KOMPETENSI
KEPRIBADIAN GURU
Upaya Meningkatkan Ranah Afektif Siswa
Dedi Sahputra Napitupulu
2017
KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU
Upaya Meningkatkan Ranah Afektif Siswa
Hak Cipta © 2017 pada Penulis
Penulis: Dedi Sahputra Napitupulu
Editor: Peng Kheng Sun
ISBN: 978-602-1655-66-5
Diterbitkan pertama kali oleh:
Fire Publisher
Cetakan Pertama: 2017
CV Eskol Media Kreasi
Kantor:
Perum Bukit Rendole Asri
B. 33 RT. 06/RW. 02
Muktiharjo, Margorejo
Pati - JAWA TENGAH
Hp : 085641133474
Email:
firepublisher10@gmail.com
pengkhengsun@gmail.com
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................v
PENDAHULUAN....................................1
KOMPETENSI GURU..............................5
KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU........9
INDIKATOR KOMPETENSI GURU..........11
KEPRIBADIAN GURU PAI…...................23
RANAH AFEKTIF………...........................33
DAFTAR PUSTAKA………........................49
PROFIL PENULIS...................................53
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puja dan puji kita kepada Allah Swt yang senantiasa
selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia yang tak
terhingga, sehingga penulis mampu menyelesaikan buku ini
ini dengan judul KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU: Upaya
Meningkatkan Afektif Siswa. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada nabi akhir zaman, Muhammad
Saw. Semoga kelak kita semua beroleh syafa’atnya. Amin
Buku sederhana yang ada di tangan pembaca ini
sesungguhnya merupakan hasil riset panjang penulis ketika
menyelesaikan studi strata satu di UIN Sumatera Utara
Medan. Sumber pengambilan materi yang disusun dalam
buku ini mengutip dari berbagai literatur serta pengalaman
lapangan langsung yang memadai. Karena itu, menurut
hemat penulis buku ini sangat layak dijadikan sebagai bahan
bacaan dan sarana pengembangan khazanah ilmu
pengetahuan, terutama bagi para guru dan calon guru yang
sedang giat-giatnya menimba ilmu.
Di atas segalanya, penulis menyadari masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam buku ini, karenanya penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif. Kepada Anda yang membaca buku ini dengan
cara membeli atau meminjam, saya mohon maaf atas judul
yang berbunyi lebih bagus daripada isi. Bacalah buku ini
dengan niat ibadah sembari berharap rido Allah Swt. Kepada
v
pihak yang terlibat dalam proses penerbitan buku ini,
terutama editor dan penerbit saya ucapkan terima kasih
yang tak terhingga. Semoga kehadiran buku ini dapat
membawa bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Agustus 2017
Penulis,
Dedi Sahputra Napitupulu
vi
PENDAHULUAN
Secara sederhana kompetensi berarti kemampuan atau
kecakapan. Menurut Mulyasa kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai
oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia mampu melakukan prilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Dengan
demikian, kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan
dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat
berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Selain itu,
kompetensi telah terbukti merupakan dasar yang kuat dan
valid bagi pengembangan sumber daya manusia. Seorang
guru harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi
paedagogik, kepribadian, sosial dan profesio-nalisme. Hal ini
sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan
sebagaimana yang diharapkan.
Dalam bahasa Arab guru dikenal dengan al-mu’allim atau
al-ustadz, yang berarti orang yang bertugas menyam-paikan
ilmu. Jadi guru adalah orang yang memberikan ilmu.
Defenisi guru berkembang secara luas, guru disebut sebagi
pendidik profesional karena guru telah menerima dan
memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak.
Guru juga seseorang yang memperoleh Surat Keputusan
(SK), baik dari pemerintah atau swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu memiliki hak dan kewajiban
untuk melaksanakn kegiatan pembelajaran di lembaga
pendidikan sekolah. Tugas guru bukan hanya sekadar me1
nyampaikan ilmu (knowledge) tetapi lebih dari itu guru juga
bertugas mentransfer nilai (value) dan keterampilan (skill).
Maka guru tidak hanya sekadar menciptakan peserta didik
yang cerdas dari sisi kognitifnya saja, tetapi harus mampu
mencerdaskan afektif atau sikap peserta didik dan juga
mampu mencerdaskan Psikomotorik atau keteram-pilan.
Ranah afektif lebih dikenal sebagai ranah yang berorientasi pada rasa atau kesadaran. Banyak dikalangan para
ahli menginterpretasikan ranah afektif menjadi sikap, nilai
sikap yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap
penyusunan tujuan istruksional yang akan ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Adapun ciri dari organisasi ranah
afektif ini adalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai,
norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja
pribadi seseorang. Oleh karena itu aspek ini menjadi sangat
penting dalam tujuan pendidikan. Ranah afektif ini terdiri
dari lima kategori yaitu: pengenalan, pemberian respons,
penghargaan, pengorganisasian dan pengalaman. Kelima hal
tersebutlah yang harusnya dikembangkan oleh guru
terutama melalui kompetensi kepribadian yang dimilikinya.
Maka seorang guru harus memiliki kecakapan teknis dan
kompetensi yang memadai agar seorang guru dapat mengembangkan ranah afektif peserta didik. Guru dituntut
untuk lebih profesional dalam segala hal dalam mendidik
siswa.
Berdasarkan pengamatan penulis yang telah dilaku-kan
bersamaaan dengan pengalaman mengajar di berbagai
sekolah, bahwa setiap lembaga pendidikan bermaksud agar
siswa diharapkan menjadi manusia yang cerdas dan
memiliki budi pekerti yang baik dan mampu mengamalkannya ilmu yang iaperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
2
Sebahagian peserta didik yang pandai mengusai materi
Pendidikan Agama Islam terkadang masih juga tidak
melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, tidak menghormati guru, dan berprilaku kurang baik. Perilaku kurang
baik tersebut menciptakan hubungan yang kurang harmonis antara guru dengan peserta didik. Secara umum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan masih
berkaitan dengan aspek kognitif, sehingga aspek lain yang
juga merupakan aspek penting dalam pembelajaran perlu
dikembangkan, terutama aspek afektif.
Penuis juga menemukan adanya fenomena dalam
lembaga pendidikan dimana dalam proses penyampaian
pembelajaran guru cenderung menekankan pada aspek
kognitif dan aspek psikomotorik siswa, banyaknya orang tua
yang kurang memperhatikan perkembangan anaknya dalam
hal afektif atau sikapnya, maka upaya orang tua adalah
mempercayakan sang anak kepada lembaga sekolah.
Sehingga kompetensi kepribadian guru PAI dalam mengembangkan ranah afektif siswa sangat diperlukan. Ranah
afektif merupakan hal yang sangat penting bagi siswa karena akan menentukan keberhasilannya dikemudian hari.
Dalam buku ini penulis hanya membatasi kajian
mengenai kompetensi kepribadian guru menurut regulasi
pemerintah dan bagaimana menurut tinjauan Islam, serta
berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam
rangka meneingkatkan ranah afektif siswa.
3
4
KOMPETENSI GURU
Secara sederhana kompetensi berarti kemampuan atau
kecakapan. Menurut Mulyasa kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai
oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia mampu melakukan prilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.1 Dengan
demikian, kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan
dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat
berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
dalam menjalankan tugas keprofesionalannya.
Selain itu, kompetensi telah terbukti merupakan dasar
yang kuat dan valid bagi pengembangan sumber daya
manusia.2 Seorang guru harus memiliki empat kompetensi
yaitu kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial dan
profesionalisme. Hal ini sangat penting untuk mencapai
tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Dalam bahasa Arab guru dikenal dengan al-mu’allim atau
al-ustadz, yang berarti orang yang bertugas menyam-paikan
ilmu. Jadi guru adalah orang yang memberikan ilmu.
Defenisi guru berkembang secara luas, guru disebut sebagi
pendidik profesional karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak. Guru
1E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik
dan Implementasi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h. 38.
2Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional: Pedoman Kinerja,
Kualifikasi, dan Kompetensi Guru (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h.
99.
5
juga seseorang yang memperoleh Surat Keputusan (SK),
baik dari pemerintah atau swasta untuk melaksanakan
tugasnya, dan karena itu memiliki hak dan kewajiban untuk
melaksanakn kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah. Tugas guru bukan hanya sekadar menyampaikan ilmu (knowledge) tetapi lebih dari itu guru juga
bertugas mentransfer nilai (value) dan keterampilan (skill).
Maka guru tidak hanya sekedar menciptakan peserta didik
yang cerdas dari sisi kognitifnya saja, tetapi harus mampu
mencerdaskan afektif atau sikap peserta didik dan juga
mampu mencerdaskan Psikomotorik atau keterampilan.
Ranah afektif lebih dikenal sebagai ranah yang
berorientasi pada rasa atau kesadaran. Banyak dikalangan
para ahli menginterpretasikan ranah afektif menjadi sikap,
nilai sikap yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap
penyusunan tujuan istruksional yang akan ditetapkan dalam
tujuan pembelajaran.3 Adapun ciri dari organisasi ranah
afektif ini adalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai,
norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja
pribadi seseorang. Oleh karena itu aspek ini menjadi sangat
penting dalam tujuan pendidikan. Ranah afektif ini terdiri
dari lima kategori yaitu: pengenalan, pemberian respon,
penghargaan, pengorganisasian dan pengalaman. Kelima hal
tersebutlah yang harusnya dikembangkan oleh guru
terutama melalui kompetensi kepribadian yang dimilikinya.
Maka seorang guru harus memiliki kecakapan teknis dan
kompetensi yang memadai agar seorang guru dapat
mengembangkan ranah afektif peserta didik. Guru dituntut
untuk lebih professional dalam segala hal dalam mendidik
siswa.
3Mardianto, Psikologi Pendidikan: Landasan Untuk Pengembangan
Strategi Pembelajaran (Medan: Perdana Publishing, 2012), h. 95.
6
Lembaga pendidikan yang ada baik sekolah maupun
Madrasah dipandang sebagai institusi pendidikan yang
mempunyai sistem pembelajaran yang baik. Dengan adanya
lembaga pendidikan tersebut, siswa diharapkan menjadi
manusia yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang baik
dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, harapan tidaklah selalu sesuai dengan kenyataan. Jika kita melakukan pengamataan atau katakan-lah
kita terjun menjadi praktisi pendidikan, sebahagian peserta
didik yang pandai mengusai materi pelajaran khu-susnya
Pendidikan Agama Islam terkadang masih minim
pengamalan keagamaan, sebut saja indikatornya seperti
kurang menghormati guru, dan berprilaku kurang baik.
Perilaku kurang baik tersebut menciptakan hubungan yang
kurang harmonis antara guru dengan peserta didik.
Hal ini diduga terjadi karena secara umum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan masih
berkaitan dengan aspek kognitif saja tanpa memperhatikan
ranah afektif siswa. Lebih menyedihkan lagi apabila keterampilan siswa tidak pernah diasah. Banyaknya orangtua
yang kurang memperhatikan perkembangan anaknya dalam hal afektif atau sikapnya, mereka mempercayakan
penuh sang anak kepada lembaga sekolah.
Berangkaat dari hal ini lah yang mendasari penulis
tertarik untuk menyusun buku yang berkaitan dengan kepribadian guru PAI dalam upaya mengembangkan ranah
afektif siswa. Ranah afektif merupakan hal yang sering dilupakan oleh pendidik, itulah sebab mengapa kehancuran
moral anak bangsa belakangan ini semakin memprihatinkan.
7
8
KOMPETENSI
KEPRIBADIAN GURU
Guru adalah orang yang digugu dan ditiru, tindak-an,
ucapan dan bahkan pikirannya selalu menjadi bagian dari
kebudayaan pada masyarakat disekelilingnya. Namun
disadari atau tidak semua orang mampu mengembangkan
bakat dan kemampuan menjadi guru yang profesional,
hanya segelintir orang yang diberikan kesempatan atau
memanfaatkan potensinya menjadi guru tersebut.4
Guru adalah pendidik yang memegang mata pelajar-an
disekolah.5 Istilah lain yang lazim digunakan untuk guru
adalah pendidik. Kedua istilah tersebut hampir sama, hanya
saja istilah guru sering dipakai pada lembaga formal.
Sementara pendidik dipakai pada lingkungan pendidikan
formal, informal maupun non formal. Dengan demikian guru
dapat disebut sebagai pendidik dan pendidik dapat pula
disebut sebagai guru.
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertang-gung
jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar dapat mencapai
tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt dan
4Amini,
Profesi Keguruan (Medan: Perdana Publishing, 2013), h. 1.
Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 36.
5Ahmad
9
mampu sebagai mahluk sosial, dan sebagai mahluk individu
yang mandiri.6
Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik.7 Dwi Nugroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pengertian pendidik ini meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
Orang dewasa
Orang tua
Guru
Pemimpin masyarakat
Pemimpin agama.8
Dari penjelasan diatas maka jelaslah bahwa yang di
katakan sebagai pendidik itu adalah orang dewasa yang
memiliki ilmu yang mumpuni dan juga sebagai sebagai
pemimpin dimasyarakat. Artinya setiap pendidik atau guru
haruslah menjadi teladan dimasyarakat.
Rasulullah Saw juga pernah bersabda sekaligus
memberikan motivasi betapa pentingnya menjadi seorang
guru: Jadilah kamu orang yang mengajar, atau orang yang
belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang
mencintai, dan janganlah kamu jadi orang kelima, maka
kamu akan celaka . (R. Baihaqi .
6Syfaruddin, et.al. Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya
Ummat (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2012), h. 53-54.
7Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung:
PT AL-Ma’arif,
, h. .
8Dwi Nugroho Hidayanto, Mengenal Manusia dan Pendidikan
(Yogyakarta: Liberty, 1988), h.43.
10
INDIKATOR
KOMPETENSI GURU
Kompetensi di dalam bahasa Inggris seakar dengan kata
competency , yang berarti the ability to do something well
(kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik).9
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten, dalam arti memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta nilai-nilai dasar untuk melakukan
sesuatu. Guru yang dikatakan kompeten dibidang tertentu
adalah guru yang menguasai kecakapan dan keahlian selaras
dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan.10
Dengan demikian kompetensi adalah sebuah penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang kualitas guru yang
sebenarnya yang ditunjukkan dalam bentuk penguasaan
pengetahuan secara profesional. Oleh karena itu guru yang
berkualitas adalah guru yang memiliki kompetensi dalam
hal keilmuan dan kepribadiannya. Betapa pun hebatnya
ilmu yang dimiliki seorang guru, jika ia tidak dapat dijadikan
teladan bagi muridnya maka sama saja tidak ada artinya.
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar
profesi disamping kode etik sebagai regulasi perilaku
9Oxford, Oxford advanced Learners’s Dictionary
(UK: Oxford
Univrsity Press, 2010), h. 307.
10A. Samana, Profesionalisme Keguruan
(Yogyakarta: Kanisius,
1998), h. 44.
11
profesi yang ditetapkan dalam dalam prosedur dan system
pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai
sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan
eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan,
serta memberikan perhatian, dan mempersep-si yang
mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk
mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efesien.
Kompetensi bukanlah titik akhir dari upaya melainkan suatu
proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (life
long learning process)
Keprofesionalan guru saat ini dapat diukur dengan
beberapa kompetensi dan berbagai indikator yang melengkapinya, tanpa adanya kompetensi dan indikator itu maka
sulit untuk menentukan tingkat kepofesionalan seorang
guru. Kompetensi-kompetensi yang meliputi keprofesionalan guru (berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun
2005, tentang Guru dan Dosen), dapat dilihat dari empat
kompetensi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Kompetensi pedagogik
Kompetensi kepribadian
Kompetensi profesional dan
Kompetensi sosial.11
Kempat kompetensi ini memiliki indikator-indi-kator
terentu yang memberikan jaminan bahwa keempat-nya
dapat dilaksanakan dan terukur secara kuantitatif dan
kualitatif, baik melalui pendidikan prajabatan, in serving
training, diklat tertentu, dan lain sebagainya. Keempat
11Amini,
Profesi Keguruan, h. 88.
12
kompetensi diatas memiliki indiator-indikator sebagai
berikut:
1. Kompetensi pedagogik: kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik, indikatornya
adalah:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b. Pemahaman terhadap peserta didik
c. Pemahaman kuikulum/silabus
d. Perancangan pembelajaran
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g. Evaluasi proses dan hasil belajar dan
h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Kompetensi kepribadian: memilikisifat-sifat kepribadian, indikatornya adalah:
Berakhlak mulia
Arif dan bijaksana
Mantap
Berwibawa
Stabil
Dewasa
Jujur
Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
Secara objktif mengevaluasi kinerja sendiri dan
Mau dan siap mengembangkan diri secara mandiri
dan berkelanjutan.
13
3.
Kompetensi profesional: kemampuan dalam menguasai pengetahuan, bidang ilmu, teknologi, dan
atau seni yang diampunya, indikatornya adalah:
a. Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai
standar isi programsatuan pendidikan, mata
pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran
yang akan diampunya.
b. Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan,
teknologi, atau seni yang relevan secara konseptual
menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok
mata pelajaran yang akan diampu.
4.
Kompetensi sosial, indikatornya adalah:
a. Berkomunikasi lisan, tulisan,dan/atau isyarat
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan
satuan pendidikan, orang tua/wali peserta
didik, bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem
nilai yang berlaku, dan
d. Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati
dan semangat kebersamaan.
Tentunya kompetensi dan indikator ini dapat dija-dikan
acuan oleh siapapun yang terkait dengan tugas guru, dengan
manajemen guru, bahkan sampai pada penilaian guru. Yang
pasti regulasi pemerintah tentang kinerja guru terus
dibangun dan dikembangkan, untuk memberikan kontribusi
terhadap upaya peningkatan pendidik, sekaligus kegiatan
pendidikan secara keseluruhan.
14
Jadi yang dikatakan guru profesioanal itu harus memiliki
kompetensi paedagogik, kepribadian, profesio-nalisme dan
sosial yang baik. Guru profesional sangat di-perlukan oleh
setiap lembaga pendidikan untuk mening-katkan kualitas
dan mencapai tujuan pendidikan sebagai-mana yang
diharapkan.
Kepribadian berasal dari kata pribadi yang berarti
manusia sebagai perseorangan (diri manusia atau diri
sendiri), keadaan manusia sebagai perseorangan, keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak orang. Sedangkan kepribadian adalah sifat-sifat hakiki yang tercermin
pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan
dirinya dengan orang atau bangsa lain.12 Kepribadian
merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan
sosiologis yang mendasari perilaku individu. Kepribadian ini
mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan sifat yang
dimiliki seseorang yang berkembang apabila seseorang
berhubungan dengan orang lain.13
Tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar seka-li
dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Maka
yang dapat dilakukan adalah mencoba mengetahui struktur
kepribadian. Struktur kepribadian dapat diketahui melalui
pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita dan persoalan yang dihadapi seseorang. Seorang ahli ilmu jiwa dapat
melakukannya lebih teliti dengan menggunakan alat-alat
12Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 788.
13Jamal Ma’mur Asmani, Tujuh Kompetensi Guru (Yogyakarta: Power
Books, 2009), h. 104.
15
psikodiagnostik yaitu alat yang digunakan untuk mendiagnosa jiwa seseorang.
Abidin Syamsudin Makmun mengatakan bahwa as-pekaspek kepribadian meliputi:
a. Karakter, yaitu konsekwen tidaknya dalam mematuhi
etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat
b. Tempramen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau
cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsanganrangsangan yang datang dari lingkungan
c. Sikap, sambutan terhadap objek (orang, benda,
peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersikap
positif, negative dan ambivalen (ragu-ragu)
d. Stabilitas emosional, yaitu kadar kesetabilan reaksi
emosional terhadap rangsangan dari lingkungan
e. Responsibilitas (tanggungjawab), kesiapan untuk
menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan
f. Sosiobilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan
dengan hubungan interpersonal.14
Di dalam Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat (3)
butir b dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif dan wibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 15
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan
14Abidin Syamsudin, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2009), h.19.
15Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen (Bandung: Citra Umbara, 2006), h. 4.
16
dengan prilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus
memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam pilaku
sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan
falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi modl
manusia nyang memiliki nilai-nilai luhur. 16
Di Indonesia sikap pribadi yang dimaksud adalah pribadi
yang dijiwai oleh falsafah Pancasila yang memegang
kebudayaan bangsanya yang rela berkorban bagi kelestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi
kepribadian guru. Dengan demikian pemahaman terhadap
kompetensi guru harus dimaknai sebagai suatu wujud sosok
manusia yang utuh.
Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus
memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan
tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya.
Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan
melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat
citra baiak dan kewibawannya terutama didepan muridmuridnya.17
Kompetensi kepribadian guru mencakup sikap (attitude)
nilai-nilai (value) kepribadian (personality) sebagai elemen
prilaku (behaviour) dalam kaitannya de-ngan performance
yang ideal sesuai dengan bidang peker-jaan yang dilandasi
oleh latar belakang pendidikan, pening-katan kemampuan
dan pelatihan, serta legalitas kewe-nangan mengajar.18
16Djam’an Satori, et. Al. Profesi Keguruan (Jakarta: Universitas
Terbuka 2009), h. 25.
17Barinto, Hubungan Kompetensi Guru dan Supervisi Akademik
dengan Kinerja Guru SMP Negeri se Kecamatan Percut Sei Tuan, dalam
Tabularasa, vol, IX, 2012, H. 206.
18Ibid., h. 24.
17
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal
yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwi-bawa, menjadi teladan bagi siswa,
dan berakhlak mulia.19 Berikut merupakan penjelasan dari
poin-poin pengertian kompetensi kepribadian diatas:
a. Memiliki kepribadian mantap dan stabil
Dalam hal ini, guru dituntut untuk bertindak sesuai
dengan norma hukum dan norma sosial yang berlaku di
masyarakat. Jangan sampai seorang pendidik
melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji,
kurang professional, atau bahkan bertindak tidak
senonoh. Karena hal itu hanyaa akan merusak citra
seorang guru, terlebih lagi bagi seorang guru
Pendidikan Agama Islam hendaknya harus senantiasa
berhati-hati dan menjaga ucapan maupun sikapnya.
b. Memiliki kepribadian yang dewasa
Kedewasaan guru tercermin dari kestabilan
emosinya. Untuk itu diperlukan latihan mental agar
guru tidak mudah terbawa emosi. Sebab jika guru marah
akan menyebabkan siswa takut. Ketakutan itu sendiri
berdampak pada turunnya minat siswa untuk mengikuti
pelajaran, serta dapat menggangu konsenterasi
belajarnya. Menjadi seorang guru idealnya disegani oleh
siswa bukan ditakuti.
c. Memiliki kepribadian yang arif
Kepribadian yang arif ditunjukkan melalui
tindakan yang bermanfaat bagi siswa, sekolah dan
masyarakat serta menunjukkan keterbukaan berfikir
19
Suprihatiningrum, Guru professional, h. 106.
18
dan bertindak. Kearifan seorang guru juga dapat
tercermin dari kebijaksanaannya menyelesaikan suatu
permasalahan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan.
d. Memilki kepribadian yang berwibawa
Kepribadian yang berwibawa ditunjukkan oleh
prilaku yang berpengaruh positif terhadap siwa dan
disegani. Sebagai seorang guru hendaknya mengatur
jaraak dengan siswanya, tidak terlalu dekat namun tidak
pula terlalu jauh. Wibawa ini dapat tercermin dari cara
berpakaian, gaya berjalan, cara makan, cara berbicara
dan lain sebagainya hendaknya harus selalu dijaga oleh
setiap guru.
e. Menjadi teladan bagi siswa
Dalam istilah bahasa jawa, guru artinya Digugu
lan ditiru . Kata ditiru berarti contoh atau dalam arti lain
diteladani. Sebagai teladan, guru menjadi sorotan dalam
gerak-geriknya. Untuk itu, guru harus memperhatikan
beberapa hal berikut:
1. Sikap dasar: postur psikologis
2. Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai
alat berfikir
3. Kebiasaan bekerja: gaya yang dipaki dalam bekerja
yang ikut mewarnai kehidupannya
4. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan
5. Pakaian sebagai perlengkapan pribadi yang penting
dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian
6. Hubungan kemanusiaan
7. Proses berfikir
8. Perilaku neurotis atau suatu pertahanan yang
dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga
untuk menyakiti hati orang lain
19
9. Selera yang merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki
oleh pribadi yang bersangkutan.
10. Keputusan sebagai cermin keterampilan rasional
dan intuitif
11. Kesehatan yang mencerminkan kualitas tubuh
12. Gaya hidup secara umum.
f. Memiliki akhlak mulia
Guru harus berakhlak mulia karena peranannya
sebagai penasehat. Niat pertama dan utama bagi seorang
guru bukanlah berorientasi pada dunia, tetapi akhirat.
Yaitu niat untuk beribadah kepada Allah. Dengan niat
yang iklas, maka guru akan bertindak sesuai dengan
norma agama dan menghadapi segala permasalahan
dengan sabar karena mengharap ridha Allah Swt.20
Menurut Prof. Dr. Warul Walidain, MA, Guru besar UIN
Arraniry Banda Aceh dalam salah satu seminarnya
mengatakan bahwa kompetensi kepribadian guru adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik.
Karena itu pendidik dituntut agar selalu menampilkan diri
sebagai pribadi yang mantap, bermoral, stabil, arif, dewasa
dan menilai kerjanya sendiri.
Lebih lanjut beliau menambahkan indikator dari
kompetensi kepribadian guru adalah:
1.
2.
3.
4.
Menerima serta memberi kritik dan saran
Menaati peraturan
Konsisten dalam bersikap dan bertindak
Meletakkan persoalan sesuai tempatnya
20Ibid.,
h.107-108.
20
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Melaksanakan tugas secara mandiri
Berprilaku santun
Berprilaku teladan
Menerapkan kode etik dalam kehidupan
Komitmen terhadap tugas
Memiliki etos kerja dan tanggungjawab
Memanfaatkan berbagai sumber untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan kepribadian
Mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang
pengembangan profesi
Mengembangkan dan menyelenggarakan kegiatan
yang menunjang profesi sebagai pendidik
Mengkaji strategi berfikir redlektif untuk melakukan
penilaian kinerja sendiri
Berusaha memecahkan persoalan yang dihadapi
dalam meningkatkan kinerja
Menilai kinerja sendiri dan melakukan refleksi
Menindaklanjuti hasil penilaian kerja untuk
kepentingan peserta didik.
Persayaratan kepribadian menyangkut masalah
keseluruhan bentuk rohaniah manusia yaitu sikap, tingkah
laku dan minat. Bentuk rohaniah manusiawi hubungannya
dengan masalah moral yang baik, luhur, moral tinggi,
sehingga dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap,
perbuatan dan tingkah laku yang dapat dijadikan suri
tauladan kepada anak didiknya. Apa yang disampaikan
kepada murid untuk menuju martabat kemanusiaan yang
luhur hendaklah lebih dahuli guru itu sendiri memilikinya
martabat tersebut. Karena nantinya menyangkut masalah
kewibawaan seorang guru. Apa yang disampaikan kepada
21
anak didik hendaklah sama dngan apa yang dimiliki oleh
guru itu sendiri.21
Di antara sikap-sikap yang baik bagi guru antara lain:
1. Bersikap tangkas dan antusias
2. Bersikap gembira mempunyai selera humor
3. Optimis
4. Mempunyai pandangan kedepan dan luas
5. Mempunyai pandangan yang penuh kepada anak
didik
6. Mempunyai perhatian terhadap kegiatan-kegiatan
kelas
7. Bertabiat jujur dan sabar
8. Berlaku ramah terhadap anak didik
9. Suka membantu persoalan-persoalan anak didik
10. Bersikap disiplin
11. Selalu rapi
12. Kerjanya teliti.22
Guru yang baik tidak cukup hanya dengan mempunyai
ilmu yang luas, tetapi juga harus memiliki kepribadian atau
akhlak yang baik. Karena dalam prakteknya di masyarakat,
mereka lebih membutuhkan sifat dan sikap yang baik dari
seorang guru dan kemampuan bergaul dengan baik di
masyarakat dari pada ulasan teoritis yang mendalam
tentang suatu disiplin ilmu yang ia kuasai.
21Rosdiana A. Bakar, Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2009), h.118-119.
22A.M Ansari Hanafi, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982), h. 77-78.
22
KEPRIBADIAN GURU PAI
Guru dalam konsep pendidikan Islam dapat disebut
sebagai ulama, yaitu orang yang ahli dalam hal atau
pengetahuan Islam. Terlepas dari perdebatan teoritik
mengenai persamaan dan perbedaan ulama dengan guru,
tetapi keduanya adalah orang yang ahli dalam hal dan
pengetahuan agama Islam. Sebagaimana kepribadian ulama,
maka kepribadian utama guru agama Pendidikan Agama
Islam yang perlu dijadikan sikap dan sifat.23 Antara lain
dikemukakan sebagai berikut:
1. Takwa
Takwa secara umum dapat diartikan sebagai suatu
kesadaran yang memancar dalam perbuatan nyata untuk
menjaga diri atau hidup berhati-hati terhadap sesuatu yang
tidak disukai Allah Swt. takwa pada dasrnya bukanlah
penampilan luar, tetapi lebih merupakan suatu bagian
terdalam dari kedirian manusia (inner self) yang
manifestasinya terpancar dalam kehidupan nyata. Takwa
juga menggambarkan kesadaran yang paling dalam pada
diri manusia mengenai eksistensi Tuhan, kewajiban dan
loyalitas manusia hanya kepadaNya.24
Dengan pengertian itu takwa juga sering diartikan
dengan takut . Akan tetapi pengertian takut yang dimaksud
bukan dalam pengertian takut terhadap suatu bahaya
sehingga berakibat pada penjauhan diri (escape). Takut
23Situmorang,
Kode Etik, h. 63.
23
dalam hakikat takwa adalah lebih berkonotasi kepada
ketaatan atau kepatuhan yang bersifat segera tanpa
menunda-nunda sedikitpun dalam melakukan segala yang
diperintahkan oleh Allah Swt. didalam Alquran dikemukakan:
ِ وأ
ول لَ َعله ُك ْم تُ ْر ََُو َن
َ اََ َوالهر ُس
َطيعُوا ه
َ
Artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi
rahmat 25
Secara kebahasaan, makna amanah tidak bisa dipisahkan
dengan iman dan aman , karena landasan amanah adalah
keimanan kepada Allah. Sedangkan dampak dari sifat
amanah itu akan melahirkan rasa aman, baik bagi yang
melaksanakan amanah itu sendiri, maupun bagi orang lain.
Ruanglingkup amanah cukup luas dan membutuhkan
pertanggungjawaban yang sunguh-sungguh. Rasulullah Saw
bersabda: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu
akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan
kamu. (HR. Bukhari Muslim)26
Nabi Muhammad Saw telah berulang-ulang menyerukan
kepada semua orang bahwa amanah hendaklah ditunaikan.
Di dalam Alquran Allah mewajibkan kepada setiap orang,
lebih-lebih bagi guru agar menunaikan amanah yang
diembannya dan jangan sampai menghianatinya. Allah
berfirman:
25Q.S,
Ali Imran[3]: 132.
Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu Wal Marjan (Semarang: AlRida, 1993), h. 562.
26Muhammad
24
ِه
اَتِ ُك ْم َوأَنْتُ ْم
َ ين ءَ َامنُوا ََ ََُونُوا ا هََ َوالهر ُس
َ ول َوََُونُوا أ ََم
َ ََأَيُ َها الذ
تَ ْعلَ ُمو َن
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. 27
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa amanah
merupakan komitmen dan sekaligus sebagai titipan. Dalam
konteks kehidupan berbangsa, amanah itu dapat
diterjemahkan sebagai senmangat kepatuhan terhadap
hukum, peraturan dan perundangan, baik yang berasal dari
tuhan, atau yang brasal dari Negara, lembaga, instansi
tempat kerja, serta sadar atas implikasi dari suatu
keputusan yang mungkin akan menimpa banyak pihak.
Bagi seorang guru, mengajar adalah amanah yang sangat
mulia. Mengapa? Sebab dengan mengajar dan mendidik,
seorang guru telah mewariskan ilmu kepada peserta didik.
Ilmu yang diberikan kepada anak didik itu mendapt balasan
pahala yang sangat besar dari Allah Swt. dalam
hubungannya dengan bangsa dan Negara, guru memperoleh
gelar yang sangat mulia, yakni pahlawan tanpa tanda jasa.
Untuk itu, sekali lagi, sifat amanah wajib dimiliki bagi
seoarang guru.28
Melaksanakan amanaah bagi guru PAI pada hakikatnya
kesediaan dan kebernian untuk melaksanakan semua tugas
27QS.
Al- Anfal[8]: 27.
Rizema Putra, Prinsip Mengajar Berdasar Sifat-Sifat Nabi
(Yogyakarta: Diva Press, 2014), h. 85.
28Sitiatava
25
dan wewenang sebaik mungkin serta bersedia menanggung
segala akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang dalam
kegiatan dan proses pembelajaran. Menunaikan amanah
dengan rasa tanggungjawab akan mendorong terbentuknya
pribadi yang mampu menegakkan kebenaran dan keadilan,
penuh pengabdian, serta tidak menyalahgunakan profesi
yang diamanatkan.
2. Adil
Para pengajar akan dihadapkan dengan banyak
permasalahan dari para anak didiknya, baik dalam
membagikan tugas dan pekerjaan rumah. Sikap adil akan
lebih ditekankan ketika mengoreksi dan memberikan nilai.
Tidak ada tempat untuk mengasihi seorang pun atau
mengutamakannya atas yang lain, baik dengan alasan
kerabat atau kenalan atau perkara apapun.29
Adil dalam terminologi kitab suci diartikan, tidak berat
sebelah, tidak memihak kecuali kepada yang benar, tidak
sewenang-wenang, tidak zalim, seimbang dan sepatutnya,
adil juga merupakan salah satu dari nama Allah (asma’ul
husnah) yang berjumblah 99 itu.
Tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah
memberikan perlakuan dan memberikan kesempatan yang
sama terhadap semua orang, termasuk kepada semua
peserta didik tanpa terkecuali. Agar berbagai potensi yang
mereka miliki dapat berkembang dan dikembangkan.
Seorang guru yang professional tentunya memiliki tanggung
29Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru:
Panduan Lengkap Metodologi Mengajar Cara Rasulullah (Jakarta: Darul
Haq, 2011), h. 21.
26
jawab untuk mengajar, mendidik, membimbing serta
melakukan penilaian dan evaluasi terhadap peserta didik,
mestilah dilakukan secara adil. Sekali seorang pendidik
terkesan, apalagi dicap sebagai guru yang tidak adil akan
pupuslah penghargaan pesrta didiknya. Ucapannya memang
didengarkan peserta didik di dalam klas, tetapi bukan atas
kemauan yang tulus, melainkan takut diperlakukan tidak
adil.
ِه
ِ
ن ِهَِ ُش َه َداءَ ِ لْ ِق ْس ِط َوََ ََْ ِرَمنه ُك ْم
َ ين ءَ َامنُوا ُُونُوا َ هوام
َ ََأَيُ َها الذ
ٍ
ِ
ِ
اََ إِ هن ه
ب لِلته ْق َوى َواته ُقوا ه
ُ َشنَآ ُن َ ْوم َعلَى أهََ تَ ْعدلُوا ْاعدلُوا ُه َو أََْ َر
ََا
َخبِرٌ َِِا تَ ْع َملُو َن
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.30
3. Jujur
Jujur atau kejujuran pada hakekatnya adalah kelurusan
hati dan tidak berlindung pada kebohongan dan sikap
berpura-pura sehingga tetap sesuai antara yang diketahui
dengan yang diinformasikan, antara ucapan dan perbuatan.
Sifat jujur adalah mahkota diatas kepala seorang pengajar.
30QS.
Al- Maidah[5]: 8.
27
Jika sifat itu hilang darinya, ia akan kehilangan kepercayaan
manusia akan ilmunya dan pengetahuan-pengetahuan yang
disampaikan kepada mereka, karena anak didik pada
umumnya akan menerima setiap yang dikatakan oleh
gurunya.31 Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang
kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakikat yang
benar dan yang salah. Sikap jujur memperlihatkan suatu
kepribadian yang selalu berpihak kepada kebenaran dan
berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk
menegakkan dan melaksanakan kebenaran dengan maksud
dan tujuan yang benar, serta dilakukan dengan cara-cara
yang benar.
Sebagai seorang guru, tanpa mempersoalkan apapun
bidang studi yang diajarkannya, niscaya akan sukses
mengemban tugassebagi seorang pendidik apabila memiliki
kpribadian yang jujur. Dengan kejujuran itulah
menyebabkan ucapan, nasehat, pendidikan dan pengajaran
yang diberikan kepada peserta didiknyaakan lebih
berkesan. Peserta didiknya menyadari bahwa apa yang
dikatakan oleh guru mereka ini tidak ada yang bohong, tidak
ada muslihat yang negatif, apalagi menjerumuskan.
Rasulullah Saw bersaabda: Hendak lah kalian selalu
berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan,
dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila
seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka
akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan
jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa
kalian kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan
seseorang ke neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta
31Ibid.,
h. 8.
28
dan memilih kedustaan maka akan dicatat disisi Allah sebagai
pendusta . (HR. Ahmad)
4. Arif dan Bijaksana
Arif dan bijaksana pada hakikatnya bermakna
kemampuan bertindak secara cerdas denan menggunakan
akal pikiran yang jernih dengan tetap mempertimbangkan
nilai-nilai berupa norma yang hidup dalam masyarakat, baik
norma hukum, norma agama, kebiasaan-kebiasaan maupun
kesusilaan dengan mmperhatikan situai dan kondisi pada
saat iu, serta mampu memperhitungkan akibat dari
tindakannya.32
Perilaku bijaksana mendorong terbentuknya pribadi
yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang
tinggi, bersikap berhati-hati, tidak kasar dan keras, santun
dan pemaaf. Karena kearifan lah yang menjadikan
Rasulullah Saw sebagai tempat berlindung oleh para
sahabat-sahabatnya. Demikian juga bagi seorang guru PAI
harus memiliki sikap arif dan bijaksana ketika mengajar di
kelas maupun diluar kelas atau dimasyarakat harus
memiliki kearifan.
ِْ ِِي ْؤ
ِ ت ا ِْْكْمةَ فَ َق ْد أ
ُوَِ َخْي ًرا َُثِ ًرا َوَما
َ ْمةَ َم ْن يَ َشاءُ َوَم ْن يُ ْؤ
ُ
َ
َ اْك
ِ ي هذ هُر إِهَ أُولُو ْاَْلْب
اب
َ
ُ َ
Artinya: Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang
Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah
itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak.
32Situmorang,
Kode Etik, h. 67.
29
Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah).33
5. Mandiri
Mandiri berarti mampu bertindak sendiri sekalipun
tanpa bantuan pihak lain, mampu membebaskan diri dari
intervensi dan campurtangan dari siapa pun dan bebas dari
pengaruh orang lain. Oleh karena itu kmandirian identik
dengan kekuasaan. Seseorang dinilai dewasa ketika ia
memiliki kemampuan untuk membuat dan menetapkan
keputusan, dia bebas memilih tanpa intervensi orang lain,
dan dia juga dapat membedakan mana yang terbaik untuk
dirinya, untuk orang laun dan untuk lingkungannya. Dia
selalu berfikir rasional tentang hal yang menimpa dirinya
karena dia dapat melihat permasalahan dari brbagai sudut
pandang secara jernih dan matang. Secara ideal kedewasaan
itu terlihat dari kemampuan dalam mengintegrasikan
antara konsep kematangan diri dengan tindakan yang arif
dan bijaksana.
Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku
seorang guru PAI yang tangguh, berpegang teguh pada
prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral
dan ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku.
ُخَرى
ْ َوََ تَ ِزُر َوا ِزَرةٌ ِوْزَر أ
Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain.34
33QS.
34QS.
Al- Baqarah[2]: 269.
Fathir[35]: 18.
30
6. Cinta Profesi
Sikap cinta terhadap profesinya sebagai guru perlu
diwujudkan pula dalam kecintaan terhadap ilmu yang
diajarkannya. Artinya, seorang guru baru bisa dikatakan
bertanggung jawab sebagai guru kalauia meyakini bahwa
ilmunya memang bernilai dan bermanfaat untuk dipelajari.
Kecintaan terhadap ilmu ini akan merangsang daya
imajinasi dan daya cipta seorang guru untuk terus
menggeluti ilmunya dan berusaha untuk meneliti lebih
lanjut dan mengembangkannya. Produktif, kreatif, dan
inovatif berkaitan erat dengan adanya tindakan kecintaan
terhadap ilmu.
Selain cinta terhadap ilmunya, seorang guru juga harus
mencintai muridnya. Sikap cinta terhadap peserta didik
berarti punya keprihatinan mengenai perkembangan bakat
dan kemampuan yang ada pada peserta didik. Guru
mempunyai perhatian mengenai dimengerti atau tidak,
dipahami atau tidak materi pembelajaran yang
disampaikannya. Dalam memilih materi dan mtode
pembelajaran situasi dan kondisi peserta didik tetap
diperhitungkan dan diperhatikan oleh setiap guru.
Berbagai kepribadian utama yang disebutkan diatas,
takwa, amanah, tanggungjawab, adil, jujur, arif dan
bijaksana, mandiri daan cinta profesi, pada ujungnya
brmuara pada kewibawaan, yaitu suatu kemampuan yang
dapat mempengaruhi orang lain melalui sikap keteladanan,
dari seorang yang memiliki kepribadian.
Kewibawan dan keteladanan guru sebagai seorang
pendidik, merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan suasana belajar aktif. Itu berarti kewibawaan dan
31
keteladanan guru tetap merupakan alat dan media pendidikan yang tak tergantikan oleh media manapun, hanya akan
lahir bila didalam kebulatan kepribadian guru terdapat
sesuatu yang bernilai positif yang pantas untuk dihargai dan
diteladani.
ِ اَ ِعباَُ اله ِذين ءامنوا وع ِملُوا ال ه
ِ ْا
ِ ِ َ َِذل
ََ ات َُ ْل
َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ ُك الهذي يُبَش ُر ه
َ ص
ِ
ْ َِِ َجًرا إِهَ الْ َم َوهَ َة ِي الْ ُق ْرَى َوَم ْن يَ ْق
ْ َسأَلُ ُك ْم َعلَْيه أ
ُْ ََ َسنَةً نَِزَْ لَه
ْأ
ور
فِ َيها َُ ْسنًا إِ هن ه
ٌ ور َش ُك
ٌ اََ َغ ُف
Artinya: Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah
menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan
mengerjakan amal saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta
kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih
sayang dalam kekeluargaan". Dan siapa yang mengerjakan
kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada
kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Mensyukuri. 35
35QS.
Asy-Syura[42]: 23.
32
RANAH AFEKTIF
Sekolah merupakan moral community yang berperan
penting dalam pembinaan moral anak didik, disamping
tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan
kecerdasan. Demikian pula Madrasah sebagai sekolah
bercirikan Islam harus mampu berperan sebagi lapangan
sosial bagi anak-anak, tempat pertumbuhan mental, moral
dan sosial serta segala aspek kepribadian dapat berjalan
dengan baik.36
Dengan demikian maka sekolah atau Madrasah selain
bertanggungjawab
mengembang
pengetahuan
dan
keterampilan peserta didik, juga harus dapat membentik
sikap dan karakter yang baik bagi setiap peserta didik.
Terlebih lagi kepada lembaga pendidikan Islam yang
mempunyai beban moral yang lebih dibandingkan dengan
lembaga pendidikan umum.
1. Pengertian Ranah Afektif
Afektif didalam kamus psikologi di defenisikan sebagai
perasaan yang sangat kuat, emosi, suasana hati atau
tempramen.37 Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Sikap adalah salah satu istilah bidang
psikologi yang berhubungan dengan persepsi dan tingkah
laku. Istilah sikap dalam bahasa inggris disebut attitude.
36Aliyah A. Rasyid, Pengembangan Model Penilaian Akhlak Peserta
Didik Madrasah Aliyah, dalam Jurnal Penelitaian dan Evaluasi
Pendidikan, Tahun 17, Nomor 2, 2013. H. 348.
37J.P Caplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), h. 13.
33
Attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap sesuatu
perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap
suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.38 Secara
sederhana sikap didefenisikan oleh Asmiar Bahar sebagai
kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang
atau masalah tertentu.39
Ranah afektif lebih berorientasi pada rasa atau
kesadaran.
Banyak
dikalangan
para
ahli
menginterpretasikan ranah afektif menjadi sikap, nilai sikap
yang diartikan tentu akan berpengaruh terhadap tujuan
instruksional yang akan ditetapkan dalam tujuan
pembelajaran. Adapun ciri-ciri dari ranah afektif ini adalah
lebih mengorientasikan pada nilai-nilai, norma-norma
untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja pribadi
seseorang.40
Ada beberpa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil
belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau
sederhana sampai tingkat yang kompleks:
a.
Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam
menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang
datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi,
gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk
kesadaran, keinginan untuk menerima
stimulus,
control, dan seleksi gejala atau rangsagan dari
luar.
38Asrul, et.al. Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Citapustaka
Media, 2014), h. 102.
39Asmiar Bahar, Penilaian Ranah Afektif Pembelajaran PKN
Melalui VCT Games, dalam Jurnal Pembelajaran, vol. XXX,
, (.
.
40Mardianto, Psikologi Pendidikan, h. 95.
34
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi
yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab
stimulus dari luar yang datang kepada
dirinya.
c. Valuing atau penilaian berkenaan dengan nilai dan
kepercayaan terhadap
gejal atau stimulus tadi.
Dalam evaluasi ini termasuk
didalamnya
kesediaan menerima nilai, latar belakang atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan
terhadap nilai tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam
satu
sistem organisasi, termasuk hubungan
satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan
prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk
kedalam organisasi adalah konsep tentang nilai,
organisasi sistem nilai, dan lain-lain.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingka lakunya. Ke dalamnya
termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.41
Taksonomi ranah afektif menurut Bloom dan kawankawan sebagai mana yang dikutip oleh Muchson dan
Samsuri meliputi lima jenjang atau tingkatan, yang secara
hirarkis menunjukkan kedalaman afeksi, mulai dari
tingkatan yang paling dangkal hingga tingkatan yang paling
dalam. Kelima jenjang atau tingkatan itu adalah:
1. Penerimaan (receiving)
41WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi,
2004), h. 30.
35
a.
b.
c.
Kesadaran (awareness)
Kesediaan untuk menerima (willingness to
receive)
Perahatian
terpilih
atau
terkontrol
(controlled or selected attention)
Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan
kepekaan terhadap stimulus dan kesediaan untuk
memperhatikan stimulus itu. Kesediaan itu diekspresikan
dalam memperhatikan sesuatu, misalnya memperhatikan
penjelasan guru, memandangi peta yang terpampang
didinding kelas dan lain-lain.
2. Respon (responding)
a. Tak keberatan merespon (acquiescence in
responding)
b. Kesediaan merespon (willingness to respond)
c. Kepuasan untuk merespon (statisfaction in
response)
Pada jenjang afektif ini, sesorang menunjukkan kerelaan
untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, misalnya menunjukkan
minat yang tinggi terhadap upacara bendera, tugas-tugas
yang harus dikerjakan dan lain-lain.
3. Penerimaan nilai (valuing)
a. Penerimaan terhadap suatu nilai (acceptance
of a value)
b. Pilihan terhadap suatu nilai (preference of a
value)
c. Komitmen (commitment)
36
Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan adanya
proses internalisasi nilai dalam dirinya, yang ditunjukkan
dengan sikap menerima atau menolak serta tindakan yang
sesuai dengan sikapnya itu. Pada jenjang ini telah
berlangsung proses pembentukan sikap, misalnya dengan
mengungkapkan apresiasinya terhadap suatu karya seni,
hak-hak asasi manusia dan lain-lain.perkataan dan
perbuatan itu tidak sekali dilakukan tetapi diulang kembali
pada kesempatan lain.
4. Pengorganisasian (organization)
a. Konseptualisasi nilai (conceptualization of a
value)
b. Pengorganisasian
suatu
sistem
nilai
(organization of a value system)
Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan
kemampuan untuk
membentuk sistem nilai sebagai
pedoman atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Nilainilai yang dijunjung tinggi ditempatkan dalam skalanilai,
hierarki nilai, mana yang sangat penting dan harus
diperjuangkan, cukup penting atau tidak begitu penting dan
seterusnya. Kemampuan ini diditunjukkan dalam menata
sistem nilai, misalnya memiliki pandangan hidup, cita-cita
masa depan, minat terhadap satu kegiatan olah ragaatau
seni dan lain-lain.
5. Mempribadikan watak berdasar suatu sistem nilai
(characterization by a value complex)
a. Perangkat yang tergeneralisasi (generalizet
set)
b. Pembentukankarakter/watak
(characterization)
37
Pada jenjang afektif ini, seseorang menunjukkan
kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan
sedemikian rupa, sehingga menjadi bagian hidup atau
karakter pribadinya, disertai keberanian untuk memikul
tanggungjawab
dengan
segala
konsekwensinya.
Kemampuan itu misalnya ditunjukkan dengan ketaatan
dalam beribadah, ketekunan dalam belajar, atau disiplin
dalam bekerja, loyal terhadap partai dan lain-lain.42
Keseluruhan jenjang tersebut, dari yang terrendah
hingga yang tertinggi, menggambarkan suatu kontiniusitas
dari ranah afektif. Kelima jenjang tersebut bersifat hirarkis
yang menunjukkan intensitas atau kedalaman afeksi
(perasaan) seseorang.
Belajar afektif adalah kegiatan belajar untuk menghayati
nilai dari objek-objek yang dihadapi melalui alam perasaan
yang secara normatif bersifat positif. Melalui alam perasaan
yang terbimbinglah seseorang dapat langsung menghayati
apakah suatu objek menjadi berharga atau bernilai baginya.
Bila objek itu dihayati sebagai sesuatu yang berharga, akan
timbullah perasaan senang dan cinta. Sebaliknya bila objek
itu dihayati sebagi sesuatu yang tidak berharga, akan
timbullah perasaan tidak senang, benci dan akan mengambil
sikap menjadi menjauh. Mengapa seseorang itu tidak serius
dan antusias melaksanakan ibada shalat umpamanya, maka
jawabannya adalah bahwa alam perasaan seseorang itu
memang tidak menyenangi dan mencintai shalat. Jadi tugas
pendidikan
pada
ranah
afektif
ini
adalah
menginternalisasikan nilai-nilai yang bersifat positif kepada
siswa melalui pembimbingan alam prasaannya sehingga ia
42Muchson dan Samsuri,
Dasar-dasar Pendidikan Moral
(Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 89-92.
38
dapat menerima sesuatu nilai yang dapat menjadi
penimbang tentang baik-buruk yang akhirnya akan
berpengaruh pada pembntukn sikap. 43
Dalam sisitem pendidikan Islam ranah afektif
menempati posisi kunci dalam pembentukan akhlak. Hal itu
terutama karena pendidikan Islam senagaimana banyak
diulas para pakar merupakan suatu proses penggalian,
pendayagunaan dan penggunaan fikir, zikir dan kreasi
manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan
pengabdian yang berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Oleh
karena itu tujuan pendidikan Islam terkait erat dengan
penginternalisasikan nilai-nilai Islam menuju terbentuknya
perilaku yang berdasarkan kepada akhlakul karimah.44
Pentingnya penginternalisasian nilai ini pula lah yang
memotivasi Syed Naquib al-Attas sebagai mana yang dikutip
didalam buku Rosnita, ia lebih setuju menggunakan istilah
ta’dib untuk pengertian pendidikan Islam daripada
menggunakan istilah tarbiyah. Dari pengertian ta’dib
tersebut bahwa proses pendidikan merupakan transformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik
secara berangsur-angsur yang diaktualisasikan melalui
perilaku dalam kehidupan sehari-hari yaitu kedudukan dan
kondisinya dalam kaitannya dengan diri, keluarga,
kelompok, komunitas dan masyarakatnya serta kepada
disiplin pribadinya.45
43Rosnita, Evaluasi Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media,
2007), h. 63.
44Ibid., h. 64.
45Ibid., h. 65.
39
2. Pengembangan Ranah Afektif
Pada dasarnya perkembangan ranah afektif sama
ragamnya dengan perkembangan kognitif, maksudnya
tingkat perkembangan ranah afektif seseorang amatlah
beragam.46 Perkembangan afektif menurut Erickson
sebagaimana yang dikutip oleh Sutarjo Adisusilo dibagi
menjadi delapan fase.47 Sebagaimana yang termuat dalam
tabel berikut ini:
No
Fase
11 Trust
(kepercayaan)
22 Autonomy
(otonomi)
Karakteristik
Pada usia 0-1 tahun
anak membangun
kepercayaan pada halhal yang ada di
sekitarnya berdasarkan
pengalaman
indrawinya. Perasaan
percaya ini akan
terbawa dalam
perkembangan
selanjutnya.
Pada usia 1-3 tahun,
dimensi otonomi anak
timbul karena
kemampuan motoris
dan mental mulai
berkembang, namun
pada usia ini perasaan
masih amat labil,
46Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), h. 37.
47Ibid., h. 38-39.
40
33
Initiative
(inisiatif)
44
Productivity
(produktivitas)
55
Identity
(identitas )
66
Imitacy
(keakraban)
77
Generativiy
(generasi
berikut)
41
berubah-ubah
tergantung
lingkunagnnya.
Pada usia 5-3 tahun
anak sudah mulai
menguasai badan dan
gerakannya, sosialitas
mulai berkembang,
daya imajinatif dan
inisiatif mulai tumbuh.
Pada usia 6-11 tahun,
anak mulai
mengembangkan sikap
ingin menghasilkan
sesuatu sesuai
keinginannya.
Pada usia 12-18 tahun,
ketika kematangan fisik
dan mental mulai
sempurna, maka
dimensi interpersonal
dan intrapersonal
mulai muncul.
Pada usia 19-25 tahun,
kemampuan berbagi
rasa dan memerhatikan
orang lain mulai
berkembang.
Pada usia 25-45 tahun,
orangmulai
memikirkan orangorang lain diluar
88
keluarganya sendiri,
memikirkan generasi
yang akan datang, serta
masyarakatnya.
Pada usia 45 keatas,
orang memiliki jati
dirinya yang penuh,
menemukan integritas
diri.
Integrity
(integritas)
Tabel.1 Perkembangan afektif menurut Erickson
Sementara itu dalam versi lain menurut Dupont
sebagaimana yang dikutip oleh Darmiyati Zuchdi, tahap
perkembangan afektif dapat digambarkan sebagai berikut:
NO
Tahap
1
Impersonal
2
3
heteronomi
Antarpribadi
4
Psikologis
personal
5
Otonomi
6
Integritas
Karakteristik
Pribadi yang tidak jelas (afek
menyebar)
Pribadi yang jelas (afek unilateral)
Pribadi teman sejawat (afek
mutural)
Afek yang dapat dibedakan satu
sama lain (afek interaktif yang
kompleks)
Pusat afek disekitar konsep
abstrak tentang otonomi diri dan
orang lain (afek yang didominasi
oleh sifat otonomi)
Puat afek disekitar konsep abstrak
integritas diri dan orang lain
Tabel. 2. Perkemabangan afektif menurut Dupont
42
Afeksi dipandang sebagai kekuatan perilaku yang
energik, dan transformasi afeksi dianggap paralel dengan
transformasi kognisi. Penekanan perkembangan afektif
adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang
dirasakan anak. Dengan kata lain, yang menjadi pertanyaan
utama adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau
bagaimana afeksi di transformasikan dalam perkembangan.48
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa ranah
afektif seseorang mengalami perkembangan seperti halnya
dalam ranah kognitif, namun perkembangan kedua rahah
tersebut tidaklah sejajar. Perkembangan ranah afektif pada
seseorang tidak secara otomatis sejalan dengan pertambahan usia, tetapi amat tergantung pada faktor eksternal
atau internal yang mempengaruhinya. Pendidikan dan
pengajaran merupakan salah satu wahana yang dapat
membantu perkembangan ranah afektif peserta didik.
Oleh karena itu guru disarankan agar memiliki
kompetensi afektif sehingga dapat berperan positif dalam
pengembangan karakteristik afektif pada diri anak didik.
Berbagai kompetensi afektif yang harus dimiliki oleh guru
adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan ketajaman perhatian
a. Menyadari situasi kelas
b. Menanggapi murid dan situasi dengan
mendengarkan, berbicara dan bertindak.
2. Menunjukkan sikap positif
a. Senang bekerja dengan murid
48Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali
Pendidikan yang Manusiawi (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 27.
43
Mengharapkan agar murid-murid berhasil
Mengutarakan secara otomatis tentang etos
kerja, motivasi belajar dan profesinya
sebagai pendidik
Menunjukkan keramahtamahan dan kegembiraan
a. Sering senyum, menyalami murid ketika
berjumpa
b. Menyenangkan dan bijaksana
c. Akrab dengan murid
Dapat menjaga rahasia yaitu: Menyimpan (tidak
menyebarkan) informasi tentang murid
Mempraktekkan kerjasama
a. Secra sukarela berpartisipasi dalam kegiatan
murid
b. Secara sukarela memberikan pertolongan
kepada murid
c. Menunjukkan kemampuan memberi dan
menerima di kelas
Menunjukkan empati dan memahami kebutuhan
murid
a. Sensitif,
penuh
perhatian
terhadap
kebutuhan murid
b. Menunjukkan kemampuan berada di posisi
orang lain
Menunjukkan antusiasme
a. Menunjukkan tanggung jawab terhadap
murid tentang
tugas mengajar
b. Membangkitkan kesenangan akan konsepkonsep yang dipelajari di kelas
Mengakui kesalahan
a. Mengakui
ketidakmampuan
menjawab
pertanyaan, melakukan koreksi terhadap
kesalahan sendiri
b.
c.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
44
Meminta dan menggunakan kritik yang
konstruktif.
9. Menunjukkan keadilan
a. Menerima
dan
mengatasi
isu-isu
kontroversial tanpa memihak
b. Menolong murid melihat masalah dari
berbagai sisi
c. Memberikan waktu yang seimbang untuk
memperoleh pandangan yang berbeda.
10. Menunjukkan kejujuran dan keikhlasan (ketulusan
hati)
yaitu:
Menunjukkan
perasaan
yang
sebenarnya, konsisten dan tampil sebagaimana
adanya.
11. Menunjukkan sikap rajin dan penuh inisiatif
a. Merencanakan dan menyusun pembelajaran
sebelum
batas akhir
b. Mengerjakan tugas lebih dari yang
seharusnya dikerjakan
12. Menunjukkan sikap keterbukan dan menerima ideide baru.
a. Mendengarkan ide-ide baru dari murid dan
tampak senang
mendengarnya
b. Mengundang kritik, diskusi dan pertanyaan
13. Menunjukkan pandangan yang optimis
14. Menunjukkan kesadaran akan hargadiri positif dan
stabilitas emosi
a. Memandang dirinya berharga
b. Tampak dapat melakukan control diri,
menjaga keseimbangan emosi
15. Menunjukkan sifat humor
16. Menunjukkan kesunguhan
17. Menunjukkan sifat bijaksana
18. Menunjukkan sifat toleran dansabar
b.
45
19. Menunjukkan pngaruh positif
20. Menunjukkan kemampuan memimpin
21. Responsip terhadap kebutuhan individual.49
Demikian lah beberapa kriteria kompetensi afektif guru
yang diperlukan dalam rangka mengembangkan afektif
siswa. Jadi untuk mendapatkan siswa yang mempunyai
afeksi yang baik, maka gurunya terlebih dahulu harus
mempunyai kompetensi afektif yang baik juga.
Selain itu menurut Prof. Dr. Haidar Putra Daulay, MA
dalam salah satu makalahnya disampaikan bahwa untuk
mengembangkan afektif siswa, sekolah juga memiliki peran
yang sangat penting diantaranya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Mengadakan imbingan kehidupan beragama
Uswatun hasanah
Melaksanakan malam ibadah
Pesantren kilat
Membangun laboratorium keagamaan
Menciptakan iklim religious
Menjalin hubungan sekolah dengan rumah tangga
peserta didik
Mengadakan field visit (kunjungan lapangan)
Mengadakan peringatan hari besar islam
Mengadakan kemah wisata religius
Membangun budaya sekolah yang positif.
Dengan demikian Untuk meningkatkan ranah
afektif siswa ternyata banyak faktor yang menentukannya.
Tidak cukup hanya kompetensi guru saja, akan tetapi
sekolah dan lingkungan masyarakat juga ikut berperan.
49
Ibid., 29-32.
46
Karena itu dibutuhkan sinergi yang baik antara keluarga,
sekolah dan lingkungan masyarakat.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
A Bakar, Rosdiana. Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2009.
Adisusilo, Sutarjo. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2014.
Amini. Profesi Keguruan. Medan: Perdana Publishing, 2013.
A. Rasyid, Aliyah. Pengembangan Model Penilaian Akhlak
Peserta Didik Madrasah Aliyah. dalam Jurnal
Penelitaian
dan Evaluasi Pendidikan, Tahun 17. Nomor 2, 2013.
Asmani, Jamal Ma’mur. Tujuh Kompetensi Guru. Yogyakarta:
Power Books, 2009.
Asrul, Rusydi Ananda dan Rosnita. Evaluasi Pembelajaran.
Bandung: Citapustaka Media, 2014.
Asy-Syalhub, Fuad bin Abdul Aziz. Begini Seharusnya Menjadi
Guru: Panduan Lengkap Metodologi Mengajar Cara Rasulullah.
Jakarta: Darul Haq, 2011.
Bahar, Asmiar. Penilaian Ranah Afektif Pembelajaran PKN
Melalui VCT Games. dalam Jurnal Pembelajaran, vol. XXX,
2008.
Barinto. (ubungan Kompetensi Guru dan Supervisi Akademik
dengan Kinerja Guru SMP Negeri se Kecamatan Percut Sei
Tuan. dalam Tabularasa, vol. IX, 2012.
Caplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
49
Departeman Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Djam’an, Satori, Sunaryo Kartadinata, Syamsu Yusuf. Profesi
Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.
Fuad Abdul Baqi, Muhammad. Al-Lu’lu Wal Marjan. Semarang:
Al-Rida, 1993.
Hanafi, A.M Ansari. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional, 1982.
Mardianto. Psikologi Pendidikan: Landasan Untuk
Pengembangan Strategi Pembelajaran. Medan: Perdana
Publishing, 2012.
Muchson dan Samsuri. Dasar-dasar Pendidikan Moral.
Yogyakarta: Ombak, 2013.
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,
Karakteristik dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2002.
Oxford. Oxford advanced Learners’s Dictionary . UK: Oxford
Univrsity Press, 2010.
Putra, Sitiatava Rizema. Prinsip Mengajar Berdasar SifatSifat Nabi. Yogyakarta: Diva Press, 2014.
Rosnita. Evaluasi Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media,
2007.
Samana. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius,
1998.
50
Situmorang, Tarmizi. Kode Etik Profesi Guru. Medan: Perdana
Publishing, 2010.
Suprihatiningrum, jamil. Guru Profesional: Pedoman Kinerja,
Kualifikasi, dan Kompetensi Guru. Yogjakarta: Ar- Ruzz
Media, 2013.
Syamsudin, Abidin. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2009.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara,
2006.
Winkel, WS. Psikologi Pengajaran . Yogyakarta: Media
Abadi, 2004.
Zuchdi, Darmiyati. Humanisasi Pendidikan: Menemukan
Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
51
52
TENTANG PENULIS
Dedi Sahputra Napitupulu lahir di Lau
Garut sebuah desa terpencil di ujung
perbatasan antara Tanah Karo
Provinsi Sumatera Utara dengan Aceh
Tenggara pada tanggal 23 Maret 1994.
Lulus S1 dari Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sumatera Utara
tahun 2016. Saat ini, pada kampus
yang sama sedang menempuh
pendidikan S2 jurusan Pendidikan
Islam. Pendidikan umum dan Agama
diperolehnya pertama kali dari kampung yang berpenduduk
minoritas Muslim. Realitas tersebut yang kemudian
mengantarkannya untuk melanjutkan studi di Madrasah
Tsanawiyah Negeri Kabanjahe untuk kemudian berlanjut ke
Madrasah Aliyah Negeri pada tempat yang sama pula.
Aktivitas organisasinya berawal dari bendahara umum
Pelajar Islam Indonesia (PII) Kota Medan, pernah menjadi
sekretaris Lembaga Pendidikan dan Dakwah Kota Medan,
dan saat ini menjabat sebagai wakil sekretaris Pimpinan
Daerah Al-Jam’iyatul Washliyah Kab. Karo. Beliau juga aktif
pada kegiatan akademis, beberapa kegiatan akademik yang
pernah diikuti adalah Study visit to International Islamic
University Malaysia (IIUM) tahun 2014. Kemudian pada
tahun (2015) juga mengikuti acara yang sama dikampus
University Sains of Malaysia (USM). Masih pada tahun yang
sama beliau juga turut serta pada kegiatan Study Visit to
Prince of Songkhla University Thailand.
53
Beberapa buku yang telah berhasil diterbitkannya
adalah Esai-Esai Totalitas Mahasiswa (Medan: Al-Hayat
2016), Refleksi Kehidupan (Medan: Al-Hayat 2017),
Beberapa Aspek Kajian Pendidikan Islam (Medan: Al-Hayat
. Selain sebagai penulis, beliau juga aktif sebagai Da’i
dan Pembicara pada berbagai kegiatan ilmiah.
54