Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon Oleh: ROBEAH FERAWATI NIM. 06410341 KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2011 M / 1432 H ABSTRAK ROBEAH FERAWATI : “Pendidikan Anak Dalam Keluarga Menurut Al-Qur’an (Studi Analisis Terhadap Q.S Luqman ayat 12-19)" Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan di akherat kelak. Konsep-konsep yang dibawa al-qur’an selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena ia turun untuk memberikan penjelasan tentang pendidikan dalam beberapa surat didalamnya salah satunya terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui isi kandungan tentang pendidikan dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 menurut pendapat Mufassirin, untuk mengetahui tentang konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam, untuk mengetahui tentang analisis terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19. Berangkat dari kerangka pemikiran bahwa pentingnya pentingnya pendidikan dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, anak merupakan amanat Allah bagi orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang mampu memberikan pengetahuan pada anakanaknya, dan memberikan sikap yang positif dengan mengikuti konsep pendidikan yang dipakai Luqman kepada anaknya. Penelitian ini dilakukan dengan cara eksplorasi terhadap paparan para mufassirin melalui kitab-kitab yang ditulisnya, diantaranya: Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Jalalain, Tafsir Fi Zhilail Qur’an, Tafsir Al-Misbah. Serta dilengkapi dengan bukubuku yang berkaitan dengan pendidikan anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an surat Luqman ayat 1219. Isi kandungan dalam Qur'an Surat Luqman ayat 12-19 bahwa Luqman adalah orang yang saleh yang diberi hikmah oleh Allah SWT berupa ilmu pengetahuan. Pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam yang telah diterapkan adalah bahwa Anak merupakan makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Analisis yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 adalah meliputi materi tentang pendidikan tauhid, materi tentang pendidikan akhlak, materi tentang pendidikan ibadah dan materi tentang pendidikan sosial. “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)” PERSETUJUAN Oleh: ROBEAH FERAWATI NIM. 06410341 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Drs. Mahbub Nuryadien, M.Ag NIP. 19670109 200312 1 001 Drs. H. Suteja, M.Ag. NIP. 19630305 199903 1 001 Ketua Jurusan PAI Drs. H. Suteja, M.Ag. NIP. 19630305 199903 1 001 NOTA DINAS Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon Di Cirebon Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah melaksanakan bimbingan, telaah, arahan dan koreksi terhadap penulisan skripsi saudari ROBEAH FERAWATI NIM. 06410341, berjudul: “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”. Kami berpendapat bahwa skripsi tersebut di atas sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk dimunaqosahkan. Wassalamu’alaikum, Wr. Wb. Pembimbing I Drs. H. Suteja, M.Ag. NIP. 19630305 199903 1 001 Pembimbing II Drs. Mahbub Nuryadien, M.Ag NIP. 19670109 200312 1 001 PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI Bismilahirrohmanirrahim Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”. ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang sesuai dengan etika yang berlaku dalam keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/ sanksi apapun yang akan dijatuhkan kepada saya sesuai dengan peraturan yang berlaku apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini. Cirebon, Januari 2011 Yang membuat pernyataan ROBEAH FERAWATI NIM. 06410341 DAFTAR RIWAYAT HIDUP  Identitas Penulis : 1. Nama : Robeah Ferawati 2. Tempat / Tanggal Lahir : Cirebon, 16 Maret 1987 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Alamat Rumah : Desa Pesanggrahan Blok Karang Anyar Plumbon - Cirebon. 6. Nama Orang Tua : a. Ayah b. Ibu : Syahidin (Alm) : Suranti  Riwayat Pendidikan: 1. SDN 3 Kaliwadas – Cirebon, lulus tahun 1999 2. MTs Ash-Shiddiqiyyah Sumber - Cirebon, lulus tahun 2002 3. MA Ash-Shiddiqiyyah Sumber Cirebon, lulus tahun 2005 4. IAIN Syekh Nurjati Cirebon sampai sekarang (mengambil Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam) “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)” Oleh: ROBEAH FERAWATI NIM. 06410341 KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2011 M / 1432 H PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19) ” oleh ROBEAH FERAWATI, Nomor Pokok: 06410341, telah diujikan dalam sidang Munaqosah pada tanggal 27 Januari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. Cirebon, 27 Januari 2011 Sidang Munaqosah, Ketua Sekretaris Merangkap Anggota, Merangkap Anggota, Drs. H. Suteja, M.Ag. NIP. 19630305 199903 1 001 Akhmad Affandi, M.Ag. NIP. 19721214 200312 1 003 Anggota, Penguji I Drs. Taqiyuddin, M.Pd. NIP. 19630522 199403 1 003 Penguji II Sopidi, S.Ag. SS.MA. NIP. 19691102 199903 1 002 KATA PENGANTAR Bismilahirrohmanirrahim Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul . “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT ALQUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)” Skripsi disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan, fasilitas dan kesempatan yang didapat selama ini. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. DR. H. Maksum, MA.. Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2. Dr. Septi Gumiandari, M.Ag., Pgs. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 3. Drs. H. Suteja, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Drs. H. Suteja, M.Ag., Pembimbing I 5. Drs. Mahbub Nuryadien, M.Ag, Pembimbing II 6. Dan Semua pihak yang telah memberikan bantuan, kerja sama, waktu dan semangat, motivasi moril dan spiritual. i Didalam penulisan skripsi ini penulis menyadari betul bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan semoga skripsi ini dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua. Amin. Cirebon, Februari 2011 Penulis ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK PERSETUJUAN PENGESAHAN NOTA DINAS PERNYATAAN OTENTISITAS DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................... iii BAB I :PENDAHULUAN................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian.................................................................. 8 D. Kerangka Pemikiran.............................................................. 8 E. Langkah-langkah Penelitian................................................. 11 F. Sistematika Penulisan........................................................... 14 :TAFSIR AYAT 12-19 QUR’AN SURAT LUQMAN.............. 15 A. Pendekatan Bahasa................................................................ 15 1. Biografi Luqman ........................................................... 15 2. Teks dan Terjemah.......................................................... 16 3. Penjelasan Kosa Kata...................................................... 18 BAB II iii 4. Isi Kandungan Qur’an Surat Luqman ayat 12-19........... 20 B. Pendapat Mufassir ............................................................... 21 1. Mufassir Klasik.............................................................. 21 2. Mufassir Modern ........................................................... 28 C. Pendapat Ahli Didik Muslim Tentang Ayat 12-19 Qur’an BAB III Surat Luqman........................................................................ 54 1. Ahmad Zayidi dan Abdul Majid..................................... 54 2. Fachrudin........................................................................ 56 : KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA 7-12 TAHUN............ 60 A. Teori Tentang Anak Usia 7-12 Tahun.................................. 60 1. Karakter Umur Anak. ............................................. ....... 60 2. Perkembangan Fisik Anak............................................. 63 3. Perkembangan Intelek Anak ................................... .... 66 4. Perkembangan Moral Anak........................................... 72 5. Perkembangan Sosial Anak.............................................. 74 6. Perkembangan Keagamaan Anak.................................... 76 B. Teori Tentang Pendidikan Anak.................................... ... .... 80 1. Dasar dan Tujuan...................................................... ... 80 2. Pendidik .................................................................... .. 84 3. Materi…………………………………………………. 86 4. Metode......................................................................... 88 5. Media ......................................................................... .. 95 C. Urgensi Pendidikan Anak................................................. .... iv 97 BAB IV : ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN ANAK YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19 ....................................................... 100 A. PendidikanTauhid ..................................................... …. ... 100 1. Pengertian Pendidikan Tauhid........................................ 100 2. Metode Penanaman Keimanan kepada Anak................. 101 B. Pendidikan Akhlak ................................................ ……. ...... 102 1. Pengertian Akhlak Secara Etimologi dan Terminologi..................................................................... 102 2. Bentuk Perbuatan Akhlak............................................... 104 3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak........ 106 4. Metode Pembentukan Akhlak........................................ 108 5. Hikmah Pendidikan Akhlak terhadap Kejiwaan Anak... 109 C. Pendidikan Ibadah................................................... ... .. ..... 109 1. Pengertian Ibadah......................................................... 109 2. Macam-macam Ibadah............................................... .. 110 3. Hikmah Pendidikan Ibadah terhadap Kejiwaan Anak. 111 D. Pendidikan Sosial .......................................................... ... BAB V 112 1. Pengertian Pendidikan Sosial........................................ 112 2. Hikmah Pendidikan Sosial terhadap Kejiwaan Anak.... 114 : KESIMPULAN ..................................................................... DAFTAR PUSTAKA v 115 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian dari fenomena interaksi kehidupan sosial manusia, artinya didalam kehidupan ini manusia membutuhkan pendidikan untuk bisa berinteraksi dengan baik dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Pendidikan sebagai proses upaya meningkatkan nilai peradaban individu atau masyarakat dari suatu keadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik, secara institusional peranan dan fungsinya semakin dirasakan oleh sebagian besar masyarakat (Taqiyuddin, 2008: 42 ). Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Islam adalah syari’at Allah yang diturunkan melalui para Rosul kepada manusia agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Hal ini sesuai dengan Q.S Adz-dzariyat : 56. 2        “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (DEPAG RI, 2000: 862) Pelaksanaan syari’at ini menuntut adanya pendidikan manusia sehingga manusia pantas untuk memikul amanat dan menjalankan perintah dari Allah, pendidikan yang dimaksud adalah pendidkan Islam. Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam, dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di kehidupan individu dan masyarakat yakni dalam seluruh lapangan kehidupan (Abdurrahman anNahlawi, 1996: 49). Pendidikan Islam merupakan pendidikan mutlak dapat dilaksanakan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Pengertian tersebut lebih menekankan pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju yang baik, cara mengubah tingkah laku itu melalui pengajaran. Ahmad Supardi mengartikan pendidikan Islam yang berdasarkan ajaran Islam atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT adalah cinta kasih pada orang tua dan sesama hidupnya juga kapada tanah airnya sebagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT (Tedi Priatna, 2004: 30). 3 Keterpaduan antara manusia dan pendidikan itu sangat erat hubungannya dan karena manusia membutuhkan pendidikan maka keluarga sebagai wahana pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Keluarga merupakan pokok pertama yang mempengaruhi anak karena di lingkungan ini anak diperkenalkan kehidupan sosial, adanya interksi anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya, selain itu anak dapat mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kasih sayang, tolong menolong dan sopan santun. Dengan demikian dalam keluargalah anak akan dibentuk watak, budi pekerti dan kepribadiannya. Anak merupakan amanat dari Allah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 16) bahwa anak adalah keturunan yang kedua atau manusia yang masih kecil. Oleh karena anak merupakan manusia yang masih kecil maka anak perlu mendapatkan pendidikan dan bimbingan dari orang tua, agar anak menjadi anak yang baik dan memiliki penyesuaian sosial yang baik juga. Jadi, pendidikan dalam keluarga memiliki peranan yang sangat urgen bagi anak. Perkembangan anak akan terganggu, apabila orang tua tidak mampu memberikan 2 (dua) jenis makanan dan kebutuhan tersebut. Faktor psiko-edukatif ini prosesnya akan mengalami gangguan bilamana dalam keluarga mengalami disfungsi keluarga. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi ini mempunyai resiko lebih besar untuk terganggu tumbuh kembang jiwanya, dari pada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan utuh (keluarga sakinah). Jadi, ibu-bapak yang beriman dan ta’at beribadah, tentram jiwanya dan senantiasa 4 mendo’akan anaknya dan keturunannya agar senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Allah swt., sejak anak mulai berada dalam kandungannya. (Ahmad Tafsir, 2004 :111) Pengaruh keluarga terhadap kepribadian anak itu sangat besar, dimana sebagai orang tua dituntut untuk mengajar, membimbing, dan mendidik mereka. Proses itu dilakukan orang tua mulai anak lahir terus berangsur meningkat ke usia remaja dan sampai menjadi dewasa. Rosulullah bersabda: ْ‫َ و َ ﺳ ﻠﱠ َ ﻢ ﻣ ﺎَ ِ ﻣ ﻦ‬ َ‫ﷲ ُ َ ﻋ ﻠ‬ ُ‫َ ﻛ َ ﻤ ﺎ ﺗُ ْﻨ ﺘَ ُ ﺞ ا ْﻟ ﺒَ َ ﻤ ﺔ‬ ‫َ ﺻ ﻠﱠ ﻰ‬ ِ‫ﷲ‬ ‫ ﻗ ﺎَ َ ل رَ ُ ﺳ ﻮْ ُ ل‬: ‫ﷲُ َ ﻋ ْﻨ ﻗ ﺎَ َ ل‬ ِ‫ﱢ ﻮ َ د ا ﻧِ اَ وْ ﻨَ ﱢ ﺼ َ ﺮ ا ﻧِ اَ وْ َ ﻤ ﱢ ﺠ َ ﺴ ﺎ ﻧ‬ ‫ﺮَ َ ﺮ ةَ َ ر ﺿِ َ ﻲ‬ ُ‫ﻮْ ﻟَ ُ ﺪ َ ﻋ ﻠَ ﻰ ا ْﻟ ﻔِ ْﻄ َ ﺮ ِة ﻓَ ﺎَ ﺑَ َ ﻮ ا ه‬ (‫ﻞْ ﺗُ ِ ﺤ ﱡ ﺴ ﻮْ نَ ﻓِ ﺎ ِ ﻣ ﻦْ ُ ﺟ ْ ﺪ َ ﻋ ﺎ ِ ء ) ر و ا ه ا ﻟ ﺒ ﺨ ﺎ ر ى‬ ِ‫ﺚُ اَ ﺑ‬ ‫َﺣ‬ ‫َ ﻣ ﻮْ ﻟُ ﻮْ ٍ د إِ ﻻﱠ‬ ‫ﺑَ َ ﻤ ﺔَ ﺟَ ْ ﻤ َ ﻌ ﺎ َ ء‬ Artinya: “Di riwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallahu’anhu. Dia telah berkata: Rosulullah Shallallahu’alaih wasallam telah bersabda : “ setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, kedua orangtuanya lah yang membuatnya menjadi yahudi, nasrani, atau majusi, sebagaimana seekor ternak yang melahirkan anaknya dengan sempurna, apakah kamu pernah merasa bahwa ia akan lahir cacat?” (Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Abdullah, 2004: 579). Hadis tersebut menjelaskan bahwa setiap anak yang lahir itu menurut fitrahnya, ia dalam keadaan bersih dan memeluk agama Islam, tergantung orang tuanya dalam mendidik anak, ia akan dibuat menjadi manusia yang baik atau yang jahat, itu semua sudah ditakdirkan oleh Allah SWT. Keluarga sering diidentikan dengan negara kecil ditengah masyarakat, maka dalam perspektif ini baik buruknya negara akan terbentuk dari baik buruknya sebuah keluarga. Oleh karena itu untuk menjadi keluarga muslim yang baik pentingnya 5 menggali kembali suatu konsep pendidikan Islam dengan mengikuti pendidikan yang diajarkan Luqman kepada anaknya dengan menggunakan metode mau’idzah (nasehat). Di dalam buku Ellen J. Langer (2008) mengenai “membongkar 7 mitos pembelajaran yang menyesatkan” mengatakan bahwa: 1. Ketika dalam pembelajaran terdapat membuahkan ketidaksempurnaan. latihan yang kemudian Salah satu mitos yang paling dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan atau pelatihan adalah bahwa untuk mempelajari suatu keterampilan, seseorang harus melatihnya hinga mampu melakukannya tanpa berpikir (Ellen J. Langer, 2008: 10) 2. Adanya pengalihan perhatian yang kreatif. Ketika anak-anak atau orang dewasa teralihkan, mereka menaruh perhatian pada sesuatu yang lain. (Ellen J. Langer, 2008: 38) 3. Mitos kepuasan tertunda. Agar anak-anak belajar bahwa mereka harus menunda kesenangan yang segera dan menggunakan waktu dan tenaga untuk aktivitas-aktivitas yang akan memberikan ganjaran yang lebih besar dikemudian hari, mereka berasumsi bahwa dunia itu adil, teratur, dan bisa diramalkan. (Ellen J. Langer, 2008: 60) 4. Bahaya Menghafal. Menghafal adalah strategi untuk menyerap materi yang tidak memiliki arti personal. Bahaya cara belajar menghafal sudah diperlihatkan selama bertahun-tahun. Salah satunya adalah meningkatnya tingkat kebosanan siswa. (Ellen J. Langer, 2008: 77-78) 6 5. Pandangan baru tentang lupa. Orang yang paling terganggu oleh pandangan negatif tentang lupa adalah orang-orang yang sudah lanjut usia. (Ellen J. Langer, 2008: 96) 6. Mindfulness dan kecerdasan. Kemampuan untuk menempatkan serpihanserpihan pengalaman kita dalam relasinya satu sama lain merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk menilai kecerdasan (Ellen J. Langer, 2008: 112) 7. Ilusi tentang jawaban yang benar. Ketika hendak mengajar pendidik seringkali toleran terhadap kesalahan siswa-khususnya ketika kita percaya bahwa siswa-siswa itu memiliki kecerdasan yang terbatas-tetapi kita tidak terpikir untuk melihat jawaban mereka bukan sebagai kesalahan, melainkan sebagai respons terhadap konteks yang berbeda. (Ellen J. Langer, 2008:144) Dari sebuah permasalahan yang ada didalam buku “membongkar 7 mitos pembelajaran yang menyesatkan”. Sebenarnya pendidikan keluarga bagi anak, tidak harus seperti itu. Karena di dalam Al-Qur’an telah diajarkan mengenai pendidikan keluarga bagi anaknya. Hal itu, terdapat dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19. Penulis Karena Al-Qur’an adalah sumber yang pertama dan utama dalam pengambilan rujukan yang memuat peraturan hidup bagi setiap orang yang beriman termasuk didalamnya masalah pendidikan. Secara umum di dalam al-Qur'an 7 terkandung banyak unsur dan nilai-nilai pendidikan Islam dalam rangka membimbing umat manusia pada kehidupan sehari-hari. Salah satu kandungan al-Qur'an yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan adalah surat Luqman ayat 12-19. Sekalipun dalam surat ini hanya sebatas kisah yang menceritakan tentang nasehat Luqman kepada anaknya, namun dalam ayat-ayat tersebut sebenarnya menunjukkan keseluruhan nasehat dan hikmah-hikmah bagi umat manusia dalam sisi pengalamannya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam penulisan skripsi dengan judul “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN (Studi Analisis Terhadap Q.S. Luqman ayat 12-19)”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam dalam skripsi ini penulis membagi ke dalam tiga bagian, yaitu: 1. Identifikasi Penelitian a. Wilayah Penelitian Wilayah penelitian dalam menyusun Skripsi ini adalah tafsir Tarbawi. b. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian yang di gunakan dalam menyusun skripsi ini adalah menggunakan pendekatan normatif yakni semua bahan yang di butuhkan bersumber dari bahan- bahan tertulis. c. Jenis Masalah 8 Jenis masalah dalam penelitian ini adalah masyarakat belum memahami secara benar tentang konsep pendidikan yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19. 2. Pembatasan Masalah Untuk menghindari ketidakjelasan dalam masalah ini, maka permasalahan akan di batasi pada konsep Pendidikan Keluarga yang terkandung dalam Qur’an Surat Luqman ayat12-19 dengan mengemukakan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. 3. Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana isi kandungan dalam Qur’an Surat Luqman ayat 12-19 menurut pendapat Mufassirin? b. Bagaimana konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam? c. Bagaimana analisis terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam alQur’an surat Luqman ayat 12-19? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk memperoleh data isi kandungan tentang pendidikan dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 menurut pendapat Mufassirin. 2. Untuk memperoleh data tentang konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam. 9 3. Untuk memperoleh data tentang analisis terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19. D. Kerangka Pemikiran Pentingnya Pendidikan dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, anak merupakan amanat Allah bagi orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang mampu memberikan pengetahuan pada anak-anaknya, dan memberikan sikap yang positif. Dalam ilmu pendidikan kita mengenal tiga macam lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiganya sering memberi pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam upaya mencapai kedewasaannya (Abdul Rahman Shaleh, 2005 : 270). Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan dalam keluarga diharapkan dapat mencetak anak yang mempunyai kepribadian yang baik agar dapat dikembangkan dalam lingkungan pendidikan berikutnya, dengan demikian akan ada kombinasi pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan pendidikan dari sekolah serta lingkungan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang diangggap bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat (Ahmad Tafsir, 2004 : 92). 10 Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya adalah: 1. Dasar pendidikan budi pekerti, memberi norma pandangan hidup tertentu walaupun masih dalam yang sederhana kepada anak didik. 2. Dasar pendidikan sosial, melatih anak dalam tata cara bergaul yang baik terhadap lingkungan dikitarnya. 3. Dasar pendidikan intelek, anak diajarkan kaidah pokok dalam percakapan, bertutur bahasa yang baik, kesenian yang disajikan dalam bentuk permainan. 4. Dasar Pembentukan Kebiasaan, pembinaan kepribadian yang baik dan wajar yaitu membiasakan kepada anak untuk hidup yang teratur, bersih, tertib dan disiplin. 5. Dasar pendidikan kewarganegaraan, memberikan norma nasionalisme dan patrotisme, cinta tanah air dan berperikemanusiaan yang tinggi. 6. Dasar pendidikan agama, melatih dan membiasakan ibadah kepada Allah SWT (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008:229). Keluarga Muslim akan mendidik anak-anak mereka dengan bertanggung jawab dalam didikannya, Allah telah memerintahkan kepada setiap orang tua untuk mendidik anak-anaknya sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surat AtTahrim Ayat 6 sebagai berikut: 11               ْ◌           Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (DEPAG RI, 2000: 951) Ayat di atas adalah bentuk tanggung jawab orang tua sebagai pendidik dalam keluarga , dengan melihat tanggung jawab orang tua begitu besar dalam pendidikan maka tanggung jawab keluarga dalam pendidikan sangat dominan dalam membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu untuk dapat mendidik anak dengan baik dibutuhkan konsep pendidikan dalam keluarga yang terdapat dalam Qur’an Surat Luqman Ayat 12-19. E. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah yang di gunakan oleh Penulis dalam penulisan Skripsi ini sebagai berikut: 1. Metode Penelitian Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode Tafsir Maudhu’i, yaitu metode yang di tempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah atau tema (maudlu’) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) 12 turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam Al-Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya (Said Agil Husin Al-Munawar, 2003:75). Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode maudhu’i adalah: a. Memilih tema. b. Menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengannya. c. Menentukan urutan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan asbab-alnuzul-nya. d. Menjelaskan munasabah (relevansi) antar ayat. e. Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan lengkap dengan out linenya yang mencakup semua segi dan tema kajian. f. Mengemukakan hadis-hadis yang berkaitan dengan tema, lalu diakhrij untuk diterangkan derajat hadis-hadis tersebut. g. Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bahasa) Arab dan syairsyair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema. h. Kajian terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dilakukan lafadz ‘am, khasb, muqayyad, mutlak syarat, jawab, hukum-hukum fiqh, nasikh dan yang mansukh, jika ada unsur balaghah dan i’jaz, berusaha memadukan anara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat lain yang diduga kontradiktif dengannya atau dengan hadis yang tidak sejalan dengannya atau dengan teori-teori ilmiah, menolak kesamaran-kesamaran yang dengan sengaja ditaburkan oleh lawan Islam, menyebutkan penjelasan 13 berbagai qira’at, menerangkan makna ayat-ayat terhadap kehidupan kemasyarakatan dan tidak menyimpang dari sasaran yang dituju tema kajian (Said Agil Husin Al-Munawar, 2003:75) 2. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data Normatif yaitu data yang ada hubungan dan Relevansinya dengan penelitian ini yang diperoleh dari Teori-teori yang terdapat dalam literatur kepustakaan. 3. Sumber Data Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber data primer, diperoleh dari beberapa tafsir yaitu Tafsir AlMishbah karya M.Quraish Shihab, Tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Ibn katsir karya Ibn katsir, dan tafsir Fiidzilalil Qur’an karya Sayyid Quthb. b. Sumber data sekunder, diperoleh dari buku kedua yaitu Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam karya Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dan literatur kepustakaan lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 4. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data kepustakaan. 5. Tehnik Analisis Data dalama penelitian ini menggunakan penelitian 14 Data yang terkumpulkan dan diolah kemudian di analisa dengan pendekatan kualitatif yaitu mengadakan sistemisasi terhadap bahan-bahan tertulis, terutama yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain kegiatan yang dilakukan yaitu: a. Menginfentarisasi Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah Konsep Pendidikan dalam Keluarga menurut ajaran Islam. b. Menghimpun pendapat para ahli tafsir dalam memahami penjelasan terhadap nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Qur’an surat Luqman ayat 1219 tentang Konsep Pendidikan dalam keluarga. F. Sistematika Penulisan Agar lebih terarah dan sistematika dalam pembahasan skripsi ini, penulis mencoba menggunakan sistematika dan pembahasan dalam lima bab dan dari lima bab tersebut di rinci lagi menjadi sub bab sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, terdiri dari enam sub bab yaitu latar belakang masalah, pemikiran, rumusan masalah, langkah-langkah tujuan masalah, penelitian dan kerangka Sistematika penulisan. BAB II Tafsir ayat Q.S Luqman 12-19, yang terdiri dari tiga sub bab yaitu pendekatan bahasa, pendapat mufassir, dan pendapat ahli didik muslim. BAB III Pendidikan keluarga bagi anak usia 7-12 tahun, yang terdiri dari tiga sub bab yaitu teori tentang anak usia 7-12 tahun, teori 15 tentang penddikan anak, dan urgensi pendidikan anak usia 7-12 tahun. BAB IV Analisis terhadap pendidikan anak yang terkandung dalam AlQur’an surat Luqman 12-19, yang terdiri dari empat sub bab yaitu materi tentang pendidikan tauhid, materi tentang pendidikan akhlak, materi tentang pendidikan ibadah, dan materi tentang pendidikan sosial. BAB V Kesimpulan. 16 BAB II TAFSIR AYAT 12-19 QUR’AN SURAT LUQMAN A. Pendekatan Bahasa 1. Biografi Luqman Al-Hakim Nama lengkapnya Luqman bin 'Anqo' bin Sadun, anaknya bernama Tsaron, Ia seorang hamba yang shalih, bukan seorang nabi. Menurut tarikh tentang umat-umat dan agamanya, maka bani Israil mengakui bahwa Luqman termasuk dari golongannya. Ia hidup di masa nabi Daud as dan memilih diberi hikmah daripada kenabian. Sedangkan orang Yunani mengaku ia dari golongannya. Dan memanggilnya Isyub dari desa Amartum yang dilahirkan sesudah berdirinya kota Roma selang 200 tahun. Adapun daerah asalnya menurut hadits yang mu’tamad berasal dari Sudan. Karena keshalihannya dan untaian nasihatnya bagaikan mutiara, namanya diabadikan dalam al-Qur'an, yaitu dalam surat Luqman, surat ke-31. Ia telah mendapatkan ilmu hikmah sehingga dijuluki al-Hakim (ahli hikmah). Namanya diabadikan dalam salah satu surah dalam al-Quran. Namanya dilekatkan oleh Allah dengan cara/pedoman bagi para orang tua muslim/muslimah dalam mendidik anakanaknya agar tumbuh menjadi anak-anak yang soleh/solehah. Dialah Luqman al- 16 Hakim. Diantara hikmah yang diberikan Allah kepada Luqman adalah ilmu, keagamaan, ketepatan dalam perkataan, dan banyak hikmah yang lainnya. Mengenai makam Luqman menurut keterangan al-Suyuti berada di tanah Ramalah, yaitu nama tempat antara masjid Ramalah dan pasarnya, dimana terdapat makam 70 nabi setelah Luqman. Dikatakan dalam kitab fath al-Rahman bahwa kuburan Luqman berada di daerah Sarfandi, yaitu daerah di luar kota Palestina yang terletak diantara Syam dan Mesir. ( Miftahul Huda, 2008:191) 2. Teks dan Terjemah               ð ð                                                                                                                         17                                Artinya: 12“Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. 17.Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai (DEPAG RI, 2008: 411). 18 3. Penjelasan Kosa Kata ‫ ﻟ ﻘ ﻤ ﺎ ن‬- Luqman : dia adalah seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia termasuk diantara penduduk Mesir yang berkulit hitam, serta dia adalah orang yang hidup sederhana, Allah telah memberinya hikmah dan menganugerahkan kenabian kepadanya. ‫ ا ﻟ ﺤ ﻜ ﻤ ﺔ‬- Al-Hikmah : artinya kebijaksanaan dan kecerdikan banyak perkataan bijak yang berasal dari Luqman, antara lain perkataannya kepada anak lelakinya, “Hai anakku, sesungguhnya dunia tu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusi yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah perahumu di dunia bertakwa kepada Allah SWT. muatannya iman dan lautannya bertawakkal kepada Allah. Barangkali saja kamu dapat selamat (tidak tenggelam ke dalamnya) akan tetapi aku yakin kamu dapat selamat.” ‫ ا ﻟ ﺸ ﻜ ﺮ‬- Asy-Syukru : memuji kepada Allah, menjurus kepada perkara yang hak, cinta kebaikan untuk manusia, dan mengarahkan seluruh anggota tubuh serta semua nikmat yang diperoleh kepada ketaatan kepada-Nya. ‫ ا ﻟ ﻌ ﻈ ﺔ‬- Al-‘Idzah : mengingatkan dengan cara baik, hingga hati orang yang diingatkan lunak karenanya. - Al-Wahn : lemah. 19 ‫ ا ﻟ ﻔ ﺼ ﺎ ل‬- Al-Fisal : menyapih. - Jaahadaka : keduanya menginginkan sekali kamu mengikuti keduanya dalam kekafiran. ‫أﻧﺎ ب‬ - Anabu ‫ ا ﻟ ﻤ ﺜ ﻘ ﺎ ل‬- Al-Misqalu : kembali (bertaubat). : sesuatu yang dijadikan standar timbangan. Dan lafadz Misqalu Habbatil Khardal merupakan suatu peribahasa yang menunjukkan arti sesuatu yang bentuknya sangat kecil. - Latifun : ilmu Allah meliputi yang samar dan tidak kelihatan. - Khabirun : Maha mengetahui eksistensi segala sesuatu hakikat-hakikatnya. ‫ ﻣ ﻦ ﻋ ﺰ م ا ﻷ أ ﻣ ﻮ ر‬- Min ‘azmil Umur : termasuk diantara perkara-perkara yang telah diwajibkan oleh allah untuk dilaksanakan. ‫اﻟ ﺨﻠ ﺪ‬ - Tash’irul khaldi : memalingkan muka dan menampakkan bagian samping muka (pipi), perbuatan seperti ini merupakan sikap yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang sombong. ‫ﺻﻌ ﺮ‬ ‫ ا ﻷ‬- Al-As’ar karena sombong. : artinya seseorang yang memalingkan mukanya 20 ‫ ﻣ ﺮ ﺣ ﺎ‬- Marahan : gembira yang dibarengi dengan rasa sombong. ‫ ا ﻟ ﻤ ﺨ ﺘ ﺎ ل‬- Al-Mukhatal : orang yang bersikap angkuh dalam berjalan. ‫ ا ﻟ ﻔ ﺨ ﻮ ر‬- Al-Fakhur : berasal dari mashdar al-Fakhr, artinya orang yang membangga-banggakan harta dan kedudukan yang dimilikinya, serta membanggakan hal-hal lainnya. ‫ أ ﻗ ﺼ ﺪ‬- Aqsid ‫ﺾ‬ ‫ﺻ ﻮا ت‬ ‫ أ ﻏ ﻀ‬-Ughdud : bersikap pertengahanlah atau bersikap sederhanalah. : rendahkanlah dan kurangilah kekerasan suaramu. ‫ أ ﻧ ﻜ ﺎ ر ا ﻷ‬- Ankarul Aswat : suara yang paling buruk dan tidak enak didengar oleh telinga. Kata itu berasal dari lafaz Nukr, Nukarah, artinya sulit (Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1992:145-152). 4. Isi Kandungan Qur’an Surat Luqman ayat 12-19 Dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 terdapat isi yang terkandung didalamnya, isi kandungan ayat tersebut adalah: a. Luqman adalah orang yang saleh yang diberi hikmah oleh Allah SWT berupa ilmu pengetahuan. Baik dalam pengetahuan, pemahaman, benar dalam perkataan dan perbuatan sehingga ia dikenal dengan Lukman alHakim orang yang bijaksana. 21 b. Sikap bijak Luqman ditunjukkan dengan menerapkan rasa syukur kepada Allah SWT. c. Luqman memberikan nasehat atau mendidik anaknya yang mencakup materi tentang pendidikan akidah, syari’ah dan pendidikan akhlak. B. Pendapat Mufassir 1. Mufassir Klasik a. Ibnu Katsier (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 411-415) Ibnu katsier memberikan tafsiran ayat 12 adalah berbeda pendapat para ulama ahli tafsir tentang siapakah Luqman yang termaksud dalam ayat ini? Apakah ia seorang nabi atau hanya seorang yang salehtanpa diberi kenabian? Dan pendapat yang kedua inilah yang dianut oleh kebanyakan ulama, bahkan kebanyakan diantara mereka mengatakan bahwa Luqman adalah seorang berkulit hitam dari afrika, seorang sahaya dari Sudan. Dikisahkan bahwa pada sutu waktu ia diperintah oleh majikannyamenyembelih seekor kambing, kemudian setelah disembelihnya, ia disuruh mengeluarkan dua potong (dua suap) yang paling enak dimakan dari anggota kambing itu, maka diberikanlah kepada sang majikan hati dan lidah kambing yang disembelih itu. Selang beberapa waktu kemudian, Luqman disuruh lagi menyembelih seekor kambing oleh majikannya dan mengeluarkan dari kambing yang disembelih itu dua potong (dua suap) yang paling busuk, maka dikeluarkanlah oleh Luqman hati dan lidah itupula. Berkata sang majikan menegur: “aku 22 perintahkan kepadamu tempo hari untuk mengeluarkan dua potong yang terbaik, maka engkau berikan kepadaku hati dan ldah, dan sekarang engkau berikan kepadaku juga hati dan lidah, padahal aku minta dua potong yang busuk”. Luqman menjawab: “memang tidak ada yang lebih dari kedua anggota itu jika sudah menjadi baik dan tidak ada yang lebih busuk dari keduanyajika sudah menjadi busuk”. (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 411-413) Selanjutnya tafsiran ayat 13-15 adalah Allah Swt. berfirman mengkisahkan Luqman tatkala memberi pelajaran dan nasihat kepada puteranya yang bernama Tsaran. Berkata Luqman kepada puteranya yang paling disayang dan dicintai itu: “Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah, karena syirik itu adalah perbuatan kedzaliman yang besar”. dan Allah memerintahkan kepada hamba-Nya, agar berbakti dan bertaubat baik kepada ibu bapaknya, karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah ditambah kelemahan si janin, kemudian setelah lahir, memiaranya dengan menyusuinya selama dua tahun, mak hendaklah engkau bersyukur kepada Allah dan bersyukur kepada kedua orang tuamu. Dan walaupun hendaknya engkau berbakti dan berlaku baik kepada ibu bapakmu, namun bila keduanya mamaksamu untuk mempersekutukan sesuatu dengan Allah dan menyembah selain-Nya, maka janganlah engkau mengikuti dan menyerah kepada paksaan mereka itu. Dalam pada itu hendaklah engkau tetap menggauli dan menghubungi mereka dengan baik, hormat dan sopan. Dan ikutilah jalan orang-orang yang beriman kepada 23 Allah dan kembali bertaat dan bertaubat kepada-Nya. (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 413) Pada ayat 16-19 menafsirkan tentang beberapa nasehat dan wasiat yang bermanfaat yang dilukiskan oleh ayat-ayat diatas sebagai diucapkan oleh Luqman kepada anaknya. Berkata Luqman: “Hai anakku, perbuatan dosa dan maksiat walau seberat dan sekecil biji sawi dan berada didalam batu, di langit atau di bumi akan didatangkanlah oleh Allah di hari kiamat untuk memperoleh balasannya, burukkah perbuatan itu atau baik akan mendapat balasan yang setimpal, sesungguhnya Allah Maha Halus, ilmunya meliputi segala sesuatu bagaimanapun kecilnya, sehingga seekor semut yang melata dimalam yang gelap gulitapun tidak akan luput dari pengetahuan-Nya. Berkata selanjutnya Luqman: “Hai anakku, dirikanlah shalat laksanakannya tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan-ketentuannya, syarat-syaratnya dan rukun-rukunnya, lakukanlah amar ma’ruf nahi mungkar sekuat tenagamu dan bersabarlah atas gangguan dan rintangan yang engkau hadapi selagi engkau melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi mungkar itu. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan memandang rendah orang yang berada didepanmu dan janganlah engkau berjalan di muka bumi Allah dengan angkuh, karena Allah sekali-kali tidak tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan hendaklah engkau berlaku sederhana kalau berjalan, jangan terlampau cepat dan buru-buru dan jangan pula terlampau lamban bermalas-malasan, demikian pula bila engkau berbicara lunakkanlah 24 suaramu dan janganlah berteriak-teriak tanpa ada perlunya, karena seburukburuknya suara adalah suara keledai. (Al-Imam Ibn Katsir, 2006: 414-415) b. Jalalain (Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, 2008: 474-478) Tafsir ayat 12 yaitu: ‫( و ﻟ ﻘ ﺪ‬Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Luqman hikmah) antara lain ilmu, agama dan tepat pembicaraannya, dan kata-kata mutiara yang diucapkannya cukup banyak serta diriwayatkan secara turun temurun. Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi Rasul, dia selalu memberikan fatwa, dan dia sempat mengalami zaman diutusnya Nabi Daud, lalu ia meninggalkan fatwa dan belajar menimba ilmu dari Nabi Daud. Sehubungan dengan hal ini Luqman pernah mengatakan: “Aku tidak pernah merasa cukup apabila aku merasa berkecukupan”. Pada suatu hari pernah ditanyakan orang kepadanya: “Siapakah orang yang paling buruk itu?” Luqman menjawab: :Dia adalah orang yang tidak memperdulikan orang lain sewaktu mengerjakan keburukan” - ‫( أ ن‬yaitu) dan kami katakan kepadanya, hendaklah – (bersyukurlah kamu kepada Allah) atas hikmah yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu.- ‫( و ﻣ ﻦ‬Dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri) karena pahala bersyukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri ‫و ﻣ ﻦ ﻛﻔ ﺮ‬ (dan barang siapa yang tidak bersyukur) atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya 25 kepadanya - ‫ﻏﻨ ﻲ‬ ‫ﷲ‬ ‫ﻓﺈ ن‬ (maka sesungguhnya Allah Maha Kaya) tdak membutuhkan makhluk-Nya - (lagi Maha Terpuji) Maha Terpuji didalam ciptaan-Nya (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008:474475). Tafsir ayat 13 yaitu: ‫( إ ذ‬ketika Luqman berkata ‫( و‬Dan) ingatlah - kepada anaknya, di waktu ia menasihatnya: “Hai anak) lafaz bunayya adalah bentuk tasghir, yang dimaksud adalah memanggil anak dengan nama kesayangannya- ‫إ ن ا ﻟ ﺸ ﺮ ك‬ ‫( ﻻ‬janganlah kamu mempersekutukan) Allah ‫( ﻟ ﻈ ﻠ ﻢ‬adalah benar-benar kedzaliman yang besar”) maka anaknya itu itu - bertobat kepada Allah dan masuk Islam (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008:475). Tafsir ayat 14 yaitu: (Dan kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang ibu bapaknya) maksudnya Kami perintahkan manusi untuk berbakti kepada kedua orang ibu bapaknya payah - (ibunya telah mengandungnya) dengan susah (dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah) ia lemah karena mengandung, lemah sewaktu mengeluarkan bayinya, dan lemah sewaktu mengurus anaknya di kala bayi lagi – ‫( و‬dan menyapihnya) tidak menyusuinya ‫( ﻓ ﻲ‬dalam dua tahun, Hendaknya) Kami katakan kepadanya - ‫أ ﺷ ﻜ ﺮ‬ 26 (bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu) yakni kamu akan kembali (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008: 475-476). Tafsir ayat 15 yaitu: -(Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu) yakni pengetahuan yang sesuai kenyataannya, dengan (maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan cara yang makruf) yaitu dengan berbakti kepada keduanya dan menghubungkan silaturahmi dengan keduanya orang yang ‫( و ا‬dan ikutilah jalan) tuntunan ‫ب‬ bertaubat - ‫ا ﻟ ﻲ‬ (kepada-Ku) ‫ﺛ ﻢ اﻟ ﻲ ﻣ ﺮ ﺟ ﻌ ﻜ ﻢ ﻓﺄﻧﺒﺄ ﻛ ﻢ ﺑ ﻤﺎ ﻛﻨﺘ ﻢ ﺗ ﻌ ﻤﻠ ﻮ ن‬ ‫( ﻣ ﻦ أ ﻧ ﺎ‬orang yang kembali) dengan melakukan ketaatan (kemudian hanya kepada-Kulah kembali kalian, maka Kuberitahukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan) (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008: 476). Tafsir ayat 16 yaitu: ‫ض‬ (Hai anakku, sesungguhnya) perbuatan yang buruk itu ‫إ ن ﺗ ﻚ ﻣ ﺘ ﻘ ﺎ ل ﺣ ﺒ ﺔ‬ ‫ﺻ ﺨ ﺮ ة أ و ﻓ ﻲ اﻟ ﺴ ﻤ ﻮا ت أ و ﻓ ﻲ ا ﻷ ر‬ ‫( ﻣ ﻦ ﺧ ﺮ د ل ﻓ ﺘ ﻜ ﻦ ﻓ ﻲ‬jika ada sekalipun hanya biji sawi, dan barada dalam batu atau di langit atau di bumi atau disuatu tempat yang paling tersembunyi pada tempat-tempat tersebut - (niscaya Allah akan 27 ‫( ا ن‬ mendatangkannya) maksudnya Dia kelak akan menghisabnya. (lagi Maha Sesungguhnya Allah Maha Halus) untuk mengeluarkannya- waspada) tentang tempatnya (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin AsSuyuti, 2008: 476-477). Tafsir ayat 17 yaitu: ‫ﺑﻨ ﻲ ا ﻗ ﻢ اﻟ ﺼ ﻼ ة وأ ﻣ ﺮ‬ (Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) disebabkan amar ma’ruf dan nahi mungkar-mu itu. – ‫ﻋ ﺰ م‬ ‫إ ن ذﻟ ﻚ ﻣ ﻦ‬ ‫( ا ﻷ ﻣ ﻮ ر‬sesungguhnya yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu- (termasuk hal-hal yang ditekankan untuk diamalkan) karena mengingat hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008: 477). Tafsir ayat 18 yaitu: ‫( و ﻻ ﺗ ﺼ ﻌ ﺮ‬Dan janganlah kamu memalingkan) - ‫س‬ ‫ﺧ ﺪ ك ﻟﻨﺎ‬ (mukamu dari manusia) janganlah kamu memalingkannya dari mereka dengan rasa takabbur‫ض ﻣ ﺮ ﺣﺎ‬ ‫و ﻻ ﺗﻤ ﺶ‬ ‫( ﻓ ﻲ ا ﻷ ر‬dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh) dengan rasa sombong. – ‫ﻛ ﻞ ﻣ ﺨ ﺘ ﺎ ل‬ ‫( ا ن‬Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) yakni orang-orang yang sombong di dalam berjalan - 28 ‫ﻓ ﺨ ﻮ ر‬ (lagi membanggakan diri) atas manusia (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008:477). Tafsir ayat 19 yaitu: ‫وأ ﻗ ﺼ ﺪ‬ (Dan sederhanalah kamu dalam berjalan) ambillah sikap pertengahan dalam berjalan, yaitu antara pelan-pelan dan berjalan cepat, kamu harus tenang dan anggun - ‫ﺾ‬ ‫ا ن اﻧ ﻜ ﺮا ﻷ ﺻ ﻮا ت‬ paling jelek itu - ‫( و ا ﻏ ﻀ‬dan lunakkanlah) rendahkanlah- ‫ﺻ ﻮ ﺗ ﻚ‬ ‫ﻣ ﻦ‬ (suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara) suara yang (ialah suara keledai”) yakni pada permulaannya adalah ringkikkan, kemudian disusul oleh lengkingan-lengkingan yang sangat tidak enak didengar (Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyuti, 2008: 477-478). 2. Mufassir Modern a. Fi Zhilalil Qur’an (Sayyid Quthb, 2004:173-178) Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat 12 adalah Luqman yang dipilih oleh Al-Qur’an untuk memaparkan dengan lisannya tentang perkara akhirat ini, berbeda-beda dan bermacam-macam riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang nabi. Dan ada pula yang mengatakan bahwa dia hanyalah seorang hamba yang saleh bukan seorang nabi, dan kebanyakan ulama mendukung pendapat ini. 29 Kemudian ada pendapat bahwa dia seorang yang berasal dari Habasyah (Etiopia). Ada pula yang mengatakan bahwa dia seorang Nambia. Ada juga yang mengatakan bahwa dia seorang hakim di antara hakim-hakim yang ada dalam bangsa bani Israel. Siapa pun yang bernama Luqman itu, Al-Qur’an telah menetapkan bahwa dia adalah seorang yang diberi hikmah dan kebijaksanaan oleh Allah, yaitu hikmah yang mengandung dan menuntut kesyukkuran kepada Allah. Ayat 12 ini merupakan pengarahan Al-Qur’an yang mengandung seruan kepada kesyukuran kepada Allah sebagai sikap meneladani Luqman yang bijaksana, dimana Al-Qur’an memaparkan kisah-kisahnya dan nasihatnya. Disamping pengarahan yang terkandung itu, terdapat pula pengarahan yang lain. Karena, kesyukuran hanyalah bekal yang tersimpan bagi yang menyatakannya dan ia bermanfaat baginya. Sedangkan Allah adalah Maha kaya dan tidak membutuhkannya. Jadi, Allah dengan diri-Nya sendiri pasti terpuji walaupun tidak seorang pun dari hamba-Nya yang memuji-Nya. Jadi, sangat jahil dan sebodoh-bodohnya orang bila dia tidak bertolak belakang dengan hikmah ini dan tidak membekali dirinya dengan bekal itu (Sayyid Quthb, 2004:173) Tafsir ayat 13 yaitu: Sesungguhnya nasihat seperti ini tidak menggurui dan tidak mengandung tuduhan. Karena, orang tua tidak menginginkan bagi anaknya melainkan kebaikan, dan orang tua hanya menjadi penasehat bagi anaknya. Luqman melarang anaknya 30 dari berbuat syirik, dan dia memberikan alasan atas kezaliman yang besa. Pernyataan Luqman tentang hakikat ini dipeerkuat dengan dua tekanan. Yang pertama dengan mengawalinya dengan larangan berbuat syirik dan alasannya. Dan yang kedua dengan huruf inna ‘sesungguhnya’ dan huruf la ‘benar-benar’. Jadi, maksudnya nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah bebas dari segala syubhat dan jauh dari segala prasangka. Sesungguhnya perkara tauhid dan larangan berbuat syirik merupakan perkara lama yang selalu diserukan oleh orangorang yang dianugerahkan hikmah oleh Allah di antara manusia. Tidak ada kehendak lain dibaliknya melainkan kebaikan semata-mata, dan sama sekali tidak meenghendaki selain yang demikian (Sayyid Quthb, 2004:173-174). Tafsir ayat 14 dan 15 yaitu: Dalam nuansa nasihat seorang bapak kepada anaknya, AlQur’an memaparkan hubungan antara kedua orang tua dengan anak-anak mereka dalam tata bahasa yang detail dan teliti. Ia menggambarkan hubungan dalam gambaran yang mengisyaratkan kasih sayang dan kelembutan. Walaupun demikian, sesungguhnya ikatan akidah harus dikedepankan dari hubungan darah yang kuat itu. Wasiat bagi anak untuk berbakti kepada orang tuanya muncul berulangulang dalam Al-Qur’an yang mulia dan dalam wasiat Rosulullah. Namun, wasiat buat orang tua tentang anaknya sangat sedikit. Kalaupun ada, ia kebanyakan muncul dalam tema kasih sayang (yaitu keadaan khusus dalam situasi yang khusus pula) 31 karena fitrah itu sendiri telah menjamin pengasuhan orang tua terhadap anakanaknya. Jadi, fitrah selalu mendorong seseorang agar mengasuh generasi baru yang tumbuh untuk menjamin penerusan kehidupan manusia di bumi ini sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya orang tua pasti mengeluarkan segalanya bagi anak-anaknya baik apapun yang mereka miliki dalam jasadnya, dalam umurnya, dalam ototnya maupun segala yang mereka miliki dengan penuh kasih sayang. Walaupun hal itu sangat sulit dan dibayar dengan mahal, mereka tidak pernah mengeluh dan mengadu. Bahkan, tanpa menghtung-hitung malah sangat bersemangat, gembira, dan senang seolah-olah mereka berdualah yang menikmatinya. Jadi, maksud dari gambaran yang mengisyaratkan itu fitrah saja sudah cukup sebagai wasiat bagi orang tua untuk menjamin kehidupan anak-anaknya tanpa memerlukan wasiat-wasiat lain. Sedangkan, anak-anak membutuhkan wasiat yang berulang-ulang agar menoleh dan mengingat generasi yang telah berkorban, berlalu dan telah hilang dari lembaran kehidupan setelah menghabiskan umurnya, ryhnya, dan kekuatannya untuk generasi yang sedang menghadapi masa depan dalam kehidupan. Seorang anak tidak mungkin dapat dan tidak akan sampai mampu membalas budi kedua orang tuanya, walaupun anak tersebut mewakafkan seluruh umurnya bagi keduanya. Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang ibu dengan tabiatnya harus menanggung beban yang lebih berat dan kompleks. Namun, luar biasa ia tetap menanggungnya dengan senang hati dan 32 cnta yang lebih dalam, lembut, dan halus. Diriwayatkan oleh hafidz Abu Bakar alBazzar dalam musnadnya dari sanadnya Buraid dari ayahnya bahwa seorang sedang dalam barisan tawaf menggendong ibunya untuk membawanya bertawaf . kemudian dia bertantanya kepada Nabi Muhammad saw, “apakah aku telah menunaikan haknya?” Rosulullah menjawab, “Tidak, walaupun satu tarikan napas.” Demikianlah, walaupun satu tarikan napas baik dalam proses kehamilan dan kelahirannya, tetap tidak dapat dibalas oleh seorang anak. Pasalnya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah. Dari sela-sela nuansa gambaran yang diliputi dengan kasih sayang itu, AlQur’an mengarahkan agar bersyukur kepada Allah sebagai Pemberi nikmat yang pertama. Kemudian berterima kasih kepada kedua orang tua sebagai dua orang yang menjadi sarana nikmat itu pada urutan berikutnya. Namun, ikatan antara kedua orang tua dengan anaknya walaupun terikat dengan segala kasih sayang dan segala kemuliaan, ia tetap dalam urutan setelah ikatan akidah. Hingga bila orang tua menyentuh titik syirik ini, jatuhlah kewajiban taat kepadanya, dan ikatan akidah harus mengalahkan dan mendominasi segala ikatan lainnya. Walaupun kedua orang tua telah mengeuarkan segala upaya, usaha, tenaga, dan pandangan yang memuaskan untuk menggoda anaknya agar menyekutukan Allah dimana ia tidak mengetahui tentang ketuhanannya (dan setiap yang disembah selain Allah pasti tidak memiliki sifat ketuhanan, karena itu camkanlah), maka pada saat itu anak diperintahkan agar jangan taat. Dan perintah itu berasal dari Allah sebagai Pemilik hak pertama dalam ketaatan. 33 Namun, perbedaan akidah dan perintah dari Allah agar tidak taat kepada orang tua dalam perkara yang melanggar akidah, tidaklah menjatuhkan hak kedua orang tua dalam bermuamalah dengan baik dan dalam menjalin hubungan yang memuliakan mereka (Sayyid Quthb, 2004: 174-176). Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat 16 adalah: Tidak ada satu pun ungkapan lain yang dapat menggambarkan tentang ketelitian dan keluasan ilmu Allah yang meliputi segalanya, tentang kekuasaan Allah, dan tentang hisab teiti dan timbangan yang adil...melebihi gambaran yang dilukiskan oleh ungkapan ayat ini. Inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an sebagai mukjizat, dimana susunanya sangat indah dan sentuhannya sangat dalam. “....sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi....” Kecil, remeh, dan tidak memiliki nilai dan harga. “.... Dan berada dalam batu...” Keras dan ia tersebar didalamnya, tidak tampak dan tidak memungkinkan sampai kepadanya dan menemukannya, “...Atau di langit...” Dalam benda berwujud yang besar dan luas ini, dimana bintang yang besar pun tampak seperti titik kecil yang mengambang dan biji sawi yang mengapung. “...Atau di dalam bumi,...” Hilang dalam tanahnya dan pasirnya sehingga tidak jelas. “...Niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya)...” 34 Jadi, ilmu Allah dapat mendeteksinya, dan kekuasaan-Nya tidak akan luput darinya (Sayyid Quthb, 2004:176). Tafsir ayat 17 yaitu: Redaksi meneruskan kisah Luqman kepada anaknya, yaitu menghadap Allah dengan mendirikan shalat dan mengarahkan kepada manusia untuk berdakwah kepada Allah. Juga bersabar atas beban-beban dan konsekuensi yang pasti ditemui. Inilah jalan yang telah dirumuskan. Yaitu, mengesakan Allah, merasakan pengawasan-Nya, mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya, yakin kepada keadilanNya, dan takut terhadap pembalasan dari-Nya. Kemudian ia beralih kepada dakwah untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan mereka, serta menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari yang mungkar. Juga bersiap-siap sebelum itu untuk menghadapi peperangan melawan kemungkaran, dengan bekal yang pokok dan utama yaitu bekal ibadah dan menghadap kepada-Nya (dengan mendirikan shalat, serta bersabar atas segala yang menimpa dai di jalan Allah). Azmil umur adalah melewati rintangan dan meyakinkan diri untuk menempuh jalan setelah membulatkan tekad dan keinginan (Sayyid Quthb, 2004:176). Tafsir ayat 18-19 yaitu: Luqman meneruskan secara panjang lebar tentang wasiatnya yang diceritakan oleh Al-Qur’an di sini hingga sampai kepada bahasan tentang adab seorang dai kepada Allah. Mendakwahi manusia kepada kebaikan tidaklah 35 membolehkan dan mengizinkan seseorang berbusung dada atas manusia dan bersombong diri atas nama pemimpin bagi mereka kepada kebaikan. Apalagi bila ketinggian hati dan kesombongan itu dilakukan oleh orang yang tidak mengajak kepada kebaikan, maka hal itu adalah lebih buruk dan lebih hina. Ash-Sha’ru adalah sebuah penyakit yang menimpa onta sehingga membengkokkan lehernya. Gaya bahasa Al-Qur’an dalam memilih ungkapan ini bertujuan agar manusia lari dari gerakan yang mirip dengan gerakan ash-sha’ru ini. Yaitu, gerakan sombong dan palsu, dan memalingkan muka dari manusia karena sombong dan merasa tinggi hati. Berjalan di mika bumi dengan membusung adalah cara berjalan dengan cara yang dibuat-buat, bersiul dan sedikit acuh tak acuh terhadap orang. Ia adalah perilaku yang dibenci dan dilaknat oleh Allah dan juga oleh para makhluk. Ia merupakan gambaran tentang perasaan yang sakit dan penyakit jiwa yang tidak percaya terhadap diri sendiri. Sehingga, timbulnya dalam gaya jalannya yaitu gaya jalan-jalan orang yang sombong. Kata al-qashdu dalam ayat ini bisa berasal dari kesederhanaan yang dimaksudkan dengan berjalan biasa dan tidak berlebih-lebihan, dan tidak menghabiskan tenaga untuk mendapatkan pujian, siulan, dan kekaguman. Disamping itu kata al-qashdu bisa juga berasal dari makna maksud dan tujuan yang ditargetkan pencapaiannnya. Sehingga gaya berjalan itu tidak menyimpang, sombong, dan mengada-ada. Namun, ia harus ditujukan guna meraih maksudnya dengan sederhana dan bebas. 36 Kemudian di dalam sikap menahan suara terdapat adab dan keyakinan terhadap diri sendiri,serta ketenangan terhadap diri sendirikebenaran pembicaraan dan kekuatannya. Seseorang tidak akan berteriak atau mengeraskan dalam pembicaraannya, melainkan dia adalah orang yang buruk adabnya, ragu terhadap nilai perkataannya atau nilai kepribadiannya, dan dia berusaha untuk menutupi keraguannya itu dengan bahasa yang pedas, keras, dan berteriak yang mengejutkan (Sayyid Quthb, 2004: 176-178). b. Al-Mishbah (Quraish Shihab, 2002: 120-140) Quraish Shihab memandang bahwa pada ayat 12 ada hubungannya dengan ayat sebelumnya (6). Adapun dalam menafsirkan ayat ini Quraish Shihab mengambil beberapa kata yaitu: Kata dan pada ayat 12 di atas, berhubungan dengan ayat 6 yang lalu, yaitu “Dan di antara manusia ada yang membeli ucapan yang melengahkan.” Ia berfungsi menghubungkan kisah an-Nadhr Ibn al-Harits itu dan kisah Luqman disini, atas dasar persamaan keduanya dalam daya tarik kejadian dan keanehan. Yang pertama keanehan dalam kesesatan, dan yang kedua dalam perolehan hidayah dan hikmah. Al-Biqa’i menghubungkannya dengan sifat Allah al-Aziz al-Hakim/ Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana, atau satu kalimat yang dihasilkan oleh kesimpulan ayat yang lalu tentang orang-orang kafir. Seakan-akan ayat ini 37 menyatakan: Allah telah menyesatkan mereka berdasar hikmah kebijaksanaan-Nya dan sungguh Kami (Allah) telah menganugerahkan kepada Luqman. Kata hikmah telah disinggung makna dasarnya ketika menafsirkan ayat 2 diatas. Disini, Quraish Shihab menambahkan bahwa para ulama mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah. Antara lain al-Biqa’i memandang bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan ilmu ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat didukung oleh ilmu. Imam al-Ghazali memandang kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama- ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung – yakni Allah swt. jika demikian – menurut al-Ghazali- Allah adalah Hakim yang sebenarnya. Karena Dia yang paling mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia yang mengetahui wujud yang paling mulia, karena hanya Dia yang mengenal hakikat, dzat, sifat dan perbuatan-Nya. Jika Allah telah menganugerahkan hikmah kepada seseorang, maka yang dianugerahi memperoleh kebajikan yang banyak. Kata Syukur terambil dari kata syakara yang maknanya berkisar antara lain pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan 38 rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang di dikehendaki-Nya dari penganugerahan itu. Syukur didefinisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugerahannya, sehingga penggunaannya itu mengarah sekaligus menunjuk penganugerah. Tentu saja untuk maksud ini, yang bersyukur perlu mengenal penganugerah (dalam hal ini Allah swt), mengetahui nikmat yang dianugerahkan kepadanya, serta fungsi dan cara menggunakan nikmat itu sebagaimana dikehendaki-Nya, sehingga yang dianugerahi nikmat itu benar-benar mengunakannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Penganugerah. Hanya dengan demikian, anugerah dapat berfungsi sekaligus menunjuk kepada Alllah, sehingga ini pada gilirannya mengantar kepada pujian kepada-Nya yang lahir dari rasa kekaguman atas diri-Nya dan kesyukuran atas anugerah-Nya. Firman-Nya: ( ‫ ) أ ن‬an usykur lillah adalah hikmah itu sendiri yang dianugerahkan kepadanya itu. Bahwa hikmah adalah syukur, karena dengan bersyukur seperti dikemukakan diatas, seseorang mengenal Allah dan mengenal anugerah-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh kepadaNya, dan dengan mengenal Allah dan mengetahui fungsi anugerah-Nya, seseorang akan memiliki pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan kesyukuran 39 itu, ia akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya, sehingga amal yang lahir adalah amal yang tepat pula. Ayat di atas menggunakan bentuk mudhari’/ kata kerja masa kini dan datang untuk menunjuk kesyukuran ( ) yasykur, sedang ketika berbicara tentang kekufuran, digunakan bentuk kata kerja lampau ( ‫) ﻛ ﻔ ﺮ‬. Al-Biqa’i memperoleh kesan dari penggunaan bentuk mudhari’ itu bahwa siapa yang datang kepada Allah pada masa apapun, Allah menyambutnya dan anugerah-Nya akan senantiasa tercurah kepadanya sepanjang amal yang dilakukannya. Thabatha’i memperoleh kesan lain bahwa. Di sisi lain kesyukurannya itu hendaknya ditampilkan secara bersinambung dari saat ke saat. Ssebaliknya penggunaan bentuk kata kerja masa lampau pada kekufuran / ketiadaan syukur ( ‫ ) ﻛ ﻔ ﺮ‬adalah untuk mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi, walau sekali maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya. Kata (‫ ) ﻏ ﻨ ﻲ‬ghaniyyun/Maha Kaya terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ( ‫ ) غ‬ghain, ( ‫ ) ن‬nun dan ( ‫ ) ي‬ya’ yang yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta maupun selainnya. Menurut Imam al-Ghazali, Allah yang bersifat Ghaniyy, adalah “Dia yang tidak mempunyai hubungan dengan selain-Nya, tidak dalam Dzay-Nya, tidak pula dalam sifat-Nya, bahkan Dia Maha Suci dalam segala macam hubungan ketergantungan.” 40 Kata ( huruf-huruf ( ) Hamid/Maha Terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari )ha’ ( ‫ ) م‬mim dan ( ‫ ) د‬dal, yang maknanya adalah antonim tercela. Kata hamid /pujian digunakan untuk memuji yang diperoleh oleh kita. Berbeda dengan kata syukur yang digunakan untuk konteks nikmat yang diperoleh oleh kita. Jika demikian saat kita berkata Allah hamid/ Maha Terpuji, maka ini adalah pujian kepada-Nya baik kita memperoleh nikmat atau tidak, sedang bila kita mensyukurinya, maka itu karena kita merasakan adanya anugerah yang kita peroleh. Ada tiga unsur dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar apa yang dilakukannya dapat terpuji. 1. Perbuatannya indah atau baik. 2. Dilakukannya secara sadar 3. Tidak atas dasar terpaksa atau dipaksa Kata Ghaniyy yang merupakan sifat Allah pada umumnya – didalam alQur’an – dirangkaikan dengan kata Hamid. Ini mengisyaratkan bahwa bukan saja pada sifat-Nya yang terpuji, tetapi juga jenis dan kadar bantuan/anugerah kekayaanNya. Itu pun terpuji karena tepatnya anugerah itu dengan kemaslahatan yang diberi. Disisi lain, pujian yang dismpaikan oleh siapa pun, tidak dibutuhkan-Nya, karena Dia Maha Kaya, tidak membutuhkan suatu apapun (Quraish Shihab, 2002:120124). 41 Tafsir ayat 13 yaitu: Setelah ayat yang lalu menguraikan hikmah dianugerahkan kepada Luqman yang intinya adalah kesyukuran kepada Allah, dan yang tercermin pada pengenalan terhadap-Nya dan anugerah-Nya, kini melalui ayat 13 dilukiskan pengamalan hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariaannya pada kepada anaknya. Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Kepada Nabi Muhammad saw. atau siapa saja, diperintahkan untuk merenungkan anugerah Allah kepada Luqman itu dan mengingatkan orang lain. Ayat ini berbunyi: dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke saat menasihatinya mempersekutukan bahwa Allah wahai dengan anakku sesuatu sayang! apa pun, Janganlah dan engaku jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun tersembunyi. Sesungguhnya syirik yakni mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang sangat besar. itu adalah penempatan sesuatu yang agung ke tempat yang sangat buruk. Kata Luqman yang disebut oleh surah ini ayat ke-13 adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqman. Pertama, Luqman Ibn ‘ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai permisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perupamaan-perumpamaannya. 42 Banyak pendapat mengenai siapa Luqman al-Hakim. Ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Nuba, dari penduduk Ailah. Ada juga yang menyebutnya dari Etiopia. Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir Selatan yang berkulit hitam. Ada lagi yang menyatakan bahwa ia seorang Ibrani. Profesinya pun diperselisihkan. Ada yang berkata dia penjahit atau pekerja pengumpul kayu atau tukang kayu atau juga penggembala. Hampir semua riwayat yang menceritakan bahwa Luqman bukan seorang Nabi. Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang Nabi. Kesimpulan lain yang diambil dari riwayat –riwayat yang menyebutkannya adalah bahwa ia adalah bukan orang arab. Ia seorang yang bijak. Ini pun dinyatakan dalam al-Qur’an. Kata ( û ) ya’izhuhu terambil dari kata ( ‫ ) و ﻋ ﻆ‬wa’azh yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah dia berkata untuk memberi tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ( ‫ ) ﺑ ﻨ ﻲ‬bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah ( ‫ ) ا ﺑ ﻨ ﻲ‬ibniy, dari kata ( ‫ ) ا ﺑ ﻦ‬ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat 43 diatas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh kasih sayang terhadap peserta didik (Quraish Shihab, 2002:124-127). Quraish Shihab memberikan tafsiran pada ayat 14 kedalam penggalan satu ayat yaitu: Kata ( ) wahnan pada ayat 14 berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud disini kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan dan pemeliharaan anak. Patron kata yang mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu dalam dirinya dan dipikulnya. Firman-Nya : ( ) wafishaluhu fi ‘amaini / dan penyapiannya didalam dua tahun, mengisyaratkan betapa penyusuan anak sangat penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima (Quraish Shihab, 2002:127-131). Tafsir ayat 15 yaitu: Setelah ayat yang lalu menekankan pentingnya berbakti kepada ibu bapak, maka kini diuraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati perintah kedua orang tua, sekaligus menggarisbawahi wasiat Luqman kepada anaknya tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimana pun. Ayat di atas menyatakan : Dan jika keduanya – apa lagi kalau hanya salah 44 satunya, lebih-lebih kalau orang lain – bersungguh-sungguh memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, apalagi setelah Aku dan rasul-rasul menjelaskan kebatilan mempersekutukan Allah, dan setelah engkau mengetahui bila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun demkian jangan memuruskan hubungan dengannya atau tidak menghormatinya. Tetapi tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran agamamu, dan pergaulilah keduanya di dunia yakni selama mereka hidup dan dalam urusan keduniaan – bukan akidah- dengan cara pergaulan yang baik, tetapi jangan sampai hal ini mengorbankan prinsip agamamu, karena itu perhatikan tuntunan agama dan ikutilah jalan orang yang selalu kembali kepada-Ku dalam segala urusanmu, karena semua urusan dunia kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah juga di akhirat nanti-bukan kepada siapa pun selain-Ku – kembali kamu semua, maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan keburukan, lalu masing-masing Ku-beri alasan dan ganjaran. Kata ( ) jahadaka pada ayat ke-15 terambil dari kata ( ) juhd yakni kemampuan. Patron kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh. Kalau upaya sungguh-sungguh pun dilarangnya, yang dalam hal ini bisa dalam bentuk ancaman, maka tentu lebih-lebih lagi bisa sekedar himbauan, atau peringatan. 45 Yang dimaksud dengan ( ‫ﻟ ﻚ‬ ‫ ) ﻣ ﺎ‬ma laisa laka bihi ‘ilm/yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, artinya tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya. Tiadanya pengetahuan berarti tidak adanya obyek yang diketahui. Ini berarti tidak ada wujudnya sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan Allah SWT. bukti-bukti tentang keesaan Allah dan tiada sekutu bagi-Nya terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini merupakan penegasan tentang larangan mengikuti siapa pun – walau kedua orang tua dan walau dengan memaksa anaknya mempersekutukan Allah. Kata ( ‫ ) ﻣ ﻌ ﺮ و ﻓ ﺎ‬ma’rufan mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat baik, selama tidak bertentangan dengan akidah islamiah.dalam konteks diriwayatkan bahwa Asma puteri Sayyidina Abu Bakr ra. Pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih musrikah. Asma’ bertanya kepada Nabi sebagaimana seharusnya ia bersikap. Maka Rosul saw. memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjugi dan menyambut kunjungannya. Inb ‘Asyur berpendapat bahwa kewajiban menghormati orang tua dan menjalin hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa dan senang meminumnya. Karena meminum minuman keras bagi orang kafir bukanlah sesuatu yang mungkar. 46 Thabatha’i menjelaskan kata ( ) ad-dunya mengandung tiga pesan yang pertama, bahwa mempergauli dengan baik itu, hanya dalam urusan keduniaan, bukan keagamaan. Kedua, bertujuan meringankan beban tugas itu, karena ia hanya untuk sementara yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya terbatas, sehingga tidak mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan yang ketiga, bertujuan memperhadapkan kata dunia dengan hari kembali kepada Allah yang dinyatakan di atas dengan kalimat hanya kepada-ku kembali kamu (Quraish Shihab, 2002:131-133). Tafsir ayat 16 yaitu: Ketika menafsirkan kata ( ‫ﺧ ﺮ د ل‬ ) khardal pada Q.S al-Anbiya ayat 47, Quraish Shihab mengutip penjelasan Tafsir al-Muntakhab yang melukiskan biji tersebut. Disana dinyatakan bahwa satu kilogram biji khardal/ moster terdiri atas 913.000 butir. Dengan demikian berat satu butir biji moster hanya sekitar satu perseribu gram, atau ± 1 mg, dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu biji ini sering digunakan oleh alQur’an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus. Kata ( ) lathif pada ayat ke-16 terambil dari akar kata ( ‫ ) ﻟ ﻄ ﻒ‬lathafa yang huruf-hurufnya terdiri dari ( ‫ل‬ ) lam, ( ‫ط‬ ) tha dan ( ‫ف‬ ) fa’, kata ini mengandung makna lembut, halus atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian. 47 Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui perincian kemaslahatan dan seluk beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus, kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan. Kalau bertemu kelemahlembutan dalam perlakuan, dan perincian dalam pengetahuan, maka wujudlah apa yang dinamai al-luthf, dan menjadilah pelakunya wajar menyandang nama Lathif. Ini tentunya tidak dapat dilakukan kecuali oleh allah yang Maha Mengetahui itu. Sekelumit dari bukti “kelemahlembutan” Illahi (kalau istilah ini dapay dibenarkan) dapat terlihat bagaiman Dia memelihara janin dalam perut ibu dan melindunginya dalam tiga kegelapan, kegelapan perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim. Demikian juga memberinya makan melalui tali pusar sampai ia lahirkemudian mengilhaminya menyusu, tanpa diajar oleh siapa pun. Termasuk juga dalam bukti-bukti kewajaran-nya menyandang sifat ini apa yang dihamparkan-Nya di alam raya untuk makhluk-Nya, memberi melebihi kebutuhan, namun tidak membebani mereka dengan beban berat yang tidak terpikul. Pada akhirnya tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah lathif, karena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya, kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya. Dia yang bergegas menyingkirkan kegelisahan pada saat terjadinya cobaan, serta melimpahkan anugerah sebelum terbetik dalam benak. Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah 48 berbuat baik, apalagi kepada orang tua yang berbeda agama, merupakan salah satu bentuk dari luthf Allah swt. karena betapa pun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak, pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing. ) khabir, terambil dari kata yang terdiri dari huruf-huruf ( ‫خ‬ Kata ( kha’ ( ‫ب‬ ) ba’ dan ( ‫ر‬ ) ) ra’ yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir dari segi bahasa dapat berarti yang mengetahui dan juga tumbuhan yang lunak. Sementara pakar berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata ( ‫ض‬ ‫ﺧﺒ ﺮ ت ا ﻷ ر‬ ) khabartu al-ardha dalam arti membelah bumi. Dan dari sinilah lahir pengertian”mengetahui”, seakan-akan yang bersangkutan membahas sesuatu sampai dia membelah bumi untuk menemukannya. Menurut Imam al-Ghazali, Allah adalah khabir karena tidak tersembunyi bagi-Nya hal-hal yang sangat dalam dan yang disembunyikan, serta tidak terjadi sesuatu apapun dalam kerajaan-Nya dibumi maupun dialam raya kecuali diketahui-Nya. Tidak bergerak satu zarrah atau diam, tidak bergejolak jiwa, tidak juga tenang, kecuali ada beritanya di sisi-Nya. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kalau ayat yang lalu berbicara tentang keesaan Allah dan larangan mempersekutukan-Nya, maka ayat ini menggambarkan Kuasa Allah melakukan perhitungan atas amal-amal perbuatan manusia di akhirat nanti. Demikian, melalui keduanya tergabung uraian tentang 49 keesaan Allah dan keniscayaan hari kiamat. Dua prinsip dasar akidah Islam yang seringkali mewakili semua akidahnya (Quraish Shihab:2002:133-136). Tafsir ayat 17 yaitu: Luqman as. melanjutkan nasihatnya kepada anaknya nasihat yang dapat menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Illahi dalam kalbu sang anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan panggilan mesra: wahai anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna syarat, rukun dan sunahsunahnya. Dan disampng engkau memperhatikan dirimu dan membentenginya dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan pula orang lain berlaku serupa. Karena itu perintahkanlah secara baik-baik siapa pun yang mampu engkau ajak mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran. Memang engkau akan mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam melaksanakan tuntunan Allah, karena itu tabah dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu dalam melaksanakan aneka tugasmu. Sesungguhnya yang demikian itu yang sangat tinggi kedudukannya dan jauh tingkatnya dalam kebaikan yakni shalat, amar ma’ruf dan nahi mungkar atau kesabaran termasuk hal-hal yang diperintah Alah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Nasihat Luqman di atas menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amalamal saleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah. 50 Menyuruh mengerjakan ma’ruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan ma’ruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalamdirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial. Kata ma’ruf pada ayat ke-17 adalah “Yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan telah mereka kenal luas”, selam sejalan dengan al-khair (kebajikan), yaitu nilai-nilai llahi. Mungkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai illahi. Kata ( ‫ﺻ ﺒ ﺮ‬ (‫ص‬ ) shad , ( ‫ب‬ ) shabr terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ) ba’ dan ( ‫ ) ر‬ra’. Maknanya berkisar pada tiga hal yaitu menahan, ketinggian sesuatu, dan sejenis batu. Dari makna menahan, lahir makna konsisten/bertahan, karena yang bersabar bertahan menahan diri pada satu sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya, dinamai bersabar. Yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai mashburah. Dari makna kedua, lahir kata shubr, yang berarti puncak sesuatu. Dan dari makna ketiga, muncul kata ash-shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar, atau potongan besi. 51 Ketiga makna tersebut dapay kait berkait, apalagi pelakunya manusia. Seorang yang sabar, akan menahan diri, dan untuk itu memerlukan kekukuhan jiwa, dan mental baja, agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya. Sabar adalah menahan gejolak nafsu demi mencapai yang baik atau yang terbaik. Kata ( ‫‘ ) ﻋ ﺰ م‬azm dari segi bahasa berarti keteguuhan hati dan tekad untuk melakukan sesuatu. Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek, sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi mungkarserta kesabaran- merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah untuk dibulatkan atasnya tekad manusia. Thabatha’i menjelaskan makna bersabar yakni menahan diri termasuk dalam ‘azm dari sisi bahwa ‘azm yakni tekad dan keteguhan akan terus bertahan selama masih ada sabar. Dengan demikian, kesabaran diperlukan oleh tekad serta kesinambungannya (Quraish Shihab, 2002:136-138). Selanjutnya ayat 18-19 melanjutkan nasihat Luqman yang di ambil dari tafsir beberapa penggalan ayat. Nasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran akidah beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 52 Beliau menasehati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, disamping butir-butir nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu yakni mukamu dari manusia – siapa pun dia – didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Tetapi tampilah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan jangan merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik dan akhirnya tarikan nafas yang buruk. Kata ( ‫ ) ﺗ ﺼ ﻌ ﺮ‬tusha’ir dalam ayat ke- 18 terambil dari kata ( ‫ ) ا ﻟ ﺼ ﻌ ﺮ‬ashsha’ar yaitu penyakit yyang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo, sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tetuju kepada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat diatas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain. 53 Kata ( ‫ض‬ ‫ ) ﻓ ﻲ ا ﻷ ر‬fi al-ardh/di bumi disebut oleh ayat diatas menurut al- Biqa’i untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga ia hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh ditempat itu. Sedang Ibn ‘Asy’ur menjelaskan bahwa bumi adalah tempat berjalan semua orang, yang kuat dan yang lemah, yang miskin dan yang kaya, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semua sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa melebihi orang lain. Kata ( ‫ ) ﻣ ﺨ ﺘ ﺎ ﻻ‬mukhtalan terambil dari akar kata yang sama dengan khayal. Karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkahlakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata ( ‫) ﻓ ﺨ ﻮ ر ا‬ fakhuran, yakni sering kali membanggakan diri. Kedua kata ini yakni mukhtal dan fakhur mengandung makna kesombongan, kata yang pertama bermakna kesombongan yang terlihat dalam tingkah laku, sedang yang kedua adalah kesombongan yang terdenggar darii ucapan-ucapan. Kata ( ‫ﺾ‬ ‫ ) ا ﻏ ﻀ‬ughdhudh pada ayat ke-19 terambil dari kata ( ‫ﺾ‬ ‫) ﻏ‬ ghadhah dalam arti penggunaan seseuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Dengan perintah diatas, seseorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus berbisik. 54 Demikian Luqman al-Hakim mengakiri nasihat kepada anaknya yang mencakup pokok-pokok tuntunan agama. Disana ada akidah, syariat, dan akhlak, tiga unsur ajaran Al-Qur’an. Disana ada akhlak terhadap Allah, terhadap sesama manusia dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan ciri dari segala macam kebijakan, serta perintah bersabar yang merupakan syarat mutlak meraih sukses, duniawi dan juga ukhrawi (Quraish Shihab, 2002:138-140) C. Pendapat Ahli Didik Muslim Tentang Ayat 12-19 Qur’an Surat Luqman Dalam penulisan ini selain pendapat dari Mufassir, penulis ingin menambahkan pendapat dari ahli didik mengenai konsep pendidikan yang Luqman ajarkan kepada anaknya. Dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Ahmad Zayidi dan Abdul Majid Ahmad Zayidi dan Abdul Majid mengatakan bahwa, Ungkapan-ungkapan Luqman patut dijadikan teladan oleh siapa pun pada zaman ini. Sistematika nasihatnya yang dikemas dengan indah, tersusun dengan teratur dan di dukung oleh contoh dan budi pekerti yang amat mulia sehingga terhujam ke dalam hati. Ia mulai menaburkan nasihatnya dengan tauhid atau mengesakan Allah, mengajak untuk mendekatkan diri kepada Allah (beribadah) dan menanamkan budi pekerti yang mulia (akhlak al-karimah) yang telah di firmankan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13: 55                 “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (Q.S Luqman :13). Ayat tersebut berhubungan dengan surat An-Nisa yang berbunyi:                       “ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar” (Q.S An-Nisa : 48). Syirik merupakan aniaya yang besar, karena mengandung perbuatan menyamakan dalam masalah ibadah antara yang berhak disembah, antara Dzat pemberi nikmat dan orang yang di beri nikmat, antara Dzat yang Maha kuat dengan sesuatu yang lemah tak berdaya, antara Dzat yang Maha Pencipta dengan sesuatu yang diciptakan. Diriwayatkan, putra Luqman bertanya kepada ayahnya tentang biji-bijian yang jatuh di dasar lautan, apakah Allah akan mengetahuinya? Luqman menjawab, sebagaimana dalam firman Allah: 56                             (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus dan Maha Mengetahui (Q.S Luqman:16). Kemudian Luqman meneruskan wasiat kepada putera- puteranya unttuk senantiasa memelihara dan memupuk rasa keimanan kepada Allah dengan senantiasa mengadakan komunikasi dengan Allah melalui ibadah Shalat, mengerjakan yang baik dan mencegah yang mungkar dan bersabar atas segala sessuatu yang menimpanya. Lebih lanjut Luqman mengingatkan putera-puteranya untuk menjaga, memelihara dan menampilkan akhlak yang mulia. Saling mengasihi diantara mereka, tidak sombong dan angkuh, apa lagi sampai membuang muka. (Ahmad Zayidi dan Abdul Majid, 2005: 176-178). 2. Fachrudin Sedangkan dalam ayat 13 menurut Fahrudin mengatakan bahwa, Luqman seorang ahli hikmat yang kenamaan, diterangkan dalam Al-Qur’an bahwa dia mengajar anaknya supaya mentauhidkan Allah, mempercayai Keesan-Nya, tiada memuja selain-Nya atau memujanya di samping Allah. Ini dinamakan syirik dan syirik itu suatu kesalahan yang amat berat hukumannnya. 57 Dari keterangan ayat di atas kita dapat mengambil pengertian, bahwa didikan Ketuhanan dan keagamaan, hendaklah dimulai dari rumah tangga, dari ibu dan bapak kepada anaknya. Apabila didikan keagamaan itu berjalan dengan baik dalam rumah tangga, maka untuk selanjutnya pendidikan di luar rumah tangga, misalnya di sekolah, kepramukaan, gerakan pemuda, masyarakat dan pemerintah akan lebih berhasil. Tetapi apabila pendidikan dalam rumah tangga itu kosong dari jiwa keagamaan dan Ketuhanan, akibatnya pendidikan di luar rumah tangga lebih tidak berhasil. Apa yang dilakukan Luqman kepada anaknya, memberikan ajaran tentang Ketuhanan, patut menjadi teladan. Pada ayat 14 dijelaskan bahwa, perintah Tuhan supaya berbakti kepada ibu dan bapak, mengingatkan kesusahan ibu di waktu mengandung, menceraikan menyusu dalam dua tahun, bersyukur kepada Allah dan kepada ibu bapak, pelaksanaanya bersangkut paut dengan pendidikan keagamaan dan Ketuhanan dalam rumah tangga,. Setiap ibu bapak mengharapkan supaya ankanya berbakti dan syukur kepadanya. Tetapi harapan itu hendaklah sejalan dengan memberikan pendidikan keagamaan kepada anak-anaknya. Kalu tidak begittu mungkin harapan tinggal harapan. Jangan hanya ingin memetik buah, tetapi enggan menanam dan memelihara pohonnya. Menurut Fahrudin ayat 15 berbicara tentang berbakti dan bersyukur kepada ibu bapak tidak boleh sampai kepada mematuhi perintah keduanya supaya mempersekutukan Allah. Kalau samapi disitu, kepatuhan mesti berhenti dan dilarang mematuhiinya. Walaupun antara anak dan ibu bapak timbul perbedaan 58 pandangan tentang keimanan dan akidah, nmaun dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari dengan ibu bapak tetap baik, sopan dan hormat. Jangan sampai hati antara keduanya menjadi renggang dan berisah. Yang baik dan patut diturut ialah jalan orang yang kembali kepada Tuhan, menempuh jalan yang benar dan bukan jalan yang sesat. Kita semua akan kembali kepada Tuhan, lalusegala perbuatan yang pernah kita kerjakan di dunia akan diberitakan semuanya dan diminta pertanggungjawabannya. Kita dilarang menempuh jalan sesat, biarpun dengan alasan mematuhi ibu bapak dann mengikuti nenek moyang, karena manusia telah dikaruniai akal dan pikiran untuk memilih mana yang baik dan mana yang salah. Pada ayat 16 Fahrudin menjelaskan, Luqman selanjutnya lebih memperdalam jiwa Ketuhanan untuk anaknya, dengan mengajarkan bahwa Tuhan itu mengetahui dengan mengeerti segala apa yang dikerjakan manusia, bagaimana juapun kecilnya dan tersmbunyi pula dalam batu atau jauh dilangit tinggi. Semua itu akan dikemukakan dan diperlihatkan selengkapnya. Sebab itu janganlah suatu kesalahan dianggap enteng dan remeh, biar kecil atau pun besar, karena semuanya akan diperhitungkan dihadapan Pengadilan Illahi. Ayat 17 berbicara mengenai menyuruh berbuat baik dan melarang mengerjakan perbuatan jahat, apabila sepintas lalu, tampaknya suatu pekerjaan yang ringan, sedang pada hakikatnya bukan demikian. Pekerjaan yang mulia itu menimbulkan resiko yang berat, berupa serangan dan ancaman, halangan dan rintangan, karena tidak semua orang merasa senang apabila perbuatannya yang 59 salah mendapat teguran dan celaan. Kesabaran menanggung resiko yang berat, tidak semua orang tahan menerimanya. Karena itu diperingatkan Tuhan, bahwa hal tu adalah urusan yang memerlukan kesungguhan hati dan keteguhan hati. Selanjutnya pada ayat 18 dan 19 Luqman mengajarkan anaknya supaya berbudi luhur dan meningkatkan moral, malarang beersifat sombong dan takabbur, memandang rendah kepada orang lain dan berlagak sebagai orang yang paling besar di dunia. Luqman mengajarkan anaknya dengan ajaran yang berjiwa Ketuhanan, mengesakan Tuhan dan tiada mempersekutukan-Nya, merasakan pertanggungjawaban kepada Tuhan terhadap segala perbuatan, biar bagaimanapun kecilnya dan tersembunyi. Mengokohkan hubungan dengan Tuhan karena mengerjakan ssembahyang. Berusaha supaya manusia menajdi baaik, dengan menyuruh mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan salah. Selanjutnya supaya berbudi luhur, tiada sombong dan tiada membanggakan diri (Fachrudin, 1985: 160-164) Dari pendapat para ahli didik tersebut dapat di katakan bahwa, apabila orang tua mengajarkan, membimbing, dan mengarahkan anak-anaknya dengan megikuti konsep pendidikan yang Luqman ajarkan pada anaknya, maka besar harapan generasi yang akan datang menjadi generasi yang baik. BAB III KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA 7-12 TAHUN A. Teori Tentang Anak Usia 7-12 Tahun Dalam pembahasan ini penulis akan berbicara mengenai konsep pendidikan anak usia 7-12 tahun, karena menurut penulis pada masa-masa ini lebih mudah untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan anak dalam pendidikan. Dalam konsep pendidikan anak perlunya untuk mengetahui teori-teori dalam mendidik anak dengan memperhatikan karakter anak dan setiap perkembangan yang terjadi pada anak. 1. Karakter Umur Anak Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang konsisten secara lahiriah dan batiniyah. Karakter adalah hasil kegiatan yang sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa ke arah pertumbuhan sosial (Djaali, 2008:48). Erikson membagi delapan tahapan perkembangan karakter anak dan memberi gambaran sebagai berikut: a. Masa bayi (infancy). Terjaminnya rasa aman tercermin dari rasa sayang sentuhan cinta kasih, dan makanan yang baik merupakan bahan dasar rasa kepercayaan. Rasa percaya atau tidak merupakan kekuatan psikososial yang amat fundamental bagi taraf perkembangan selanjutnya. 61 b. Masa kanak-kanak awal (early childhood). Terjamin atau tidaknya mengembangkan self control tanpa mengurangi self esteem-nya akan menumbuhkan rasa otonom/mandiri, atau sebaliknya diliputi rasa raguragu dan malu. c. Masa kanak-kanak (childhood). Terjamin atau tidaknya kesempatan untuk berprakarsa dalam menumbuhkan insiatif sebaliknya bila sering dilarang akan timbul rasa bersalah dan rasa berdosa (gulity). d. Masa anak sekolah (school age/midle childhood). Pada periode ini, umumnya anak dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan dengan baik dan sempurna. Dari hal demikian akan timbul rasa kepercayaan dan kecakapan menyelesaikan suatu tugas. Apabila individu tersebut tidak mampu maka lahir bibit perasaan rendah diri (inferiority) yang akan dibawanya pada tahapan hidup selanjutnya. e. Masa remaja (adolescense). Pada masa ini remaja dituntut mampu menjawab pertanyaan tentang peran diri dan masa depannya di masyarakat. Dengan berbekal kepercayaan pada lingkungannya, kemandirian, inisiatif, percaya pada kecakapan dan kemampuannya, individu yang demikian akan mampu mengintegrasikan seluruh unsur kepribadiannya sehingga mampu menemukan jati dirinya. Sebaliknya bila gagal individu yang demikian mengalami kebingungan dan kekacauan (confusion). 62 f. Masa dewasa muda (young adulthood). Setelah terbentuk jati diri dan identitas diri secara definitif, kini individu tersebut dituntut untuk mampu membina untuk kehidupan bersama. Kalau individu itu mampu memelihara keseimbangan antara aku, kami, dan kita akan tumbuh rasa keakraban (intimacy). Sebaliknya bila tidak mampu akan tumbuh rasa keterasingan (isolation). g. Masa dewasa (adulthood). Pada masa ini apakah orang dewasa mempunyai kesempatan dan kehidupan secara kreatif, produktif, dan bermanfaat dalam membina kehidupan generasi yang akan datang. Apabila individu tersebut mampu hidup kreatif dan produktif akan tumbuh gairah hidup, bila hanya cukup puas dengan keadaan yang ada. h. Masa hari tua (old age/aging). Mereka yang masa dewasanya sukses akan memperoleh penghargaan dari masyarakat dan individu tersebut merupakan bagian dari masyarakat (integerity). Apabila sebaliknya akan dianggap sepi oleh masyarakatnya sehingga timbul rasa kurang berharga (Djaali, 2008: 60-61). Menurut Ericson setiap anak mempunyai karakter atau tingkah laku yang berbeda dalam setiap perkembangan usianya, semakin meningkat usia anak maka semakin meningkat pula karakter yang dimilikinya. Periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun, pada masa ini diharapkan 63 dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak, oleh karena itu lingkungan yang kondusif sangat membantu dalam pembentukan karakter anak. 2. Perkembangan Fisik Anak Ada empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor (fisik) anak yang memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu: Pertama, Pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf (nervous system). Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central nervous system, yakni pusat sistem jaringan syaraf yang ada di otak. Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya membuat inteligensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik pertumbuhan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pun pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya berbeda dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tidak dapat diganti atau tumbuh lagi. Kedua, pertumbuhan otot-otot. Otot adalah jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut (contractile unit). Di antara fungsi-fungsi pokoknya ialah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan. Peningkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan 64 dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan demikian banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa. Perlu di ketahui bahwa dalam pengembangan keterampilan terutama dalam berkarya nyata sepeti membuat mainan sendiri, melukis dan seterusnya, peningkatan dan perluasan (infestifikasi dan ekstensifikasi) pendayagunaan otot-otot anak tadi bergantung pada kualitas pusat sistem syaraf dalam otaknya. Ketiga, perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin (endrocine glands). Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah, seperti getah, seperti kelenjar keringat. Selanjutnya, kelenjar endokrin secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Lawan endokrin adalah eksorin (exorine) yang memiliki pembuluh tersendiri untuk menyalurkan hasil sekresinya (proses pembuatan cairan atau getah) seperti kelenjar ludah. Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan memproduksi bermacam-macam hormon termasuk hormon seks), dan kelenjar pituitan (kelenjar di bagian bawah otak yang memproduksi dan mengatur berbagai hormon pemgembang indung telur dan sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku anak ketika menginjak remaja. 65 Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan itu dapat berupa seringnya melakukan kerjasama dalam belajar atau berolah raga, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis. Dalam hal ini, orang tua dan guru seharusnya bersikap antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku seksual yang tidak dikehendaki demi kelangsungan perkembangan para siswa remaja yang menjadi tanggung jawabnya. Keempat, perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak akan semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills. Kecepatan berlari, kecekatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran,keindahan melukis, dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses penyempurnaan strukrur jasmani siswa. Namun kemungkinan perbedaan hasil belajar psikomotor seorang siswa dengan siswa lainnya selalu ada, karena kapasitas ranah kognitif juga banyak berperan dalam menentukan kualitas dan kuantitas prestasi ranah karsa. Pengaruh perubahan fisik anak juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, kaperna perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self concept) siswa tersebut. Self concept atau konsep diri ialah totalitas sikap dan persepsi seorang 66 terhadap dirinya sendiri. Keseluruhan sikap dan pandangan tersebut dapat dianggap deskripsi kepribadian orang yang bersangkutan (Muhibin Syah, 2003:18-21). Empat periode dalam perkembangan fisik anak yang telah dijelaskan dan perubahan karakter salah satunya disebabkan karena adanya perhatian dari orang tua dengan memberi makanan yang bergizi agar anak bertumbuh dan berkembang dengan cepat dan baik. Perhatian semacam ini hendaknya dilakukan sampai anak mengerti makanan yang sehat untuk dikonsumsi, karena selain untuk membantu dalam perkembangan fisik anak dapat pula mempengaruhi perkembangan kognitif anak untuk berkreasi. 3. Perkembangan Intelek Anak Pieget pernah melakukan penelitian mengenai tahap-tahap perkembangan dikaitkan dengan perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar. Pieget membagi perkembangan kognitif menjadi 4 fase sebagai berikut: a. Tahap sensori - motorik (usia 0-2 tahun) Selama perkembangan dalam periode ini yang berlangsung dari sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, inteligensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence) yang berfaedah bagi anak usia 0-2 tahun untuk 67 belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar mnimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan tersebut. Ketika seorang bayi berinteraksi dengan lingkungannya, ia akan mengasimilasikan skema sensori-motor sedemikian rupa dengan mengerahkan kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai ekulibrium yang memuaskan kebutuhannya. Proses asimilasii dan akomodasi dalam mencapai ekulibrium seperti diatas selalu dilakukan bayi, baik ketika ia memenuhi dorongan lapar dan dahaganya maupun ketika bermain benda-benda mainan yang ada disekitarnya. b. Tahap pra operasional (usia 2-7 tahun) Periode perkembangan kognitif pra-operasional terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 tahun sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence. Artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak tak dilihat atau tak didengar lagi. Jadi pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan 68 pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung pada pengamatannya belaka. Dalam periode perkembangan pra-operasional, disamping diperolehnya kapasitas-kapasitas seperti tersebut diatas. Yang juga sangat penting ialah diperolehnya kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. c. Tahap operasi konkret (usia 7-11 tahun) Dalam periode konkret operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Dalam inteliginsi operasional anak sedang berada tahap konkretoperasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi: 1. Conservation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. 2. Addition of calasses (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan 69 beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah. Seperti mawar dan melati, dan menghubungkannya dengan golongan benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga. Di samping itu, kemampuan ini juga meliputi kecakapan memilahmilah benda-benda yang tergabung dalam sebuah benda yang berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah, misalnya dari bunga menjadi mawar, melati, dan seterusnya. 3. Multiplication of calases (pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar merah, mawar putih, dan seterusnya). Selain itu kemampuan ini juga meliputi kemampuan memahami cara sebaliknya, yakni cara memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri atas merah, putih, dan kuning. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasinya, pieget menyimpulkan bahwa pemahaman terhadap aspek kuantitas materi, pemahaman terhadap penambahan golongan benda, dan terhadap pelipatgandaan golongan benda merupakan ciri khas perkembangan kognitif anak berusia 7-11 tahun. Perolehan pemahaman tersebut diiringi dengan 70 banyak berkurangnya egosentrisme anak. Artinya, anak sudah mulai memiliki kemampuan mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain dengan pandangannya sendiri dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya hanyalah salah satu dari sekian banyak pandangan orang. Jadi, pada dasarnya perkembangan kognitif anak tersebut ditinjau dari sudut karakteristiknya sudah sama dengan kognitif orang dewasa. Namun demikian, masih ada keterbatasan-keterbatasan kapasitas anak dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Anak-anak dalam rentang usia 7-11 tahun baru mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwaperistiwa yang konkret. d. Tahap operasi formal (usia 11 tahun ke atas) Dalam tahap perkembangan formal-operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahu, akan dapat mengatasi keterbatasan pemikiran konkret-operasional. Dalam perkembangan kognitif tahap akhir in seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1. Kapasitas menggunakan hipotesis, dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal 71 pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevandengan lingkungan yang ia respons. 2. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip, dengan menggunakan kapasitas ini remaja tersebut akan mampu mempelajari materimateri pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama (dalam hal ini misalnya ilmu tauhid), ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan lebih mendalam. 3. Dua macam kapasitas kognitif yang sangat beragam terhadap kualitas skema kognitif itu tentu telah dimiliki pula oleh orangorang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal-operasional secara kognitif dianggap telah mulai dewasa (Muhibin Syah, 2008: 69-74). Itulah empat tahap tentang perkembangan anak menurut Pieget, dalam perkembangan intelektual anak ada beberapa faktor yang perlu di perhatikan oleh orang tua antara lain kesehatan gizi dan bimbingan dari orang tua. Makanan yang bergizi dapat mempengaruhi perkembangan intelek anak untuk aktif dan berkreasi. Dalam perkembangan intelek anak guru juga ikut berperan penting karena guru yang akan selalu memperhatikan setiap perkembangan kognitif 72 anak di lingkungan sekolah melalui empat tahap yang sudah dijelaskan. 4. Perkembangan Moral Anak Selain ke-empat tahap perkembangan kognitif anak yang telah dijelaskan, Pieget mengemukakan tentang tahap perkembangan moral pada anak. Menurut Piaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut “tahap realisme moral” atau “moralitas oleh pembatasan.” Tahap kedua disebutnya “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbal balik.” Dalam tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan pada mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap perkembangan moral ini, anak menilai tindakan sebagai “benar”atau “salah” atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya. Mereka sama sekali mengabaikan tujuan tindakan tersebut. Sebagai contoh suatu tindakan dianggap “salah” karena mengakibatkan hukuman dari orang lain atau dari kekuatan alami atau adikodrati. 73 Dalam tahap kedua perkembangan moral, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 dan berlanjut hingga usia 12 dan lebih. Antara usia 5 dan 7 atau 8 tahun, konsep anak tentang keadilan mulai berubah. Gagasan yang kaku dan tidak luwes mengenai benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, secara bertahap dimodifikasi. Akibatnya, anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan sesuatu pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia 5 tahun “berbohong selalu buruk,” tetapi anak yang lebih besar menyadari bahwa berbohong dibenarkan dalam situasi tertentu dan karenanya tidak selalu “buruk”. Tahap kedua perkembangan moral ini bertahapan dengan “tahapan operasi formal” dari Piaget dalam perkembangan kognitif, tatkala anak mampu mempertimbangkan kesemua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dan dapat bernalar atas dasar hipotesis dan dalil. Ini memungkinkan anak untuk melihat masalahnya dari berbagai sudut pandangan dan mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkannya (Elizabeth B. Hurlock, tt: 79-80) Dari penjelasan Piaget tersebut dalam dua tahapan perkembangan moral anak, sebagai orang tua harus selalu mencontohkan sifat dan sikap yang positif terhadap anak karena seperti yang dikatakan oleh Piaget bahwa orang dewasa lebih mempunyai wewenang atas peraturan dan semua aktifitas yang dilakukan akan selalu diikuti oleh anak. Disinilah letak betapa penting konsep pendidikan 74 moral yang harus ditanamkan oleh pendidik, baik dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. 5. Perkembangan Sosial Anak Perkembangan sosial menurut Zakiah Daradjat adalah kecenderungan anak usia 6-9 tahun untuk bergaul dengan teman sebaya sangat besar. mulai usia 7-9 tahun anak-anak condong kepada membentuk kelompok teman sebaya. Mereka bercerita, mendongeng, membuat kesepakatan diantara mereka. Temantemanya itu kadang lebih mendapat perhatian dan prioritas daripada orang tuanya. Pada umur ini, mereka mulai agak menjauh dari orang dewasa, karena mereka ingin berbincang dan bercerita dengan sesama mereka, tanpa diganggu oleh orang dewasa. Mereka tidak ingin terkucil dari teman-temanya. Apa yang dilakukan teman-temanya, ia pun ingin melakukannya. Model pakaian, cara berbicara, gaya berjalan, dan sebagainya ingin ia tiru seperti teman-teman dalam kelompoknya. Jika teman-temannnya pergi mengaji, ia pun mengaji. Anak-anak pada tahap usia 10-12 tahun, telah mampu menghubungkan agama dan masyarakatnya. Misalnya, mereka tahu bahwa masjid adalah milik orang Islam, gereja milik orang Kristen, dan pura milik orang Hindu, bagi anakanak yang hidup di kota besar. Boleh jadi anak-anak yang hidup di pedesaan Islam, yang dikenalnya hanya agama Islam dengan masjid, surau dan langgarnya. 75 Pada umur tersebut, anak-anak sudah mampu menghubungkan agama dengan penganutnya. Mereka sudah tahu bahwa mencela atau melecehkan agama, menyakiti pemeluknya adalah tidak baik. Mereka juga telah memahami pengelompokkan masyarakat berdasarkan agama. Oleh karena itu, kefanatikan dan kecintaan kepada agamanya semakin nyata. Orang tua dapat mengarahkan agar tidak menjurus kepada mencela atau memusuhi orang yang tidak seagama dengan dirinya. Harus pula dijaga jangan sampai terpahami oleh anak-anak bahwa agama itu sama karena jika hal itu terjadi kebanggaan dan kecintaan kepada agamanya (Islam) akan menjadi berkurang (Ahmad Tafsir, 2002: 105106). Dalam perkembangan sosial anak dibutuhkan lingkungan yang positif, karena lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan tingkah laku anak. Oleh karena umur anak yang pada umumnya pada usia itu anak lebih memilih temantemannya daripada orang tuanya, maka lagi-lagi orang tua yang harus lebih memperhatikan setiap perkembangan yang dialami anak terutama dalam pergaulan anak dengan teman-temanya. Dengan demikian orang tua hendaknya menyediakan lingkungan yang positif untuk anaknya, lingkungan yang dapat memberikan dorongan atau motifasi agar anak bisa menerima, mempelajari, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam. 76 6. Perkembangan Keagamaan Anak Berbicara mengenai perkembangan keagamaan anak tidak terlepas dari perkembangan kehidupan kejiwaan manusia seperti perkembangan pikiran, perkembangan pengenalan dan perkembangan tugas kehidupan. Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah baik fisik maupun psikis, walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat latent. Potensi yang dibawa ini hanya memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap. Ajaran Islam mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang religius, yang membawa potensi keagamaan sejak lahir. Menurut hasil penelitian Ernast Hermas dalam bukunya “The Development of Religious on Children” bahwa: perkembangan penghayatan keagamaan pada anak-anak melalui tiga tingkatan yaitu: a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng) Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 - 6 tahun, pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Tingkat perkembangan ini sseakan-akan anak itu menghayati konsep ketuhanan itu kurang masuk akal, sesuai dengan perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agamapun 77 anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongengdongeng yang kurang masuk akal. b. The Realistis Stage (Tingkat Kenyataan) Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas emosional. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikerjakan oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajarinya. c. The Individual Stage (Tingkat Individu) Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi atas tiga golongan, yaitu: 1. Konsep keTuhanan yang convensional dan koservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar. 78 2. Konsep keTuhanan yang lebih murni dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan). 3. Konsep keTuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi ethos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkat dipengaruhi oleh faktor interen yaitu perkembangan usia dan faktor eksteren berupa pengaruh luar yang dialaminya ( Ramayulis, 1990:43). Fitrah beragama merupakan kemampuan dasar yang mengandung kemungkinan untuk berkembang, namun mengenai perkembangannya sangat bergantung pada proses pendidikan melalui faktor lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Perkembangan penghayatan anak pada usia Sekolah dasar 6-12 tahun, pada masa ini kesadaran beragama anak ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Sikap keagamaan anak masih bersifat reseptif, namun sudah disertai dengan pengertian. 2. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman kepada indikatorindikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya (contohnya: dalam menjelaskan tentang Allah sebagai pencipta yang 79 Maha Agung, dapat dimulai dengan mempertanyakan fenomenafenomena alam yang sudah diketahui oleh anak, seperti dimulai dengan siapa yang membuat dirinya berikut bagian-bagian tubuhnya, siapa yang membuat tanah, air, udara, buah-buahan dan alam semesta lainnya?. Melalui tanya jawab dengan mereka, serta pemberian penjelasan bahwa semuanya itu merupakan anugrah atau kenikmatan dari Allah, maka akan berkembang pada diri mereka nilai-nilai keimanan atau keyakinan kepada Allah SWT. 3. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral. Kepercayaan anak kepada Tuhan pada usia ini, bukanlah keyakinan hasil pemikiran, akan tetapi sikap emosi yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan perlindungan. Oleh karena itu dalam mengenalkan Tuhan kepada anak, sebaiknya ditonjolkan sifat-sifat pengasih dan penyayangnya, jangan menonjolkan sifat-sifat Tuhan yang menghukum, mengadzab atau memberikan siksaan di neraka (Syamsu Yusuf, 2002:51). Oleh karena anak masih dalam proses pertumbuhan, maka perlu dibimbing agar jiwa beragama mereka tumbuh dengan baik dan apabila pendidikan itu diberikan secara teratur maka akan memantapkan sikap beragama mereka. 80 B. Teori Tentang Pendidikan Anak Setelah membahas mengenai teori anak usia 7-12 tahun yang pada masa itu orang tua dianjurkan untuk memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi pada anak, maka untuk melengkapi hal itu penulis ingin menambahkan bahasan tentang teori pendidikan yang harus diterapkan pada anak, yang meliputi: 1. Dasar dan Tujuan Dari segi teori pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung diatas landasan nilai-nilai ajaran Islam. Ilmu pendidikan Islam mengandung kesesuaian pandangan dengan teori-teori dalam ilmu pedagogik. Terutama yang menyangkut masalah anak didik, pendidik, alat-alat pendidikan dan metode yang akan digunakan. Secara teori pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsep pendidikan yang mengandung berbagai teori dan dapat dikembangkan yang bersumber dari AlQur’an dan Hadis. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama dalam pendidikan Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia disegala zaman dan tempat. Petunjukpetunjuknya patut menjadi pegangan bagi seluruh umat manusia di mana pun mereka berada dan kapan pun mereka membutuhkannya. Seandainya umat 81 manusia senantiasa berpegang teguh kepadanya niscaya mereka tidak akan sesat selama-lamanya. Hal ini sesuai dengan Hadis Nabi saw, yang berbunyi: (‫ﷲ و ﺳ ﻨ ﺘ ﻲ ) ر و ا ه ا ﻟ ﺤ ﺎ ﻛ ﻢ ﻋ ﻦ أ ﺑ ﻲ ھﺮﯾﺮة‬ ‫ﺗ ﺮ ﻛ ﺖ ﻓﯿﻜﻢ ﺷﯿﺄﯾﻦ ﻟ ﻦ ﺗ ﻀ ﻠ ﻮ ﺑـﻌﺪھﻤﺎ ﻛ ﺘ ﺎ ب‬ “Telah ku tinggalkan dua pusaka selama kalian berpegang teguh pada keduanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahnya: Kitab (AlQur’an) dan Sunnahku” (HR. al-Hakim dari Abu Hurairah). Hadis diatas merupakan aplikasi dari firman Allah SWT di dalam Surat AlBaqarah ayat 185 yang berbunyi:                     (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Erwati Aziz, 2003:1). Kesempurnaan ajaran islam bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi yang sekaligus merupakan pedoman bagi kaum muslimin untuk menentukan suatu nilai benar atau salah dalam menjalani kehidupan. Al-Qur’an menekankan bahwa Rosulullah SAW, berfungsi menjelaskan maksud-maksud firman Allah, Allah berfirman:              82 “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.S.An-Nahl:44) . Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar dalam bukunya Al-Sunah fi Makanatiha wa fi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah mempunyai fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Dengan menunjuk kepada pendapat Al- Syafi’i dalam Al-Risalah, Abdul halim menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan AlQur’an, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak diperselisihkan, yaitu yang pertama sekedar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat didalam AlQur’an, sedangkan yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Qur’an (Quraish Shihab, 2004:122). Dari keterangan Hadis dan ayat tersebut jelaslah bahwa yang menjadi dasar ideal bagi kehidupan yang meliputi berbagai aspek baik tentang keimanan, ekonomi, sosial, ibadah, dan pendidikan pedoman manusia yang beriman adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Didalam menetapkan dasar dan tujuan pendidikan manusia akan selalu berpedoman pada pandangan hidup dan hukum-hukum dasar yang dipegang dalam kehidupannya. Pekerjaan pendidik mengandung makna sebagai proses kegiatan menuju ke arah tujuannya, karena pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan ketidakpastian dalam proses kegiatannya. Oleh karena pekerjaan mendidik yang bersasaran pada hidup psikologis anak didik yang masih berada pada taraf 83 perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses kependidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, materi dan metode-metode yang digunakan sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan. Nur Uhbiyati (1990: 41) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi tiga yaitu: 1. Tujuan umum atau tujuan akhir Tujuan umum dari penddikan Islam ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan kebiasaan, dan pandangan. Tujuan umum pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional negara, tempat dimana pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. 2. Tujuan sementara Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara membentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. 3. Tujuan operasional 84 Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu dalam satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dpersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional, lebih banyak dituntut dari anak didik agar memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan daripada sifat penghayatan dan kepribadiannya (Sama’un Bakry, 2005:38). 2. Pendidik Pendidik atau guru menjadi faktor penting dalam pendidikan, istilah pendidik merujuk pada pembinaan dan pengembangan pengetahuan anak didik. Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam pembentukan kepribadian anak didiknya. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar anak didik dimaksud mencapai tingkat kedewasaannya sehingga ia mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk individu (pribadi) yang mandiri (Suryo Subroto,1990:26). Seorang guru atau pendidik agama Islam yang profesional adalah orang yang menguasai ilmu pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan 85 transfer ilmu atau pengetahuan serta amaliah (implementasi), mampu menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahatan diri dan masyarakatnya, mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri dan konsultan bagi peserta didik, memiliki kepekaan informasi, intelektual dan moral-spiritual serta mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang diridhai oleh Allah swt (Muhaimin, 2005:51). Agar tercapai tujuan pendidikan seorang pendidik harus memiliki kompetensi-kompetensi tersebut dengan demikian dapat mengembangkan anak didiknya dengan baik, baik dari ranah kognitif, afektif maupun psikomotor. Dalam hal ini bukan saja seorang guru yang disebut sebagai pendidik namun orang tua juga disebut pendidik dalam lingkungan keluarga, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya karena orang tua sangat menentukan pendidikan anak-anaknya di rumah. Peran orang tua sangat membantu untuk membentuk kreativitas anak dalam pendidikan. Dengan demikian ada kombinasi antara pendidikan di lingkungan sekolah dan pendidikan di lingkungan keluarga, sehingga terbentuknya kepribadian anak yang mantap pada tahap selanjutnya dan dengan begitu anak akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 86 3. Materi Pendidikan merupakan persoalan yang kompleks, menyangkut semua komponen yang terkandung didalamnya. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah selain mempunyai tujuan keilmuan juga mempunyai tujuan menjadikan manusia sebagai khalifah yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk memperoleh tujuan yang mulia ini ada beberapa tahap yang harus dilalui, diantaranya dengan merencanakan tujuan secara matang dan menentukan materi yang akan diberikan kepada anak didik, karena pendidikan mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku anak, maka dalam merumuskan semua ini benar-benar direncanakan secara matang tanpa melupakan substansi ilmu dan relevansinya dengan zaman yang dihadapi anak. Agus Sujono mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan bahan atau materi pendidikan adalah segala sesuatu yang disajikan pendidikan sebagai perangsang guna perkembangan anak didik dalam usaha mencapai tujuannya menjadi dewasa, mampu berdiri sendiri dan bertanggung jawab menunaikan tugasnya, bahan atau materi itu untuk semua jenis pendidikan yang tercantum dalam kurikulum (Ahmad Tafsir,dkk, 2004:48). Ada beberapa pendapat ulama tentang materi yang harus diberikan kepada anak didik yaitu: 87 1. Menurut Umar bin Khatab, seorang anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dan sajak-sajak yang terbaik. Semua ini diajarkan setelah anak mengetahui prinsipprinsip agama Islam, menghafal Al-Qur’an dan mempelajari alHadis. 2. Ibnu Sina mengemukakan, bahwa pendidikan anak hendaknya dimulai dengan pelajaran Al-Qur’an. Kemudian diajarkan syairsyair pendek yang berisi tentang kesopanan, setelah anak selesai menghafal Al-Qur’an dan mengerti tata bahasa arab disamping di beri petunjuk dan bimbingan agar mereka dapat mengamalkan ilmunya sesuai dengan bakat kesediannya. 3. Abu Thawam berpendapat, setelah anak hafal Al-Qur’an hendaknya anak tersebut diajarkan menulis, berhitung, dan berenang. 4. Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan Al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar, hukum-hukum agama, dan sajak-sajak yang tidak menyebut soal cinta dan pelakupelakunya. 5. M. Jahiz, dalam bukunya “Risalat al-mu’allimin”, mengemukakan bahwa sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukkan dengan ilmu nahwu semata cukup sampai mereka dapat membaca, menulis, dan bicara dengan benar. Anak-anak seharusnya diberikan pelajaran 88 berhitung, mengarang, serta keterampilan membaca buah pikiran dari bacaannya (Armai Arief, 2002:30-31). Pendapat para ulama diatas, dapat dipahami bahwa materi pendidikan Islam yang paling utama adalah Al-Qur’an, mula-mula anak diajarkan membaca, menulis, menghafal, keterampilan, menganalisa dan sekaligus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain materi yang disebutkan oleh para ulama, dalam Al-Qur’an masih banyak ilmu-ilmu yang harus dipelajari seperti yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman Pendidikan yang Luqman ajarkan kepada anaknya menggambarkan penekanan materi pendidikan anak yang meliputi pendidikan akidah, syari’ah dan akhlak. Hal ini dimaksudkan agar ajaran yang terkandung didalam AlQur’an tertanam dalam jiwa anak didik sejak dini. 4. Metode Dalam ilmu pendidikan, metode merupakan bagian perangkat dari proses pembelajaran. Dengan adanya metode diharapkan dapat membantu ada interaksi belajar yang lebih efektif antara siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yaitu berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan 89 yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah” cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”, sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Armai Arief, 2002:40). Dari pengertian tersebut metode merupakan cara yang paling tepat digunakan untuk menyampaikan suatu bahan pelajaran, sehingga tujuan dapat tercapai. Dalam pengajaran agama, pendidik berusaha agar siswa dapat memahami makna pendidikan agama Islam. Oleh karena itu, guru harus mampu memilih dan melaksanakan metode yang tepat dan bervariasi. Dalam penggunaan metode pendidikan Islam, yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang guru dapat menguasai hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi beriman yang senantiasa mengabdi kepada Allah Swt. Disamping itu, para guru harus memahami metode-metode intruksional aktual yang ditunjukkan oleh AlQur’an. Metode yang dipakai Al-Qur’an adalah menggunakan ayat yang indah. Menurut Al-Jamali (1995:105), metode pendidikan dalam Al-Qur’an itu bermacam-macam, diantaranya adalah dengan perbuatan, menyentuh hati 90 dengan perasaan, menggunakan logika, dengan pertanyaan, cerita, nasihat, katakata hikmah, perumpamaan dan lain-lain (Muhamad Nurdin, 2004:105). Menurut Muhammad Quthb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa tehnik metode pendidikan Islam itu ada delapan macam, yaitu: a. Pendidikan Melalui Teladan Pendidikan melalui teladan adalah merupakan salah satu tehnik yang efektif dan sukses. Menurut Muhammad Quthb mengarang buku pendidikan itu mudah begitu juga menyusun suatu metodologi pendidikan yang membutuhkan ketelitian, keberanian, dan pendekatan yang menyeluruh. Agar manusia mampu melakukan hal tersebut dengan baik, maka Allah mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi teladan bagi manusia. Di dalam diri beliau terdapat suatu bentuk sempurna metodologi Islam yang harus di contoh oleh manusia. Begitu pun para orang tua harus mampu mencontohkan sikap yang positif bagi anak-anaknya. b. Pendidikan Melalui Nasihat Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu katakata harus diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Dalam Al-Qur’an penuh berisi 91 dengan nasihat-nasihat dan tuntunan yang salah satunya terdapat dalam surat Luqman. c. Pendidikan melalui Hukuman Apabila tehnik pendidikan melalui teladan dan nasihat tidak mempan, maka letakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman. Namun dalam hal ini hukuman sebenarnya tidak mutlak diperlukan dan disesuaikan dengan sikap anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Abadari, sifat-sifat anak yang berbuat salah itu harus diteliti, dan satu pandangan mata dan kerlingan saja terhadap si anak, mungkin cukup untuk pencegahan dan perbaikan. Sebaliknya mungkin ada anak-anak lain yang memang membutuhkan celaan sebagai hukumannya, di samping mungkin ada pula anak-anak yang harus dipukul dan dihinakan baru ia dapat diperbaiki, seharusnya seorang pendidik tidak boleh mempergunakan tongkat kecuali kalau memang sudah putus ada dari mempergunakan jalan-jalan perbaikan yang sifatnya halus dan lemah lembut. Jika terpaksa harus menjatuhkan hukuman atas anak kecil, dan cukuplah kiranya diberi tiga pukulan ringan, kalau perlu jangan sampai lebih dari sepuluh kali. Dari pendapat ahli didik di atas, hal ini menunjukkan supaya orang tua dalam mendidik anaknya menggunakan segala macam jalan untuk mendidik anak mulai dari kecil sampai mereka terbiasa dengan kebiasaan yang baik di waktu dewasa, sehingga tidak lagi memerlukan hukuman. Oleh karena itu 92 dalam menggunakan tehnik hukuman yang merupakan alat pendidikan, pendidik harus memikirkan dengan baik sebab hukuman belum tentu merupakan alternatifyang sangat tepat untuk diberikan kepada anak. d. Pendidikan Melalui Cerita Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan manusia. Karena bagaimanapun perasaan, cerita itu pada kenyaannya sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Al-Qur’an mempergunakan cerita sebagai alat pendidikan seperti cerita tentang Nabi dan Rasul terdahulu, cerita kaum hidup terdahulu baik yang ingkar kepada Allah ataupun yang beriman kepada-Nya. e. Pendidikan Melalui Kebiasaan Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu tehnik pendidikan, lalu menetapkan sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan tanpa susah payah, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan. Oleh karena itu orang tua hendaknya membimbing anak-anaknya untuk membiasakan sikap yang baik. f. Menyalurkan Kekuatan Di antara banyak tehnik Islam dalam membina manusia dan juga dalam memperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan dalam jiwa, tumbuh dari diri sendiri dan tidak memendamnya 93 kecuali potensi-potensi itu memang tertumpu untuk lepas. Kekuatan yang mampu memikirkan apa yang dibutuhkan dalam membuat perencanaan dan aturan. Yang dinamakan dengan kekuatan akal, kekuatan berbicara, insting, dan jiwa yang tenang dan dikatakan pula sebagai kekuatan yang menjadi dasar untuk memahami hakikat, keinginan untuk memperhatikan akibatakibat setiap perbuatan, dan membedakan antara yang mendatangkan manfaat dan menghasilkan kerusakan. Islam mengisi hati dan tubuh dengan berbagai muatan, yaitu kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu berbentuk selama manusia itu sehat. Seterusnya Islam melepaskan muatan-muatan itu ke dalam upaya pembangunan. g. Mengisi Kekosongan Apabila Islam menyalurkan kekuatan tubuh dan jiwa ketika sudah menumpuk, dan tidak menyimpannya karena penuh resiko, maka Islam sekaligus tidak senang dengan kekosongan. Kekosongan merusak jiwa, seperti halnya kekuatan yang terpendam juga merusak, tanpa adanya suatu keadaan yang baik. Kerusakan utama yang timbul oleh kekosongan adalah hanya orang itu membiasakan pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu. Oleh karena itu, Islam ingin sekali memfugsikan manusia secara baik semenjak ia bangun dari tidur, sehingga orang tersebut tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya, dan kekuatan itu pada jalannya semula. meluruskan 94 h. Pendidikan Melalui Peristiwa-peristiwa Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri, maupun karena sebab-sebab di luar kemauannya. Guru yang baik tidak akan membiarkan peristiwa-peristiwa itu berlalu begitu saja, tanpa di ambil hikmahnya dan menjadi pengalaman yang berharga. Hendaknya ia mampu menggunakannya untuk membina, mengasah dan mendidik jiwa, oleh karena itu pengaruhnya tidak boleh hanya sesaat itu saja. Keistimewaan peristiwa-peristiwa itu dari tehnik pendidikan ini adalah peristiwa- peristiwa itu menimbulkan suatu situasi yang khas di dalam perasaan karena suatu peristiwa secara lengkap sangat membekas pada perasaan, yang mengirimkan satu jawaban dan reaksi keras yang kadang- kadang dapat meluluhkan perasaan. Hal ini tidak terjadi setiap hari dan tidak mudah sampai ke dalam hati, kecuali hati itu tenang, cerah, dan tidak tertekan (Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, 2001: 195-202). Metode sangat dibutuhkan dalam mendidik anak, mengingat setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan oleh karena itu pendidik harus bisa menentukan metode yang tepat dalam menerapkannnya dan disesuaikan juga dengan materinya. Sebagaimana dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 penulis menemukan metode yang efektif untuk mendidik anak-anaknya dalam keluarga. Luqman mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang dan dalam 95 menyampaikan pelajaran baik dalam aspek akidah, syariah maupun ibadah menggunakan metode ceramah atau mau’idhah. 5. Media Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan berbagai alat dan metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang hingga dikenal saat ini adalah media pendidikan. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang paling penting adalah metode mengajar dan media pengajaran, kedua aspek ini saling berkaitan. Media pendidikan adalah semua bentuk peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan informasi, gagasan kepada peserta didik. Media harus diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran, karena ia dimaksudkan untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran. Media pendidikan Islam dengan demikian, dapat memanfaatkan berbagai media yang bersumber dari pengalaman guru, pengalaman murid, pengalaman hidup keseharian yang berlangsung dalam masyarakat, serta media yang bersumber dari gejala alam semesta ciptaan Allah (Suteja, 2009:17). Inti dari pengertian diatas alat atau media pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan dan dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran yaitu sebagai alat 96 bantu mengajar yang turut mempengaruhi kondisi dan lingkungan belajar yang diciptakan oleh guru. Ada beberapa bentuk alat pendidikan yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, misalnya: a. Media tulis atau cetak seperti Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, sejarah dan sebagainya. b. Benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, zat padat, zat cair dan sebagainya. c. Gambar-gambar, lukisan, diagram, peta dan grafik. Alat ini dapat dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam buku-buku teks atau bahan bacaan lain. d. Audio recording (alat untuk didengar) seperti kaset tape, radio dan lainnya yang diwarnai dengan ajaran agama. e. Gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa suara seperti foto, slide, film strip, televisi dan sebagainya (Zakiah Daradjat, dkk., 2000: 81). Uraian diatas sejalan dengan pendapat Yunus (1942: 78) dalam bukunya Attarbiyatyu wa Ta’lim mengungkapkan yang artinya sebagai berikut : “bahwasannya media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan lebih dapat menjamin pemahaman, orang yang mendengarkan saja tidaklah 97 sama tingkat pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya, dibandingkan dengan mereka yang melihat dan mendengarkannya.” Selanjutnya, Ibrahim (1967:432) menjelaskan betapa pentingnya media pengajaran karena: “Media pengajaran membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid-murid dan memperbaharui semangat mereka, membantu memantapkan pengetahuan pada benak para siswa serta menghidupkan pelajaran.” (Abdul Latief, 2006:153). Dengan adanya media pendidikan perhatian anak didik terhadap pelajaran lebih besar dan membantu berkembangnya pengetahuan anak sehingga tujuan kegiatan pembelajaran akan tercapai. C. Urgensi Pendidikan Anak Seperti yang sudah penulis katakan dalam bahasan sebelumnya bahwa manusia itu membutuhkan pendidikan untuk bisa berinteraksi dengan lingkungannya, dengan teori-teori yang sudah dijelaskan di atas manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan potensi yang mereka miliki. Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun bagian-bagian pertimbangannya. Ia 98 juga mempunyai berbagai kebutuhan seperti makan, bermain, berolah raga dan sebagainya. Selain itu anak juga mempunyai kebutuhan rohaniah seperti ilmu pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai kemasyarakatan dan kebutuhan akan kasih sayang. Oleh karena itu, pendidik harus membimbing dan meenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang tersebut. Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua untuk mempersiapkan anak agar mampu hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu orang tua mempunyai kepentingan untuk menanamkan nilai-nilai yang positif kepada anak sebagai generasi penerus. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Nur Uhbiyati,1998: 220). Adanya kerja sama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah hal ini menunjukan bahwa pendidikan sangat penting untuk anak-anak. Di dalam keluarga anak mendapatkan bimbingan dan penanaman sifat terpuji dari orang tuanya selain itu, untuk memenuhi usaha orang tua dalam mempersiapkan anak untuk bisa hidup mandiri dan memilki kepribadian yang baik maka orang tua menyekolahkan anaknya 99 di lembaga pendidikan untuk memperoleh pendidikan yang belum ia peroleh di dalam keluarga. Sekolah dibangun untuk tujuan yang khusus, yaitu mendidik anak-anak dengan pendidikan yang sempurna, diantaranya adalah membentuk akhlak anak-anak, menegapkan jasmaninya dan menajamkan otaknya, serta melatih tangan dan hatinya. Dalam hal ini keluarga dan lingkungan anak-anak haruslah turut bekerjasama dengan sekolah yang mendidik anak-anak itu karena keluarga dan lingkungan anak-anak mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendidikan anak (Mahmud Yunus, 1990:23). Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik adalah sejak lahir sampai meninggal dunia. Manusia lahir memerlukan pendidikan, selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan sepanjang hidupnya. Berangkat dari pendidikan Islam menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat, sehingga manusia dalam rentang kehidupannya memerlukan pendidikan, pembentukan, pengarahan dan pengalaman. Semua itu dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kebutuhan pada perkembangan usianya. Begitupun pada pendidikan anak, masa kanak-kanak sangat baik untuk bisa dibimbing dan diarahkan dalam pembentukan kepribadiannya. 100 101 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN ANAK YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19 Dalam teori pendidikan Islam mengemukakan bahwa cakupan pendidikan Islam itu luas sekali, seperti pendidikan jasmani, pendidikan akal, pendidikan akhlak, pendidikan tauhid, pendidikan sosial, pendidikan kesenian, dan sebagainya. Namun, dalam pembahasan ruang lingkup pendidikan surat Luqman ayat 12-19 ini, penulis hanya akan membaicarakan empat aspek pendidikan yang diisyaratkan Allah di dalam surat itu, yaitu aspek pendidikan tauhid, aspek pendidikan akhlak, aspek pendidikan ibadah dan aspek pendidikan sosial. A. Pendidikan Tauhid 1. Pengertian Pendidikan Tauhid Islam adalah agama tauhid, perkataan tauhid erat hubungannya dengan kata wahid (satu atau esa) dalam bahasa Arab, sebagai istilah yang dipergunakan dalam membahas ketuhanan (segala sesuatu mengenai Tuhan). Tauhid adalah keyakinan akan keesaan Tuhan yang dalam ajaran Islam disebut Allah. Allah itu berjumlah, berdzat, bersifat, dan berbuat esa (unicum). Artinya, jumlah-Nya, Dzat-Nya, sifatNya, dan perbuatan-Nya adalah satu, satu-satunya, tidak ada duanya, lain dari pada yang lain, tidak sama dan tidak ada persamaannya dengan yang ada (Zainudin Ali, 2007:2). 101 Dalam Islam, akidah merupakan ajaran pokok dan merupakan misi yang di emban para Nabi. Baik dan tidaknya seseorang dapat dilihat dari akidahnya sebab amal saleh hanyalah pancaran dari akidah yang sempurna. Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib di sembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimah syahadat, yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad SAW. sebagai utusan-Nya, perbuatan dengan amal saleh. Akidah demikian mengandung arti bahwa pada orang yang beriman, tidak ada rasa dalam hati atau ucapan di mulut dan perbuatan, melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan yang di kemukakan oleh seorang beriman itu, kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah (Rosihon Anwar dkk, 2009: 127). 2. Metode Penanaman Keimanan kepada Anak Upaya penanaman keimanan kepada anak dapat ditempuh dengan berbagai cara dan dalam memilih cara yang baik, hendaknya memilih cara yang memudahkan anak untuk bisa menerima pengajaran yang diberikan serta disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya menganjurkan tentang asas pendidikan keimanan ini agar diberikan anak sejak dini, yakni “ ketahuilah, bahwa apa yang telah kami sebutkan itu mengenai penjelasan akidah (keyakinan) maka sebaiknya 102 didahulukan kepada anak-anak pada awal pertumbuhannya. Supaya dihafalkan dengan baik, kemudian senantiasalah terbuka sedikit demi sedikit sewaktu dia telah dewasa. jadi permulaannya dengan menghafal, lalu memahami kemudian beri’tikad, mempercayai dam membenarkan, dan yang berhasil pada anak-anak tanpa memerlukan bukti” (Zainudin dkk, 1991: 98). Menurut Al-Ghazali bahwa pendidikan tauhid itu sebaiknya didahulukan dari pada pendidikan yang lainnya, hal ini sesuai dengan pendidikan yang diberikan Luqman kepada anaknya yang terkandung dalam ayat 13, sebelum mengajarkan pendidikan moral dan pendidikan ibadah kepada anaknya Luqman mendahulukan pendidikan keimanan yang menurutnya paling urgen. B. Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Akhlak Secara Etimologi dan Terminologi Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian Akhlak adalah budi pekerti, kelakuan (Surayin, 2001: 7) Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang berarti: (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar ‫) ُ ﺧ ﻠُ ٌ ﻖ‬, (b) kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar ‫ ) ُ ﺧ ﻠُ ٌ ﻖ‬adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Maskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq, beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ’Ulum al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang 103 daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.(Muhammad Alim, 2006: 151) Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak tercela sesuai dengan pembinaannya. (Asmaran As, 2002: 1) Dari beberapa definisi akhlak diatas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura atau karena bersandiwara. (Muhammad Alim, 2006: 151-152) Jadi pada hakikatnya definisi akhlak (budi pekerti) adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situlah akan muncul macam-macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuatbuat dan tanpa memerlukan pemikiran. 104 Di dalam kehidupan duniawi manusia di tuntut untuk memiliki akhlak jika berhadapan dengan masyarakat, hal ini dimaksud adalah akhlak pergaulan sesama manusia. Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 juga dijelaskan mengenai akhlak terhadap Allah, orang tua, sesama manusia dan diri sendiri, yang meliputi: a. Akhlak terhadap Allah; dalam surat Luqman ayat 12 dan 13 dijelaskan bahwa Luqman mengajarkan anaknya untuk bersyukur atas segala nikmat yang diberi oleh Allah SWT, maka jangan sekali-kali menyekutukan-Nya. b. Akhlak terhadap orang tua; Luqman dalam nasehatnya kepada anaknya yang terkandung dalam ayat 14 dan 15, Luqman mengajarkan agar anaknya berbakti kepada kedua orang tuanya. c. Akhlak terhadap sesama manusia; dalam ayat 17 Luqman mengajarkan anaknya untuk berbuat baik dan mempererat silaturahmi kepada sesama manusia tujuannya mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. d. Akhlak terhadap diri sendiri; Luqman mengajarkan anaknya agar memiliki kepribadian yang baik, hal ini terkandung dalam ayat 18-19. 2. Bentuk Perbuatan Akhlak Bentuk akhlak manusia di dunia ini di bagi menjadi 2 macam yaitu akhlak baik dan akhlak buruk. Adapun menurut Zahruddin AR & Hasanuddin Sinaga (2004:153-160) dalam buku ”Pengantar Studi akhlak” bahwa bentuk akhlak, yaitu: 105 1). Akhlak tercela (Akhlaqul Madzmumah). Menurut Imam Al-Ghazali Akhlak tercela adalah segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri. Adapun contoh dari akhlak tercela adalah maksiat. Dan arti dari maksiat adalah bahwa maksiat berasal dari bahasa Arab, ma’siyah artinya ”pelanggaran oleh orang yang berakal balig (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syari’at Islam. Pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Maksiat Lahir; maksiat lahir terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: maksiat lisan, maksiat telinga, maksiat mata, dan maksiat tangan. b. Maksiat Batin; maksiat Batin lebih berbahaya daripada maksiat lahir, karena maksiat batin tidak terlihat, dan lebih sukar dihilangkan. Diantara maksiat batin meliputi: Marah (ghadab), dengki (hasad), Sombong (takabur). 2). Akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah) Al-Ghazali berpendapat bahwa akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah) artinya ”menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya”. 106 Selain itu, akhlak terpuji juga dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Taat Lahir; taat lahir adalah melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota lahir. Diantara taat lahir meliputi: Tobat, amar ma’ruf dan nahi munkar, syukur. 2. Taat Batin; taat Batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang dilakukan oleh anggota batin (hati). Diantara taat batin meliputi: Tawakkal, Sabar, dan Qana’ah. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak diantaranya adalah sebagai berikut: a. Insting (Naluri); naluri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir, pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; Insting; perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat semua jenis makhluk hidup (Surayin, 2001: 366) Insting adalah aneka corak sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator penggerak 107 yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain: naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibubapakan, naaluri berjuangan dan naluri ber-Tuhan. b. Adat/Kebiasaan; adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, olahraga dan sebagainya. Dengan demikian, Abu Bakar Zikri berpendapat bahwa: ”Perbuatan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga menjadi mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan”. c. Wirotsah (Keturunan); wirotsah (keturunan) adalah berpindahnya sifatsifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat yang biasa diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam yaitu: 1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot dan urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya; dan 2) Sifat-sifat rohaniah, yakni lemah atau kuatnya ssuatu naluri dapat diturunkan pula oleh oraang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya. d. Milieu; milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi taanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat. Dengan kala lain, milieu adalah segala apa yang melingkupi manusia daalam arti yang seluas-luasnya. Milieu itu adaa 2 macam yaaitu: milieu alam 108 (lingkungan alam), 2) milieu rohani/sosial (lingkungan pergaulan). (Zahruddin AR & Hasanudin Sinaga, 2004: 93-101) 4. Metode Pembentukan Akhlak Terdapat poin penting yang harus penulis kemukakan dalam masalah pembentukan akhlak. Yakni, tidak mungkin akhlak dapat terbentuk dengan sendirinya; haruslah ada upaya untuk membentuknya. Apabila telah terbentuk, maka itu harus segera diikat agar tidak menjadi lepas dan hilang. Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi pembentukannya, sebagaimana juga mempengaruhi penjagaannya agar tidak hancur, seluruhnya dapat dirinci sebagai berikut: a. Motivasi; setiap anak memiliki keinginan untuk menjadi orang yang baik dan bersih. Ini merupakan peluang besar lantaran kecenderungan ini ada pada setiap manusia semenjak dilahirkan. b. Figur Teladan; keinginan anak dapat terealisasi apabila ia melihat figur teladan, yang menarik perhatiannya. Kedua orang tua dan guru harus membangun akhlaknya sendiri untuk memotivasi anak agar mau mengikutinya. Karena semakin anak merasa kagum, maka semakin besar pula keinginannya untuk meneladani. c. Pengulangan; tatkala anak haus akan perilaku bajik, maka ia akan berusaha mengulanginya dan mencari sarana yang dapat mewujudkan keinginan tersebut. Dalam keadaan seperti ini adalah tepat sekali apabila 109 orang tua memerintahkan anaknya untuk melakukan sebagian pekerjaan bajik yang disukainya. (Ali Qaimi, 2003: 185-186). 5. Hikmah Pendidikan Akhlak terhadap Kejiwaan Anak Melalui pendidikan akhlak diharapkan para peserta didik akan memiliki akhlak yang mahmudah (terpuji) dan mampu menjauhkan diri dari akhlak yang madzmumah (buruk). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap warga masyarakat, sebab maju mundurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak tersebut. (Syamsu Yusuf, 2005: 75) C. Pendidikan Ibadah 1. Pengertian Ibadah Secara etimologis, Ibadah berasal dari bahasa Arab, dari fi’il madhi: ‘abadaya’budu-‘ibadatan, yang artinya “mengesakan, melayani dan patuh.” Adapun secara terminologis beberapa ahli pendidikan mengartikannya sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Para ulama tauhid mengartikan ibadah dengan mengesakan Allah dan menta’zhimkan-Nya (mengagungkan-Nya) dengan sepenuh arti serat menundukan dan merendahkan diri kepada-Nya. Selanjutnya ulama akhlak mengartikan ibadah dengan beramal secara badaniyyah dan menyelenggarakan segala syari’at. Menurut 110 ulama tasawuf, ibadah adalah mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya, untuk membesarkan Tuhan-Nya. Menurut ulama fiqh, ibadah adalah mengerjakan sesuatu untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahalaNya di akhirat. Adapun menurut Prof. Dr. Mahmud Syalthut mengartikan ibadah sebagai suatu perbuatan yang dikerjakan kaum Muslimin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan serta mengingat-ingat keagungan-Nya, yang akan menjadi tanda bukti bagi keimanan kepada Allah dan pengawasan diri, serta menghadapkan hati sepenuhnya kepada-Nya (Amin Syukur, 2010: 86-87). 2. Macam-macam Ibadah Secara keseluruhan, ibadah dibagi menjadi dua yaitu: a. Ibadah khusus; adalah semua ketentuan dan aturan pelaksanaannya sudah ditetapkan melalui Al-Qur’an dan Hadits. b. Ibadah umum; adalah segala amal perbuatan yang titik tolaknya adalah ikhlas, titik tujuannya adalah ridha Allah dan garis amalnya adalah amal shaleh. Istilah ibadah dalam pengertian khusus dan dalam pengertian umum, bisa juga disebut ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdhah (ibadah murni dan ibadah tidak murni). Ibadah dalam pengertian yang pertama lebih condong kepada rukun Islam yang lima, sedangkan ibadah dalam pengertian yang kedua lebih condong kepada mu’amalah (Amin Syukur, 2010: 88-89). 111 Hal ini merupakan penjelasan dari Qur’an surat Luqman ayat 17 tentang aspek pendidikan ibadah dalam mendirikan shalat, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dengan demikian pengertian ibadah adalah sangat luas, seluas aspek kehidupan manusia asalkan mengerjakannya didasari dengan iman kepada Allah SWT, murni karena-Nya dan perbuatan itu benar-benar baik serta bermanfaat untuk diri dan masyarakat. Biarpun amal perbuatan yang dilaksanakan itu seakan-akan menyerupai amal perbuatan dunia seperti berdagang, bermasyarakat dan berseni serta berolahraga yang didasari dengan beriman kepada Allah dan ikhlas karena-Nya, untuk memperjuangkan diri, masyarakat, Negara dan agama, maka hal itu adalah termasuk dalam pengertian ibadah. Selanjutnya dalam surat Al-Isra ayat 23 menjelaskan tentang beribadah hanya ditujukan kepada Allah SWT saja, pendidikan ibadah ini adalah pendidikan yang urgen yang didalamnya mencakup penyembahan kepada Allah SWT saja. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 23:  % &  $  # !"   Artinya: “ Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia”. 3. Hikmah Pendidikan Ibadah terhadap kejiwaan Anak Pendidikan Ibadah bagi anak, siswa, atau peserta didik bertujuan agar mereka memiliki pemahaman tentang berbagai aspek yang terkait dengan ibadah, 112 dan kebiasaan dalam mengamalkan ibadah tersebut (baik ibadah mahdhoh maupun ibadah ghoiru mahdhah) Ibadah merupakan buah dari Iman, sebagai perwujudan ketaatan dan sikap bersyukur manusia kepada Allah atas semua kenikmatan yang telah diterimanya. Melalui ibadah (khususnya shalat) manusia dapat berkomunikasi rohaniah secara langsung dengan Allah SWT. Pada saat itulah manusia melakukan ibadah yang dapat mengangkat harkat dan martabat kemanusiannya ke posisi yang mulia disisi Allah. Ibadah juga merupakan “tazkiyatunnafsi” (proses pensucian diri dari dosa dan noda) agar tetap berada dalam kondisi fitrah (Syamsu Yusuf, 2005: 68). D. Pendidikan Sosial 1. Pengertian Pendidikan Sosial Ajaran Islam di bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh ajaran Islam, sebagaimana telah disebutkan, pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Namun, khusus pada bidang sosial ini, Islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa dan kebersamaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, jenis kelamin dan sebagainya yang berbau rasialis. Kualitas dan ketinggian derajat 113 seseorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditentukan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia. (Rosihon Anwar, dkk., 2009: 131-132). Selanjutnya dalam surat Luqman ayat 17 yang menjelaskan bahwa sesama manusia agar saling mengajak kepada kebaikan, berkaitan dengan hai ini maka Allah berfirman dalam surat Al-‘Imran ayat 104:  (  +8  ) 4 ' .  / 6 7 0 * 5  *4 .  *,0 * 2 3 4 1 .  /0 -, (  +, '(  ) * Artinya:“Hendaklah semua kamu menjadi umat yang menjadi kepada kebaikan, memerintahkan pada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar”. Menurut Al-Ghazali terdapat beberapa lingkungan pergaulan di dalam masyarakat: a. Lingkungan keluarga; jauh dekatnya hubungan ini dilihat dari hubungan mahram dan yang paling kuat haknya adalah kedua orang tua (ayah ibu kandung). b. Lingkungan tetangga; dilihat dari jauh dan dekat rumah tempat tinggalnya. c. Lingkungan sahabat; dilihat dari kepentingannya. Misalnya dalam menuntut ilmu pengetahuan, bekerja dan sebagainya. d. Lingkungan persaudaraan Islam; inilah yang paling luas, karena meliputi semua manusia yang beragama Islam dari seluruh penjuru dunia. Lingkungan ini dilihat dari segi ikatan persaudaraan satu agama. (Zainuddin dkk., 1991: 123) 114 2. Hikmah Pendidikan Sosial terhadap Kejiwaan Anak Keluarga mempunyai tugas untuk mengantarkan anak ke dalam kehidpan sosial yang lebih luas. Untuk mencapai kehidupan ini, anak melalui bantuan orang tua harus dapat melatih diri dalam kehidupan sosial. Semua ini hanya dapat dilakukan berdasarkan suatu sistem norma yang dianut yang berlaku dalam masyarakat dimana anak itu hidup. Sosialisasi merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk sosial di sepanjang kehidupannya, dari ketika ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Kewajiban orang tua pada proses sosialisasi di masa kanak-kanak ini adalah untuk membentuk kepribadian anak-anaknya. (Ahmad Tafsir, 2004:125) Manusia sangat membutuhkan pendidikan sosial, baik di lingkungan keluarga, di sekolah maupun dalam masyarakat. Anak-anak harus dibiasakan dari masa kecil, supaya mentaati peraturan, menyayangi saudaranya, bersikap sopan, tolong menolong dan mendahulukan kepentingan bersama dari kepentingan diri sendiri. Pendidikan kemasyarakatan ini hendaknya dimulai dari lingkungan keluarga sampai di sekolah dan masyarakat. 115 116 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa: 1. Isi kandungan dalam Qur'an Surat Luqman ayat 12-19 bahwa: Luqman adalah orang yang saleh yang diberi hikmah oleh Allah SWT berupa ilmu pengetahuan. Baik dalam pengetahuan, pemahaman, benar dalam perkataan dan perbuatan sehingga ia dikenal dengan Lukman al-Hakim orang yang bijaksana. Sikap bijak Luqman dtunjukkan dengan menerapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Luqman memberikan nasehat atau mendidik anaknya yang mencakup materi tentang pendidikan akidah, syari’ah dan pendidikan akhlak. 2. Konsep pendidikan anak dalam keluarga menurut ilmu pendidikan Islam yang diterapkan di dalam surat Luqman ayat 12-19 bahwa Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Didalamnya meliputi: dasar pendidikan agama, dasar pendidikan budi pekerti, dasar pendidikan sosial, dasar pendidikan intelek dan dasar pembentukan kepribadian. 3. Sedangkan Analisis yang terdapat dalam Qur’an surat Luqman ayat 12-19 adalah meliputi materi tentang pendidikan tauhid, materi tentang pendidikan akhlak, materi tentang pendidikan ibadah dan materi tentang pendidikan sosial. 116 DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama Republik Indonesia, 2008, Alhikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya, Diponegoro: Bandung. , 2000, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Karya Utama: Surabaya. Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, 2008, Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat, Sinar Baru Algensindo: Bandung. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, 1992, Tafsir Al-Maraghi, Karya Toha Putera: Semarang. Al-Munawar, Said Agil Husin, 2003, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press: Jakarta Selatan Alim, Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Remaja Rosdakarya: Bandung. An-Nahlawi,Abdurrahman, 1996, Prinsip-Prinsip Dan Metoda Pendidikan Islam, Diponegoro: Jakarta. AR, Zahruddin & Hasanuddin Sinaga, 2004, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo Persada: Jakarta. Arief, Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Press: Jakarta. As, Asmaran., 2002, Pengantar Studi Akhlak, RajaGrafindo Persada: Jakarta. Aziz, Erwati, 2003, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, Tiga Serangkai Mandiri: Solo. Bakry, Sama’un, 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Bani Quraish: Bandung. Daradjat, Zakiah dkk., 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta. Djaali, 2008, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara: Jakarta. Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, 2006, Metodologi Studi Islam, Remaja Rosda Karya: Bandung. Huda, Miftahul, 2008, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, UIN Malang Press: Malang. Hurlock, Elizabeth, tt. Perkembangan Anak Jilid 2, Erlangga: Jakarta. Ibn Katsir, Al-Imam, 2006, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim, Maktabah. Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah: Beirut-Libanon. Ihsan, Hamdani & Fuad Ihsan, 2001, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia: Bandung. Lathief, Abdul, 2006, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Pustaka Bani Quraish: Bandung. Mahalli, Ahmad Mudjab dan Ahmad Rodli Hasbullah. 2004, Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih Bagian Munakahat dan Muamalah, Kencana: Jakarta. Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana : Jakarta. Muhaimin, 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Raja Grafindo Persada: Jakarta. Priatna, Tedi, 2004, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Ikhtiar Mewujudkan Pendidikan Bernilai Ilahiah dan Insaniah, Bani Quraisy: Bandung. Qaimi, Ali, 2003, Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran Pada Anak, Cahaya: Bogor. Quthb, Sayyid, 2004, Tafsir Fizhilalil Qur’an, Gema Insani: Jakarta. Ramayulis, dkk., 2001, Pendidikan Islam Rumah Tangga, Kalam Mulia : Jakarta Ramayulis, 1990, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Kalam Mulia: Jakarta Saleh, Abdurrahman, 2005, Penddikan Agama dan Pembangunan watak Bangsa, Raja Grafindo persada : Jakarta. Subroto, Suryo, 1990, Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan Islam, Gramedia: Jakarta. Surayin, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia, CV. Yrama Widya: Bandung Suteja, 2009, Pendidikan Berbasis Al-Qur’an (Tafsir Ayat Pendidikan), Pangger Press: Cirebon. Syukur, Amin, 2010, Pengantar Studi Islam, Pustaka Rizki Putra: Semarang. Shihab, M.Quraish, 2004, Membumikan Al-Qur’an. Mizan Pustaka: Bandung. , 2002, Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati: Jakarta. Syah, Muhibbin, 2003, Psikologi Belajar, Raja Grafindo Persada: Jakarta. , 2008, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosda Karya: Bandung. Tafsir, Ahmad, 2002, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, Remaja Rosda Karya: Bandung. Tafsir, Ahmad, dkk., 2004, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Mimbar Pustaka: Bandung. Taqiyuddin, 2008, Sejarah Pendidikan Islam Melacak Geneologi Pendidikan Islam Indonesia, Mulia Press: Bandung. Uhbiyati, Nur, 1998, Ilmu Pendidikan Islam, Pusaka Setia: Bandung. Yunus, Mahmud, 1990, Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Hidakarya Agung: Jakarta. Yusuf, Syamsu, 2005, Psikologi Pembelajaran Agama (Perspektif Agama Islam), Pustaka Bani Quraish: Bandung. Zainudin, dkk., 1991, Seluk beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Bumi Aksara: Jakarta. Zayadi, Ahmad dan Abdul Majid, 2005, TADZKIRAH (Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berdasarkan Pendekatan Kontekstual, Raja Grafindo Persada: Jakarta.