74
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT
AL-ATTAS DAN
PANDANGAN SYED M. NAQUIB AL
IMPLIKASI TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN
INTERNATIONAL INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT
CIVILIZATION (ISTAC)
Oleh: Irma Novayani, M.Pd.I
ABSTRAK
Kata Kunci: Islamisasi, Ilmu Pengetahuan, Pendidikan.
Menurut al-Attas
Attas bahwa tantangan terbesar yang
dihadapi umat Islam adalah tantangan pengetahuan yang
disebarkan keseluruh dunia Islam oleh peradaban Barat.
Islamisasi pengetahuan berarti mengislamkan atau melakukan
penyucian terhadap sains produk Barat yang selama ini
dikembangkan dan dijadikan acuan dalam wacana
pengembangan sistem pendidikan Islam agar diperoleh sains
yang bercorak “khas Islami”. Al
Al-Attas mendefinisikan ilmu
sebagai sebuah makna yang datang ke dalam jiwa ber
bersamaan
dengan datangnya jiwa kepada makna dan menghasilkan hasrat
serta kehendak diri.
Al-Attas
Attas mengartikan makna pendidikan sebagai suatu
proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia dan kemudian
ditegaskan bahwa sesuatu yang ditanamkan itu adalah ilmu, dan
tujuan dalam mencari ilmu ini terkandung dalam konsep ta’dib.
Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan
kebajikan dalam “diri manusia” sebagai individu dan sebagai
bagian dari masyarakat. Secara ideal, Naquib menghendaki
pendidikan Islam mampu
pu mencetak manusia yang baik secara
universal (al-insan al-kamil)
kamil). Implikasinya dalam tujuan
pendidikan Islam yakni pendidikan Islam diarahkan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu, berkualitas
dalam bidang intelektual dan yang paling mendas
mendasar adalah nilainilai moral-agama
agama selalu membimbingnya.
75
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
A. Latar Belakang Lahirnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Gagasan awal Islamisasi ilmu pengetahuan muncul
pada saat konferensi dunia pertama tentang pendidikan
muslim di Makkah, pada tahun 1977 yang diprakarsai oleh
King Abdul Aziz University. Ide Islamisasi ilmu pengetahuan
dilontarkan oleh Ismail Raji al
al-Faruqi dan Muhammad
Naquib al-Attas.
as. Menurut al
al-Attas bahwa tantangan terbesar
yang dihadapi umat Islam adalah tantangan pengetahuan yang
disebarkan keseluruh dunia Islam oleh peradaban Barat.
Menurut al-Faruqi
Faruqi bahwa sistem pendidikan Islam telah
dicetak dalam sebuah karikatur Barat, ddimana sains Barat
telah terlepas dari nilai dan harkat manusia dan nilai spiritual
dan harkat dengan Tuhan.
Bagi al-Faruqi,
Faruqi, pendekatan yang dipakai adalah
dengan jalan menuang kembali seluruh khazanah sains Barat
dalam kerangka Islam,, yaitu penulisan kemba
kembali buku-buku
teks dan berbagai disiplin ilmu dengan wawasan ajaran Islam.
Sedang menurut al-At
Attas adalah dengan jalan pertamapertama sains Barat harus dibersihkan dulu dari unsur
unsur-unsur
yang bertentangan dengan ajaran Islam, kemudian
merumuskan dan memaduk
memadukan unsur Islam yang esensial dan
konsep-konsep
konsep kunci sehingga menghasilkan komposisi yang
merangkun pengetahuan inti.
Islamisasi pengetahuan berarti mengislamkan atau
melakukan penyucian terhadap sains produk Barat yang
dijadikan acuan dalam wacana
selama ini dikembangkan dan dijadika
pengembangan sistem pendidikan Islam agar diperoleh sains
yang bercorak “khas Islami
Islami”. Menurut Faisal, sains yang
Islami harus meliputi iman, kebaikan dan keadilan manusi
manusia,
76
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
baik sebagai individu dan sos
sosial.1 Artinya sains yang
berdasarkan keimanan dengan tujuan kemaslahatan manusia.
Islamisasi ilmu pengetahuan mempunyai tujuan
mewujudkan kemajuan peradaban yang Islami dan masingmasing juga tidak menghendaki terpuruknya kondisi umat
tengah akselerasi perkembangan kemajuan
Islam di tengah-tengah
iptek. Dengan usaha gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan ini
diharapkan problem dikotomi keilmuan antara ilmu agama
dan ilmu modern dapat dipadukan dan dapat diberikan secara
integral dalam proses pendidikan.
Al-Attas
B. Biografi Syed M.Naquib Al
Syed Muhammad Naquib bin Ali bin Abdullah bin
al-Attas lahir pada tanggal 5
Muhsin bin Muhammad al
September 1931 di Bogor, Jawa Barat. Adik kandung dari
Syed Hussein al-Attas,
as, seorang ilmuwan dan pakar sosiologi
pada Universitas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia
Malaysia. Ayahnya
bernama Syed Ali bin Abdullah Al
Al-Atas dan ibunya bernama
Syarifah Raguan al-Idrus.
Idrus. Silsilah resmi keluarga Naquib al
alAttas yang terdapat dalam koleksi pribadinya menunjukkan
bahwa beliau merupakan keturunan ke 37 dari Nabi
Muhammad SAW dan dari kketurunan kaum ningrat berdarah
biru.2
Sejarah pendidikannya dimulai sejak Ia masih
berumur 5 tahun di Johor Baru sampai akhirnya Ia menjadi
seorang ilmuwan yang berbagai karya
karya-karyanya yang terkenal
dalam berbagai bidang keilmuan, yang jumlahnya mencapai
sekitar 22 buku dengan 30 makalah. Yang secara global dapat
1
Yusuf Amier Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), hlm. 90.
2
Jawahir,”Syed M. al-Naquib
Naquib al
al-Attas, Pakar Agama, Pembela
Aqidah dan Pemikir Islam yang dipengaruhi paham orientalis”, dalam panji
masyarakat, no. 603, edisi 21-28
28 Februari 1989,32.
77
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
diklasifikasikan kepada 2 klasifikasi, yaitu karya
karya-karya
kesarjanaan (scholarly
olarly writing
writing), dan karya-karya pemikiran
lainnya. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi dan menjadi
dosen tetap di Univesitas Malaya serta berbagai jabatan sudah
1968-1970 Ia menjabat
dialaminya. Salah satunya pada tahun 1968
sebagai ketua Departemen Kesusa
Kesusasteraan dalam pengkajian
1970-1973 Ia menjabat dekan fakultas
melayu dan pada tahun 1970
sastra dan lain sebagainya.3
Al-Attas
Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan
tinggi bernama International Institute of Islamic Thought and
Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Melalui institusi ini
Al-Attas
Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya
ian dan penelitian mengenai Pemikiran dan
melakukan kajian
Peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis
Barat.
terhadap Peradaban Barat
C. Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Syed M.Naquib
Al-Attas
Al-Attas
Attas mendefinisikan ilmu sebagai sebuah makna
yang datang ke dalam jiwa bersamaan dengan datangnya jiwa
kepada makna dan menghasilkan hasrat serta kehendak diri.4
Dengan kata lain, hadirnya makna ke dalam jiwa berarti
Tuhan sebagai sumber peng
pengetahuan, sedangkan hadirnya jiwa
kepada makna menunjukkan bahwa jiwa sebagai penafsirnya.
Islamisasi ilmu tidak lain adalah Islamisasi ilmu
pengetahuan kontemporer atau Islamisasi ilmu modern. Yang
demikian ini karena ilmu
ilmu-ilmu kontemporer dan modernlah
yang
ang dianggap telah mengalami sekularisasi, karena ilmu
ilmu3
Pidatonya tersebut telah diterbitkan di Indonesia , lihat Syed M. alNaquib
al-Attas, Islam
dalam
sejarah
dan
kebudayaan
melayu, (Bandung:Mizan, 1990).
4
al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan
Syed Muhammad Naquib al
Pandangan Alam, (Pulau
Pulau Pinang : Penerbit Univ
Universiti Sains Malysia, 2007), 13
78
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
ilmu tersebut ditemukan dan dikembangkan oleh peradaban
Barat. Tidak benar jika dikatakan bahwa ilmu
ilmu-ilmu tersebut
dijamin universal dan bebas nilai. Syed Muhammad Naquib
Al-Attas
Attas mengatakan,”Ilmu tida
tidak bersifat netral. Ia bisa
disusupi oleh sifat dan kandungan yang menyerupai ilmu.
Islamisasi ilmu pengetahuan diterangkan secara jelas
oleh Al-Attas, ialah pembebasan akal dan bbahasa manusia,
dari magis, mitologis,, animisme, nasionalisme buta, dan
penguasaan
aan sekularisme. Ini bermakna bahwa umat Islam
semestinya memiliki akal dan bahasa yang terbebas dari
pengaruh magis, mitos, animisme, nasionalisme buta dan
sekularisme. Islamisasi juga membebaskan manusia dari
sikap tunduk kepada keperluan jasmaninya yang cenderung
menzhalimi dirinya sendiri, karena sifat jasmani adalah
cenderung lalai terhadap hakikat dan asal muasal manusia.
Dengan demikian, islamisasi tidak lain adalah proses
pengembalian kepada fitrah.5
Tujuan Islamisasi menurut Al-Attas adalah untuk
melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah tercemar dan
dengan demikian menyesatkan. Sebaliknya, dengan ilmu
seorang muslim diharapkan akan semakin bertambah
keimanannya. Demikian pula, Islamisasi ilmu akan
melahirkan keamanan,, kebaikan dan keadilan bagi umat
manusia.
Adapun pemikiran Naquib Al
Al-Attas meliputi dua,
yaitu:
1. Pandangan Tentang Epistimologi Islam
Al-Attas
Attas menjelaskan bahwa kemerosotan ilmu
pengetahuan Islam terutama sekali berhubungan dengan
epistemologi. Problem umat Islam muncul ketika sains
modern diterima di negara
negara-negara Muslim modern, di saat
5
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam
Syed M. Naquib al-Attas, 341.
79
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
kesadaran epistemologis Muslim amat lemah. Padahal
epistemologi sains modern berpijak pada landasan
pemisahan agama dalam ilmu pengetahuan. Epistemologi
Islam tidak berangkat dari keraguan (sebagaimana sains
modern barat dikembangkan dengan berlandaskan
kepadanya), melainkan berangkat dari keyakinan akan
adanya kebenaran itu sendiri. Kebenaran yang secara
inheren telah terkandung dalam al
al-Qur’an sebagai
petunjuk Tuhan. Bagi Al-Attas sendiri, dalam proses
pembalikan kesadaran epistemologis ini, program
Islamisasi menjadi satu bagian kecil dari upaya besar
pemecahan
emecahan masalah epistimologi ilmu pengetahuan.
2. Pandangan tentang Dewesternisasi dan Islamisasi
Dewesternisasi adalah proses memisahkan dan
menghilangkan unsur
unsur-unsur sekuler dari tubuh
pengetahuan yang akan merubah bentuk
bentuk-bentuk dan nilainilai dari pandangan
dangan konseptual tentang pengetahuan
seperti yang disajikan saat ini. Yang pada dasarnya upaya
tersebut merupakan bentuk usaha pemurnian ajaran Islam
dari segala pengaruh barat. Upaya dewesternisasi ini
sendiri tidak akan mempunyai signifikansi bagi umat
Islam bila tidak dilanjutkan dengan gerakan Islamisasi.
Al-Attas mengoreksi disiplin ilmu
ilmu-ilmu modern dan
memurnikan ilmu-ilmu
ilmu Islam yang telah tercelup dalam
paham sekuler. Perkembangan ilmu pengetahuan
paham-paham
ini harus
modern yang mengandung ideologi sekuralisme in
direformulasikan secara konseptual melalui Islamisasi
ilmu pengetahuan agar tidak terlepas dari nilai
nilai-nilai
spiritualitas dan transedensi ketuhanannya.
D. Konsepsi Pemikiran Pendidikan Naquib Al-Attas
80
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
1. Gagasan Tentang Manusia
Manusia adalah binatang rasional yang mengacu
kepada nalar. Istilah nalar sendiri selaras dengan terma
‘aql. Al-‘aql
‘aql sendiri pada dasarnya adalah ikatan atau
simbol yang mengandung makna suatu sifat dalam
menyimpulkan objek
objek-objek ilmu pengetahuan dengan
menggunakan
nggunakan sarana kata
kata-kata. Dan dari sinilah timbul
istilah al-Hayawanun
Hayawanun Nathiq. Nathiq selain dimaknai
rasio juga dimaknai sebagai “pembicaraan” (yakni suatu
kekuatan dan kapasitas untuk merangkai simbol bunyi
yang menghasilkan makna). Disamping mempunyai rasio,
manusia juga mempunyai fakultas batin yang mampu
merumuskan makna--makna (Dzu Nutq). Fakultas batin ini
disebut-sebut
sebut sebagai hati, yaitu suatu substansi ruhaniyah
yang dapat memahami dan membedakan kebenaran dari
kepalsuan.
dua substansi, yakni jiwa dan
Manusia terdiri dari du
raga,
ga, yang berwujud badan dan roh, atau dengan bahasa
lain jasmaniyah dan ruhaniyah. Sebelum berbentuk
jasmani, manusia telah mengikat janji akan mengakui
Allah sebagai Tuhannya. Perjanjian suci ((ikrar
primordial)) ini mempunyai konsekuensi selalu akan
mengikuti kehendak Allah SWT.6 Dalam diri manusia
sebenarnya ada potensi untuk beragama, dalam arti
kepatuhan kepada Tuhan. Dan tidak ada kepatuhan (din)
yang sejati tanpa adanya sikap penyerahan diri
(Islam).7 Dengan berlandaskan kkepada kepatuhan dan
penyerahan diri, maka manusia akan mencapai kesadaran
6
Fazlurrahman, Major Themes of the Quran, Terj. Anas Mahyuddin,
(Bandung: Pustaka, 1981), 49.
7
Nurcholis Majid , Islam Doktrin Dan Peradaban:Sebuah Telaah
Kritis Tentang
ntang Masalah Keimanan, Kemanusian Dan Kemodernan
Kemodernan, (Jakarta:
yayasan wakaf paradigma, 1992), 41.
81
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
bahwa segala potensi yang dimiliki harus diarahkan
sebagai bentuk penyembahan (ibadah) kepada Pencipta
semesta. Jadi, hidup manusia didunia ini tidak lain
bertujuan untuk beribadah ddan mengabdikan diri kepadaNya.
2. Gagasan tentang Definisi dan Makna Pendidikan
Dalam Islam istilah pendidikan dikenal melalui
tiga terma yaitu, tarbiyah, ta’dib dan ta’lim. Al-Attas
cenderung lebih memakai ta’dib dari pada istilah tarbiyah
maupun ta’lim. Kata tarbiyah berarti mengasuh,
menanggung, memberi makan, memelihara, menjadikan
tumbuh, membesarkan dan menjinakkan. Sedangkan
terma ta’lim, meskipun mempunyai makna yang lebih
luas dari tarbiyah, yakni informas
informasi, nasehat, bimbingan,
ajaran dan latihan. Dari pengertian atas dua terma diatas,
menurut Naquib, terma ta’diblah yang lebih cocok
digunakan dalam pendidikan Islam. ta’dib berasal dari
kata adaba yang mempunyai arti mendidik, kehalusan
budi, kebiasaan yang baik, akhlak, kepantasan,
kemanusiaan dan kasusastran. Dalam struktur konseptual,
terma ta’dib sudah mencakup unsur
unsur-unsur pengetahuan
(‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan penyuluhan yang baik
(tarbiyah).8
Sebagaimana dalam pandangan Al
Al-Attas bahwa
masalah mendasar dalam pendidikan Islam selama ini
nilai-nilai adab (etika) dalam arti luas.
adalah hilangnya nilai
Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak
tepat
didik kecuali orang tersebut memiliki adab yang te
terhadap ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Inti
dari pendidikan itu sendiri adalah pembetukan watak dan
akhlak yang mulia. Dari sini Al
Al-Attas mengartikan makna
8
Al-Attas, Naquib S.M. Islam dan Sekuralisme. 279-280
82
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
pendidikan sebagai suatu proses penanaman sesuatu ke
dalam diri manusia dan kemudian dditegaskan bahwa
sesuatu yang ditanamkan itu adalah ilmu, dan tujuan
dalam mencari ilmu ini terkandung dalam konsep ta’dib.
3. Gagasan tentang Tujuan Pendidikan
Al-Attas
Attas beranggapan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah menanamkan kebajikan dalam “diri
manusia”” sebagai individu dan sebagai bagian dari
masyarakat. Secara ideal, Naquib menghendaki
pendidikan Islam mampu mencetak manusia yang baik
(al-insan al-kamil).Dalam hal ini,
secara universal (al
manusia yang baik yang dimaksud adalah individu yang
beradab, bijak,
k, mengenali dan sadar akan realitas sesuatu,
termasuk posisi Tuhan dalam realitas itu. Suatu tujuan
yang mengarah pada dua demensi sekaligus yakni,
sebagai `abdullah (hamba Allah), dan sebagai Khalifah fi
al-Ardh
Ardh (wakil Allah di muka bumi). Dengan harapan
yang tinggi, Al-Ataas
Ataas menginginkan agar pendidikan
Islam dapat mencetak manusia paripurna, insan kamil
yang bercirikan universalis dalam wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan bercermin kepada ketauladanan Nabi
Muhammad SAW.
Pandangan Al
Al-Attas tentang masyarakat yang
individu-individu
baik, sesungguhnya tidak terlepas dari individu
yang baik. Jadi, salah satu upaya untuk mewujudkan
masyarakat yang baik, berarti tugas pendidikan harus
membentuk kepribadian masing
masing-masing individu secara
baik. Karena masyarakat merupakan bagian dari
kumpulan individu--individu. Manusia yang seimbang
pada garis vertikal dan horizontalnya. Lebih lanjut,
menurutnya pendidikan Islam harus mengacu kepada
transedental (afektif), tanpa harus
aspek moral-transedental
83
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
meninggalkan aspek kognitif (sensual logis) dan
psikomorik (sensual empirik).
4. Gagasan tentang Sistem Pendidikan Islam
Gagasan Al-Attas
Attas tentang sistem pendidikan Islam
ini tidak bisa dilepaskan (terpisah) dari pemaknaannya
terhadap konsep pendidikan. Sistem pendidikan Islam
bagi Al-Attas haruslah mengandung unsur adab (etika)
dan ilmu pengetahuan, karena inti dari pendidikan itu
sendiri adalah pembetukan watak dan akhlak mulia
manusia yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan
yang bermanfaat bagi dirinya sendiri khususnya dan bagi
nusia umumnya. Sistem pendidikan yang
umat manusia
diformulasikannya adalah mengintegrasikan ilmu dalam
sistem pendidikan Islam, artinya Islam harus
menghadirkan
dan
mengajarkan
dalam
proses
ilmu-ilmu agama, tetapi juga
pendidikannya tidak hanya ilmu
ilmu-ilmu
ilmu rasional, int
intelek dan filosofis.
Namun ilmu pengetahuan dan teknologi harus
terlebih dahulu dilandasi pertimbangan nilai
nilai-nilai dan
ajaran agama. Karena secara makro dapat disimpulkan
bahwa pendidikan Islam masih mengalami keterjajahan
oleh konsepsi pendidikan Barat. Il
Ilmu masih dipandang
secara dikotomis, sehingga tidak ada integrasi ilmu yang
seharusnya diwujudkan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang berwawasan dan bernuansa Islami.
5. Gagasan tentang ilmu
Ilmu merupakan suatu sub sistem yang tidak dapat
dipisahkan dari
ri pendidikan Islam. Di mana al-Attas
menyatakan: “pendidikan adalah upaya menanamkan
sesuatu secara bertahap ke dalam diri manusia.9 Al-Attas
9
Hasan Langgulung, Asas
Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta:pistaka alHusna, 1987),238.
84
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
mendefinisikan ilmu dari sudut epistimologi sebagai
sampainya makna sesuatu pada jiwa dan sampainya jiwa
na sesuatu. Makna sesuatu di sini adalah
pada makna
maknanya yang benar, makna yang benar dalam konteks
ini ditentukan oleh pandangan Islam tentang hakikat dari
kebendaan sebagaimana yang diproyeksikan oleh sistem
konseptual Al-Quran.
Quran.
Al-Attas
tas mengklasifikasi ilmu me
menjadi dua
bagian: (1) fardu‘ain
‘ain yang memahaminya pemberian
Allah yang mencakup di dalamnya ilmu
ilmu-ilmu agama (Alquran, as-sunnah,, al
al-syariah, teologi, metafisika Islam
atau tasawuf dan ilmu linguistic). (2) fardu kifayah yang
ilmu capaian manu
manusia yang meliputi
memahami ilmu-ilmu
ilmu-ilmu
ilmu rasional, intelektual dan filosofis (ilmu
kemanusiaan, alam, terapan, teknologi).
E. Implikasi Terhadap Lembaga Pendidikan (ISTAC)
Islamisasi ilmu pengetahuan tidak cukup hanya
menjadi sebuah kajian, publikasi dari hasil kajian merupakan
langkah dalam menyebarluaskan Islamisasi ilmu pengetahuan
ke pada masyarakat luas untuk dikenal. Menyebarkan karya
karyakarya disiplin ilmu yang telah diislamisasikan melalui
seminar atau dunia pendidikan adalah upaya agar hasil kajian
al yang sia
sia-sia.
tidak menjadi hal
Adapun Implikasi konsep ta’dib dalam pendidikan
Islam yakni:
Attas, pada prinsipnya pendidikan itu
1) Menurut al-Attas,
bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik, manusia
adab atau Insan kamil yang beriman dan taqwa kepada
Allah Swt sebagai khaliq sang penciptanya. Menurut
Achmadi, insan kamil
kamil.
85
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
Implikasinya dalam tujuan pendidikan Islam
yakni tujuan pendidikan Islam diarahkan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu,
berkualitas dalam bidang intelektual dan yang paling
nilai-nilai moral-agama selalu
mendasar adalah nilai
membimbingnya.
2)
Bangunan kurikulum pendidikan Islam, menurut al
alAttas, berangkat dari pandangan bahwa karena manusia
itu bersifat dualistik,10
kandungan kurikulum
pendidikann harus memenuhi dua aspek dasar manusia
tersebut. Pertama, memenuhi kebutuhannya yang
berdimensi permanen dan spiritual atau fardhu ‘ain; dan
material-emosional
kedua, yang memenuhi kebutuhan material
atau fardhu kifayah
kifayah.
Implikasinya dalam merumuskan kurikulum
pendidikan Islam hendaknya bentuk dan formulasi
kurikulum di sini harus mengandung makna dan nuansa
nilai-nilai
nilai “ilahiyah” yang tidak mesti dipahami dalam
bentuk dikotomis, yakni mengalokasikan pada satu
bidang disiplin
lin ilmu yang khusus dalam membahas
mengenai masalah nilai. Akan tetapi proses
sosialisasinya bisa didekati dengan muatan semua
disiplin ilmu yang diajarkan dengan ruh dan semangat
moralitas atau akhlak Islam.
3)
Pada intinya Pendidikan dalam perspektif al
al-Attas
(ta’dib)) adalah proses penanaman adab. Dalam
menyelesaikan permasalahan di atas ta'dib menempati
relevansinya, karena dalam konteks metodologis dan
pedagogis selain mengandung proses intelektualisasi,
ta'dib juga mengandung proses inkulturisasi, pros
proses
10
Syed M. Naquib al-Attas,
Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, hal. 85
86
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
pembudayaan anak didik dan orang
orang-orang yang terlibat
di dalam masyarakat berdasarkan nilai
nilai-nilai yang luhur.
Implikasinya dalam metode pendidikan Islam,
yakni metodologi pengajaran pendidikan lebih
merupakan proses learning (proses pendidikan)
ketimbang hanya proses teaching (proses pengajaran).
Disamping proses intelektualisasi, juga proses
inkulturisasi.
F. Analisis
Menurut penulis Syed M. Naquib Al-Attas adalah
salah satu cendikiawan muslim yang masih hidup bersama
kita saat ini. Salah satu upaya untuk membangkitkan
keterpurukan umat Islam saat ini adalah dengan membangun
institut pendidikan yaitu International Institute of Islamic
Thought Civilization (IS
(ISTAC) lembaga pendidikan Islam
yang dimaksudkan untuk merevitalisasi nilai
nilai-nilai peradaban
Islam dan Islamisasi ilmu pengetahuan. Lembaga ini sempat
menjadi perhatian publik intelektual internasional dan
dipandang sebagai salah satu pusat pendidikan Islam
erpandang. Salah satu konsep pendidikan yang dilontarkan
terpandang.
Naquib, seperti ditulis dalam The Educational Philosophy and
Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas (1998) yang
telah di-Indonesiakan
Indonesiakan oleh Mizan (2003), yaitu mengenai
ta'dib.. Dalam pandangan Naqu
Naquib, masalah mendasar dalam
pendidikan Islam selama ini adalah hilangnya nilai
nilai-nilai adab
(etika) dalam arti luas. Hal ini terjadi, kata Naquib,
disebabkan kerancuan dalam memahami konsep tarbiyah,
ta'lim, dan ta'dib.
Berkaitan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, sosok
Al-Atta s amat mencemaskan perkembangan ilmu
pengetahuan modern. Sosok ini termasuk orang pertama yang
87
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
menyerukan pentingnya Islamisasi "ilmu". Dalam salah satu
makalahnya, seperti ditulis Ensiklopedi of Islam, Al-Attas
menjelaskan bahwa "mas
"masalah ilmu" terutama berhubungan
dengan epistemologi. Masalah ini muncul ketika sains
modern diterima di negara
negara-negara muslim modern, di saat
kesadaran epistemologis Muslim amat lemah.
Adanya anggapan bahwa sains modern adalah satu
satusatunya cabang ilmu yang otoritatif segera melemahkan
pandangan Islam mengenai ilmu. Al-Attas menolak posisi
sains modern sebagai sumber pencapaian kebenaran yang
paling otoritatif dalam kaitannya dengan epistemologis,
karena banyak kebenaran agama yang tak dapat dicapai oleh
sainss yang hanya berhubungan dengan realitas empirik. Pada
tingkat dan pemaknaan seperti ini, sains bertentangan dengan
agama. Baginya, dalam proses pembalikan kesadaran
epistemologis ini, program Islamisasi menjadi satu bagian
kecil dari upaya besar pemecahan "masalah ilmu."
Memang dilema yang dihadapi oleh umat muslim
pada saat sekarang ini adalah kekeliruan dan kesalahan dalam
tengahilmu sehingga menyebabkan kehilangan adab di tengah
tengah umat. Dari sini juga timbul permasalahan yang sangat
pelik ditengah umat Islam yaitu kemunculan pemimpinpemimpin yang tak layak untuk memimpin umat Islam.
Pemimpin yang tidak memiliki moral, intelektual dan spiritual
yang tinggi untuk bisa memperbaiki dan memimpin umat
Islam seperti zaman dahulu yaitu zaman kejayaan umat Islam.
G. Kesimpulan
Pada dasarnya paradigm
paradigma dalam ilmu pengetahuan
dan ilmu Islam adalah menemui kesamaan
kesamaan-kesamaan.
Dimana dalam sejarah yang ada bahwa ilmu pengetahuan ini
berawal dari sebuah pemikiran
pemikiran-pemikiran cendikiawan
muslim yang menghasilkan suatu peradaban pengetahuan
ri. Sehingga seiring dengan berputarnya
dalam Islam itu sendiri.
88
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
waktu menimbulkan stigma
tigma mengenai adanya ilmu surga
dengan ilmu yang berlumuran dosa yakni ilmu pengetahuan
yang liberal. Dari fenomena tersebut muncullah sebuah
muslim cendikiawan muslim yang mengkritisi mengenai
fenomena
nomena dengan memunculkan gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan.
Syed M. Naquib Al-Attas menawarkan dua opsi dalam
melakukan Islamisasi
isasi ilmu pengetahuan. Pertama, dengan
melakukan pemisahan konsep
konsep-konsep kunci yang membentuk
kebudayaan dan peradaban Barat. Kedua dengan
memasukkan konsep kunci Islam ke dalam setiap cabang ilmu
pengetahuan masa kini yang relevan. Konsep ta'dib Syed. M.
Naquib al-Attas
Attas merupakan suatu gagasan pendidikan dalam
Islam yang membentuk peserta didik agar menjadi manusia
yang seutuhnya,, yang menyadari sepenuhnya akan tanggung
jawab dirinya kepada Tuhan yang haqq, yang memahami dan
menunaikan kewajiban terhadap dirinya sebagai hamba yang
sekaligus sebagai khalifah di muka bumi.
Dalam konsep ta'dib dijelaskan bahwa setelah
manusia dikenalkan
alkan akan posisinya dalam tatanan kosmik
lewat proses pendidikan, Ia diharapkan dapat mengamalkan
ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan nilai
nilai-nilai
moral dan ajaran Islam. Dengan bahasa yang berbeda dapat
dikatakan bahwa penggunaan ilmu pengetahua
pengetahuan dan teknologi
harus dilandasi pertimbangan nilai
nilai-nilai moral dan ajaran
agama.
89
Jurnal Al-Muta’aliyah
Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang
Volume I No 1 Tahun 2017
DAFTAR PUTAKA
Al-Attas, Naquib S.M. Islam dan Sekuralisme. (terjemahan oleh
Karsidjo Djojo Suwarso). Cet I. Bandung; Pustaka Salman.
1981.
Daud, Wan W.M.N. Filsafat dan Praktek Pendidikan Syed
Naquib al-Attas
Attas (trjmh oleh Hamid Fahmy dkk.)
dkk.). Bandung;
Mizan. 2003.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis. Jakarta; Ciputat Pers. 2002.
Kemas,
Baharuddin.
2009.
Filsafat
Pendidikan
Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Amsal Bakthiar, Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada
2004.
International Institut of Islamic Thought, Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, Terjemahan (Jakarta: Lontar Utama, 2002)
2002).
Al-Attas Naquib Syed Muhammad, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan
Pandangan Alam,, Pulau Pinang : Penerbit Universiti Sains
Malysia, 2007