Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Komputer
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Felliks F Tampinongkol (G651160191)
3. REVIEW PAPER ARTIFICIAL IMMUNE SYSTEM (AIS)
Tema : Bone Marrow Models
Author : Xinxin Zhao, James F. Griffth
Judul : Bone Marrow Perfusion of Females
Tahun : 2013
with Varied Bone Mineral Density: a
Study by Muscle-based Model
PENDAHULUAN
Osteoporosis adalah gangguan tulang metabolik yang umum pada usia lanjut dan konsekuensinya
telah menjadi salah satu masalah yang terus bertambah banyak. Pada penelitian sebelumnya dalam
beberapa decade terakhir telah menunjukkan hubungan antar pembuluh darah perifer penyakit dan
kepadatan mineral tulang. Pasokan darah dilingkungan makro dapat dicerminkan dengan Dynamic
Contrast Enhanced (DCE) MRI, yang menyediakan pengukuran langsung dari perfusi di jaringan system
hidup. Pengukuran DCE-MRI sumsum tulang perfusi bawah akan bergantung pada beberapa factor
seperti, aliran jaringan darah, kapasitansi kapiler dan permeabilitas, difusi interstitial, volume ruang
interstitial dan aliran balik vena. Faktor-faktor ini dapat dinilai dengan semi-kuantitatif langsung dari
perfusi kurva karakteristik atau parameter kuantitatif dari pemodelan. Dalam penelitian yang sebelumnya,
model Brix dimodifikasi untuk menganalisis perfusi tulang, yang menunjukkan bahwa volume perfusi
darah yang berkurang ditulang osteoporosis dibandingkan pada subject normal dengan Bone Mineral
Density (BMD). Namun, model Brix tidak bisa menunjukkan perubahan perfusi tulang bawah
menggunakan Arterial Input Function (AIF) bervariasi. Meskipun AIF bervariasi untuk setiap subject
individu, AIF yang akurat sulit untuk diperoleh, diperlukan resolusi yang lebih tinggi temporal (< 10s)
dari pengukuran jaringan (30-60s). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarekterisasi sifat perfusi
sumsum tulang dengan cara kuantitatif dengan menggunakan Bone Marroe Model. Parameter kuantitatif,
Ktrans,TOI, Ktrans,m (contrast agent extravasation rate constants for tissue of interest (TOI) and erector spine
muscle, respectively) dan Ve,TOI , Ve,m (extravascular-extracellular volume fractions for TOI and muscle,
respectively), diektraksi menggunakan curve-fitting routine, dan kemudian dibandingkan antara kelompok
tingkat BMD yang berbeda.
METODOLOGI
A. Subjects
Untuk menghindari pengaruh jenis kelamin, sehingga hanya perempuan yang menjadi subyek
penelitian. Pada penelitian ini melibatkan penilaian ulang dari data mentah DCE-MRI yang diperoleh
dalam studi sebelumnya. Subyek tidak dipilih jika mereka memiliki a). Bukti klinis atau data citra
osteodistrofi ginjal atau tulang metabolik panyakit selain osteoporosis atau a known malignancy, b).
Memiliki riwayat operasi lumbar tulang belakang atau iradiasi atau c). Bukti MR citra intravertebral disk
yang herniasi, hemangioma, atau sedang patah tulang belakang yang parah L3. Delapan puluh dua subject
(usia 72,5 ± 3,4 tahun) secara total yang terlibat dalam penelitian ini. Studi ini melibatkan komite Etika,
Universitas Cina Hong Kong dengan semua subject yang berpartisipasi memberikan persetujuan tertulis.
B. Data Acquisittion
Area Bone Mineral Density (BMD) tingkat L3 diukur dengan dual-energi X-ray absorptiometry
(DXA). Citra MR dilakukan pada 1.5T (Intera NT, Philips, Best, Netherlands). Axial T1-weighted
(TR/TE, 450/11 ms; ketebalan 4mm) diperoleh gambar tengah L3 MR dari daerah vertebral. MRI (DCEMRI) data peningkatan kontras dinamis diperoleh melalui mid-L3 dari daerah vertebral. Citra dinamis
MR diperoleh dengan menggunakan gradient-echo urutan terpendek bobot-T1 (2.7/0/95; prepulse
inversion time, 400ms; flip angle, 15o). Sebanyak 160 gambar dinamis diperoleh dengan resolusi temporal
543ms, sehingga total waktu introgari 87detik.
C. Data Processing
Untuk memperoleh intensitas signal pada kurva melalui pixel by pixel, region of interest (ROI)
digambar secara maunual untuk setiap daerah otot dan bone marrow pada gambar aksial vertebra,
meliputi tulang trabecular dari vertebral body (seperti yang ditunjukkan pada gambar.1), dimana kurva
intensitas waktu-signal yang dihasilkan merupakan rataan dari intensitas signal dalam ROI.
Berdasarkan reference region model, muscle-based model membentuk hubungan antara CTOI dan Cm.
Model berikut dapat ditunjukkan dengan algoritma dibawah ini :
[(
Dimana;
,
)
dan
(
)] ∫
(
)
1)
merupakan konsentrasi zat pada (Gd-DTPA) pada TOI dan otot
erector spine,
,
(contrast agent extravasation rate constants for TOI and muscle,
respectively) dan
,
(fraksi volume ekstravaskuler-ekstraseluler untuk TOI dan muscle).
Berdasarkan penelitian ini, muscle-based model menggunakan algoritma untuk menyesuaikan otot erector
spine untuk setiap subject dan mengintegrasi fomulasi kedalam persamaan 1), sehingga curve-fitting
routine bisa dietimasi dalam
,
, dan
. Signal erector spine muscle
dinyatakan dalam persamaan 2):
[
]
2)
Dimana A, B, C, D dan E adalah kepadatan dan waktu untuk masing-masing konstanta.
Untuk setiap data set, koefisien yang belum ditentukan pertama kali ditandai dengan signal menggunakan
persamaan 2) dari titik awal. Koefisien yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan 1),
maka parameter farmakokinetik,
,
, dan
yang diperoleh pada persamaan 1)
signal sumsum tulang memiliki karekteristik dari titik awal sampai titik akhir dengan metode least
square. Secara total terdapat 304 parameter dari 76 subject yang dianalisis.
Gambar 1. T1-weighted MR image in axial plane.
Image shows manually drawn ROI positioned
within cortical margins of L3 vertebral body and
erector spine muscle for time-signal intensity data
points measured from dynamic contrast enchanced
images.
Gambar 2. Data Processing on DCE data.
a) Erector spinae muscle curve fitting by
muscle-based
model
to
derive
characteristic parameters.
b) Bone marrow curve fitting by equation 1)
HASIL
Pada table 1 menunjukkan hasil ANOVA (Analisis
of varians)
dan
menunjukkan tidak
terlihat perbandingan yang signifikan antara ketiga
group. Nilai rataan dari dua parameter
farmakokinetik TOI yang berkurang, seperti yang
tersaji pada table 1
menunjukkan nilai
P-value 0,009. Itu artinya daerah bawah otot
erector spinae tidak menunjukkan abnormity
apapun, yang menunjukkan bahwa daerah tersebut
belum terpengaruh.
KESIMPULAN
Muscle-based model dirancang untuk perfusi sumsum tulang belakang tanpa menggunakan AIF, yang
digunakan untuk menjadi faktor yang tidak stabil. Dalam penelitian ini, model farmakokinetik memiliki
ketahanan yang baik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa muscle-based model untuk perfusi
sumsum tulang yang dibandingkan dengan perfusi sumsum tulang pada wanita dengan kepadatan tulang
yang normal, perfusi sumsum tulang belakang pada wanita dengan osteopenia dan akan berkurang pada
wanita dengan osteoporosis. Hanya perfusi dalam tubuh vertebral yang menunjukkan tren menurun
dengan kepadatan mineral tulang belakang berkurang, tetapi tidak dalam jaringan paravertebral yang
dipasok oleh arteri yang sama. Sehingga penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk memperoleh lebih
banyak lagi informasi tentang fisiologi perfusi dengan hilanya BMD.