Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan
Universitas Garut
ISSN: 1907-932X
Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan Karakter
Muhammad Ali Ramdhani
Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
m_ali_ramdhani@uinsgd.ac.id
Abstrak
Tujuan penulisan atrikel ini adalah membahas tentang makna dan peran lingkungan
pendidikan dalam pendidikan karakter. Metoda analisis yang digunakan dalam
pembahasan topik utama menggunakan model analisis causal efektual dengan
meninjau hubungan rasional, yang menganalisa hubungan sebab akibat antara
lingkungan pendidikan pada pendidikan karakter dengan sumber utama dari
literature review. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan
memberikan pengaruh besar dalam pendidikan karakter. Artikel ini berkesimpulan
bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan karakter perlu ditopang oleh lingkungan
pendidikan yang baik.
Kata kunci: lingkungan, pembelajaran, pendidikan karakter
1
Pendahuluan
Kompleksitas permasalahan seputar karakter atau moralitas telah menjadi pemikiran sekaligus
keperihatinan bersama. Krisis karakter atau moralitas ditandai oleh meningkatnya kejahatan
tindak kekerasan, penyalahgunaan obat terlarang (narkoba), pornografi dan pornoaksi, serta
pergaulan bebas yang sudah menjadi patologi dalam masyarakat. Adapun krisis moral lainnya
yang sungguh nyata telah terjadi ialah perilaku korup yang telah mentradisi di tengah-tengah
masyarakat. Selain itu, krisis kepercayaan pun terjadi pada kelompok elit masyarakat, yakni
perilaku korup yang semakin mengkhawatirkan. Demoralisasi ini karena proses pembelajaran
cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas tekstual semata dan kurang
mempersiapkan pembelajar untuk menyikapi kehidupan yang kontradiktif tersebut (Zubaedi,
2011: v).
Menangani persoalan tersebut, maka implementasi pendidikan karakter menjadi suatu
keniscayaan. Pendidikan karakter bukanlah suatu topik yang baru dalam pendidikan. Pada
kenyataannya, pendidikan karakter ternyata sudah seumur dengan pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini, pada dasarnya
pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para pembelajar untuk menjadi cerdas dan
memiliki perilaku berbudi (Lickona, 2013: 7).
Kesuma, Triatna, & Permana (2013: 7) melihat bahwa pendidikan karakter merupakan
pengembangan kemampuan pada pembelajar untuk berperilaku baik yang ditandai dengan
perbaikan berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang
berketuhanan (tunduk patuh pada konsep ketuhanan), dan mengemban amanah sebagai pemimpin
di dunia. Kemampuan yang perlu dikembangkan pada pembelajar adalah kemampuan untuk
28
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
Ramdhani
menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia dan makhluk
lainnya, dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana bagi kemakmuran dan
kesejahteraan bersama.
Sehingga, hakikat pendidikan karakter adalah proses bimbingan peserta didik agar terjadi
perubahan perilaku, perubahan sikap, dan perubahan budaya, yang akhirnya kelak mewujudkan
komunitas yang beradab (Aushop, 2014: 7). Diyakini bahwa implementasi pendidikan karakter
sangat dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan, artikel melakukan analisis hubungan antara
implementasi pendidikan karakter dengan lingkungan pendidikan.
2
Metodologi
Model analisis yang digunakan dalam pembahasan topik utama dalam artikel ini menggunakan
model analisis kausal efektual dengan menggunakan pendekatan rasional yang dirangkai
berdasarkan hasil kajian pustaka (literature review). Model analisis yang dikembangkan
mengikuti pola yang disarankan Ramdhani & Ramdhani (2014: 1-9) dan Ramdhani, Ramdhani,
& Amin (2014: 47-56).
Satuan analisis yang digunakan untuk mengkaji setiap pokok bahasan dilakukan dengan
meninjau topik bahasan berdasarkan batasan-batasan definisi yang ditetapkan untuk kemudian
dibahas berdasarkan pendekatan lingkungan. Dalam kontek ini, penulis dalam membahan
keberperanan lingkungan menggunakan pendekatan ekologi sebagai ilmu yang mempelajari
tentang pola relasi mutual antarmahluk di dalam sebuah ekosistem di mana ia tumbuh dan
berkembang. Salah satu konsep inti dalam ekologi adalah ekosistem, yaitu suatu sistem
lingkungan yang terbentuk oleh timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
(Febriani, 2014: 46).
3
Hasil dan Pembahasan
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata karma, budaya, adat itiadat, dan estetika (Samani & Hariyanto, 2013: 41-42).
Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan, yakni: moral knowing (pengetahuan
moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral behavior (perilaku moral). Karakter yang baik
terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good), keinginan terhadap kebaikan
(desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good). Dalam hal ini, diperlukan
pembiasaan dalam pemikiran (habits of the mind), dan pembiasaan dalam tindkan (habits of the
heart), dan pembiasaan dalam tindakan (habit of the action) (Zubaedi, 2011: 13).
Namun demikian, hakekat pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan
moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi
bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga
pembelajar memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen
www.journal.uniga.ac.id
29
Ramdhani
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pemikiran Islam,
karakter berkaitan dengan iman dan ikhsan (Mulyasa, 2013: 3)
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang
mengarah pada pendidikan karakter dan akhlak mulia pembelajar secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui
pendidikan karakter pembelajar diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasikan, serta mempersonalisasikan
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari (Mulyasa,
2013: 9).
Pendidikan karakter merupakan upaya pembentukkan karakter yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Hal ini selaras dengan pernyataan Samani & Hariyanto (2013: 43) yang mengungkapkan bahwa
karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh
hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
3.1
Prinsip Pendidikan Karakter
Secara umum, pendidikan merupakan interaksi antara faktor-faktor yang terlibat di dalamnya
guna mencapai tujuan pendidikan. Interaksi faktor-faktor tersebut secara jelas dapat tersaksi
dalam proses belajar, yaitu ketika pendidik mengajarkan nilai-nilai, ilmu, dan keterampilan pada
peserta didik, sementara peserta didik menerima pengajaran tersebut. Sasaran proses pendidikan
tidak sekedar pengembangan intelektualitas peserta didik dengan memasok pengetahuan
sebanyak mungkin, lebih dari itu, pendidikan merupakan proses pemberian pengertian,
pemahaman, dan penghayatan sampai pada pengamalan yang diketahuinya. Dengan demikian,
tujuan tertinggi dari pendidikan adalah pengembangan kepribadian peserta didik secara
menyeluruh dengan mengubah perilaku dan sikap peserta didik dari yang bersifat negatif ke
positif, dari yang destruktif ke konstruktif, dari berakhlak buruk ke akhlak mulia, termasuk
mempertahankan karakter baik yang disandangnya (Zaini, 2013: 5-6).
Amri, Jauhari, & Elisah (2011: 32); Mulyasa (2013: 10); dan Samani & Hariyanto (2013: 29-30)
menyatakan bahwa keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui
pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam standar lulusan di setiap
sekolah yang meliputi;
a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengn tahapan perkembangan manusia;
b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
c. Menunjukkan sikap percaya diri;
d. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
e. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongna sosial ekonomi dalam
linkup nasional;
f. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara
logis, kritis, dan kreatif;
g. Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
h. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
i. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari;
j. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
k. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
30
www.journal.uniga.ac.id
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
Ramdhani
l.
Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarat, berbangsa, dan
bernegara;
m. Menghargai karya seni dan budaya;
n. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
o. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang secara baik;
p. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
q. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat,
menghargai fakta berbeda pendapat;
r. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah;
s. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis;
t. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk studi lanjutan; dan
u. Memiliki jiwa wirasuaha
Schwartz (2008) dalam Samani & Hariyanto (2013: 168-175) menguraikan prinsip-prinsip
pendidikan karakter yang efektif, yaitu:
a. Pendidikan karakter harus mempromosikan nilai-nilai inti (ethical core values) sebagai
landasan bagi pembentukkan karakter yang baik;
b. Karakter harus dapat dipahami secara komperhensif termasuk dalam pemikiran, perasaan,
dan perilaku;
c. Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan yang sungguh-sungguh dan
proaktif serta mempromosikan nilai-nilai inti ke semua fase kehidupan;
d. Sekolah harus menjadi komunitas yang peduli;
e. Menyediakan peluang bagi para siswa untuk melakukan tindakan bermoral;
f. Pendidikan karakter yang efektif harus dilengkapi dengan kurikulum akademis yang
bermakna dan menantang, yang menghargai semua pembelajar dan membantu mereka untuk
mencapai sukses;
g. Pendidikan karakter harus secara nyata mengembangkan motivasi pribadi siswa;
i. Seluruh staf sekolah harus menjadi komunitas belajar dan komunitas moral yang semuanya
saling berbagi tanggung jawab bagi berlangsungnya pendidikan karakter, dan berupaya
untuk mengembangkan nilai-nilai inti yang sama menjadi panduan pendidikan karakter bagi
para siswa;
j. Implementasi pendidikan karakter membutuhkan kepemimpinan moral yang diperlukan bagi
staf sekolah maupun para siswa;
k. Sekolah harus merekrut orangtua dan anggota masyarakat sebagai partner penuh dalam
upaya pembangunan karakter;
l. Evaluasi terhadap pendidikan karakter harus juga menilai karakter sekolah, menilai fungsi
staf sekolah sebagai pendidik karakter, sampai pada penilaian terhadap bagaimana cara para
siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Sedangkan Zubaedi (2011: 138) menyatakan bahwa prinsip yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan karakter adalah:
a. berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter
merupakan proses yang tiada henti, dimulai dari awal peserta didik samapi selesai dari suatu
satuan pendidikan, bahkan sampai terjun ke masyarakat;
b. melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah, serta muatan lokal;
c. nilai tidak sekedar diajarkan, tetapi dikembangkan dan dilaksanakan. Aktivitas belajar
dilakukan untuk mengembangkan seluruh kemampuan ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik; dan
d. proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
www.journal.uniga.ac.id
31
Ramdhani
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, maupun lingkungan sehingga menjadi manusia insan
kamil. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran
perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh
pada internalisasi dan pengemalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat
(Amri, Jauhari, & Elisah, 2011: 52)
3.2
Desain Pendidikan Karakter
Secara sederhana pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha membantu peserta didik
mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir, rasa, dan karsa, serta raga) untuk menghadapi
masa depan (Samani & Hariyanto, 2013:37). Pada sisi lain, pendidikan karakter pada dasarnya
mencakup pengembangan substansi, proses, dan suasana atau lingkungan yang menggugah,
mendorong, dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan
sehari-hari. Kebiasaan ini timbul dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan,
kepekaan, dan sikap orang yang bersangkutan. Dengan demikian, karakter yang ingin dibangun
melalui pendidikan karakter bersifat inside-out, dalam arti bahwa perilaku yang terjadi karena
dorongan dari dalam, bukan paksaan dari luar (Zubaedi, 2011: 191). Sehingga desain pendidikan
karakter meliputi pengembangan potensi manusia dalam pengembangan karakter yang baik.
Karakter dibentuk oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal, menurut Aushop (2014:
3) faktor-faktor yang dapat berpengaruh teradap pembentukkan karakter peserta didik
diantaranya:
a. Corak nilai yang ditanamkan;
b. Keteladanan sang idola;
c. Pembiasaan;
d. Ganjaran dan hukuman; dan
e. Kebutuhan
Oleh karenanya, maka pendidikan karakter diniscayakan untuk menekankan pada keteladanan,
penciptaan lingkungan, dan pembiasaan; melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif.
Dengan demikian, apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dikerjakan oleh peserta didik dapat
membentuk karakter mereka. Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai metode
pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya, serta lingkungan yang kondusif juga sangat
penting, dan turut membentuk karakter peserta didik (Mulyasa, 2013:10).
Dalam ruang lingkup lembaga pendidikan (sekolah/ madrasah), Mulyasa (2013: 13-40)
menyatakan bahwa kunci sukses pendidikan karakter di sekolah adalah:
a. Pahami hakekat pendidikan karakter;
b. Sosialisasi dengan tepat;
c. Ciptakan lingkungan yang kondusif;
d. Dukung dengan fasilitas dan sumber belajar yang memadai;
e. Tumbuhkan disiplin peserta didik;
f. Pilih pimpinan yang amanah;
g. Wujudkan guru yang dapat digugu dan ditiru; dan
h. Libatkan seluruh warga sekolah.
32
www.journal.uniga.ac.id
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
3.3
Ramdhani
Strategi Pendidikan Karakter
Strategi implementasi pendidikan karakter dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan, Amri,
Jauhari, & Elisah (2011: 89-94) memberikan penjelasan tentang pendekatan implementasi
pendidikan karakter, yaitu:
a. Pendekatan penanaman nilai
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) ialah suatu pendekatan yang
menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai sosial agar mampu terinternalisasi dalam diri
peserta didik. Metode pembelajaran yang dapat digunakan saat menerapkan penanaman nilai
pada peserta didik diantaranya melalui keteladanan, pengautan sikap positif dan negatif,
simulasi, bermain peran, tindakan sosial, dan lain-lain
b. Pendekatan perkembangan kognitif
Pendekatan perkembangan kognitif memandang bahwa peserta didik merupakan individu
yang memiliki potensi kognitif yang sedang dan akan terus tumbuh dan berkembang. Karena
itu, melalui pendekatan ini peserta didik didorong untuk membiasakan berfikir aktif tentang
seputar masalah-masalah moral yang hadir di sekeliling mereka, dimana peserta didik dilatih
untuk belajar dalam membuat keputusan-keputusan moral. Pada gilirannya diharapkan
keputusan yang diambilnya dapat melatih peserta didik untuk bertanggungjawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
c. Pendekatan klarifikasi nilai
Orientasi pendekatan klarifikasi nilai ialah memberikan penekanan untuk membantu peserta
didik mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, kemudian secara bertahap ditingkatkan
kemampuan kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai yang didefinisikan sendiri oleh
peserta didik.
d. Pendekatan pembelajaran berbuat
Karakteristik pendekatan pembelajaran berbuat berupaya menekankan pada usaha pendidik
untuk memfasilitasi dengan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral yang dilakukan secara individual maupun berkelompok.
Aushop (2014: 4-5) menyatakan bahwa beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
menanamkan nilai-nilai moral keagamaan adalah:
a. Pendekatan rasional. Pendidik harus mampu menjelaskan sisi-sisi ajaran kebaikan secara
logis-rasional. Logis artinya jelas sebab akibatnya, sedangkan rasional adalah mampu
dipahami akal dan dapat dibuktikan.
b. Pendekatan folosofis.
c. Pendekatan emosional.
3.4
Model Pendidikan Karakter
Amri, Jauhari, & Elisah (2011: 57) menyatakan bahwa tujuan model pendidikan berbasis karakter
adalah membentukan manusia yang utuh yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik,
emosi, sosial, kreativitas, spiritual, dan intelektual peserta didik secara optimal. Untuk
membentuk manuisa pembelajar sejati, bisa dilakukan langkah-langkah:
a. menerapkan metoda belajar yang melibatkan partisipasi aktif peserta didik, yaitu metode
yang dapat meningkatkan motivasi peserta didikkarena seluruh dimensi manusia terlibat
secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dalam
www.journal.uniga.ac.id
33
Ramdhani
b.
c.
d.
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry-based learning,
integrated learning);
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (condicive learning community), sehingga
peserta didik dapat belajar secara efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman,
penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat;
Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan; dan
Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing peserta didik, yang
menerapkan seluruh aspek kecerdasan manusia.
Sedangkan Mulyasa (2013:11) menyatakan bahwa pendidikan karakter dilakukan melalui
penciptaan lingkungan yang kondusif, yang dapat dilakukan melalui berbagai variasi metode
sebagai berikut:
a. penugasan;
b. pembiasaan;
c. pelatihan;
d. pembelajaran;
e. pengarahan; dan
f. keteladanan
Lebih lanjut, Mulyasa (2013:11) menyatakan bahwa berbagai metode tersebut mempunyai
pengaruh sangat besar dalam pembentukkan karakter peserta didik. Pemberian tugas disertai
pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga peserta didik akan mengerjakan berbagai
tugas dengan kesadaran dan pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi. Setiap kegiatan
mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan
kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan, dan
kepemimpinan. Dalam kegiatan olah raga, terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman
sportivitas, kerjasama (team work), dan kegigihan dalam berusaha.
Secara teknis operasional, pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai model. Model
tersebut antara lain: pembiasaan dan keteladanan, pembinaan disiplin, hadiah dan hukuman, CTL
(contectual teaching and learning), bermain peran (role playing), dan pembelajaran partisipatif
(participative instruction) (Mulyasa, 2013:165).
3.5
Peran Lingkungan dalam Pendidikan Karakter
Lingkungan pendidikan mencakup segala materiil dan stimuli di dalam dan di luar diri individu,
baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosio-kulutral (Soemanto, 2003: 84).
Pembahasan lingkungan pendidikan pada artikel ini dibatasi pada faktor-faktor penting
lingkungan pendidikan dalam implementasi pendidikan karakter mengadopsi konsep yang
dikembangkan oleh Tobing (2007: 28-32), yang menjelaskan bahwa faktor penting dalam
implementasi kegiatan pembelajaran adalah:
a.
Manusia
Pada hakekatnya pengetahuan berada dalam pikiran manusa. Disamping sebagai sumber
pengetahuan, pada hakekatnya juga merupakan pelaku dari proses pembelajaran (Tobing,
2007: 28). Faktor manusia yang berkaitan erat dengan proses yang meningkatkan
kapasitasnya (proses belajar). Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan karakter
dipengaruhi oleh unsur manusia dalam pendidikan karakter. Tingkat pergaulan antar sesama
34
www.journal.uniga.ac.id
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
Ramdhani
dan pergaulan dengan orang sekitar akan memberikan dampak pada kemampuan seseorang
(peserta didik) dalam menginternalisasi suatu nilai dan norma kehidupan.
b.
Kepemimpinan
Peran yang sangat kritis yang harus dijalankan pemimpin adalah membangun visi yang kuat,
yaitu visi yang dapat menggerakkan seluruh anggota organisasi untuk mencapai visi tersebut
(Tobing, 2007: 29). Kepemimpinan merupakan proses yang mencakup pemberian motivasi
bagi anggota organisasi, pengaturan orang, pemilihan saluran komunikasi yang paling
efektif, dan penyelesaian konflik (Robbins & Judge, 2009: 6). Pola kepemimpinan dari
pimpinan institusi pendidikan dan tenaga pendidik akan memberikan pengaruh terhadap
efektivitas proses pendidikan karakter bagi para pembelajar. Hal ini didukung oleh
penyataan Mulyasa (2013: 74) yang menyatakan bahwa keberhasilan implementasi
pendidikan karakter sangat ditentukan oleh aspek kepemimpinan dalam melakukan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap implementasi pendidikan karakter secara
menyeluruh.
c.
Teknologi
Ali (2007: 40) menyatakan bahwa teknologi adalah penerapan sains secara sistematis untuk
memanfaatkan alam di sekelilingnya dan mengendalikan gejala-gejala yang dapat
dikemudikan oleh manusia dalam proses produktif yang ekonomis. Selanjutnya Noegroho
(2010: 2) menyatakan bahwa teknologi merupakan seperangkat untuk membantu aktivitas
manusia dan dapat mengurangi ketidakpastian yang disebabkan oleh hubungan sebab akibat
yang melingkupi dalam pencapaian suatu tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi
akan mampu mendorong efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran berbasis pendidikan
karakter.
d.
Organisasi
Organisasi berkaitan dengan penanganan aspek operasional dari aset-aset pengetahuan,
termasuk fungsi-fungsi, proses-proses, struktur organisasi formal dan informal, ukuran dan
indikator pengendalian, proses penyempurnaan, dan rekayasa proses (Tobing, 2007: 31).
Wahjono (2010: 34) mengungkapkan bahwa perilaku organisasi merupakan bidang studi
yang mencakup teori, metode, dan prinsip dari berbagai disiplin ilmu guna mempelajari
persepsi individu, nilai-nilai, kapasitas pembelajaran individu, dan tindakan-tindakan saat
bekerja dalam kelompok dan dalam organisasi secara keseluruhan, menganalisis akibat
lingkungan eksternal terhadap organisasi dan sumberdayanya, misi, sasaran, dan strateginya.
Penulis meyakini bahwa keberperanan pola dan bentuk organisasi akan memberikan
pengaruh nyata terhadap efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran berbasis pendidikan
karakter
4
Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu proses sadar yang dilakukan kepada peserta didik guna
menumbuhkan dan mengembangkan jasmani maupun rohani secara optimal untuk mencapai
tingkat kedewasaan. Diskursus tentang pendidikan senantiasa dikaitkan dengan upaya
pembentukan karakter. Pada sisi lain, karakter akan terbentuk oleh berbagai faktor yang ada, dan
di antaranya adalah prinsip, desain, strategi, dan model belajar yang dipengaruhi lingkungannya.
Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan
menyediakan ransangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan
www.journal.uniga.ac.id
35
Ramdhani
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
respons terhadap lingkungan dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu
berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi individu menyebabkan terjadinya perubahan
lingkungan, baik positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi lingkungan
merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar.
Setiap orang diduga akan memiliki karakter hasil belajar yang berbeda yang berbeda, disebabkan
oleh karena mereka mengalami proses belajar di lingkungan yang berbeda. Sehingga, dapat
dikaitkan bahwa dominasi lingkungan memiliki pengaruh kuat pada pendidikan karakter.
Daftar Pustaka
Ali, Z. (2007). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Amri, S., Jauhari, A., & Elisah, T. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran: Strategi Analisis dan Pengembangan Karakter Siswa dalam Proses
Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakarata.
Aushop, A. Z. (2014). Islamic Character Building: Membangun Insan Kamil, Cendekia
Berakhlak Qurani. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Febriani, N. A. (2014). Ekologi Berawawasan Gender dalam Perspektif Al-Quran. Bandung:
Mizan.
Kesuma, D., Triatna, C., & Permana, J. (2013). Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik
di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Lickona, T. (2013). Education for Character: Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta:
Bumi Aksara.
Mulyasa. (2013). Manajemen Pendidikan Karakter. Bandung: Bumi Aksara.
Noegroho, A. (2010). Teknologi Komunikasi. Jogyakarta: Graha Ilmu.
Ramdhani, A., Ramdhani, M. A., & Amin, A. S. (2014). Writing a Literature Review Research
Paper: A step-by-step approach. International Journal of Basic and Applied Science,
03(01), 47-56.
Ramdhani, M. A., & Ramdhani, A. (2014). Verification of Research Logical Framework Based
on Literature Review. International Journal of Basic and Applied Science, 03(02), 1-9.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2009). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Samani, M., & Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Soemanto, W. (2003). Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tobing, P. L. (2007). Knowledge Management: Konsep, Arsitektur, dan Implementasi.
Jogyakarya: Graha Ilmu.
Wahjono, S. I. (2010). Perilaku Organisasi. Jogyakarta: Graha Ilmu.
Zaini, A. H. F. (2013). Pilar-pilar Pendidikan Karakter Islami. Bandung: Gunung Djati Press.
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
36
www.journal.uniga.ac.id
Jurnal Pendidikan Universitas Garut
Vol. 08; No. 01; 2014; 28-37
www.journal.uniga.ac.id
Ramdhani
37