Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Jurnal

MODIFIKASI DOLOMIT GRESIK SEBAGAI KATALIS DALAM SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (TAMANU OIL) Mohammad Taufiq Akbar, Abdulloh, Nanik Siti Aminah Program Studi S1 Kimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Email : Akbarredpapyrus@gmail.com ABSTRACT Heterogeneously catalyzed transesterification of tamanu oil with methanol over various modified dolomites has been studied at 60oC. the modification of gresik’s dolomite have done with calcined at 850oC. After calcined, the gresik’s dolomite tested with XRD. The result shown that the dolomite where was calcined have change in the structure. The change indicated on 3 theta angel on difractogram of XRD. Beside that, the surface areas of the dolomite was measured with BET method, and the result is 17,288 m2/g. this catalyst have basicity at range 7,2 < H– < 15,0 and amount of basiciti is 0.035 mmol/g. when this heterogeneously catalyzed used in transesterification of biodiesel, this catalyst giving the convertion of methyl ester as 92,82% with the reaction time is 4 hours. Keyword : Gresik’s dolomite, heterogeneous catalyst, tamanu oil, transesterification, biodiesel 1. Pendahuluan Pertumbuhan industri dan transportasi di Indonesia semakin meningkat. Seiring dengan itu, komsumsi bahan bakar pun semakin meningkat pula. Sedangkan ketersediannya di alam tidaklah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sampai dengan masa mendatang, karena bahan bakar dari minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu penggunaan bahan bakar minyak bumi memiliki dampak negatif. karena hasil pembakaran bahan bakar minyak bumi yang berupa CO2 sangat mungkin mempengaruhi kandungan gas-gas diatas atmosfer bumi, dan kondisi ini dapat mengakibatkan peningkatan temperatur bumi diatas rata-rata . Alasan tersebut memacu manusia untuk mencari bahan bakar alternatif yang ketersediaannya dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Salah satu bahan bakar alternatif yang sesuai dengan masalah seperti ini adalah dengan memanfaatkan minyak nabati sebagai biodiesel. Biodiesel dapat digunakan untuk menggantikan solar karena ketersediaannya yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau minyak goreng bekas/daur ulang. Saat ini telah dikembangkan bahan bakar alternatif dari bahan biji nyamplung, kacang kedelai, kelapa sawit dan biji jarak pagar untuk biodiesel sebagai pengganti BBM. Produksi biodiesel dari berbagai tanaman tersebut dalam tiap tahun adalah sebagai berikut: biji nyamplung (2.200 liter per hektar) (Mahfudz, 2008), kacang kedelai (446 liter per hektar), biji jarak pagar (1.500 liter per hektar) dan kelapa sawit (5800 liter per hektar) (amri, 2007) Produksi minyak nyamplung menjadi biodiesel dilakukan melalui reaksi transesterifikasi, yaitu reaksi antara suatu alkohol dengan trigliserida yang hasilnya berupa senyawa metil ester. Pada minyak nyamplung, proses transesterifikasi menghasilkan metil ester asam lemak (FAME = Fatty Acid Methyl Ester). Reaksi transesterifikasi ini memerlukan katalis basa, dan pada umumnya katalis basa yang digunakan adalah CaO. CaO merupakan salah satu katalis heterogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi (Igor et al, 2008). Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa katalis CaO dapat mengubah trigliserida menjadi FAME dengan nilai konversi mencapai 93%, dan mudah dipisahkan dengan hasil reaksi (kouzhu et al, 2007). Dolomit merupakan sumber lain dari CaO. Dolomit adalah mineral alam yang memiliki rumus kimia CaMg(CO3)2. Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa dolomit juga dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi dengan terlebih dahulu dimodifikasi dengan proses kalsinasi menjadi CaO.MgO (Warren, 2000). Dolomit di Indonesia sangatlah potensial karena ketersediaannya yang melimpah, yaitu di Tuban, Gresik, Bangkalan, Pacitan, Sulawesi Selatan dan Papua. Dari pernyataan diatas maka akan dilakukan upaya pemanfaatan dolomit sebagai katalis basa dalam produksi biodiesel dari minyak nyamplung untuk dapat meningkatkan daya guna dolomit sebagai mineral tambang, sehingga nilai jual dari dolomit pun semakin meningkat pula. 2. Metodologi 2.1 Bahan Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nyamplung yang diperoleh dari Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap dan dolomit yang diperoleh dari Gresik. Sedangkan bahan yang digunakan metanol 99%, H2SO4, H3PO4, n-heksan, etanol, aquades, KOH, indikator pp. 2.2 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat refluks, labu leher tiga, hot plate, furnace, magnetic stirer, sentrifuge, neraca analitik, pipet volume, buret, erlenmeyer, rotary vacum evaporator, desikator dan kertas saring. 2.3 Pembuatan Katalis Dolomit Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat refluks, labu leher tiga, hot plate, furnace, magnetic stirer, sentrifuge, neraca analitik, pipet volume, buret, erlenmeyer, rotary vacum evaporator, desikator dan kertas saring. Katalis yang telah terbentuk kemudian di uji sifat kristalinnya dengan XRD, luas permukaannya dengan BET dan penentuan kekuatan dan jumlah situs basa. 2.4 Pretreatment minyak nyamplung Minyak nyamplung yang didapatkan dari Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap terlebih dahulu di lakukan proses degumming untuk memisahkan minyak dengan getah dan lender yang terkandung di dalamnya. Proses degumming dilakukan pada suhu 800C selama 15 menit dengan menggunakan H3PO4 Minyak hasil degumming kemudian diesterifikasi selama 4 jam untuk menurunkan kadar FFA (bilangan asam) sampai dengan 2%. Reaksi esterifikasi menggunakan perbandingan rasio molar metanol dengan minyak yang digunakan yaitu 20:1 dan katalis 2.5 proses transesterifikasi Minyak hasil proses esterifikasi kemudian di transesterifikasi dengan menggunakan katalis dolomit yang telah terbentuk. Pada proses transesterifikasi, direaksikan sebanyak 7,6 gr metanol, 10,0 gr E1 dan katalis dolomit 0,5 b/b pada suhu 600C dengan pengadukan selama 1 jam (Shuli Yan, 2009). Dilakukan variasi waktu pada proses transesterifikasi ini yaitu 1 – 5 jam. Untuk memisahkan katalis dengan hasil reaksi dilakukan sentrifuge. Biodiesel yang telah terbentuk dari proses ini kemudian di uji dengan GC-MS untuk melihat nilai konveri dan senyawa yang menyusun biodiesel ini. Selain itu juga di lakukan uji kadar FFA. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakterisasi katalis table 1 menunjukan bahwa telah terjadi pergeseran sudut 2θ dan d-spacing pada katalis dolomit termodifikasi. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan modifikasi terhadap dolomit mengakibatkan terjadinya pergeseran sudut 2θ dan d-spacing antara dolomit alam dan katalis dolomit termodifikasi pergeseran yang terjadi pada difraktogram menunjukan pada katalis dolomit telah terbentuk senyawa CaO.MgO. ini dapat dilihat dengan membandingkan difraktogram dolomit sebelum kalsinasi, dolomit setelah kalsinasi, CaO dan MgO pada gambar 1. Dalam difraktogram dolomit setelah reaksi dan CaO terdapat peak yang berada pada sudut 2 theta yang sama, yaitu pada sudut 2 theta sebesar 320, 530, 640. Dan pada difraktogram MgO tampak persamaannya pada peak 620. Gambar 1. Perbandingan difraktogram (A) dolomit Gresik,CaMg(CO3)2. (B) dolomit Gresik setelah dikalsinasi, CaO, MgO Hasil dari uji BET menunjukan bahwa bahwa katalis dolomit termodifikasi memiliki luas permukaan yaitu 17,288 m2/g. dan ini lebih besar dari pada katalis CaO yang digunakan oleh kouzhu pada tahu 2007, yaitu 13 m2/g. Dengan luas permukaan yang lebih besar, kontak antara permukaan katalis dolomit temodifikasi dengan reaktan semakin besar, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan yield dari proses transesterifikasi. Grafik isotherm adsorbtion hasil uji coba BET menunjukan bahwa interaksi antara katalis dan reaktan relative lemah, sehingga katalis membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengabsorb reaktan. Gambar 2. Grafik isotherm adsorbtion hasil uji coba BET Untuk mengetahui kekuatan situs basa digunakan indikator bromthymol bilru, fenolftalain, 2,4-dinitroanilin dan 4-nitroanilin. Tiap-tiap indikator dimasukan pada katalis yang sebelumnya telah ditambahakan dengan pelarut toluene. Saat penambahan indikator pada katalis terjadi perubahan warna katalis. Berikut ini adalah perubahan warna yang terjadi pada katalis. Dari kiri ke kanan 4-nitroanilin 2,4-dinitroanilin Fenolftalain Bromthymol biru Gambar 4.2. Perubahan warna pada katalis yag ditambahkan indikator Pada gambar diatas terlihat bahwa terjadi perubahan warna pada katais yang ditambahkan dengan indikator bromthymol biru, fenolftalain dan 2,4-dinitroaniline. Sedangkan pada katalis yang ditambahkan dengan indikator 4-nitroanilin tidak terjadi perubahan. Ini menunjukan bahwa rentang kekuatan dari katalis yaitu antara pKBH bromthymol biru sampai dengan 2,4-dinitroanilin (pKBH= 7,2 – 15,0). Perubahan warna yang terjadi pada katalis dikarenakan terjadinya pendonoran elektron dari katalis terhadap indikator yang pada hal ini berperan sebagai asam yang teradsorbsi. Sedangkan jumlah situs basa adalah jumlah (atau mmol) situs basa per unit berat atau per unit luas permukaan. Dari hasil uji penentuan situs basa yang dilakukan dengan metode titrasi, didapakan bahwa jumlah situs basa yang terdapat pada katalis dolomit yaitu 0,035 mmol/g. Jumlah dan kekuatan situs basa sangat erat dengan aktifitas katalitik suatu katalis. Jumlah dan rentang kekuatan situs basa yang besar menunjukan bahwa katalis dolomit ini memiliki aktifitas katalitik yang besar. Sehingga pada proses sintesis biodiesel, reaksi akan berjalan dengan cepat dan asam lemak yang terkonversi dapat mencapai nilai maksimumnya. 3.2 Sintesis biodiesel Pada proses esterifikasi, lamanya reaksi yang berlangsung memberi pengaruh terhadap turunnya bilangan asam minyak nyamplung. Lama reaksi yang memberikan hasil bilangan asam paling kecil adalah reaksi selama 4 jam yaitu 1,742 mg KOH/g. Berikut ini adalah grafik penurunan bilangan asam yang terjadi pada reaksi esterifikasi. Gambar 4.3 Grafik penurunan bilangan asam setelah proses transesterifikasi Pada tahap transesterifikasi dilakukan proses transesterifikasi terhadap minyak yang telah diesterifikasi sebelumnya (E1). Proses ini menggunakan E1 dengan waktu reaksi 4 jam, karena E1 4 jam memiliki bilangan asam yang paling kecil dengan tujuan agar tidak terjadi reaksi penyabunan pada saat proses transesterifikasi. Proses ini dilakukan dengan menggunakan katalis dolomit termodifikasi. Hasil dari proses transesterifikasi kemudian diuji dengan menggunakan GC-MS. Melalui kromatogram GC-MS dapat diketahui besarnya konversi minyak nyamplung menjadi biodiesel. Dari perhitungan didapatkan bahwa rendemen reaksi transesterifikasi pada 1 jam (0,27%), 2 jam (0,57%), 3 jam (19,41%), 4 jam (92,34%) dan 5 jam (54,33%). Hasil ini menunjukan bahwa reaksi yang menghasilkan rendemen maksimal yaitu pada waktu reaksi 4 jam. Biodiesel nyamplung ini memiliki karakteristik yaitu, kadar FFA atau bilangan asam sebesar 0,11 mg KOH/g, angka penyabunan sebesar 190,0446 mg KOH/g dan kadar gliserol total sebesar 0,74%. Dari data-data tersebut dapat ditentukan besar konversi hasil biodiesel melalui perhitungan, yang kemudian diketahui bahwa konversi hasil biodiesel mencapai 92,82%. Bila dibandingkan dengan standar SNI, biodiesel ini tidak memenuhi syarat yang ditetapkan SNI yaitu angka penyabunan maksimal 115 mg KOH/g dan kadar gliserol total maksimal 0,24%. Lamanya waktu reaksi yang diperlukan katalis dolomit termodifikasi untuk mengkonversi dengan maksimal dapat dikarenakan tingkat interaksi antara katalis dengan reaktan yang relatif lemah, sehingga waktu yang diperlukan agar reaktan ra katalis terdifusi dengan katalis butuh waktu yang lebih lama. maka untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel) pun juga semakin lama. Dalam reaksi ini yang berperan penting dalam reaksi bukanlah interaksi antara katalis dengan reaktan (absorbat-absorban), namun antara metoksi dengan trigliserida (absorban-absorban). Berikut ini adalah mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis dolomit termodifikasi (Lowell, 2004) 4. Kesimpulan Katalis dolomit termodifikasi dapat digunakan untuk proses transesterifikasi dalam sintesis biodiesel. Dengan katalis dolomit termodifikasi nilai konversinya mencapai 92,34% pada waktu reaksi 4 jam Katalis dolomit termodifikasi memiliki luas permukaan 17,288 m2/g. sedangkan kekuatan dan jumlah situs basa dari katalis dolomit termodifikasi adalah 7,2 < H– < 15,0 dan 0,035 mmol/g Biodiesel nyamplung memiliki karakteristi antara lain, kadar FFA (bilangan asam) sebesar 0,11 KOH mL/g dan terbentuk dari senyawa metil linoleat Daftar Pustaka Andya, W. F. 2011. Pengembangan Katalis Kalsium Oksida untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2012, 66-73 Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI. 2008. Nyamplung; Sumber Energi Biofuel Yang Potensial. Departemen Kehutanan RI. Ditjen Migas. 2010. Produksi Komulatif BBM Tahun 2010. Kementrian Sumber Daya Energi dan Mineral. Jakarta. Kouzu, Masato., Takekazu Kasuno., Masahiko Tajika., Yoshikazu Sugimoto., Shinya Yamakanaka., Jusuke Hidaka. 2007. Calcium Oxide as Solid Base Mahfuds, 2008. Potensi Pengembangan Nyamplung. “Potensi dan Peluang Nyamplung sebagai Bahan Baku Biodiesel di Indonesia”. Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jogjakarta. Pakpahan, A. 2001. Palm Biodiesel Its Potency, Technology, Business Prospect and Environmental Implication in Indonesia. Proceeding of the international biodiesel workshop, Enhancing Biodiesel Development and Use. Dalam skripsi Kajian Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung oleh,Dedeh muniarsih, 2009 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH). 2008. Penelitian Pembuatan Biodiesel dari Biji Nyamplung. Scuchardt Ulf, Ricardo Sercheli, Rogerio Matheus Vargas. 1997. Transesterification of Vegetable Oils: a Review. Chem. Soc, Vol. 9, No. 1, 199-210, 1998