Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

TERBENTUKNYA DAN AKIBAT KONTRAK DALAM ISLAM

TERBENTUKNYA DAN AKIBAT KONTRAK DALAM ISLAM Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Desaining Kontrak Lembaga Keuangan Syariah Dosen Pengampu : Muhammad Iqbal, SEI, MEI Disusun Oleh : Muchammad Afif Ilhami 14423104 PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Terbentuknya dan Akibat Kontrak dalam Islam. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Desaining Kontrak Lembaga Keuangan Syariah. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Muhammad Iqbal , SEI, MEI serta teman-teman sekalian yang telah membantau, baik berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari, di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun isi kandungan materi. Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan guna untuk memperbaiki penyusunan makalah-makalah yang akan datang. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan dapat bermanfaat, baik bagi diri pribadi maupun orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan makalah ini sebagai tambahan referensi yang telah ada. Yogyakarta, 07 Oktober 2016 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................4 Latar Belakang ..............................................................................................................4 Rumusan Masalah .........................................................................................................4 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................5 Definisi Perjanjian ........................................................................................................5 Asas-asas Hukum Kontrak ...........................................................................................5 Syarat Sah Perjanjian ...................................................................................................7 Terbentuknya Kontrak .................................................................................................8 Akibat Kontrak ............................................................................................................9 BAB III PENUTUP ................................................................................................................11 Kesimpulan .................................................................................................................11 Daftar Pustaka ............................................................................................................12 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh fiqih muamalah era kontemporer saat ini adalah bagaimana hukum islam menjawab berbagai aktifitas dan bentuk transaksi ekonomi pada saat ini. Seperti yang kita ketahui agama islam merupakan agama yang paling sempurna, seluruh kegiatan manusia dimuka bumi ini telah diatur sedemikian rupa di dalam Al-Qur’an, termasuk dalam kegiatan muamalah. Hal ini semakin beralasan karena hukum islam di bidang muamalat ini semakin mempunyai arti yang penting, terutama dengan berdirinya lembaga institusi keuangan dan bisnis syariah seperti perbankan, asuransi, obligasi, dan lain sebagainya. Sementara itu, aspek hukum islam yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi adalah kegiatan hukum transaksi (hukum kontrak) yang meliputi asas-asas umum kontrak dan ketentua-ketentuan khusus bagi kontrak khusus. Salah satu aspek dari asas-asas tersebut adalah syarat sah terbentuknya suatu kontrak sebegai unsur pembentuk kontrak. Tanpa merumuskan hal ini terlebih dahulu, maka akan sangat sulit untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin akan muncul dalam kegiatan transaksi (kontrak). Maka selanjutnya makalah ini akan membahas tentang bagaimana terbentuk serta akibat kontrak dalam hukum islam. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa rumusan masalah. Rumusan malah tersebut diantaranya adalah : Bagaimana terbentuknya kontrak dalam islam ? Apa saja akibat kontrak dalam islam ? Tujuan Penulisan Sebagaimana telah diuaraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain : Mengetahui proses terbentuknya kontrak dalam islam. Mengetahui akibat kontrak dalam islam. BAB II PEMBAHASAN Definisi Perjanjian (Kontrak) Istilah hukum perjanjian atau kontrak berasal dari bahasa inggris yaitu law, sedangkan dalam bahasa belanda deisebut dengan istilah overeenscomsrecht. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang atau lebih untuk melaksanakan suatu hal tertentu. Adapun pengertian perjanjian atau kontrak juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1313, yang menerangkan bahwa suatu kontrak atau perjanjian merupkan suatu perbuatan dimana satu pihak atau lebih mengikatakan dirinya kepada satu pihak atau lebih. Dari peristiwa tersebut, maka timbullah suatu hubungan antara kedua belah pihak yang dinamai dengan perikatan. Dengan adanya suatu perjanjian maka akan timbul suatu perikatan antara kedua belah pihak tersebut. Perikatan adalah perhubungan hukum perjanjian dari kedua belah pihak, dimana kedua belah pihak tersebut mepunyai hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi. Perjanjian merupakan sumber dari perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Dan akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak adalah suatu kenikmatan, dan kewajiban merupakan suatu beban. Prinsip dalam Hukum Kontrak Dalam Hukum kontrak dikenal banyak asas, diantaranya adalah sebagai berikut : Asas konsensualisme Asas konsensuaalisme adalah bahwa lahirnya kontrak ia terjadi pada saat kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakaan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Berarti dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak lahirnya hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa disebut bahwa kontrak tersebut bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak Asas kebebasan berkontrak Kebebasan kontrak berkontrak ini oleh sebagai berjasa hukum biasanya didasarkan pada pasal pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian yg dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat. Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian. Kebebasan kontrak memberikan jaminan kebebasan pada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya : Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian. Bebas menentukan isi perjanjian. Bebas menentukan bentuk perjanjian. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Asas mengikatnya kontrak Setiap orang yang membuat kontrak, maka dia telah terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung perjanjian-perjanjian yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas Itikad Baik Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam pasal 1338 (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sementara itu, Arrest H.R di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap perjanjian bahkan kesesatan ditempatkan dibawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan dalam hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu perjanjian untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik. Syarat Sah Perjanjian (Kontrak) Suatu kontrak atau perjanjian bisa dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun syarat-syarat yang digunakan sebagai acuan pembuatan kontrak seperti yang telah tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320, antara lain yaitu : Kesepakatan mengikatkan diri. Yang dimaksud kesepakatan mengikatkan diri adalah kedua belah pihak tersebut telah bersedia menjelankan suatu kontrak, untuk mencapai tujuan kontrak tersebut. Di dalam suatu kontrak tidak boleh terdapat suatu unsur paksaan, unsur penipuan, dan unsur kesilapan. Kecakapan membuat suatu perikatan. Kecakapan disini berarti seseorang yang telah cukup umur (baligh) untuk melaksanakan suatu kontrak. Sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yang menerangkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan kecuali undang-undang yang menerangkan bahwa orang tersebut tidak cakap untuk membuat perikatan. Hal tertentu (objek kontrak). Yang dimaksud dengan hal tertentu disini adalah objek yang diakadkan harus jelas sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian. Hal ini sangat penting untuk memberikan jaminan kepastian kepada dua belah pihak tersebut. Suatu sebab yang halal. Dalam pembentukan kontrak tidak boleh terdapat hal-hal yang dilarang oleh undang-undang maupun syariat islam. Misalnya dalam transaksi jual beli anak, hal ini tidak diperbolehkan, karena dalam agama islam sendiri mengharamkan transaksi tersebut. Terbentuknya Kontrak Untuk terbentuknya suatu kontrak atau perjanjian dibutuhkan beberapa unsur-unsur pembentuk kontrak. Dikalangan fuqaha terjadi perbedaan pendapat tentang ketentuan terbentuknya suatu kontrak (rukun dan syarat). Menurut jumhur fuqaha rukun terbentuknya suatu kontrak terdiri dari Al-aqidain, Mahalul Akad, dan Sighat Akad. Sedangkan menurut fuqaha Hanafiyah rukun pembentuk kontrak hanya terdiri dari satu unsur, yaitu sighat akad. Al-aqidain dan mahalul akad bukan termasuk rukun akad, melainkan sebagai syarat akad. Berdasarkan perbedaan pendapat antara kedua kelompok diatas, maka Mustafa Ahmad Az-zarqa memberikan istilah lain untuk menyatukan dua pendapat dari kelompok tersebut tentang rukun akad (perjanjian). Beliau menyebutnya dengan muqawwimat akad (unsur penegak akad), dimana salah satunya adalah rukun akad dan ijab qabul. Sedangkan unsur lainnya adalah para pihak, objek akad, dan tujuan akad. Rukun dan syarat akad adalah dua hal yang paling menentukan dalam terbentuknya suatu akad (kontrak). Rukun dan syarat pembentuk kontrak antara lain sebagai berikut : Al-aqidain (pihak yang berakad) Sebuah kontrak harus ada pihak yang melangsungkan akad. Yang dimaksud dengan al-aqidain adalah para pihak yang melangsungkan akad atau perjanjian, masing-masih pihak diwakili oleh satu orang atau atau lebih. Al-aqidain ini merupakan langkah awal dari pembentukan sebuah akad (kontrak). Apabila tidak ada pihak yang melangsungkan akad, maka pembentukan akad tidak bisa dilanjutkan pada tahap selanjutnya. Sighat akad (pernyataan kehendak) Pernyataan kehendak atau yang biasa disebut dengan sighat akad adalah suatu ungkapan dari masing-masing pihak untuk melakukan ijab dan qabul dari suatu akad (kontrak). Ijab dan qabul ini merepresentasikan perizinan, yang menggambarkan kesepakatan dan kerelaan dari masing-masing pihak yang berakad atas hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari kontrak tersebut.. Mahalul Akad (objek akad) Rukun dan syarat ketiga dari terbentuknya suatu akad (kontrak) yaitu sesuatu yang diakibatkan dari objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkannya. Objek akad dapat berupa benda, manfaat benda, jasa atau pekerjaan yang lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat islam oleh karena itu objek akad harus memenuhi beberapa syarat, antara lain yaitu : Objek akad harus ada ketika kontrak berlangsung. Objek akad dapat menerima hukum akad. Objek akad harus dapat ditentukan dan diketahui. Objek akad dapat ditransaksikan. Tujuan akad Tujuan akad ini merupakan rukun tambahan dari terbentuknya suatu kontrak, dimana sebelumnya hanya disebutkan tiga unsur saja yaitu, Al-aqidain (pihak yang berakad, Sighat akad (pernyataan kehendak), dan Mahalul akad (objek akad). Dalam sebuah kontrak masing-masing pihak tentu mempunyai tujuan tersendiri dari perjanjian tersebut, misalnya sama-sama untuk meraih keuntungan atau prestasi. Akibat Kontrak Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, perjanjian tidak hanya sebuah ikatan dari pihak satu dengan pihak yang lain, namun perjanjian tersebut juga memiliki akibat hukum tersendiri. Akibat hukum yang sah adalah berlakunya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud mengikat dari mereka yang membuatnya adalah bahwa kesepakatan yang telah dicapai dalam peranjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya sebuah undang-undang. Para pihak tidak boleh keluar dari perikatan selama perikatan tersebut belum terselesaikan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Kecuali apabila sebelumnya telah disepakati oleh masing-masing pihak dengan alasan tertentu. Sekalipun mengikatnya dasar perjanjian sesuai dengan isi perjanjian, namun perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang telah tertera didalamnya, tetapi juga mengikat sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, dan kebiasaan atau undang-undang. Oleh sebab itu setiap perjanjian hendaknya harus dilakukan dengan itikad baik. Adapun akibat dari perjanjian sebuah kontrak tidak hanya dari segi keterkaitan para pihak, namun juga dari segi keterkaitan isi kontrak tersebut. Berikut penjelasan dari kedua segi tersebut : Segi keterkaitan dengan para pihak. Akibat hukum dari perjanjian tidak hanya mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Namun dalam beberapa hal tertentu juga menyangkut orang lain : Dalam para pihak bertindak atas namanya sendiri. Dalam pihak yang bertindak atas namanya sendiri, akibat hukum dari perjanjian tersebut berlaku juga terhadap, ahli waris, lembaga keuangan, dan pihak ketiga. Dalam hal para pihak mewakili orang lain. Para pihak menutup kontrak untuk dan atas nama (pemberi kuasa), seluruh akibat hukum/implikasi baik akibat hukum pokok maupun akibat hukum tambahan kembali kepada pemberi kuasa, pemberi kuasa yang dapat menuntut dan dituntut pelaksanaan akad, dan wakil hanya sebagai penghubung yang tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak. Dalam kontrak Islam untuk terciptanya perwakilan. Wakil wajib menyandarkan akad kepada (membuat akad untuk dan atas nama) pemberi kuasa. Segi keterkaitan dengan isi kontrak. Akibat dari segi keterkaitan dengan isi kontrak ini dapat ditentukan melalui ketentuan hukum islam, kebiasaan, sifat akad, dan unsur perjanjian. BAB III PENUTUP Kesimpulan Rukun dan syarat akad merupakan unsur-unsur pembentuk suatu kontrak. Dalam menentukan rukun dan syarat terbentuknya suatu akad (kontrak), sempat terjadi perbedaan pendapat antara jumhur fuqaha dengan Fuqaha Hanafiyah. Namun hal itu dapat diselesaikan dengan pernyataan dari Mustafa Ahmad Az-zarqa yang memadukan kedua pendapat dari kedua kalangan tersebut. Sehingga rukun dan syarat dari terbentuknya suatu akad (kontrak) dapat disimpulkan sebagai berikut : Al-aqidain (para pihak yang berakad) Sighat akad ( pernyataan kehendak) Mahalul akad (objek akad) Tujuan akad Dalam suatu kontrak atau perjanjian tidak hanya sebuah ikatan dari pihak satu dengan pihak yang lain, namun perjanjian tersebut juga memiliki akibat hukum tersendiri. Akibat hukum yang sah adalah berlakunya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Masing-masing pihak tidak boleh keluar dari perikatan tersebut sebelum kontrak tersebut selesai. Dalam sebuah kontrak akan muncul beberapa akibat yang ditimbulkan dari suatu perikatan tersebut, diantaranya dari segi keterkaitan dengan para pihak dan segi keterkaitan dengan isi kontrak. DAFTAR PUSTAKA Syahmin AK., S.H.,M.H, Hukum Kontrak Internasional, Jakarta, 2006, H. Salim HS., S.H., M.S, H. Abdullah, S.H, Wiwiek Wahyuningtih, S.H., M.Kn, Perancang kontrak & Memorandum Of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Afda Waiza, Terbentuknya Akad Dalam Hukum Perjanjian Islam,Al-mawarid Edisi XVIII (2008), Rahmani Timorita Yulianti, Asas Asas Dalam Perjanjian hukum kontrak syariah, La_riba (2008), Ahmad sufyan Che Abdullah, Kontrak Musamma Justifikasi Dalam Transaksi Kewenangan Islam Semasa, Jurnal Syariah (2011), Bayu Tri cahya, Pengaturan kontrak dalam validasi Muamalat, Addin (2014), Fani Martiawan Kumara Putra, Paksaan Ekonomi Dan penyalahgunaan Sebagai Bentuk Cacat Kehendak Dalam Hukum Kontrak, Yuridika (2015), Hj. Yulies Tiena Masriani SH, M.hum, M.Kn, Kedudukan Hukum Akta Akta Notaris Dalam Ekonomi Islam, Jurnal Ilmiah Untag Semarang, Dr. Ahmadi Muri, S.H., M.S, Hukum Kontrak Dan Perancang Kontrak, Grafindo, Jakarta, 2007, Salim H.S.S.H.M.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, jakarta, 2010. Pertanyaan presentasi : Jelaskan kembali tentang terbentuknya kontrak (Lisna Latifah) Perbedaan terbentuknya kontrak secara umum dengan islam ? (Maghfirah Dewi Alfaiz) Apa saja sebab-sebab pembatalan kontrak ? dan apakah ada landasan hukumnya dalam fatwa DSN ? (Zakka Hifzan) 14