LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI TERAPAN
PRAKTIKUM I. PENGARUH BAHAN KIMIA (ZAT ANTIMIKROBA) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Nama : Puji Riski Lestari
Nim : 342015009
Kelompok : VIII (Delapan)
Nilai :
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017
PRAKTIKUM 1
Pengaruh Bahan Kimia (Zat Antimikroba) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Puji Riski Lestari1), Susi Dewiyeti, S.Si., M.Si.2), Erni Anggraini,S.Si., M.Si. 2)
1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
2) Dosen Pengampu Mikrobiologi Terapan Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
Jl. Jendral Ahmad Yani, 13 Ulu, Kota Palembang, Sumatra Selatan 30252, Indonesia
Email: lpujiriski@gmail.com
ABSTRAK
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan kimia (zat antimikroba) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Candida albicans serta untuk mengetahui diameter zona hambat. Hasil praktikum pengaruh bahan kimia (zat antimikroba) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus selama inkubasi 24 jam didapatkan diameter zona hambat yang terbentuk pada bahan kimia betadine 3mm, wipol 4,5 mm dan sabun anti septik 106,67. Hasil ukur diameter zona hambat pengaruh daya oligodinamik terhadap pertumbuhan cendawan Candida albicans sebesar 2,5 mm. Bahan kimia yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus paling besar yaitu sabun anti septik sebesar 106,67 mm.
Kata kunci: Zat Antimikroba, Candida albicans, Staphylococcus aureus, Diameter Zona Hambat dan Sabun Anti Septik
PRAKTIKUM KE 1 (Satu)
JUDUL : Pengaruh Bahan Kimia (Zat Antimikroba) terhadap Pertumbuhan
Bakteri Staphylococcus aureus dan Candida albicans
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikrobiologi adalah telaah mengenai organisme hidup yang berukuran mikroskopis. Dunia mikroorganisme terdiri dari lima kelompok organisme: bakteri, protozoa, virus serta alga dan cendawan mikroskopis. Mikroorganisme merupakan organisme berukuran kecil atau mikroskopis sebagai uniseluler atau multiseluler (Pelczar & Chan, 2013: 5).
Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan kerusakan. Hal itu nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman, menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai kepada kematian. Mikroorganisme pun dapat mencemari makanan, dan dengan menimbulkan perubahan-perubahan kimiawi di di dalamnya yang menyebabkan makanan tersebut tidak dapat dimakan atau bahkan beracun (Pelczar & Chan, 2014: 447).
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri gram positif yang tergolong sebagai bakteri patogen. Hal tersebut karena S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin ketika bakteri ini tumbuh pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawets dkk, 1996 dalam Retnowati, 2011).
Keracunan makanan oleh S. aureus dapat terjadi jika menelan makanan yang tercemar enterotoksin. Melihat dampak bakteri S. aureus bagi kesehatan manusia, maka perlu dilakukan suatu pengendalian terhadap pertumbuhan bakteri tersebut.
Pengendalian mikroorganisme ialah segala sesutu yang dapat menghambat, membasmi atau menyingkirkan mikroorganisme (Pelczar & Chan, 2014: 448).
Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul organik yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kuartener (Pelczar & Chan, 2014: 486).
Oleh karena itu praktikum ini perlu dilakukan karena praktikum ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh bahan kimia serta diameter zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Candida albicans.
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui pengaruh bahan kimia (zat antimikroba) terhadap pertumbuhan bakteri, Staphylococcus aureus dan Candida albicans.
Untuk mengetahui diameter zona hambat.
BAB II
DASAR TEORI
Bahan Kimia (Zat Antimikroba)
Bahan kimia ialah suatu substansi (padat, cair, atau gas) yang dicirikan oleh komposisi molekuler yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi. Contohnya ialah senyawa-senyawa fenolik, alkohol, klor, iodium, dan etilen oksida (Pelczar & Chan, 2014: 448).
Bahan Antimikrobial diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Pelczar & Chan, 2014: 450).
Ciri-ciri suatu desinfektan yang ideal
Menurut Pelczar & Chan (2014: 487), ciri-ciri suatu desinfektan yang ideal yaitu sebagai berikut.
Aktivitas antimikrobial
Persyaratan yang pertama ialah kemampuan substansi untuk mematikan mikroorganisme. Pada antimikrobial rendah, zat tersebut harus mempunyai aktivitas antimikrobial dengan spektrum luas, artinya harus dapat mematikan berbagai macam mikroba.
Kelarutan
Substansi itu harus dapat larut dalam air atau pelarut-pelarut lain sampai pada taraf yang di perlukan untuk dapat digunakan secara efektif.
Stabilitas
Perubahan yang terjadi pada substansi itu bila dibiarkan beberapa
lama harus seminimal mungkin dan tidak boleh mengakibatkan kehilangan sifat antimikrobialnya dengan nyata.
Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain
Idealnya, persenyawaan itu harus bersifat letal bagi mikroorganisme dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan lain.
Keserbasamaan (homogeneity)
Didalam penyimpanannya, komposisinya harus seragam sehingga bahan aktifnya selalu terdapat pada setiap aplikasi. Bahan kimia murni memang seragam, tetapi campuran berbagai bahan belum tentu serba sama.
Tidak bergabung dengan bahan organik
Banyak desinfektan bergabung dengan protein atau bahan organik lain. Apabipa desinfektan seperti itu digunakan didalam keadaan yang banyak mengandung bahan organik, maka sebagian besar dari disinfektan itu akan menjadi aktif.
Aktivitas antimikrobial pada suhu kamar atau suhu tubuh
Tidaklah perlu menaikkan suhu sampai di atas suhu yang biasanya dijumpai di lingkungan tempat digunakannya senyawa itu.
Kemampuan untuk menembus
Kemampuan untuk menembus kecuali bila substansi itu dapat menembus permukaan, maka aksi antimikrobialnya haya terbatas pada situs aplikasinya saja. Sudah barang tentu, kadang-kadang memang hanya diperlukan aksi permukaan.
Tidak menimbulkan karat dan warna
Senyawa itu tidak boleh menimbulkan karat sebab bila tidak demikian maka akan menimbulkan cacat pada logam, dan tidak boleh menimbulkan warna atau merusak kain.
Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap
Kemampuan suatu zat mendisinfeksi juga sambil menghilangkan bau tak sedap. Merupakan sifat yang dikehendaki. Yang ideal ialah bila desinfektan itu sendiri tidak berbau atau hendaknya berbau sedap.
Berkemampuan sebagai deterjen
Suatu desinfektan yang juga merupakan deterjen (pembersih) mempunyai keuntungan bahwa efeknya sebagai pembersih memperbaiki keefektifannya sebagai disinfektan.
Ketersediaan dan biaya
Senyawa itu harus tersedia dalam jumlah besar dan harganya yang pantas. Pemilihan bahan kimia anti mikrobial kimiawi.
Kelompok-kelompok utama bahan antimikrobial kimiawi
Fenol dan Persenyawaan Fenolat
Fenolat (asam karbolat), yang digunakan untuk pertama kalinya oleh lister sekitar tahun 1860-an di dalam pekerjaannya untuk mengembangkan teknik-teknik pembedahan aseptik, telah lama merupakan standar pembanding bagi desinfektan lain untuk mengevaluasi aktivitas bakterisidalnya (Pelczar & Chan, 2014: 489).
Alkohol
Etil alkohol dengan konsentrasi 50-70% efektif terhadap mikroorganisme vegetatif atau yang tidak membentuk spora (Pelczar & Chan, 2014: 490).
Alkohol merupakan denaturan protein, suatu sifat yang terutama memberikan aktivitas antimikrobial pada alkohol. Di samping itu alkohol juga merupakan pelarut lipid sehingga dapat pula merusak membran sel (Pelczar & Chan, 2014: 491).
Halogen
Keluarga halogen beranggotakan unsur-unsur fluor, klor, brom dan iodium. Klor dan iodium ialah yang paling luas penggunaan nya sebagai zat antimikrobial (Pelczar & Chan, 2014: 492).
Iodium
Iodium merupakan zat yang sangat efektif lagi unik yaitu efektif terhadap segala macam bakteri, spora, cendawan dan virus larutan iodium terutama digunakan untuk mengindisinfektan kulit khususnya sebagai disinfektan kulit sebelum operasi (Pelczar & Chan, 2014: 492).
Klor
Klor sebagai gas ataupun dalam kombinasi kimiawi (persenyawaan klor), merupakan salah satu disinfektan yang paling luas penggunaannya (Pelczar & Chan, 2014: 492).
Hipoklorit
Kalsium hipoklorit, (juga dikenal sebagai kapur yang diklorinasi
dan natrium hipoklorit, NaOCI, merupakan persenyawaan yang banyak digunakan baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri (Pelczar & Chan, 2014: 492).
Kloramin
Kloramin dicirikan oleh digantikannya satu atau lebih atom hidrogen dalam gugusan amino suatu persenyawaan dengan klor (Pelczar & Chan, 2014: 493).
Logam berat dan persenyawaannya
Logam berat (aksi oligodinamik)
Logam-logam tertentu dalam jumlah amat kecil, terutama perak dapat mematikan bakteri, hal ini disebut dengan aksi oligodinamik (oligodynamic action) yang berasal dari dua kata Yunani, oligos artinya “kecil” dan dynamis artinya “kekuatan” (Pelczar & Chan, 2014: 494).
Persenyawaan logam berat
Persenyawaan logam berat antimikrobial yang paling penting ialah persenyawaan yang mengandung merkuri, perak dan tembaga (Pelczar & Chan, 2014: 495).
Deterjen
Zat pengurang tegangan permukan atau zat pembasah yang terutama digunakan untuk membersihkan permukaan benda disebut deterjen (Pelczar & Chan, 2014: 495).
Deterjen anionik yaitu deterjen yang berionisasi dan sifat deterjennya
terletak pada anion (Pelczar & Chan, 2014: 495).
Deterjen kationik yaitu deterjen yang berionisasi dan sifat deterjennya terletak pada kation (Pelczar & Chan, 2014: 496).
Aldehide
Glutaraldehide dan formaldehide merupakan 2 persenyawaan aldehide yang mempunyai berbagai penerapan untuk mengendalikan populasi mikroorganisme (Pelczar & Chan, 2014: 497).
Kemosteriliator gas
Steriliasi kimiawi dengan menggunakan gas merupakan cara yang efektif serta praktis untuk bahan-bahan semacam bahan plasitik yang peka terhadap panas, seperti alat suntik, tabung reaksi, cawan petri dan pipet serta ruang tertutup dapat disterilkan gas (Pelczar & Chan, 2014: 499).
Tabel 2.1 Kelompok Utama Zat Kimia yang Bersifat Antimikrobial
Kelompok utama
Mekanisme kerja
Ciri tambahan
Persenyawaan spesifik
Kegunaan yang dianjurkan
Keterbatasan
Fenol dan persenyawaan fenolik
Mendenaturasikan protein; merusak membran sel
Turunannya (heksilresorsinol) dapat menurunkan tegangan permukaan
Kresol (lebih germisidal dari pada fenol); heksliresorisol
Disinfektan umum
Keefektifan mikrobial terbatas, mengakibatkan iritasi dan karat
Alkohol
Mendenaturasikan protein merusak membran sel sarana dehidrasikan deterjen
Makin banyak karbon dalam alkohol membuatnya makin germisidal
Metil (sifat bakterisidal paling kecil, paling beracun) etil (paling kurang beracun,digunakan dalam konsentrasi 50-70%): propil, butil, amil, dsb.
Antiseptik kulit.pada konsentrasi 60% mematikan virus bila tak ada bahan organic asing
Antiseptik
Halogen Iodium
Halogen tirosin menginaktifkan enzim dan protein
Efektif terhadap bakteri dan spora
Iodium tinktur (dilarutkan alkohol); iodofor (+zat aktif permukaan)
Disinfeksi kulit
Mengiritasi selaput lendir
Klor (dan persenyawaanya)
Bergabung dengan protein membran sel dan enzim
Klor digunakan untuk mendisinfeksi air; persenyawaan klor lebih mudah digunakan dan banyak aplikasinya
Hipoklorit (sanitasi peralatan dan perabotan); kloramin (oksidator)
Diinfeksi air
Diinaktifkan oleh bahan organik; keefektifannya bergantung pada pH; rasa dan bau tidak sedap kecuali bila di bawah pengawasan ketat
Aldehide
Memecahkan ikatan hidrogen,mendenaturasikan protein
Efektif terhadap semua mikroorganisme kecuali spora bakteri
Glutaraldehide
Mensterilkan kakas fumigasi
Kestabilan terbatas, tidak sporisidal
Komosterilisator gas
Etilenokside mengalkilasi senyawa organik menginaktifkan enzim
Mematikan semua bentuk kehidupan
Etilenokside
Mensterilkan benda peka panas perkakas, peralatan besar dan Kasur
Mudah terbakar; dapat meledak dalam bentuk murni; bekerja lambat
Persenyawaan ammonium kuartener (deterjen kationik)
Mendenaturasikan protein; merusak membran sel
Lebih germisidal dari pada deterjen lain; kebanyakan bakterisidal terhadap bakteri gram positif fungisidal
Setilpiridinium kloride; Zephiran, Phemerol
Disinfeksi kulit, sanitizer
Tidak sporisidal
Sumber: (Pelczar & Chan, 2014: 504)
Mikroorganisme
Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniselular dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya (Pelczhar & Chan, 2013: 46).
Bakteri merupakan organisme yang paling banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan makhluk hidup yang lain. Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan. Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan makhluk yang lain. Bakteri adalah mikroorganisme uniselluler dan prokariotik serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik (makroskopis) (Nizkon, 2017: 45).
Tabel 2.2 Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Negatif
Ciri
Perbedaan Relatif
Gram Positif
Gram Negatif
Struktur dinding sel
Tebal (15-80 nm)
Berlapis tunggal (mono)
Tipis (10-15 nm)
Berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding sel
Kandungan lipid rendah (1-4%)
Peptidogligan ada sebagai lapisan tunggal, komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada beberapa sel bakteri
Asam teikoat
Kandungan lipid tinggi (11-22%)
Peptidogligan ada di dalam lapisan kaku sebalah dalam, jumlahnya sedikit, merupakan sekitar 10% berat kering
Tidak ada asam teikoat
Kerentanan terhadap penisilin
Lebih rentan
Kurang rentan
Pertumbuhan dihambat oleh zat-zat warna dasar, misalnya ungu Kristal
Pertumbuhan dihambat dengan nyata
Pertumbuhan tidak begitu dihambat
Penyerapan nutrisi
Relatif rumit pada banyak spesies
Relatif sederhana
Resistensi terhadap gangguan fisik
Lebih resisten terhadap antibiotic
Kurang resisten
Sumber: Pelczar dan Chan (2013: 117)
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen penting yang berkaitan dengan virulensi toksin, invasif, dan ketahanan terhadap antibiotik (Karimela et al., 2017).
Menurut (Syahrurahman et al., 2010 dalam Lenny, 2016), Klasifikasi Staphylococcus aureus yaitu
Domain
:
Bacteria
Kingdom
:
Eubacteria
Ordo
:
Eubacteriales
Famili
:
Micrococcaceae
Genus
:
Staphylococcus
Spesies
:
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompokyang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 dalam Rahmi et al., 2015)
Gambar 2.1 Sel Staphylococcus aureus hasil pewarnaan Gram pembesaran lensa okuler 10x dan lensa objektif 1.000x
Sumber: (Karimela et al., 2017)
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang menginfeksi organ reproduksi jantan, dapat mengontaminasi semen yang dapat menyebabkan penularan ke organ reproduksi betina pada saat perkawinan (Rahmi et al., 2015).
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri aerob yang
bersifat Gram positif dan merupakan salah satu flora normal manusia pada kulit dan selaput mukosa. S. aureus merupakan patogen utama pada manusia dan hampir setiap orang pernah mengalami infeksi S. aureus yang bervariasi dalam beratnya, mulai dari keracunan makanan hingga infeksi kulit ringan sampai berat yang mengancam jiwa. Jika S. aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka kemungkinan bisa terjadi endocarditis, osteomyelitis hematogenus akut, meningitis, dan infeksi paru-paru (Istiantora et al.,1995 dalam Triana, 2014).
Fungi
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik. Fungi memerluksn senyawa organik untuk nutrisinya. Fungi dapat hidup saprofit yaitu hidup dari benda organik mati yang terlarut. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikannya ke dalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya (Pelczar & Chan, 2013: 190).
Candida albicans
Candida albicans/C. albicans merupakan bagian dari mikroba flora normal yang beradaptasi dengan baik untuk hidup pada manusia, terutama pada saluran cerna, urogenital, dan kulit. Candida albicans penyebab kandidiasis yang merupakan infeksi jamur dengan insiden tertinggi disebabkan oleh infeksi oportunistik (Mutiawati, 2016).
Klasifikasi Candida albicans (Frobisher, 1992 dalam Ariningsih, 2009)
Divisio
:
Thallophyta
Subdivisio
:
Fungi
Classis
:
Deuteromycetes
Ordo
:
Moniliales
Familia
:
Cryptococcaceae
Genus
:
Candida
Spesies
:
Candida albicans
Jamur Kandida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18 yang menyebabkan penyakit yang dihubungkan dengan higiene yang buruk. Nama Kandida diperkenalkan pada Third International Microbiology Congress di New York pada tahun 1938, dan dibakukan pada Eigh Botanical Congress di Paris pada tahun 1954. Candida albicans penyebab
Kandidiasis terdapat di seluruh dunia dengan sedikit perbedaan variasi penyakit pada setiap area. Kandidiasis interdigitalis lebih sering terdapat di daerah tropis sedangkan kandidiasis kuku pada iklim dingin. Penyakit ini dapat mengenai semua umur terutama bayi dan orang tua (Suprihatin, 1982 dalam Mutiawati, 2016).
Gambar 2.2 Bentuk mikroskopis C.albicans
Sumber: (Mutiawati, 2016)
Jamur C. albicans merupakan mikroorganisme endogen pada rongga mulut, traktus gastrointestinal, traktus genitalia wanita dan kadang-kadang pada kulit. Secara mikroskopis ciri-ciri C. albicans adalah yeast dimorfik yang dapat tmbuh sebagai sel yeast, sel hifa atau pseudohyphae. C. albicans dapat ditemukan 40- 80 % pada manusia normal, yang dapat sebagai mikroorganisme komensal atau pathogen (Samarayanake, 2002 dalam Lestari, 2010).
Candida sp. merupakan jamur dimorfik yang tumbuh sebagai sel ragi tunas, berbentuk oval (berukuran 3-6 mikron). Pada medium agar Candida sp. akan menghasilkan koloni lunak berwarna krem dengan bau seperti ragi. Candida terdiri dari banyak spesies dan tersebar luas di alam (Qurrohman & Nugroho, 2005).
Gambar 2.3 Mikroskopis jamur candida
Sumber: (Qurrohman & Nugroho, 2005)
Sel jamur Candida berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong. Koloninya pada medium padat sedikit menimbul dari permukaan medium, dengan permukaan halus, licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar koloni bergantung pada umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam medium. Pada medium cair jamur biasanya tumbuh pada dasar tabung (Suprihatin, 1982 dalam Ariningsih, 2009).
Jamur Candida tumbuh dengan cepat pada suhu 25-37ºC pada media perbenihansederhana sebagai sel oval dengan pembentukan tunas untuk memperbanyak diri, dan spora jamur disebut blastospora atau sel ragi/sel khamir (Mutiawati,2016).
Candida spp. juga dapat menghasilkan enzim fosfolipase, lipase, hialuronidase, chondroitin sulfatase dan enolase, yang berperan sebagai faktor virulensinya (Tyasrini et al., 2006).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
WAKTU DAN TEMPAT
Waktu : Sabtu, 7 Oktober 2017 Pukul 9:30-12:00 Wib
Tempat : Laboratorium FKIP Biologi Universitas
Muhammadiyah Palembang.
ALAT DAN BAHAN
Alat
Cawan petri
Tabung reaksi
Pinset
Bunsen
Rak tabung reaksi
Sprayer
Autoclave
Inkubator
Penggaris
Gelas kimia
Coloni counter
Bahan
Nutrient Agar (NA)
PDA
Biakan bakteri Staphylococcus aureus
Biakan cendawan Candida albicans
Paper disk diameter 3 mm
Betadine
Wipol
Sabun anti septik
Kapas lidi
Kertas label
Kertas HVS
Spritus
Tissu
METODELOGI PRAKTIKUM
Metode yang digunakan praktikum ini adalah perhitungan rata-rata dengan pendekatan kuantitatif.
CARA KERJA
Mengamati pengaruh bahan kimia (Betadine, Wipol dan Sabun anti septik)
Menginokulasi bakteri dengan metode gores ke seluruh permukaan media NA steril dalam cawan petri secara aseptis dengan menggunakan kapas steril.
Memasukkan masing-masing bahan kimia ke dalam gelas kimia steril kira-kira 5 ml, kemudian merendam paper disk berdiameter 3 mm selama 15 menit ke dalam bahan kimia tersebut.
Menjepit paper disk dengan pinset steril lalu meniriskan sebentar di pinggiran gelas kimia sehingga larutan atau bahan kimia tidak menyebar di permukaan media NA.
Meletakkan paper disk tersebut secara aseptis di atas permukaan media NA yang sudah menginokulasi bakteri dengan pinset steril, kemudian menekan secara perlahan agar paper disk menempel erat pada permukaan agar NA.
Membungkus cawan petri secara terbalik, (agar pada saat diinkubasi uap air yang dihasilkan oleh metabolisme bakteri tidak tergenang pada media NA sehingga media bisa rusak) dengan kertas putih/HVS, kemudian menginkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C dalam inkubator.
Setelah menginkubasi selama 24 jam, kemudian mengukur diameter zona hambat yang terbentuk dengan jangka sorong atau mistar.
Mengamati pengaruh uang logam yang terbuat dari tembaga (daya oligodinamik):
Mengukur diameter uang logam, kemudian membersihkan uang logam dengan cara disikat, kemudian merendam di dalam alkohol 70% selama 5 menit.
Menginokulasi cendawan Candida albicans dengan metode gores keseluruh permukaan media PDA steril dalam cawan petri secara asepti dengan menggunakan kapas lidi steril.
Menjepit uang logam dengan menggunakan pinset dan melalukan uang logam diatas api bunsen, kemudian meletakkan uang logam secara aseptis diatas permukaan media PDA yang sudah diinokulasi bakteri dengan pinset steril, kemudian menekan secara perlahan uang logam supaya menempel erat pada permukaan madia PDA.
Membakar pinggiran cawan petri diatas api bunsen, kemudian membungkus cawan petri secara terbalik (supaya media PDA tidak digenangi dan rusak oleh terkena uap air hasil metabolisme bakteri/cendawan) dengan kertas putih/HVS, kemudian menginkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C dalam inkubator.
Setelah menginkubasi selama 24 jam mengukur diameter zona hambat yang telah terbentuk dangan menggunakan jangka sorong atau mistar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Praktikum
Tabel 4.1 Diameter zona hambat pengaruh bahan kimia terhadap pertumbuhan bakteri atau cendawan (Data kelas)
Nama Kelompok
Bahan
Jenis bakteri/cendawan
Diameter (mm)
Diameter zona hambat
1
2
3
4
Kelompok 1
Formalin
Pseudomonas sp.
-
-
-
-
Alkohol 70%
13
10
10
11
8 mm
Wipol
-
-
-
-
Kelompok 2
Alkohol 96%
E.coli
-
-
-
-
Tidak ada zona hambat
Wipol
13
10
10
11
8 mm
Betadine
-
-
-
-
Tidak ada zona hambat
Kelompok 3
SOS
Salmonella thypy
25
24
-
-
21,5 mm
Pemutih Pakaian
-
-
-
-
-
Antiseptik Kulit
-
-
-
-
-
Kelompok 4
Wipol
Candida albicans
9
9
-
-
5,5 mm
Sabun cair
-
-
-
-
-
Antiseptik
-
-
-
-
-
Kelompok 5
SOS
Candida albicans
-
-
-
-
-
Antis
-
-
-
-
-
Pemutih Pakaian
-
-
-
-
-
Kelompok 6
Wipol
Candida albicans
9
9
-
-
5,5 mm
Sabun cair anti septik
-
-
-
-
-
Betadine
-
-
-
-
-
Kelompok 7
SOS
Staphylococus aureus
6
7
-
-
3 mm
Antiseptik Kulit
-
-
-
-
-
Pemutih Pakaian
-
-
-
-
-
Kelompok 8
Betadine
Staphylococus aureus
6
6
-
-
3 mm
Wipol
7
8
-
-
4,5 mm
Sabun Cair Antiseptik/Detol
25
21
20
30
106,67 mm
Kelompok 9
Alkohol 70%
Staphylococus aureus
6
6
-
-
-
Alkohol 90%
7
8
-
-
-
Formalin
25
21
20
30
-
Sumber: (Data kelas, 2017)
Tabel 4.2 Diameter zona hambat pengaruh bahan kimia terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus (Kelompok)
No
Bahan
Jenis bakteri
D
Diameter
zona hambat
1
2
3
4
1
Betadine
Staphylococus aureus
6
6
-
-
3 mm
2
Wipol
7
8
-
-
4,5 mm
3
Sabun antiseptik
25
21
20
30
106,67 mm
Sumber: (Data kelompok 8, 2017)
Tabel 4.3 Hasil Foto dan Keterangan dari Uji bahan kimia Tabel 4.2
Hasil
Keterangan
Terlihat zona hambat dari bahan kimia betadine, wipol dan sabun antiseptik pada media NA untuk pertumbuhan Staphylococus aureus.
Diameter zona hambat betadine : 3mm
Diameter zona hambat wipol : 4,5 mm
Diameter zona hambat sabun antiseptik : 106, 67 mm
Keterangan :
Zh (Zona hambat)
Kc (Kertas cakram)
Tabel 4.4 Diameter Zona Hambat Daya Oligodinamik (Data kelas)
Nama Kelompok
Bahan
Jenis bakteri/cendawan
D
Diameter zona hambat
1
2
3
4
Kelompok 1
Koin logam
Pseudomanas sp
6
6
-
-
6
Kelompok 2
Koin Logam
Pseudomanas sp
41
33
41
38
17,75 mm
Kelompok 3
Uang logam
E.Coli
16
16
-
-
16 mm
Kelompok 4
Uang logam
Staphylococus aureus
-
-
-
-
3,5 mm
Kelompok 5
Logam
Salmonella thypi
3,5
3,5
-
-
-
Kelompok 6
Kelompok 7
Uang logam
Staphylococus aureus
-
-
-
-
-
Kelompok 8
Uang logam Rp. 100
Candida albicans
4
1
-
-
2,5 mm
Kelompok 9
Uang logam
Candida albicans
17
9
12
13
-
Sumber: (Data kelas, 2017)
Tabel 4.5 Diameter Zona Hambat Daya Oligodinamik (Data Kelompok)
No
Bahan
Jenis bakteri
D
Diameter
zona hambat
1
2
3
4
1
Uang logam Rp. 100
Candida albicans
4
1
-
-
2,5 mm
Sumber: (Data kelompok 8, 2017)
Tabel 4.6 Hasil Foto dan Keterangan dari Uji Daya Oligodinamik Tabel 4.5
Hasil
Keterangan
Terlihat zona hambat dari daya oligodinamik pada media NA untuk pertumbuhan Candida albicans..
Diameter zona hambat yang terbentuk : 2,5 mm
Diameter koin (Dk) : 21 mm
Keterangan :
Dk (Diameter koin)
Zh (Zona hambat)
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terlihat zona hambat yang terdapat pada Tabel 4.2 Pengaruh bahan kimia (zat antimikroba) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Pada bahan kimia, zona hambat yang terbentuk terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu betadine 3,5 mm, wipol 4,5 mm dan sabun anti septik/detol 106,67 mm. Bahan kimia yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus paling besar yaitu sabun anti septik sebesar 106,67 mm. Zona hambat yang terlihat menandakan bahwa ketiga jenis bahan kimia dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif Staphylococcus aureus.
Betadine mengandung poviodone iodine. Povidone iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai antiseptik, mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, protozoa, dan spora bakteri. Aktivitas antimikroba povidone iodine dikarenakan kemampuan oksidasi kuat dari iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida, ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba (Andini, 2012 dalam Rondhianto et al., 2016).
Poviodone iodine memiliki sifat anti bakteri utamanya melalui mekanisme dimana povidone membawa senyawa iodine bebas masuk menembus membran sel. Senyawa iodine memiliki sifat yang sitotoksik sehingga mampu membunuh sel bakteri (Lacey et al., 1993 dalam Sinaredi, 2014).
Povidone iodine bersifat bakteriostatik, kandungan iodium yang digabungkan dengan polivinil pirolidon menghasilkan suatu kompleks iodofor yang dapat menghambat pertumbuhan kolonisasi Staphylococcus aureus sehingga povidone iodine dapat digunakan sebagai dekontaminasi mulut untuk menurunkan kolonisasi Staphylococcus aureus (Rondhianto et al., 2016).
Kemampuan zona hambat oleh bahan kimia wipol yaitu 4,5 mm. Wipol mengandung pine oil yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, sanitizer, mokrobisid/mikrostatik, insektisida dan virusida. Prinsip dan daya kerja pine oil adalah dengan cara mendenaturasi protein (Rahma, 2015).
Kemampuan zona hambat oleh bahan kimia sabun anti septik/detol 106,67 mm. Sabun antiseptik atau disebut juga dengan sabun obat mengandung asam lemak yang bersenyawa dengan alkali dan ditambah dengan zat kimia atau bahan obat. Sabun ini berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan penyakit atau gejala penyakit pada kulit (Lubis, 2003 dalam Fitri, 2013).
Sabun cair cuci tangan terkandung zat-zat yang bersifat bakterisid dan bakteriostatik (Selvamohan, 2012 dalam Fazlisia et al., 2014). Zat-zat tersebut seperti alkohol dan antibakteri. Selain itu, derajat keasaman (pH) sabun cair cuci tangan juga berperan dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri (Presscott et al., 2003 dalam Fazlisia et al., 2014).
Sabun antiseptik mengandung komposisi khusus yang berfungsi sebagai antibakteri. Di dalam sabun, triclosan dan triclocarban merupakan zat antibakteri yang paling sering ditambahkan. Bahan inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri berbahaya pada kulit. Ada juga sabun antiseptik yang menggunakan choroxylenol untuk membunuh bakteri. Sabun antiseptik memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif (Fitri, 2013).
Perbedaan luas zona hambat yang terbentuk dipengaruhi oleh kemampuan zat anti mikroba tersebut dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Luasnya zona hambat membuktikan luasnya kemampuan zat anti mikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, perbedaan zona hambat pada ketiga bahan kimia tersebut dipengaruhi karena adanya perbedaan kandungan yang terdapat pada masing-masing bahan kimia tersebut.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap pengaruh daya oligodinamik terhadap pertumbuhan cendawan Candida albicans zona hambat yang dihasilkan hanya 2,5 mm. Hal ini disebabkan karena saat praktikum dilakukan koin yang diletakkan bergeser sehingga daya zona hambat yang dihasilkan hanya kecil yaitu 2,5 mm.
BAB V
KESIMPULAN
Bahan kimia ialah suatu substansi (padat, cair, atau gas) yang dicirikan oleh komposisi molekuler yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi.
Diameter zona hambat yang terbentuk pada bahan kimia betadine 3mm, wipol 4,5 mm dan sabun anti septik 106,67.
Wipol mengandung pine oil yang dapat berfungsi sebagai desinfektan
Betadine mengandung poviodone yang berfungsi sebagai antiseptik, mampu membunuh mikroorganisme.
Bahan kimia sabun antiseptik memiliki kemampuan paling besar dalam mengahambat bakteri Staphylocococcus aureus sebesar 106, 67 mm.
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri gram positif yang tergolong sebagai bakteri patogen.
Diameter zona hambat yang dihasilkan pengaruh daya oligodinammik terhadap pertumbuhan cendawan Candida albicans sebesar 2,5 mm.
Candida sp. merupakan jamur dimorfik yang tumbuh sebagai sel ragi tunas, berbentuk oval (berukuran 3-6 mikron).
DAFTAR PUSTAKA
Andini, A.R. 2012. Pengaruh pemberian povidone iodine 1% sebagai oral hygiene terhadap jumlah bakteri orofaring pada penderita dengan ventilator mekanik. www.eprints.undip.ac.id/37399/1/AuliaRizkig2a008 034lapkti.pdf.
Ariningsih, R.I. (2009). Isolasi Streptomyces dari Rizosfer Familia Poaceae yang Berpotensi Menghasilkan Antijamur terhadap Candida albicans. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Fitri, L. (2013). Kemampuan Daya Hambat Beberapa Macam Sabun Antiseptik Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Biologi Edukasi, 2(2): 33-39.
Fazlisia, A., Bahar, E., & Yulistini. (2014). uji Daya Hambat Sabun Cair Cuci Tangan pada Restoran Waralaba di Kota Padang Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3): 349-353.
Istiantora, Y., H., Gan, V. 1995. Penicillin, Cephalosporin dan Antibiotika β-lactam lainnya. In: Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-4. Jakarta: FKUI. 622-650.
Jawetz, E., J.L. Melnick, E.A. Adelberg, G.F. Brooks, J.S. Butel, and L.N. Ornston. (1995). Mikrobiologi Kedokteran. (Diterjemahkan Nugroho dan R.F. Maulany). Edisi ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jawetz., Melnick., & Adelberg. (1996). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Karimela, E.J., Ijong, F.G., & Dien, H.A. (2017). Karakteristik Staphylococcus aureus yang di isolasi dari Ikan Asap Pinekuhe Hasil Olahan Tradisional Kabupaten Sangihe. JPHPI, 20(1): 188-198.
Lacey, R.W., Catto, A. (1993). Action of povidone-iodine against methicillin-sensitive and resistant cultures of Staphylococcus aureus. Postgraduate Medical Journal, 69:78–83.
Lubis, L. S. 2003. Sabun obat. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-lely1.pdf.
Lenny, A.A. (2016). Daya Hambat Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Lestari, P.E. (2010). Peran Faktor Virulensi pada Patogenesis Infeksi Candida albicans. Stomatognatic (J.K.G Unej), 7(2): 113-117.
Mutiawati, V.K. (2016). Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida albicans. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(1):53-63.
Nizkon. (2017). Kajian Biologi SMA. Palembang: Universitas Muhammadiyah Palembang Press.
Pelczar, M.J., & Chan, E.C.S. (2013). Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi 1. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Pelczar, M.J., & Chan, E.C.S. (2014). Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Presscott., Lansing, M., Harley., John P., Klein., & Donald A. (2003). Microbiology. Edisi ke-5. United State of America: McGraw-Hill.
Qurrohman, M.T., & Nugroho, R.T. (2005). Pengaruh Frekuensi Menguras terhadap Jumlah Candida sp. pada Air Bak Toilet Wanita di SPBU Surakarta. Biogenesis Jurnal Ilmiah Biologi, 3(1): 23-27.
Rahma, E. (2015). Penentuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine oil 2,5% terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29480/1/Eka%20Rahma-fkik.pdf. Diakses tanggal 12 Desember 2017.
Rahmi, Y., Darmawi., Abrar, M., Jamin, F., Fakhrurrazi., & Fahrimal, Y. (2015). Identifikasi Bakteri Staphylococcus aureus pada Preputium dan Vagina Kuda (Equus caballus). Jurnal Medika Veterinaria, 9(2): 154-158.
Retnowati, Y., Bialangi, N., & Posangi, N.W. (2011). Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus pada Media yang diekspos dengan infus daun sambiloto (Andrographis paniculata). Saintek, 6(2).
Rondhianto., Wantiyah., & Putra. F.M. (2016). Penggunaan Chlorhexidine 0,2% dengan Povidone Iodine 1% Sebagai Dekontaminasi Mulut Terhadap Kolonisasi Staphylococcus aureus pada Pasien Pasca Operasi Anastesi Umum. NurseLine Journal, 1(1): 177-183
Samarayanake, L.P. (2002). Essential Microbiology for Dentistry, Second Edition. Churchill Livingstone: Edinburgh Et Al.
Selvamohan, T., & Sandhya, V. (2012). Studies on bactericidal activity of different soaps against-bacterial strains. Journal of Microbiology and Biotechnology Research, 2(5):646-650.
Sinerdi, B.R., Pradopo, S., & Wibowo, T.B. (2014). Daya antibakteri obat kumur chlorhexidine, povidone iodine, fluoride suplementasi zinc terhadap Streptococcus mutans dan Pophyromonas gingivalis. Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 47(4): 2011-214.
Suprihatin, S.D. (1982). Kandida dan Kandidiasis pada Manusia. Jakarta: FKUI.
Jakarta.
Syahrurahman, A., Chatim, A., Soebandrio, A., Karuniawati, A., Santoso, A., & Harun B..(2010). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.
Triana, D. (2014). Frekuensi β- Lactamase Hasil Staphylococcus aureus Secara Iodometri Di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Gradien, 10(2): 992-995.
Tyasrini, E., Winata, T., & Susantina. (2006). Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis. JKM, 6(1): 52-64.
LAMPIRAN
Data Perhitungan
Betadin
Dik : DV = 6 mm
DH = 6 mm
DC = 3 mm
Dit : Diameter zona hambar?
Jawab :
Jadi diameter zona hambat betadin terhadap pengaruh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah 3 mm.
Wipol
Dik : DV = 7 mm
DH = 8 mm
DC = 3 mm
Dit : Diameter zona hambat?
Jawab :
Jadi diameter zona hambat wipol terhadap pengaruh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah 4,5 mm.
Sabun anti septik/detol
Dik : DH = 25 DF = 30
DV = 21 DG = 23
DE =20 DJ = 19
Dit : Diameter zona hambat?
Jawab :
Jadi diameter zona hambat sabun anti septik/detol terhadap pengaruh pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah 106, 67 mm.
Koin uang Rp. 100
Dik : d₁ = 25
d₂ = 22
d₃ = 21
Dit : Diameter zona hambat?
Jawab :
LAMPIRAN
Alat dan Bahan yang digunakan
Betadine
Sabun Anti Septik/Detol
Wipol
Betadine
Wipol
Inokulum biakan bakteri Staphylococcus aureus
Media NA
Bunsen
Pinset
Sumber : (Dokumentasi Kelompok 8, 2017)
Cara Kerja Pengaruh Bahan Kimia
Menginokulasi bakteri dengan metode gores
Merendam paper disk berdiameter 3 mm selama 15 menit ke dalam bahan kimia
Menjepit paper disk dengan pinset
Meletakkan paper disk tersebut secara aseptis
Media yang telah diletakan kertas cakram dari hasil inokulasi dan membungkus cawan petri secara terbalik
Lalu menginkubasi selama 2x24 jam agar dapat melihat zona hambatnya
Zona hambat yang didapat dari hasil inkubasi selama 2x24 jam
Sumber : (Dokumentasi Kelompok 8, 2017)
Cara kerja pengaruh uang logam yang terbuat dari tembaga (daya oligodinamik)
Menginokulasikan cendawan Candida albicans dengan metode gores
Menjepit uang logam dengan menggunakan pinset dan melalukan uang logam di dekat api bunsen
Meletakkan uang logam secara aseptis
Media yang telah diletakan uang logam dari hasil dari inokulasi dan membungkus cawan petri secara terbalik
Lalu menginkubasi selama 24 jam agar dapat melihat zona hambatnya
Zona hambat yang didapat dari hasil inkubasi selama 24 jam
Sumber : (Dokumentasi Kelompok 8, 2017)
aporan Praktikum I. Mikrobiologi Terapan by Puji Riski Lestari (342015009) 41