Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

PAPER TUBERCULOSIS (TBC) PADA ANAK

PAPER TUBERCULOSIS (TBC) PADA ANAK DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT KELULUSAN KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PEDIATRI DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN DISUSUN OLEH: Nyoman Rawang Leo 11310275 Pembimbing: dr. Nurdiani, Sp.A RUMAH SAKIT HAJI MEDAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN MEDAN 2016 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul “ TUBERCULOSIS ANAK“. Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Nurdiani Sp.A atas bimbingan dan arahannya sehingga paper ini dapat terselesaikan. Saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian paper ini.Maka dengan segala kerendahan hati, saya menginginkan kritik dan saranyang bersifat membangun dari pembaca sekaligus guna menyempurnakan paper ini kedepannya. Medan, 2 Februari 2016 Penulis BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah TB. World health organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya dinegara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupundi negara maju. Prevalensi infeksi tuberkulosis di negara berkembang termasuk Indonesia masih tinggi. Tuberkulosis pada anak cukup penting dengan alasan bahwa tuberkulosis pada bayi dan anak akan lebih mudah berlanjut menjadi TBC paru yang lebih berat dan dapat terjadi TBC ekstra paru; infeksi tuberkulosis atau sakit tuberkulosis menunjukkan adanya penularan di lingkungannya dan tuberkulosis pada anak yang tidak ditangani akan menjadi sumber infeksi dimasa yang akan datang. Adanya kontak serumah dengan individu yang menularkan merupakan faktor risiko untuk infeksi atau sakit tuberkulosis pada bayi dan anak. Di Indonesia data tentang hal tersebut masih terbatas. Adanya infeksi tuberkulosis dapat ditelusuri dari adanya kontak serumah dengan penderita TBC dewasa dengan BTA (+). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Definisi Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita oleh anak <15 tahun. Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis dan kuman tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita tuberkulosis. Etiologi Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. Faktor Resiko Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit). Resiko infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Hal tersebut karena: Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak. Resiko sakit TB Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Usia Anak berusia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran, pendidikan yang rendah. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi). Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya. Patogenesis dan Perjalanan Alamiah Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer). Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang menyebabkan atelektasis. Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun. Gambar 1. Patogenesis tuberkulosis Catatan: 1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari. 2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis regional. 3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer. 4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen). Perjalanan alamiah Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai organ. Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit TB primer Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini. Diagnosis Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml. Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung padaa beberapa faktor yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB dibagi 2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi klinis antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal (spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal). Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB Parameter 0 1 2 3 Kontak TB Tidak jelas - Laporan keluarga, BTA (-), tidak tahu/tidak jelas BTA (+) Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥10 mm, atau ≥5 mm pada keadaan imunosupresi) Berat badan/keadaan gizi - BB/TB <90% atau BB/U <80% Klinis gizi buruk BB/TB <70% atau BB/U < 60% - Demam tanpa sebab yang jelas - ≥2 minggu - - Batuk - ≥3 minggu - - Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, inguinal - ≥1 cm, jumlah >1, tidak nyeri - - Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang - Ada pembengkakan - - Foto rontgen toraks Normal/ Tidak jelas Kesan TB - - Keterangan : anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, ( skor maksimal 13). 2.1.6 Manifestasi klinis Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara keduanya.Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya, sedangkan faktor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi. Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu. Tanda dan gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih signifikan sedangkan pada kelompok dengan rentang umur diantaranya menunjukkan clinically silent dissease. Manifestasi sistemik Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu:3 Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi. Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 40-80% kasus. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat (failure to thrive). Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan, tetapi pada anak bukan merupakan gejala utama. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Malaise (letih, lesu, lemah, lelah). Pemeriksaan penunjang Uji tuberculin Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48—72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm. Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut: 1. Infeksi TB alamiah a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten) b. infeksi TB dan sakit TB c. TB yang telah sembuh. 2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan). 3. Infeksi mikobakterium atipik. Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut: 1. Tidak ada infeksi TB. 2. Dalam masa inkubasi infeksi TB. 3. Anergi. Radiologis Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdetek secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : pembesaran kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi dengan infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma. Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 % anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin. Tatalaksana TBC Pada Anak Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah: Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan monoterapi Pemberian gizi yang kuat Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan. Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder)). Paduan Obat Terapi TB Anak Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB tertentu yaitu : TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan taffering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan jaringan. Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan. Nama obat Dosis harian (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal (mg/hari) Efek samping Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan. Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastriintestinal Streptomisin 15-40 1000 Ototoksisk, nefrotoksik DAFTAR PUSTAKA Rahajoe NN, Bambang S, Darmawan BS. Tuberculosis dalam Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2008. Hal. 162-194 Pusponegoro HD, Sri Rezeki, Dody F, dkk. Tuberculosis dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: IDAI. 2005. Hal 359 IDAI. Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Tuberculosis Anak. Jakarta: IDAI. 2007 19