ACARA IV
TEKNIK PENGENDALIAN IKAN SAKIT
Oleh :
Nama
NIM
Kelompok
Asisten
:
:
:
:
Lathifah
B0A013042
X
Endang Trimurti
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN
ORGANISME AKUATIK
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan tidak terlepas dari masalah
penyakit dan parasit ikan. Meskipun jarang terjadi pada kolam-kolam yang terawat
dengan baik, wabah penyakit dan parasit yang menyerang ikan dapat menimbulkan
kerugian besar bagi petani ikan karena sering menyebabkan kematian ikan secara
massal. Penyakit ikan biasanya timbul karena adanya interaksi antara tiga faktor
yaitu lingkungan, inang dan adanya organisme penyebab penyakit. Apabila ketiga
faktor tersebut berada dalam keseimbangan maka tidak akan terjadi masalah
penyakit. Tetapi apabila terjadi perubahan pada salah satu faktor maka akan terjadi
ketidakseimbangan. Hal ini akan dapat menimbulkan masalah penyakit ikan.
Dengan semakin luasnya sebaran areal budidaya ikan, dan semakin
majunya perdagangan serta lalu-lintas ikan hidup, maka penyebaran penyakit ikan
akan semakin cepat. Demikian juga dengan semakin intensif sistem budidaya ikan
maka akan semakin banyak masalah penyakit ikan yang timbul. Dalam keadaan
demikian maka kita harus sudah siap dengan teknologi penanggulangan penyakit
ikan yang meliputi tehnik diagnosa cepat, teknik pencegahan penyakit dan teknik
pengobatannya. Demikian juga untuk menjaga semakin meluasnya penyebaran
penyakit ikan maka peran Karantina Ikan akan sangat berarti. Beberapa usaha
untuk menanggulangi penyakit ikan telah banyak dilakukan. Berbagai macam
bahan kimia dan antibiotika telah banyak dipakai dalam pengobatan penyakit ikan.
Pemakaian vaksin dan immunostimulan telah mulai digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit pada ikan. Penggunaan bakteri probiotik telah pula digunakan
dalam usaha penanggulangan penyakit pada ikan. Namun penggunaan obat itu
sendiri selain tidak dapat memecahkan masalah dengan tuntas juga secara ekonomi
sangat mahal. Selain itu penggunaan obat yang terus menerus terutama antibiotika,
akan memepercepat terbentuknya organisme yang tahan terhadap antibiotika itu
sendiri.
Pada dasarnya cara pengobatan pada ikan dapat dibedakan menjadi
beberapa cara yaitu:
Perendaman
Oral
Infeksi
Oles
Cara perendaman bisa dibedakan menjadi perendaman jangka waktu
singkat dan jangka waktu lama. Perendaman dengan waktu singkat biasanya
konsentrasinya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perendaman jangka
waktu lama. Pemberian obat melalui pakan biasanya dilakukan dengan mencampur
obat pada pakan, diberikan tiap hari selama periode waktu tertentu. Pemberian obat
melalui injeksi dapat dibedakan menjadi intraperitoneal (melaui rongga perut) dan
intramuscular (melalui otot daging).
B.
Tujuan
Praktikum Teknik Pengendalian Ikan Sakit bertujuan untuk:
1.
Menyiapkan sarana-prasarana pengendalian ikan sakit.
2.
Melaksanakan penanganan pengendalian ikan sakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Banyak kendala yang dapat mempengaruhi budidaya ikan. Perairan umum
seperti waduk, sungai, danau, rawa, saluran irigasi, payau, dan laut menyimpan
banyak kendala yang dapat mempengaruhi budidaya ikan di perairan tersebut.
Racun, suhu ekstrim, tekanan osmotik, dan infeksi dapat menghasilkan stres. Efek
kenaikan suhu air pada 34oC selama 2 jam dapat menyebabkan stres pada ikan.
Stres merupakan respons fisiologi yang disebabkan kondisi eksternal berupa panas
(Safitri, et al., 2013).
Obat yang digunakan pembudidaya untuk mengobati ikan sakit yaitu obat
yang beredar dipasaran. Obat tersebut mengandung berbagai macam antibiotik
dengan indikasi tertentu. Obat ikan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan yaitu sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati ikan,
membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh kultivan
budidaya (Prayitno, et al., 2014).
Pemakaian bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak
negatif antara lain dikhawatirkan munculnya strain-strain bakteri resisten terhadap
obat tersebut. Akumulasi bahan obat ikan di dalam tubuh kultivan budidaya akan
menimbulkan resisten bakteri pada obat tersebut. Resistensi yang terjadi akan
menyebabkan bakteri tahan terhadap obat yang diberikan, sehingga kematian ikan
yang terserang penyakit akan meningkat. Oleh karena itu, cukup menarik
dilakukan uji sensitivitas bakteri untuk menunjukkan tingkat penghambatan
pertumbuhan bakteri terhadap obat yang diberikan (Prayitno, et al., 2014).
Upaya pencegahan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan antibiotik
telah banyak dilakukan terutama karena sifat antibiotik yang secara selektif
menghambat dan membunuh organisme patogen tanpa merusak inang yang diobati
sejauh dosisnya tepat. Salah satu antibiotik yang banyak ditemukan dipasaran
adalah kanamycin. Kanamycin merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk
mengobati beberapa bakteri seperti Mycobacterium sp., Edwardsiella tarda dan
termasuk Aeromonas salmonicida penyebab furunculosis (Retnoningsih, et al.,
2009).
Antibiotik digunakan sebagai antisipasi pencegahan penyakit, memperbaiki
sistem pencernaan hewan untuk menjadi lebih efisien, serta meningkatkan nafsu
makan hewan. Antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri
pada ikan adalah Chloramphenicol, Streptomycin, Vancomycin, Penicillin, dan
Gentamicin. Penggunaan antibiotik untuk mengobati penyakit karena infeksi
bakteri dapat menimbulkan masalah. Masalah tersebut berkaitan dengan efek
toksik dari obat, residu obat, dan pengembangan mikroba resisten. Informasi
mengenai tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik sangat penting untuk
menentukan kebijakan dan penanggulangan penyakit yang efektif dan efisien
(Monica, et al., 2013).
Malachite Green (MG) adalah pewarna diaminotriphenylmethane Nmetilasi yang banyak digunakan oleh beberapa industri termasuk tekstil
(pencelupan sutra, wol, rami, dan kulit kapas), makanan (agen pewarna, aditif
makanan), ikan (penanganan topik ikan terhadap protozoa dan infeksi jamur),
kertas dan akrilik, dan lain-lain. Mengingat toksisitas MG tinggi dan digunakan
oleh sebagian besar industri, penghapusan zat MG dari air limbah menjadi
perhatian besar dan berbagai studi mengkaji mengenai hal ini. Teknik evaluasi
untuk menghilangkan MG termasuk foto-degradasi, foto-katalitik degradasi,
bioremediasi, dan adsorpsi (Franca, et al., 2010).
Malachite green (MG), pewarna trifenilmetana, telah secara ilegal
digunakan sebagai agen bakteriostatik untuk mengobato ikan akuakultur. Karena
potensi mutagenisitas hewan dan teratogenik sifat-sifatnya, MG telah dilarang di
industri akuakultur di Komisi Eropa dan AS, dan juga tidak disetujui di China.
Batas minimun kinerja yang diperlukan (MRPL) ditetapkan 2 µg kg-1 pada otot
ikan di negara tersebut. Namun, karena pewarna trifenilmetana berharga murah dan
cukup tersedia, beberapa analog MG, seperti briliant green (BG) dan Crystal Violet
(CV), yang mungkin digunakan sebagai pengganti dari MG. menurut kesamaan
kimia, beberapa orang menyimpulkan bahwa BG, CV dan residu mereka beracun
bagi manusia setelah secara efektif diserap oleh ikan. Oleh karena itu, sangat
penting untuk memantau residu pewarna trifenilmetana dalam air (Shen, et al.,
2011).
III. MATERI DAN METODE
A.
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah akuarium, alat timbang, seser,
pipet, alat tulis, spuit plastik, dan pakan ikan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan yang diduga
berpenyakit, bahan kimia; PK, formalin, methylen blue, malachyte green, fisca,
heart, antibiotika; amphicillin, chloramphenitol, terramycin, dan vitamin; C, B, B
komplek.
B.
Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum yaitu:
1.
Disiapkan bahan kimia dan antibiotika yang direncanakan untuk pengobatan.
2.
Ditentukan cara aplikasi pemberiannya.
3.
Ikan yang diduga sakit disiapkan dengan pengangkat seser.
4.
Dilakukan beberapa penanganan ikan sakit.
5.
Dicermati hasil penanganan dan diulangi beberapa kali serta dicatat hasilnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
1.
Hasil
Penentuan Bahan Kimia/Antibiotika
Jenis
Dosis
Volume Air
: Malachyte Green
: 1 ppm
: 10 L
: 1 x 10 L
: 10 mg
: 1 gr
Tindakan Pilihan : Short Bathing (15 – 30 menit)
Tindakan Tambahan : Teknik Pemberian Vitamin C
2.
Hasil Setelah Penanganan
No.
1.
Perubahan pada menit ke
Menit ke-3
Perubahan yang terjadi
Ikan mulai gelisah mencari O2, ikan
mulai panik dengan naik ke permukaan
2.
Menit ke-8 detik ke-45
Ikan
mulai
berdiam
diri
didasar
akuarium dengan tidak banyak gerakan
3.
Menit ke-9 detik ke-55
Ikan terlihat selalu naik ke permukaan
4.
Menit ke-11
Ikan terlihat nafasnya megap-megap
Gambar 1. Ikan yang digunakan
Gambar 2. Pemberian Malachyte Green
Gambar 3. Ikan diamati
Gambar 4. Ikan mati ketika direndam >15 menit
Gambar 5. Pellet yang telah diberi vitamin C
B.
Pembahasan
Dari pengamatan ikan sampel yang kami lakukan, didapatkan hasil yaitu
ikan sampel yang direndam dengan Malachyte Green selama 15 menit 100% ikan
sampel masih hidup. Namun, pada perendaman >15 menit ikan sampel mulai
mengalami perubahan, yaitu ikan mulai teracuni dan tergeletak lemas di dasar
akuarium. Hal ini didukung pernyataan Chen, et al. (2014) yang menyatakan
pewarna MG tidak membawa perbaikan yang signifikan di biosorpsi pada
keseimbangan biosorpsi tersebut. Dan sesuai dengan pernyataan pada jurnal
Franca, et al. (2010), mengingat toksisitas MG tinggi dan digunakan oleh sebagian
besar industri, penghapusan zat MG dari air limbah menjadi perhatian besar. Oleh
karena itu, berbagai negara melarang penggunaan MG tersebut karena
toksisitasnya yang tinggi.
Malachite Green (MG) adalah pewarna diaminotriphenylmethane Nmetilasi
yang banyak digunakan oleh beberapa industri termasuk tekstil
(pencelupan sutra, wol, rami, dan kulit kapas), makanan (agen pewarna, aditif
makanan), ikan (penanganan topik ikan terhadap protozoa dan infeksi jamur),
kertas dan akrilik, dan lain-lain. Mengingat toksisitas MG tinggi dan digunakan
oleh sebagian besar industri, penghapusan zat MG dari air limbah menjadi
perhatian besar dan berbagai studi mengkaji mengenai hal ini. Teknik evaluasi
untuk menghilangkan MG termasuk foto-degradasi, foto-katalitik degradasi,
bioremediasi, dan adsorpsi (Franca, et al., 2010).
Malachite Green merupakan pewarna triphenylmethane dari grup rasamilin.
Bahan ini merupakan bahan yang kerap digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit dan parasit dari golongan protozoa, seperti: Ichtyobodo, Flukes insang,
Trichodina, dan White Spot, serta dari fungisida. Malachite Green adalah sejenis
bahan kimia yang berbentuk serbuk yang biasanya sering disingkat dengan MGO
(Malachite Green Oxilat). Malachite Green dapat digunakan pembudidaya ikan
untuk mengobati ikan dari serangan jamur (Herwig, 1996).
Malachite Green merupakan desinfektan, yaitu suatu zat yang dapat
membunuh atau menghambat tumbuhnya jamur maupun organisme pengganggu
lainnya. Desinfektan ini mempunyai aktifitas anti mikrobial yang sangat tinggi
sehingga efektif untuk membunuh jamur dan bakteri. Oleh karenanya, Malachite
Green dapat digunakan sebagai bahan untuk pengujian daya tetas telur. Telur-telur
ikan yang telah direndam dengan larutan Malachite Green memiliki suatu
kekebalan untuk terhindar dari serangan jamur Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Hal
ini disebabkan oleh adanya larutan Malachite Green yang melekat pada lapisan
luar telur, sehingga jamur Saprolegnia sp. dan Achlya sp. tidak dapat menyerang.
Kepopuleran penggunaan bahan ini agak menurun, karena diketahui bisa
menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan manusia apabila terhirup. Malachite
Green juga dapat menimbulkan akibat buruk pada filter biologi pada tanaman air.
Disamping itu, beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran terhadap bahan ini.
Warna Malachite Green bisa meelekat pada apa saja, seperti tangan, baju, dan
peralatan akuarium, termasuk plastik. Malachite Green juga dapat bersifat racun
terhadap burayak ikan, terhadap beberapa jenis tetra, dan beberapa jenis catfish
seperti Pimelodidae atau blue gill. Beberapa penyimpangan hasil perlakuan dengan
MG dapat terjadi apabila perlakuan dilakukan pada pH air diatas 9 atau apabila
temperatur air diatas 21oC.
Cara pengobatan ikan yang sakit dikenal ada beberapa macam. Pemilihan
cara yang akan diambil harus mempertimbangkan berbagai faktor, diantaranya
efektivitas, efisiensi, jenis penyakit, jenis media budidaya, dan keberadaan dana.
Berikut beberapa macam cara pengobatan penyakit ikan yang bisa dilakukan:
1.
Perendaman (dipping)
Cara pengobatan ikan sakit antara lain dengan perendaman (dipping),
sering digunakan pada ikan yang terserang penyakit pada bagian tubuh luar
(ektoparasit). Ini dapat dilakukan pada ikan di kolam baik besar maupun kecil.
Perendaman dilakukan dengan cara ikan yang terserang penyakit diambil
kemudian dilakukan perendaman larutan senyawa kimia atau ikan langsung
direndam di dalam kolam budidaya. Pengobatan dengan cara ini harus tepat pada
waktu menentukan dosis/konsentrasi yang digunakan dalam satuan volume air dan
lama waktu pengobatan. Metode perendaman dilakukan dengan memakai dosis
konsentrasi yang tinggi untuk waktu yang pendek, tidak lebih dari beberapa detik.
Terutama bila menggunakan bahan-bahan kimia yang sensitif terhadap ikan
budidaya. Cara ini diterapkan pada pengobatan ikan dan telur ikan.
Cara perendaman dilakukan dengan 2 langkah, yaitu: pertama dengan
perendaman pendek dan kedua perendaman lama (jangka panjang). Perendaman
pendek biasanya hanya memakan waktu 5-10 menit, sedangkan perendaman
panjang dilakukan bisa sampai beberapa hari. Untuk perendaman yang lebih
pendek dalam beberapa detik biasanya disebut pencelupan. Konsentrasi obat yang
digunakan dalam pencelupan biasanya lebih pekat. Sebenarnya yang disebut cara
perendaman ini ada dua. Yang pertama dengan memindahkan ikan yang sakit ke
dalam air yang sudah diberi larutan obat, dan kedua dengan memberi larutan obat
pada air tempat ikan yang sakit. Di antara kedua cara tersebut cara pertama lebih
efektif, bila kita hanya mengobati ikan yang terserang penyakit. Sedang cara
kedua, selain membasmi bibit penyakit yang ada di badan ikan juga bisa
memusnahkan penyakit yang ada dalam air. Kelebihan lain dari cara pertama
adalah kita bisa menggunakan wadah kecil sesuai dengan keperluan. Sementara itu
kolam bisa dikeringkan dan dibersihkan.
2.
Melalui pakan
Pengobatan dengan cara oral melalui pakan lebih cenderung dilakukan
untuk ikan yang belum parah penyakitnya sehingga masih mempunyai nafsu
makan. Pemberian obat dengan cara ini lebih efektif untuk serangan penyakit yang
tidak menimbulkan kematian mendadak. Pemberian obat melalui pakan adalah
upaya meningkatkan daya tubuh dan membunuh mikroba yang menyebabkan
timbulnya sakit. Cara oral dilakukan dengan mencampurkan obat atau senyawa
kimia ke dalam pakan yang akan diberikan. Pencampuran dapat dilakukan dengan
air atau telur ayam. Selanjutnya, campuran pakan dan obat tersebut dianginanginkan sebelum diberikan.
3.
Penyuntikan
Pengobatan pada ikan dengan cara penyuntikan cukup efektif jika
dilakukan pada induk ikan dan dalam jumlah yang sedikit. Biasanya, penyuntikkan
lebih cenderung dilakukan pada ikan yang terserang parasit dengan antibiotik.
Penyuntikkan yang lazim dilakukan yaitu pada bagian punggung ikan. Obat
semacam chlorampenikol 30 mg, kemisistin 20 mg dan teramisin 25 mg jika
dicampur dengan aquabide dapat digunakan untuk menyuntik ikan. Penggunaan
obat-obatan dan zat kimia dalam budi daya ikan telah ditetapkan oleh pemerintah
melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Kep.20/MEN/2003
tentang Klasifikasi Obat Ikan. Penyuntikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
sebagai berikut:
a.
Secara Intra Peritoneal (IP), yaitu penyuntikan dilakukan pada bagian
belakang dari rongga perut, tepat di depan sirip perut (diusahakan agar tidak
melukai usus ikan).
b.
Secara Intra Muscular (IM), yaitu penyuntikan dilakukan pada bagian tengah
otot punggung dekat sirip punggung (kurang lebih 3 sisik di bawah ujung
belakang sirip punggung).
4.
Pengolesan
Cara olesan umumnya dipakai untuk mengobati penyakit yang menyerang
tubuh bagian luar. Cara ini bisa dilakukan dengan menggunakan kapas bersih dan
obat yang bisa digunakan seperti obat merah, atau Yodium tinctuur.
Vitamin C (asam askorbat) merupakan salah satu bahan yang sering
digunakan dalam pencegahan penyakit ikan, vitamin C dalam tubuh ikan berperan
mengurangi stress dan mempercepat proses penyembuhan luka. Selain itu, vitamin
C mempunyai kemampuan untuk mempercepat reaksi kelompok hidroksilasi
dengan formulasi kolagen yang sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan
alami oleh kulit beserta jaringan lainnya. Dalam percobaan di laboratorium,
vitamin C memperlihatkan keterlibatannya dalam proses pelepasan zat kebal oleh
sel kebal. Pada hewan, vitamin C merupakan suatu kebutuhan yang harus ada
untuk produksi interferon dan komponen komplemen. Banyak zat yang penting
dikeluarkan atas bantuan vitamin C dalam pertahanan tubuh dari pencegahan
infeksi patogen (Johnny, 2007).
Teknik pemberian vitamin C pada pakan yaitu vitamin C dicampur dengan
pakan ikan pada dosis 500 – 700 mg/kg pakan atau setiap 10 kg pakan ikan
ditambah vitamin C sebanyak 5 – 7 gram. Pencampran vitamin C ke dalam pakan
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Dengan menggunakan alas plastik, pakan ikan yang hendak diberikan terlebih
dahulu dibasahi permukaannya dengan menggunakan alat semprot (sprayer)
sambil diaduk pelan-pelan.
2.
Vitamin C ditaburkan/dilekatkan ke permukaan pakan hingga merata sambil
diaduk pelan-pelan.
3.
Vitamin C yang telah menempel pada pakan ikan, dilapisi dengan zat pelapis
(binder) seperti minyak sayut atau putih telur sambil diaduk pelan-pelan. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi proses pencucian oleh air (leaching) pada saat
diberikan kepada ikan (proses ini perlu dilakukan untuk jenis ikan yang sifat
makannya relatif lambat, namun untuk ikan mas proses pelapisan ini tidak
perlu).
4.
Setelah dilapis dengan minyak sayur atau putih telur, pakan tersebut dianginanginkan atau dijemur beberapa saat sebelum digunakan.
5.
Pemberian pakan yang mengandung vitamin C sebaiknya diberikan selama
pemeliharaan, atau paling sedikit satu kali dari jadwal pemberian pakan.
Misalnya frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali/hari, maka satu kali
diantaranya adalah pakan yang diberi tambahan vitamin C.
V. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pengendalian ikan sakit adalah
akuarium, alat tulis, pakan ikan, ikan yang diduga berpenyakit, bahan kimia;
PK, formalin, methylen blue, malachyte green, fisca, heart, antibiotika;
amphicillin, chloramphenitol, teramycin, dan vitamin; C, B, B komplek.
2.
Penanganan pengendalian ikan sakit dilakukan dengan berbagai cara yaitu
dengan cara perendaman ikan (dipping) menggungakan bahan kimia, melalui
pakan, melalui penyuntikan apabila jumlah ikan sakit sedikit, dan melalui
pengolesan dengan obat yang biasa digunakan seperti obat merah, atau Yodium
tinctuur.
DAFTAR REFERENSI
Chen, Z., H. Deng, C. Chen, Y. Yang, and H. Xu. 2014. Biosorption of Malachite
Green From Aqueous Solution by Pleurotus ostreatus Using Taguchi
Method. Sichuan University. China.
Franca, A. S., L. S. Oliveira, and A. A. Nunes. 2010. Malachite Green Adsorption
by a Residue-based Microwave-activated Adsorbent. Universidade Federal
de Minas Gerais. Brazil.
Herwig, N. 1996. Hand Book of Drugs and Chemical Used in the Treatment of
Fish Diseases. Springfield, IL: Charles C. Thomas, Publishing. USA.
Johnny, F., K. Mahardika, I.N.A. Giri, dan D. Roza. 2007. Penambahan Vitamin C
Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Imunitas Benih Ikan Kerapu Macan,
Epinephelus fuscoguttatus Terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis. Balai
Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali.
Monica, W. S., Mahatmi, H. dan Besung, K. 2013. Pola Resistensi Salmonella
typhi yang Diisolasi dari Ikan Serigala (Hoplias malabaricus) terhadap
Antibiotik. Universitas Udayana. Denpasar.
Prayitno, S. B., Nurjanah, S., dan Sarjito. 2014. Sensitivitas Bakteri Aeromonas sp.
dan Pseudomonas sp. yang Diisolasi Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Sakit Terhadap Berbagai Macam Obat Beredar. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Retnoningsih, S., K. H. Nitimulyo, K. Lanadimulya, Suprayogi, Supardi, D.
Darmantani, I. P. Panca, Hasnah, Soefaad, dan Milis. 2009. Efektivitas
Kanamycin Terhadap Furunculosis Pada Karper, Cyprinus carpio. Balai
Karantina Ikan (BKI) Kelas 1 Selaparang. Mataram.
Safitri, D., Sugito, dan S. Suryaningsih. 2013. Kadar Hemoglobin Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Diberi Cekaman Panas dan Pakan yang
Disuplementasikan Tepung Daun Jaloh (Salix tetrasperma Roxb).
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Shen, Y-D., X.F Deng, Z-L Xu, Y. Wang, H-T Lei, H. Wang, J-Y Yang, Z-L Xiao,
and Y-M Sun. 2011. Simultaneous Determination of Malachite Green,
Brilliant Green and Crystal Violet in Grass Carp Tissurs by a Broadspecificity Indirect Competitive Enzyme-linked Immunosorbent Assay.
South China Agricultural University. China.