BAB I
PENDAHULUAN
Skenario
Seorang laki-laki 40 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan benjolan pada leher bagian lateral yang dirasakannya sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan ini mula-mula kecil yang kemudian membesar dengan cepat. Benjolan teraba keras, tidak nyeri. Penderita mengeluh sakit kepala.
Kata kunci
laki-laki 40 tahun
Benjolan pada leher bagian lateral.
Dirasakannya sejak 4 bulan yang lalu.
Benjoan mula-mula kecil kemudian membesar dengan cepat
Benjolan teraba keras
Tidak nyeri
Penderita mengeluh sakit kepala
Pertanyaan
Mengapa benjolan membesar dengan cepat dan tidak nyeri ?
Bagaimana patomekanisme terjadinya benjolan pada bagian lateral leher ?
Anatomi organ terkair?
Hungan benjolan di leher dengan sakit kepala?
Langkah-langkah diagnosis?
Etologi dan faktor resiko terjadi benjolan di bagian leher?
Penanganan ketika timbul benjolan pada leher?
DD?
BAB 2
PEMBAHASAN
Mengapa benjolan membesar dengan cepat dan tidak nyeri ?
Bagaimana patomekanisme terjadinya benjolan pada bagian lateral leher ?
Anatomi organ terkait?
Level I Kel limf submentale, submandibulare
Level II 1/3 atas vena jugularis interna, basis kranii sampai tepi atas os hyoid, berisi kel limf jugulodigastric dan spinal asesoris
Level III 1/3 tengah vena jugularis interna, dipisahkan dari regio IV melalui m.omohyoid, berisi kel limf jugularis medius
Level IV 1/3 bawah vena jugularis interna, berisi kel limf jugularis inf, skalenius dan supraklavuikula
Level V Kel limfe yang terdapat pada trigonium servikal posterior
Level VI kel limfe pretracheal
Kelompok kelenjar limfe dileher :
Jugularis prof. superior.
Jugularis prof. medius
Jugularis prof. inferior
Submentalis
Submandibula
Servikal superfisial
Retrofaringeal
Paratrakeal
Spinal asesorius
Skalenius anterior
Hubungan benjolan di leher dengan sakit kepala?
Langkah-langkah diagnosis?
Anamnesis :
Lokasi bejolan, sejak kapan, riwayat keluarga, riwayat penyakit sebelumnya, lingkugan dan pekerjaan?
Pemeriksaan fisik :
Menentukan lokasi dan asal benjolan
Ispeksi permukaan, warna, letak
Palpasi ukuran benjolan adanya nyeri atau tidak.
Pemeriksaan penujang
MRI, Ct- Scan, USG, laboratorium darah
Etologi dan faktor resiko terjadi benjolan di bagian leher?
Penyebab terjadinya kanker sangat bayak faktor sehingga disebut “multifaktorial karsinogenesis”. karena terjadinya kanker yang bertahap maka disebut “multistep karsinogenesis”
Menurut terjadinya penyakit disebabkan oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar
Faktor dari dalam merupakan faktor genetik:
perubahan genetik, mutasi gen, protoonkogen (onkogen mengalami transformasi keganasan)
Faktor dari luar seperti faktor fisik, radiasi, ultraviolet, trauma, faktor bahan kimia dan faktor agen biologis seperti; virus EBV, human papiloma virus, kuman, parasit, dll
Penggunaan tembakau dan alkohol yang berlebihan mempunyai peran penting untuk terjadinya tumor ganas dari selaput lendir yang melapisi bagian atas jalan napas dan makanan.
Selain faktor tembakau dan alkohol, juga faktor defisiensi makanan terutama kekurangan vit. A, betakaroten, vit.E dan vit.C yang berfungsi sebagai antioksidan yang ada pada sayur dan buah yang segar. Kekurangan bahan ini dapat memicu terjadinya tumor ganas
Pemaparan oleh sinar pengion merupakan faktor utama untuk terjadinya tumor kulit, kelenjer gondok, kelenjar Paratiroid dan kelenjar ludah
Penanganan ketika timbul benjolan pada leher?
Hindari faktor penyebab
Modifikasi gaya hidup
Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A dan vitamin C.
DD?
KARSINOMA NASOFARING
Definisi
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang menunjukkan bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur.
Epidemiologi
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Berdasarkan GLOBOCAN 2012. 387.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan) 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada perempuan) KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun. Angka kejadian tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina. Tenggara yakni sebesar 40 - 50 kasus kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk. Kanker nasofaring sangat jarang ditemukan di daerah Eropa dan Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar.
Etiolgi
Faktor Resiko
1. Jenis Kelamin Wanita
2. Ras Asia dan Afrika Utara
3. Umur 30 – 50 tahun
4. Makanan yang diawetkan
5. Infeksi Virus Epstein-Barr
6. Riwayat keluarga.
7. Faktor Gen HLA (Human Leokcyte Antigen) dan Genetik
8. Merokok
9. Minum Alkohol
Faktor Proteksi Mengonsumsi buah-buahan dan sayuran terbukti dapat mengurangi risiko terjadinya KNF. PENAPISAN Serologi IgA VCA/IgA EA sebagai tumor marker (penanda tumor) diambil dari darah tepi dan/atau Brushing Nasofaring (DNA Load Viral). Pemeriksaan ini tidak berperan dalam penegakkan diagnosis tetapi dilakukan sebagai skrining dan data dasar untuk evaluasi pengobatan.
Diagnosis
1. Anamnesis Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia, hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI).
2. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis
Pemeriksaan nasofaring :
o Rinoskopi posterior
o Nasofaringoskop ( fiber / rigid )
o Laringoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging). digunakan untuk skrining, melihat mukosa dengan kecurigaan kanker nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi pada kasus-kasus dengan dugaan residu dan residif.
3. Pemeriksaan Radiologik
a. CT Scan Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1-2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah bening regional.
b. USG abdomen Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT Scan Abdomen dengan kontras.
c. Foto Thoraks Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.
d. Bone Scan Untuk melihat metastasis tulang. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk menentukan TNM.
4. Pemeriksaan Patologi Anatomik
Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsy
Nasofaring BUKAN dari Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH) atau biopsi insisional/eksisional kelenjar getah bening leher. Dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau mulut dengan tuntunan rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi rigid/fiber.
Pelaporan diagnosis karsinoma nasofaring berdasarkan kriteria WHO 1 yaitu:
1. Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin (WHO 1)
2. Karsinoma Tidak Berkeratin:
a. Berdiferensiasi (WHO 2)
b. Tidak Berdiferensiasi (WHO 3)
3. Karsinoma Basaloid Skuamosa Eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum jika:
1. Dari biopsi dengan anestesi lokal tidak didapatkan hasil yang positif sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri karsinoma nasofaring.
2. Unknown Primary Cancer
Prosedur ini dapat langsung dikerjakan pada:
a) Penderita anak
b) Penderita dengan keadaan umum kurang baik
c) Keadaan trismus sehingga nasofaring tidak dapat diperiksa.
d) Penderita yang tidak kooperatif
e) Penderita yang laringnya terlampau sensitif
3. Dari CT Scan paska kemoradiasi/ CT ditemukan kecurigaan residu / rekuren, dengan Nasoendoskopi Nasofaring menonjol.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus Kelenjar Leher Pembesaran kelenjar leher yang diduga keras sebagai metastasis tumor ganas nasofaring yaitu, internal jugular chain superior, posterior cervical triangle node, dan supraclavicular node jangan di biopsi terlebih dulu sebelum ditemukan tumor induknya. Yang mungkin dilakukan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH).
Pemeriksaan Laboratorium :
• Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.
• Alkali fosfatase, LDH
• SGPT – SGOT
Diagnosis Banding
1. Limfoma Malignum
2. Proses non keganasan (TB kelenjar)
3. Metastasis (tumor sekunder)
F. Penatalaksanaan
G.Prongnosis
5-Year Survival Rate
Stadium I : 76,9 %.
Stadium II : 56,0 %
Stadium III : 36,4 %
Stadium IV : 16,4 %
DAFTAR PUSTAKA
Fisiologi manusia edisi. 6. Lauralee Sherwood. 2014
Anonim. Di unduh 8 juli 2017 pukul 22.00 WITA http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38965/4/Chapter%2520ll.pdf
Panduan penatalaksanan kanker nasofaring . Di unduh 8 juli 2017 pukul 22.00 WITA http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKNasofaring.pdf
Slide Kuliah dr Densy Tette, M.Kes, Sp.THT-KL. 2017
Buku ajar onkologi klinis edisi 2 fakultas kedokteran universitas indonesia. 2013