Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY POCKET BOOK PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR (Studi Pengembangan Media Pembelajaran Berdasarkan Metode Design and Development) Mega Cahya Pratiwi Penulis, Cepi Riyana Penulis Penanggung Jawab 1, Laksmi Dewi Penulis Penanggung Jawab 2 Program Studi Teknologi Pendidikan, Departemen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia megacahyap@gmail.com cheppy@upi.edu laksmi@upi.edu Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengembangkan media pembelajaran Augmented Reality Pocket Book pada materi Bangun Ruang Sisi Datar, mata pelajaran Matematika kelas VIII semester genap. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Design and Development dengan model pengembangan ADDIE. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik triangulasi yang meliputi angket, wawancara, dan observasi. Analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari penelitian ini dihasilkan sebuah desain media pembelajaran Augmented Reality Pocket Book yang dapat diterapkan pada materi Bangun Ruang Sisi Datar beserta produk hasil pengembangannya yang telah diberi ulasan oleh para ahli dan para pengguna. Didapati bahwa para ahli (ahli materi dan ahli media) memberikan penilaian “baik” terhadap media pembelajaran Augmented Reality Pocket Book. Sedangkan para pengguna (guru dan siswa) memberikan penilaian “sangat baik”. Para ahli dan para pengguna pun memberikan tanggapan berupa saran untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap desain dan pengembangan media pembelajaran ini. Kata Kunci: Media Pembelajaran, Augmented Reality (AR), Buku Saku, Matematika. Abstract The purpose of this research is for designing and developing the Augmented Reality Pocket Book learning media on Flat Side Geometric content, Mathematic subject for eight grade in second semester. This research used a Design and Development research method with ADDIE development model. The data were collected by triangulation technique, such as questionnaire, interview, and observation. Those data were analyzed by data reduction, data display, and conclusion drawing. Through a series of research procedure, a design of Augmented Reality Pocket Book learning media were built that it can be applied on the Flat Side Geometric content along with product that has been reviewed by experts and users. Turns out that the experts (subject matter expert and media expert) giving a “good” responses for the Augmented Reality Pocket Book learning media. Mean while the users (teachers and students) giving a “very good” rensponses for this learning media. The experts and users also giving a responses such as a suggestion to be evaluated about the design and development of this learning media. Keywords: Learning Media, Augmented Reality (AR), Pocket Book, Mathematics Matematika merupakan bidang studi yang memiliki peranan penting sebagai bekal dasar dalam mempelajari bidang studi lain yang memerlukan logika, seperti fisika, kimia, arsitektur, teknologi informasi, dan sebagainya. Bahkan, BNSP menyatakan bahwa “mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama” (2013, hlm. 345). Salah satu materi atau pokok bahasan penting dalam matematika adalah geometri, yang memiliki tujuan beberapa diantaranya yaitu mengembangkan kemampuan berpikir logis dan menanamkan pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari matematika lebih lanjut (Sukayasa, 2009, hlm. 546). Namun, studi yang dilakukan dalam rangka penilaian ketercapaian belajar siswa, PISA dan TIMSS, menyatakan bahwa siswa-siswi Indonesia tingkat kelas VIII pada mata pelajaran matematika memperoleh skor jauh dibawah rata-rata negara-negara yang ikut berpartisipasi dalam studi tersebut. Didapati bahwa dalam studi PISA 2012 dan 2015 Indonesia memperoleh skor sebesar 375 dan 397 poin dimana skor rata-rata secara berturut-turut sebesar 494 dan 500 poin (OECD, 2014; OECD, 2016). Sedangkan dalam studi TIMSS 2011 ditemukan bahwa skor perolehan Indonesia mencapai 386 poin dimana rata-rata skor sebesar 500 poin (Mullis, dkk., 2012). Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya perolehan skor ketercapaian belajar siswa pada mata pelajaran matematika tingkat kelas VIII. Salah satu diantaranya adalah kurangnya pemanfaatan komputer dalam kegiatan belajar mengajar di kelas karena ketersediaan sarana media pembelajaran maupun komputer di sekolah yang terbatas. Padahal, hasil temuan PISA menyatakan bahwa “kondisi pemilikan sarana belajar, buku, dan komputer juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan terhadap prestasi belajar” (Pakpahan, 2016, hlm. 346). Hal senada juga diungkapkan oleh Mullis, dkk. (2012, hlm. 15) bahwa “Successful schools also are likely to have better working conditions and facilities as well as more instructional materials, such as books, computers, technological support, and supplies”. Hasil studi lapangan yang dilakukan di SMP Negeri 9 Bandung memaparkan bahwa hingga saat ini dalam kegiatan belajar pada mata pelajaran matematika belum pernah memanfaatkan fasilitas komputer sekolah. Kegiatan belajar pada mata pelajaran matematika selama ini hanya mengandalkan bahan ajar berupa buku cetak yang disediakan oleh pihak sekolah. Sedangkan media yang digunakan adalah slide presentasi, tapi itu pun terhitung jarang karena keterbatasan sarana proyektor. Namun, hampir semua siswa kelas VIII di sekolah tersebut memiliki smartphone pribadi dan diizinkan untuk digunakan di lingkungan sekolah. Media pembelajaran berbasis m-Learning atau pembelajaran berbasis mobile sangat tepat untuk digunakan dalam kondisi tersebut. m-Learning adalah pembelajaran yang unik karena pembelajar dapat mengakses materi, arahan dan aplikasi yang berkaitan dengan pembelajaran kapan-pun dan dimana-pun. Hal ini akan meningkatkan perhatian pada materi pembelajaran, membuat pembelajaran menjadi pervasif, dan dapat mendorong motivasi pembelajar kepada pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning). (Tamimuddin, 2014, hlm. 4). Dibandingkan dengan e-Learning atau pembelajaran berbasis elektronik, m-Learning memiliki fitur belajar lebih unggul yang meliputi: (1) ketiadaan batas jarak, (2) pembelajaran lebih komprehensif, (3) pembelajaran dapat dilakukan secara sinkron maupun asinkron, dan (4) siswa dapat merekam proses belajar mereka dalam situasi yang nyata (Chen, D., dkk., 2013, hlm. 2). Media pembelajaran merupakan alat dan bahan yang digunakan untuk membantu upaya meningkatkan hasil belajar siswa (Riyana, 2012). Media pembelajaran berperan dalam merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik melalui pesan yang disampaikan sehingga menimbulkan proses belajar baik secara individual maupun berkelompok, secara mandiri maupun dibimbing, dan secara terprogram maupun tidak terprogram (Miarso, 2011). Beberapa fungsi dari media pembelajaran adalah memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu serta meberikan kesempatan belajar yang lebih merata (Riyana, 2012). Bentuknya dapat berupa alat atau produk elektronik dan non-elektronik. Untuk media pembelajaran yang berbentuk elektronik tentu diperlukan sebuah alat yang dapat menunjang pengoperasian media tersebut, seperti televisi, radio, komputer, smartphone, dan lainnya. Edgar Dale mengembangkan kerucut pengalaman yang mengurutkan deretan pengalaman dengan berbagai metode belajar. “Dale berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman yang konkret.” (Abdulhak dan Darmawan, 2013, hlm. 113). Kerucut pengalaman Edgar Dale memaparkan bahwa peserta didik dapat mengingat sebanyak 50% jika belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar. Tren teknologi saat ini dapat merangkul siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik secara bersamaan dalam satu media. Teknologi tersebut salah satunya adalah Extended Reality (XR) yang meliputi Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Mixed Raelity (MR) yang mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih nyata sehingga lebih terasa pula fungsi dan manfaatnya dalam pembelajaran. AR memberikan pengalaman belajar melalui pendekatan intuitif dan motivasi (Patzer, dkk., 2014). Telah dibuktikan dalam sebuah penelitian bahwa siswa yang belajar menggunakan AR lebih lama ikut terlibat dalam kegiatan belajar dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan AR. Selain itu AR juga mampu merangsang siswa untuk berpartisipasi dan terlibat dalam belajar berkelompok. Hal-hal tersebut disebabkan karena AR menawarkan visualisasi yang dinamis dan kemampuannya untuk berinteraksi dengan siswa (Yoon & Wang, 2014). Augmented Reality, atau yang populer disebut sebagai AR, menjadikan benda virtual seolah-olah terlihat nyata. Seperti yang dikemukakan oleh Sherman dan Craig (2003, hlm. 18) bahwa AR “...allows a user to perceive the real world with an overlay of additional information”. AR pun dapat dikatakan sebagai proses meningkatkan pengalaman di dunia nyata dengan informasi yang dihasilkan komputer dengan tujuan untuk meningkatkan interaksi pengguna dengan dunia nyata (Kalawsky, dkk., 2015). Teknologi Augmented Reality dapat diterapkan dalam bidang pendidikan, terutama bidang studi yang memerlukan visualisasi. Winter (dalam Sahertian & Muladi, 2013, hlm. 9) telah meneliti tentang pemanfaatan teknologi AR yang hasilnya menunjukkan bahwa “Teknologi Augmented Reality cocok digunakan untuk mata pelajaran tertentu yang membutuhkan visualisasi untuk memodelkan suatu obyek...”. Terdapat tiga prinsip yang dimiliki AR, seperti yang diungkapkan oleh Azuma (dalam Sahertian & Muladi, 2013, hlm. 10) yaitu “(1) merupakan penggabungan dunia nyata dan virtual; (2) berjalan secara interaktif dalam waktu nyata (realtime); dan (3) terdapat integrasi antar benda dalam tiga dimensi, yaitu benda maya terintegrasi dalam dunia nyata”. Metode dalam penggunaan AR terbagi menjadi dua yang meliputi Marker Based Tracking dan Markerless Augmented Reality (Lazuardy, 2012). Marker merupakan letak posisi kemunculan objek virtual yang berupa ilustrasi berbentuk 2D. Sedangkan markerless sudah tidak memerlukan marker lagi untuk menampilkan objek-objek virtual, melainkan dapat melalui objek 3D, gerakan, dan GPS. Penggunaan metode marker based tracking yang umum menggunakan kartu sebagai objek marker, namun ada pula yang menyisipkannya ke buku agar dapat memberikan uraian deskripsi yang lebih jelas dan detail. Buku saku adalah buku dengan ukuran yang lebih kecil sehingga muat disimpan di dalam saku.. Kelebihan yang dimiliki buku saku adalah “dikemas ringkas sehingga mudah untuk dibawa kemana saja dan digunakan kapan saja tidak terbatas waktu dan tempat” (Septianita, dkk., 2014, hlm. 10). BPTP Jambi (2017) mendefinisikan bahwa “booklet adalah buku berukuran kecil (setengah kuarto) dan tipis, tidak lebih dari 30 halaman bolak balik. Struktur isinya seperti buku (terdapat pendahuluan, isi, dan penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat daripada sebuah buku”. Pocket Book atau buku saku menyajikan materi secara ringkas dan langsung ke poin inti, sehingga memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahaminya. Pocket Book atau buku saku yang dapat disimpan di dalam saku dan aplikasi Augmented Reality yang dapat dipasang pada Smartphone menjadikan gabungan antara kedua media ini memunculkan sebuah media pembelajaran yang fleksibel karena dapat digunakan oleh siswa di manapun dan kapanpun. Sehingga mempermudah siswa dalam mengulang pembelajaran secara mandiri baik di dalam maupun di luar kelas agar pencapaian tujuan pembelajaran pada aspek kognitif berjalan secara maksimal. Perangkat mobile mampu menciptakan proses pembelajaran yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja dengan melampaui batasan antara pengalaman belajar di dalam kelas dan diluar kelas (Walker, dkk., 2017). Zulham dan Budihartanti (2016, hlm. 122) mengungkapkan “Dengan teknologi yang ada di Smartphone dapat dimanfaatkan juga sebagai media pembelajaran, sehingga dapat digunakan dimanapun dan kapanpun”. Konten dalam media Augmented Reality Pocket Book (ARPOOK) dibuat secara terstruktur dan berpola agar mudah dipahami oleh peserta didik. Selain itu pun media pembelajaran ini membantu peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan interaksi aktif langsung dengan masalah dan konsep melalui fitur-fitur yang ada pada media tersebut. Sehingga media pembelajaran ARPOOK mendukung pembelajaran peserta didik berdasarkan teori kognitivisme, dimana kegiatan pembelajaran harus terorganisir, runtut, dan disampaikan dengan cara yang membuatnya mudah dipahami bagi peserta didik, serta teori konstruktivisme, yang menciptakan makna dari pengalaman sehingga peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri. Sifatnya yang fleksibel menjadikan media ARPOOK dapat digunakan pada pola pembelajaran guru dan media, yaitu kegiatan pembelajaran dimana guru hanya mengontrol disiplin dan minat belajar siswa, sedangkan media mengontrol penyajian materi pelajaran secara efektif dan efisien. Namun tidak menutup kemungkinan pula dapat digunakan dalam pola pembelajaran dengan media, yaitu kegiatan pembelajaran dimana peran guru sepenuhnya digantikan oleh media. Saat ini kita banyak melihat siswa-siswa yang sudah memiliki Smartphone dan membawanya ke sekolah. Seperti yang ditemukan dalam penelitian dan survei oleh Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Jawa Timur bahwa banyak pelajar yang sudah memiliki Smartphone sejak SD yaitu sebanyak 50%, sedangkan yang baru memilikinya sejak SMP sebanyak 44% dan sejak SMA sebanyak 3% (Kominfo Jatim, 2016). Tentu hal ini pun dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kurangnya fasilitas komputer yang memadai dari pihak sekolah, merupakan peluang bagi para pengembang media pembelajaran untuk membantu pihak sekolah dalam memanfaatkan fasilitas pribadi yang siswa miliki tanpa perlu terus bergantung kepada fasilitas milik sekolah. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah Design and Development yang didefinisikan oleh Richey & Klein (2007, hlm. 1) sebagai, “the systematic study of design, development, and evaluation processes with the aim of establishing an empirical basis for the creation of instructional and non-instructional product and tools and new or enhanced models that govern their development”. Secara sistematis, model penelitian ini mempelajari suatu proses mulai dari desain, pengembangan, sampai dengan evaluasi dalam menciptakan atau memperbaharui alat/produk dan model, baik yang berkaitan dengan pembelajaran maupun diluar dari konteks pembelajaran. Prosedur penelitian terdiri dari enam tahapan berikut ini: Gambar 1. Prosedur penelitian Ellis & Levy (2010, hlm. 111) Prosedur dimulai dari mengidentifikasi permasalahan yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Kemudian mendeskripsikan tujuan penelitian berdasarkan permasalahan tadi. Ketiga. Merancang dan mengembangkan produk yang sesuai dengan tujuan penelitian. Keempat, mengujicobakan produk ke khalayak umum. Kelima evaluasi hasil tes. Dan terakhir adalah mengkomunikasikan hasil ujicoba produk. Partisipan dipilih berdasarka pertimbangan peneliti (judgement sampling atau purpossive sampling). Dari situ terpilihlah satu orang ahli materi, satu orang ahli media, tiga orang guru matematika, dan enam orang siswa. para ahli merupakan dosen di Universitas Pendidikan Indoneisa, sedangkan para pengguna merupakan sivitas akademika SMP Negeri 9 Bandung. Pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pendekatan kualitatif, yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan melalui pengamatan terhadap fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran individual maupun kelompok secara seksama melalui beragam teknik untuk kemudian dideksripsikan dan dianalisis. Agar data yang dikumpulkan memiliki validitas yang meyakinkan, digunakan teknik triangulasi yaitu menggabungkan atau mengkombinasi-kan berbagai metode pengumpulan data berdasarkan kajian fenomena dari sudut pandang yang berbeda (Denkin dalam Rahardjo, 2010). Metode tersebut meliputi wawancara, observasi, dan angket. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan penilaian menggunakan skala likert, serta melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Desain Media Pembelajaran ARPOOK Untuk mengetahui desain yang tepat untuk diterapkan dalam media pembelajaran ARPOOK pada materi bangun ruang sisi datar, dilakukan pengumpulan data mengenai desain media pembelajaran ARPOOK yang tepat untuk menunjang kegiatan pembelajaran siswa melalui studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan menjajaki pendapat para ahli yang meliputi desain media pembelajaran menurut Wibawanto (2017), desain multimedia interaktif menurut Sudatha & Tegeh (2009), dan desain aplikasi mobile menurut Martins (2017) melalui buku, bahan ajar, serta artikel yang mereka terbitkan. Setelah disesuaikan dengan model pengembangan media ADDIE, didapati bahwa desain media pembelajaran ARPOOK terbagi menjadi dua domain yang diantaranya adalah analisis dan perancangan/desain. Gambar 2. Analisis dan Desain Media ARPOOK Tahap analisis meliputi: Analisis konten pembelajaran Dilakukan untuk menentukan hal-hal apa saja yang perlu dipelajari oleh siswa. Mulai dari menganalisis silabus untuk menentukan Kompetensi Dasar, membuat indikator ketercapaian pembelajaran, dan poin-poin materi. Analisis konten pembelajaran dilakukan dengan membandingkan silabus kurikulum 2013 hasil revisi tahun 2016 dan tahun 2017 yang diterbitkan oleh Kemendikbud. Berdasarkan perbandingan tersebut dihasilkan Kompetensi Dasar (KD) yang melipui: (1) Menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas), dan (2) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas), serta gabungannya. Kemudian KD diturunkan menjadi indikator melalui analisis keterampilan subordinat subordinate skill analysis) menggunakan model hirarkikal (Dick & Carey, 2005). Adapun indikator yang dihasilkan yaitu: (1) Membedakan jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas, (2) Mengidentifikasi ciri-ciri kubus, balok, prisma, dan limas, (3) Menjelaskan definisi kubus, balok, prisma, dan limas. (4) Menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas, (5) Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar serta gabungannya. Dari indikator tersebut kemudian ditentukan sub-sub pokok bahasan bangun ruang sisi datar yang sesuai diantaranya: (1) jaring-jaring, (2) ciri-ciri, (3) definisi, (4) rumus volume, (5) rumus luas permukaan, serta (6) contoh penerapan rumus volume dan luas permukaan. Analisis pengguna Sasaran pengguna media pembelajaran telah ditentukan sejak awal, yaitu pada khususnya untuk siswa kelas VIII dan pada umumnya untuk guru serta berbagai kalangan yang ingin mempelajari materi bangun ruang sisi datar. Sehingga analisis pengguna bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari sasaran audience disesuaikan dengan karakteristik media yang akan dikembangkan. Analisis pengguna dilakukan dengan mewawancarai guru dan siswa secara individual. Didapati informasi bahwa: (1) pengguna belum pernah memanfaatkan komputer untuk kegiatan pembelajaran di kelas, (2) bahan ajar yang digunakan adalah buku cetak, sedangkan media pembelajaran yang digunakan adalah slide presentasi namun jarang digunakan, (3) hampir seluruh siswa kelas VIII membawa smartphone pribadi ke sekolah, dan (4) rentang usia siswa adalah 13 – 14 tahun. Berdasarkan temuan data tersebut, peneliti mempertimbangkan bahwa media pembelajaran yang tepat pada kondisi ini adalah media pembelajaran berbasis ponsel (mobile learning) dari pada pembelajaran berbasis komputer. Meskipun spesifikasi dan kemampuan pada perangkat ponsel terbatas dibandingkan perangkat komputer, dalam hal akses, saat ini perangkat ponsel lebih mudah dijangkau daripada perangkat komputer. Bahkan dalam penggunaannya pun perangkat ponsel lebih praktis digunakan dan sama-sama dapat menunjang kegiatan belajar siswa. Analisis kebutuhan Bertujuan untuk menentukan kebutuhan perangkat lunak yang diperlukan untuk pengembangan media serta perangkat keras yang diperlukan untuk menggunakan media. Analisis kebutuhan menghasilkan daftar perangkat lunak dan spesifikasi minimal perangkat keras (komputer) yang diperlukan dalam pengembangan, serta spesifikasi minimal ponsel yang diperlukan untuk mengoperasikan produk yang dikembangkan dan rekomendasi kebutuhan cetak buku saku. Perangkat lunak yang diperlukan meliputi: Corel Draw, untuk mengolah kebutuhan grafis 2D seperti ilustrasi materi, marker, cover buku saku, layout buku saku, assets aplikasi, dan rancangan desain interface Blender, untuk mengolah kebutuhan grafis 3D yang diantaranya adalah objek-objek bangun ruang sisi datar meliputi kubus, balok, prisma, dan limas. Adobe Audition, untuk mengolah kebutuhan audio. Unity 3D, untuk membangun program aplikasi. Vuforia SDK, untuk mengembangkan aplikasi atau game dengan fitur Augmented Reality secara cepat dan mudah. Microsoft Visual Studio, untuk mengembangkan aplikasi dengan beragam Bahasa pemrograman Microsoft Windows, untuk mewadahi perangkat lunak lainnya agar dapat berjalan dengan baik. Selain menentukan perangkat lunak, juga ditentukan spesifikasi minimal kebutuhan perangkat keras (komputer) yang dibutuhkan dalam pengembangan media ARPOOK, yaitu diantaranya RAM 2 GB, prosesor 1 GHz, dan kartu grafis DirectX 9. Smartphone yang dibutuhkan untuk menggunakan ARPOOK harus memiliki spesifikasi minimal RAM 1 GB, resolusi kamera belakang 5 MP, resolusi layar 720 x 1280 pixel, dan sistem operasi Android 2.3.1 atau Gingerbread. Sedangkan untuk buku saku direkomendasikan untuk dicetak menggunakan kertas Art Paper 120 gsm, tinta dengan tipe Pigment, printer jenis Inkjet, dan ukuran kertas A6. Hasil analisis kemudian dijadikan sebagai landasan dibuatnya desain media pembelajaran ARPOOK. Desain ini kemudian dijadikan blueprint pengembangan media berupa dokumen yang berisikan: GBPM Dibuat dengan acuan Kompetensi Dasar dan indikator yang telah ditentukan pada tahap analisis. Fungsi dari GBPM adalah untuk merinci pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang perlu diuraikan oleh media pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar dan indikator ketercapaian pembelajaran Flowchart Flowchart atau diagram alir merupakan sekumpulan simbol-simbol yang memiliki makna-makna tertentu dan disusun kedalam bentuk bagan. Fungsinya adalah untuk menggambarkan hubungan antara proses (instruksi) satu dengan proses lainnya secara berurutan pada aplikasi. Storyboard Storyboard merupakan gambaran detail konten aplikasi yang disusun kedalam tiga baris kolom, meliputi kolom keterangan, kolom visual, dan kolom audio. Fungsinya yaitu untuk merinci detail konten pada aplikasi. Rancangan pembelajaran Dibuat untuk merancang kegiatan pembelajaran ketika menggunakan media ARPOOK baik secara berkelompok di kelas (RPP) maupun pembelajaran secara mandiri di luar kelas (petunjuk penggunaan). Wireframe Wireframe adalah gambaran interaksi antar halaman pada aplikasi. Biasanya berupa sketsa hitam-putih berisi kumpulan interface atau halaman muka yang masing-masingnya berisi header, tombol-tombol navigasi, dan sebagainya beserta keterangan alur interaksi antara halamannya sesuai dengan yang telah direncanakan melalui storyboard. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang interaksi antar halaman pada aplikasi. Aset desain visual 2D Menyiapkan aset desain visual 2D sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, meliputi logo produk, tombol, ikon, gambar latar, marker, dan gambar pendukung materi. Desain interface aplikasi dan layout buku saku Dibuat untuk memberikan gambaran akhir mengenai tampilan interface aplikasi dan layout buku saku. Aset desain visual 3D Menyiapkan aset desain visual 3D untuk kebutuhan AR. Objek 3D ini adalah yang akan dimunculkan ketika marker dipindai oleh kamera pada aplikasi. Aset audio. Menyiapkan aset audio untuk kebutuhan aplikasi. Audio meliputi musik latar dan narasi penjelasan tiap objek 3D yang dimunculkan pada tiap marker yang dipindai. Pengembangan Media ARPOOK Desain kemudian diubah menjadi produk nyata melalui serangkaian tahapan pengembangan berdasarkan petunjuk atau tutorial, baik berupa video maupun artikel, yang tersedia di channel YouTube, web, dan perangat lunak yang digunakan. Secara garis besar, tahapan pengembangan terbagi menjadi tiga tahap proses meliputi (1) membangun database, (2) membangun program, dan (3) publishing. Gambar 3. Proses pengembangan media ARPOOK Untuk membuat database, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat akun developer di developer.vuforia.com. Gambar 4. Membuat akun developer Setelah memiliki lisensi baru dibuat database yang akan ditanamkan pada aplikasi, atau istilah lainnya adalah storage data. Kemudian marker diunggah ke target manager di portal developer vuforia. Pastikan rating marker memiliki lima bintang, hal tersebut menandakan bahwa marker memiliki kualitas yang baik dan tingkat keterbacaan yang tinggi. Gambar 5. Isi database Tahap selanjutnya dalam pengembangan adalah membangun program menggunakan Unity 3D. Satu halaman interface disusun ke dalam satu scene yang kemudian antara satu scene dengan scene lainnya dihubungkan menggunakan kode perintah (atau dikenal dengan istilah script) tertentu dalam bahasa pemrograman C Sharp (C#). Kode perintah tersebut disusun menggunakan Visual Studio 2015. Begitu pula pada halaman kuis, penetapan soal, skor, dan waktu juga menggunakan bahasa pemrograman C#. Secara detail, alur proses membangun program aplikasi adalah sebagai berikut: Gambar 6. Diagram alur tahapan membangun program Hal terakhir dalam tahap pengembangan adalah publishing. Ketika semua scene dipastikan telah tersusun dan berjalan dengan baik maka aplikasi yang dikembangkan telah siap untuk melalui proses build atau dibuat menjadi file apk untuk ditanamkan pada smartphone android. Gambar 7. Build aplikasi Setelah itu dilakukan pencetakan buku saku dan panduan penggunaan media serta menyebarkan aplikasi. Buku saku dicetak pada kertas jenis Artpaper untuk kualitas yang baik dan agar lebih tahan lama. Sedangkan panduan penggunaan dicetak pada kertas HVS dengan ukuran lebih kecil daripada buku saku. Kemudian aplikasi diunggah ke google drive agar pengguna dapat mengunduh aplikasi. Gambar 8. Produk akhir media ARPOOK Terdapat beberapa fitur yang tersedia dalam media ini, yaitu diantaranya: Materi yang dikemas dalam bentuk cetak maupun digital Gambar 9. Fitur materi Kamera Augmented Reality untuk melihat visualisasi 3D. Dilengkapi dengan penjelasan singkat mengenai objek yang ditampilkan dalam bentuk teks deskripsi singkat dan audio narasi. Virtual button (tombol virtual) yang jika disentuh akan memberikan perintah untuk memulai animasi ciri-ciri objek yang muncul dari marker yang dipindai. Caranya dengan mengarahkan jari ke bawah kamera hingga menyentuh virtual button. Gambar 10. Fitur Kamera AR Kuis untuk melatih kemampuan pengguna setelah mempelajari materi. Kuis terdiri dari lima soal yang masing-masing diberi skor 10 poin. Terdapat pula perhitungan maktu secara maju untuk melihat berapa lama durasi pengguna dalam menyelesaikan kuis. Aplikasi dapat diunduh secara online. Sedangkan buku saku bisa didapatkan dengan menghubungi pengembang media melalui e-mail megacahyap@gmail.com. Tanggapan Ahli Produk media pembelajaran Augmented Reality Pocket Book (ARPOOK) kemudian siap untuk masuk ke tahap selanjutnya yaitu diulas oleh para ahli kemudian diujicobakan ke pengguna. Penilaian dilihat dari segi kualitas isi/materi, desain, dan kebergunaan. Melalui angket yang diberikan kepada ahli media dan ahli materi, didapati penilaian dari para ahli sebagai berikut: Gambar 11. Penilaian para ahli Ahli materi dan ahli media menetapkan bahwa media telah laik guna untuk diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika kelas VIII. Secara keseluruhan, media Augmented Reality Pocket Book memiliki penilaian “Baik” dari para ahli. Namun dari segi materi masih perlu ada perbaikan sebelum media digunakan oleh pengguna. Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara, didapati informasi berupa saran bahan revisi tahap ke-1, yaitu diantaranya: Menambahkan kontras warna teks (pada keterangan menu navigasi) pada halaman judul di aplikasi. Selaraskan animasi dengan audio narasi pada AR. Perbaiki konsep-konsep dasar bangun ruang sisi datar sesuai rekomendasi yang diberikan. Kurangi jumlah soal latihan/kuis Perbaiki penggunaan istilah matematika, yaitu “sama besar” menjadi “kongruen” Ganti beberapa contoh soal menjadi lebih mudah Kurangi jumlah contoh soal Diantara ketujuh poin diatas, yang memungkinkan dilakukan oleh peneliti hanya meliputi poin 1, 3, dan 5. Poin 2 belum dapat diselaraskan karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam hal algoritma pemrograman untuk memerintahkan agar animasi bergerak sesuai dengan narasi pada audio. Poin 4, jumlah soal latihan/kuis tidak peneliti kurangi karena menurut peneliti jumlah soal yang sebanyak 10 soal itu sudah pas. Poin 6, beberapa contoh soal tidak diganti karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam hal penguasaan konsep matematika, sehingga masih kebingungan seperti apa contoh soal yang sesuai dengan perkembangan pengetahuan siswa kelas VIII. Edangkan poin 7, Jumlah contoh soal tidak dikurangi karena menurut peneliti dua contoh pada tiap sub pokok bahasan (kubus, balok, prisma, dan limas) dirasa sudah pas. Dan tiga contoh soal yang mewakili gabungan dari keempat sub pokok bahasan tersebut juga sudah pas. Tanggapan Pengguna Setelah melalui revisi tahap pertama kemudian produk media pembelajaran ARPOOK diujicobakan untuk melihat tanggapan dari pengguna. Penilaian berdasarkan aspek kualitas isi/materi, kualitas desain, dan kebergunaan. Penilaian pengguna diambil dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sudut pandang guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar. Berikut penilaian dari para pengguna. Gambar 12. Penilaian para pengguna Para pengguna, baik guru maupun siswa, menilai bahwa media Augmetned Reality Pocket Book sudah “Sangat Baik” dilihat dari ketiga aspek. Penilaian tersebut pun diperkuat dengan adanya data dari observasi dan wawancara yang dilaksanakan secara individual. Selain penilaian tersebut, para pengguna juga memberikan tanggapan berupa saran-saran perbaikan atau revisi tahap ke-2, yang diantaranya: Mengembangkan materi dan gambar-gambar bangun ruang. Memperbaiki kualitas kamera AR agar dapat digunakan oleh semua smartphone. Memperbanyak jumlah soal pada kuis. Memunculkan soal pada kuis secara acak. Mengubah kuis pada aplikasi menjadi pilihan ganda, bukan benar-salah agar siswa lebih serius dan termotivasi untuk menjawab soal. Memperbaiki susunan kata pada soal agar maksud pertanyaan lebih spesifik dan tidak bertele-tele. Diantara ketujuh poin diatas, yang memungkinkan dilakukan oleh peneliti hanya meliputi poin 3, 5, dan 6. Pada poin 1, menambah materi dan gambar memerlukan waktu dan biaya tambahan. Karena keterbatasan peneliti, pada poin ini tidak ada yang diperbaiki. Poin 2, berdasarkan pengetahuan peneliti, bisa atau tidak digunakannya kamera AR disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kualitas marker, kondisi lingkungan, atau besar pixel pada kamera smartphone. Yang dapat diusahakan oleh pengembang AR hanyalah membaiki kualitas marker. Namun, marker yang telah peneliti buat sudah tergolong baik sesuai dengan penilaian ketika marker diunggah ke database. Karena itu, pada poin ini peneliti tidak dapat melakukan perbaikan apa-apa. Sedangkan poin 4 tidak dilakukan karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam bidang pemrograman. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Penelitian pengembangan media pembelajaran Augmented Reality Pocket Book pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar yang dilakukan menggunakan metode Design and Development ini menghasilkan tahapan desain dan pengembangan media pembelajaran merujuk pada model pengembangan ADDIE dan pengalaman para ahli yang didapat berdasarkan studi literatur. Selain itu juga dihasilkan produk media Augmented Reality Pocket Book yang siap untuk diujicobakan ke lapangan secara luas. Sebelum diujicobakan kepada para pengguna terlebih dahulu dilakukan expert review kepada ahli materi dan ahli media. Para ahli menilai bahwa media telah laik guna untuk diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika kelas VIII. Secara keseluruhan, dari segi aspek kualitas isi/materi, desain, dan kebergunaan media Augmented Reality Pocket Book memiliki penilaian “Baik” dari para ahli. Namun dari segi materi masih perlu ada perbaikan sebelum media digunakan oleh pengguna. Saran dari para ahli kemudian dijadikan referensi untuk revisi tahap pertama. Setelah melalui revisi tahap pertama, produk diujicobakan ke pengguna yang meliputi guru dan siswa. Para pengguna, menilai bahwa media Augmented Reality Pocket Book sudah “Sangat Baik” dilihat dari ketiga aspek. Pengguna juga memberikan beberapa saran perbaikan sebgai bahan revisi tahap kedua. Tidak semua saran revisi dari para ahli dan pengguna dapat peneliti terima dikarenakan keterbatasan SDM, keterbatasan kemampuan peneliti dalam hal penguasaan materi dan pemrograman, serta keterbatasan waktu dan biaya. Rekomendasi Karena adanya beberapa hambatan, kualitas produk yang dihasilkan menjadi kurang maksimal. Diharapkan pengembangan media pembelajaran ARPOOK dapat dilanjutkan untuk dilakukan perbaikan dan ujicoba ke lapangan luas (field test) untuk melihat efektivitas penggunaan media pembelajaran ARPOOK dalam proses pembelajaran. Atau dapat juga dengan mengembangkan kembali media ini dengan materi yang lebih lengkap. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa dengan media yang lebih inovatif, disarankan agar pada proses desain dan pengembangan dilakukan oleh tim yang terdiri dari subject matter expert, developer, dan designer. DAFTAR RUJUKAN Badan Standar Nasional Pendidikan. (2013). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP. BPTP Balitbang Jambi. (t.t.). Booklet & Buku Saku. [Online]. Diakses dari: http://jambi.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi/media-cetak/booklet-a-buku-saku. Chen, D., dkk.. (2013). Developing a Mobile Learning System in Augmented Reality Context. International Journal of Distributed Sensor Networks. 9(12), hlm 1-7 Ellis, E.T. & Levy, Y. (2010). “A Guide for Novice Researchers: Design and Development Research Methods”. Dalam Proceedings og Informing Science & IT Education Conference (InSITE). Florida: Nova Southeastern University. Kalawsky, R. S., dkk. (2015). A Taxonomy of Technology: Defining Augmented Reality. Dalam Proceedings of the IEA 2000/HFES 2000 Congress. UK: Loughborough University. Kominfo Jatim. (2016). Survei IPNU Jatim: 50 Persen Pelajar Miliki Smartphone Sejak SD. [Online]. Diakses dari: http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/survei-ipnu-jatim-50-persen-pelajar-miliki-smartphone-sejak-sd. Lazuardy, S. (2012). Augmented Reality: Masa Depan Interaktivitas. [Online]. Diakses dari: http://tekno.kompas.com/read/2012/04/09/12354384/augmented.reality.masa.depan.interaktivitas. Martins, J. M. (2017). How to Make an App – Idea, Design & Development. (Online). Diakses dari: https://blog.goodbarber.com/how-to-make-an-app/. Mullis, I.V.S., dkk.. (2012). TIMSS 2011 International Results in Mathematics. Amsterdam: TIMSS & PIRLS International Study Center. Organisation for Economic Cooperation and Development. (2014). PISA 2012 Result in Focus: What 15-Year-Olds Know And What They Can Do With They Know. Paris: OECD. Organisation for Economic Cooperation and Development. (2016). PISA 2015 Results in Focus. Paris: OECD. Pakpahan, R. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Capaian Literasi Matematika Siswa Indonesia dalam PISA 2012. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 1(3), hlm. 331-347. Patzer, B., Smith, D. C., & Keebler, J. R., (2014). Novelty and Retention for Two Augmented Reality Learning Systems. Dalam Proceedings of the Human Factors and Ergonomics Society 58th Annual Meeting. Kansas: Wichita State University. Rahardjo, M. (2010). Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif. [Online]. Diakses dari: http://www.uin-malang.ac.id/r/101001/triangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html. Richey, R.C. & Klein, J.D. (2007). Design and Development Research Methodhs, Strategies, and Issues. New York: Ruotledge. Riyana, C. (2012). Komponen-Komponen Pembelajaran. [Online]. Diakses dari: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Komponen_Pembelajaran.pdf Sahertian, J. & Muladi. (2013). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Augmented Reality pada Pokok Bahasan Sel. TEKNO. 19(1), hlm. 9-14. Septianita, R., Widjianto. & Hartatiek. (2014). Pengembangan Media Belajar Buku Saku Fisika dengan Teknologi Augmented Reality Berbasis Android pada Materi Fluida Statis untuk Siswa Kelas X SMA IPA. Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. 2(1), hlm. 1-11. Sudatha, I.G.W. & Tegeh, I.M. (2009). Desain Multimedia Pembelajaran. Bali: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.Sherman, W.R. & Craig, A.B. (2003). Understanding Virtual Reality. Interface, Application, and Design. United States of America: Elsevier Science. Sukayasa. (2009). “Penalaran dan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Geometri”. Dalam Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Tamimuddin, M. (2014). Pengenalan Media Pembelajaran Berbasis Mobile (Mobile Learning). [Online]. Diakses dari: https://goo.gl/atQ2ez. Walker, Z., dkk. (2017). Beyond Pokemon: Augmented Reality is a Universal Design for Learning Tool. Special Collection – Student Diversity Washington State University. 7(4), hlm. 1-8. Wibawanto, W. (2017). Desain dan Pemrograman Multimedia Pembelajaran Interaktif. Jember: Cerdas Ulet Kreatif. Yoon, S. A., & Wang, J. (2014). Making the Invisible Visible in Science Museums Through Augmented Reality Devices. Tech Trends: Linking Research & Practice to Improve Learning, 58(1), hlm. 49-55. Zulham, F.A. & Budihartanti, C. (2016). Penerapan Teknologi Augmented Reality pada Media Pembelajaran Sistem Pencernaan Berbasis Android. Jurnal Teknik Komputer AMIK BSI. 2(1), hlm. 122-131. Mega Cahya Pratiwi, Cepi Riyana, Laksmi Dewi PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY POCKET BOOK PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR 1 2