Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein Pengukuran Jaring Pemantau Tahun 2013 dan Pemetaan Geologi Di kawasan Sekitar Sesar Opak, Propinsi DIY 1 2 T. Aris Sunantyo1, Subagyo Pramumijoyo2 dan Salahuddin Husein2 Universitas Gajah Mada, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Geodesi, Yogyakarta, 55281, Indonesia Universitas Gajah Mada, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Geologi, Yogyakarta, 55281, Indonesia Email: sunantyo@yahoo.com Abstract The Province of Yogyakarta is an area with high level of seismic activity in Indonesia. One of the active faults in this provice is Opak Fault, which was regarded as responsible for Yogyakarta earthquake of May 27, 2006. It is necessary to establish geodetic network for monitoring around the fault, with more detailed geologic mapping. The research was conducted with several stages since the literature review, discussions with colleagues in the Laboratories of Geodesy and Geodynamic, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada. The first research procedure includes planning for bench-mark (BM) installation, and Global Navigation Satellite System (GNSS) data acquisition, Linux Centos V. 6.5 as Operating System and GAMIT/GLOBK V 10.5 as scientific software for data proccesing. Measurement of monitoring network in this area was carried out on 18 November 2013. The second research percedure was Geological observation and mapping which were conducted for about three weeks in the August 2013. The research has established 10 BMs for monitoring network point using 3D Cartesian coordinates system. Pasive stations were labelled OPK 3, OPK 4, OPK 6, OPK 7, OPK 8, TGD 2, and active stations were labelled GK1_,KPG1,SLM1and BTL1. Distance between network monitoring stations ranges from 6,045.67385 m for the shortest distance OPK 6 to GK1_ and 4,3603.16313 m for longest distance of OPK 6 to KPG1, with precision of base lines varies from 3.94 mm to 10.61 mm, standard deviation of on the X-as (x) , Y-as (y) and Z-axis as (z) are varies. Standard deviations of 3D Cartesian coordinates system for pasive and active stations have similar pattern where y lesser than x dan z. Geological mapping and field observation on the suspected area for the seismogenic fault suggest that the Mangunan-Muntuk region was influenced by similar tectonic forces as in 2006 earthquake. Keywords: Opak fault, geologic mapping, monitoring network, bench mark, Yogyakarta 1. Pendahuluan Studi geodinamika merupakan studi terhadap lapisan permukaan bumi yang senantisa dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai aktifitas pergerakan lempeng litosferik bumi. Pergerakan lempeng tersebut dapat memicu aktifitas gempabumi pada batas lempeng atau patahan besar, yang dapat digolongkan sebagai bahaya geologis. Sehingga pemantauan pergerakan lempeng litosferik dan patahan besar menjadi suatu kebutuhan dalam kajian geodinamika. Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk zona subdduksi lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia [1]. Pergerakan lempeng tersebut menimbulkan terbentuknya unsur-unsur tektonik yang merupakan ciri-ciri sistem subduksi, seperti Zona Benioff, palung laut, sebaran sesar aktif dan gunung api. Salah satu gempabumi yang merusak wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pernah terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 termasuk zona subdduksi lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia [2]. Gempabumi tersebut diperkirakan terjadi oleh pergerakan Patahan Opak di kawasan Kabupaten Bantul. Patahan Opak merupakan sesar yang berada di sekitar Sungai Opak, berarah timur laut- barat daya kurang lebih U235oT, dengan blok timur relatif bergeser ke timur laut dan blok barat ke barat daya Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 dengan lebar dari zona sesar ini diperkirakan sekitar 2,5 km [2]. Gempabumi biasanya akan menyebabkan kerak bumi di sekitar zona patahan terdeformasi, baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Dalam suatu siklus terjadinya gempabumi, proses deformasi dapat dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu: interseismik, praseismik, koseismik, dan pascaseismik [3]. Penelitian ini bermaksud melakukan kajian bidang geodesi berupa pengukuran jaring tahun 2013 dalam sistem koordinat 3 dimensional dengan menggunakan datum global sebagai jaring pemantau sesar Opak dan kajian geologi berupa pemetaan singkapan permukaan di sepanjang zona Patahan Opak. Di bidang geodesi, penelitian ini melakukan pemasangan, pengukuran dan pengolahan data bench-mark (BM) yang membentuk jaring pemantau berbasis teknologi satelit Global Navigation Satellite System (GNSS). Penelitian ini merupakan penelitian kolaborasi antara kompetensi geologi geodinamika dan geodesi geometri. 2. Dasar Teori 2.1. Tinjauan Sesar Opak Dalam geologi, sesar adalah retakan planar atau kurva-planar pada batuan yang telah terjadi pergeseran yang signifikan di sepanjang bidang D - 41 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein diskontinuitas tersebut. Pergeseran sesar umumnya dipicu gaya yang timbul dari interaksi lempeng litosferik bumi. Pergeseran dapat berkisar dari beberapa milimeter sampai ratusan meter. Akibat terjadinya pergeseran itu, sesar dapat mengubah perkembangan topografi (Gambar 1), mengontrol air permukaan dan bawah permukaan, dan mengganggu stratigrafi batuan. Pergeseran sesar juga melepas energi yang menjadi penyebab gempabumi. Sebuah garis patahan adalah jejak permukaan garis perpotongan antara bidang patahan dan permukaan bumi, dan panjangnya dapat mencapai beberapa desimeter hingga ribuan meter. Sebelum gempabumi 2006, peneliti geologi menempatkan Sesar Opak sebagai patahan normal yang menjadi batas fisiografi antara Dataran Rendah Yogyakarta dan Pegunungan Selatan [4] atau ditampilkan sebagai patahan normal tertimbun [5] yang miring ke arah barat, dengan material penimbun adalah endapan fluvio volkanik Kwarter dari rombakan letusan Gunungapi Merapi. Namun data kegempaan untuk gempabumi Yogyakarta 26 Mei 2006 menunjukkan lokasi titik pusat gempa (episentrum) terletak di sebelah timur lokasi Sesar Opak (Gambar 2). Demikian juga dengan kumpulan gempabumi susulan, seluruhnya mengelompok di sebelah timur Sesar Opak menurut [5] lihat Gambar 3. Data ini mengindikasikan kemungkinan Sesar Opak dengan kedudukan bidang yang miring ke arah timur, bukan sebagaimana selama ini diduga miring ke arah barat. Bila dikaji dari data mekanisme fokal, yaitu analisis pergeseran sesar penyebab gempabumi, gempabumi 27 Mei 2006 disebabkan oleh gaya kompresi berarah utara-selatan (Gambar 2), dengan bila dikenakan terhadap geometri Sesar Opak hasil pendugaan data kegempaan, maka Sesar Opak menjadi patahan geser mengiri naik (sinistralreversed fault). Gambar 2. Peta elevasi digital Yogyakarta [6] dengan posisi titik episentrum (bintang kuning) (USGS Preliminary Earthquake Report, 2006), mekanisme fokal : HarvardCMT (2006), NEIC-FMT (2006), dan NIED. Garis tebal hitam menunjukkan lokasi Sesar Opak menurut [5]. Meski demikian, beberapa peneliti kurang sependapat dengan Sesar Opak sebagai patahan penyebab gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006. Mereka menduga keterlibatan patahan lain yang berada di timur Sesar Opak yang menjadi penyebab gempabumi. Van Bemmelen [6] melakukan analisis interferometri (perhitungan deformasi permukaan Bumi dengan menggunakan perbedaan fase dua gelombang radar) dan menentukan keberadaan patahan yang terletak di sebelah timur Sesar Opak dan juga memanjang berarah timurlaut-baratdaya sebelum membelok (bend) ke arah barat di ujung selatannya (Gambar 3). Dengan melakukan analisis interferometri, Kawazoe dkk., [7] menduga adanya dua segmen patahan penyebab gempabumi 27 Mei 2006, dengan segmen utama terletak di sebelah timur dengan memanjang timurlaut-baratdaya dan berkelok (bend), dan segmen yang lebih pendek berada di sebelah baratnya, dengan dengan Sesar Opak. Lebih lanjut, analisis inversi sesar dengan data teleseismik oleh [7] mengindikasikan gempabumi Yogyakarta terdiri dari dua gempabumi yang terjadi bersusulan, dengan gempabumi yang kedua terjadi 20 detik setelah gempabumi utama. Gambar 1. Jenis patahan dan pengaruhnya terhadap topografi. Kawasan sekitar sear Opak yang terdampak gempabumi tahun 2006 disajikan pada Gambar 2 sebagai berikut: Gambar 3. Distribusi gempabumi susulan 2006, menunjukkan kumpulan berjarak 10s/d 20 km dari Sesar Opak [8]. Hasil penelitian [7] berdasarkan analisis gempabumi susulan dan relokasi pusat gempabumi susulan dengan metode double difference, Anggraini Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 D - 42 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein dkk [9] menentukan keberadaan 3 segmen patahan penyebab gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006, dengan segmen utama berada di sebelah timur Sesar Opak dengan jarak sekitar 10 s/d15 km dan memanjang timurlaut-baratdaya di kedalaman 5 s/d 18 km, dilanjutkan dengan segmen kedua di ujung selatan segmen pertama dan memanjang ke arah barat di kedalaman 5 s/d 10 km, dan segmen ketiga berada di ujung segmen kedua dan berarah timurlautbaratdaya yang terletak dekat Sesar Opak dengan kedalaman 3 s/d 6 km (Gambar 3). Bila memang lokasi patahan penyebab gempabumi Yogyakarta 2006 terletak pada daerah yang dimaksud, yakni di sekitar aliran S. Oyo bagian barat, maka bila dibandingkan dengan informasi yang disediakan oleh peta geologi regional skala 1:100000 Lembar Surakarta [10] ternyata patahan tersebut belum tercantum pada peta geologi yang ada. Terdapat dua kemungkinan dari informasi ini, yaitu: (1) patahan seismogenik tersebut belum pernah diobservasi secara visual di lapangan, sehingga belum dikenali, dan/atau (2) patahan seismogenik tersebut tidak merobek permukaan sehingga tidak pernah teramati (blind fault). Setiadji dkk.,[11] menduga bila patahan seismogenik tersebut merupakan patahan tua pada batuan volkanik Tersier yang selama ini tidak teramati dan mengalami reaktifasi pada gempabumi 2006. Penentuan geometri patahan penyebab gempabumi juga dilakukan oleh para peneliti, Elnashai dkk., [12] dengan melihat hubungan antara magnitudo gempa terhadap panjang bidang patahan dan memperkirakan geometri patahan sebagai berikut: jurus 59o, kemiringan 85o, panjang 20 km, lebar 10 km. Abidin dkk [13] dengan menghitung pergeseran koseismik permukaan dengan GPS, menentukan patahan penyebab gempa dengan jurus 48o, dan kemiringan 89o, panjang 18 km, dan lebar 18 km. Peneliti lain [14] dengan melihat sebaran gempabumi susulan memperkirakan geometri patahan penyebab gempabumi sebagai jurus 40o, kemiringan 85o, panjang 28 km, lebar 20 km, kedalaman titik awal patah 10 km. 2.2. Jaring Pemantau Geodinamika Sistem navigasi satelit GNSS (Global Navigation Satellite System) merupakan suatu sistem yang menggunakan satelit untuk penentuan posisi dan kecepatan obyek di permukaan bumi. Orbit satelit GNSS telah mampu menambah jumlah satelit yang bisa diamat di atas permukaan bumi semakin banyak. Satelit GNSS terdiri atas satelit GNSS (dikelola oleh AS), GLONASS (dikelola oleh Rusia), GALILEO (dikelola oleh kelompok negara-negara Eropa), dan COMPASS (dikelola oleh Cina). Sistem penentuan posisi di atas permukaan bumi dapat dilakukan jika pengamat di tasa permukaan bumi mengaktifkan receiver GNSS yang dapat menangkap sinyal satelit (berupa elemen orbit, fase, waktu rambar gelobang GNSS, dan lain lain) di luar atmosfer bumi. Hasil Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 akuisisi data gelombang satelit GNSS tersebut akan dapat dihitung ranging dari setiap satelit ke receiver sehingga akan dapat ditentukan posisi antena pengamat menggunakan prinsip ilmu hitung perataan [15]. Koordinat yang akan ditentukan antara lain sistem koordinat kartesi 3D, geodetik atau di atas bidang proyeksi. Secara umum penentuan posisi dengan teknologi GNSS ini dibagi menjadi dua metode yaitu metode absolut dan metode relatif. 1) Metode absolut, merupakan metode penentuan posisi yang mengoperasikan satu unit receiver GNSS atau beberapa receceiver GNSS yang tidak saling tergantung, ketelitian posisi yang dihasilkan dalam fraksi meter atau lebih. 2) Metode relatif merupakan metode penentuan posisi yang mengoperasikan minimal dua unit receiver GNSS berupa garis basis atau jaring terbuka maupun jaring tertutup. Metode ini dapat dilakukan dengan cara relative static (semua antena yang sedang diaktifkan tidak dipindahkan sampai dengan akuisisi data satelit GNSS selesai) atau relative kinematic (salah satu antena sebagai base station yang tidak dipindah-pindah selama akuisisi data dan antena yang lain dipindah pindah sebagai rover). Pemantauan jaring dengan metode relatif statik dilakukan terhadap beberapa titik yang ditempatkan pada beberapa lokasi yang dipilih dan dipasang antena GNSS, secara periodik yang ditentukan koordinatnya secara 3D dengan teliti (Gambar 4). Gambar 4. Prinsip penentuan posisi jaring pemantau geodinamika terhadap sesar normal dengan menggunakan teknologi GNSS metode relative static selama 2 epoh atau lebih [13]. Secara garis besar pengolahan data untuk penentuan posisi terhadap suatu jaring dengan mengamat satelit GPS adalah [15] : 1) Primary adjustment: merupakan tahap pengolahan baseline. 2) Secondary adjustment: tahap pengolahan data baseline yang telah diperoleh terhadap hitung perataan. Perataan jaring dengan menggunakan titik ikat digunakan untuk mengecek konsistensi antara sesama data ukuran. Teknik perhitungan yang digunakan menggunakan ekspansi deret Taylor, dalam sebuah fungsi matematik non-linier [16], [17]. Perataan jaring bebas ditujukan untuk mendeteksi adanya D - 43 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein kesalahan yang bersifat blunder atau sistematik yang masih ada pada data komponen vektor baseline dan mengevaluasi kesesuaian bobot untuk masing-masing data melalui analisis faktor variansi aposteriori. Konsep perataan yang digunakan di dalam perataan jaring adalah perangkat lunak ilmiah dan komersial. Perangkat lunak ilmiah untuk pengolahan data pengamatan satelit GNSS (antara lain GAMIT dengan operating sistemnya dengan LINUX) menggunakan data pseudorange dan carrier phase dengan prinsip diferensiasi yang digunakan berupa double difference [18]. Hal ini berbeda dengan survey GNSS yang umumnya menggunakan data fase triple difference. 2.3 Pemetaan geologi dan pengamatan struktur Pengamatan geologi retakan permukaan di sepanjang segmen patahan seismogenik penyebab gempabumi Chi-Chi, Taiwan (1999) juga menunjukkan keteraturan pola deformasi yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi patahan naik tertimbun [19]. Sifat deformasi kompresif gempabumi berskala MW 7,5 tersebut tampak dari zona retakan permukaan yang bersifat geser dekstral dan geser naik yang terakumulasi sepanjang 12 km. Deformasi permukaan yang terjadi ketika gempabumi dan menandakan keberadaan patahan seismogenik tertimbun dibawahnya dikelompokkan oleh [20] sebagai berikut: (1) rambatan bidang patahan utama, (2) retakan distorsi menyudut di permukaan, (3) retakan kompresif, dan (4) retakan tensil. Gambar 5. Pembentukan retakan sekunder (tipe R, R', T, dan P) di permukaan akibat pergerakan patahan geser mengiri (sesar sinistral) tertimbun [21]. Lebih lanjut, percobaan laboratorium dan pengamatan lapangan menunjukkan patahan tertimbun memiliki pola retakan permukaan yang khas [22]; [23] dan [24] sehingga pemetaan retakan permukaan dan analisisnya secara kumulatif menunjukkan jenis pergeseran patahan penyebabnya (Gambar 5). 3. Metode Penelitian Penelitian tentang pengukuran jaring pemantau tahun 2013 dan pemetaan geologi di kawasan sekitar sesar Opak, propinsi DIY dilakukan dengan beberapa Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 tahapan meliputi studi pustaka, diskusi dengan rekan sejawat di Laboratorium Geodesi dan Geodinamika FT-UGM untuk desain jaring pemantau, perencanaan, pemasangan BM, akuisisi data GNSS, pengukuran dan down load data GNSS tahun 2013 hingga pemetaan geologinya. 3.1. Bahan atau materi penelitian Bahan utama bidang geodesi meliputi : a). data hasil pengukuran satelit GNSS ke 6 buah jaring pemantau sesar Opak sebagai stasiun pasif (OPK3,OPK4,OPK6,OPK7,OPK8 dan TGD2) dan 3 buah data stasiun aktif berupa Continously Operating Reference Stations (CORS) yang dikelola oleh BPN RI prop.DIY dengan metode relatif statik; b).data precise ephemeris; c).data H-File global; d).file atmosfer; file pasang-surut; e).file pemodelan cuaca; file 7 buah stasiun IGS (DGAR, CUSV, PIMO, GUAM, COCO, KARR, TOW2 ). Bahan pendukung penelitian meliputi: a). Peta Geologi lembar Yogyakarta skala 1 : 50.000; b).tugu (bench mark); c).google map untuk desain jaring pemantau sesar Opak. Bahan penelitian bidang geologi meliputi a).Digital Elevation Model (DEM), b).peta topografi lembar Yogyakarta skala 1: 25.000 dan c).peta geologi regional skala 1 : 100.000. 3.2. Alat penelitian Alat penelitian bidang geodesi adalah sebagai berikut: 1). Perangkat keras meliputi: a).receiver Topcon Hiper 2, Topcon GR 3, Topcon Javad triumph 1, Trimble NETR 9 dan Leica Viva. b).notebook HP dengan spesifikasi processor Intel Core i5 2.53 GHz, 210 GB HDD, 2 GB RAM;c).Printer Epson L200 sebagai alat pencetak hasil; d).flashdisk; dan e). alat tulis. 2). Perangkat lunak meliputi : a).Sistem operasi Windows Seven Ultimate; b).sistem operasi Linux Centos versi 6.5 dan c).GAMIT/GLOBK versi 10.50 yang bisa diunduh dari situs ftp://chadler.mit.edu dan diinstal sebagai syarat untuk pengolahan data hasil rekaman satelit GPS atau GNSS [25]. Alat penelitian bidang geologi meliputi perangkat pemetaan geologi, perangkat pengamatan laboratorium paleontologi dan petrografi dan peragkat keras komputer dengan perangkat lunak analisis struktur geologi dan pengolahan grafis. 3.3. Prosedur penelitian 1.persiapanan Persiapan meliputi a). peninjauan ke kawasan sesar Opak, b).perijinan survei, c). penyediaan alatalat survei di lapangan dan di laboratorium (perangkat keras dan lunak), d). penyediaan alat transportasi untuk akuisisi data di lapangan, e). penyediaan operator untuk akuisisi data di lapangan, f). penyediaan formulir untuk akuisisi data di lapangan D - 44 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein dan g). pembuatan desain jaring pemantau menggunakan bantun Google map khususnya sebagai rencana desain stasiun pasif dengan label OPK3, OPK 4, OPK 6, OPK7, OPK8, dan TGD2 yang diidentifikasi di lapangan sesuai dengan kriteria bidang geodesi dan bidang geologi. Penanda di lapangan untuk bidang geodesi menggunakan bench mark (BM) berupa tugu beton atau pemasangan paku beton di batuan yang cukup stabil, mudah diidentifikasi, aman dan osbtraksi untuk penerimaan gelombang satelit GNSS  150). Selain itu jaring pemantau sesar Opak juga menggunakan data pengamatan stasiun aktif yang dikelola oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) di propinsi daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 2. Akuisisi data Akuisisi di lapangan meliputi: bidang geodesi dan bidang geologi. Bidang geodesi meliputi perekaman data satelit GNSS dengan metode relatif statik terhadap jaring pemantau (stasiun pasif dan aktif) sesar opak bidang geologi meliputi perolehan data di lapangan berupa verifikasi peta tentatif untuk memperoleh gambaran sebaran litologi dan struktur geologi serta untuk perolehan kimematika retakan-retakan permukaan (untuk pemetaan geologi struktur detail). 3.Pengolahan data dan analisisnya Pengolahan data dan analisisnya meliputi bidang geodesi dan geologi. Untuk bidang geodesi berupa pengolahan data satelit GNSS yang menggunakan perangkat ilmiah GAMIT/GLOBK V 10.5. Siftware ini harus di running dengan menggunakan sistem operasi (open source) LINUX Centos V. 6.5. Luaran hasil pemrosesan jaring pemantau sesar Opak adalah a).koordinat kartesi 3D, b).simpangan baku koordinat kartesi 3 D, c).panjang baseline dan d).ketelitian baseline. Sedangkan pada bidang geologi merupakan proses pembuatan peta geologi di kawasan sesar Opak. Hasil hitungan koordinat kartesi 3D selanjutnya dilakukan transformasi kedalam sistem koordinat geodetik dengan datum WGS’84. Pengeplotan jaring pemantau di kawasan sesar Opak dengan distribusi sebaran gempabumi susulan 2006. 3.2. Pemetaan geologi dan pengamatan struktur Pemetaan geologi adalah proses pengamatan obyek geologi (mineral, batuan, struktur geologi, geomorfologi, proses geologi) di lapangan dan merekamnya dalam suatu peta [26]. Untuk mengumpulkan data lapangan secara efektif, pemeta merekam data geologi di sepanjang lintasan (traversing) dan kemudian melakukan interpolasi antar lintasan yang menghubungkan jenis litologi dan struktur geologi yang sama untuk membuat peta geologi, dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 dasar geologi. Peta geologi yang dihasilkan dengan skala 1:25.000. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Jaring pemantau Sesar Opak Setelah semua data pengamatan satelit GNSS jaring pemantau sesar Opak dilakukan, selanjutnya data tersebut di down laod dari receiver atau server kemudian diolah menggunakan perangkat ilmiah yang diterangkan sebelumnya maka akan dapat ditampilkan bentuk jaring (Gambar 6) yang akan menghasilkan base line dan koordinat setiap BM terhadap jaring pemantau sesar Opak pada tahun 2013 Gambar 6. Jaring pemantau sesar Opak tahun pengukuran 2013 a.Sistem koordinat kartesi 3D dan ketelitiannya Hasil hitungan koordinat jaring pemantau sesar Opak berupa koordinat kartesi 3 dimensi dan ketelitiannya yang disajika pada tabel 3 untuk tahun 2013. Dari penyajian tabel 2 bahwa simpangan baku terhadap sumbu X,Y dan Z bervariasi. Simpangan baku X (x) untuk jaring pemantaun yang dipasang berupa tugu (BM) bervariasi dari 10,61 s/d 12,20 mm. Sedang untuk simpangan baku Y (y) bervarisasi dari 22,23 s/d 58,71 mm dan simpangan baku Z (z) bervarisasi dari 6,42 s/d 14,32 mm. Untuk jaring pemantau CORS simpangan bakunya juga bervariasi terhadap sumbu X,Y dan Z untuk x bervariasi dari 6,78 s/d 8,62 mm; y bervariasi dari 11,21 s/d 15,91 mm dan z bervariasi dari 3,94 s/d 5,00 mm. Dari fenomena simpangan baku untuk stasiun pasif dan aktif mempunyai pola bahwa y lebih besar dari pada x dan z. Hal tersebut dimungkinkan karena kualitas data pengamatan gelobang satelit GNSS untuk setiap stasiun aktif dan pasif tidak sama lama perekaman datanya. Untuk stasiun pasif lama pengamatan berkisar antara 9 s/d 10 jam, sedangkan staiun aktif berkisar 24 jam. Secara teoritis akuisisi data gelombang satelit GNSS dengan metode relatif statik dengan lama pengamatan sekitar 7 jam akan meminimalisisr kesalahan sistematik akibat alat pencatan waktu di satelit dan receiver, kesalahan orbit satelit GNSS serta kesalahan penjalaran gelombang di media atmosfir. D - 45 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein Tabel 2. Jaring pemantau sesar Opak tahun 2013 menggunakan sistem koordinat kartesi 3 dimensi dan ketelitiannya. Nama Stasiun OPK 3 OPK 4 OPK 6 OPK 7 TGD 2 OPK 8 BTL1 KPG1 GK1_ SLM1 Koordinat kartesi 3D (m) X -2.217.784,30695 Y 5.916.243,20972 Z -870.038,24373 X -2.211.299,01995 Y 5.918.156,59488 Z 873.771,65744 X -2.217.103,02957 Y 5.915.419,13320 Z -877.635,33678 X -2.207.432,95421 Y 5.917.912,44840 Z -885.836,02161 X -2.207.877,28192 Y 5.920.387,93937 Z -868.879,30878 X -2.202.552,77781 Y 5.920.939,65354 Z -877.457,39923 X -2.196.786,02746 Y 5.923.948,17972 Z -870.342,70649 X -2.178.577,47977 Y 5.931.439,45459 Z -864.971,72155 X -2.222.765,62743 Y 5.913.301,31479 Z -877.637,02953 X -2.197.945,09800 Y 5.926.724,72106 Z -849.713,34271 Ketelitian (σ) dalam mm 11,73 26,31 7,14 24,83 58,71 14,32 12,20 25,16 7,00 10,61 22,23 6,42 12,51 26,91 7,77 11,38 23,86 7,06 8,62 15,91 5,00 7,18 12,86 4,31 6,78 11,21 3,94 6,79 11,59 4,02 b. Base line dan ketelitiannya Sebagai hasil hitung perataan tahap pertama (primary adjustment) adalah base line yang dibentuk oleh jaring pemantau sesar Opak. Hasil hitungan base line yang berbetuk jaring dari OPK 3, OPK4, OPK 6, OPK 7, OPK 8, TGD 2, BTL1, KPG1, GK1_ dan SLM1 berupa jarak dalam ruang (3D) dan ketelitian base linenya disajikan pada tabel sebagai berikut. Untuk menyetakan ketelitian nilai panjang base line dan ketelitiannya disajikan pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Hitungan base line dan ketelitiannya No Baseline (BL) Panjang (m) BL (mm) Dari Ke 1 OPK3 OPK4 2 OPK3 OPK6 7.671,96609 6,81 3 OPK3 OPK7 18.960,66051 6,65 4 OPK3 OPK8 17.581,23809 7,64 5 OPK3 TGD2 10.801,43783 8,38 6 OPK3 BTL1 22.369,33173 8,25 7 OPK3 KPG1 42.352,93145 7,52 8 OPK3 GK1_ 9.550,38455 6,34 7.723,88298 Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 9,81 9 OPK3 SLM1 30.274,70716 6,77 10 OPK4 11 OPK4 OPK6 7.490,54352 10,54 OPK7 12.671,02816 12 9,34 OPK4 OPK8 9.890,74616 9,71 13 OPK4 TGD2 6.373,55982 10,28 14 OPK4 BTL1 15.997,72204 10,61 15 OPK4 KPG1 36.394,67577 10 16 17 OPK4 OPK4 GK1_ SLM1 13.038,32556 28.819,1347 9,63 9,61 18 OPK6 OPK7 12.922,00486 7,03 19 OPK6 OPK8 15.563,3426 7,67 20 OPK6 TGD2 13.655,45608 7,39 21 OPK6 BTL1 23.210,07681 7,78 22 OPK6 KPG1 43.603,16313 6,94 23 OPK6 GK1_ 6.045,67385 6,53 24 OPK6 SLM1 35.699,86571 5,8 25 OPK7 OPK8 10.157,82485 6,74 26 OPK7 TGD2 17.142,21668 6,56 27 OPK7 BTL1 19.744,1109 6,77 28 29 OPK7 OPK7 KPG1 GK1_ 38.091,17113 17.988,24317 6,49 5,94 30 OPK7 SLM1 38.373,47385 5,09 31 OPK8 TGD2 10.111,29904 6,93 32 OPK8 BTL1 9.639,78694 7,16 33 34 OPK8 OPK8 KPG1 GK1_ 28.999,18766 21.608,69676 6,8 6,45 35 OPK8 SLM1 28.712,89591 5,39 36 TGD2 BTL1 11.740,22017 7,97 37 TGD2 KPG1 31.557,62399 7,2 38 TGD2 GK1_ 18670,31743 6,51 39 40 TGD2 BTL1 SLM1 KPG1 22497,49619 20408,76986 6,06 5,91 41 BTL1 GK1_ 29008,66243 5,72 42 BTL1 SLM1 20847,62039 3,94 43 KPG1 GK1_ 49416,5411 4,64 44 KPG1 SLM1 25102,81802 4,07 45 GK1_ SLM1 39698,5995 3,78 Dari penyajian tabel 2 bahwa jarak antar stasiun jaring pemantau sesar Opak bervariasi dengan jarak terpendek 6373,55982 m dari OPK 3 ke OPK 6 dan jarak yang terpanjang 43603,16313 m dari OPK 3 ke KPG1. Adapun ketelitan base linenya juga bervariasi dari yang terkecil 3,78 mm (GK1 ke SLM1) hingga 10,61 mm (OPK4 ke BTL1). 4.2. Penelitian geologi Sesar Opak Pengamatan dan pemetaan geologi permukaan difokuskan di dua lokasi, yaitu di daerah SegoroyosoMangunan dan di sepanjang lembah aliran S. Oyo bagian barat (Gambar 7). D - 46 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein a. Pemetaan geologi Pemetaan geologi permukaan di sekitar zona Sesar Opak dilakukan di daerah SegoroyosoMangunan, Bantul (Gambar 8). Secara fisiografi, daerah pemetaan meliputi igir Pegunungan PiyunganParangtritis yang memanjang timurlaut-baratdaya. Igir tersebut di daerah penelitian ditempati TerongMuntuk-Mangunan-Selopamioro, tersusun atas satuan litologi breksi andesit Formasi Nglanggran yang menumpang diatas satuan batupasir tufan Formasi Semilir dan tersingkap di lereng barat igir tersebut. Di sisi timur, satuan batuan napal dan batugamping menutupi igir Mangunan-Muntuk. Secara umum, seluruh batuan termiringkan ke arah tenggara, sehingga igir tersebut dapat dikatakan sebagai pegunungan cuesta. Lereng barat igir merupakan lereng yang curam dan menyingkapkan batuan tua dengan kelerengan besar (15o s/d 30o), sehingga dapat disebut sebagai lereng depan (fore-slope), sedangkan lereng timur tertutup oleh batuan yang lebih muda dengan kelerengan landai (<15o) dan disebut sebagai lereng belakang (back-slope). Gambar 7. Distribusi sebaran gempabumi susulan 2006 (diadopsi dari [10], dengan episentrum gempabumi susulan ditunjukkan oleh lingkaran merah. Keterangan gambar : segitiga kuning adalah lokasi seismometer, bola mekanisme fokal mewakili analisis NEIC dan GCMT. Sebaran jaring pemantau ditunjukkan oleh segitiga putih dan jaring pemantauan antar BM oleh garis putih. Segi-empat garis kuning tebal adalah lokasi pemetaan geologi di daerah Segoroyoso-Mangunan, sedangkan segi-empat garis kuning putus-putus adalah lokasi pengumpulan data struktur geologi retakan di sepanjang lembah aliran S. Oyo bagian barat. Untuk melihat jaring pemantaun di kawasan sesar Opak (stasiun pasif dan aktif) maka hasil hitungan koordinatnya dapat ditampilkan di kawasan sesar Opak seperti yang disajikan pada Gambar 8. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa lereng depan (fore-slope) igir Mangunan-Muntuk dipotong oleh sesar naik berarah timurlaut-baratdaya, dinamakan Sesar Segoroyoso, dengan blok tenggara sebagai bagian yang naik. Sesar naik tersebut dijumpai pada satuan litologi batupasir tufan, dan dianggap sebagai struktur geologi utama yang menyebabkan pengangkatan igir Mangunan-Muntuk Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 dan membuat kemiringan lapisan batuan bertambah besar di bagian lereng depan tersebut. Selain itu beberapa patahan geser memotong satuan batupasir tufan dengan arah bervariasi dari barat laut-tenggara hingga utara-selatan, sebagian besar merupakan sesar geser mengiri (sinistral) yang masih berasosiasi dengan dorongan tektonik dari arah tenggara yang mengangkat igir Mangunan-Muntuk. Jika mempertimbangkan arah gaya tektonik kompresif yang bekerja di daerah pemetaan, diduga arah gaya serupa bekerja pada patahan seismogenik 2006, sebagaimana menurut hasil analisis mekanisme fokal (Gambar 2). Sehingga diduga ada keterkaitan antara proses tektonik yang membentuk igir Mangunan-Muntuk dengan patahan penyebab gempabumi 2006 tersebut. Hal ini juga tercermin dari sebaran gempabumi susulan, yang oleh [10] disebut sebagian episentrum gempabumi susulan tersebar di sekitar patahan naik Segoroyoso (Gambar 7 dan 8). Gambar 8. Peta geologi daerah Segoroyoso-Mangunan, tersusun atas batuan-batuan berumur Miosen, kecuali endapan pasir lempungan (berwarna abu-abu) yang berumur Kwarter. b. Pengukuran struktur retakan Pengukuran retakan permukaan dilakukan di sepanjang aliran S. Oyo bagian barat, pada 64 lokasi pengamatan (Gambar 9). Data pengukuran dilampirkan pada bagian belakang laporan ini. Di setiap lokasi, data yang diambil meliputi: (1) koordinat lokasi, (2) morfologi singkapan, (3) litologi tersingkap dan deskripsinya, (4) kedudukan perlapisan, (5) data struktur geologi - jenis dan kedudukannya, dan (6) foto-foto yang mendukung. Hampir sebagian besar struktur geologi yang dijumpai adalah kekar/retakan. Untuk struktur kekar, identifikasi terhadap jenis kekar dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kekar gerus dan kekar ekstensi (Gambar 10). Kekar ekstensi merupakan jenis kekar yang paling banyak berkembang di daerah penelitian. Struktur lain yang dijumpai, meskipun hanya di satu atau beberapa lokasi, adalah struktur patahan normal dan lipatan monoklin (Gambar 11). D - 47 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein (a) Gambar 9. Pemisahan distribusi data kekar menjadi 3 ruang/kompartemen (garis hitam putus-putus adalah sekat), dengan bagian 1 terletak di timurlaut, bagian 2 di tengah, dan bagian 3 di baratlaut. Diagram mawar di setiap ruang dicantumkan. (b) Gambar 11. (kiri) Struktur lipatan monoklin, diduga akibat adanya struktur sesar naik, yang berkembang pada litologi batugamping berlapis dengan sisipan tuf. (kanan) Struktur patahan turun (normal fault) dengan bidang relatif vertikal, berkembang pada litologi napal tufan. Analisis data lapangan dengan distribusi yang relatif teratur sebagaimana tampak pada Gambar 7 di atas dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1. Penyekatan distribusi data menjadi 3 (tiga) ruang/kompartemen, dengan asumsi zona retakan utama akan mengikuti arah patahan utama, yaitu berarah N40oE [13], sehingga kelompok 1 menempati bagian timurlaut (NE) di sekitar Desa Bunder, kelompok 2 menempati bagian tengah berarah timurlaut-baratdaya (NE-SW) dari Desa Gading hingga Desa Banyusoco, dan kelompok 3 menempati bagian baratlaut (SW) di Desa Girisuko (Gambar 9). 2. Menggabungkan hasil pengukuran kekar di setiap ruang/kompartemen dan melakukan analisis statistika serta menampilkannya dalam diagram mawar (Gambar 12). 3. Menginterpretasikan arah-arah kekar di setiap ruang dalam konteks sistem retakan Riedel yang berkembang pada zona pergeseran patahan simple shear (Gambar 5). 4. Menarik sintesis tentang distribusi kekar di permukaan dan hubungannya dengan patahan seismogenik yang diduga berada di daerah tersebut. Gambar 10. Struktur kekar yang banyak dijumpai di lapangan, berupa kekar ekstensi (kanan) dan kekar gerus (kiri). Sebagai inset adalah hasil pengolahan data kekar secara statistika dan ditampilkan dalam diagram mawar (rose diagram). Litologi yang terkena deformasi adalah perselingan batupasir dan batulanau (kiri) dan napal tufan (kanan). Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 Gambar 12. Interpretasi jenis kekar dikaitkan dengan deformasi simple shear pada suatu zona sesar geser. Identifikasi jenis kekar R, R', T, P, dan D mengacu pada Gambar 6. (a) untuk bagian 3 (baratdaya), (b) untuk bagian 2 (tengah), dan (c) untuk bagian 3 (timurlaut). Panah besar menunjukkan arah pergerakan relatif patahan, mengacu pada hasil analisis mekanisme fokal. Panah kecil merupakan arah gaya tekan/kompresi yang bekerja sebagai akibat dari pergerakan patahan. Setiap ruang/kompartemen memiliki ciri khas perkembangan jenis retakan terkait deformasi simple shear (Gambar12). Pola paling sederhana dimiliki oleh ruang 1 (bagian timur laut) dengan retakan paling dominan adalah jenis T (kompresi) yang terbentuk akibat gaya regangan yang berorientasi tegak lurus terhadap gaya kompresi. Retakan jenis R (Riedel sintetik) dan R' (Riedel antitetik) tidak berkembang dominan. Retakan D (searah dengan patahan) juga tidak berkembang baik. Ruang 2 (bagian tengah) memiliki pola perkembangan retakan simple shear lebih lanjut (onward development) dari yang dimiliki ruang 1 (Gambar 14). Retakan T yang berkembang baik di ruang 1, menjadi kurang dominan di ruang 2 ini. Di sisi lain, retakan R dan R’ berkembang semakin dominan. Demikian pula dengan retakan D, menjadi semakin berkembang. Di ruang 2 ini muncul satu pola retakan baru yang tidak dijumpai pada segmen kompartemen lain, yaitu retakan P, yang merupakan retakan sintetik kompresif dengan orientasi menyudut lebar terhadap zona patahan. Pola retakan dalam ruang kompertemen 3 (bagian baratdaya) merupakan perkembangan ke arah yang lebih sederhana (backward development) dari pola retakan yang terdapat di kompartemen 2, meskipun tidak pula sesederhana pola retakan yang ada di kompartemen 1 (Gambar 12). Di ruang 3 ini, retakan T belum sebanyak seperti yang ada di ruang 1. D - 48 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein Di sisi lain, retakan R dan R’ menjadi berkurang dominasinya bila dibandingkan dengan ruang 2, namun tetap lebih banyak terobservasi bila dibandingkan dengan ruang 1. Retakan D masih tetap teramati dan cukup dominan, sebagaimana pada ruang 2. Sedangkan retakan P tidak dijumpai sama sekali. Informasi pola retakan permukaan sebagaimana dipaparkan di atas mengindikasikan adanya kontrol struktur geologi yang lebih besar yang bekerja dalam mekanisme deformasi simple shear di sepanjang aliran S. Oyo bagian barat ini. Mengamati perkembangan pola dan kompleksitas retakan yang ada, kompartemen 2 (bagian tengah) dapat dianggap bagian yang paling terpengaruh oleh struktur simple shear, untuk kemudian menjadi sederhana ke arah timurlaut (kompartemen1) dan baratdaya (kompartemen 3), meskipun kompartemen 3 memiliki tingkat kompleksitas lebih tinggi daripada kompartemen 1. Bila melihat diagram perkembangan struktur retakan simple shear dalam berbagai percobaan laboratorium yang disarikan dalam Gambar 6, dan dibandingkan dengan data sebaran gempabumi 2006 di kawasan tersebut yang diringkas dalam Gambar 4 dan 8, diduga bila kompartemen 2 merupakan zona yang dilalui oleh patahan seismogenik, kompartemen 1 merupakan zona ujung timurlaut dari sistem patahan tersebut, dan kompartemen 3 merupakan zona ujung baratdaya dari sistem patahan yang juga masuk ke sistem patahan lain yang ada di daerah tersebut. Kompartemen 1 sebagai bagian ujung timurlaut yang tidak masuk ke sistem patahan lain diindikasikan oleh kehadiran patahan turun (Gambar 11b). Kompartemen 3 yang merupakan transisi ke sistem patahan lain diindikasikan oleh keberadaan patahan naik dan lipatan monoklin (Gambar 11a). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa patahan seismogenik gempabumi 2006 kemungkinan besar memang berada di daerah aliran S. Oyo sebagaimana yang ditunjukkan oleh data pengukuran gempabumi susulan [2]. Segmen utama patahan tersebut memang berarah timurlaut-baratdaya, ditandai oleh kehadiran pola retakan permukaan yang paling lengkap (Gambar 12). Patahan seismogenik tersebut tampaknya tidak merobek permukaan sebagai bidang patahan tunggal yang besar, namun tersebar (diffuse) dalam retakan permukaan sistematik, sehingga dapat dinyatakan bila patahan tersebut memang tertimbun atau tidak tersingkap ke permukaan. 5. Kesimpulan Dari hasil penelitian kolaborasi yang telah dilakukan dapat disajikan kesimpulan sebagai berikut: 1) Penelitian bidang geodesi a. Jaring pemantau sesar Opak untuk tahun pengukuran 2013 telah berhasil dipasang sebanyak 6 buah sebagai stasiun pasif dengan nama BM adalah OPK 3, OPK 4, OPK 6, OPK 7, OPK 8, dan TGD 2, sedangkan stasiun aktif BTL1, KPG1, GK1_ dan SLM1 telah dipasang Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 sejak tahun 2010 yang dikelola oleh BPN RI propinsi DIY, b. Jarak antar stasiun yang berdekatan (baseline) pada jaring pemantau sesar Opak bervariasi yang terpendek 6.045,67385 m dari OPK 6 ke GK1_ dan terpanjang 43.603,16313 m dari OPK 6 ke KPG1, dengan ketelitan baselinenya bervariasi dari 3,94 mm s/d 10,61mm, c. Simpangan baku untuk stasiun pasif dan aktif mempunyai pola simpangan baku terhadap sumbu Y (y) lebih besar dari pada simpangan baku terhadap sumbu X (x) dan sumbu Z (z) 2) Penelitian bidang geologi a. Igir cuesta Mangunan-Muntuk dibentuk oleh patahan naik Segoroyoso yang melampar timurlaut-baratdaya, dengan blok naik di bagian tenggara. b. Patahan naik Segoroyoso ditafsirkan memiliki hubungan dengan patahan seismogenik 2006, dengan arah gaya kompresinya sama-sama berasal dari arah selatan. Selain itu, data sebagian sebaran episentrum gempa-bumi susulan 2006 menempati garis patahan naik Segoroyoso (segmen 3 menurut [10]. c. Pola retakan permukaan di sepanjang lembah aliran S. Oyo bagian barat mengindikasikan adanya kehadiran sistem patahan yang tidak tersingkap (blind fault) yang diduga sebagai penyebab gempabumi 2006. d. Retakan permukaan terjadi secara sistematik dan berhubungan dengan patahan geser sinistral, dengan pada segmen utamanya (kompartemen 2) memiliki jumlah variasi struktur retakan ikutan (subsidiary structures) paling banyak. e. Selaras dengan data distribusi gempabumi susulan [10], sistem patahan berarah timurlautbaratdaya di sepanjang aliran S. Oyo tersebut berkembang menjadi lebih sederhana ke arah timurlaut yang di lapangan ditandai dengan adanya sesar normal sederhana dan pola retakan yang tidak memiliki struktur retakan ikutan yang lengkap, mengindikasikan sistem tektonik regangan yang dominan; dan berkembang menjadi lebih kompleks ke arah barat daya yang ditandai di lapangan dengan adanya sesar naik dan lipatan monoklin serta struktur retakan ikutan yang serupa segmen utamanya, mengindikasikan sistem tektonik kontraksi mendominasi. Daftar Pustaka [1]Hamilton, W., 1988. Plate tectonics and island arcs, Geol. Soc. Am. Bull.,100, 1503–1527. [2]Subawa, E, Tohari A, Sarah, D. (2007) Studi Potensi Likuifaksi Di Daerah Zona Patahan Opak Patalan-Bantul, Yogyakarta, Prosiding Seminar Geoteknologi Kontribusi Ilmu Kebumian Dalam D - 49 Annual Engineering Seminar 2014 T. Aris Sunantyo, Subagyo Pramumijoyo dan Salahuddin Husein Pembangunan Berkelanjutan, Bandung. ISBN : 978-979-799-5. [3]Natawidjaja, D.H., Sieh, K., Ward, S.N., Cheng, H., Edwards, R.L., Galetzka, J., dan Suwargadi, B.W., 2004. Paleogeodetic records of seismic and aseismic subduction from central Sumatran microatolls, Indonesia. Journal of Geophysical Research,109, B04306, [4]Van Bemmelen, R.W. (1949) Geology of Indonesia. Martinis Nijhoff, The Hague, 732 pp. [5]Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D. (1995) Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. [6]Tsuji, T., K. Yamamoto, T. Matsuoka, Y. Yamada, K. Onishi, A. Bahar, I. Meilano, and H.Z. Abidin (2009) Earthquake fault of the 26 May 2006 Yogyakarta earthquake observed by SAR interferometry. Earth Planets Space, 61, e29– e32. [7]Kawazoe Y., K. Koketsu, and Y. Aoki (2011) Source Fault and Rupture Process of the 2006 Yogyakarta Earthquake. Proceedings of the Japan Geoscience Union Meeting 2011, abstract #HDS004-P08, 1 p. [8]Walter, T. R., Lühr, B.-G., Sobiesiak, M., Grosser, H., Wang, R., Parolai, S., Wetzel, H. U., Zschau, J., Milkereit, C., Günther, E. (2007) Soft Volcanic Sediments Compound 2006 Java Earthquake Disaster. - EOS, Transactions, American Geophysical Union, 88, 46, 486. [9]Anggraini, A., M. Sobiesian, T.R. Walter, and B.G. Luehr (2011) The 26 May 2006 Yogyakarta Earthquake: its aftershocks and its relation towards the regional seismotectonic setting. Proceedings of the American Geophysical Union, Fall Meeting 2011, Abstract #T14A-05, 2 pp. [10]Toha, B., I. Sudarno, dan Surono (1995) Peta Geologi Lembar Surakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. [11]Setijadji, L.D., K. Fukuoka, S. Ehara, and K. Watanabe (2007) Geology of Yogyakarta earthquakes 2006 (central Java, Indonesia): Current understanding based on integration of research outputs in geology, geophysics and remote sensing. Geophysical Research Abstracts, Vol. 9, 1607-7962/gra/EGU2007-A-06767, 2 pp. [12]Elnashai, A.S., S.J. Kim, G.J. Yun, and Dj. Sidarta (2007) The Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006. Mid-America Earthquake Center Report, No. 07-02, 57 pp. [13]Abidin, H.Z., H. Andreas, T. Kato, T. Ito, I. Meilano, F. Kimata, D.H. Natawidjaya, and H. Harjono (2009) Crustal Deformation Studies in Java (Indonesia) Using GPS. Journal of Earthquake and Tsunami, 3/2, pp. 77–88. [14]Kawazoe, Y., and K. Koketsu (2010) Source Fault and Rupture Process of the 2006 Yogyakarta Earthquake. Proceedings of the Fakultas Teknik UGM ISBN 978-602-98726-3-7 American Geophysical Union, Fall Meeting 2010, abstract #S34A-2030, 1 p. [15]Rizos, C. (1993) Principles and Practice of GNSS Surveying, School of Surveying, University of New South Wales, Australia. [16]Sunantyo, T.A. (2000) Diktat Pengantar Survei Pengamatan Satelit GNSS, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [17]Seeber, G., 1993, Satellite Geodesy, Foundation, method and Aplication, Walter de Gruyter, Berlin-New York. [18]Herring, T.A., King, R.W., McClusky, S.C., 2006, Introduction to GAMIT/GLOBK, Department of Earth, Atmospheric, and Planetary Sciences, Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts. [19]Rubin, C.M., K. Sieh, Y.G. Chen, J.C. Lee, H.T. Chu, R. Eats, K. Mueller, and Y.C. Chan (2001) Surface Rupture and Behavior of Thrust Faults Probed in Taiwan. Eos, Transactions, American Geophysical Union, 82/47, pp. 565, 569. [20]Bray, J. D., R. B. Seed, L. S. Cluff and H. B. Seed (1994) Earthquake Fault Rupture Propagation through Soil. Journal of Geotechnical Engineering, 120/3, pp. 543-561. [21]Vogel, T.A., F.W. Cambray, and K.N. Constenius (2001) Origin and emplacement of igneous rocks in the central Wasatch Mountains, Utah. Rocky Mountain Geology, 36/2, doi: 10.2113/gsrocky.36.2.119, pp. 119-162. [22]Casini, G., P.A. Gillespie, J. Vergés, I. Romaire, N. Fernández, E. Casciello, E. Saura, C. Mehl, S. Homke, J.-C. Embry, L. Aghajari, and D.W. Hunt (2011) Sub-seismic fractures in foreland fold and thrust belts: insight from the Lurestan Province, Zagros Mountains, Iran. Petroleum Geoscience, [23]Fattahi, M., R.T. Walker, M. Talebian, R.A. Sloan, and A. Rasheedi (2011) The structure and late Quaternary slip rate of the Rafsanjan strikeslip fault, SE Iran. Geosphere, 7/5, doi: 10.1130/GES00651.1, pp. 1159-1174. [24]Wagner, D., I. Koulakov, W. Rabbel, B.G. Leuhr, A. Wittwer, H. Kopp, M. Bohm, G. Asch and the MERAMEX Scientists, 2007, Joint inversion of active and passive seismic data in Central Java, Geophys. J. Int. (2007), [25]Popovas, D., Radzeviciute, K.,2001 Adjustment of Lithuanian GPS Network using GAMIT, Institute of Development and Planning, Aalborg University, Lithuania [26]Barnes, J.W. & R.J. Lisle (2004) Basic Geological Mapping, 4th edition, John Wiley & Sons, Ltd., England, 184 pp. 17/3, doi: 10.1144/1354-079310-043, pp. 263-282. D - 50