Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Desy Safitri, 2022
Nama : Desy safitri Nim : C1C020070 Prodi : Akuntansi Kelas : R 10 Tugas Mata Kuliah metodologi penelitian Dosen Pengampu : Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR
Narkotika sudah menjalar ke segala usia terutama bagi remaja. Narkotika tak mudah terlepas dari kalangan remaja seperti sudah menjadi suatu kebutuhan, sudah dianggap wajar dan biasa saja. Pecandu narkotika pada umumnya berusia antara 15 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok, karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pecandu narkoba. Awalnya mencoba lalu kemudian mengalami ketergantungan. Terungkapnya kasus manufaktur Narkoba yang dikategorikan terbesar ketiga di dunia, telah membuat kita sadar bahwa masalah Narkoba merupakan masalah bagi kelangsungan hidup masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia untuk menuju kehidupan aman, makmur, dan sejahtera. Di samping itu, hal ini juga menandakan bahwa penyalahgunaan Narkoba sudah semakin marak dimana-mana. Tidak hanya di kota-kota besar saja, namun telah menyebar luas ke pinggiran kota, kota-kota kecil bahkan ke pedalaman (pedesaan) dengan menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal batas.
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) sekitar 5.8 juta kilometer persegi atau 75% dari total wilayah Indonesia. Wilayah laut tersebut ditaburi lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Sepanjang pantai tersebut, yang potensil sebagai lahan tambak 1.2 juta Ha. Sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Angka-angka fantastis di atas secara ironi berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi masyarakat pesisir yang notabene secara tradisional bermata pencaharian sebagai nelayan. Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,-per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia 'hanya' sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS. Namun, terlepas dari perbedaan angka-angka tersebut, yang terpenting bagi kita adalah bukan memperdabatkan masalah banyaknya jumlah orang miskin di Indonesia, tapi bagaimana menemukan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Dengan potensi yang demikian besar, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,-per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,-per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir. Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah lingkaran setan karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang dengan cyanidemasih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri. 2. IDENTIFIKASI MASALAH Mengapa suber daya alam yang sedemikian besar gagal mensejahterakan masyarakat yang hidup dan mencari nafkah di pesisir (masyarakat nelayan). Mengapa angka-angka potensi
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
European Scientific Journal ESJ, 2020
DIREITOS DA PERSONALIDADE E ALTERIDADE, 2024
J.J. Witkam, The Oriental Manuscripts in the Juynboll Family Library in Leiden. Journal of Islamic Manuscripts 3 (2012), pp. 20-102
repository.upi.edu
Journal of the Ordnance Society - Vol. 24, 2017
Journal of Open Humanities Data, 10: 19, 2024
Institute For Higher Education Policy, 2005
The Journal of organic chemistry, 2017
Neuro-Oncology
Enzyme and Microbial Technology, 2000