : 11).
Tujuan akhir dari akhlak yaitu memutuskan diri kita
dari cinta kepada dunia, dan menancapkan dalam diri kita
cinta kepada Allah Swt.24 Maka tidak ada lagi sesuatu yang
dicintai selain berjumpa dengan dzat Ilahi Rabbi, dan tidak
menggunakan semua hartanya kecuali karenanya. Dan rasa
bencinya, syahwatnya yang sudah menetap dalam dirinya
tidak semena-mena digunakan kecuali karena untuk menuju
kepadaNya. Dan itulah apabila akhlak ditimbang melalui
Ibid. Lihat Fathiyah Hasan Sulaiman, Madzâhib fî al-Tarbiyah,
(Kairo: Ahdah, 1964), hlm. 16.
24
Al-Ghozali, Mengobati penyakit Hati tarjamah Ihya>’
23
‘Ulu>muddi>n, dalam Tahdzi>b al-Akhlaq wa Mu’a>laja>t Amra>dh al-Qulu>b,
(Bandung : Karisma, 2000), hlm. 31.
Kajian Pendidikan Akhlak | 79
timbangan syara' dan akal. Maka kesenangan dan kebahagian
jiwa dan kenikmatan ruh adalah tujuan tertinggi dari akhlak.
Yaitu cinta kepada Allah dan tidak mencintai dunia, dan tidak
ada sesuatu yang dicintai kecuali bertemu dengan-Nya. Dan
bertemu dengan Dzat ila>hirabbi adalah kebahagian jiwa. Ini
semua berdasarkan penilaian syara' dan akal.25
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Syaikh Nawawi
merupakan sosok mulia dalam penuturannya mengenai Akhlak
secara umum. Karena beliau menempatkan kebahagian akhirat
sebagai puncak tujuan akhir. Dan beliau juga berpegang
kepada dua landasan dalam mendasari segala tindakan yaitu
al-Qur’an dan Hadis Nabawi.
C. Hakikat Pendidikan Akhlak dalam Islam
Orientasi pemahaman pendidikan akhlak Islami
diarahkan pada dua hal penting.26 Pertama, mengajak untuk
memperbincangkan tujuan hidup manusia. Hal ini dikarenakan
dalam tujuan pendidikan pada dasarnya identik dengan tujuan
hidup manusia. Kita ketahui pendidikan merupakan suatu alat
yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan
Imam Ghazali menerangkan: "Apabila kecenderungan jiwa
kepada hikmah dan cinta kepada Allah, ma'rifat kepadanya dan beribadah
kepadanya seperti kecenderungan kepada makan dan minum. Maka itu
sangat tepat sekali dengan fitrah hati yaitu berkaitan dengan Tuhan.
Karena sesungguhnya makanan hati adalah hikmah, ma'rifat dan cinta
kepada Allah Swt"
25
26
Lihat dalam tulisan Andewi Suhartini, editor Armai Arief,
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Klasik, (Bandung : Angkasa, 2004), cet. ke-1, hlm. 14-15.
80 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
Kedua, membahas tentang masalah pendidikan yang
berorientasi pada pencapaian kehadiran Allah dalam diri
manusia (sa>lik). Hal ini manusia dituntut tidak hanya
beragama secara ritual tetapi juga beragama secara spiritual.
Agama tidak hanya dipahami sebagai sebuah tuntunan ritual
ibadah tetapi merupakan satu kesatuan antara aspek eksoteris
dan esoteris secara ideal.27 Orientasi pendidikan spiritual
Islam itu berkaitan dengan nilai-nilai ideal Islam yang
mengarah pada tujuan pendidikan dalam konteks kemanusiaan
mempunyai relasi dengan alam semesta dan kehidupannya.28
Di sisi lain, pada hakekatnya manusia dididik dalam
rangka untuk mencapai tujuan hidupnya itu, dan tujuan
hidupnya itu ditentukan
oleh pandangan hidup setiap
29
manusia. Dalam kontek Qur’ani, manusia diciptakan oleh
27
Kenikmatan dan keindahan dalam beragama tidak hanya
bersandar pada aspek rasio, tetapi juga batin. Muhammad Aziz, Suara
Muhammadiyah 15/98, 24 Ramadhan – 8 Syawwal 1434 H., hlm. 49.
28
Menurut Hajid ‘Arsyan al-Kailani, secara filosofis Islam
menetapkan manusia itu adalah makhluk Allâh yang memiliki multi relasi;
ia berhubungan dengan Penciptanya (al-‘Alaqah baina al-Khâliq wa alInsân), dengan alam (al-‘Alaqah baina al-Insân wa al-Kaun), dengan
manusia lain (al-‘Alâqah baina al-Insân wa al-Insân), dengan kehidupan
(dunia) (al-‘alâqah baina al-Insân wa al-Hayâh), dengan kehidupan akhirat
(al-‘Alâqah baina al-Insân wa al-Âkhirah). Lihat Hajid ‘Arsyan al-Kailani,
Falsafah al-Tarbiyah al-Islâmiyah, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah
Hadi, 1987), hlm. 83.
29
Menurut T.S. Eliot (yang dikutip oleh Du Bois), dalam
pendidikan, yang amat penting itu adalah tujuannya diambil dari
pandangan hidupnya atau nilai-nilai yang dianut dalam hidup dan
Kajian Pendidikan Akhlak | 81
Allah Swt hanya untuk beribadah dan menjadi khalifah-Nya di
muka bumi.30 Dalam kaitan ini menurut hemat penulis tujuan
pendidikan Islam adalah dalam rangka pengabdian hamba
terhadap Tuhannya dengan mengharapkan ridha-Nya dan
menjadi hamba saleh yang selalu dekat dengan-Nya.
Dalam kaitan ini, hakekat pendidikan akhlak dalam
Islam mencakup usaha membangun dan mewariskan nilai-nilai
Islami yang akan menjadi penolong dan penuntun umat dalam
menjalani kehidupannya. Dan menjadi pengarah dalam
memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Oleh karena
itu tanpa pendidikan umat manusia akan stagnan dan statis,
bahkan manusia sekarang tidak ada bedanya dengan manusia
lampau dalam perkembangan kebudayaannya. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa maju mundurnya peradaban
suatu bangsa akan ditentukan bagaimana pendidikan dan
akhlak yang dijalaninya dalam kehidupan.31
kehidupannya. Lihat Nelsen F. Du Bois, Educational Psichology and
Instructional Decision, (Homewood Illionis: The Dorsey Press, 1979), hlm.
14. Lihat pula dalam Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), hlm. 35.
30
Perhatikan dalam QS. al-Dza>riya>t (51) : 56, dan QS. al-Baqarah
(2) : 21 & 30.
31
Hakekat pendidikan dalam perspektif Imâm al-Ghazali (dikutip
oleh Abdul Munif dan Abdurrahman Assegaf) adalah mengedepankan
kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela, karena ilmu
merupakan ibadahnya hati, shalat yang bersifat rahasia dan sarana
pendekatan batin kepada Allâh. Abdul Munif, “Pemikiran Pendidikan Islam
Klasik”. Dalam Abdurrahman Assegaf. Pendidikan Islam di Indonesia.
(Yogyakarta: SUKA-Press. 2007), hlm. 16-17. Lihat juga Syamsul
82 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Pendidikan spiritual Islam mengarah pada perwujudan
penyerahan mutlak kepada Allah. Oleh karena itu Islam
memandang, kegiatan pendidikan merupakan satu-kesatuan
(integral) yang melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia.
Ia harus berjalan harmoni dan seimbang serta menjadi
tanggung jawab manusia secara keseluruhan dalam melahirkan
kehidupan yang sehat, bersih dan benar (Islami). Pendidikan
Islam yang memiliki tujuan besar dan universal ini, bukan
berlangsung temporal, tapi dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapan-tahapannya sejalan dengan
kehidupan, tidak berhenti pada batas-batas tertentu, terhitung
sampai dunia ini berakhir. Pendidikan yang memiliki makna
demikian ini adalah menjadi tujuan terpenting dalam
kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan.
Adapun karakteristik Pendidikan Akhlak Islam
mempunyai ciri khas sya>mil-ka>mil-mutakammil (sistem yang
integral, sempurna dan menyempurnakan) yang terintegrasi
antara ilmu dan amal, serta antara aspek lahir dan batin. Selain
itu, berdimensi manusiawi dengan paket pembinaan akhlak
yang bertahap dan tawa>zun, yakni penuh keseimbangan dalam
segala sisi kehidupannya baik hubungan vertikal maupun
hubungan horizontal. Oleh karena itu suatu keniscayaan untuk
mendidik individu agar terbiasa menjalankan adab-adab sosial
yang baik dan dasar-dasar psikhis yang mulia dengan
bersumber pada ‘aqi>dah Isla>miyah yang abadi, dan perasaan
Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), cet. ke-1, hlm. 89.
Kajian Pendidikan Akhlak | 83
keimanan yang mendalam, agar di dalam masyarakat nanti ia
bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik,
keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.
Tujuan pendidikan modern banyak yang diarahkan
menuju material dan rasa cinta terhadap pekerjaan dan
produksi dengan mengesampingkan nilai-nilai dan normanorma kemasyarakatan. Sehingga madrasah-madrasah modern
telah nampak mengalami kemerosotan mutu pada setiap skala
dalam dua dimensi, yaitu dimensi syar’iyyah dan dimensi
‘ilmiyyah paedagogis. Ini artinya, madrasah-madrasah itu
bukan sekedar tidak Islami tapi juga tidak mampu berfungsi
sebagai salah satu sarana pendidikan.32 Selayaknya aktivitas
pendidikan Islam itu berupaya untuk menghasilkan
perwujudan manusia yang bermanfaat (khair al-nâs anfa’uhum
li al-nâs) bagi dirinya dan masyarakatnya serta senantiasa
mengamalkan dan mengimplementasikan ajaran Islam. Oleh
karenanya keserasian dalam memenuhi kepentingan duniawi
dan ukhrawi sangat dipentingkan dalam mencapai orientasi
pendidikan spiritual Islam.
32
Karena problem serius inilah umat Islam perlu segera
mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu pendidikan dan
pembinaan Islam yang dilaksanakan dalam konteks kehidupan modern.
Untuk mengatur kembali iptek dan menggunakannya bagi manfaat
manusia dan kehidupan secara luas, dan yang lebih penting lagi, untuk
mengembalikan penghambaan manusia hanya kepada Allâh semata. Lihat
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),
hlm. 31.
84 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Pendidikan
masyarakat
modern
dalam
implementasinya banyak yang sudah jauh dari hakekat
pendidikan Islam. Pendidikan modern memang melibatkan
sarana alat canggih namun dari pendidikan modern ini kita
tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan ruhani.
Fenomena-fenomena yang kita temukan adalah penindasan
antar manusia, tawuran antar sekolah, pertumpahan darah, dan
merosotnya moral.
Karena problem serius inilah umat Islam perlu segera
mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu
pendidikan dan pembinaan Islami yang dilaksanakan dalam
konteks kehidupan modern. Untuk mengatur kembali iptek
dan menggunakannya bagi kemanfaatan umat manusia dan
kehidupan secara luas, dan yang lebih penting lagi, untuk
mengembalikan penghambaan manusia hanya kepada Allâh
semata. Salah satu keutamaan Islam bagi umat manusia adalah
adanya sistem yang paripurna dan konsisten di dalam
membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan
budaya, serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaaan dan
peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia
dari kegelapan syirik, kebodohan, dan kesesatan menuju
cahaya tauhîd, ilmu, dan hidayah.33
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allâh, dan
kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allâh menunjuki orangorang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan
(dengan kitab itu pula) Allâh mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya
menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (QS. al-Ma>idah (5) : 15-16).
33
Kajian Pendidikan Akhlak | 85
Oleh karena itu orientasi pendidikan dalam Islam
berkaitan dengan unsur akhlak34 dan spiritualitas. Untuk itu
selayaknya pengajaran Ilmu Pendidikan Islam dilakukan secara
seimbang antara aspek esoteris dengan aspek eksoteris. Karena
tanpa ada pengajaran yang seimbang dengan aspek esoteris,
anak didik kurang menghayati makna ajaran Islam.35
Akar kata ”akhlak” dari Akhlaqa-yukhliqu-ikhla>qan
mengandung makna perangai, kelakuan, tabi’at, watak dasar, kebiasaan
(adat), fitrah (naluri atau pembawaan), al-muru>’ah (keprawiraan,
kejantanan, dan kekesatriaan), kepatutan atau pantas, dan al-dîn. Lihat
Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, (Beirut : Al-Maktabah al-Katulikiyah,
tth.), hlm. 19; Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka.
1991), hlm. 19; lihat pula A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir ArabIndonesia, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), edisi II, cet. ke-14, hlm.
363-364. Ima>m al-Ghazaliy menyebutkan :
34
الخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة ويسر من
غير حاجة إلى فكر ورؤية
”Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan
pemikiran maupun pertimbangan” Imâm Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulum al-dîn,
(Beirut : Dâr al-Fikr, tth.), jilid 3, hlm. 56.
Menurut Ahmad Amîn :
الخلق عادة اإلرادة
”Khuluq (akhlak) adalah membiasakan kehendak.” Ahmad Amin,
Al-Akhlâq, terj. K.H. Farid Ma’rûf, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan
Bintang. 1993), cet. ke-7, hlm. 62. Dari berbagai definisi di atas, definisi
yang disampaikan oleh Ahmad Amin lebih jelas menampakkan unsur yang
mendorong terjadinya akhlak yaitu kebiasaan dan iradah (kehendak).
35
Dalam tataran praktis, pengajaran Tauhîd misalnya, lebih
banyak dikemukakan argumen tentang adanya Tuhan, dan kurang diajarkan
tentang makna kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia. Makna
kehadiran Tuhan merupakan aspek esoteris. Untuk itu, apa pun bidang
kajian yang ditempuh sebaiknya tidak berhenti pada aspek eksoteris, tetapi
selalu berusaha menyelami makna yang terkandung dalam suatu ajaran,
sehingga pemahaman Islam menjadi lebih komprehensif, universal, dan
86 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Dalam hal ini antara kekuatan akal dan hati mesti ada
keserasian yang mapan, akal untuk berfikir dari sesuatu yang
nyata, sedangkan hati untuk mengiyakan dari sesuatu yang
tidak nyata (ghaib). Seseorang yang hanya mementingkan
rasio nanti pada akhirnya tidak tercapai kepuasan, dan
seseorang yang hanya mementingkan hati menimbulkan
kebekuan dan bisa jadi keterbelakangan dalam hal keduniaan.
Sebagai agama yang sejalan dengan fitrah manusia, maka
tujuan hidup manusia menurut Islam adalah kebahagiaan
dalam dua dimensi, di dunia dan di akhirat. Hal ini merupakan
orientasi tujuan utama pendidikan spiritual Islam.36
Orientasi hakikat pendidikan akhlak Islam berguna
dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas
kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan
kepribadian yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan
teknologi modern yang ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaikbaiknya untuk kebaikan hidup manusia.37 Allâh berfirman
dalam surat al-Hajj ayat 77 yang artinya: ”Hai orang-orang
yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
utuh. Dengan kurangnya pengajaran aspek esoteris dalam pembelajaran
yang selama ini berkembang, berarti nilai-nilai pendidikan Islam masih
kurang sempurna. Lihat Sudirman Tebba, Tasawuf Positif: Manfaat
Tasawuf dalam Kehidupan Sehari-hari, (Ciputat: Pustaka Irvan, 2008), cet.
ke-2, hlm. 147.
36
M. Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke-2, hlm. 447.
37
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2009), hlm. 15.
Kajian Pendidikan Akhlak | 87
Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” Dalam hal ini terkandung inspirasi, Akhlak
pendidikan Islami berdasarkan nilai-nilai tauhi>d, dalam arti
sesuai dengan ketentuan Ila>hiyyah yang memberikan
tuntunan-tuntunan Akhlak Islami. Oleh karenanya tauhi>d
adalah esensi dan dasar amaliah (sesuai dengan ketentuan
Allah) yang memberikan identitas dan mengikat semua unsur
yang tidak terlepas dari prinsip-prinsip Qur’ani dan Sunnah
Rasulullah sebagai sumbernya.38
Kesempurnaan sistem Islam tersebut terlihat pula
dalam sistem pendidikan Rasûlullâh dalam mendidik para
shahabatnya yang telah menghasilkan generasi yang tak ada
duanya. Generasi yang disebut-sebut sebagai generasi terbaik
yang pernah muncul di muka bumi ini. Tak ada yang mampu
menandinginya baik sebelum dan sesudah generasi shahabat
tersebut. Namun bukan berarti sepeninggal Rasûlullâh, kita
tak akan merasakan dan tak mampu melaksanakan pendidikan
Islam. Sebab beliau telah meninggalkan dua kitab rujukan
yang dapat kita pakai acuan dalam mendidik manusia yakni alQur’ân dan al-Sunnah.39
38
Ibid., hlm. 12. Lihat dalam paparan Isma’il Raji al-Faruqi,
Tauhîd: Its Implications for Thought and Life , (ttp. : The International of
Islamic Thought. 1982), hlm. 18.
39
http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/urgensipendidikan-dalam-membina-muslim.html (diakses 12-4-2013). lihat
paparan Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia. 1986), cet. ke-1, hlm. 17-19.
88 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Menurut Komaruddin Hidayat sebagaimana dikutip
oleh Abuddin Nata bahwa orientasi atau tujuan pendidikan
spiritual Islam (sufisme Islam) mempunyai tiga tujuan, yaitu :
(1) Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam
menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat
hilangnya nilai-nilai spiritual; (2) Memperkenalkan literatur
atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam,
baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya
maupun non-Islam, khususnya terhadap masyarakat Barat; dan
(3) Untuk memberikan penegasan kembali bahwa
sesungguhnya aspek esoteris Islam merupakan jantung ajaran
Islam. sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut,
maka keringlah aspek-aspek lain dalam ajaran Islam.
Inti sari pendidikan akhlak Islami bertujuan
memperoleh hubungan langsung (secara sadar) dengan Tuhan,
sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di
hadhirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan
kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia yang
senantiasa berubah dan sementara.40 Orientasi konsep
pendidikan spiritual Islam bertujuan menumbuhkan
keseimbangan pada kepribadian manusia, yang mengarah pada
perwujudan penyerahan mutlak kepada Allâh, pada tingkat
individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.
40
Sikap dan pandangan sufistik ini sangat diperlukan oleh
masyarakat modern yang mengalami jiwa yang gersang. Lihat Abuddin
Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 294295.
Kajian Pendidikan Akhlak | 89
Spiritualitas ihsân sebagai salah satu pilar penting dari
ajaran Islam mengajarkan kebaikan.41 Spiritualitas ihsân ini
memberikan keteduhan jiwa bagi manusia yang tengah
kehausan ruhani akibat mengalami banyak problem kejiwaan
dalam kehidupannya. Oleh karena itu kegiatan hidup ini
seharusnya diarahkan pada keseimbangan duniawi dan
ukhrawi dengan kepentingan akhirnya untuk kebaikan akhirat
dan mencapai ridha Allah Swt.
Lihat pada kajian sajian utama dalam Suara Muhammadiya, 15 /
98, 1-15 Agustus 2013, hlm. 9. Aspek terpenting dalam kehidupan
keberagamaan adalah unsur spiritualitas ihsân dengan tiga model
pendekatan, yaitu pendekatan bayâniy dan burhâniy yang bersumber pada
nalar, serta pendekatan ‘irfâni yang bersumber pada hati. Pendekatan
‘irfâni merupakan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalaman
batin, dzawq, qalb, wijdân, bashîrah dan intuisi. Salah satu metode yang
dipergunakan adalah manhaj kasyfi yang didapat dari riya>dhah dan
muja>hadah. Muhammad Aziz, Suara Muhammadiyah 15/98, 1 – 15
Agustus 2013 / 24 Ramadhan – 8 Syawwâl 1434 H., hlm. 49.
41
90 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
BAB IV
PENAFSIRAN SYAIKH NAWAWI
TENTANG AYAT-AYAT PENDIDIKAN AKHLAK
A. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Akhlak Menuntut Ilmu
1. Q.S. Al-Muja>dalah ayat 11
َّللا
ٰ َّ ِس َفا ْف َسح ُْوا َيف َس ُح
ِ َيأ َ ُي َها الَ ِذي َْن آ َم ُن ْو ا َِذا قِ ْي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح ُْوا فِى ال َم َجا ل
لَ ُك ْم
“Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan
kepadamu “berlapang-lapanglah dalam majlis”
maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu”
2. Q.S. Al-Kahfi ayat 60
ْن اَ ْو اَمْ ضِ َي
ِ َوا ِْذ َقا َل مُو َسى لِ َف َتاهُ ََل اَب َْر ُح َح ٰتى أَ ْبلُغَ َمجْ َم َع ال َبحْ َري
ُحقُوبًا
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada
muridnya “aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan,
atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”
3. Q.S. Al-Kahfi ayat 69
َّ َقا َل َس َت ِج ُدنِيْ إنْ َشا َء
ك أَ ْمرً ا
َ َصابِرً ا َو ََل اَ ْمصِ ى ل
َ َُّللا
“Musa berkata: Insyaallah kamu akan mendapati
aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam suatu urusanpun”
4. Q.S. Al-Kahfi ayat 70
َ َقا َل َفإِ ِن ا َّت َبعْ َتنِى َف ََل َتسْ َئ ْل ِنى َعنْ َشيْ ٍء َح َّتى أُحْ ِد
ك ِم ْن ُه ذ ِْكرً ا
َ َث ل
91
92 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
“Dia berkata:”jika kamu mengikutiku, maka
janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang
sesuatu apapun sampai aku sendiri yang
menerangkannya kepadamu”
5. Q.S. Al-Kahfi ayat 73
ُ قا َ َل ََل ُتؤاَخ ِْذنِيْ ِب َما َنسِ ي
ى عُسْ رً ا
ِ ْت َو ََل ُترْ ِه ْقنِيْ مِنْ أَمْ ِر
“Janganlah kamu
menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku
dengan suatu kesulitan dalam urusanku”
6. Q.S. Al-Kahfi ayat 75
صبْرً ا
َ ِي
َ ك لَنْ َتسْ َتت َِع َمع
َ ك إ َّن
َ ََّقا َل أَلَ ْم أَقُ ْل ل
“Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan
kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan
dapat sabar bersamaku’.”
7. Q.S. Al-Kahfi ayat 78
ُ َقا َل ٰه َذا ف َِر
صبْرً ا
َ ك َسأ ُ َن ِّب ُئ َك ِبتأْ ِو ِل َما لَ ْم َتس َتعْ َعلَ ْي ِه
َ ِاق َب ْينِيْ َو َب ْين
“Khidir berkata: “inilah perpisahan antara aku
dengan kamu, kelak akan keberitahukan kepadamu
tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat
sabar terhadapnya”
8. Q.S. An-Nahl ayat 43
َك ا
إَل ِرجا َ ًَل ُّن ْوحِي إِلي ِْه ْم َفسْ َئلُ ْوا أهْ َل الذ ِْك ِر إنْ ُك ْن ُت ْم
َ َِو َمآ أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل
ََل َتعْ لَم ُْو َن
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang (laki-laki) yang Kami beri wahyu
kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 93
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui”
9. Q.S. Al-‘Ankabu>t ayat 69
َّ ََّوالَ ِذي َْن َجا َهد ُْوا َف ْي َنا لَ َن ْه ِد َي َّن ُه ْم ُس ُب َل َنا َوإِن
َّللا لَ َم َع المُحْ سِ نِي َْن
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhoan) kami, benar-benar akan kami tunjukan
kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik”
10. Q.S. Luqma>n ayat 18
َُّّللا ََل ُيحِب
َ صعِّرْ َخ َّد
َ َو ََل ُت
ِ ْْش فِى األَر
َ َّ َّض َم َرحً ا إن
ِ اس َو ََل َتم
ِ ك لِل َّن
ُك ُّل م ُْخ َتا ٍل َف ُخ ْو ٍر
“Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri”
11. Q.S. Al-Insyira>h ayat 7
ْصب
َ َفإِ َذا َف َر ْغتَ َفا ْن
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
urusan yang lain”
B. Penafsiran Syaikh Nawawi terhadap Ayat-ayat Akhlak
Menuntut Ilmu
1. Q.S. Al-Mujadalah ayat 11
(ِس َفا ْف َسح ُْوا
ِ ) َيأ َ ُي َها الَ ِذي َْن آ َم ُن ْو ِا َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح ُْوا فِى ال َم َجا ل
94 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
َّللا َل ُك ْم) فى كل
فس ُح َّ ٰ
اي إذا قيل لكم لتوسع بعضكم عن بعض فتوسعوا ( َي َ
ما تريدون التواسع فيه من المكان والرزق والصدر والقبر والجنة وهذه
األية تدل على أن كل من واسع على عبادَّللا ابواب الخير والراحة وسع َّللا
عليه خيرت الدنيا واألخرة والمراد من هذا التواسع ايصال الخير الى
المسلم وادخل السرور فى قلبه و قرأ الحسن وداودبن أبى هند تفاسحوا
وقرأ عاصم فى المجالس بصيغة الجمع ألن لكل جالس موضع جاوس
على حدة والباقون فى المجالس بالتواحيد على أن المراد به الجنس وقرئ
فى المجالس بفتح الَلم قيل نزلت هذه األية نفر من اهل البدر منهم ثابت
بن قيس بن شماس جاءوا إلى النبي صلى َّللا عليه وسلم وكان النبي جالسا
فى صفة صفية يوم الجمعة فلم يجدوا مكانا يجلسون فيه فقاموا على رأس
المجلس فقال النبي صلى َّللا عليه وسلم لمن لم يكن من اهل البدر يا فَلن
قم من مكانك ليجلس فيه من كان من اهل بدروكان النبي صلى َّللا عليه
وسلم يكرم اهل بدر من المهاجرين واألنصار فعرف النبي صلى َّللا عليه
وسلم الكراهيتوا لمن أقامة من المجلس فأنزل َّللا فيهم هذه األية يوم الجمعة
وروي عن ابن عباس أنه قال نزلت هذه األية فى ثابت بن قيس شماس
وذالك أنه دخل المسجد وقد أخذ القوم مجالسهم وكان يريد القرب من
رسول َّللا صلى َّللا عليه وسلم للوقرالذى كان فى أذانيه فوسعوا له حتى
قرب منه صلى َّللا عليه وسلم ثم ضايقه بعضهم و جرى بينه و بينهم كَلم
وذكر للرسول محبة القرب منه ليسمع منه وان فَلنا لم يفسح له فأمر القوم
بأن يواسعوا وَل يقوم أحد ألحد فنزلت هذه األية ،مسئلة إذا أمر إنسان
إنسانا ان يبكر إلى الجميع فيأخذله مكانا يقعد فيه َل يكره فإذا جاء األمر
يقوم من المواضع أما إذا أرسل سجادة لتفرش له فى المسجد حتى يحضر
1
هو فيجلس عليها فذالك حرام لما فيه من تحجير المسجد بَل فائدة
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir an-Nawawi,
jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 359-360.
1
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 95
Terjemahan : (Hai orang-orang yang beriman apabila
dikatakan kepadamu “berlapang-lapanglah dalam majlis”
maka lapangkanlah) yakni apabila dikatakan kepadamu agar
kamu memberikan tempat dengan melapangkan sebagian
kamu atas sebagian yang lainnya dalam suatu majlis, maka
berlapang-lapanglah, (niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu) dalam segala urusan yang kamu kehendaki keluasan
padanya, menyangkut tempat, rezeki, dada, kubur, dan surga.
Dapat disimpulkan dari makna ayat ini bahwa setiap orang
yang memberikan kelapangan kepada sesama hamba Allah
mengenai pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, maka Allah
akan membukakan baginya kebaikan dunia dan akhirat.
Termasuk ke-dalam pengertian memberikan keluasan adalah
menyampaikan kebaikan kepada orang muslim dan
memasukkan kegembiraan ke-dalam hatinya. Al-Hasan dan
Dawud ibnu Abu Hindun membacanya Tafâsahû, ‘Ashim
membacanya dalam bentuk jamak pada Majâlis, karena setiap
orang yang duduk mempunyai tempat yang tersendiri baginya.
Sedangkan ulama yang lain membacanya Fil Majlis dalam
bentuk tunggal, karena yang dimaksud adalah isim jenis. Ada
pula yang membacanya Fil Majlas dengan lam di-fathah-kan.
Menurut suatu pendapat disebutkan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari ahli
Badar, diantaranya adalah Tsabit ibnu Qois ibnu Syammâs.
Mereka datang kepada Nabi Saw, ketika Nabi Saw beliau
96 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
sedang duduk di Shaf Siti Shafiyyah pada hari Jum’at, lalu
mereka tidak menemukan tempat duduk untuk duduk mereka,
akhirnya mereka hanya bisa berdiri di depan majlis. Maka
Nabi Saw bersabda kepada orang-orang yang bukan dari
kalangan ahli Badar:
ان مِنْ أَهْ ِل َب ْد ٍر
َ س فِ ْي ِه َمنْ َك
َ ِياَفُ ََلنُ قُ ْم و يا َ فُ ََلنُ قُ ْم مِنْ َم َكان َِك لِ َيجْ ل
“Wahai Fulan berdirilah! Wahai Fulan berdirilah! dari
tempatmu, agar orang dari kalangan ahli Badar bisa duduk
ditempatmu”
Nabi Saw selalu menghormati ahli Badar dari kalangan
Muhajirin dan Anshor, namun Nabi Saw mengetahui bahwa
orang-orang yang beliau suruh untuk berdiri merasa keberatan,
sehingga Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan mereka
pada hari Jum’at.
Selain itu, telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang
telah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Tsabit Ibnu Qais Ibnu Syammas. Hal itu karena dia
memasuki masjid, sedangkan kaum telah menduduki
tempatnya masing-masing. Dia bermaksud untuk mengambil
tempat di dekat Rasulullah Saw karena dia ingin
mendengarkan sesuatu dari Nabi Saw. Maka mereka
memberikan kelapangan baginya hingga ia dapat berada di
dekat Nabi Saw, kemudian ada sebagian kaum yang tidak
memberinya tempat duduk, lalu terjadilah perang mulut antara
dia dan mereka. Dia mengemukakan alasannya bahwa ia ingin
berada di dekat Rasul untutk mendengarkan sesuatu darinya
dan ia sangat menyukai hal itu. Lalu, disampaikan kepada
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 97
beliau bahwa si Fulan tidak memberikan tempat baginya,
sehingga Nabi memerintahkan kepada kaum untuk
memberikan tempat, akan tetapi tiada seorang pun yang mau
berdiri memberikan tempat bagi orang lain, lalu turunlah ayat
ini.
Sebuah masalah: apabila seseorang menyuruh orang
suruhannya agar pergi ke masjid secara dini lalu mengambil
suatu tempat duduk yang kelak tempat itu untuk orang yang
menyuruhnya, apabila orang yang menyuruhnya tiba, maka ia
berdiri dari tempat itu agar diduduki oleh orang yang
menyuruhnya, maka hukumnya tidak makruh. Adapun jika dia
mengirimkan sajadah untuk digelarkan di masjid pada suatu
tempat sampai ia datang lalu duduk di atasnya, maka yang
demikian itu haram hukumnya, karena membatasi tempat di
masjid tanpa manfaat.2
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
akhlak menuntut ilmu adalah bahwa setiap penuntut ilmu
harus mempunyai akhlak ketika berada di majlis ilmu misalkan
berlapang-lapang dalam majlis, memberi tempat duduk kepada
penuntut ilmu yang lain atau kepada orang yang dihormati dan
orang-orang lemah. Sesungguhnya orang yang memberi
kelapangan kepada orang lain, maka akan diberi kelapangan
oleh Allah, dan orang yang memberi tempat duduk kepada
2
Muhammad
Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar,
Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 6, (Bandung : Sinar Baru Algensindo),
hlm.323-325.
98 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
orang lain, maka dia akan mendapat kebaikan dari Allah Swt,
seperti dalam hal belajar misalnya diberi kemudahan untuk
memahami ilmu.
2. Q.S. Al-Kahfi ayat 60
(وا ِْذ َقا َل) اي واذكرحين قال (مُو َسى لِ َف َتاهُ) يوشع بن نون بن افرايم بن يوسف
َ
عليه السَلم وكان يوشع من اشراف بنى اسرائيل وإنما سمي فتى موسى عليه
السَلم ألنه كان يخذمه وكان موسى عليه السَلم وقع فى قلبه ان ليس فى األرض
احد أعلم منى فقال َّللا يا موسى ان لى فى األرض عبدا أعبدلى منك وأعلم وهو
الخضر فقال موسى يا رب دلني عليه فقال َّللا له خذ سمكا مالحا وامض على
شاطئ البحر حتى تلقى صخرة عندها عين الحياة فانضح على السمكة منها حتى
تحيا السمكة فثم تلقى الخضر فأخذ حوتا فجعله فى مكتل فقال لفتاه إذا فقدت
الحوت فاخبرني فذهب يمشيان ( ََل اَب َْر ُح) اي َل أزال سائرا ( َح ٰتى أَ ْبلُغَ َمجْ َم َع
ْن) اي ملتقى بحرفارس وروم مما يلى المشرق (اَ ْو اَ ْمضِ َي ُحقُوبًا) او اسير
ِ ال َبحْ َري
3
زمانا طويَل اتيقن معه فوات الطلب او اسير ثمانين سنة
Terjemahan: (Dan ingatlah ketika berkata) yakni
ingatlah ketika (Musa kepada muridnya) yaitu Yusya’ ibnu
Nun ibnu Ifrayim ibnu Yusuf As. Yusya adalah salah seorang
pemuka kaum Bani Israil yang dihormati. Dia disebutkan
Fatâ karena dia selalu melayaninya dan menjadi
pembantunya.
Kisahnya bermula ketika dalam hati Musa terbetik
suatu perasaan bahwa tiada seorang pun yang lebih ‘alim
daripada dirinya. Maka Allah berfirman, “Hai Musa,
sesungguhnya Aku di bumi ini mempunyai seorang hamba
yang lebih banyak beribadah kepada ku, dan lebih alim
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 502-503.
3
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 99
daripada kamu, dia adalah Khidir.” Musa bertanya, “Wahai
Tuhanku, tunjukkanlah tempat tinggalnya kepadaku.” Allah
berfirman kepadanya, “Ambilah ikan yang telah diasin
kemudian telusurilah pantai laut ini hingga engkau
menjumpai sebuah batu besar yang di dekatnya terdapat
sebuah mata air yaitu Tirta Kehidupan. Lalu, ikan asin itu
terkena cipratan air dari mata air tersebut, maka dengan serta
merta ikan itu menjadi hidup, dan di tempat itulah kamu
akan bersua dengan Khidir.” Lalu, Musa mengambil ikan
asin dan meletakkannya di sebuah keranjang, dan Musa
berkata kepada muridnya, “Apabila ikan ini hilang, maka
beritahukanlah kepadaku,” selanjutnya keduanya pergi
dengan berjalan kaki menelusuri pantai laut itu.
(Aku tidak akan berhenti) yakni aku tidak akan
berhenti dari langkahku ini, (sebelum sampai ke pertemuan
dua lautan) yakni tempat bertemunya Laut Persia dan Laut
Romawi yang ada di sisi belahan timur, (atau aku akan
berjalan sampai bertahun-tahun) atau aku berjalan terus
dalam waktu yang cukup lama sampai aku merasa yakin
kehilangan sesuatu yang dicari, atau aku akan berjalan
selama delapan puluh tahun.4
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu adalah semangat dalam menuntut
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), hlm. 6224
623.
100 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
ilmu yakni seorang penuntut ilmu harus siap melakukan
perjalanan yang jauh untuk menuntut ilmu dan harus kuat
menanggung segala kesulitan yang berhubungan dengan
menuntut ilmu, seperti halnya nabi Musa As yang rela
berjalan dengan jarak yang jauh dalam rangka menemui nabi
Khidir As untuk menuntut ilmu, hal ini menunjukan bahwa
antusiasme nabi Musa As dalam menuntut ilmu itu sangat
besar.
3. Q.S. Al-Kahfi ayat 69
َّ ج ُدنِيْ إنْ َشا َء
) ًك أَمْ ر
َ َص ِابرً ا َو ََل اَ ْمصِ ى ل
َ َُّللا
ِ (قال) له موسى ( َس َت
عطف على صابرا على أرى منك وغير مخالف
5
ألمرك
Terjemahan : (Musa Berkata) kepada Khidir
(“Insyaallah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang
sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu
urusanpun”) lafal ini di-athaf-kan kepada Shâbiran, yakni
engkau akan mendapati aku seorang yang sabar terhadap
segala hal yang kulihat darimu dan tidak akan menentang
perintahmu.6
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu yaitu penuntut ilmu harus mematuhi
perintah dan aturan dari gurunya, selama tidak
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm.504.
6
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011),
hlm. 627.
5
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 101
memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah Swt, seperti
nabi Musa As yang mendapatkan peraturan yang ketat saat
menuntut ilmu kepada nabi Khidir As, yakni tidak boleh
bertanya tentang apa saja yang dilakukan oleh nabi Khidir
As sampai nabi Khidir As sendiri yang akan menjelaskannya.
4. Q.S. Al-Kahfi ayat 70
(قال) له الخضر ( َفإِ ِن ا َّت َبعْ َتنِى) اي صحبتني ( َف ََل َتسْ َئ ْلنِى َعنْ َشيْ ءٍ) تشاهده من
َ الظاهر(ح َّتى أُحْ ِد
ك ِم ْن ُه ذ ِْكرً ا) اي حتى أبتدئ
افعلى ولو منكرايحسب علمك
َ َث ل
َ
بأ خبرك ببيان ذالك الشيء وقرأ ابن عامرا فَل تسألن بانون الثقلة و بغير ياء
وروي عنه تسألنى مثقلة مع الياء و هي قرأة نافع و قرأ بقى السبعة بالسكون
الَلم وتخفيف النون وقرأ أبو جعفر هنا تسلن بالفتح السين و الَلم و تشديد
7
النون من غير همز
Terjemahan : (Khidir berkata) kepada Musa (Jika
engkau mengikutiku) yakni tetap bersikeras menemaniku
(maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang apa
pun) yang kamu saksikan dari perbuatan-perbuatanku nanti
sekalipun hal itu kamu ingkari menurut ilmu lahiriahmu.
(Sampai aku menerangkannya kepadamu) yakni
sampai aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu.
Ibnu ‘Amir membacanya dengan memakai Nun yang ditasydid-kan menjadi Tas’alanni tanpa memakai Ya,
sebagaimana Qiraat Nafi’. Ulama Qiraat Sab’ah yang lainnya
membacanya dengan men-sukun-kan Lam dan meringankan
Nun. Abu Ja’far dalam ayat ini membacanya dengan Sin dan
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 504.
7
102 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Lam yang di-fathah-kan kedua-duanya disertai dengan Nun
yang di-tasydid-kan tanpa Hamzah menjadi tas’alanni.8
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu yaitu menyenangkan hati guru, salah
satunya adalah seorang penuntut ilmu tidak banyak bertanya
yang berlebihan sehingga akan merepotkan guru, atau
bertanya dengan niat untuk merendahkan guru.
5. Q.S. Al-Kahfi ayat 73
َ (قال) موسى
ُ (َل ُتؤاَخ ِْذنِيْ ِب َما َنسِ ي
ْت) اي بما تركت من وصيتك أول مرة او هذا
من التورية وايهام خَلف المراد فيتقى موسى بها الكذب مع التوصل إلى
الغرض وهو بسط عذره فى اإلنكار فالمراد بما نسيه شيء أخر غير الوصية
ى عُسْ رً ا) اي َل تكلفني مشقة في أمر
َ لكنه أو انها المنسية
ِ (و ََل ُترْ ِه ْقنِيْ ِمنْ أَمْ ِر
9
صحبني إياك فقبل الخضر عذر موسى فخرج من السفينة
(Musa berkata) kepada Khidir
(Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku) yakni
Terjemahan
:
karena kelupaanku kepada pesanmu yang sebelumnya. Atau
ungkapan ini termasuk kata sindiran yang memberikan
pengertian seakan-akan bertentangan dengan yang dimaksud,
sehingga Musa terhindar dari dusta tetapi ungkapan yang
digunakan sampai kepada tujuan, yaitu menerangkan alasan
keingkarannya. Yang dimaksud dengan apa yang dilupakan
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm.6278
628
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 504.
9
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 103
oleh Musa adalah sesuatu yang lain bukan pesan tersebut
akan tetapi diungkapkannya seakan-akan wasiat itulah yang
dilupakannya.
(Dan janganlah engkau bebani aku dengan suatu
kesulitan dalam urusanku) yakni janganlah engkau
membebaniku
dengan
kesulitan
dalam
urusanku
menemanimu. Khidir menerima alasan Musa dan permintaan
maafnya. Kemudian keduanya keluar dari perahu itu.10
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu adalah belajar untuk bersabar yakni
seorang yang menuntut ilmu itu harus melatih kesabarannya.
Jika tidak memahami sesuatu saat belajar maka harus
bersabar untuk mencari kejelasan, sampai guru mengijinkan
untuk bertanya tentang ketidakjelasan tersebut.
6. Q.S. Al-Kahfi ayat 75
ك) يا موسى زاد الخضر لك هن تقريعا لموسى وتحامَل
َ َّ(قال) االخضر(أَلَ ْم أَقُ ْل ل
صبْرً ) قيل ان يشيع كان يقول لموسى يا نبي َّللا
َ ِي
َ ك لَنْ َتسْ َتت َِع َمع
َ فى الخطأ (إ َّن
11
اذكر العهد الذي أنت عليه
Terjemahan : (Khidir berkata) kepada Musa As
(Bukankah sudah kukatakan kepadamu) wahai Musa, dalam
ungkapan ini Khidir memakai Laka sebagai teguran kepada
Musa dan memojokakannya (bahwa sesungguhnya kamu
tidak akan mampu sabar bersamaku) menurut suatu pendapat
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid) jilid 3, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm. 629.
11
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 504.
10
104 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
disebutkan bahwa Yusya’
mengatakan kepada Musa,
“Wahai Nabi Allah, ingatlah janjimu”.12
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu adalah kesabaran, penuntut ilmu
harus bisa bersabar dalam mentaati peraturan dari sang guru,
karena kesabaran adalah kunci keberhasilan ilmu, dan
mentaati guru adalah kunci keberkahan ilmu selama guru
tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah.
Ketidaksabaran nabi Musa As yang menjadikan nya gagal
untuk menuntut ilmu kepada nabi Khidir As.
7. Q.S. Al-Kahfi ayat 78
ُ (ه َذا ف َِر
ٰ ( َقا َل) له الخضر
ك) اي هذا اإلنكارعلى ترك األجر سبب
َ ِاق َب ْينِيْ َو َب ْين
صبْرً ا) السين لتأكيد
َ ك ِبتأْ ِو ِل َما لَ ْم َتس َتعْ َعلَ ْي ِه
َ فراق حصل بيني و بينك ( َسأ ُ َن ِّب ُئ
َل لإلستقبال لعدم تراخى التنبئة اي اظهر لك بيان وجه مالم تصبر عليه اي
13
حكمة هذه األ مور الثَلثة قبل فراقي لك
Terjemahan : (Khidir berkata) kepada Musa (inilah
perpisahan antara aku dengan kamu) yakni protesmu
terhadap perbuatan tidak mengambil upah ini menjadi
penyebab perpisahan antara aku dengan kamu (aku akan
memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya) huruf Sin bermakna
Ta’kid bukan bermakna istiqbal karena tidak ada tenggang
waktu bagi pemberitahuan ini, yakni aku akan menceritakan
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid) jilid 4, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm.1.
13
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
12
jld 1, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 505.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 105
kepadamu alasan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak
tahan terhadapnya, yakni hikmah dibalik ketiga perkara
tersebut akan kuceritakan kepadamu sekarang sebelum aku
berpisah denganmu.14
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu adalah
penuntut ilmu harus
menerima keputusan atau teguran dari guru karena kesalahan
yang telah dilakukan, dan berusaha untuk memperbaikinya di
masa yang akan datang.
8. Q.S. An-Nahl ayat 43
َ ك) ياأكرم الرسل إلى األمم من طوائف البشر ا
(إَل ِرجا َ ًَل
َ ِ(و َمآ أَرْ َس ْل َنا مِنْ َق ْبل
َ
ُّن ْوحِي) بواسطة الملئكة وهذا رد لقريش حين قالو َّللا أعلى و أعظم من ان يكون
رسوله واحدا من البشر بل لو أراد بعثه رسول إلينا لبعث ملكا ( َفسْ َئلُ ْوا أهْ َل
ال ِذ ْك ِر) اي أهل العلم بأخبار الماضين فإذا سألوهم فَل بد ان يجيب بأن الرسول
ْالذين ارسلوا إليهم كانو بشرا فإذا أخبروهم بذالك زالت الشبهة من قلوبهم (إن
15
ُك ْن ُت ْم ََل َتعْ لَم ُْون) ان الرسول من البشر
Terjemahan : (Dan kami tidak mengutus sebelum
kamu) wahai Rasul yang paling mulia, kepada umat-umat
dari berbagai jenis bangsa (kecuali dari beberapa orang lakilaki yang kami beri wahyu) melalui malaikat. Hal ini
merupakan jawaban terhadap orang-orang Quraisy yang
mengatakan bahwa Allah Mahatinggi dan Mahabesar bila
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid), jilid 4, (Bandung : Sinar Baru Algensindo), hlm.4.
15
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
14
jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 454-455.
106 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Dia mengirimkan utusan-Nya seorang manusia, bahkan
seandainya Dia menghendaki untuk mengutus Rasul kepada
kami tentulah Dia mengutus malaikat bukan manusia.
(Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan) yaitu ahlul ‘ilmi tentang berita orang-orang
terdahulu. Jika mereka bertanya kepada ahlul ‘ilmi maka
pastilah jawaban mereka mengatakan bahwa para rasul yang
telah diutus kepada mereka adalah manusia. Apabila ahlul
’ilmi memberitahukan kepada mereka tentang hal tersebut,
pastilah akan lenyap keraguan yang ada dalam hati mereka,
(jika kamu tidak mengetahui) bahwa rasul-rasul itu dari
kalangan manusia.16
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu adalah bertanya kepada orang yang
memahami ilmu ketika tidak mengetahui, agar dapat
mendapat ilmu dan terhindar dari kebodohan. Namun, dalam
bertanya kepada guru harus disertai adab yang mulia oleh
penuntut ilmu diantaranya yaitu mengucapkan salam,
memberitahu nama yang jelas, singkat, padat, dan jangan
pernah menanyakan sesuatu yang sudah diketahui
jawabannya serta jangan bertanya sesuatu dengan niat
merendahkan guru.
9. Q.S. Al-Ankabu>t ayat 69
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar,
Tafsir Munir (Marah Labid), jilid 3, (Bandung : Sinar Baru Algensindo),
hlm. 431.
16
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 107
(والَ ِذي َْن َجا َهد ُْوا فِ ْي َنا لَ َن ْه ِد َي َّن ُه ْم ُس ُب َل َنا) اي والذين جاهدوا فى طاعتنا لنهدينهم سبل
َ
َّ
َ
(وإِنَّ َّللا ل َم َع
َ ثوابنا ويقال والذين نظروا فى دَلثلنا لنحصل فيهم العلم ينا
المُحْ سِ نِيْن) اي لمعينهم فى القول والفعل بالتوفيق والعصمة وهذا إشارة إلى
درجة أعلى من اإلستدَلل كأن َّللا تعلى يقول من الناس من يكون بعيد اَل
يتقرب وهم الكفار ومنهم من يتقرب بالنظر والساوك فيهديهم َّللا تعلى ويقربهم
ومنهم من يكون َّللا معه ويكون قريبا منه تعلى يعلم األشياء منه تعلى وَل يعلمه
من األشياء فقوله تعلى ومن اظلم اشارة إلى األول وقوله الذين جاهدوا فينا
17
إشارة إلى الثانى وقوله وإن َّللا لمع المحسنين اشارة إلى الثالث
Terjemahan : (Orang-orang yang berjihad untuk
(mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan
jalan-jalan kami kepada mereka) yakni orang-orang yang
berupaya keras dalam ketaatan kepada kami, benar-benar
kami akan menunjukkan
jalan kepada mereka yang
menghasilkan pahala kami. Selain itu, dapat pula diartikan
bahwa orang-orang
yang memikirkan dalil-dalil kami,
benar-benar akan kami hasilkan ilmu mengenai kami bagi
mereka.
(Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orangorang yang berbuat baik) yakni akan menolong mereka dalam
ucapan dan perbuatannya dengan memberi taufik dan
pemeliharaan. Hal ini mengisyaratkan tingkatan tertinggi
istidlal18, seakan-akan Allah berfirman kepada manusia
17
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 161.
18
Istidla>l berasal dari kata istidalla yang berarti minta petunjuk,
memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Imam al-Dimyathi memberikan
arti istidla>l secara umum yaitu mencari dalil untuk mencapai tujuan yang
diminta.
108 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
bahwa barang siapa yang jauh tidak mau mendekatkan diri,
mereka adalah orang-orang kafir. Diantara mereka ada orang
yang mendekatkan dirinya melalui berfikir dan menempuh
jalan yang benar, maka Allah memberi mereka taufik dan
menjadikan mereka dekat dengan Allah dan Allah
mengajarinya
berbagai
hal
yang
belum
pernah
diketahuinya.19
Pada dasarnya hubungan ayat ini dengan Akhlak
menuntut ilmu menunjukkan bahwasanya orang-orang yang
berjihad di jalan Allah maka Dia akan menunjukan kepada
mereka jalan menuju kebaikan. Berjihad bisa melalui berfikir
yakni menuntut ilmu dengan bersungguh-sungguh dan
diniatkan untuk mencari keridhaan Allah, maka Allah akan
memudahkannya dalam menuntut ilmu. Seorang penuntut
ilmu harus bersungguh-sungguh dengan niat untuk mencari
keridhaan Allah dalam menuntut ilmu agar mendapatkan
ilmu yang bermanfaat.
10. Q.S. Lukman ayat 18
اس) اي َل تعرض وجحك من الناس تكبرا ويقال َل تحقر
َ صعِّرْ َخ َّد
َ (و ََل ُت
َ
ِ ك لِل َّن
َّ َّض َم َرحً ا) اي إختياَل (إن
َّللاَ ََل ُيحِبُّ ُك ُّل
َ فقراء المسلمين
ِ ْْش فِى األَر
ِ (و ََل َتم
م ُْخ َتا ٍل َف ُخ ْو ٍر) فالمختال من يكون به خيَلء وهو الذي يرى الناس عظمة نفسه
وهو التكبروالفخور من يكون مفتخرا بنفسه خيَلء وهو الذي يرى الناس عظمة
20
لنفسه فى عينه
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid), jilid 5, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm.17
20
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
19
jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 171.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 109
Terjemahan : (Dan janganlah kamu palingkan
wajahmu dari manusia) yakni janganlah engkau palingkan
mukamu dari manusia dengan sikap yang sombong. Pendapat
lain menyebutkan, bahwa janganlah engkau menghina orang
fakir miskin dari kalangan muslim.
(Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh) yakni dengan tingkah yang angkuh dan sombong.
(Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri) makna Mukhtâl adalah orang yang
angkuh yang memperlihatkan kebesaran dirinya alias
Takabur kepada orang lain, dan Fakhûr adalah orang yang
melihat kebesaran dirinya atau membanggakan diri.21
Analisis penulis mengenai hubungan ayat ini dengan
Akhlak menuntut ilmu adalah seorang penuntut ilmu tidak
boleh sombong baik dengan Mukhtâl atau Fakhûr karena itu
akan menyebabkan tidak manfaatnya ilmu yang didapat.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri. Agar mendapatkan berkah
ilmu maka kita harus berbuat baik kepada orang yang
mengajarkan ilmu kepada kita, karena bagaimana mungkin
akan mendapatkan ilmu jika kita tidak mencintai pemilik
ilmu tersebut, karena logikanya kita merasa tidak suka atau
benci terhadap seseorang maka kita akan merasa enggan
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid), jilid 5, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011),
21
hlm. 64.
110 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
untuk mendengarkannya bahkan ingin memalingkan wajah
dari orang tersebut. Begitupun dalam menuntut ilmu jika kita
tidak suka terhadap guru kita atau bahkan merasa bahwa kita
lebih baik darinya (membanggakan diri) maka kita akan jauh
dari keberkahan ilmu yang didapat.
11. Q.S. Al-Insyiro>h ayat 7
صبْ ) اي فإذا فرغت من عبادة فأتبعها بعبادة أخرى بأن
َ ( َفإِ َذا َف َر ْغتَ َفا ْن
تواصل بين بعض العبادات وبعض وان تخلى وقتا من اوقاتك منها قال قتادة
والضحاك ومقاتل اذا فرغت من الصَلة المكتوبة فاتعب فى الدعاء وارغب إلى
ربك فى المسئلة يعطك وقال الشعى اذا فرغت من التشهد فادع لدنياك وأخرتك
وقال مجاحد اذا فرغت من امر دنياك فاتعب وصل وقال عبد َّللا بن مسعود إذا
فرغت من الفرائض فاتعب فى قيام الليل وقال ابن حبان عن الكلبى إذا فرغت
من تبليغ الرسالة فاتعب واستغفرلذنبك وللمؤمنين وقال علي بن أبي طلحة إذا
كنت صحيحا فاجعل فراغك تعبا فى العبادة قال عمر بن الخطاب رضي َّللا عنه
22
إني أكره أن أرى أحدكم فارغا فى عمل الدنيا وَل فى عمل األخرة
Terjemahan : (Maka apabila telah menyelesaikan
suatu urusan, maka tetaplah bekerja keras untuk urusan yang
lain) yakni apabila engkau telah menyelesaikan suatu ibadah,
maka iringilah dengan mengerjakan ibadah yang lain.
Misalnya, dengan melanjutkan sebagian ibadah dengan
sebagian yang lainnya, dan janganlah engkau kosongkan
waktumu tanpa melakukan ibadah.
Qatadah, Ad-Dahhak dan Muqatil mengatakan
sehubungan dengan makna ayat ini bahwa apabila engkau
telah mengerjakan shalat fardhu, maka iringilah dengan doa
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r ‘an-Nawawi,
jld 2, (Semarang : Maktabah Usaha Keluarga, tth), hlm. 453.
22
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 111
dan mintalah dengan penuh harap kepada Tuhanmu, niscaya
Dia akan memberi apa yang engkau minta.
Asy-Sya’bi mengatakan sehubungan dengan makna
ayat ini bahwa apabila engkau telah menyelesaikan
tasyahhud, maka berdoalah untuk kepentingan urusan dunia
dan akhiratmu. Mujahid mengatakan sehubungan dengan
makna ayat ini bahwa apabila engkau telah menyelesaikan
urusan duniamu, maka iringilah dengan mengerjakan shalat.
Sahabat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud mengatakan dalam
takwilnya terhadap ayat ini bahwa apabila engkau telah
mengerjakan shalat-shalat fardhu, maka lelahkanlah dirimu
dengan melakukan qiya>mul lail. Ibnu Hibban telah
mengatakan dari Al-Kalabi bahwa apabila engkau telah
menyampaikan risalah, maka iringilah dengan memohon
ampun kepada Allah bagi dosamu dan kaum mukmin.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan bahwa apabila
engkau dalam keadaan sehat, maka jadikanlah waktu
senggangmu untuk melelahkan diri dengan mengerjakan
ibadah. Umar ibn Khathab Ra telah mengatakan bahwa
sesungguhnya ia tidak suka bila melihat seseorang diantara
mereka dalam keadaan senggang tidak melakukan kerja
untuk dunia juga tidak melakukan amal untuk akhiratnya.23
Muhammad Nawawi Al-Jawi, Penerj. Bahrun Abu Bakar, Tafsir
Munir (Marah Labid), jilid 6, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011),
23
hlm. 794.
112 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
C. Penafsiran Syaikh Nawawi Tentang Interaksi Laki-laki
dan Perempuan dalam Tafsir Mara<h} Labi><d
1. Pembagian Ruang Kehidupan Laki-laki dan
Perempuan: Privat dan Publik
Dalam al-Qur’an Allah swt telah memberikan
keterangan tentang ruang privat di dalam Q.S. Al-Nu>r: 27.
ِ
ِ
ِ
سلِّ ُموا َعلَى أَ ْه ِل َها ذَلِ ُك ْم َخيْ ٌر لَ ُك ْم
َ ين
َ يَا أَيُّ َها الَّذ
َ ُسوا َوت
ُ آمنُوا ال تَ ْد ُخلُوا بُيُوتًا غَيْ َر بُيُوت ُك ْم َحتَّى تَ ْستَأْن
َّ ل ََعلَّ ُك ْم تَذ
)27 :َك ُرو َن (النور
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki
rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih
baik bagi kalian, agar kalian (selalu) ingat.” (Q.S. Al-Nu>r :
27)24
Syaikh Nawawi dalam tafsirnya menyatakan:
Penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan seorang
perempuan dari kalangan Ans}ar yang mengatakan, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku tidak suka bila berada di dalam
rumahku dalam satu keadaan tiba-tiba ada seseorang
melihatku dalam keadaan seperti itu, baik ayah maupun
anakku. Ayahku sering masuk menemuiku bersama dengan
seorang laki-laki dari kalangan keluargaku sedangkan aku
dalam keadaan seperti itu.” Maka turunlah ayat ini.25
LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 352.
Muhammad Nawawi al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi,
(Surabaya : Kharisma, tt), Vol. 2, hlm. 80.
24
25
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 113
Ayat ini merupakan larangan bagi orang beriman
memasuki rumah orang lain tanpa memiliki izin terlebih
dahulu dari pemiliknya. Hendaknya ia juga mengucapkan
salam kepada penghuninya ketika meminta izin masuk.26
Sebagaimana sabda Nabi saw.
ٍ ث م َّر
ات فَِإ ْن أ ُِذ َن لَهُ َد َخ َل َوإَِّال َر َج َع
َّ َّسلِيْ َم أَ ْن يَ ُق ْو َل
َ َ الس ََلمُ عَلَيْ ُك ْم أَأَ ْد َخ َل ثَََل
ْ إِ َّن الت
“Sesungguhnya penyampaian salam itu dengan mengucapkan
‘assalamu‘alaikum, bolehkah aku masuk?’ sebanyak tiga kali.
Jika diizinkan maka boleh masuk, jika tidak maka ia harus
pergi.”27
Mengucapkan salam dan meminta izin itu lebih baik
dilakukan bagi orang mukmin daripada salam penghormatan
jahiliah. Dan merupakan sebuah kebinasaan yakni memasuki
ruang privat seseorang tanpa izin pemiliknya.28 Sebagaimana
hadis Nabi saw. yang dikutip oleh Syaikh Nawawi tanpa
disebutkan sanad, rawi dan kualitas hadis.
ِ
استِ ْئ َذانِِه فَ َق ْد َد َّم َر
ْ َم ْن َسبَ َق
ْ ت َع ْي نُهُ م ْن
26
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 79. Syekh
Nawawi mengutip hadis Nabi Saw. di atas tanpa menyebutkan sanad, rawi
dan kualitas hadis.
27
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 79-80.
28
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80.
114 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
“Siapa saja yang mendahulukan matanya (pandangannya ke
dalam rumah) dari permintaan izinnya, maka sungguh ia telah
membinasakan.”
Berdasarkan ayat ini bisa kita lihat bahwa memang
dalam kehidupan laki-laki dan perempuan terdapat pembagian
ruang antara ruang privat dan ruang publik. Dalam ruang
privat diperlukan izin pemiliknya bila hendak memasukinya.
Sedangkan ruang publik merupakan ruang sosial yang siapa
saja bebas memasukinya, baik laki-laki atau pun perempuan,
keduanya dibolehkan bertemu di dalamnya dalam kondisi yang
diperintahkan oleh Allah swt dalam firman-Nya.
ِ وتَ عاونُوا َعلَى الْبِ ِّر والتَّ ْقوى وال تَ عاونُوا َعلَى اإلثْ ِم والْع ْدو
)2 :ان (المائدة
َ ُ َ
ََ َ َ َ
َََ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan.” (Q.S. Al-Ma>’idah: 2)29
Secara khusus ayat ini tidak memberikan spesifikasi
ruang publik, namun kita bisa menemukan beberapa perintah
di dalam al-Qur’an yang membolehkan laki-laki dan
perempuan bertemu atau melakukan interaksi dalam beberapa
kondisi.
ِ
ِ ِ َّ الزَكاةَ وارَكعوا مع
)43 : ين (البقرة
َّ يموا
َ َ ُ ْ َ َّ الصَلةَ َوآتُوا
َ الراكع
ُ َوأَق
“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.” (Q.S. Al-Baqarah: 43)30
29
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 106.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 115
Ayat ini mengandung perintah untuk mengerjakan
sholat lima waktu dengan sempurna dan menunaikan zakat
dari harta benda, serta ruku‘ yakni sholat lima waktu berserta
orang-orang yang sholat dengan melakukan sholat berjamaah
bersama mereka.31
ِ
َّ ُومو َن إِال َك َما يَ ُقومُ الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُه
ك بِأَنَّ ُه ْم قَالُوا
ِّ ين يَأْ ُكلُو َن
َ ِس ذَل
ِّ الشيْطَا ُن ِم َن ال َْم
ُ الربَا ال يَ ُق
َ الَّذ
َف
ِّ َح َّل اللَّهُ الْبَ ْي َع َو َح َّرَم
ِّ إِنَّ َما الْبَ ْي ُع ِمثْ ُل
َ الربَا فَ َم ْن َجاءَهُ َم ْو ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَانْ تَ َهى فَلَهُ َما َسل
َ الربَا َوأ
)275 : اب النَّا ِر ُه ْم فِ َيها َخالِ ُدو َن (البقرة
َ ِاد فَأُولَئ
َ َوأ َْم ُرهُ إِلَى اللَّ ِه َوَم ْن َع
ْ كأ
ُ َص َح
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S.
Al-Baqarah: 275)
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 7.
Muhammad bin ‘Umar Nawawi al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi
Ma‘na al-Qur’an al-Maji>d, (Beirut: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmiah, 1997), Juz I,
hlm. 18.
30
31
116 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menghalalkan jual
beli bagi orang-orang mukmin untuk meraih keuntungan dan
mengharamkan riba yakni meraih penambahan harta dengan
menangguhkan waktu pembayaran.32
ِ َاستَ ْش ِه ُدوا َش ِهي َديْ ِن ِمن ِرجالِ ُكم فَِإ ْن لَم ي ُكونَا رجل َْي ِن فَرجل و ْامرأَت
ُّ ض ْو َن ِم َن
الش َه َد ِاء
َ ان ِم َّم ْن تَ ْر
ْ َو
َُ َ ْ
ْ َ ْ
َ َ ٌ َُ
ِ َأَ ْن ت
ِّ اه َما فَ تُذ
)282 : اه َما األ ْخ َرى (البقرة
ُ َك َر إِ ْح َد
ُ ضلَّ إِ ْح َد
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara
kamu. Jika tidak ada saksi (laki-laki) di antara kamu, maka
boleh (seorang) laki-laki dan dua orang perempuan di antara
orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar
jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi
mengingatkannya.” (Q.S. Al-Baqarah: 282)33
Ayat ini menjelaskan tentang persaksian bahwa dua
orang perempuan bisa menggantikan satu laki-laki sebagai
saksi di peradilan. Yakni sesungguhnya disyaratkan berbilang
kepada saksi perempuan disebabkan untuk mencegah bila
salah seorang di antara keduanya lupa karena lemah akalnya
sehingga saksi perempuan lainnya bisa mengingatkannya.34
ِ ات م َقام إِب ر ِاهيم ومن َد َخلَه َكا َن
ِ َّاس ِح ُّج الْبَ ْي
ِ آمنًا َولِلَّ ِه َعلَى الن
َاع إِل َْي ِه
ٌ َفِ ِيه آي
َ استَط
ُ
ْ ت َم ِن
ْ َ َ َ َ ْ ُ َ ٌ َات بَيِّ ن
ِ
ِ
ِ
)97 : ين (ال عمران
َ َسبيَل َوَم ْن َك َف َر فَِإ َّن اللَّهَ غَن ٌّي َع ِن ال َْعالَم
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm. 102
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 48.
34
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm. 105.
32
33
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 117
“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya)
maqam Ibrahim. Siapa yang memasukinya (Baitullah) maka
amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap
Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi
orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.
Siapa yang mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah
bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
seluruh alam.” (Q.S. A<li ‘Imra>n : 97)35
Ayat ini merupakan keumuman bagi laki-laki dan
perempuan untuk melakukan ziarah ke tanah suci dengan cara
yang khusus, yakni bagi orang yang memiliki kemampuan
untuk melakukannya.36
ِ ِ
ِ ِ
ِ
َّ
ِ ِس ُحوا فِي ال َْم َجال
يل
َّ يل لَ ُك ْم تَ َف
َ ين
َ يَا أَيُّ َها الَّذ
َ ْس ُحوا يَ ْف
َ س فَاف
َ س ِح اللهُ لَ ُك ْم َوإذَا ق
َ آمنُوا إذَا ق
ٍ ش ُزوا ي رفَ ِع اللَّهُ الَّ ِذين آمنُوا ِم ْن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا الْعِلْم َدرج
ات َواللَّهُ بِ َما تَ ْع َملُو َن َخبِ ٌير
ُ ْان
ََ َ
َ َ
ْ َ ُ ْش ُزوا فَان
َ َْ
)11 : (المجادلة
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
35
36
LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 62.
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm. 142
118 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
Al-Muja>dalah : 11)37
Ayat ini memberikan penjelasan tentang sebagian
orang untuk memberikan tempat dengan melapangkan dalam
satu majelis kepada sebagian yang lain.38 Beberapa ayat
tersebut juga berkaitan dengan interaksi laki-laki dan
perempuan secara umum di dalam ruang publik yang sudah
ditetapkan dalam beberapa aspek kehidupan sebagai bagian
dari memenuhi perintah Allah Swt yang diambil dari
perspektif Tafsir Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an karya
Syaikh Nawawi al-Bantani.
2. Perintah Untuk Menundukkan Pandangan
Allah swt. berfirman:
ٰ ِ
ِ
ِ ِ قُل لِّل
.صنَ عُ ْو َن
َ ِصا ِرِه ْم َويَ ْح َفظ ُْوا فُ ُرْو َج ُه ْم ٰذل
ْ َك اَ ْزٰكى ل َُه ْم ا َّن اللهَ َخبِ ْي ٌر بِ َما ي
َ ْْم ْؤمن ْي َن يَغُض ُّْوا م ْن اَب
ُ ْ
ِ ضن ِمن أَب
ِ
ِ َوقُل لِلْم ْؤِمن
ين ِزينَتَ ُه َّن إِال َما ظ ََه َر ِم ْن َها
ُ ْات يَغ
َ ْ ْ َْ ض
َ ْن فُ ُر
َ وج ُه َّن َوال يُ ْبد
َ صا ِره َّن َويَ ْح َفظ
ُ ْ َ
:(النور
)31-30
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.
Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
37
38
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 543
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi Ma‘na al-Qur’an, hlm.502
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 119
perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali yang (biasa) terlihat darinya....” (Q.S. Al-Nu>r : 3031)39
Syaikh Nawawi dalam menafsirkan kalimat قُ ْل لِّل ُْم ْؤِمنِيْ َن
menyatakan bahwa maqu>l al-qaul-nya berbentuk amar, yang
telah dibuang karena keberadaannya yang telah ditunjukkan
oleh jawabnya, yaitu katakanlah kepada mereka
“Tundukkanlah pandanganmu!” Selanjutnya kalimat يَغُض ُّْوا ِم ْن
صا ِرِه ْم
َ ْ اَبberarti agar mereka laki-laki menjaga pandangannnya
dari hal-hal yang haram dilihat. Begitu juga dalam kalimat
ِ ْ ض
صا ِرِه َّن
ُ ْ يَغterdapat larangan bagi perempuan melihat
َ ْض َن م ْن أَب
sesuatu yang tidak dihalalkan bagi mereka untuk melihatnya.40
Adapun huruf min adalah za>idah atau tab‘i>d}, karena
menghindarkan diri dari pandangan pertama merupakan hal
yang tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga hal itu
dimaafkan baik dilakukan dengan sengaja atau tidak. Tetapi
tidak boleh mengulangi pandangan kepada perempuan non
mahram, begitu juga sebaliknya bagi perempuan.41 Karena
sabda Nabi saw.
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353.
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80.
41
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80.
39
40
120 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
ِ َك
الألخ َرة
َ ست ل
َ علي ال تُتب ِع النَّظرةَ النَّظرةَ فإنَّما ل
ُّ يا
َ َْك األولى ولَي
“Wahai Ali, janganlah kamu mengiringi satu pandangan
dengan pandangan yang lain, karena sesungguhnya bagimu
hanyalah pandangan pertama dan pandangan yang berikutnya
tidak halal bagimu.”
Selain itu pada kalimat َويَ ْح َفظ ُْوا فُ ُرْو َج ُه ْمdan وج ُه َّن
َ ْن فُ ُر
َ َويَ ْح َفظ
Allah juga telah memerintahkan kepada kaum laki-laki dan
perempuan untuk menjaga kemaluannya dari keharaman
dengan memlihara diri dari perbuatan zina. Yang demikian itu
menahan pandangan mata dari memandangnya dan menjaga
kemaluan. Itu lebih menjauhkan mereka dari tuduhan kotor
dan lebih baik dari segala hal yang bermanfaat. Perintah
menahan pandangan lebih didahulukan daripada perintah
memlihara kemaluan, karena pandangan mata merupakan
perantara zina dan penuntut kefasikan, serta musibah yang
ditimbulkannya lebih besar.42
3. Perintah Agar Laki-laki dan Perempuan Menutup
Aurat Serta Ketentuan Khusus Pakaiannya
Apa saja yang tidak halal dilihat dari laki-laki ataupun
perempuan oleh lawan jenisnya, maka akan dibahas dalam
hukum batasan aurat.
a) Batasan Aurat Laki-Laki
42
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 121
ٰ قُل لِّلْم ْؤِمنِين ي غُضُّوا ِمن اَبصا ِرِهم ويح َفظُوا فُروجهم ٰذلِك اَ ْزٰكى لَهم اِ َّن
اللهَ َخبِ ْي ٌر بِ َما
َ ْ ُ َ ُْ ْ ْ ََ ْ َ ْ ْ ْ َ َ ْ ُ ْ
ُْ
)30 :صنَ عُ ْو َن (النور
ْ َي
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat." (Q.S. Al-Nu>r : 30)43
Secara umum ayat tersebut merupakan perintah
dari Allah swt untuk laki-laki agar menutup auratnya.
Meski batasan auratnya tidak dijelaskan secara rinci,
hanya sebatas perintah agar laki-laki memelihara
kemaluannya. Maka, Syaikh Nawawi di dalam Q.S. AlNu>r : 30 tak membahas aurat laki-laki secara jelas. Namun
pada Q.S. Al-Nu>r : 31 terdapat pembahasan batasan aurat
laki-laki budak di hadapan majikannya, dikatakan bahwa
majikan perempuan boleh melihat bagian selain dari
antara pusar dan kedua lutut.44
b) Batasan Aurat Perempuan di Hadapan Mahram
ِ ضن ِمن أَب
ِ
ِ َوقُل لِلْم ْؤِمن
ين ِزينَتَ ُه َّن إِال َما ظ ََه َر
ُ ْات يَغ
َ ْ ْ َْ ض
َ ْن فُ ُر
َ وج ُه َّن َوال يُ ْبد
َ صا ِره َّن َويَ ْح َفظ
ُ ْ َ
ِ ِ ْ ِم ْن ها ولْي
ِ
ِ
ين ِزينَتَ ُه َّن إِال لِبُ عُولَتِ ِه َّن أ َْو آبَائِ ِه َّن أ َْو آبَا ِء
ََ َ
َ ض ِربْ َن ب ُخ ُم ِره َّن َعلَى ُجيُوب ِه َّن َوال يُ ْبد
بُعُولَتِ ِه َّن أ َْو أَبْنَائِ ِه َّن أ َْو أَبْ نَ ِاء بُعُولَتِ ِه َّن أ َْو إِ ْخ َوانِ ِه َّن أ َْو بَنِي إِ ْخ َوانِ ِه َّن أ َْو بَنِي أَ َخ َواتِ ِه َّن أ َْو
43
44
LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353.
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 81.
122 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
ِ
ِ
ِِ
ِ
ِ ِّ اإلربَِة ِمن
َم
ْ سائِ ِه َّن أ َْو َما َملَ َك
ْ ين ل
َ الر َجال أَ ِو الطِّ ْف ِل الَّذ
َ ْ ين غَيْ ِر أُولي
َ ت أَيْ َمانُ ُه َّن أَ ِو التَّابع
َن
ِ ِ ِ ْ ات النِّس ِاء وال ي
ِ
ِ يظ َْهروا َعلَى َعور
ين ِم ْن ِزينَتِ ِه َّن َوتُوبُوا إِلَى اللَّ ِه
َ َ َ
َْ
َ َم َما يُ ْخف
َ ض ِربْ َن بأ َْر ُجل ِه َّن ليُ ْعل
ُ َ
)31 :يعا أَيُّ َها ال ُْم ْؤِمنُو َن ل ََعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن (النور
ً َج ِم
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali yang (biasa) terlihat darinya.’ Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam,
atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayanpelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (Q.S. Al-Nu>r : 31)45
45
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 123
ِ
Pada kalimat ين ِزينَتَ ُه َّن
َ َوال يُبْدdalam Q.S. Al-Nu>r : 31,
Syaikh Nawawi menjelaskan bahwa perempuan tidak
boleh menampakkan perhiasannya.46 Dalam hal kategori
perhiasan ini, Syaikh Nawawi mengklasifikasikan dalam
tiga macam. Pertama, pakaian rumah. Kedua, perhiasan
seperti cincin, gelang tangan, gelang kaki, anting-anting,
kalung, liontin, dan semacamnya. Ketiga, kosmetik
seperti celak mata, pacar pada kedua tangan dan kedua
kaki, penebal bulu alis, dan sebagainya. Yang hanya boleh
diperlihatkan kepada mahram saja.47
Batasan aurat perempuan ini hanya berlaku untuk
ruang khusus. Di mana semua orang yang disebutkan
dalam Q.S. Al-Nu>r ayat 31, termasuk kategori mahram
boleh melihat batasan aurat perempuan tersebut. Pertama,
suami. Sesungguhnya perhiasan yang istri kenakan adalah
untuk suaminya, agar suami dapat melihat seluruh
tubuhnya hingga tempat kemaluannya, akan tetapi
makruh dilihat.48
Kedua, ayahnya atau nasab ke atasnya, baik dari
jalur ayah ataupun jalur ibu, yakni kakek dari ayah atau
kakek dari ibu. Ketiga, ayah suaminya atau nasab ke
atasnya, baik dari jalur ayah ataupun ibu.49
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 80.
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 80.
48
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
49
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
46
47
124 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Keempat, anak-anaknya baik dalam hal nasab atau
persusuan. Kelima, Anak laki-laki suaminya dari istri
yang lain dan nasab ke bawahnya.50
Ke-enam, saudara laki-laki baik dalam hal nasab
atau persusuan. Ketujuh, putra laki-laki dari saudara lakilaki (keponakan) juga demikian (dalam hal nasab dan
persusuan).51 Kedelapan, putra laki-laki dari saudara
perempuan (keponakan). Karena sudah pasti mereka
banyak bergaul dengan keponakannya, sehingga
keponakannya boleh melihat bagian auratnya yang lazim
terlihat saat beraktivitas.52
Tidak disebutkan para paman dan bibi adalah
sebagai tindakan kehati-hatian, agar perempuan tersebut
menutup auratnya dari hadapan para paman dan bibi
sebagai kehati-hatian dari disifatinya perempuan tersebut
kepada anak laki-laki mereka. Untuk itu sebagai tindakan
kehati-hatian dianjurkan mereka untuk menutup aurat bila
menemui para paman dan bibi.53
Kesembilan, para perempuan yang merdeka dan
seiman. Kesepuluh, hamba sahaya yang mereka miliki,
yaitu budak perempuan bukan budak laki-laki. Karena
sesungguhnya budak laki-laki itu berkedudukan sama
dengan laki-laki non mahram bagi majikan-majikan
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
52
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
53
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
50
51
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 125
mereka. Namun menurut pendapat lain yang dimaksud
budak adalah budak laki-laki dan perempuan. Sehingga
mereka diperbolehkan membuka bagian selain dari antara
pusar dan lutut. Para budak itu boleh memandang
majikannya, begitu juga sebaliknya. Tetapi dengan syarat
menjaga kehormatan dan tidak disertai dengan birahi dari
kedua belah pihak.54
Kesebelas, para pelayan laki-laki yang tidak
memiliki hasrat terhadap perempuan, yakni orang-orang
yang mengikuti orang lain untuk memperoleh sebagian
dari kelebihan makanan mereka, dan mereka tidak
memiliki keinginan kepada perempuan karena mereka
idiot dan tidak mengetahui apapun urusan kaum
perempuan, atau mereka adalah orang tua yang sholeh dan
birahi mereka sudah hilang, apabila berada bersama para
perempuan tersebut maka orang-orang tua itu selalu
menundukkan pandangan matanya, atau karena mereka
telah dikebiri.55
Kedua belas, anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat perempuan, yakni anak-anak yang masih
belum mengerti aurat perempuan dan belum
mengetahuinya, karena masih belum tamyi>z, sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Qutaibah. Atau orang-orang
yang belum balig untuk mendatangi perempuan,
54
55
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
Al-Jawi, Mara>h Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 81.
126 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
sebagaimana yang dikatakan al-Farra dan al-Zuja>j.
Sehingga mereka diperbolehkan memperlihatkan bagian
selain dari antara pusar dan lutut kepada pelayan-pelayan
yang tidak punya hasrat kepada perempuan dan anakanak.56
c) Ketentuan Menutup Aurat
Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Ah}za>b : 33.
ِ الزَكاةَ وأ
ِ وقَر َن فِي ب يوتِ ُك َّن وال تَ ب َّرجن تَ ب ُّرج الْج
ِ
َط ْع َن
َّ اهلِيَّ ِة األولَى َوأَقِ ْم َن
َ َ َ َْ َ َ
ُُ
ْ َ
َ َّ ين
َ الصَلةَ وآت
ِ ِ
ِ
: ِّرُك ْم تَطْ ِه ًيرا (األحزاب
ِّ ب َع ْن ُك ُم
َ اللَّهَ َوَر ُسولَهُ إِنَّ َما يُ ِري ُد اللَّهُ ليُذْه
َ س أ َْه َل الْبَ ْيت َويُطَه
َ الر ْج
)33
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu. Dan janganlah
kamu bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dulu
dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah
dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Q.S. Al-Ah}za>b
: 33)57
Ayat Q.S. Al-Ah}za>b: 33 di atas memerintahkan
agar kaum perempuan diam di dalam rumahnya dan
berpenampilan yang baik. Kalimat َوال تَ بَ َّر ْج َنbermakna
janganlah perempuan memakai perhiasan seperti
56
57
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 81.
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 322.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 127
perhiasan orang kafir dalam berpakaian yang tipis
menerawang warna kulit.58
d) Batasan Aurat Perempuan di Hadapan Non Mahram
Adapun pendapat Syaikh Nawawi tentang batasan
aurat perempuan di hadapan laki-laki non mahram, bahwa
beliau menyebutkan ada tiga macam aurat perempuan
yang tidak boleh ditampakkan ke hadapan laki-laki nonmahram. Yakni pakaian rumah, perhiasan, dan kosmetik.
Kecuali apa yang biasa terlihat darinya, yakni secara
lazim ketika perempuan melakukan aktivitas-aktivitas
memang harus terlihat. Seperti cincin, celak mata, pacar
pada kedua tangan, kedipan mata, dan pakaian rumah.
Artinya pergelangan tangan beserta jari-jarinya, mata,
boleh dilihat oleh non mahram. Sebab dibolehkannya
melihat yaitu apabila ditutup, maka akan menimbulkan
kesulitan. Karena perempuan tersebut pasti mengambil
sesuatu
menggunakan
tangannya,
dan
perlu
menyingkapkan wajahnya saat bersaksi, sidang
pengadilan, dan menikah. Dalam hal tersebut terkandung
larangan untuk memperlihatkannya bukan pada
tempatnya.59
e) Khima>r (Kerudung)
)31 :ض ِربْ َن بِ ُخ ُم ِرِه َّن عَلَى ُجيُوبِ ِه َّن (النور
ْ ََولْي
58
59
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 183.
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80.
128 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya.” (Q.S. Al-Nu>r : 31)60
Maksudnya
para
perempuan
hendaknya
menjulurkan kain kerudungnya untuk menutupi dadanya.
Sungguh kebiasaan perempuan pada masa jahiliah adalah
mereka menjulurkan khima>r-nya ke arah belakang,
sehingga terlihat bagian bawah leher dan kalung-kalung di
bagian juyu>b-nya. Maka mereka diperintahkan untuk
menjulurkan kerudung-kerudung mereka sampai juyu>b
untuk menutupi bagian leher dan bagian atas dada
mereka.61
f) Jilba>b : Pakaian Khusus Perempuan di Ruang Publik
Salah satu kewajiban bagi perempuan yang Allah
swt tetapkan adalah mengenakan jilba>b. Sebagaimana
firman Allah Swt.
ِ
ِ ِ ِ ِك ون
ِ َ اج
ِ يا أَيُّ َها النَّبِ ُّي قُل أل ْزو
ك أَ ْدنَى أَ ْن
َ ِين َعل َْي ِه َّن ِم ْن َجَلبِيبِ ِه َّن َذل
َ
َ ين يُ ْدن
َ ساء ال ُْم ْؤمن
َ ْ
َ َ َ ك َوبَنَات
ِ ي عرفْن فََل ي ْؤذَين وَكا َن اللَّه غَ ُف
)59 :يما (األحزاب
ً ُ
ً ورا َرح
َ َ ْ ُ َ َُْ
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
60
61
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 353.
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 80.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 129
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Q.S. AlAh}za>b : 59)62
Syaikh
Nawawi menyebutkan bahwa yang
ِ
dimaksud kalimat ين َعل َْي ِه َّن ِم ْن َجَلبِيبِ ِه َّن
َ يُ ْدنyakni agar mereka para
wanita mengulurkan jilba>b-nya melewati leher dan kerah
baju mereka. Dan yang dimaksud jilbab oleh Syaikh
Nawawi yakni pakaian rumah mereka diselimuti dengan
jilba>b untuk menutupi seluruh tubuhnya.63
Dengan menutupi seluruh tubuh itu agar mereka
lebih mudah untuk dikenal bahwa mereka adalah
perempuan merdeka. Sebab mereka perempuan yang
tertutup (seluruh auratnya) tidak mungkin menginginkan
perzinaan, karena orang yang menutupi wajahnya tidak
menginginkan untuk membuka auratnya. Sehingga mereka
tidak diganggu oleh orang-orang yang biasa mengganggu
para budak.64
Dulu para pezina sering membuntuti perempuan
ketika malam hari untuk menyelesaikan hajatnya. Mereka
memberikan isyarat kepada perempuan itu. Dan jika dia
diam, mereka akan mengikutinya. Tetapi jika perempuan
itu menghardik dan mengusir, maka mereka akan pergi
menjauh dan tidak lagi mengganggunya. Awalnya para
pezina itu tidak berani melakukan hal tersebut kecuali
LPMQ Depag RI, al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 426.
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 189.
64
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 189.
62
63
130 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
kepada hamba sahaya perempuan, akan tetapi ada kalanya
mereka mengganggu perempuan merdeka, karena pakaian
keduanya sama ketika keluar mengenakan dir’u (pakaian
rumah) dan khima>r. Lalu turunlah ayat Q.S. Al-Ah}za>b :
59.65
Dalam penafsiran su>rah lain, yakni Q.S. Al-Nu>r ayat
60:
ِ والْ َقو
ِ
ِ ِ اع ُد ِمن الن
ض ْع َن ثِيَابَ ُه َّن غَ ْي َر
َ َاح أَ ْن ي
ٌ َس َعل َْي ِه َّن ُجن
ً ِّساء الَلتي ال يَ ْر ُجو َن ن َك
َ َ
َ َ
َ احا فَل َْي
ِ ات بِ ِزينَ ٍة وأَ ْن يست ع ِف ْفن َخي ر لَه َّن واللَّه س ِم
ٍ متَب ِّرج
)60 : يم (النور
ٌ َ ُ َ ُ ٌْ َ ْ َْ َ َ
َ َُ
ٌ يع َعل
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari
haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi),
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan
berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. an-Nu>r :
60)66
Syaikh Nawawi menegaskan bahwa jilba>b adalah
pakaian luar yang dipakai di atas pakaian penutup aurat
(pakaian rumah) seperti milh}afah. Ini menjadi suatu
kewajiban bagi perempuan yang masih muda untuk
65
66
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 189.
LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m, hlm. 358.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 131
mengenakan jilba>b bila hendak menemui laki-laki non
mahram, untuk memelihara kehormatan diri.67
Dikecualikan pada perempuan tua yang sudah
menopause dan tidak ingin menikah lagi, untuk
diperbolehkan menanggalkan pakaian luar-nya (jilba>b) di
depan laki-laki, yakni pakaian yang dikenakan di atas
pakaian penutup aurat (pakaian rumah). dengan tidak
bermaksud memperlihatkan kecantikan dan perhiasannya
yang tersembunyi.68
Meski memelihara kehormatan diri dengan tidak
menanggalkan jilba>b adalah lebih baik bagi mereka dari
pada
menanggalkannya.
Karena
hal
ini
lebih
menghindarkan diri dari kecurigaan. Bila terdapat unsur
yang mencurigakan, maka mereka diharuskan untuk
mengenakan jilbabnya sebagaimana hal itu diharuskan bagi
perempuan muda.69
D. Analisis Interpretasi Pendidikan Akhlak dalam Menuntut
Ilmu dan Interaksinya
Pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan
diri sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau
kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 89.
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsir al-Nawawi, hlm. 89.
69
Al-Jawi, Mara>h} Labi>d Tafsi>r al-Nawawi, hlm. 89.
67
68
132 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
sendirinya tanpa dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih
dahulu.70
Menurut Syaikh Nawawi, tujuan memperoleh ilmu
adalah untuk mendapat ridha Allah, memberantas kebodohan,
memajukan Islam, melestarikan Islam dengan kaidah-kaidah
ilmu serta sebagai perwujudan rasa syukur karena telah diberi
akal dan tubuh yang sehat.71 Adapun unsur-unsur pendidikan
akhlak dalam Akhlak menuntut ilmu menurut Syaikh Nawawi
al-Bantani adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan Akhlak Kepada Allah
Dalam hal ini Syaikh Nawawi al-Bantani
berpendapat bahwa pendidikan akhlak kepada Allah
ada 2 yaitu :
a. Rela dengan apa yang menjadi keputusan Allah
atau takdir Allah, Akhlak peserta didik dapat
memahami dan menyadari akan keputusan Allah,
dengan begitu dia akan berprasangka baik kepada
Allah atas semua takdirnya.
b. Pendidikan untuk mencintai Allah Swt, Syaikh
Nawawi menjelaskan bahwa ketika seseorang
menuntut ilmu hendaklah mencintai Allah yang
70
Abdul Khamid, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif Imam
Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nasha>ih al-‘Iba>d, POTENSIA : Jurnal
Kependidikan Islam , Vol. 5, No. 1, (Januari-Juni 2019), hlm. 33.
71
Mukhtar Luthfie Al-Anshory, dkk., Kontekstualisasi Pemikiran
Syaikh Nawawi al-Bantani tentang Pendidikan Akhlak di Madrasah
Tsanawiyah, el-Hikmah Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam,
Vol.13, No.1 (Juni 2020), hlm. 11.
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 133
maha memahamkan dan memudahkan dalam segala
hal, karena ketika Allah mencintai hambanya maka
Allah akan memudahkan segala urusannya
termasuk dalam hal menuntut ilmu.72
2. Pendidikan Akhlak Kepada Guru
Syaikh Nawawi al-Bantani menjelaskan adab
murid kepada guru dalam kitab Mara>qi al-‘Ubu>diyah
ada 13 yaitu :
1. Memberi salam dan meminta izin masuk kedalam
majlis.
2. Sedikit bicara di hadapannya.
3. Tidak berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya.
4. Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin
kepada gurunya
5. Tidak menyanggah guru dengan perkataan si fulan
yang berbeda dengan yang engkau katakan atau
semacam itu.
6. Tidak menyanggah pendapat guru bila berbeda
denganmu, sehingga menjatuhkan martabatnya dan
mengurangi berkah.
7. Janganlah bertanya kepada teman di majlisnya dan
jangan tertawa ketika berbicara dengannya.
Mukhtar Luthfie Al-Anshory, dkk., Kontekstualisasi Pemikiran
Syaikh Nawawi al-Bantani tentang Pendidikan Akhlak di Madrasah
Tsanawiyah, el-Hikmah Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam,
72
Vol.13, No.1 (Juni 2020), hlm. 34.
134 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
8. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi duduk
sambil menundukkan pandangannya dengan tenang
dan sopan seakan-akan ia dalam keadaan shalat.
9. Tidak banyak bertanya ketika gurunya sedang jemu
atau bersedih.
10. Apabila guru berdiri, maka siswa pun berdiri untuk
menghormatinya.
11. Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan
menanyainya.
12. Tidak bertanya di jalan, tetapi tunggulah sampai ia
tiba di rumahnya atau tempat duduknya.
13. Tidak berburuk sangka kepada guru mengenai
perbuatan-perbuatan yang secara dzohirnya adalah
munkar (tidak diridhoi Allah) menurut siswa,
karena guru lebih mengetahui tentang rahasiarahasianya. Ingatlah kisah Nabi Musa yang berkata
kepada Nabi Khidir As bernama Balya bin Mulkan:
“Mengapa kamu melobangi perahu itu yang
berakibat
menenggelamkan
penumpangnya?
Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan
besar.” Perbuatan tersebut pada dzohirnya adalah
munkar, oleh karena itu Musa As menyalahkan
gurunya Khidir As pertama kalinya, akan tetapi
pada hakikatnya perbuatan Khidir As itu sesuai
dengan batin syari’at, dan akhirnya Musa
membenarkan perbuatan gurunya. Hendaklah
seorang siswa ingat bahwa dia bersalah ketika
Penafsiran Syaikh Nawawi tentang Ayat-Ayat Pendidikan Akhlak | 135
mempersalahkan gurunya dengan mengandalkan
dzahirnya, ketahuilah bahwa guru mengetahui
rahasia-rahasianya.
3. Pendidikan Akhlak kepada Teman
Pendidikan akhlak kepada teman dijelaskan
dalam kitab Mara>qi al-‘Ubu>diyah oleh Syaikh Nawawi
al-Bantani diantaranya :
a. Mencari teman yang berakal cerdas, berakhlak
baik, tidak fasik, dan tidak tamak terhadap
dunia.
b. Memberi bantuan saat keadaannya susah.
c. Memanggil temannya dengan nama yang paling
disukainya.
d. Memafkan kesalahan-kesalahannya apabila dia
berbuat salah
e. Menyimpan rahasia atau aib-aibnya.
f. Melapangkan tempat duduk ketika berada di
dalam majlis.73
Termasuk akhlak menuntut ilmu, dalam belajar
mengkaji ilmu pengetahuan harus istiqamah dan sabar
sampai tuntas, setelah tuntas kemudian beralih ke ilmu
yang lainnya agar penuntut ilmu mempunyai
spesifikasi dasar ilmu pengetahuan secara mendalam.
73
Muhammad Nawawi al-Jawi, Penerj. Zaid Husein al-Hamid,
Muro>qil ‘Ubu>diyyah Syarah Bida>yah al-Hida>yah, (Surabaya : Mutiara
Ilmu, 2010), hlm. 238-253.
136 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat akhlak diperlukan adab dan tatakrama yang
mesti dipegang oleh manusia baik secara vertikal yaitu antara
dirinya sendiri dengan Sang Maha Pemilik Ilmu (Allah),
maupun secara horizontal yaitu antara dirinya sendiri dengan
masyarakat, maupun dengan lingkungan dan sesama manusia.
Urgensi mengkaji pendidikan akhlak Qur’ani berperan positif
bagi perkembangan dan kemajuan budaya masyarakat.
Pendidikan akhlak hadir memiliki banyak fungsi yang tidak
hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa an sich, tetapi
juga berfungsi sebagai pencerdasan diri, sosial, negara, bangsa,
dan bahkan dunia.
Akhlak menuntut ilmu dalam al-Qur’an terdapat dalam
Q.S. al-Muja>dalah ayat 11, Q.S. al-Kahfi ayat 60, 69,70,73,75,
dan 78, Q.S. an-Nahl ayat 43, Q.S. al-‘Ankabu>t ayat 69, Q.S.
Luqman ayat 18, dan Q.S. al-Insyiro>h ayat 7. Penafsiran ayatayat ini dalam perspektif Syaikh Nawawi dapat dipahami
dalam Tafsi>r Mara>h Labi>d. Akhlak menuntut ilmu berdasarkan
perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani terdapat juga dalam
kitab Mara>qil ‘Ubu>diyyah. Hal ini dapat disebutkan diantara
akhlak dalam menuntut ilmu yaitu memberi salam dan
meminta izin masuk ke dalam majelis, sedikit bicara di
hadapan gurunya (sebatas hal yang dianggap penting), tidak
137
138 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
berbicara selama tidak ditanya oleh guru, dan tidak
menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya.
Pada intinya konsep penafsiran Syaikh Nawawi dalam
kaitan ini menyebutkan, interaksi antara laki-laki dan
perempuan dalam ruang publik berporos pada lima aktivitas.
Pertama, dalam perkara ibadah. Kedua, perkara mu’amalah.
Ketiga, perkara pendidikan. Keempat, perkara kesehatan.
Kelima, perkara peradilan.
Dalam berinteraksi baik dalam ruang privat maupun
publik, diperintahkan bagi laki-laki dan perempuan non
mahram untuk sama-sama menjaga pandangannya dari hal-hal
yang diharamkan, dan memelihara kemaluannya. Hal ini
meniscayakan agar keduanya sama-sama menutup auratnya
dengan sempurna. Adapun syarat penutup aurat yang telah
ditetapkan hukum syara‘ adalah kain yang tidak transparan,
sehingga tidak menerawang warna kulit. Terlebih bagi kaum
perempuan untuk menyempurnakan menutup auratnya dengan
mengenakan khima>r dan jilba>b.
Selain itu syara‘ juga tidak menghalalkan perempuan
berlaku tabarru>j di ruang publik, yakni menarik pandangan
laki-laki non mahram dengan menampakkan kecantikannya.
Karena tabarruj dapat menyalakan perasaan dan
membangkitkan naluri seksual baik dalam diri laki-laki
ataupun perempuan untuk mendorong nafsu seksual. Termasuk
di dalamnya urusan belajar dan mengajar.
Penutup | 139
B. Saran-saran
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam
penulisan karya tulis ini. Akan tetapi ini merupakan hasil dari
usaha yang telah penulis lakukan. Semoga Allah Swt
memberikan manfaat dari karya ini untuk ummat guna
menambah tsaqofah (budaya) Islamiyah.
Penulis mengharapkan kritik dari para pembaca apabila
ditemukan kesalahan, baik dari sisi penulisan atau
pemahaman.
Juga
saran
yang
akan
membantu
menyempurnakan karya tulis ini. Sehingga layak untuk dibaca
dan dijadikan rujukan ilmiah. Penulis menyarankan agar
penelitian tentang pendidikan akhlak Qur’ani terus
dikembangkan, yang perlu diperhatikan bahwa penelitian ini
dilakukan bukan untuk sekadar kepuasan intelektual. Lebih
dari itu, penelitian ini dilakukan guna mencari solusi terbaik
untuk mengubah kondisi interkasi atau pergaulan masyarakat
yang sudah sangat hancur. Sehingga diharapkan agar hasil
penelitian ini dapat diaplikasikan di dalam masyarakat dan
bernegara sebagai pondasi utama yang menentukan kebijakan
publik terkait pengaturan hubungan mu’amalah.
140 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdul Ba>qiy, M. Fu’a>d, Mu’jam li Alfa>z al-Qur’a>n al-Kari>m,
Beirut : Da>r al Ma’rifah, 2003.
Abdullah, Luba>but Tafsi>r min Ibni Katsi>r, Jilid 3, terj. M.
Abdul Ghoffar, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004.
Ahsin Sakho, Muh{ammad, Oase Al-Qur’an, ttp. : PT Qaf
Media Kreativa, 2017.
Al-Abrasyi, Muhammad ‘Atiyah, Educational Theory a
Quranic Outlook, terj. Bustami A. Ghani dan
Djohar Bahry, Dasar-dasar Pokok Pendidikan
Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
Al-Ashifi, Muh{ammad Mahdi, Mencerdaskan Hawa Nafsu,
Jakarta : Penerbit Misbah, 2004.
Al-Bantani, Rohimudin Nawawi, Syekh Nawawi al-Bantani
Ulama Indonesia yang Jadi Imam Besar di Masjidil
Haram, Depok: Mentari Media, 2017.
________, Syaikh Nawa>wi Al-Bantani Ulama Indonesia yang
Menjadi Imam Besar di Masjidil Haram, Depok: PT
Melvana Indonesia, 2017.
Al-Bantani, Muhammad Nawa>wi, Nas{aihul ‘Iba>d ‘Kuat
Bertauhid, Ta’at Beribadah dan Manfaat Menjalani
Hidup’, Jakarta : Republika Penerbit, 2004.
Al-Bantani, Muhammad Nawa>wi, Mara>h Labid li Kasyfi
Ma’na Qur’a>n Maji>d, Surabaya : Da>r al-‘Ilm, tth.
141
142 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Al-Bantani, Muhammad Nawa>wi, Mara>h} Labi>d li Kasyfi
Ma‘na al-Qur’an al-Maji>d, Jilid I & II. Beirut : Da>r
al-Kutu>b al-‘Ilmiah, 1997.
________, Muhammad Nawawi, Mara>h Labi>d Tafsir alNawawi, Surabaya: Kharisma, Vol. 2, tth.
________, Muhammad Nawawi, Tafsir al-Muni>r (Mara>h}
Labi>d), Terj. Bahrun Abu Bakar, L.C., Bandung:
Sinar Baru Algensindo, Vol. 4, dan 5 2016.
________, Muhammad Nawawi, Qomi>’ at-T{ughya>n,
Indonesia: Da>r Ihya>’.
________, Muhammad Nawawi, Tija>n al-Darary, Syarh
Risalah Ibrahim fi al-Tauhid, Surabaya: Harisma,
tth.
________, Muhammad Nawawi, Mara>qi al-‘Ubu>diyyah, Syarh
Matn Bidayah al-Hidayah, Surabaya : Nurul Huda,
tth.
________, Muhammad Nawawi, Kasyifah al-Saja>’, Syarh
Safinah an-Naja’, Surabaya: Darul Jawahir, tth.
________, Muhammad Nawawi, Niha>yat al-Zain fi Irsya>d alMubtadi’in, ttp.: al-Haromain, tth.
________, Muhammad Nawawi, Qu>tu H{abi>bil Ghari>b
Tausykh ‘ala Fath{ul Qori>b, ttp. : Al-Haramain, tth.
________, Muhammad Nawawi, Riya>d{ul Badi>’ah, Indonesia:
Al-Haramain, tth.
________, Muhammad Nawawi, Qat{rul Ghaits, Indonesia: Da>r
Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, tth.
Daftar Pustaka | 143
________, Muhammad Nawawi, Mada>rijus S{u’u>d, Indonesia:
Da>r Ihya>’ al-Kita>b al-‘Arobiyyah, tth.
________, Muhammad Nawawi, Syarh Sulam at-Taufi>q,
Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al-‘Arobiyyah, tth.
________, Muhammad Nawawi, Tanqi>h al-Qaul, Syarh
Luba>bul Hadis, Indonesia: Da>r Ahya al-Kita>b al‘Arobiyyah, tth.
________, Muhammad Nawawi, Sala>limul Fudhala>, Singapura
Jiddah: Al-Haramain, tth.
________, Muhammad Nawawi, Syarah Mara>qil ‘Ubu>diyyah,
ttp., : Da>r Ihya> Kutub al-‘Arabiyyah, tth.
Al-Dimya>thi, Abu Bakar al-Makki Muhammad Syatho,
Kifa>yatul Atqiya>, Singapura Jiddah: Al-Haramain,
tth.
Al-Farmawi, ‘Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudlu’i, Bandung
: Pustaka Setia, 2002.
Al-Faruqi, Isma’il Raji, Tauhid: Its Implications for Thought
and Life, ttp. :The International of Islamic Thought,
1982.
Al-Ghazali, Imam, Ihyâ’ ‘Ulum al-dîn, Beirut : Dâr al-Fikr,
tth., jilid 3.
________, Ihyâ’ ‘Ulum al-dîn, Juz III, Beirut : Da>r Ihya>’ alKutub al-‘Ilmiyah, tth.
Al-H{adda>d, Barkatul Ana>m Ba’lawi, Nas{oi> hud Di>niyah, ttp. :
Al-Haromain, 2008.
144 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Al-Hasyimi, Muh{ammad Ali, Kepribadian Seorang Muslim,
Riyadh : Internasional Islamic Publishing House,
2006.
Al-Jâbiriy, M. ‘Âbid, Al-Turâts wa al-Hadatsah: Dirâsat wa
Munâqashât, Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafîy al‘Arabiy, 1991.
Al-Kailani, Hajid ‘Arsyan, Falsafah al-Tarbiyah al-Islâmiyah,
Makkah al-Mukarramah: Maktabah Hadi, 1987.
Al-Maliki, Muhammad bin Alawi, Zubdah al-Itqa>n fi> ’Ulu>m
al-Qur’a>n Jiddah : Dar al-Syauq, 1983, cet. III.
Al-Ma’ruf, Abi Bakar, Kifa>yah al-Atqiya>’, Indonesia: AlHaromain, tth.
Al-Nabha>ni>, Taqi> al-Di>n, al-Niz}a>m al-Ijtima>’i> fi> al-Isla>m,
Libanon : Da>r al-Ummah, 2003, cet. 4.
________, Taqi> al-Di>n, Muqaddimatu al-Dustu>ri au al-Asba>bi
al-Maujubati lahu>, Beirut: Da>r al-Ummah, tth.
Al-Nawa>wi, Yahya bin Syari>fuddi>n, Arba’i>n Nawa>wi,
Surabaya: Maktabah Imami, tth.
Al-Qattho>n, Manna>’, Maba>hits fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n, tt. :
Mansyu>ro>t al-’Ashril Hadi>ts, tth., cet. III.
________, Maba>hits Fi> ‘Ulumil Qur’a>n, Dasar-Dasar Ilmu alQur’a>n, Penerj. Umar Mujtahid, Jakarta : Ummul
Qura, 2016.
Al-Syirazi, Makarim Nashir, Al-Amtsa>l fi Tafsi>r Kita>b Alla>h
al-Munzal, Jilid I terj. Ahmad Sobandi dkk, Jakarta
: Gerbang Ilmu Press, tth.
Daftar Pustaka | 145
Al-Zantaniy, ‘Abd al-Hamîd al-Shaid, Asas al-Tarbiyah alIslâmiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Libiya :
Al-Dar al-‘Arabiyyah li al-Kitab, 1984, cet. ke-2.
Ali, Mufti, Biografi Ulama Banten Seri ke 1, Serang:
Laboratorium Bantenologi, 2014.
Amin, Ahmad, Al-Akhlâq, terj. K.H. Farid Ma’rûf, Etika (Ilmu
Akhlak), Jakarta : Bulan Bintang. 1993, cet. VII.
Amin, Ahmad, Kitab Al-Akhlak, Kairo: Da>r Al-Kutub AlMishriyah, tth.
Asnawi, Pemahaman Syaikh Nawawi tentang Ayat Qadar dan
Ayat Jabar dalam Tafsir Mara>h Labi>d Studi
Teologi Islam, Jakarta : Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI, 2006.
As-Sidany, Utsman Zahid, Fiqih Busana Muslimah,
Yogyakarta: Quwwah, 2019.
Asyarie, Sukmadjaya & Rosy Yusuf, Indeks Al-Qur’an,
Bandung: Pustaka, 1996.
Asy’arie, Musa, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam AlQur’an, Yogyakarta : LESFI, 1992, cet. I.
Audah, Ali, Dari Khazanah Dunia Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1999, cet. I.
Badrudin, Pengantar Ilmu Akhlak, Serang: IAIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten, 2013.
________, Diklat Mata Kuliah Mazahib Tafsir, Serang : IAIB,
2009.
________, Akhlak Tasawuf, Serang: IAIB PRESS, 2015.
146 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Khusus dalam Al-Qur’an dan
Interpretasinya, Serang : Suhud Sentrautama, 2007,
________,Tema-tema
cet. I.
________, Paradigma Metodologis Penafsiran Al-Qur’an,
Serang: Pustaka Nurul Hikmah, 2018.
Bahri, Saepul, Tradisi Intelektual Islam Syaikh Nawa>wi Al
Bantani, Menes-Pandeglang: An-Najah Press, 2012.
Baidan, Nasruddin Metode Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, Bandung: Mizan, 1999.
Burhanuddin, Mamat S., Hermeneutika Al-Qur’an Ala
Pesantren, Yogyakarta: UII Press, 2006.
Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syekh Nawawi al-Bantani
Indonesia, Jakarta: CV. Sarana Utama, 1978.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1992.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an & Terjemah, Bandung : PT
Sygma Exagrafika, 2009.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES,<
2011.
Du Bois, Nelsen F., Educational Psichology and Instructional
Decision, Homewood Illionis: The Dorsey Press,
1979.
Emilia, Emi, Menulis Tesis dan Disertasi, Bandung: Alfabeta,
2009, cet. II.
Daftar Pustaka | 147
Fadhlullah, Husain, Persembahan untuk Tuhan, Bogor:
Cahaya, 2003.
Fuad, Abu, Penjelasan Kitab Sistem Pergaulan Dalam Islam,
Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2007.
Hadhiri, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an,
Jakarta: Gema Insani Press, 1993.
Hasbi Ash-Shiddiqy, Tengku Muh{ammad, Tafsir Al-Qur’anul
Majid An-Nur, Jakarta : PT. Pustaka Rizki Putra
Semarang, 1995.
Hude, M. Darwis, et.al., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, cet. II.
Iqbal, Moh., The Reconstruction of Religious Thought in
Islam, Lahore: M. Ashraf, 1958.
Ismail SM, et.al. (editor), Paradigma Pendidikan Islam,
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo,
2001, cet. I.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid I, II, III,
VI, dan X. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Kuntjojo, Metodologi Penelitian, Kediri : tp., 2009.
Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran
Tokoh Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011, cet. I.
LPMQ Depag RI, Al-Qur’a>n al-Kari>m dan Terjemahnya,
Jakarta: Pustaka al-Hanan, 2009.
Ma’luf, Louis, Kamus al-Munjid, Beirut : Al-Maktabah alKatulikiyah, tth.
148 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Noeng, Metodologi Penelitian Kwalitatif,
Yogyakarta: Rake Sarasin, 1992.
Milah, Aang Saeful, Konsepsi Semantik Syaikh Nawawi AlBantani dalam Tafsir Mara>h Labi>d, Serang: FTK
Banten Press dan LP2M IAIN Banten, 2014.
Mughni, Abdul, Intisari Ajaran Syaikh Abdul Qadir Jailani,
Surabaya: Pustaka Medika, tth.
Mu’in, Fathul, Konsep Takwa dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir
Tematik, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Adab
UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, 2017.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :
Rosdakarya, 2010, cet. ke-27.
Munafar, La Ode, Indonesia Tanpa Pacaran, Yogyakarta: Gaul
Fresh, 2016.
Munawwir, A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia,
Surabaya : Pustaka Progressif, 1997, edisi II, cet. ke14.
Munir, Samsul, Sayyid Ulama Hijaz Biografi Syaikh Nawawi
Al-Bantani, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2011,
cet. II.
Muplihin, Iin Yunus, Pengaruh Pemikiran Politik Syekh
Muhajir,
Nawawi al-Bantani (1230 H/1813 M) terhadap
Perjuangan Melawan Kolonialisme Belanda di
Banten, Skripsi, Program Sarjana, IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1996 dan 2009.
Daftar Pustaka | 149
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini, Penelitian Terapan,
Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2005,
cet. III.
Noviany, Ratu, Syekh Nawawi al-Bantani : Riwayat Hidup
dan Kontribusinya Bagi Islam (1813-1897),
Skripsi,
Program
Sarjana,
IAIN
Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2012.
Paranto, Pius A. dan M. Dahlan A.B., Kamus Ilmiah Populer,
Surabaya: Arloka, tth.
Priyanto, Eko, Jalan Rohani Para Wali dalam Pemikiran
Nawawi al-Bantani: Kajian Terhadap Kitab
Sala>limul Fudhala>, Serang: Fakultas UDA, 2013.
Purbakawaca, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta:
Gunung Agung, 1976.
Qutub, Sayyid Tafsir Fi Dzilalil Qur’an, Jilid VI, terj. As’ad
Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Rahimah, Takwa dalam Perspektif Allamah Sayyid Abdullah
bin Husain bin Thahir, Skripsi Fakultas Ushuluddin
dan Studi Islam UIN Sumatera Utara, Medan, 2018.
Rahman, Fazlur, Major Themes of the Qur’an, Chicago:
Bibliotheca Islamica, 1980.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia,
2010, cet. VIII.
Rudestam, K.E., & R.R. Newton, Surviving your Dissertation,
Newbury Park-London: SAGE Publication, 1992.
150 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Sa‘ad, Suadi, Pendidikan Akhlaq dalam Pandangan Syeikh
Nawawi al-Bantani, Serang: LP2M IAIN SMH
Banten, 2014.
Sahil, Azharuddin, Indeks Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2001.
Salim, Abd Muin, Mardan dan Achmad Abu, Metodologi
Penelitian Tafsir Maudhu’i, Jakarta: Pustaka
Mapan, 2012.
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014.
Satori, Djam’an dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009, cet. ke-1.
Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
________, Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan
Pustaka, 2008.
________, Membumikan Al-Qur’an, Jilid 2, Jakarta: Lentera
hati, 2012.
Siregar, Mhd. Ikhsan Kolba, Metode Syaikh Nawawi alBantani dalam Menafsirkan Al-Qur’an, Skripsi,
Program Sarjana, UIN Sultan Syarif Kasim, Riau,
2011.
Solihin, M. dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia, 2008, cet. I.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,
Bandung: Alfabeta, 2011.
Suhartini, Andewi, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Lembaga Pendidikan Islam Klasik, Bandung:
Angkasa, 2004, cet. I.
Daftar Pustaka | 151
Sulaiman, Fathiyah Hasan, Madzâhib fî al-Tarbiyah, Kairo:
Ahdah, 1964.
Syafri, Ulil Amri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an,
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014, cet. II,
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2002, cet.
VII.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994, cet. II.
Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif: Manfaat Tasawuf dalam
Kehidupan Sehari-hari, Ciputat: Pustaka Irvan,
2008, cet. II.
Tihami, M.A, Pemikiran Fiqh Al-Syaikh Muh{ammad Nawa>wi
Al-Bantani, Disertasi Program Pasca Sarjana,
Jakarta : Perpustakaan IAIN Syarif Hidayatullah,
1998.
________, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Nawawi Al-Bantani,
Serang: Laboratorium Bantenologi, 2016.
Tim Peneliti Laboratorium Bantenologi, Biografi Ulama
Banten, Serang: Laboratorium Bantenologi, 2017.
Tim Penulis, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2004.
________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka. 1991.
Umar, M. Nuruddin, Klasifikasi Ayat Al-Qur’an, Surabaya:
Al-Ikhlas, tth.
152 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Yahya, Muhammad Taufiq Ali, Kuburku Syurgaku, Jakarta:
Lentera, 2005.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: PT Mahmud
Yunus wa Dzurriyah, 2007.
Yu>nus, ’Abd. al-Hami>d, Da>irat al-Ma’a>rif II, Kairo : AlSya’b, tth.
Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya :
Bina Ilmu, 1995, cet. II.
Zaini, Syahminan, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan
Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1986, cet. I.
Zuhri Adnan, Afton, Pembentukan Karakter dalam al-Qur’an
Studi Surat Luqman Ayat 13-18 Perspektif Tafsir
Mara>h{ Labi>d, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Raden Intan, Lampung, 2018.
Sumber dari Internet:
1. Al-Nabha>ni>, Taqi> al-Di>n, Review Kitab Tafsi>r Mara>h
Labi>d li Kasyfi Ma‘na> al-Qur’a>n al-Maji>d, PDF,
Sumber: https://www.academia.edu/36363273/
2. Brainly, Aplikasi Belajar,
https://brainly.co.id/tugas/305735. Diakses pada 04
Februari 2020.
3. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikanislam.html (12-4-2013).
4. https://archive.org/details/ArbaunFiThalibAlIlm
Daftar Pustaka | 153
5. http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/6247. Diakses
pada 18 Januari 2013.
6. http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/urgensipendidikan-dalam-membina-muslim.html. Diakses 12
April 2013.
7. http://www.tuanguru.com/2011/11/urgensi-pendidikanislam.html. Diakses 12 April 2013.
8. KBBI Daring,
kbbi.kemendikbud.go.id/entri/Ruang%20publik.
Diakses pada 28 Mei 2020
9. KBBI Daring, https://www.kbbi.web.id/interaksi.
Diakses pada 02 Februari 2020.
10. KBBI Daring,
kbbi.kemendikbud.go.id/entri/Ruang%20privat.
Diakses pada 28 Mei 2020
11. Online, NU Jabar, “Marah Labid: Tafsir al-Qur’an
Terlengkap Karya Syekh Nawawi al-Bantani,” Jawa
Barat, 24 Juli 2017, https://nujabar.or.id/marah-labidtafsir-al-quran-terlengkap-karya-syaikh-nawawi-albantani/. Diakses pada 19 Desember 2019, 09.16).
12. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Interaksi Sosial,
https://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi_sosial. Diakses
pada 16 Januari 2020.
154 | Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an: Studi Tarbawi Perspektif Syaikh Nawawi al-Bantani
Sumber dari Jurnal Ilmiah, Majalah dan Media Cetak:
Abdul Khamid, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Perspektif
Imam Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nashaih al‘Ibad, POTENSIA : Jurnal Kependidikan Islam ,
Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2019.
Ansor Bahary, Tafsir Nusantara : Studi Kritis Terhadap Marah
Labid Nawawi al-Bantani, Ulul Albab, Vol. XVI,
No. 2, 2015.
‘At}a’ bin Khalil Abu Al-Rasytah, Hukum Syari’at Seputar
Ikhtilat}, al-Wa‘ie : Media Politik dan Dakwah,
Edisi Juma>di> al-Akhi>r 1440 H, Februari, 2019.
________, Antara ‘Illat Hukum dan Hikmah Kewajiban Jilbab
Bagi Wanita, Al-Wa‘ie : Media Politik dan
Dakwah, Edisi Juma>di> al-Akhi>r 1440 H, Februari,
2019.
Edi Purwanto, "Privatisasi Ruang Publik dari Civic Centre
Menjadi Central Business District," Tata Loka,
Vol. 16, No. 3, Agustus, 2014.
Encep Safrudin Muhyi, dalam Dinamika Umat, edisi
52/VI/Maret 2007.
Jemmy R. Mocodompis, Pola Interaksi Sosial Masyarakat
dalam Menunjang Pelaksanaan Pemerintahan
Desa, Jurnal Polotico, Vol. 4, No. 1, 2015.
M. Su’ud dan Abdullah Affandi, Antara Takwa dan Takut
Kajian Semantik Leksikal dan Historis Terhadap Al-
Daftar Pustaka | 155
Qur’an, Jurnal al-Hikmah Vol. 4 No. 2 Oktober,
2016.
Masnida, Karakteristik dan Manhaj Tafsi>r Mara>h} Labi>d Karya
Syekh Imam Nawawi al-Bantani, Darussalam :
Jurnal Pendidikan, Komunikasi, dan Pemikiran
Hukum Islam, Vol. VIII, No.1, 189-201,
September, 2016.
Mat Saichon, Makna Takwa dan Urgensitasnya dalam AlQur’an, Jurnal Usrah Vol.3 No.1 Juni 2017.
Moh. Abid Mabrur, Pengaruh Karya Syekh Nawawi al-
Bantani Dalam Tradisi Kajian Kitab Kuning
(Kitab Klasik) di Pesantren Buntet, Jurnal
Tamaddun, Vol. 4, Juli-Desember, 2016.
Muhammad Aziz, Suara Muhammadiyah 15/98, 24 Ramadhan
– 8 Syawwal 1434 H.
Nur Rachma Permatasary dan R. Indriyanto, Interaksi Sosial
Penari Bujangganong Pada Sale Creative
Community di Desa Sale Kabupaten Rembang,
Jurnal Seni Tari UNNES, Vol 5, No. 1, 2016.