Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

TB PARU

LAPORAN KASUS TB PARU Pembimbing : dr. Azis Masduki Sp. A, M. Kes Disusun Oleh : Monica Windy (030.10.183) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT TNI-AL DR MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 2 OKTOBER – 8 DESEMBER 2017 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat. Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Prevalensi infeksi tuberkulosis di negara berkembang termasuk Indonesia masih tinggi. Tuberkulosis pada anak cukup penting dengan alasan bahwa tuberkulosis pada bayi dan anak akan lebih mudah berlanjut menjadi TBC paru yang lebih berat dan dapat terjadi TBC ekstra paru. Infeksi tuberkulosis atau sakit tuberkulosis menunjukkan adanya penularan di lingkungannya dan tuberkulosis pada anak yang tidak ditangani akan menjadi sumber infeksi dimasa yang akan datang. Adanya kontak serumah dengan individu yang menularkan merupakan faktor risiko untuk infeksi atau sakit tuberkulosis pada bayi dan anak. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat. Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%. BAB II LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSAL MINTOHARDJO Dokter Pembimbing : Dr. Aziz Masduki, Sp.A Tanda tangan : Nama Mahasiswa : Monica Windy NIM : 030.10.183 IDENTITAS PASIEN Nama : An. I Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 7 tahun, 5 bulan Suku bangsa : Sunda Tempat/tanggal lahir : 13 Mei 2010 Agama : Islam Alamat : Jl. Kampung Baru rt 01/07 Karet Tanah Abang Pendidikan : SD Orang tua/wali Ayah Ibu Nama Tn. I Ny. M Umur 36 tahun 32 tahun Alamat Jl. Kampung Baru rt 01/07 Karet Tanah Abang Jl. Kampung Baru rt 01/07 Karet Tanah Abang Pendidikan SMK SMA Pekerjaan Karyawan swasta Tidak bekerja/ibu rumah tangga Penghasilan Rp.4.000.000,- - Suku bangsa sunda Sunda Agama Islam Islam Hubungan dengan orang tua: Anak kandung ANAMNESIS Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada 26 Oktober 2017, pukul 13.00 WIB di Kamar VI Bed 1 Bangsal anak Pulau Laut lantai 4 RUMKITAL Dr. Mintohardjo. KELUHAN UTAMA Batuk ± 1 bulan SMRS KELUHAN TAMBAHAN Demam ± 2 minggu SMRS RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien an. I datang ke IGD RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada Kamis, 26/10/17 pukul 10.00 WIB dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu. Batuk dirasakan berdahak namun sulit untuk dikeluarkan. Pasien mengatakan bahwa dahak pernah keluar sedikit dan berwarna hijau kekuningan dan tidak pernah disertai darah. Batuk dirasakan terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh dingin. Selain itu juga terdapat sesak, sesak dirasakan jika pasien batuk. Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk yang dibeli diwarung namun keluhan batuk tetap ada. Semenjak sakit ini nafsu makan menjadi berkurang. Ibu pasien tidak pernah secara rutin mengontrol berat badan pasien, namun ibu pasien merasakan bahwa pasien tampak mengurus dan juga celana pasien menjadi lebih longgar dibandingkan sebelumnya. Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan pusing, pilek, nyeri menelan, mimisan, gusi berdarah, riwayat perdarahan lain, mual, muntah, nyeri perut, serta tidak terdapat benjolan di leher, ketiak, maupun selangkangan. Buang air besar 1x sehari, konsistensi lunak. Buang air kecil lancar, tidak terdapat rasa nyeri dan perih saat berkemih. Ayah pasien merupakan perokok aktif. Sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu timbul panas, panas dirasakan terus menerus sepanjang hari namun tidak tinggi, hanya hangat-hangat saja. Disertai keringat malam. Tidak disertai menggigil. RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN Kehamilan Morbiditas kehamilan Anemia (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-), minum alcohol (-), infeksi(-) Perawatan antenatal Kontrol ke bidan rutin 1 kali tiap bulan Kelahiran Tempat persalinan puskesmas Penolong persalinan Bidan Cara persalinan Spontan pervaginam, penyulit: - Masa gestasi 39 minggu (cukup bulan) Keadaan bayi Berat lahir: ± 2800 gram Panjang lahir: 47 Lingkar kepala: tidak ingat Langsung menangis: ya Kemerahan: ya Nilai APGAR: tidak tahu Kelainan bawaan: tidak ada Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran : Riwayat kehamilan dan persalinan baik. RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi pertama: 8 bulan (Normal:5-9 bulan) Motorik kasar: Tengkurap : 4 bulan (Normal: 4-6 bulan) Duduk : 7 bulan (Normal: 7-9 bulan) Berdiri berpegangan : 9 bulan (Normal: 9-12 bulan) Berdiri tanpa berpegangan : 10 bulan (Normal: 12 bulan) Berjalan : 12 bulan (Normal: 12-18 bulan) Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia. RIWAYAT MAKANAN Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biscuit Bubur Susu Nasi Tim 0-2 ASI - - - 2-4 ASI - - - 4-6 ASI + susu formula - - - 6-8 Susu formula + - - 8-10 Susu formula + + - 10-12 Susu formula + + + Detail konsumsi Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah Nasi/pengganti 3x/hari Sayur 3x/hari Daging 1-2x/minggu (1 potong) Telur 3x/minggu Ikan 1x/hari Tahu 1x/hari Tempe 1x/hari (1 potong) Susu (merk/takaran) 3x/minggu Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak mendapat ASI ekslusif, riwayat makanan pasien cukup memenuhi gizi seimbang dengan kuantitas dan kualitas yang kurang. Pola makan teratur. RIWAYAT IMUNISASI Vaksin Dasar (umur) Ulangan (Umur) Hepatitis B 0 bulan 1 6 Polio 0 bulan 2 4 BCG 1 bulan DPT/PT 2 bulan 4 6 Campak 9 bulan Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-) Cacingan (-) Diare (+) 2 tahun Penyakit ginjal (-) DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-) Otitis (-) Morbili (-) TBC (-) Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-) Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit dengan keluhan serupa. RIWAYAT KELUARGA Corak Reproduksi No Tanggal lahir /(umur) Jenis Kelamin Hidup Lahir Mati Abortus Mati (Sebab) Keterangan Kesehatan 1. 7 th L √ pasien 2 5 th P √ Demam, Batuk pilek Riwayat Pernikahan Ayah/ wali Ibu/wali Nama Tn. I Ny. M Perkawinan ke- 1 (satu) 1 (satu) Umur saat menikah 27 tahun 23 tahun Keadaan kesehatan sehat sehat Kosanguinitas - - Penyakit, bila ada - - Riwayat Penyakit Dahulu Sejak kecil pasien sering timbul keluhan batuk, namun keluhan selalu membaik setelah mengkonsumsi obat batuk yang dibelikan oleh ibu pasien di warung. Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu. Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit ginjal, dan keganasan disangkal. Ayah pasien mempuyai keluhan batuk lama, didiagnosa TB paru dan dalam pengobatan bulan ke 6. Adik pasien keluhan demam, batuk, pilek. Riwayat Kebiasaan Keluarga Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok di rumah. DATA PERUMAHAN Kepemilikan rumah Rumah sendiri Keadaan rumah Rumah berukuran 50x10 m2, 2 lantai dengan 2 kamar tidur, ruang tamu, dan 1 kamar mandi, serta dapur. Ventilasi rumah baik. Sirkulasi udara dalam rumah cukup baik. ke seluruh dalam rumah, hanya bagian ruang tamu saja. Untuk keperluan mandi dan mencuci menggunakan air sumur. Untuk minum dan memasak menggunakan air galon isi ulang. Rumah dibersihkan tiap hari. Sampah rumah tangga di buang di bak sampah depan rumah dan rutin diangkut petugas kebersihan tiap 2 hari sekali. Pasien tinggal bersama ayah, ibu, adiknya. Keadaan lingkungan Rumah berada di pemukiman padat penduduk dengan jarak antar rumah yang rapat/menempel. Berada di dalam gang sempit dengan lebar jalan 1,5 m. Aliran got tertbuka dan tidak tersumbat, tidak berbau. Tempat pembuangan sampah utama cukup jauh dari rumah dan tertutup. Kesimpulan data perumahan: Kondisi rumah tidak cukup baik. Lingkungan rumah padat, jarak sangat berdekatan. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal : Kamis, 26 Oktober 2017 Pukul : 13.00 WIB STATUS GENERALIS Keadaan Umum: Kesan Sakit : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis Kesan Gizi : tampak kurus Keadaan lain : Pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), sesak (-) Data Antropometri: Berat badan sekarang : 19 kg Tinggi badan : 110 cm Status gizi: BB/U = 19/24 x 100% = 79% TB/U = 110/125 x100% = 88% (mild stunting) BB/TB = 19/25 x 100% = 76% (gizi kurang) BMI = 19/(1,1)2 = 15.7 (under weight) Tanda vital: Tekanan darah: 100/60 mmHg (Hipertensi) Nadi : 86x/menit Nafas : 18 x / menit Suhu : 37,3oC KEPALA : Normocephali RAMBUT : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut. WAJAH : Wajah simetris, tampak edema, tidak tampak luka, maupun jaringan parut. MATA : konjuctiva tidak pucat, sclera tidak ikterik TELINGA : normotia, nyeri tarik dan tekan -/- HIDUNG : normosepti, sekret -/-, cuping hidung -/- BIBIR : Mukosa merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (-) MULUT : mukosa mulut kemerahan, tampak lembab LIDAH : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil (-) tremor (-), lidah kotor (-) TENGGOROKAN : Dinding posterior faring tidak hiperemis, uvula di tengah, ukuran tonsil T1/T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus LEHER : Tidak tampak kelainan bentuk, tidak tampak dan tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening maupun kelenjar tiroid, trakhea terletak ditengah. THORAX : Dinding thorax Inspeksi: bentuk datar/normal, gerak dinding dada simetris kiri dan kanan, baik statis maupun dinamis. Tidak tampak efloresensi yang bermakna. Roseaolla spots (-), ptechiae (-). Tampak pulsasi ictus cordis di linea midclavicularis sinistra ICS V. Jantung Inspeksi : ictus cordis terlihat setinggi ICS V linea midklavikularis sinistra Palpasi : ictus cordis teraba setinggi ICS V linea midklavikularis sinistra Perkusi : Batas kanan jantung : pada linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V Batas kiri jantung : pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V Batas atas jantung : pada linea parasternalis sinistra setinggi ICS II Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Paru Inspeksi : Bentuk thorax simetris, saat statis maupun dinamis. Tidak tampak bagian dada yang tertinggal saat bernapas. Tidak ada retraksi sela iga. Palpasi : Gerak napas teraba simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal. Vokal fremitus simetris di hemithorax bilateral. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru. Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+. Wheezing -/- Abdomen Inspeksi : bentuk: datar, warna kulit sawo matang. Gerakan dinding perut: mengembang saat inspirasi dan mengempis saat ekspirasi, pulsasi (-) Auskultasi : Bising usus (+) 4x/menit, turgor kulit baik, suara pembuluh darah (-) Palpasi : Supel, tidak distended, defans muskular (-), nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), massa (-), Murphy’s sign (-) hepar dan lien tidak teraba. Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen GENITALIA : jenis kelamin laki-laki tidak ada kelainan KELENJAR GETAH BENING : tidak teraba pembesaran EKSTREMITAS: Inspeksi: Warna kulit sawo matang merata, ikterik (-), sianosis (-), ptechiae (-) /(-), turgor kulit baik. Kedua tungkai simetris, edema (-/-) Palpasi: Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah, CRT <2 detik PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Refleks fisiologis: biceps (+)/(+), triceps (+)/(+), patella (+)/(+), achiles (+)/(+) Refleks patologis: babinski (-)/(-), chadock (-)/(-), gordon (-)/(-), openheim (-)/ (-), schaefer (-)/(-) Meningeal sign : kaku kuduk (-), tanda laseque (-), tanda kernig (-) Refleks primitif : - PEMERIKSAAN LAIN: - PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hematologi (26 Oktober 2017) Hasil Nilai normal Hemoglobin 12.2 g/dL 13,2 – 17 g/dL Eritrosit 4,96 x 10^6/uL 4,40 – 5 x 10^6/uL Leukosit 10x 10^3/uL 5,00 – 14,50 x 10^3/uL Trombosit 414 x 10^3/uL 150 – 440 x 10^3/uL Hematokrit 37.7 35 – 52% RESUME Pasien an. I laki-laki berusia 7 tahun 5 bulan, BB 19 kg dan TB 110 cm datang dengan keluhan batuk 1 bulan SMRS. Batuk dirasakan berdahak namun sulit untuk dikeluarkan. Pasien mengatakan bahwa dahak pernah keluar sedikit dan berwarna hijau kekuningan dan tidak pernah disertai darah. Batuk tidak dipengaruhi oleh dingin. Demam 2 minggu SMRS dirasakan terus-menerus, demam tidak tinggi, kontak dengan penderita Tb paru BTA +. Screening Skor TB Anak Tabel . Hasil Skoring TB Anak NO Parameter Skor 1. Riw. Kontak 3 2. Uji Tuberkulin - 3. Berat Badan 1 4. Demam 1 5. Batuk 1 6. Pembesaran KGB 0 TOTAL 6 VI. DIAGNOSIS Tuberkulosis Paru Gizi kurang VI. PEMERIKSAAN ANJURAN Uji tuberkulin Pemeriksaan Mikroskopik BTA Foto thorax PA VII. TATALAKSANA Non medikamentosa Menjelaskan kepada Ibu pasien bahwa anaknya menderita infeksi TB, hal ini kemungkinan didapatkan karena tertular dari anggota keluarga yang lain. Menyarankan untuk memeriksakan anggota keluarga yang sering mengalami batuk yang kambuh ke poli paru RSAL untuk pemeriksaan dahak dan foto thorak Pengobatan pasien direncakan selama ± 6 bulan dan akan dievaluasi pada akhir pengobatan Obat harus diminumkan secara rutin setiap pagi hari saat perut masih kosong dan harus segera kontrol sebelum obat habis Obat sementara diberikan selama 2 minggu untuk mengevaluasi kepatuhan minum obat Perbaikan gizi anak untuk menunjang kesembuhan dari anak. Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan asal rutin minum obat dan orang disekitar rumah yang dicurigai menderita TB paru segera diperiksakan dan mendapat terapi yang sesuai untuk mengurangi resiko kekambuhan pada anak Konsul ke spesialis gizi Bila timbul keluhan kuning pada mata, mual, dan muntah, segera periksa ke dokter walau belum waktunya Obat Rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh (air seni, air mata, keringat, ludah) berwarna merah. medikamentosa Rifampisin 300 mg  1 x 300 mg Pirazinamid 400 mg  1 x 400 mg INH 200 mg  1 x 200 mg Curcuma 1x1 B6  1 x 1 tab VIII. FOLLOW UP Hari S O A P 27/10/ 2017 Jumat Demam (-) Sesak (-) Batuk (+) Nyeri ulu hati (-) Nafsu makan menurun (+) Lemas (+) CM, TSS TD 100/70, HR 90x/menit, RR 18x/menit, suhu 37,3oC. Pulmo : snv +/+, Rh -/-, Wh -/- BB/TB : 83% TB Paru Gizi kurang INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 400 mg curcuma 1 x 1 tab 28/10/ 2017 Sabtu Demam (-) Sesak (-) Batuk (+) Nyeri ulu hati (-) Nafsu makan menurun (-) Lemas (-) CM, TSS TD 100/70, HR 90x/menit, RR 18x/menit, suhu 37,3oC. Pulmo : snv +/+, Rh -/-, Wh -/- BB/TB : 83% TB Paru Gizi kurang Pasien pulang : INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 400 mg curcuma 1 x 1 tab IX. DIAGNOSIS AKHIR Tuberculosis Paru Gizi kurang X. PROGNOSIS Ad vitam : ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam XI. ANALISIS KASUS Pada kasus ini diagnosisnya adalah TB Paru Primer berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Pada kasus ini, diagnosis TB paru berdasarkan anamnesisnya yaitu, pasien datang berobat dengan keluhan utama batuk. Batuk sudah berlangsung 1 bulan, disertai dahak namun sulit untuk dikeluarkan. Batuk dirasakan terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh dingin. Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk yang dibeli diwarung namun keluhan batuk tetap ada. nafsu makan menjadi berkurang sehingga terjadi penurunan berat badan pasien yang ditandai dengan celana pasien menjadi lebih longgar dibandingkan sebelumnya dan menurut ibu pasien tampak lebih kurus. Terdapat panas ±2 minggu, panas dirasakan terus menerus sepanjang hari namun tidak tinggi, hanya hangat-hangat saja. Demam lebih dari 2 minggu yang tidak diketahui penyababnya merupakan salah satu gejala tuberkulosis. Terjadi akibat peran dari sel makrofag dan sel dendritik yang terinfeksi oleh kuman TB sehingga memproduksi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-1b, IL-6, IL-8, IL-12, IL-15 dan IFN-γ.3 Disertai keringat malam. Tidak disertai menggigil. Terdapat riwayat kontak dengan penderita TB dewasa yaitu ayah pasien mempunyai keluhan batuk lama dan didiagnosa TB Paru pengobatan bulan ke enam. Pemeriksaan Fisik Dari keadaan umum pasien tampak sadar dan tampak kurus. Tanda vital didapatkan normal, suhu normal. Status generalis dalam batas normal dan tidak didapatkan ronkhi, wheezing, retraksi pernapasan, dan pembesaran kelenjar getah bening di leher, axilla, serta inguinal.Dari pemeriksaan status gizi menurut persentil NCHS, didapatkan hasil sebagai berikut. BB/U = 20/25 x 100% = 80% TB/U = 110/125 x100% = 88% (mild stunting) BB/TB = 20/24 x 100% = 83% (gizi kurang) BMI = 20/(1,1)2 = 16.53 (under weight) Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB paru pada anak. Umumnya pasien TB anak mempunyai status gizi kurang atau bahkan gizi buruk. Dengan alasan tersebut, kriteria penurunan berat badan menjadi penting.1,2 Pada penderita terjadi penurunan berat badan dan penilaian status gizi pada saat penderita dirawat menunjukkan hasil gizi kurang. Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB. Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut: Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai tertinggi yaitu 3. Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis Tuberculosis paru ditegakkan dengan sistem skoring berdasarkan manifestasi klinis Parameter 0 1 2 3 Kontak TB Tidak jelas - Laporan keluarga(BTA (-) /tidak jelas) BTA (+) Uji tuberkulin negatif - - positif Berat badan / keadaan gizi - BB/TB <90% / BB/U <80% - - Demam yang tidak diketahui sebabnya - ≥ 2 minggu - - Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - Pembesaran kelenjar limfe (kolli, aksila,inguinal) ≥ 1 cm jumlah > 1 tidak nyeri Pembengkakan tulang/ sendi panggul/ lutut/ falang Ada pembengkakan Foto Normal/ kelainan tidak jelas Gambaran sugestif TB TOTAL SKOR 6 Catatan: Parameter Sistem Skoring: Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB atau dari hasil laboratorium. Penentuan status gizi: Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment opname). Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan. Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma. Diagnosa kerja tuberculosis anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6. Jika dijumpai skrofuloderma langsung di diagnosis TBC. Diagnosis pasti TB paru pada anak ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan apusan langsung (direct smear) dan/atau biakan yang merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard). Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa pemeriksaan kuman Mycobacterium tuberculosis menunjukkan hasil positif hanya pada 10 - 15% pasien yang mana hal ini dikarenakan jumlah kuman yang sedikit pada TB anak (paucibacillary) dan lokasi kuman di daerah parenkim yang jauh dari bronkus. Akan tetapi pemeriksaan sputum BTA atau bilas lambung tetap penting untuk dilakukan.2,4 Skor tertinggi terletak pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif. Uji tuberkulin mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai uji tapis dalam menunjang diagnosis. Demikian pula dengan adanya kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif. Pasien TB dewasa dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang utama karena berdasarkan penelitian akan menularkan kepada sekitar 65% orang disekitarnya.1,3 Pengobatan Dari scoring system yang dibuat diperoleh total skor 6 sehingga pasien harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (dua bulan pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan/sterilisasi (empat bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular, sedangkan pemberian obat jangka panjang bertujuan selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.2,5 Penurunan berat badan perlu dikonsulkan ke dokter spesialis gizi. Susunan panduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu pada fase intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) yang diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 RHZ) dan fase lanjutan yang terdiri dari Rifampisin (R) dan Isoniazid (H). 1,2 Penilaian hasil terapi dilakukan baik dengan evaluasi klinis, laboratorium maupun radiologis, namun dasar utama evaluasi terapi adalah keadaan klinis pasien. Terapi TB yang berhasil berdampak nyata pada keadaan klinis pasien. Pasien akan meningkat nafsu makannya, berat badan naik secara bermakna dan pasien menjadi lebih jarang sakit. Keluhan klinis seperti demam dan batuk juga akan menghilang. 1,2 Sejak terdiagnosis hingga mendapatkan terapi yaitu sekitar 10 hari, penderita memperlihatkan perbaikan secara klinis berupa hilangnya demam, berkurangnya batuk, batuk sudah tidak disertai dengan adanya darah dan perbaikan nafsu makan. Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil turbekel dari seseorang yang terinfeksi.1,2 Tuberkulosis paru merupakan penyakit serius terutama pada bayi dan anak kecil, anak dengan malnutrisi, dan anak dengan gangguan imunologis. Sebagian besar anak menderita tuberkulosis primer pada umur muda dan sebagian besar asimtomatik dan sembuh spontan tanpa gejala sisa. Pada beberapa pasien penyakit berkembang menjadi tuberkulosis pasca primer.1,2 Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.6 DAFTAR PUSTAKA Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 85264. Nastiti R, Darmawan B S, dkk. Tuberkulosis. Bab 4. Buku ajar respirologi anak, edisi pertama. IDAI 2010. 162-252 Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. (2010) Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Ed. 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000. h. 459-61. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman R.E., et.al (editor). Ilmu Kesehatan Anak Nelson’s vol. 2 edisi. 15. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. 2000. h. 882 Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of Pediatrics. Chapter XVII Infection : Section III Bacterial Infection: Tuberculosis. 18th edition. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2007 PAGE 15