Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Praktikum ke 1.docx

Praktikum ke-2 SARANA FISIK UNTUK PENGENDALIAN: PANAS LEMBAB Dikri Zulkarnaen1, Rizal Maulana Hasby2, Aditya Indra Permana3 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG Jalan A.H. Nasution No. 105, Cipadung, Kota Bandung, Jawa Barat 40614 E-mail: robotpaeh.rp@gmail.com ABSTRAK Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroba membutuhkan sarana fisik yang berbeda-beda antara satu jenis dengan jenis yang lain. Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat bergantung dan dipengaruhi faktor lingkungan. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan morfologi dan fisiologi. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari penggunaan sarana fisik panas lembab untuk mengendalikan mikroba. Metode yang digunakan adalah metode panas lembab dengan memanaskan mikroba yang ada didalam media NA dan sabouraud dengan beberapa suhu dan menginokulasikannya selama beberapa hari. Kata kunci : lembab, media, mikroba, panas, suhu I.PENDAHULUAN Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi. Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista dan alga renik (Astuti dkk, 2016). Mikroba membutuhkan sarana fisik yang berbeda-beda antara satu jenis dengan jenis yang lain. Spora Bacillus cereus misalnya lebih tahan kondisi panas kering daripada panas lembab. Spora B.cereus ini dapat bertahan lama dalam produk yang kering (Yustinah dkk, 2016). Bakteri merupakan salah satu mikroba yang berkaitan erat dengan suhu. Inaktivasi bakteri oleh panas tidak dapat digambarkan dalam peristiwa biokimia sederhana. Meskipun efek letal panas lembab suatu suhu tertentu biasanya dihubungkan dengan denaturasi dan koagulasi protein, pola kerusakan oleh panas tersebut cukup kompleks (Saprian dkk, 2014). Lingkungan yang panas dan lembab sangat cocok untuk bakteri jenis Salmonella sp. yang telah mencemari makanan dan mudah berkembang biak secara cepat karena keadaan lingkungan yang panas dan lembab menstimulasi pertumbuhannya. Selain Salmonella sp. juga ada beberapa jenis bakteri lain seperti Escherechia coli dan Staphylococcus sp. (Amiruddin dkk, 2017). Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat bergantung dan dipengaruhi faktor lingkungan. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan selain butuh nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga memerlukan lingkungan yang memungkinkan untuk pertumbuhannya secara optimum. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar dan Chan, 1986). Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan antara mikroorganisme-makanan-manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen (Buckle, 1985). Adapun faktor lingkungan dapat dibagi atas faktor biotik dan abiotic. Faktor biotik terdiri atas makhluk hidup, yaitu mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme bisa dalam bentuk symbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor abiotic terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotic, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan), serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya) (Hadioetomo, 1993). Karena semua pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dank arena reaksi-reaksi ini dipengaruhi temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh tempertaur. Temperature juga mempegaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total organisme. Keragaman temperature dapat juga mengubah proses-proses metabolic tertentu serta morfologi sel (Pelczar dan Chan, 1986). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari penggunaan sarana fisik panas lembab untuk mengendalikan mikroba. II.METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pembakar bunsen, gelas piala 800 mL, kaki tiga, kassa logam, thermometer, lup inokulasi dan spidol. Sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah kultur miroba dan medianya. 2.2 Cara Kerja Langkah pertama yang dilakukan yaitu memberi label pada tutup cawan petri untuk menandai suhu 25(kontrol), 40, 60, 80, dan 100oC. Lalu bagian dasar cawan NA dibuat menjadi sektor untuk kedua macam bakteri dan pada cawan sabouraud dibuat yang sama untuk kedua macam cendawan dengan bantuan spidol. Selanjutnya NA dan sabouraud yang berlabel 25oC diinokulasikan dengan tehknik aseptik dengan satu goresan mikroba tertentu. Lalu air dipanaskan hingga suhu 40oC. Empat tabung kultur di kultur kedalam gelas piala dan dibiarkan selama 10 menit. Lalu diinokulasikan dari tabung tersebut tiap organismenya pada cawan yang berlabel 40oC dan dipanaskan hingga 60oC dan diulangi butir 5 dan diinokulasikan pada cawan 60oC. Selanjutnya dipanaskan lagi hingga 80oC dan diulangi perlakuan yang sama, lalu dipanaskan lagi hingga 100oC dan begitupun diulangi hal yang sama pula. Kemudia cawan NA diinkubasikan dengan posisi terbaik selama 24-48 jam pada suhu 37oC sedangkan cawan sabouraud disimpan pada suhu 25oC selama 4-5 hari dalam ruang yang lembab. III.HASIL DAN PEMBAHASAN Pada peraktikum kali ini menjelaskan tentang cara pengendalian mikroba dengan judul Sarana Fisik Untuk Pengendalian panas lembab. Percobaan ini menentukan bakteri itu hidup di suhu berapa saja. Pada uji ini di lakukan beberapa tipe suhu mulai dari 25oc sampai dengan 100oc. Seperti yang kita ketahui bahwa kelangsungan hidup mikroba salah satunya dipengaruhi oleh suhu dimana mikroba tersebut akan inaktivasi ketika suhu sangat rendah dan sel-selnya akan terplasmolisis pada suhu yang sangat tinggi Tabel suhu 25% Gambar Literatur (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018) (Sumber: Beverages, 2016) Tabel suhu 40% Gambar Literatur (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018) (Sumber: Beverages, 2016) Tabel suhu 60% Gambar Literatur (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018) (Sumber: Beverages, 2016) Tabel suhu 80% Gambar Literatur (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018) (Sumber: Beverages, 2016) Tabel suhu 100% Gambar Literatur (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018) (Sumber: Beverages, 2016) Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, bakteri dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4oC). Kelompok bakteri psikotropik yang penting pada makanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan F. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang. Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik adalah 45-60oC. Jika spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60 menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermophilus. Pertumbuhan bakteri ditentukan oleh kondisi pH lingkungannya. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir, yaitu antara 4,0-8,0. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4,0 dan di atas 8,0. Makanan yang mempunyai pH <4.0 akan semakin awet karena praktis bakteri tidak dapat tumbuh. Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat pada makanan tersebut. Keasaman ada dalam makanan dapat terjadi secara alamiah, misalnya pada buah-buahan asam; atau terbentuk selama fermentasi, misalnya yoghurt, pikel, sayur asin dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan mikroorganisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang terdapat dalam makanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa Laktobasili dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa asam asetat atau asam laktat.Bakteri dapat berbentuk sel vegetatif atau sel sporanya. Pada umumnya sel vegetatif bakteri lebih sensitif terhadap panas dibanding sel sporanya, sehingga sel vegetatif bakteri lebih mudah dihancurkan dibandingkan sel sporanya. Sel vegetatif bakteri dapat dihancurkan dengan proses pasteurisasi, Sedangkan sel spora umumnya dapat dihancurkan dengan proses sterilisasi. Pembentukan spora bakteri adalah salah satu tahap istirahat dalam siklus kehidupan bakteri. Spora bakteri adalah struktur tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim, misalnya keadaan kering, pemanasan, keadaan asam da sebagainya. Beberapa spora bakteri tahan pada suhu air mendidih (100oC) selama 16 jam. Spora yang tahan panas juga tahan terhadap perlakuan kimia. Beberapa spora bakteri tahan lebih dari tiga jam dalam larutan disinfektan yang biasa digunakan di industri pangan. Bakteri yang tidak membentuk spora atau sel vegetatif dengan mudah dapat di-inaktivasi dengan sanitiser. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, R. R., Darniati. dan Ismail. 2017. Isolasi dan identifikasi Salmonella sp. pada ayam bakar di rumah makan Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Jimvet. 1(3): 265. Astuti, H. P., Deny, E. W. dan Erlyn, H. 2016. Pengaruh detoksifikasi mikroba positif pada usus terhadap penurunan berat badan. Jurnal Infokes. 6(2): 48. Buckle, G. F., Janet, S. T. dan Stephen, A. M. 1985. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta. Penerbit buku kedokteran. Hadioetomo, R. S. 1993. Teknik dan prosedur dasar laboratorium mikrobiologi. Jakarta. Gramedia. Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S. 1986. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta. UI-press. Saprian., Ani, J. dan Awaluddin, N. 2014. Uji efektivitas jeruk nifis (Citrus aurantifolia) dalam mempercepat laju disinfeksi bakteri Escheria coli pada proses solar water disinfection. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. 6(1): 16. Yustinah., Mistri, G., Heri, H. dan Rizal, A. 2016. Pengaruh jenis sumber nitrogen pada pembuatan polyhydroxy butyrate dari glukosa menggunakan bakteri Bacillus cereus. Jurnal UMJ. 2(4): 54.