Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
1 I. PENGENALAN ALAT DAN TEKNIK ASEPTIS A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Pengenalan alat merupakan langkah pertama sebelum kita melakukan penelitian. Dengan mengenal alat, kita dapat mengetahui fungsi masing–masing bagian dari alat tersebut serta cara pengoperasian atau pengunaan alat–alat yang akan digunakan dalam percobaan atau penelitian yang dilakukan. Mengetahui fungsi dan cara penggunaan alat–alat yang akan digunakan dapat memperlancar jalannya suatu percobaan atau penelitian. Kita juga dituntut untuk untuk terampil dalam alat–alat yang kita gunakan, selain itu harus dibarengi dengan ketelitian dalam menggunakan pada suatu percobaan ataupun penelitian sehingga didapatkan hasil yang maksimal. Penggunaan alat laboratorium merupakan suatu cara untuk mengetahui nama dan fungsi alat–alat laboratorium. Dalam menggunakan alat–alat laboratorium, sebaiknya pengguna melakukan sterilisasi alat–alat laboratorium yang akan digunakan. Sterilisasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan mikroba yang tidak diinginkan. Selain itu, pengguna harus memakai jas praktikum, masker dan sarung tangan lateks sehingga dapat mencegah adanya kontaminasi alat dan bahan dari dan ke praktikan. Praktikum pengenalan alat dan teknik aseptis bertujuan untuk mengetahui berbagai macam alat yang terdapat di laboratorium, serta meminimalisir resiko kesalahan kerja pada saat melakukan percobaan mikrobiologi. Alat–alat laboratorium mempunyai cara dan prinsip kerja yang berbeda. Setiap pengguna harus mengikuti hal–hal tersebut agar dalam menggunakan alat–alat laboratorium tidak terjadi kerusakan alat maupun hal–hal yang berbahaya. Oleh karena itu, praktikum pengenalan alat dan teknik aseptis harus dilakukan sehingga kita dapat mengetahui alat–alat yang akan digunakan dalam praktikum mikrobiologi dan cara penggunaan alat–alat tersebut. 1 2 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Pengenalan Alat dan Teknik Aseptis adalah : a. Mengetahui dan mengenal alat yang digunakan dalam praktikum b. Mengetahui fungsi peralatan yang digunakan untuk mengamati mikrobia 3. Waktu dan Tempat Praktikum Pengenalan Alat dan Teknik Aseptis dilaksanakan pada hari Senin tanggal 4 April 2016 pukul 07.30–09.10 WIB bertempat di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka Seperti yang telah dijelaskan, bahwa teori pengenalan alat-alat laboratorium bertujuan untuk membuat praktikan mengetahui fungsi atau kegunaan alat-alat laboratorium, oleh karena itu, fungsi setiap alat perlu dijelaskan agar praktikan dapat memahami secara jelas kegunaan alat-alat laboratorium yang akan dipakai. Pada dasarnya setiap alat memiliki nama yang menunjukkan kegunaan alat tersebut, prinsip kerja atau proses yang berlangsung ketika alat digunakan. Beberapa kegunaan alat dapat dikenali berdasarkan namanya. Penamaan alat-alat yang berfungsi mengukur biasanya diakhiri dengan kata meter seperti thermometer, hygrometer, spektrofotometer dan lain-lain. Alat-alat pengukur yang disertai dengan informasi tertulis, biasanya diberi tambahan “graph” seperti thermograph dan barograph (Moningka, 2008). Dari uraian tersebut, tersirat bahwa nama pada setiap alat menggambarkan mengenai kegunaan alat dan atau menggambarkan prinsip kerja pada alat yang bersangkutan. Dalam penggunaannya ada alat-alat yang bersifat umum dan ada pula yang khusus. Peralatan umum digunakan untuk suatu kegiatan reparasi, sedangkan peralatan khusus lebih banyak digunakan untuk suatu pengukuran atau penentuan (Moningka, 2008). Penggunaan beberapa alat gelas dengan tepat penting untuk diketahui agar suatu praktikum dapat berjalan dengan baik. Kesalahan 3 dalam penggunaan alat-alat ini dapat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh. Oleh karena itu harus diberikan pelatihan tentang penggunaan alat-alat tersebut. Penggunaan alat-alat gelas tersebut haruslah sesuai dengan fungsinya agar pekerjaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan tepat. Apabila terjadi suatu kesalahan atau kekeliruan dalam penggunaannya akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Ada beberapa macam alat gelas yang dipakai di laboratorium, antara lain: gelas piala (beaker gelas), erlenmayer, gelas ukur, botol, pipet, corong, tabung reaksi, gelas objek dan gelas penutup, cawan petri dan kamar hitung. Terdapat dua kelompok alatalat ukur yang digunakan pada analisa kuantitatif, yaitu: Alat-alat yang teliti (kuantitatif) dan alat-alat yang tidak teliti (kualitatif). Untuk alat-alat yang teliti (kuantitatif) terdiri dari : buret, labu ukur, pipet. Sedangkan untuk alatalat yang tidak teliti (kualitatif) terdiri dari gelas ukur, erlenmeyer, dan lainnya. Dalam prakteknya, baik analisa maupun sintesa, sesorang yang mempelajari atau menekuni bidang kimia pasti akan selalu dihadapkan pada hal-hal yang berhubungan dengan alat-alat dan bahan kimia. Selain untuk menghindari kecelakaan dan bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat, praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna, kebersihan alat yang digunakan dan ketelitian praktikan dalam perhitungan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam suatu praktikum, dengan ketelitian dan ketepatan penggunaan alat maka kesalahan dalam praktikum dapat diminimalisir (Riadi, 1990). Maka, dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, dalam pelaksanaannya diharapkan kita dapat melakukan percobaan dengan baik, dimana selain memperkenalkan alat dan fungsinya kita juga harus mengetahui cara kerja dan sistematika penggunaan alat-alat tersebut secara tepat dan akurat, karena dengan mengetahui sistematika atau langkahlangkah penggunaan alat akan membuat praktikan tahu bagaimana mengatasi kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi pada alat saat kita melakukan percobaan di laboratorium (Mardani, 2007). 4 Dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja serta fungsi dari alat-alat yang ada dilaboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat, praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna (Walton, 1998). Suatu laboratorium harus merupakan tempat yang aman bagi para pekerja atau pemakainya yaitu para praktikan. Aman terhadap kemungkinan kecelakaan fatal maupun sakit atau gangguan kesehatan lainnya. Hanya didalam laboratorium yang aman, bebas dari rasa khawatir akan kecelakaan, dan keracunan seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efesien (Khasani,1990). Pekerjaan dalam laboratorium biasanya sering menggunakan beberapa alat gelas. Penggunaan alat ini dengan tepat penting untuk diketahui agar pekerjaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Keadaan yang aman dalam suatu laboratorium dapat kita ciptakan apabila ada kemauan dari para pekerja, pengguna, maupun kelompok pekerja laboratorium untuk menjaga dan melindungi diri, diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan yang terjadi dapat berakibat pada dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya. Tujuan dari praktikum pengenalan alat ini adalah untuk mengenal beberapa macam alat gelas yang sering digunakan dalam laboratorium dan penggunaanya (Ginting, 2000). Sebelum melakukan praktikum hal yang paling utama yang harus dipahami oleh praktikan adalah mengetahui terlebih dahulu nama-nama alat, fungsi, dan cara penggunaan alat-alat yang akan kita gunakan, agar praktikum yang akan dilakukan berjalan dengan baik (Setiawati, 2002). Pemakaian bahan kimia akan sangat berpengaruh terhadap alat-alat yang digunakan. Setiap alat dirancang dengan bahan-bahan yang berbeda, ada yang terbuat dari gelas, porselen, kayu, alumunium, plastik, dan lainlain sesuai dengan fungsinya masing-masing. Alat-alat tersebut ada yang tahan terhadap basa, tahan terhadap kondisi asam, tahan terhadap panas, dan ada yang hanya tahan terhadap kondisi normal. Oleh sebab itu, 5 penggunaan alat dan bahan kimia sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian (Mored, 2000). Pengenalan alat-alat ini meliputi macam-macam alat, mengetahui nama-namanya, memahami bentuk, fungsi, serta cara kerja alat-alat tersebut. Setiap alat dirancang atau dibuat dengan bahan-bahan yang berbeda satu sama lain dan mempunyai fungsi yang sangat spesifik. Kebanyakan peralatan untuk percobaan–percobaan di dalam laboraturium terbuat dari gelas. Meskipun peralatan-peralatan tersebut telah siap dipakai, tetapi di dalam pemasangan alat untuk suatu percobaan kadang kala diperlukan sambungan-sambungan dengan gelas atau membuat peralatan khusus sesuai kebutuhan (Imamkhasani, 2000). C. Materi dan Metode 1. Materi Praktikum Pengenalan Alat dan Teknik Aseptis menggunakan alat autoclaf, beaker glass, bunsen, erlenmayer, gelas ukur, inkubator, jarum ose, LAF (Laminar Air Flow), microppet, mikroskop, oven, object glass, petridish, pH meter digital, pipet tetes, pipet ukur, stirer, thermometer, timbangan digital, tabung reaksi, dan waterbath. 2. Metode Metode yang digunakan yaitu memastikan meja kerja bersih dari kotoran, mengusap meja kerja dengan aseptik atau senyawa pembersih lain sebelum digunakan, mensterilkan semua peralatan, mengatur semua peralatan di meja kerja sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir pergerakan tangan, membakar mulut atau bagian tepi dari suatu alat yang akan digunakan, telah menyiapkan dengan segala peralatan dan bahan yang dibutuhkan, memakai sarung tangan lateks dan mengganti secara berkala, mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja. 6 D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Pengenalan alat a. Hasil Pengamatan Tabel 1.1 Pengenalan Alat No Nama Alat 1. Fungsi Sterilisasi dengan uap panas bertekanan Gambar 1.1 Autoclaf 2. Untuk mengambil larutan dengan ukuran tertentu atau mencampurkan larutan Gambar 1.2 Beaker Glass 3. Memanaskan alat atau sterilisasi alat dengan pembakaran Gambar 1.3 Bunsen 4. Menghomogenkan larutan Gambar 1.4 Erlenmayer 5. Mengambil larutan dengan jumlah tertentu Gambar 1.5 Gelas Ukur 6. Sterilisasi bakteri) (inkubasi Gambar 1.6 Inkubator 7. Menggoreskan pada medium Gambar 1.7 Jarum Ose bakteri 7 8. Sterilisasi 3 preparasi alat Gambar 1.8 Laminar Air Flow 9. Mengambil sampel Gambar 1.9 Micropipet 10. Mengamati preparat dengan ukuran kecil Gambar 1.10 Mikroskop 11. Memanaskan sampel dengan suhu tertentu dan waktu tertentu Gambar 1.11 Oven 12. Untuk sampel meletakkan Gambar 1.12 Object Glass 13. Wadah medium dan bakteri, mengembangbiakkan bakteri Gambar 1.13 Petridish 14. Mengukur pH Gambar 1.14 pH Meter Digital 15. Mengambil dalam sedikit/tetesan Gambar 1.15 Pipet Tetes sampel jumlah 8 16. Mengambil sampel dengan ukuran tertentu Gambar 1.16 Pipet Ukur 17. Menghomogenkan larutan dengan getaran Gambar 1.17 Stirer 18. Mengukur suhu Gambar 1.18 Termometer 19. Menimbang sampel Gambar 1.19 Timbangan Digital 20. Wadah sampel Gambar 1.20 Tabung Reaksi 21. Memanaskan dan sterilisasi sampel Gambar 1.21 Waterbath Sumber: Laporan Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 b. Pembahasan Hasil yang diperoleh dari praktikum pengenalan alat dan teknik aseptis dapat diketahui berbagai macam fungsi atau prinsip kerja setiap alat yang ada di laboratorium mikrobiologi. Setiap alat dilakukan pengamatan secara visual dan dengan mempraktekan secara langsung sebagian alat tersebut. Pengenalan peralatan tersebut yaitu dijelaskan mengenai fungsi 9 dan cara kerja dari setiap alat yang digunakan dalam praktikum di laboratorium. Hasil pengamatan pada setiap alat menghasilkan fungsi dan cara kerja yang berbeda, seperti,bunsen digunakan untuk pembakaran mulut suatu alat, ujung jarum ose (sterilisasi dan pemanasan). Cawan petridis adalah tempat penanaman/penumbuhan mikrobia di dalam media agar. Beacker glass digunakan untuk mengukur dan menampung sampel. Erlenmeyer digunakan untuk menampung sampel dan menghomogenkan sampel berbentuk cairan. Mikropipet digunakan untuk mengambil sampel dalam jumlah banyak, sedangkan makropipet digunakan untuk mengambil sampel dalam jumlah sedikit. Blue tip dipasang pada ujung macropipet sedangkan yellow tip dipasang pada ujung mikropipet. Pipet ukur digunakan untuk mengambil sampel dengan ukuran yang telah ditentukan. Termometer digunakan untuk mengukur suhu suatu objek. Jarum ose digunakan untuk menggores bakteri pada media agar dan mengambil mikrobia. Spatula digunakan untuk mengaduk, pengaduk digunakan untuk mengaduk sampel dan mengambil sampel berbentuk padat. Gelas ukur adalah alat untuk mengukur volume suatu cairan. Tabung reaksi adalah alat untuk menampung sampel. Objek glass adalah tempat sampel dalam pengukuran di bawah mikroskop. LAF (Laminar Air Flow) adalah alat ruang steril mikroba. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan alat dan bahan. Stirer digunakan untuk menghomogenisasi sampel. Waterbath adalah alat yang digunakan untuk penangas air dengan suhu konstant. Inkubator adalah alat untuk inkubasi untuk keadaan/kondisi kering. Mikroskop adalah alat yang 10 digunakan untuk mengamati sampel mikrobia dan timbangan elektrik adalah alat untuk menimbang sampel. Alat-alat yang tersebut diatas merupakan alat-alat yang digunakan dalam laboratorium. Alat-alat yang terdapat dalam laboratorium mikrobiologi tersebut meliputi alat sterilisasi, isolasi, perhitungan, inkubasi dan identifikasi. Dari alat-alat tersebut yang termasuk alat sterilisasi adalah autoclaf, bunsen, LAF (Laminar Air Flow), oven dan waterbath. Alat-alat yang termasuk alat isolasi yaitu object glass, petridish dan tabung reaksi. Yang termasuk dalam alat inkubasi yaitu inkubator.yang masuk dalam alat identifikasi yaitu mikroskop. Dan yang termasuk dalam alat perhitungan/ukur antara lain beaker glass, micropipet, pH meter digital, thermometer, timbangan digital, gelas ukur, pipet ukur dan timbangan digital. Terdapat dua kelompok alat-alat ukur yang digunakan, yaitu: alat-alat yang teliti (kuantitatif) dan alat-alat yang tidak teliti (kualitatif). Untuk alat-alat yang teliti (kuantitatif) terdiri dari labu ukur, pipet dan micropipet. Sedangkan untuk alat-alat yang tidak teliti (kualitatif) terdiri dari gelas ukur, erlenmeyer, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Riadi. E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Hasil yang diperoleh dari praktikum teknik aseptis kita dapat mengetahui dan mengenal alat yang digunakan dalam praktikum serta dapat mengetahui fungsi dari alat-alat tersebut. 2. Saran Setelah melaksanakan praktikum mikrobiologi diharapkan praktikum selanjutnya: 1. Alat–alat yang digunakan dalam praktikum sebaiknya jumlahnya agar lebih banyak supaya praktikum berjalan lebih cepat dan efektif. 11 2. Praktikan yang menggunakan alat–alat laboratorium sebaiknya lebih berhati–hati agar dalam paktikum tidak terjadi hal–hal yang tidak di inginkan. 3. Untuk para asisten praktikum utuk lebih sabar dalam menghadapi praktikan dan tidak lelah dalam memberi bimbingan bagi praktikan. 4. Diharapkan dalam praktikum selanjutnya semua lebih disiplin. 12 II. KLASIFIKASI MIKROBIA A. Pendahuluan 1. Latar belakang Bakteri berasal dari bahasa Yunani, yaitu bakterion atau bakterium yang berarti tongkat atau batang. Pada perkembangan ilmu selanjutnya ada berbagai bentuk bakteri selain batang. Berdasarkan bentuknya bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu bulat (coccus), batang (bacillus), dan spiral (spirilum). Coccus adalah bakteri yang berbentuk seperti bola dan mempunyai variasi antara lain, monococcus, diplococcus, tetracoccus, sarcina, staphylococcus, dan streptococcus. Bakteri batang (bacillus) adalah sekelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, mempunyai variasi monobacillus, diplobacillus dan streptobacillus. Bakteri spiral mempunyai bentuk lengkung dan mempunyai beberapa jenis, yaitu vibrio, spiral, dan spirochete. Bentuk tubuh bakteri atau morfologi bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium, dan usia. Bakteri merupakan organisme prokariot bersel tunggal yang dapat hidup soliter maupun berkoloni. Fungi merupakan organisme eukariot uniseluler maupun multiseluler yang tidak mempunyai klorofil sehingga hidupnya bersifat heterotrof. Fungi memperoleh bahan organik dari lingkungannya baik dari makhluk hidup lain ataupun dari sisa makhluk hidup lain. Habitatnya di tempat-tempat lembab dengan pH rendah serta bersifat kosmopolitan. Kingdom fungi dibagi menjadi empat divisi berdasarkan hifa dan struktur penghasil spora yaitu, zygomycotina, ascomycotina, basidiomycotina, dan deuteromycotina. Bakteri dan fungi merupakan organisme yang bersifat kosmopolit atau habitatnya meliputi daerah yang luas. Habitat mikroorganisme tersebut berupa medium yang kaya nutrient, yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan peternakan dan merupakan perkembangbiakannya. medium 12 yang sangat Produk-produk ideal bagi 13 mikroorgaanisme karena kaya akan nutrient. Oleh karena itu, produkproduk peternakan sangat rentan terkontaminasi mikroorganisme. Mikroorganisme dapat menginfeksi melalui air dan makanan. Toksin atau zat metabolik beracun yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan keracunan. Infeksi mikroorganisme juga dapat menyebabkan kerusakan pangan, penurunan masa simpan dan perubahan nutrisi pada pangan. 2. Tujuan Praktikum Tujuan acara praktikum klasifikasi mikrobia adalah: 1. Melaksanakan pengamatan terhadap jenis-jenis mikrobia 2. Menunjukkan peralatan yang digunakan untuk mengamati mikrobia secara mikroskopis 3. Menerapkan cara pengamatan secara mikroskopis pada mikrobia 4. Menggunakan peralatan yang digunakan untuk mengamati mikrobia secara makroskopis 5. Membedakan mikrobia dengan melihat ciri makroskopisnya 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum klasifikasi mikrobia dilaksanakan pada hari Senin tanggal 4 April 2016 pukul 07.30-09.15 WIB bertempat di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka 1. Bakteri Bakteri dibedakan menjadi dua yaitu bakteri heterotrof dan bakteri autotrof berdasar cara mencari makan bakteri. Bakteri heterotrof adalah bakteri yang hidupnya tergantung pada organisme lain dalam hal pemenuhan zat organik sebagai sumber karbon (C). Bakteri heterotrof dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bakteri saprofit (saproba) dan bakteri parasit, hidup di dalam tubuh makhluk hidup atau bahan-bahan dari tubuh inangnya. Bakteri parasit dapat dibedakan menjadi bakteri parasit fakultatif, bakteri parasit obligat dan bakteri patogen. Bakteri autotrof 14 adalah bakteri yang mampu menyusun makanan sendiri dengan sumber karbon (C) yang berasal dari senyawa anorganik (CO2 atau karbonat). Bakteri autotrof dapat dibedakan menjadi bakteri fotoautotrof dan bakteri kemoautotrof (Suwarno, 2009). Berdasarkan pewarnaan gram (gram strain) bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif mempunyai dinding sel lebih sederhana, banyak mengandung peptidoglikan. Misalnya Micrococcus, Staphylococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Aerococcus. Bakteri gram negatif bakteri gram negatif, dinding sel lebih kompleks, peptidoglikan lebih sedikit. Misalnya Escherichia, Citrobacter, Salmonella, Shigella, Enterobacter, Vibrio, Aeromonas, Photobacterium, Chromabacterium, Flavobacterium (Anshori, 2009). Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri aerob dan anaerob berdasarkan kebutuhan oksigennya. Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk memperoleh energi. Bakteri aerob misalnya Nitrosomonas. Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak membutuhkan oksigen untuk memperoleh energi. Energi diperoleh dari perombakan senyawa organik melalui proses fermentasi. Bakteri anerob dibedakan menjadi anaerob obligat dan anaerob fakultatif. Contoh bakteri anaerob adalah Clostridium botulinum, Micrococcus denitrificans dan Escherichia coli (Kusumawati, 2012). Escherichia coli telah ditetapkan sebagai patogen utama yang menginfeksi makanan yang dapat menyebabkan diare, hemorrhagic colitis, dan sindrom hemolytic uremic. Escherichia coli adalah anggota dari bakteri jenis enterohemorrhagic Escherichia coli yang menyebabkan diare berdarah pada korban yang terinfeksi. Escherichia coli umumnya mengkontaminasi makanan yang ber-pH rendah. Escherichia coli dapat menginfeksi manusia melalui daging terkontaminasi yang kurang matang saat dimasak, susu yang tidak 15 dipasteurisasi, cuka apel yang tidak dipasteurisasi, air, ataupun dari satu orang ke orang lain (Theron, 2011). Bakteri kemoheterotrof menggunakan bahan anorganik untuk dioksidasi menjadi senyawa organik. Bakteri sulfat membentuk ATP dengan mengoksidasi senyawa organik dengan sulfat. Sulfat diubah menjadi adenosine 52-phosposulfate (adenylyl sulfate, APS) dengan sebuah reaksi enzimatis dengan ATP, dan menghasilkan APS yang akan digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik. Bakteri dari genus Desulfovibrio tidak dapat menguraikan asam asetat, sedangkan bakteri dari genus Desulfotomaculum dapat menguraikan senyawa organik menjadi CO2+H2O (Yamanaka, 2008). 2. Jamur Jamur termasuk organisme eukariot karena sel penyusunnya telah memiliki membran inti. Sel jamur juga memiliki dinding sel dari bahan kitin (chitine) yang merupakan polimer karbohidrat mengandung nitrogen. Zat ini juga terdapat pada eksoskeleton hewan arthropoda, seperti laba-laba dan serangga. Senyawa kitin bersifat kuat, tetapi fleksibel. Zat penyusun dinding jamur berbeda dengan tumbuhan umum yang dinding selnya tersusun dari selulosa dan bersifat kaku. Jamur merupakan organisme bersel banyak (multiseluler), tetapi ada juga yang bersel tunggal (uniseluler), contohnya jamur ragi tape (Saccharomyces sp). Tubuh jamur bersel banyak terdiri atas benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan hifa jamur membentuk anyaman yang disebut miselium (Anshori, 2009). Fungi biasanya bereproduksi dengan spora meskipun mereka juga dapat berkembang biak secara vegetatif dengan fragmentasi. Spora ada yang mempunyai pigmen dan beberapa ada yang mengandung polisakarida dalam bentuk gelatin. Hifa yang mengandung spora disebut konidiospora (Hanson, 2008). Mikotoksin adalah hasil metabolit sampingan dari jamur. Mikotoksin dapat menyebabkan gejala keracunan (mikotoksikotis) 16 ketika dikonsumsi oleh manusia atau hewan. Aspergillus, Fussarium, dan Penicillum adalah jamur penghasil toksin yang paling banyak dijumpai. Jamur mengkontaminasi makanan baik sebelum panen, selama masa panen, ataupun saat masa penyimpanan. Aflatoksin adalah jenis mikotoksin yang paling umum dan termasuk substrat yang dapat memicu kanker (Theron, 2011). Mikotoksin adalah zat non volatil, bermassa jenis relatif rendah dan merupakan hasil metabolit sampingan yang dapat menyebabkan gejala keracunan berbeda-beda tergantung kasusnya. Mikotoksin disebut hasil metabolit sampingan karena sudah tidak dibutuhkaan lagi untuk pertumbuhan jamur. Fungsi dari mikotoksin belum sepenuhnya diteliti, tetapi dapat dipastikan mikotoksin mempunyai peran yang berlawanan dengan mikroorganisme lain dalam lingkungan yang sama. Mikotoksin dipercaya dapat mengurangi parasit jamur pada jaringan inang. Jumlah racun yang mempengaruhi setiap individu berbeda pada setiap individu tergantung keadaan sistem imun individu tersebut (Magni, 2010). Susu segar dan cairan yang mempunyai pH netral sangat berpeluang besar terkontaminasi bakteri dan jamur. Pada susu yang diproses menjadi keju atau butter, bakteri asam laktat dapat menyebabkan pH turun yang dapat merangsang tumbuhnya jamur. Jamur dapat menghasilkan gas dan mengganggu pembentukan keju/butter tersebut. Geotrichum candidum dapat menyebabkan kerusakan pada susu cream karena proses yang kurang higienis. Kontaminasi jamur pada produk UHT terjadi setelah proses pengolahan. Fusarium oxysporum bisa mengkontaminasi susu UHT berperisa. Fusarium oxysporum tidak termasuk bakteri termodurik tetapi mempunyaai dinding sel yang tebal dan dapat tumbuh dalam kadar oksigen rendah (Pitt, 2009). 17 C. Materi dan Metode 1. Materi a. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum klasifikasi mikrobia adalah mikroskop okuler dengan perbesaran 100 kali. b. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum klasifikasi mikrobia adalah preparat kering atau awetan dari beberapa mikrobia. 2. Metode Metode yang digunakan adalah yang pertama mempersiapkan mikroskop okuler dan preparat yang akan diamati. Amati preparat kering dibawah mikroskop. Gambar preparat dengan beberapa keterangan yang diperlukan. D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan a. Bakteri Tabel 2.1 Gambar Klasifikasi Bakteri No Gambar Keterangan 1 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.1 Lactobacillus 18 2 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.2 Escherichia coli 3 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.3 Mansonella 4 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.4 Streptococcus 19 5 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.5 Bacillus subtilis 6 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.6 Pseudomonas 7 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.7 Salmonella 20 8 1. Inti sel 2. Sitoplasma 3. Flagela Gambar 2.8 Staphylococcus Sumber : Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 b. Jamur Tabel 2.2 Gambar Klasifikasi Jamur No Gambar Keterangan 1 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.9 Coccidioides immitis 2 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.10 Epydermophyton hocusum 21 3 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.11 Mycrosporum gypseum 4 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.12 Mucor 5 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.13 Hansenula 22 6 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.14 Helminthosporium 7 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.15 Geotrichum 8 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.16 Aspergillus 23 9 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.17 Phycomycetes 10 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.18 Candida albicans 11 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.19 Penicillum sp. 24 12 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.20 Saccaromyces 13 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.21 Rhizopus 14 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.22 Neurospora 25 15 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.23 Trichophyton rubrum 16 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.24 Trichoderma 17 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.25 Histoplasma 26 18 1. Sporangium 2. Spora 3. Sporangiofor Gambar 2.25 Mentagrophyles Sumber : Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 2. Pembahasan a. Bakteri Pengamatan mikroorganisme bakteri dalam acara klasifikasi mikrobia yang digunakan meliputi Lactobacillus, Escherichia coli, Streptococcus, Bacillus subtilis, Pseudomonas, Salmonella, dan Staphylococcus. Pengamatan tersebut dilakukan menggunakan bahan preparat awetan kering. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran sampai 100 kali. Dari pengamatan tersebut didapatkan hasil berupa karekteristik masing-masing bakteri. Lactobacillus merupakan jenis bakteri yang berbentuk batang tunggal. Lactobacillus termasuk bakteri asam laktat dan bersifat fakultatif anaerob. Lactobacillus banyak dimanfaatkan sebagai probiotik. Menurut Kusumawati (2012) Escherichia Coli adalah bakteri gram negatif yang umumnya hidup dalam saluran percernaan manusia maupun hewan. Karakteristik Escherichia coli yaitu berbentuk batang pendek dan tunggal, merupakan bakteri anaerob. Escherichia coli yang mengontaminasi makanan dapat menyebabkan diare dan gastroenteritis. Streptococcus adalah salah satu genus dari bakteri nonmotil yang mengandung sel gram positif. Bentuknya bulat, oval dan membentuk rantai pendek maupun 27 panjang. Streptococcus ada yang menguntungkan dan ada yang bersifat patogen. Streptococcus dapat membantu proses fermentasi makanan dan minuman. Berdasarkan keterangan dari Anshori (2009) Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif dan termasuk bakteri aerob. Bacillus subtilis dapat menyebabkan pembusukan pada daging. Media pertumbuhannya tersebar di tanah, udara, air dan materi tumbuhan yang terdekomposisi. Pseudomonas adalah bakteri gram negatif yang sebagian besar adalah patogen. Karakteristik Pseudomonas adalah berbentuk batang pendek tunggal maupun berpasangan. Pseudomonas termasuk bakteri aerob. Salmonella termasuk salah satu bakteri yang merugikan. Salmonella dapat menyebabkan keracunan jika ikut terkonsumsi dalam makanan. Salmonella berbentuk batang termasuk bakteri anaerob fakultatif dan bakteri gram negatif. Menurut Theron (2011) Staphylococcus adalah bakteri yang berbentuk bulat (coccus) dan bergerombol menyerupai buah anggur. Staphylococcus termasuk bakteri gram positif dan bersifat anaerob fakultatif. Staphylococcus bersifat patogen dan saprofit. Bakteri merupakan organisme prokariot uniseluler yang bisa hidup secara berkoloni maupun soliter. Bakteri mempunyai ukuran mikroskopik dengan diameter sekitar 0,5-1 mikron dengan panjang 1-20 mikron. Bakteri ada yang termasuk gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif akan berwarna ungu dengan pewarnaan gram. Dikutip dari Anshori (2009) bakteri gram negatif berwarna merah dengan pewarnaan gram. Perbedaan pewarnaan gram dapat disebabkan oleh perbedaan ketebalan lapisan peptidoglikan penyusun dinding sel bakteri. Bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri aerob dan bakteri anaerob berdasarkan kadar oksigen yang diperlukan dalam pertumbuhannya. 28 b. Jamur Pengamatan mikroorganisme jamur dalam acara klasifikasi mikrobia yang digunakan meliputi Epydermophyton hocusum, Microsporum Hansenula, Helminthosporium, Coccidioides gypseum, Geotrichum, immitis, Mucor, Aspergillus, Phycomycetes, Candida albicans, Penicillium sp, Saccaromyces, Rhizopus, Neurospora, Tricophyton rubrum, Trochoderma, Histoplasma dan Mentagrophyles. Pengamatan tersebut dilakukan menggunakan bahan preparat awetan kering. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran sampai 100 kali. Dari pengamatan tersebut didapatkan hasil berupa karekteristik masing-masing jamur. Jamur banyak terdapat di lingkungan dan bentuknya bermacam-macam, ada yang berbentuk seperti bola, gada, daun dan payung. Menurut Hanson (2008) jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Dinding selnya tersusun dari zat kitin. Tubuh jamur tersusun oleh hifa atau benang-benang halus, kumpulan hifa membentuk miselium. Jamur tersusun atas bagian-bagian seperti stolon, rizoid, sporangiofor dan sporangium. Jamur ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Berdasarkan keterangan dari Kusumawati (2012) jamur yang memiliki karakteristik hifa yang bercabang-cabang dan tidak bersekat dengan dinding sel tersusun dari zat kitin termasuk dalam jamur Zygomycota. Jamur Zygomycota menghasilkan spora yang disebut zigospora. Jamur yang termasuk Zygomycota misalnya Mucor dan Rhizopus. Rhizopus mampu memecah amilum menjadi dekstrosa, protein, dan lemak dalam kedelai menjadi molekul yang lebih kecil. Rhizopus juga bisa bersifat parasit apabila tumbuh pada buah-buahan. Jamur yang memiliki karakteristik hifa yang bersekat dan berinti banyak disebut jamur Ascomycota. Dikutip dari Suwarno 29 (2009) jamur Ascomycota menghasilkan spora dalam askus yang disebut askospora, struktur tubuhnya ada yang uniseluler dan multiseluler, serta mempunyai cara hidup saprofit dan parasit. Contoh jamur Microsporum Geotrichum, Ascomycota gypseum, Aspergillus, adalah Coccidioides Hansenula, Phycomycetes, immitis, Helminthosporium, Candida albicans, Penicillium sp, Saccaromyces, Neurospora, Tricophyton rubrum, Trochoderma, Histoplasma dan Mentagrophyles. Menurut Anshori (2009) Penicillium hidup sebagai saprofit dalam bahan organik dan ada yang menghasilkan zat antibiotik. Konidianya berwarna hijau dan askokarpnya berbentuk bola. Saccaromyces disebut juga sel khamir, yeast atau ragi. Saccaromyces merupakan organisme uniseluler dan tidak mempunyai badan buah. Saccaromyces dapat melakukan fermentasi yang dimanfaatkan dalam pembuatan tapai, roti dan anggur. Beberapa jenis jamur dapat menghasilkan racun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin pada jamur umumnya adalah aflatoksin. Toksin tersebut dapat meracuni manusia atau hewan yang mengkonsumsinya. Reaksi individu terhadap racun tersebut berbeda-beda tergantung dengan kondisi sistem imun. E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Bakteri dan jamur mempunyai bentuk dan ukuran bermacammacam. b. Bakteri yang berbentuk bulat (coccus) antara lain Streptococcus, Pseudomonas, dan Staphylococcus. c. Bakteri yang berbentuk batang (bacillus) antara lain Lactobacillus, E. Colli, Bacillus subtilis, dan Salmonella. d. Bakteri dibedakan menjadi bakteri aerob dan bakteri anaerob berdasarkan kebutuhan kadar oksigen untuk pertumbuhannya. Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen dalam 30 pertumbuhannya, contohnya Nitrosomonas. Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak membutuhkan oksigen, contoh bakteri anaerob adalah Clostridium botulinum, Micrococcus denitrificans dan Escherichia coli. e. Jamur Zygomycota mempunyai ciri-ciri mempunyai hifa bercabangcabang dan tidak bersekat. Contohnya Mucor dan Rhizopus. f. Jamur Ascomycota mempunyai karakteristik antara lain hifanya bersekat dan berinti banyak, struktur tubuhnya ada yang uniseluler dan multiseluler, serta mempunyai cara hidup saprofit dan parasit. Contohnya Hansenula, Coccidioides immitis, Helminthosporium, Microsporum Geotrichum, gypseum, Aspergillus, Phycomycetes, Candida albicans, Penicillium sp, Saccaromyces, Neurospora, Tricophyton rubrum, Trochoderma, Histoplasma dan Mentagrophyles. g. Sebagian jamur menghasilkan racun yang disebut mikotoksin yang dapat menyebabkan keracunan pada korban yang mengkonsumsinya. 2. Saran a. Praktikan harus hati-hati dan mematuhi semua peraturan yang ada di laboratorium. b. Asisten harus lebih aktif lagi dalam memberikan pengarahan pada praktikan. c. Asisten harus lebih sabar dalam membimbing praktikan. d. Alat-alat untuk praktikum sebaiknya ditambah jumlahnya agar praktikum tidak terhambat sehingga bisa efisien waktu. 31 III. DETEKSI BIOLOGIS MIKROBIA A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Hasil yang diperoleh dari usaha peternakan seperti daging dan susu merupakan produk memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Daging dan susu merupakan bahan pangan yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini dikarenakan kandungan nutrien yang tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Apabila tidak dilakukan secara tepat dan benar serta penyimpanan yang terlalu lama dapat menyebabkan mikrobia tumbuh banyak. Oleh karena itu diperlukan teknik khusus dengan menggunakan teknologi modern. Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mikroorganisme beserta hal-hal yang mencakup di dalamnya. Sedangkan pengertian mikroorganisme sendiri adalah organisme hidup yang hanya dapat dilihat dengan bantuan perbesaran mikroskop berdaya tinggi mengingat ukuran mikrobia sangat kecil. Mikroorganisme tersebar luas di lingkungan dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga sebagai sumber makanan bagi perkembangan mikroorganisme. Pertumbuhan atau perkembangan mikroorganisme dalam makanan sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Kelompok mikroorganisme yang umumnya berhubungan dengan bahan pangan adalah bakteri, kapang, khamir dan virus. Mikroba dalam klasifikasinya ada yang merugikan makhluk hidup lainnya dan ada juga yang bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu perlu dilakukan deteksi biologis mikrobia untuk mengetahui dan mendeteksi jenis mikrobia apa yang terdapat pada suatu pangan, terutama pada pangan hewani. Dengan beberapa uji kita akan dapat 31 32 mengetahui apakah suatu pangan sudah terkontaminasi atau masih layak untuk dikonsumsi. 2. Tujuan Praktikum Tujuan acara praktikum deteksi biologis mikrobia adalah : 1. Agar mahasiswa dapat melaksanakan deteksi mikrobia secara biologis. 2. Agar mahasiswa dapat menunjukkan peralatan untuk deteksi mikrobia secara biologis. 3. Agar mahasiswa dapat menerapkan cara deteksi mikrobia secara biologis. 4. Agar mahasiswa terampil menggunakan peralatan yang digunakan untuk deteksi mikrobia secara biologis. 5. Agar mahasiswa dapat melaksanakan preparasi sampel bahan untuk mikrobia secara biologis. 6. Agar mahasiswa dapat menyiapkan bahan-bahan yang digunakan untuk uji mikrobia secara biologis. 3. Waktu dan Tempat praktikum Praktikum deteksi biologis mikrobia dilaksanakan pada hari Selasa, 5 April 2016 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan Pustaka 1. Eber Pengujian menggunakan larutan eber merupakan salah satu cara untuk membuktikan adanya gas NH3 pada daging yang sudah busuk. NH3 terbentuk pada awal pembusukan jadi pengujian ini bias untuk mendeteksi permulaan pembusukan daging. Uji ini digunakan reagent eber yang mengandung HCl, alkohol 96%, dan eter dengan perbandingan 1:3:1. Hasil positif pemeriksaan yaitu adanya NH3 yang ditunjukkan adanya embun pada tabung karena gas NH3 yang keluar 33 dari daging akan berikatan dengan uap HCl yang ada pada tabung dan akan keluar terbentuk embun NH4Cl (Dewi, 2012). Pemeriksaan awal pembusukan yang dilakukan dengan uji Eber. Jika terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan terjadi pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas). Pada daging sapi segar, dingin, dan beku yang diperiksa hasilnya negatif dimana tidak terdapat NH4Cl setelah diuji dengan mengunakan larutan Eber karena pada daging-daging tersebut belum terbentuk gas NH3. Pada daging busuk jelas terlihat gas putih (NH4Cl) pada dinding tabung karena pada daging busuk gas NH3 sudah terbentuk (Prawesthrini, 2009) Pada uji Eber jika daging mengalami pembusukan, maka daging akan mengeluarkan gas NH3. Gas NH3 ini kemudian berikatan dengan asam kuat (HCl) sehingga membentuk NH4Cl (gas). Daging yang busuk akan menghasilkan gas putih pada dinding tabung reaksi. Jika terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan terjadi pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas) (Pratiwi, 2015). Uji eber untuk mengetahui pembusukan pada daging. Uji eber dilakukan dengan cara meletakkan daging di atas 5 ml reagen eber. Larutan eber terdiri atas HCl pekat ditambah Alkohol 96% dengan rasio 1:3. Tabung ditutup rapat, jika terdapat kabut menandakan daging telah membusuk (Kurnianingsih, 2006). Kebusukan pembentukan pada lendir, daging ditandai dengan bau busuk, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan perubahan rasa. Perubahan warna disebabkan oleh elaborasi pigmen asing dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk terutama oleh bakteri anaerob melalui dekomposisi protein dan asam amino yang akan menghasilkan indole, metilamin, dan H2S (Adams and Moss 2008). 34 2. Hidrogen Sulfida Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan timah asetat menjadi timah sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan timah asetat tersebut. Hanya kelemahan uji ini, bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzimenzim yang membentuk asam sulfida dan amonia (Lawrie, 2006). Uji hidrogen sulfida adalah mengamati tabung biakan yang disisipi kertas plumbun asetat. Bila kertas tersebut tampak warna hitam kecoklatan maka uji tersebut positif. Hal ini dikarenakan bakteri tertentu seperti Proteus vulgaris menghasilkan hidrogen sulfida dari asam amino sistein melalui kerja enzim sistein desulfurase. Produksi H2S merupakan langkah awal dalam proses deaminasi sistein. H2S yang terbentuk akan bereaksi dengan plumbun asetat menghasilkan plumbun sulfida yang berwarna hitam (Kurnianingsih, 2006). Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan perubahan rasa. Perubahan warna disebabkan oleh elaborasi pigmen asing dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk terutama oleh bakteri anaerob melalui dekomposisi protein dan asam amino yang akan menghasilkan indole, metilamin, dan H2S (Adams and Moss 2008). Gas H2S dapat timbul sebagai hasil penguraian protein dan senyawa-senyawa lain yang mengandung belerang. Biasanya hasil itu tidak banyak, namun hal ini dapat diuji dengan indikator. Pembusukan bangkai serta penguraian sulfat ditempat-tempat yang becek menimbulkan banyak H2S. Bakteri yang banyak menghasilkan 35 Hidrogen sulfida ialah Desulfovibrio desulfuricans (Dwidjoseputro, 2006). 3. Daya Fermentasi Susu Beberapa jenis produk susu yang difermentasi adalah yoghurt dan kefir. Mikroba-mikroba utama penghasil susu fermentasi dilakukan suplementasi bakteri yang bersifat sebagai probiotik ke dalam susu fermentasi untuk meningkatkan nilai fungsional produk akhir. Beberapa spesies yang sering digunakan antara lain Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium infantis, Bifidobacterium breve, dan Lactobacillus casei (Wijaningsih, 2008). Bakteri yang digunakan dalam fermentasi susu mempunyai beberapa peranan yang pada dasarnya adalah memproduksi asam laktat, sekresi metabolit yang berhubungan dengan karakteristik flavour dari produk fermentasi susu tertentu, dan modifikasi substrat agar perubahan-perubahan biokimiawi yang diinginkan dapat berlangsung. Seleksi bakteri yang sesuai untuk suatu produk tertentu memegang peranan penting dan karakteristik mikroba yang dipilih dapat digunakan sebagai parameter dalam proses fermentasi (Wijaningsih, 2008). Proses fermentasi laktosa pada susu akan menghasilkan asamasam organik yang akan menyebabkan pH susu turun hingga mencapai titik isoelektris protein susu (sekitar 4–4,5). Jika pH turun menjadi 4,6 atau lebih rendah, maka protein akan terdenaturasi. Proses tersebut akan merubah atau memodifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen (Luthana, 2008). Suhu fermentasi menentukan jenis mikroba yang dominan selama fermentasi. Contohnya Lactobacillus bulgaricus yang termasuk dalam kelompok Bakteri Asam laktat (BAL), pada umumnya suhu pertumbuhan optimum 40°-45°C. Jika konsentrasi asam yang diinginkan telah tercapai, maka suhu dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi (Kunaepah, 2008). 36 Substrat medium fermentasi menyediakan zat gizi yang diperlukan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk 9 sel, dan biosintesa produk-produk metabolisme. Bermacam-macam substrat dapat dipakai untuk melangsungkan fermentasi yaitu serealia, pati, laktosa, glukosa, dan sukrosa sebagai sumber karbon, sedangkan asam amino, protein, nitrat, garam amonium, dan sisa fermentasi sebagai sumber nitrogen. Selain untuk memenuhi pertumbuhan sel dan pembentukan produk fermentasi, medium yang digunakan akan berpengaruh terhadap pH (Kunaepah, 2008). C. Materi dan Metode 1. Materi a. Bahan Praktikum deteksi biologis mikrobia menggunakan bahan larutan eber, daging segar, daging dingin, daging beku, larutan PbSO4, larutan FeSO4, susu segar, dan susu sterilisasi. b. Alat Praktikum deteksi biologis mikrobia menggunakan alat tabung reaksi 25 ml, pipet ukur 10 ml, kawat steril, gunting/pisau, pinset, sumbat, beker gelas 50 ml, gelas ukur, oven, dan thermometer. 2. Metode a. Uji Eber Metode yang digunakan dalam uji eber yang pertama yaitu mengambil sampel daging masing-masing 5 gr dengan pinset steril dan menusuknya dengan kawat steril. Langkah selanjutnya memasukkan sampel daging tersebut ke dalam tabung reaksi yang diisi dengan 5 ml larutan eber dan tabung ditutup dengan sumbat. Uji eber positif jika terbentuk kabut pada ruang udara tabung reaksi. b. Uji Hidrogen Sulfida Metode yang digunakan dalam uji hidrogen sulfida yang pertama yaitu mengambil sampel daging masing-masing 5 gr 37 dengan pinset steril dan menusuknya dengan kawat steril. Langkah selanjutnya memasukkan sampel daging tersebut ke dalam tabung reaksi yang diisi dengan 5 ml larutan hidrogen sulfida dan tabung ditutup dengan kain kasa, lalu diteteskan larutan PbSO4 pada permukaan kain kasa. Uji hydrogen sulfide positif jika terdapat bercak-bercak warna coklat kehitaman pada permukaan kain penutup. c. Uji Daya Fermentasi Susu Metode yang digunakan dalam uji daya fermentasi susu yaitu yang pertama adalah susu segar dan susu steril dimasukkan dalam beker gelas dan diinkubasi pada oven dengan suhu 37oC sampai terjadi penggumpalan. Jumlah daya fermentasi susu dapat diketahui dengan melihat asam yang dihasilkan per satuan waktu atau jumlah gumpalan yang dihasilkan persatuan waktu. Jumlah asam dideteksi dengan titrasi untuk mengetahui asam laktat dan gumpalan dengan sentrifugasi untuk memisahkan curd dengan supernatant, sehingga jumlah gumpalan dapat ditimbang. D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Uji Eber a. Pengamatan Tabel 3.1 Uji Eber Sampel Daging segar Hasil Uji Eber Hari Ke2 7 +++ ++ Keterangan Ada kabut banyak Daging refrigerasi ++ + Adak kabut sedang Daging beku + + Ada kabut sedikit Sumber : Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 38 b. Pembahasan Gambar 3.1. Uji Eber Daging merupakan sumber protein yang mudah mengalami kerusakan oleh mikro organisme. Kerusakan terjadi diakibatkan adanya mikroorganisme kontaminan pada karkas atau daging. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kerusakan daging adalah jumlah mikroorganisme kontaminan. Semakin besar jumlah mikroorganisme kontaminan, maka akan semakin cepat terjadinya kerusakan pada daging dengan diproduksinya senyawa-senyawa yang tidak diinginkan. Pemeriksaan awal pembusukan yang dilakukan dengan uji Eber. Jika terjadi pembusukan, maka pada uji ini ditandai dengan terjadi pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai asam amino akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentuk NH4Cl (gas). Pada daging sapi segar, dingin, dan beku yang diperiksa hasilnya negatif dimana tidak terdapat NH4Cl setelah diuji dengan mengunakan larutan Eber karena pada daging-daging tersebut belum terbentuk gas NH3 . Pada daging busuk jelas terlihat gas putih (NH4Cl) pada dinding tabung karena pada daging busuk gas NH3 sudah terbentuk (Prawesthrini dkk, 2009). Dari hasil pengamatan pada daging segar dapat diketahui bahwa daging segar menghasilkan kabut yang cukup banyak. Bila daging segar dibiarkan pada udara terbuka, daging mudah terkontaminasi bakteri karena tidak ada perlakuan khusus daging pada suhu tertentu yang mencegah mikroorganisme untuk hidup. Hal 39 ini terjadi karena lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri yang menyebabkan adanya kabut yang cukup banyak sekali dan tersedia nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bakteri. Selain dikarenakan lingkungan yang cocok, mikrobia dapat tumbuh dan berkembang apabila tersedianya nutrisi yang mencukupi. Apabila lingkungan cocok dengan tersedinya nutrisi, mikrobia akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Dari hasil pengamatan dengan uji eber di dapat pada daging segar ada banyak kabut, pada daging dingin ada kabut tetapi sedikit dan untuk daging beku tidak ada kabut. Kabut menunjukkan jumlah mikroorganisme yang ada di dalam daging. Semakin banyak kabut, maka semakin banyak pula mikroorganisme di dalamnya. 2. Uji Hidrogen Sulfida a. Pengamatan Tabel 3.2 Uji Hidrogen Sulfida Sampel Daging segar Hasil Uji Hidrogen Sulfida Hari Ke2 7 - Keterangan Tidak ada bercak Daging refrigerasi Tidak ada bercak Daging beku Tidak ada bercak Sumber : Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 40 b. Pembahasan Gambar 3.2. Uji Hidrogen Sulfida Pada uji hidrogen sulfida, untuk mengetahui mikroorganisme dalam daging dapat dilakukan dengan deteksi kebusukan dengan menggunakan asam amino yang mengandung sulfur. Oleh mikrobia akan didegradasi menjadi hidrogen sulfida (H2S). Hidrogen sulfida dengan Pb akan membentuk PbS yang berwarna coklat. Sumber Pb berupa PbSO4 atau timbal sulfat. Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb asetat tersebut. Hanya kelemahan uji ini, bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan amonia (Lawrie, 2006). Dari hasil pengamatan dengan uji hidrogen sulfida didapatkan pada daging segar, dingin, maupun daging beku tidak ditemuka bercak hitam. Disebabkan oleh kuantitas dari jumlah bakteri tersebut belum mampu untuk menghasilkan amonik yang tinggi untuk kemudian ditangkap oleh molekul Pb sehingga tidak 41 menghasilkan warna bercak coklat. Kontaminasi mungkin saja terjadi pada daging segar, daging dingin, maupun daging beku. Lingkungan yang cocok dengan tersedianya cukup nutrisi, mikrobia akan tumbuh dan berkembang. Jadi kualitas daging akan semakin baik jika mikroba yang ada sedikit, begitu pula sebaliknya. Sedangkan pada daging dingin terdapat bercak coklat yang tidak sebanyak pada daging segar, karena pada daging dingin yang sudah diperlakukan pada suhu yang menghambat mikroba hidup setelah ditempatkan pada suhu kamar mikroba berjalan dengan dengan cepat yang menyebabkan timbul bercak coklat yang banyak. Pada daging beku terdapat sedikit bercak coklat karena setelah mengalami perlakuan pada suhu dibawah 0oC mikroorganisme diinaktifkan sehingga hanya sedikit saja terdapat bercak coklat. 3. Uji Daya Fermentasi susu a. Pengamatan Table 3.3 Uji Daya Fermentasi Susu SSampel Susu segar t masuk t jedal Asam laktat (%) Curd (gr) 09.45 12.50 0,45 % 4 Sumber : Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 Perhitungan : %asam laktat= ml ሺNaOHሻxM ሺNaOHሻxBM asam laktat x100% volume sampel =5 ml x 0,1 x 0.09 10 ml = 0,45% x100 42 b. Pembahasan Gambar 3.3. Uji Kualitas Susu Dari hasil pengamatan pada susu segar menunjukkan bahwa kandungan asam laktat sebesar 0,45%. Waktu menggumpal susu segar terjadi selama 3 jam 15 menit dalam inkubasi yang bersuhu 37oC. Pada susu yang memiliki kadar asam laktat yang lebih tinggi, maka akan memiliki jumlah mikroorganisme yang tinggi pula. Uji keasaman susu mempunyai nilai yang penting terutama untuk standart keasaman krim, terlebih lagi untuk pembuatan mentega. Dengan melakukan uji keasaman maka kita dapat mengetahui apakah susu layak dikonsumsi ataukah sudah tidak layak lagi dikonsumsi (kandungan asam tinggi) disebabkan telah tingginya kontaminasi bakteri pembentuk asam yang terdapat di dalam susu. Rata-rata keasaman susu hanya 0,16 %. Keasaman yang kecil ini disebabkan oleh karena sifat susu yang hanya mempunyai pH di sekitar 6,5 sampai 6,7. Adanya asam dalam susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri-bakteri pembentuk asam. Bakteri– bakteri tersebut dapat merubah gula (laktosa) menjadi asam laktat. Proses fermentasi laktosa pada susu akan menghasilkan asam-asam organik yang akan menyebabkan pH susu turun hingga mencapai titik isoelektris protein susu (sekitar 4 sampai 4,5). Jika pH turun menjadi 4,6 atau lebih rendah, maka protein akan terdenaturasi yaitu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, 43 dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatanikatan kovalen (Luthana, 2008). E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Uji eber dan uji hidrogen sulfida adalah uji yang digunakan untuk mendeteksi mikrobia yang ada di dalam daging. b. Uji eber memiliki hasil yang lebih spesifik, karena pada uji hidrogen sulfida kuantitas dari jumlah bakteri tersebut belum mampu untuk menghasilkan amonik yang tinggi untuk kemudian ditangkap oleh molekul Pb. c. Uji eber dapat diketahui daging segar memiliki lebih banyak mikrobia daripada daging dingin dan daging beku, karena daging segar dibiarkan diudara terbuka sehingga mikrobia lebih mudah untuk tumbuh. d. Pada uji daya fermentasi susu yang digunakan untuk mengetahui nilai asam laktat yang dihasilkan susu. 2. Saran a. Praktikan harus hati-hati dan mematuhi semua peraturan yang ada di laboratorium. b. Asisten harus lebih aktif lagi dalam memberikan pengarahan pada praktikan. c. Asisten harus lebih sabar dalam membimbing praktikan. d. Alat-alat untuk praktikum sebaiknya ditambah jumlahnya agar praktikum tidak terhambat sehingga bisa efisien waktu. 44 IV. PENYIAPAN MEDIUM DAN TEKNIK ISOLASI A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Mikrobia (meliputi virus, archae, bakteri, jamur dan protozoa) dapat dikatakatan sebagai makhluk tertua dengan diversitas yang tinggi di planet bumi. Mikrobia atau mikroorganisme adalah makhluk yang berukuran sangat kecil sehingga diperlukan alat bantu untuk mengamatinya. Mikroba dapat bertahan hidup dalam berbagai kondisi lingkugan. Mikrobia dalam lingkungan mana saja pada berada pada populasi campuran dan jarang ditemui dalam satu koloni spesies. Dalam bidang bioteknologi ketersediaan biakan murni sangat diperlukan untuk mengetahui produk metabolit yang dihasilkan. Mikrobia yang ingin kita tumbuhkan, yang pertama harus harus dipahami karakteristik serta kebutuhan dasar dari mikrobia tersebut. Mikrobia dapat berkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikrobia yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Media harus sesuai dengan karakteristik dan nutrient yang dibutuhkan oleh mikrobia. Media yang digunakan adalah PCA (Plate Count Agar) dan metode yang digunakan adalah metode pour plate dan spread plate. Teknik isolasi bakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu melakukan pengenceran beberapa kali dilanjutkan dengan membiakkan pada media yang sesuai. 2. Tujuan Praktikum Tujuan acara praktikum penyiapan medium dan teknik isolasi adalah untuk mengamati berbagai bentuk sel tunggal dan koloninya. 3. Waktu dan Tempat Praktikum penyiapan medium dan teknik isolasi dilaksanakan pada hari Rabu, 6 April 2016 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di 44 45 Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan pustaka 1. Penyiapan Medium (PCA) Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Machmud, 2008). Mikroorganisme sebagai makhluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya, sangat membutuhkan energi dan bahan-bahan untuk membangun pertumbuhannya, seperti dalam sintesa protoplasma dan bagian-bagisn sel yang lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Untuk memanfaatkan bahan-bahan tersebut maka sel memerlukan sejumlah kegiatan, sehingga menyebabkan perubahan kimia di dalam selnya. Semua reaksi yang terarah yang berlangsung di dalam sel ini disebut metabolisme. Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam sel tersebut, hanya dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut katalisator organik atau biasa disebut biokatalisator yang dinamakan enzim. Untuk dapat memahami tentang nutrisi dan metabolisme ini, pengetahuan dasar biokimia sangat dibutuhkan (Natsir dan Sartini, 2006). Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel dan sebagai akseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber akseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan dan nitrogen. Nutrien dalam media pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik organisme baru (Arfiandi, 2009). 46 2. Teknik Isolasi (Pengecatan Gram) Pewarnaan Gram pada pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk memperjelas gambaran spesies yang diperiksa baik morfologi, struktur, maupun organel yang dimiliki suatu organisme atau jaringan. Pewarnaan ini dilakukan dengan menggunakan zat pewarna yang mempunyai kemampuan dalam mewarnai sel organisme dan jaringan sesuai dengan sifat-sifatnya. Secara kimiawi, senyawa yang memberikan warna tersebut disebut chromophore (pembawa warna) bersifat tidak permanen dalam mewarnai sel atau jaringan. Agar sifat memberi warna ini tetap, maka pada zat pewarna tersebut harus mempunyai bagian yang disebut sebagai auxochome (radikal pengikat warna) (Novita, 2006). Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis tersebut akan berwrna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah muda atu merah. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri tersebut terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri (Karmana, 2008). Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya (Pelczar and Chan, 2007). Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. (Pelczar and Chan, 2007). 47 Pewarnaan basa atau negatif merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina (Pelczar and Chan,2007). C. Materi dan Metode 1. Materi a. Bahan Praktikum penyiapan medium dan teknik isolasi menggunakan bahan bakteri, nutrient agar, kapas, aquadest, dan alkohol. b. Alat Praktikum penyiapan medium dan teknik isolasi menggunakan alat ose, mikroskop, tabung reaksi, petridish, dan inkubasi. 2. Metode Metode yang digunakan dalam pengecatan gram yaitu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Objek glas disterilkan dengan alkohol, nyalakan Bunsen kemudian sterilkan ose dengan cara dibakar sampai berwarna kemerahan. Biarkan sebentar sampai warna ose tidak merah kemudian ambil bakteri dari media. Teteskan aquaes pada objek glas dan pada objek glas dan ratakan bakteri pada objek glas. Diamkan beberapa saat kemudian lewatkan pada api dibagian sisi yang tidak terdapat sampel bakteri. Teteskan pewarna Gram A (crystal violet) dan diamkan selama 1 menit, setelah itu bilas dengan aquades. Teteskan pewarna Gram B (iodine) dan diamkan 30 detik setelah itu bilas dengan aquades. Teteskan pewarna Gram C (alcohol aseton) dan diamkan 30 detik setelah itu bilas dengan aquades. Teteskan pewarna Gram D (sapranin) kemudian diamkan selama 1 menit kemudian bilas dengan 48 aquades, biarkan sampai kering. Amati hasil pengecatan dengan mikroskop. D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Pengecatan gram Jenis Mikroorganisme Hasil Pengamatan Bakteri : Escherichia coli Gram : Negatif Sumber: Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 2. Pembahasan Proses pewarnaan gram, harus menggunakan gelas objek yang bersih. Pembersihan ini dilakukan supaya gelas objek bebas lemak dan debu. Pembersihan biasanya menggunakan alkohol. Setelah di cuci kemudian di beri satu tetes aquades pada permukaan gelas objek. Kultur bakteri murni diambil dan diratakan diatas kaca objek. Pengambilan kultur bakteri tidak diambil terlalu banyak, karena jika terlalu banyak akan sulit diratakan dan apabila kultur bakteri tidak dapat diratakan tipis-tipis maka bakteri akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan pemeriksaan bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas. Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini 49 berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka. Praktikum penyiapan media dan teknik isolasi kami melakukan pewarnaan gram dan pengamatan morfologi bakteri. Biakan murni yang digunakan yaitu E. coli. Setelah dilakukan pengecatan Gram A, Gram B, Gram C, Gram D, dan setelah itu dibilas dengan aquades dan ditunggu hingga kering. Kami mengamatinya di bawah mikroskop dan menemukan bakteri berbentuk batang dan berwarna merah dan itu adalah E.coli yang berarti E.coli adalah bakteri gram negatif yang memiliki dinding tipis sehingga tidak dapat mempertahankan zat warna metil ungu. Pada pemeriksaan laboratorium, pewarnaan sangat membantu untuk memperjelas gambaran spesies yang diperiksa baik morfologi, struktur, maupun organel yang dimiliki suatu organisme atau jaringan. Pewarnaan ini dilakukan dengan menggunakan zat pewarna yang mempunyai kemampuan dalam mewarnai sel organisme dan jaringan sesuai dengan sifat-sifatnya. Secara kimiawi, senyawa yang memberikan warna tersebut disebut chromophore yang bersifat tidak permanen dalam mewarnai sel atau jaringan. Agar sifat memberi warna ini tetap, maka pada zat pewarna tersebut harus mempunyai bagian yang disebut sebagai auxochome. Zat pewarna adalah suatu senyawa organik kompleks yang mengandung khromophore (pembawa warna) dan auxochrome (radikal pengikat warna) (Novita, 2006). E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Penyiapan medium dan teknik isolasi dilakukan dengan menumbuhkan terlebih dahulu bakteri dan meletakkannya pada objek glas yang steril dan dilakukan pengecatan gram. Escherichia coli adalah bakteri gram negatif karena setelah dilakukan pengecatan gram Escherichia coli tidak dapat mempertahankan warna ungu. Escherichia 50 coli memiliki dinding yang tipis sehingga mudah untuk melepaskan Gram A (crystal violet). 2. Saran a. Praktikan harus hati-hati dan mematuhi semua peraturan yang ada di laboratorium. b. Asisten harus lebih aktif lagi dalam memberikan pengarahan pada praktikan. c. Asisten harus lebih sabar dalam membimbing praktikan. d. Alat-alat untuk praktikum sebaiknya ditambah jumlahnya agar praktikum tidak terhambat sehingga bisa efisien waktu. 51 V. PERHITUNGAN TOTAL MIKROBIA A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Mikroba adalah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relatif panas, dari lingkungan yang asam hingga basa. Penentuan jumlah angka mikroorganisme sangat penting dilakukan untuk menetapkan keamanan suatu sediaan farmasi dan makanan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk menghitung jumlah mikroorganisme. Metode tersebut menghitung jumlah sel, massa sel, atau isi sel yang sesuai dengan jumlah sel. Perhitungan mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan secara langsung dan perhitungan secara tidak langsung. Perhitungan secara langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara contohnya yaitu Metode Plate Count. Ada dua Metode Plate Count yang sering digunakan, yaitu metode sebaran dan metode tuang. Asumsi digunakannya metode ini adalah bahwa setiap satu sel mikroba dapat tumbuh dan akhirnya membentuk satu koloni yang dapat dilihat dengan kasat mata. Pada metode sebaran, volume yang dibutuhkan adalah 1 ml agar sampel tersebut sapat tersebar, terendam, dan teresap. Karena jika lebih, maka sampel akan mengendap dan mengumpul sehingga menyulitkan dalam perhitungan. 2. Tujuan Praktikum Tujuan acara praktikum perhitungan total mikrobia adalah: a. Mahasiswa dapat melaksanakan perhitungan total mikrobia. b. Mahasiswa dapat menunjukkan peralatan untuk perhitungan total bakteri. c. Mahasiswa dapat menerapkan cara perhitungan total bakteri. d. Mahasiswa dapat trampil menggunakan peralatan yang digunakan untuk perhitungan total mikrobia. 51 52 e. Mahasiswa dapat melaksanakan preparasi sampel bahan untuk uji total mikrobia. f. Mahasiswa dapat melaksanakan sterilisasi alat dan bahan untuk perhitungan total mikrobia. g. Mahasiswa dapat melaksanakan penanaman dan pengembangan total mikrobia untuk perhitungan koloni. 3. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Perhitungan Total Mikrobia dilaksanakan pada hari Kamis, 7 April 2016 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Program Studi Peternakan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Tinjauan pustaka Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya (pour plate). Setelah diinkubasi selama 24-48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni yang diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30-300 koloni (Irianto, 2006). Mikroba dalam suatu bahan cair dapat dideteksi berdasarkan kekeruhannya. Pertumbuhan sel bakteri di dalam suatu medium cair akan meningkatkan kekeruhan media yang akan mempengaruhi jumlah sinar yang dapat ditransmisikan menembus medium. Ada berbagai macam cara untuk mengukur jumlah sel, antar lain dengan hitungan cawan (plate count), hitungan mikroskopis langsung (direct microscopic count) yang menggunakan mikroskop serta ruang hitung (haemositometer) atau secara elektonis dengan bantuan alat yang disebut penghitung coulter (Zaraswati, 2004). Pour-plate method, volume yang biasa digunakan adalah 0,1 – 1 ml dari kultur untuk di letakkan pada cawan petri. Cawan tersebut diinkubasikan hingga koloni muncul. Kelebihan dari pour-plate method adalah volume sampel dapat mencapai 1 ml. Kekurangan dari pour-plate method adalah organisme yang akan dihitung jumlahnya harus kuat menghadapai suhu dari agar. Selain itu, 53 pengamatan perhitungan juga harus diamati dengan baik-baik, sebab koloninya dapat tumbuh didalam medium juga (aerob dan anaerob) (Madigan, 2012). Jumlah mikrobia pada suatu bahan dapat ditentukan dengan bermacammacam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobia yang ditentukan. Jenis populasi mikroba dalam tanah, air, bahan makanan dan lain-lainnya berbedabeda tergantung pada susunan bahan tersebut. Ada dua cara perhitungan jumlah mikrobia yaitu perhitungan secara langsung dan perhitungan secara tidak langsung (Soetarto, 2008). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah mikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata (Waluyo, 2004). C. Materi dan metode 1. Materi a. Bahan Praktikum perhitungan total mikrobia menggunakan bahan PCA (daging 10 cm2, larutan pepton 0,1%, dan 1000 ml aquades). b. Alat Praktikum perhitungan total mikrobia menggunakan alat tabung reaksi, petridish, autoklaf, dan pepton. 2. Metode Metode untuk perhitungan total mikrobia yaitu melakukan perhitungan koloni dari sampel yang dibuat pada praktikum Penyiapan Medium dan Teknik Isolasi. Koloni dihitung dengan membuat kotak-kotak sebanyak 8 agar lebih mudah menghitungnya. Koloni yang dapat dihitung berkisar 30-300 koloni. 54 D. Hasil pengamatan dan pembahasan a. Hasil Pengamatan Tabel 5.1 Uji Total Plate Count Pengenceran Jumlah koloni 1 Total MO >300 Spreader Sumber: Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 Perhitungan: Jumlah Total Bakteri = >300 b. Pembahasan Gambar 5.1 Perhitungan Total Mikrobia Perhitungan Total Mikrobia dengan Metode Plate Count menggunakan sampel dari hasil Praktikum Penyiapan Medium dan Teknik Isolasi. Mikrobia hanya dihitung apabila jumlah bakteri berjumlah 30-300. Hasil perhitungan tidak dihitung apabila bakteri berjumlah <30 dan >300 bakteri. Metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru kemudian di tuang ke mediumnya (pour plate). Setelah diinkubasi selama 24-48 jam, amati koloni yang tumbuh dan koloni yang diamati hanyalah koloni yang berjumlah 30-300 koloni (Irianto, 2006). Hasil dari perhitungan total koloni bakteri adalah >300 koloni. Perbandingan dari hasil yang didapat dan tinjauan pustaka menunjukkan bahwa bakteri tidak dihitung karena berjumlah lebih dari 300 koloni. 55 Bakteri masih perlu dilakukan pengenceran kembali agar dapat dihitung koloninya. E. Kesimpulan dan saran 1. Kesimpulan Praktikum Perhitungan Total Mikrobia dapat diambil kesimpulan bahwa bakteri yang ada pada sampel tidak dihitung karena berjumlah lebih dari 300 koloni. Bakteri hanya bisa dihitung jika jumlahnya 30-300 koloni. Bakteri yang berjumlah >300 koloni perlu dilakukan pengenceran kembali agar dapat dihitung koloninya. 2. Saran Saran untuk praktikum ini adalah agar dilakukannya pengenceran beberapa kali lagi agar jumlah mikrobia dapat dihitung. 56 VI. PEREMAJAAN KULTUR BAKTERI A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Yogurt adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern saat ini di dominasi dari susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik pada yoghurt. Proses pembuatan sajian yang memiliki rasa yang asam ini biasanya menggunakan kultur campuran antara bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopilus sebagai starter. Perbadingan yang baik antara ke dua bakteri ini sehingga menghasilkan yoghurt yang baik adalah 1:1. Dapat dibayangkan apabila pembuatan yoghurt hanya menggunakan satu jenis bakteri saja. Apabila hanya Streptococcus thermopilus saja maka keasaman dan cita rasa yang dihasilkan tidak maksimal karena tidak dihasilkan asetaldehid serta keasaman yang dihasilkan sekitar 5-5,5. Begitu juga apabila hanya menggunakan Lactobacillus bulgaricus saja akibatnya enzim yang dihasilkannya untuk membentuk asetaldehid akan terganggu karena kondisi lingkungan yang terbentuk kurang baik. Oleh karena itu hubungan simbiotik antara kedua bakteri ini sangat penting agar dihasilkan yoghurt dengan kualitas yang baik. 2. Tujuan Praktikum Mengetahui cara meremajakan kultur bakteri, baik kultur murni maupun kultur komersial. 3. Waktu dan Tempat Prakatikum Praktikum deteksi biologis mikrobia dilaksanakan pada hari Selasa, 5 April 2016 pukul 07.30-09.10 WIB bertempat di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 56 57 B. Tinjauan Pustaka Fase-fase pertumbuhan bakteri terbagi dalam 5 fase, fase pertama adalah fase adaptasi yaitu untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar. Fase kedua adalah pertumbuhan awal, mikroba mulai membelah dengan kecepatan yang rendah. Fase ketiga adalah pertumbuhan logaritmik, mikroba membelah dengan cepat dan konstan. Fase keempat pertumbuhan lambat, pertumbuhan populasi mikroba diperlambat. Fase kelima adalah fase pertumbuhan tetap (statis) yaitu jumlah populasi sel tetap dan fase terakhir adalah fase menuju kematian dan fase kematian, fase menuju kematian dan fase kematian adalah sebagian populasi mikroba yang hidup mulai mengalami kematian (Zubaidah, 2006). Media dalam bentuk kaldu nutrien atau yang mengandung agar disiapkan dengan cara melarutkan masing-masing bahan yang dibutuhkan. Mudah lagi dengan cara menambahkan air pada suatu komersial berbentuk medium bubuk yang sudah mengandung semua nutrien yang dibutuhkan. Media dipakai untuk menumbuhkan mikrobia, isolasi, memperbanyak, pengujian sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikrobia (Nelson, 2000). Kultur starter merupakan bagian yang penting dalam tahapan pembuatan yoghurt. Mutu kultur starter yang digunakan akan mempengaruhi citarasa serta tekstur yoghurt yang dihasilkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kultur starter yoghurt adalah bebas dari kontaminan, waktu pertumbuhan yang cepat, menghasilkan citarasa yang khas dengan tekstur yang bagus, serta tahan terhadap bakteriofage dan antibiotik (Rahman, dkk 2002). Indikator penting bagi kultur starter. Meliputi adaptasi terhadap berbagai kondisi proses, menghasilkan asam dalam waktu singkat selama proses fermentasi, menghasilkan asam seminimal mungkin selama distribusi dan penyimpanan, tetap hidup selama penyimpanan susu fermentasi, dan membentuk citarasa dan konsistensi yang khas. Upaya mengantisipasi gangguan terhadap kultur starter bisa dilakukan dengan 58 menggunakan kultur campuran, pengerjaan aseptis, dan pemanasan susu yang tepat (Saleh, 2004). C. Materi dan Metode 1. Pengenalan Alat a. Materi 1) Bahan Praktikum peremajaan kultur bakteri menggunakan bahansusu penuh yang telah terpasteurisasi, gula, agar MRS, dan starter yoghurt. 2) Alat Praktikum peremajaan kultur bakteri menggunakan alat beker glass, pasteurizer, oven, gelas ukur, streilizer, ose, tabung reaksi, laminar air flow, termometer, dan bunsen. b. Metode Menyiapkan susu sebanyak 200ml dalam erlenmeyer. Kemudian dipasteurisasikan atau dimasukkan ke dalam air mendidih selama 20 menit. Lalu menambahkan skim 2% (4 gr) dan gula 10% (20 gr), dan homogenkan. Dinginkan sampai 45oC. Masukkan starter yoghurt dengan perbandingan antara dua starter 1:1 sebanyak 5% dari air susu, masing-masing 10 ml. Terakhir diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37o C. D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan 1. Data pengamatan Tabel 6.1 Uji Organoleptik dan Fisik Variabel Kondisi / Nilai / Waktu Warna Putih Kekuningan Bau Masih ada skim, bau yoghurt belum dominan Rasa Enak, sedikit manis tapi masih terasa asam Tekstur Sedikit menggumpal Kenampakan Putih kekuningan terpisah yoghurt dengan air pH 4,7 Asam laktat 0,2% Sumber: Laporan Sementara Praktikum Mikrobiologi Peternakan 2016 59 Keterangan indikator pp 10 tetes Presentasi asam laktat Volume NaOH (ml)×n (NaOH)× = Volume sampel 2 ml×0,25 M× = 90 90 100 90 100 ×100% ×100% = 0,5625% 2. Hasil dan Pembahasan Gambar 6.1 Peremajaan Kultur Bakteri Pada praktikum peremajaan kultur bakteri diperoleh hasil warna yoghurt putih kekuningan. Bau dari asih ada skim, bau yoghurt masih belum dominan. Setelah dilakukan tes organoleptik, rasa dari yoghurt enak dan sedikit manis tapi masih terasa asam dan teksturnya sedikit menggumpal. Kenampakan dari yoghurt itu putih kekuningan terpisah yoghurt dengan air. Kadar asam laktat dapat diketahui dengan cara menitrasi yoghurt dengan 10 tetes pp kemudian menambahkan NaOH hingga permukaan yoghurt itu merah muda. Mutu kultur starter yang digunakan akan mempengaruhi citarasa serta tekstur yoghurt yang dihasilkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kultur starter yoghurt adalah bebas dari kontaminan, waktu pertumbuhan yang cepat, menghasilkan citarasa yang khas dengan tekstur yang bagus, serta tahan terhadap bakteriofage dan antibiotik (Rahman, dkk 2002). Fase-fase pertumbuhan bakteri terbagi dalam 5 fase, fase pertama adalah fase adaptasi yaitu untuk menyesuaikan dengan kondisi 60 lingkungan sekitar. Fase kedua adalah pertumbuhan awal, mikroba mulai membelah dengan kecepatan yang rendah. Fase ketiga adalah pertumbuhan logaritmik, mikroba membelah dengan cepat dan konstan. Fase keempat pertumbuhan lambat, pertumbuhan populasi mikroba diperlambat. Fase kelima adalah fase pertumbuhan tetap (statis) yaitu jumlah populasi sel tetap dan fase terakhir adalah fase menuju kematian dan fase kematian, fase menuju kematian dan fase kematian adalah sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian. Berdasarkan praktikum peremajaan kultur bakteri, dapat disimpulkan cara-cara melakukannya yaitu menyiapkan susu segar 90 ml dan starter yoghurt 10 ml kemudian memasukkan susu segar dan starter yoghurt tersebut ke erlenmeyer dan mengaduknya sampai homogen (sampel 1), setelah itu mengambil 9 ml dari sampel 1 dan menambahkan starter yoghurt 1 ml ke tabung raeksi kemudian mengaduknya sampai homogen (sampel 2) kemudian ulangi lagi dengan mengambil 9 ml dari sampel 2 dan menambahkan starter yogurt 1 ml ke tabung raksi kemudian mengaduknya sampai homogen (sampel 3) lalu meneteskan larutan NaOH sebanyak 10 tetes pada sampel 3 setelah itu mensterilisasikan pada suhu 110 oC kemudian di dinginkan sampai suhu mencapai 40 oC selama 5 menit (sampel 4) kemudian menambahkan stater yogurt 10% pada sampel 4. Terakhir menginkubasi dengan menggunakan suhu 39 oC. Penggunaan bakteri yang berbeda komposisi akan menyebabkan perbedaan pula dalam produk yang dihasilkan. Penggunaan bakteri campuran yaitu antara lactobacillus dan streptococcus menghasilkan produk yang lebih baik dari pada hanya menggunakan salah satu bakteri saja. Rasa yang menjadi fokus utama dari pembuatan yogurt pada bakteri campuran terasa lebih enak dari pada yang tidak dicampur. Selain itu tekstur yang dihasilkan lebih baik. Kadar asam laktat yang diperoleh setelah melakukan uji daya fermentasi susu pada yoghurt hasil praktikum peremajaan kultur bakteri, setelah dilakukan perhitungan dengan rumus diperoleh hasil 0,2%. Untuk 61 mengantisipasi gangguan terhadap kultur starter bisa dilakukan dengan menggunakan kultur campuran, pengerjaan aseptis, dan pemanasan susu yang tepat (Saleh, 2004). E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Uji peremajaan kultur bakteri adalah uji yang bertujuan untuk mengetahui cara meremajakan kultur bakteri, baik kultur murni maupun kultur komersial. b. Kulaitas yogurt sangat dipengaruhi oleh kualitas susu dan starter yogurt. 2. Saran a. Dalam hal pemilihan sampel susu dalam praktikum disarankan untuk menggunakan susu murni yang belum mendapat perlakuan penambahan-penambahan zat kimia. b. Dalam melakukan praktikum harus dilakukan dalam ruangan tertutup agar tidak terkontaminasi dari bakteri-bakteri luar.