Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Teknik Pengendalian Ikan Sakit

ACARA IV TEKNIK PENGENDALIAN IKAN SAKIT Oleh : Nama NIM Kelompok Asisten : : : : Lathifah B0A013042 X Endang Trimurti LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN ORGANISME AKUATIK KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN PURWOKERTO 2015 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan tidak terlepas dari masalah penyakit dan parasit ikan. Meskipun jarang terjadi pada kolam-kolam yang terawat dengan baik, wabah penyakit dan parasit yang menyerang ikan dapat menimbulkan kerugian besar bagi petani ikan karena sering menyebabkan kematian ikan secara massal. Penyakit ikan biasanya timbul karena adanya interaksi antara tiga faktor yaitu lingkungan, inang dan adanya organisme penyebab penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut berada dalam keseimbangan maka tidak akan terjadi masalah penyakit. Tetapi apabila terjadi perubahan pada salah satu faktor maka akan terjadi ketidakseimbangan. Hal ini akan dapat menimbulkan masalah penyakit ikan. Dengan semakin luasnya sebaran areal budidaya ikan, dan semakin majunya perdagangan serta lalu-lintas ikan hidup, maka penyebaran penyakit ikan akan semakin cepat. Demikian juga dengan semakin intensif sistem budidaya ikan maka akan semakin banyak masalah penyakit ikan yang timbul. Dalam keadaan demikian maka kita harus sudah siap dengan teknologi penanggulangan penyakit ikan yang meliputi tehnik diagnosa cepat, teknik pencegahan penyakit dan teknik pengobatannya. Demikian juga untuk menjaga semakin meluasnya penyebaran penyakit ikan maka peran Karantina Ikan akan sangat berarti. Beberapa usaha untuk menanggulangi penyakit ikan telah banyak dilakukan. Berbagai macam bahan kimia dan antibiotika telah banyak dipakai dalam pengobatan penyakit ikan. Pemakaian vaksin dan immunostimulan telah mulai digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan. Penggunaan bakteri probiotik telah pula digunakan dalam usaha penanggulangan penyakit pada ikan. Namun penggunaan obat itu sendiri selain tidak dapat memecahkan masalah dengan tuntas juga secara ekonomi sangat mahal. Selain itu penggunaan obat yang terus menerus terutama antibiotika, akan memepercepat terbentuknya organisme yang tahan terhadap antibiotika itu sendiri. Pada dasarnya cara pengobatan pada ikan dapat dibedakan menjadi beberapa cara yaitu:  Perendaman    Oral Infeksi Oles Cara perendaman bisa dibedakan menjadi perendaman jangka waktu singkat dan jangka waktu lama. Perendaman dengan waktu singkat biasanya konsentrasinya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perendaman jangka waktu lama. Pemberian obat melalui pakan biasanya dilakukan dengan mencampur obat pada pakan, diberikan tiap hari selama periode waktu tertentu. Pemberian obat melalui injeksi dapat dibedakan menjadi intraperitoneal (melaui rongga perut) dan intramuscular (melalui otot daging). B. Tujuan Praktikum Teknik Pengendalian Ikan Sakit bertujuan untuk: 1. Menyiapkan sarana-prasarana pengendalian ikan sakit. 2. Melaksanakan penanganan pengendalian ikan sakit. II. TINJAUAN PUSTAKA Banyak kendala yang dapat mempengaruhi budidaya ikan. Perairan umum seperti waduk, sungai, danau, rawa, saluran irigasi, payau, dan laut menyimpan banyak kendala yang dapat mempengaruhi budidaya ikan di perairan tersebut. Racun, suhu ekstrim, tekanan osmotik, dan infeksi dapat menghasilkan stres. Efek kenaikan suhu air pada 34oC selama 2 jam dapat menyebabkan stres pada ikan. Stres merupakan respons fisiologi yang disebabkan kondisi eksternal berupa panas (Safitri, et al., 2013). Obat yang digunakan pembudidaya untuk mengobati ikan sakit yaitu obat yang beredar dipasaran. Obat tersebut mengandung berbagai macam antibiotik dengan indikasi tertentu. Obat ikan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yaitu sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati ikan, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh kultivan budidaya (Prayitno, et al., 2014). Pemakaian bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif antara lain dikhawatirkan munculnya strain-strain bakteri resisten terhadap obat tersebut. Akumulasi bahan obat ikan di dalam tubuh kultivan budidaya akan menimbulkan resisten bakteri pada obat tersebut. Resistensi yang terjadi akan menyebabkan bakteri tahan terhadap obat yang diberikan, sehingga kematian ikan yang terserang penyakit akan meningkat. Oleh karena itu, cukup menarik dilakukan uji sensitivitas bakteri untuk menunjukkan tingkat penghambatan pertumbuhan bakteri terhadap obat yang diberikan (Prayitno, et al., 2014). Upaya pencegahan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan antibiotik telah banyak dilakukan terutama karena sifat antibiotik yang secara selektif menghambat dan membunuh organisme patogen tanpa merusak inang yang diobati sejauh dosisnya tepat. Salah satu antibiotik yang banyak ditemukan dipasaran adalah kanamycin. Kanamycin merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa bakteri seperti Mycobacterium sp., Edwardsiella tarda dan termasuk Aeromonas salmonicida penyebab furunculosis (Retnoningsih, et al., 2009). Antibiotik digunakan sebagai antisipasi pencegahan penyakit, memperbaiki sistem pencernaan hewan untuk menjadi lebih efisien, serta meningkatkan nafsu makan hewan. Antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri pada ikan adalah Chloramphenicol, Streptomycin, Vancomycin, Penicillin, dan Gentamicin. Penggunaan antibiotik untuk mengobati penyakit karena infeksi bakteri dapat menimbulkan masalah. Masalah tersebut berkaitan dengan efek toksik dari obat, residu obat, dan pengembangan mikroba resisten. Informasi mengenai tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik sangat penting untuk menentukan kebijakan dan penanggulangan penyakit yang efektif dan efisien (Monica, et al., 2013). Malachite Green (MG) adalah pewarna diaminotriphenylmethane Nmetilasi yang banyak digunakan oleh beberapa industri termasuk tekstil (pencelupan sutra, wol, rami, dan kulit kapas), makanan (agen pewarna, aditif makanan), ikan (penanganan topik ikan terhadap protozoa dan infeksi jamur), kertas dan akrilik, dan lain-lain. Mengingat toksisitas MG tinggi dan digunakan oleh sebagian besar industri, penghapusan zat MG dari air limbah menjadi perhatian besar dan berbagai studi mengkaji mengenai hal ini. Teknik evaluasi untuk menghilangkan MG termasuk foto-degradasi, foto-katalitik degradasi, bioremediasi, dan adsorpsi (Franca, et al., 2010). Malachite green (MG), pewarna trifenilmetana, telah secara ilegal digunakan sebagai agen bakteriostatik untuk mengobato ikan akuakultur. Karena potensi mutagenisitas hewan dan teratogenik sifat-sifatnya, MG telah dilarang di industri akuakultur di Komisi Eropa dan AS, dan juga tidak disetujui di China. Batas minimun kinerja yang diperlukan (MRPL) ditetapkan 2 µg kg-1 pada otot ikan di negara tersebut. Namun, karena pewarna trifenilmetana berharga murah dan cukup tersedia, beberapa analog MG, seperti briliant green (BG) dan Crystal Violet (CV), yang mungkin digunakan sebagai pengganti dari MG. menurut kesamaan kimia, beberapa orang menyimpulkan bahwa BG, CV dan residu mereka beracun bagi manusia setelah secara efektif diserap oleh ikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memantau residu pewarna trifenilmetana dalam air (Shen, et al., 2011). III. MATERI DAN METODE A. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum adalah akuarium, alat timbang, seser, pipet, alat tulis, spuit plastik, dan pakan ikan. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan yang diduga berpenyakit, bahan kimia; PK, formalin, methylen blue, malachyte green, fisca, heart, antibiotika; amphicillin, chloramphenitol, terramycin, dan vitamin; C, B, B komplek. B. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum yaitu: 1. Disiapkan bahan kimia dan antibiotika yang direncanakan untuk pengobatan. 2. Ditentukan cara aplikasi pemberiannya. 3. Ikan yang diduga sakit disiapkan dengan pengangkat seser. 4. Dilakukan beberapa penanganan ikan sakit. 5. Dicermati hasil penanganan dan diulangi beberapa kali serta dicatat hasilnya. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. 1. Hasil Penentuan Bahan Kimia/Antibiotika  Jenis  Dosis  Volume Air : Malachyte Green : 1 ppm : 10 L : 1 x 10 L : 10 mg : 1 gr  Tindakan Pilihan : Short Bathing (15 – 30 menit)  Tindakan Tambahan : Teknik Pemberian Vitamin C 2. Hasil Setelah Penanganan No. 1. Perubahan pada menit ke Menit ke-3 Perubahan yang terjadi Ikan mulai gelisah mencari O2, ikan mulai panik dengan naik ke permukaan 2. Menit ke-8 detik ke-45 Ikan mulai berdiam diri didasar akuarium dengan tidak banyak gerakan 3. Menit ke-9 detik ke-55 Ikan terlihat selalu naik ke permukaan 4. Menit ke-11 Ikan terlihat nafasnya megap-megap Gambar 1. Ikan yang digunakan Gambar 2. Pemberian Malachyte Green Gambar 3. Ikan diamati Gambar 4. Ikan mati ketika direndam >15 menit Gambar 5. Pellet yang telah diberi vitamin C B. Pembahasan Dari pengamatan ikan sampel yang kami lakukan, didapatkan hasil yaitu ikan sampel yang direndam dengan Malachyte Green selama 15 menit 100% ikan sampel masih hidup. Namun, pada perendaman >15 menit ikan sampel mulai mengalami perubahan, yaitu ikan mulai teracuni dan tergeletak lemas di dasar akuarium. Hal ini didukung pernyataan Chen, et al. (2014) yang menyatakan pewarna MG tidak membawa perbaikan yang signifikan di biosorpsi pada keseimbangan biosorpsi tersebut. Dan sesuai dengan pernyataan pada jurnal Franca, et al. (2010), mengingat toksisitas MG tinggi dan digunakan oleh sebagian besar industri, penghapusan zat MG dari air limbah menjadi perhatian besar. Oleh karena itu, berbagai negara melarang penggunaan MG tersebut karena toksisitasnya yang tinggi. Malachite Green (MG) adalah pewarna diaminotriphenylmethane Nmetilasi yang banyak digunakan oleh beberapa industri termasuk tekstil (pencelupan sutra, wol, rami, dan kulit kapas), makanan (agen pewarna, aditif makanan), ikan (penanganan topik ikan terhadap protozoa dan infeksi jamur), kertas dan akrilik, dan lain-lain. Mengingat toksisitas MG tinggi dan digunakan oleh sebagian besar industri, penghapusan zat MG dari air limbah menjadi perhatian besar dan berbagai studi mengkaji mengenai hal ini. Teknik evaluasi untuk menghilangkan MG termasuk foto-degradasi, foto-katalitik degradasi, bioremediasi, dan adsorpsi (Franca, et al., 2010). Malachite Green merupakan pewarna triphenylmethane dari grup rasamilin. Bahan ini merupakan bahan yang kerap digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan parasit dari golongan protozoa, seperti: Ichtyobodo, Flukes insang, Trichodina, dan White Spot, serta dari fungisida. Malachite Green adalah sejenis bahan kimia yang berbentuk serbuk yang biasanya sering disingkat dengan MGO (Malachite Green Oxilat). Malachite Green dapat digunakan pembudidaya ikan untuk mengobati ikan dari serangan jamur (Herwig, 1996). Malachite Green merupakan desinfektan, yaitu suatu zat yang dapat membunuh atau menghambat tumbuhnya jamur maupun organisme pengganggu lainnya. Desinfektan ini mempunyai aktifitas anti mikrobial yang sangat tinggi sehingga efektif untuk membunuh jamur dan bakteri. Oleh karenanya, Malachite Green dapat digunakan sebagai bahan untuk pengujian daya tetas telur. Telur-telur ikan yang telah direndam dengan larutan Malachite Green memiliki suatu kekebalan untuk terhindar dari serangan jamur Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Hal ini disebabkan oleh adanya larutan Malachite Green yang melekat pada lapisan luar telur, sehingga jamur Saprolegnia sp. dan Achlya sp. tidak dapat menyerang. Kepopuleran penggunaan bahan ini agak menurun, karena diketahui bisa menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan manusia apabila terhirup. Malachite Green juga dapat menimbulkan akibat buruk pada filter biologi pada tanaman air. Disamping itu, beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran terhadap bahan ini. Warna Malachite Green bisa meelekat pada apa saja, seperti tangan, baju, dan peralatan akuarium, termasuk plastik. Malachite Green juga dapat bersifat racun terhadap burayak ikan, terhadap beberapa jenis tetra, dan beberapa jenis catfish seperti Pimelodidae atau blue gill. Beberapa penyimpangan hasil perlakuan dengan MG dapat terjadi apabila perlakuan dilakukan pada pH air diatas 9 atau apabila temperatur air diatas 21oC. Cara pengobatan ikan yang sakit dikenal ada beberapa macam. Pemilihan cara yang akan diambil harus mempertimbangkan berbagai faktor, diantaranya efektivitas, efisiensi, jenis penyakit, jenis media budidaya, dan keberadaan dana. Berikut beberapa macam cara pengobatan penyakit ikan yang bisa dilakukan: 1. Perendaman (dipping) Cara pengobatan ikan sakit antara lain dengan perendaman (dipping), sering digunakan pada ikan yang terserang penyakit pada bagian tubuh luar (ektoparasit). Ini dapat dilakukan pada ikan di kolam baik besar maupun kecil. Perendaman dilakukan dengan cara ikan yang terserang penyakit diambil kemudian dilakukan perendaman larutan senyawa kimia atau ikan langsung direndam di dalam kolam budidaya. Pengobatan dengan cara ini harus tepat pada waktu menentukan dosis/konsentrasi yang digunakan dalam satuan volume air dan lama waktu pengobatan. Metode perendaman dilakukan dengan memakai dosis konsentrasi yang tinggi untuk waktu yang pendek, tidak lebih dari beberapa detik. Terutama bila menggunakan bahan-bahan kimia yang sensitif terhadap ikan budidaya. Cara ini diterapkan pada pengobatan ikan dan telur ikan. Cara perendaman dilakukan dengan 2 langkah, yaitu: pertama dengan perendaman pendek dan kedua perendaman lama (jangka panjang). Perendaman pendek biasanya hanya memakan waktu 5-10 menit, sedangkan perendaman panjang dilakukan bisa sampai beberapa hari. Untuk perendaman yang lebih pendek dalam beberapa detik biasanya disebut pencelupan. Konsentrasi obat yang digunakan dalam pencelupan biasanya lebih pekat. Sebenarnya yang disebut cara perendaman ini ada dua. Yang pertama dengan memindahkan ikan yang sakit ke dalam air yang sudah diberi larutan obat, dan kedua dengan memberi larutan obat pada air tempat ikan yang sakit. Di antara kedua cara tersebut cara pertama lebih efektif, bila kita hanya mengobati ikan yang terserang penyakit. Sedang cara kedua, selain membasmi bibit penyakit yang ada di badan ikan juga bisa memusnahkan penyakit yang ada dalam air. Kelebihan lain dari cara pertama adalah kita bisa menggunakan wadah kecil sesuai dengan keperluan. Sementara itu kolam bisa dikeringkan dan dibersihkan. 2. Melalui pakan Pengobatan dengan cara oral melalui pakan lebih cenderung dilakukan untuk ikan yang belum parah penyakitnya sehingga masih mempunyai nafsu makan. Pemberian obat dengan cara ini lebih efektif untuk serangan penyakit yang tidak menimbulkan kematian mendadak. Pemberian obat melalui pakan adalah upaya meningkatkan daya tubuh dan membunuh mikroba yang menyebabkan timbulnya sakit. Cara oral dilakukan dengan mencampurkan obat atau senyawa kimia ke dalam pakan yang akan diberikan. Pencampuran dapat dilakukan dengan air atau telur ayam. Selanjutnya, campuran pakan dan obat tersebut dianginanginkan sebelum diberikan. 3. Penyuntikan Pengobatan pada ikan dengan cara penyuntikan cukup efektif jika dilakukan pada induk ikan dan dalam jumlah yang sedikit. Biasanya, penyuntikkan lebih cenderung dilakukan pada ikan yang terserang parasit dengan antibiotik. Penyuntikkan yang lazim dilakukan yaitu pada bagian punggung ikan. Obat semacam chlorampenikol 30 mg, kemisistin 20 mg dan teramisin 25 mg jika dicampur dengan aquabide dapat digunakan untuk menyuntik ikan. Penggunaan obat-obatan dan zat kimia dalam budi daya ikan telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Kep.20/MEN/2003 tentang Klasifikasi Obat Ikan. Penyuntikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut: a. Secara Intra Peritoneal (IP), yaitu penyuntikan dilakukan pada bagian belakang dari rongga perut, tepat di depan sirip perut (diusahakan agar tidak melukai usus ikan). b. Secara Intra Muscular (IM), yaitu penyuntikan dilakukan pada bagian tengah otot punggung dekat sirip punggung (kurang lebih 3 sisik di bawah ujung belakang sirip punggung). 4. Pengolesan Cara olesan umumnya dipakai untuk mengobati penyakit yang menyerang tubuh bagian luar. Cara ini bisa dilakukan dengan menggunakan kapas bersih dan obat yang bisa digunakan seperti obat merah, atau Yodium tinctuur. Vitamin C (asam askorbat) merupakan salah satu bahan yang sering digunakan dalam pencegahan penyakit ikan, vitamin C dalam tubuh ikan berperan mengurangi stress dan mempercepat proses penyembuhan luka. Selain itu, vitamin C mempunyai kemampuan untuk mempercepat reaksi kelompok hidroksilasi dengan formulasi kolagen yang sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan alami oleh kulit beserta jaringan lainnya. Dalam percobaan di laboratorium, vitamin C memperlihatkan keterlibatannya dalam proses pelepasan zat kebal oleh sel kebal. Pada hewan, vitamin C merupakan suatu kebutuhan yang harus ada untuk produksi interferon dan komponen komplemen. Banyak zat yang penting dikeluarkan atas bantuan vitamin C dalam pertahanan tubuh dari pencegahan infeksi patogen (Johnny, 2007). Teknik pemberian vitamin C pada pakan yaitu vitamin C dicampur dengan pakan ikan pada dosis 500 – 700 mg/kg pakan atau setiap 10 kg pakan ikan ditambah vitamin C sebanyak 5 – 7 gram. Pencampran vitamin C ke dalam pakan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Dengan menggunakan alas plastik, pakan ikan yang hendak diberikan terlebih dahulu dibasahi permukaannya dengan menggunakan alat semprot (sprayer) sambil diaduk pelan-pelan. 2. Vitamin C ditaburkan/dilekatkan ke permukaan pakan hingga merata sambil diaduk pelan-pelan. 3. Vitamin C yang telah menempel pada pakan ikan, dilapisi dengan zat pelapis (binder) seperti minyak sayut atau putih telur sambil diaduk pelan-pelan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi proses pencucian oleh air (leaching) pada saat diberikan kepada ikan (proses ini perlu dilakukan untuk jenis ikan yang sifat makannya relatif lambat, namun untuk ikan mas proses pelapisan ini tidak perlu). 4. Setelah dilapis dengan minyak sayur atau putih telur, pakan tersebut dianginanginkan atau dijemur beberapa saat sebelum digunakan. 5. Pemberian pakan yang mengandung vitamin C sebaiknya diberikan selama pemeliharaan, atau paling sedikit satu kali dari jadwal pemberian pakan. Misalnya frekuensi pemberian pakan adalah 3 kali/hari, maka satu kali diantaranya adalah pakan yang diberi tambahan vitamin C. V. KESIMPULAN Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pengendalian ikan sakit adalah akuarium, alat tulis, pakan ikan, ikan yang diduga berpenyakit, bahan kimia; PK, formalin, methylen blue, malachyte green, fisca, heart, antibiotika; amphicillin, chloramphenitol, teramycin, dan vitamin; C, B, B komplek. 2. Penanganan pengendalian ikan sakit dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cara perendaman ikan (dipping) menggungakan bahan kimia, melalui pakan, melalui penyuntikan apabila jumlah ikan sakit sedikit, dan melalui pengolesan dengan obat yang biasa digunakan seperti obat merah, atau Yodium tinctuur. DAFTAR REFERENSI Chen, Z., H. Deng, C. Chen, Y. Yang, and H. Xu. 2014. Biosorption of Malachite Green From Aqueous Solution by Pleurotus ostreatus Using Taguchi Method. Sichuan University. China. Franca, A. S., L. S. Oliveira, and A. A. Nunes. 2010. Malachite Green Adsorption by a Residue-based Microwave-activated Adsorbent. Universidade Federal de Minas Gerais. Brazil. Herwig, N. 1996. Hand Book of Drugs and Chemical Used in the Treatment of Fish Diseases. Springfield, IL: Charles C. Thomas, Publishing. USA. Johnny, F., K. Mahardika, I.N.A. Giri, dan D. Roza. 2007. Penambahan Vitamin C Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Imunitas Benih Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus Terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali. Monica, W. S., Mahatmi, H. dan Besung, K. 2013. Pola Resistensi Salmonella typhi yang Diisolasi dari Ikan Serigala (Hoplias malabaricus) terhadap Antibiotik. Universitas Udayana. Denpasar. Prayitno, S. B., Nurjanah, S., dan Sarjito. 2014. Sensitivitas Bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. yang Diisolasi Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sakit Terhadap Berbagai Macam Obat Beredar. Universitas Diponegoro. Semarang. Retnoningsih, S., K. H. Nitimulyo, K. Lanadimulya, Suprayogi, Supardi, D. Darmantani, I. P. Panca, Hasnah, Soefaad, dan Milis. 2009. Efektivitas Kanamycin Terhadap Furunculosis Pada Karper, Cyprinus carpio. Balai Karantina Ikan (BKI) Kelas 1 Selaparang. Mataram. Safitri, D., Sugito, dan S. Suryaningsih. 2013. Kadar Hemoglobin Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diberi Cekaman Panas dan Pakan yang Disuplementasikan Tepung Daun Jaloh (Salix tetrasperma Roxb). Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Shen, Y-D., X.F Deng, Z-L Xu, Y. Wang, H-T Lei, H. Wang, J-Y Yang, Z-L Xiao, and Y-M Sun. 2011. Simultaneous Determination of Malachite Green, Brilliant Green and Crystal Violet in Grass Carp Tissurs by a Broadspecificity Indirect Competitive Enzyme-linked Immunosorbent Assay. South China Agricultural University. China.